Anda di halaman 1dari 39

Histologi Sistem Pencernaan

SISTEM PENCERNAAN
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar-kelenjar yang
berhubungan. Fungsi sistem pencernaan adalah memperoleh metabolit-metabolit yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan energi yang diperlukan bagi tubuh dari makanan yang
dimakan. Sebelum disimpan atau digunakan sebagai energi, makanan dicernakan dan
diubah menjadi molekul-molekul kecil yang dapat dengan mudah diabsorpsi melalui
dinding saluran pencernaan.
Saluran pencernaan dimulai dari bibir sampai dengan anus. Pada beberapa tempat
mengalami dilatasi serta menempuh arah yang berliku-liku. Makanan dapat bergerak ke
belakang karena adanya gerakan peristaltik, dan gerakan anti peristaltik (muntah,
memamah biak). Gerakan ini dimungkinkan karena adanya lapisan otot (tunica muscularis)
pada dinding saluran pencernaan.
I. RONGGA MULUT
a. Bibir / Labia
Terdiri dari susunan otot kerangka dibagian luar dibungkus oleh kulit dan
dibagian dalam selaput lendir kutan. Bagian luar / kulit ditandai dengan adanya
rambut, kelenjar palit, kelenjar peluh dan epidermis yang bertanduk. Bagian
tengah terdiri dari bagian otot kerangka. Bagian dalam berbatasan dengan rongga
mulut terdiri dari selaput lendir kutan yang pada sub mukosa terdapat kelenjar.
Pada domba, kambing dan karnivora kelenjar tersebut bersifat mukous.
Integumentum labialis memiliki ujung-ujung saraf disamping rambut peraba (tactile
hairs).
b. Gigi / Dentes
Gigi mengambil peranan dalam proses pencernaan secara mekanik, misalnya
memotong, merobek, menggiling dan sebagainya. Bentuk gigi erat hubungannya
dengan macam makanan yang dimakan, perhatikan gigi anjing, kucing dengan gigi
pemakan rumput misalnya kuda, sapi.
Secara mikroskopis pada gigi terdapat :
1. Lapis Email (Substantia adamantina)
Lapisan ini berwarna kebiruan padat dan paling keras dari bagian gigi lainnya.
Lapis email ini terdiri dari bahan organik sebanyak 96 %, permukaan luar
ditutupi oleh kutikula yang bersifat tahan pengaruh luar tetapi sedikit rapuh.

Pada gigi tipe brakhidon misalnya karnivora babi dan manusia, lapis email
terbatas pada daerah mahkota saja. Pada gigi tipe hipsodon seperti gigi kuda,
lapis email terdapat mulai dari mahkota sampai akar gigi bahkan mengelilingi
infundibulum gigi. Pada gigi graham lapis email membentuk lipatan-lipatan.
Ruminansia memiliki tipe gigi campuran, gigo pemotong tergolong brakhidon,
tetapi gigi graham bertipe hispodon.
2. Lapis dentin (substansia eburnea)
Bagian utama gigi, berwarna kekuningan dan langsung membungkus pulpa
gigi. Bahan mirip dengan tulang bahkan lebih keras.
Bagian yang berbatasan dengan pulpa gigi terdapat susunan sel-sel dengan
penjuluran panjang menyusup kedalam bagian dentin yang berkapur disebut
edentoblas. Bagian yang berkapur ini mirip dengan matriks tulang, yang
mengandung serabut kolagen tersusun paralel terhadap permukaan gigi pada
mahkota gigi. Jadi dentin mirip dengan tulang rawan yang terdapat kanalikuli
berupa buluh dentin (dentinal tubuluh). Dentin sangat peka terhadap pengaruh
makanan panas, dingin, asam dan sebagainya karena mengandung serabut
saraf.
3. Lapis sementum (substansia ossea)
Berupa modifikasi tulang yang memiliki lamel-lamel berjalan hampir sejajar
terhadap permukaan gigi dan didalamnya terdapat lakuna dna kanalikuli,
tempat bagian sel dan penjulurannya. Serabut kolagen berjalan tegak lurus
terhadap permukaan gigi dan disebut serabut sharpey. Lapis ementum
membungkus akar gigi dan lapis email didaerah leher gigi.
4. Pulpa gigi
Berupa rongga pada bagian dalam gigi yang diisi oleh jaringan ikat halus
tanpa adanya serabut elastis, tetapi banyak saraf dan pembuluh darah rambut.
Serabut kolagen disini ada dalam bentuk fibril terdapat diantara sel-sel yang
saling berhubungan.
Pada bagian tepi terdapat leretan sel, ondontoblas, ditandai dengan inti
yang lonjong terletak di basal sitoplasmanya berbutir.
Periosteum Alveolares
Terdiri dari jaringan ikat yang mengisi rongga antara dinding alveolus dari rahang
dan akar gigi. Jaringan ini kuat tampak adanya serabut elastis. Serabut kolagen

menyebrang dari dinding alveolus ke lapis sementum, sebagai alat pertautan yang
cukup kokoh.
c. Pipi / Buccae
Pipi memiliki lapis pokok, yakni :
Lapis luar (Intergumentum buccales) terdiri dari otot kerangka dan kelenjar
(glandula buccales), terletak pada sub mukosa bahkan diantara otot.
Lapis dalam, terdiri dari selaput lendir kutan. Pada anjing dan ruminansia
berpigmen. Pada ruminansia terdapat papil-papil makroskopik berupa
penonjolan selaput lendir yang berperan membantu pencernaan makanan.
d. Langit-Langit / Palatum
Ada dua yaitu : palatum molle dan palatum durum. Palatum molle terdiri dari
otot kerangka di bagian tengahnya, bagian oral dibalut oleh selaput lendir kutan
dan bagian aboral oleh selaput lendir berkelenjar dengan epitel silindris banyak
baris bersilia.
Jaringan limpoid terdapat pada kedua bagian. Pada kuda dan babi membentuk
tonsil dan terdapat sepasang seperti pada manusia. Sedangkan palatum durum
menunjukkan rigi-rigi, karena penebalan mukosa sub mukosa mengandung pleksus
venosus.
e. Gusi / Ginggive
Gusi memiliki selaput lendir kutan dengan jaringan ikat yang kuat, serta banyak
mengandung serabut elastis yang langsung melekat pada periost. Pada gusi tidak
terdapat kelenjar dan limfonodus. Epithel pipih banyak lapis memberikan papilpapil dan memiliki stratum korneum, sednagkan ototnya terdiri dari otot kerangka.
f. Lidah / Linguae
Lidah merupakan organ muskular yang ditutupi oleh membrana mukosa.
Berperan dalam prehensi, mastikasi, dan perasa. Terdiri dari epitel squamosum
kompleks dan otot kerangka dengan jaringan ikat penunjang yang banyak
mengandung lemak dan pada bagian tertentu terdapat kelenjar ebner.
Pada lidah terdapat empat (4) macam papil (papillae linguales) yakni :
1. Papillae filiformis

Berupa penonjolan jaringan ikat dari lamina propria dengan epitel


berkeratinosasi. Bentuk papil tergantung pada jenis hewannya. Karnivora
memiliki bentuk paling jelas seperti kuku harimau. Bagian yang mengarah ke
depan terdapat papil penunjang, yang memanjang papil primer di belakangnya.
Bentuk ini paling jelas terdapat pada kucing.
Pada kuda keledai dan babi, bentuk papil besar memanjang dan tunggal.
Pada ruminansia papil bercabang-cabang dengan epitel penutup berbentuk
rambut, bertanduk, pendek. Ciri khas papil ini tidak memiliki putik pengecap
dan kelenjar pada sub mukosa. Fungsi papil ini adalah mendorong makanan
kedalam rongga mulut.
2. Papillae fungiformis.
Bentuknya mirip jamur dengan jaringan ikat mengandung pembuluh darah dan
saraf. Epitelnya non keratinisasi dan jarang mengandung putik pengecap,
terutama pada sapi dan kuda tetapi sering tampak pada domba, kambing, babi
dan karnifora.
3. Pappilae circumvallate/ papillae vallatae
Bentuknya mirip papillae filiformis tetapi lebih besar. Bersifat soliter dan
memiliki alur samping cukup dalam. Oleh karenanya sering disebut alur
pengecap. Lamina propria membentuk papil-papil mikroskopik dan banyak
mengandung saraf serta limfosit. Pada sub mukosa dan bahkan diantara otot
lidah terdapat gugus kelenjar sereus dengan saluran bermuara pada dasar alur
pengecap. Kelenjar lidah ini dikenal sebagai Von ebner. Papila ini umumnya
memiliki putik pengecap cukup banyak, tapi pada kucing sedikit, kecil dan
terdapat pada dasar alur pengecap.
4. Papillae foliatae
Bentuknya seperti daun yang tersusun paralel dan diantaranya terdapat alur
pengecap. Pada sub mukosa dan diantara otot lidah terdapat banyak kelenjar
sereus yang bermuara pada alur pengecap. Pada kuda dan anjing kelenjar ebner
ini snagat subur, pada kucing rudimenter, pada ruminansia dan manusia tidak
memiliki. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak putik pengecap
pada papil semakin banyak pula kelenjar terdapat pada sub mukosa. Dengan
demikian semakin jelas peranan kelenjar ebner dalam membantu putik
pengecap pada proses mengecap makanan.
Putik Pengecap (calliculus gustatorius)

Bangun Histologi :
Putik pengecap terdapat intraepitelial, pada epitel pipih banyak lapis. Pada
bagian permukaan terdapat pori penegcap, sedangkan bagian bawah berbatasan
dengan membran basal.
Pada putik pengecap terdapat :
Sel-sel pengecap, tergolong neuro epitel. Bentuknya silindris, langsing dan
pada permukaan kutub bebasnya dilengkapi dengan rambut pengecap.
Berbentuk mikrofili yang dikitari bahan homogen bersifat eusinofil. Intinya
berbentuk lonjong mengambil warna sedikit lebih kuat daripada sel
penunjang. Pada setiap putik pengecap terdapat lebih kurang 6 sel
pengecap.
Sel Penunjang, berbentuk silindris, gemuk dengan banyak mengandung
sitoplasma. Inti bulat dan warna pucat. Sel penunjang terdapat mengitari
sel pengecap (neuroepitel).
g. Kelenjar air liur / glandula salivares
Fungsi kelenjar air liur adalah membasahi dan melumasi rongga mulut dna usus,
memulai pencernaan makanan, menyelenggarakan ekskresi zat-zat tertentu. Pada
dinding rongga mulut terdapat 3 kelenjar air liur utama yaitu :
1. Kelenjar parotis / glandullae parotis
Kelenjar yang tergolong paling besar bersifat sereus murni. Dalam tiap lobulus
selain terdapat ujung kelenjar sereus ditemukan pula 2 benuk alat penyalur
yaitu duetus intercalatus dan ductus spreatus (intralobularis). Diantara ujung
kelenjar terdapat jaringan ikat interstitial. Pada jaringan ikat interlobularis dan
pembuluh darah. Ductus ini dan ductus parotideus memiliki epitel silindris
banyak lapis dan sering terlihat adanya sel mangkok. Kelenjar parotis dari
karnifora dan domba muda terdapat bagian yang bersifat mukous. Sekreta
kelenjar parotis bersifat encer, mengandung protein tanpa musin.
2. Kelenjar mandibularis
Umumnya mirip kelenjar parotis, hanya saja ujung kelenjar bersifat
seromukous.
3. Kelenjar lingualis

Kelenjar ini tergolong kelenjar campuran, tetapi sel-sel mukous relatif lebih
banyak daripada sel-sel sereus. Disamping kelenjar utama terdapat pula
kelenjar yang lebih kecil yang disebar pada dinding rongga mulut. Diantaranya :
1. Kelenjar Lidah / glandula linguales
Terletak dalam sub mukosa bahkan lebih dalam lagi diantara otot lidah. Banyak
terdapat di dalam akar lidah, pinggir lidah, dan dibawah papil lidah yang
memiliki putik pengecap. Bersifat sereus yang dikenal sebagai kelenjar von
ebner.
2. Kelenjar bibir / glandula labiales
Pada karnivora, kambing dan domba bersifat mukous.
3. Kelenjar pipi / glandula buccales
Pada kuda dan babi bersifat kelenjar campuran, pada sapi, kambing dan domba
bagian ventral bersifat sereus.
II. FARING
Berupa rongga dimana tujuh saluran bermuara kedalamnya. Secara histologik
dibedakan atas nasofaring dan orofaring.
Nasofaring
Selaput lendirnya adalah selaput lendir berkelenjar, dengan epitel silindris banyak
baris bersilia, dan diantaranya terdapat sel mangkok. Pada propria mukosa terebar
kelenjar seromukous dan jaringan limfoid. Ujung kelenjar seromukous lebih banyak
memiliki sel yang bersifat sereus.
Orofaring
Selaput lendirnya adalah selaput lendir kutan dengan banyak papil mikroskopik.
Pada tunika propria terdapat kelenjar mukous dan jaringan limfoid yang
membentuk tonsil. Fascia bagian dalam merupakan batas dengan selaput lendir
yang terdiri dari serabut elastis. Dibawahnya terdapat lapis otot kerangka yang
tersusun secara memanjang dan melintang. Fascia bagian luar terdiri dari serabut
kolagen dengan sedikit serabut elastis, dan langsung berbatasan dengan adventisia
yang banyak mengandung pembuluh darah, limfe, saraf, dan folikel getah bening.
III. ESOPHAGUS

Berupa saluran yang cukup panjang yang menghubungkan faring dengan lambung.
Terbagi atas tiga daerah antara lain : pars cervicis, pars thoracis, dan pars abdominis.
Esophagus memiliki lapis umum saluran pencernaan secara lengkap yaitu:
a. Tunika Mukosa
- Selaput lendir kutan membentuk lipatan-lipatan memanjang. Epithel pipih banyak
lapis pada herbivora bertanduk tapi pada karnivora tidak.
- Tunika propria tidak tampak kelenjar dan terdiri dari jaringan ikat yang banyak
mengandung sel.
- Muskularis mukosa, terdiri dari otot polos tersusun memanjang. Pada kuda,
ruminansia dan kucing lapis ini terpisah-pisah pada kira-kira setengah
esophagus bagian depan, sedangkan sisanya merupakan lapisan yang utuh
sebagaimana pada manusia. Padaanjing dan babi tidak tampak muskularis
mukosa pada bagian depan, hanya bagian dalam rongga perut memiliki lapis
yang utuh.
b. Sub Mukosa
Terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung sel lemak, pembuluh darah,
jaringan limfoid dan kelenjar (glandula esophageae). Persebaran dari pada
kelenjarnya tergantung pada daerah dan jenis hewannya. Anjing memiliki kelenjar
cukup jelas, babi hanya jelas pada pertengahan esophagus, bagian belakang
selebihnya sedikit dan kecil-kecil. Kuda, ruminansia dna kucing tidak memiliki
kelenjar kecuali pada daerah peralihan faring dan esophagus.
c. Tunika Muskularis
Terdiri dari otot kernagka dan otot polos tergantung pada daerahnya. Sebagian
besar terdiri dari otot kerangka, kecuali daerah sepertiga bagian belakang terdiri
dari otot polos. Tunika muskularis membentuk lapis melingkar (dalam), dan
memanjang (luar) dan dipisah oleh jaringan ikat. Pada ruminansia dan anjing
seluruh esophagus terdiri dari otot kernagka bahkan pada ruminansia meluas
sampai sulcus reticuli dan rumen.
d. Tunika Adventisis
Di daerah leher esophagus dibalut oleh adventisia tetapi di daerah dada dan perut
dibalut oleh serosa.
IV. LAMBUNG

Dibedakan atas 2 bagian yaitu lambung depan tanpa kelenjar dan lambung belakang /
lambung sejati dengan kelenjar. Dengan demikian terdapat lambung ganda misalnya
pada ruminansia.
a. Lambung depan (Proventriculus)
Memiliki 3 daerah :
1. Rumen (lambung handuk)
2. Retikulum (lambung jala)
3. Omasum (lambung buku)
Ciri khas lambung depan :
- Berselaput lendir kutan. Pada epitel pipih banyak lapis yang bertanduk terdapat
gelembung-gelembung, selanjutnya disebut sel gelembung (vesiculated cell).
- Tidak terdapat kelenjar pada mukosa maupun sub mukosa.
1. Rumen
Mukosa membentuk penjuluran makroskopik berbentuk batang yang hampir
sama tingginya. Muskularis mukosa tidak tampak sehingga tunika propria
berbatasan langsung dengan sub mukosa. Pada sub mukosa terdapat banyak
pembuluh darah dan saraf tanpa adanya folikel getah bening.
Sel gelembung terdapat pada stratum lucidum yang sitoplasmanya sulit
mengambil zat warna. Didalamnya terdapat asam lemak dan pada sel-sel
stratum corneum terdapat lipida dalam bentuk trigliserida.
Tunika muskularis terdiri atas 2 lapis : lapis dalam tersusun melingkar dan
lapis luar tersusun memanjang. Diantaranya terdapat jaringan ikat dengan
ganglion otonom. Subserosa agak tebal dan banyak mengandung sel lemak,
pembuluh darah dan saraf. Lapis paling luar terdiri dari serosa.
2. Retikulum
Mukosa membentuk penjuluran makroskopis yang memberikan aspek sebagai
anyaman jala. Bangun mikroskopis mukosa mirip dengan rumen, hanya pada
penjuluran-penjuluran tinggi tedapat otot polos sebagai kelanjutan dari
muskularis mukosa esophagus.

Muskularis mukosa tidak ada.Tunika muskularis seperti pada rumen terdapat 2


lapis dengan susunan yang berbeda, dan merupakan kelanjutan dari tunika
muskularis esophagus. Suleus reticuli (ventriculer groove) jelast erdapat pada
hewan muda yang masih menyusui, yang secara tofografis terdapat di daerah
retikulum omasum dan abomasum.
3. Omasum
Mukosa membentuk penjuluran yang tinggi. Meskipun penjuluran satu dengan
lainnya tidak sama tingginya. Tidak terdapat folikel getah bening, tetapi
muskularis mukosa ada dan ikut naik mengikuti penjuluran sampai puncaknya.
Pada penjuluran yang tinggi otot polos dari tunika muskularis ikut naik dan pada
puncak penjuluran bersatu dengan muskularis mukosa. Pada penjuluran yang
rendah hanya muskularis mukosa yang baik dan menyebar membentuk balok
otot polos.
Pada lantai omasum didapat lipatan mukosa yang pada kambing sering
ditemukan kelenjar bersifat mukous atau seromukous. Bahkan pada sulcus
reticuli domba dapat ditemukan kelenjar meskipun tidak begitu nyata. Tunika
muskularis ada 2 lapis : lapis luar tipis dna lapis dalam lebih tebal.
b. Lambung belakang / lambung sejati
Ciri khas :
- Memiliki lapis umum lengkap
- Berselaput lendir, berkelenjar dengan epithel silindris sebaris.
Berdasarkan macam kelenjarnya dibedakan atas 3 daerah yaitu :
1. Daerah kardia dengan kelenjar kardia
Epitel permukaan silindris sebaris, pada daerah foveolae gastrikae epitel
semakin rendah dan selanjutnya berubah menjadi epitel kelenjar kardia. Pada
tunia propria terdapat kelenjar kardia yang bersifat majemuk dengan ujung
kelenjar membentuk gulungan. Lumen kelenjar cukup jelas dengan epitel
berbentuk kubis atau piramidal, pada kutub bebasnya terdapat butir-butir
musigen (babi). Parenkhim terdiri dari sel pembentuk lendir dari sel. Fungsi
kelenjar kardia menghasilkan lendir (mukous).
2. Daerah fundus dengan kelenjar fundus

Kelenjar ini paling luas penyebarannya. Bangun kelenjarnya sedikit berbeda


dengan kelenjar kardia, karena kurang bercabang dan ujung kelenjarnya agak
lurus. Leher kelenjar dapat jelas dibedakan dari badan kelenjarnya karena
bentuk epitelnya yang berbeda, terdiri dari sel leher, sel utama dan sel
parietal.
- Sel leher (mucous neck cells)
Bentuknya silindris rendah, inti terletak di basal, mengandung butir-butir
yang dapat diwarnai dengan musikarmin. Sel leher tidak banyak jumlahnya
dan terdapat diantara sel parietal dan sel utama di daerah leher kelenjar.
Secara makroskopik elektron sel leher memiliki mikrivili pendek pada
permukaan sel, dipertautkan oleh desmusoma dengan sel yang lainnya. Pada
kutub bebasnya terkumpul butir-butir berbentuk lonjong. Apparatus golgi
jelas dna mitokhondria banyak. Sel leher menghasilkan lendir dan mungkin
urease.
- Sel utama (chief cells / zymogenic cells)
Berbentuk kubis atau silindris rendah, tersebar pada ujung kelenjar dan
paling banyak jumlahnya. Sel utama mengandung butir-butir yang
jelas pada kutub bebasnya dan diduga mengandung pepsinogen, suatu bahan
yang nantinya membentuk pepsin. Secara mikroskop elektron terlihat butirbutir zymogen, apparatus golgi yang bersifat supranutreal dan granuler
endoplasmic reticulum. Pada sediaan histologik sitoplasma memberi aspek
basofil. Fungsi menghasilkan pepsin dan renin (pada hewan muda)
- Sel parietal (oxyntic cells)
Selnya besar dan tersebar diantara sel utama dna sedikit menonjol keluar.
Bentuknya piramidal atau bulat, intinya besar dna bulat. Sitoplasmanya
mengambil warna kuat dengan eosin, phloxin dan asam anilin B. Ciri khas
dari sel parietal adalah intra selular kanalikuli berupa jalinan saluran halus
sekitar inti, bermuara melalui ujung sel ke dalam lumen kelenjar fundus.
Secara mikroskop elektron kutub bebas sel parietal menunjukkan invaginasi
dalam membentukkanalikuli. Sedangkan kanalikuli diperlengkapi dengan
mikrovili yang cukup panjang. Kutub bebas sel parietal menonjol bebas
kedalam lumen kelenjar dan berbatasan dengan sel zymogen disekitarnya
melalui terminal bars dan desmosoma. Sitoplasma memiliki
banyak mitokhondria granuler reticulum dan ribosoma sangat sedikit dan
tidak menunjukkan adanya butir sekreta. Apparatus golgi mengambil posisi
intranuklear. Fungsi menghasilkan HCL.

- Sel Argentafin (Enterochromaffin cells)


Selain pada usus sel argentafin terdapat pula pada fundus, tapi jarang pada
pilorus. Sel ini tersebar soliter diantara sel zymogen, berbentuk bulat atau
memipih dan dalam sitoplasmanya tersebar butir-butir halus yang dapat
diwarnai dengan garam perak atau khrom. Secara isoteknik dibedakan atas :
true argentafin dan argylopholic cells, karena yang pertama spesifik granula
dan mampu mereduksi garam perak tanpa mendapat pengerjaan
pendahuluan, sedangkan yang ke dua justru memerlukan bahan untuk
mereduksi sebelum butir-butir bereaksi dengan perak.
Secara elektron mikroskop inti menunjukkan adanya invaginasi dari dinding
inti. Dalam sitoplasmanya banyak tersebar butir-butir berbentuk bulat,
masing-masing terbungkus oleh membran yang longgar. Fungsi diduga
sebagai tempat sintesa dan penyimpanan dari 5-hidroksitriptamin
(serotonin), suatu bahan perangsang kontraksi otot polos. Disamping itu
juga menghasilkan gastrin dan bradikinin yang berfungsi untuk mengatur
aktifitas motor
3. Daerah pilorus dengan kelenjar pilorus
Ciri khas pilorus memiliki tebal foveolae gastriae yang paling dalam, menjorok
sampai kira-kira separuh dari tebal selaput lendirnya. Tipe kelenjarnya adalah
tubulus sederhana berdabang dengan ujung kelenjar berkelok-kelok. Lumen
ujung kelenjar agak luas. Epitelnya silindris, intinya terletak di basal,
sitoplasma beraspek cerah. Butir-butir sekretanya tidak jelas. Diantara sel-sel
ujung kelenjar sering terlihat adanya sel Stohr dengan sitoplasma dengan
berwarna merah dan posisi inti lebih ke tengah. Sel ini terlihat pada babi
namun peranannya belum diketahui dengan pasti. Fungsi : menghasilkan
mukous sedikit protease dan gastrin.
V. USUS
Secara umum usus berperan sebagai :
- Tempat terjadinya pencernaan akhir dengan bantuan enzyma dari usus dan pankreas
serta empedu dari hati.
- Tempat penyerapan dari bahan-bahan yang telah dicerna yang diperlukan tubuh
misalnya karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air.
- Melakukan / membuang ampas-ampas pencernaan
a. Usus halus (intestinum tenue)

Terdiri dari : duodenum , jejunum, dan ileum. Ciri umum : berselaput lendir
berkelenjar yang membentuk vili untuk kelancaran penyerapan. Memiliki 3 macam
sel pada epitel permukaan yakni : sel penyerap, sel mangkok dan sel argentafin.
Memiliki lapis umum lengkap.
Secara mikroskopis tunika mukosa memiliki 3 lapisan yakni :
- stratum villosum merupakan lapisan yang terdiri dari villi tanpa kelenjar.
- Stratum glandulare memiliki lapis tunika propria yang mengandung kelenjar
Liberkhun.
- Stratum subglandulare merupakan bagian tunika propria yang bebas kelenjar
langsung diatas muscularis mucosa. Pada karnivora dibedakan 2 strata yakni
stratum granulosum dan stratum compacticum.
Macam-macam sel pada epitel permukaan usus halus :
1. Sel penyerap (absortive cells)
Lamina epiteliasis mukosa dikenal sebagai epitel penyerap apada usus halus.
Bentuknya silindris tinggi dan permukaan kutub bebasnya diperlengkapi dengan
streated (mikrovili) border. Pada sitoplasma dibawah streated border bebas
organoida dan para plasma lapisan ini disebut terminal web. Secara mikroskop
elektron mikrovili tampak sebagai penjuluran sitoplasma yang panangnya 1,0
1,4 mikron dan diameternya 80 milimikron. Organoida sel terdapat dibawah
terminal web misalnya kitokhondria, agranular, endoplasmik retikulum.
Apparatus golgi terletak supra nuklear. Dalam sitoplasma daerah kutub basal
tersebar mitokhondria, granular RES dan ribosoma bebas.
2. Sel mangkok (Goblet cells)
Tersebar secara tidak teratur diantara sel penyerap dan melekat dengan
juxtaluminal junctional complex. Sel ini dianggap kelenjar uniselular, daerah
kutub bebas membesar karena menimbun butir musigen. Daerah kutub basal
menyempit, mengandung inti dan sitoplasma yang bersifat basofil. Secara
mikroskop elektron granular endoplasma retikulum dan aparatus golgi cukup
jelas, terdapat antara musigen dan inti. Butir musigen muncul dari apparatus
golgi dan memiliki selaput halus yang mudah pecah pada sediaan rutin,
mempunyai tendensi untuk menggembung sehingga sulit untuk mempelajari
mekanisme sekresinya. Selaput butir musigen dapat bergabung satu dengan
yang lainnya bahkan dengan plasmalemma sehingga mukous dapat keluar

dengan bebas. Pada usu halus sel mangkok semakin kebelakang semakin banyak
dan menghasilkan mukous (lendir sebagai pelicin).
3. Sel Argentafin
Terdapat pada semua hewan piara pada sepanjang saluran gastrointestinal,
khususnya pada epitel kelenjar lieberkuhn dan kelenjar duodenum. Juga
tersebar pada epitel penyerap di daerah Crypto of Lieberkhum, sel argentafin
dibedakan dari sel tetangganya karena memiliki spesifik granula dalam
sitoplasmanya dan tersebar secara soliter. Fungsi : belum jelas tetapi terdapat
anggapan bahwa serotonin yang dikandungnya memiliki daya rangsang
neuromuskular apparatus untuk meningkatkan peristaltik.
4. Sel Paneth
Pada usus halus paneth tersebar pada dasar ujung kelenjar lieberkhum selnya
berbentuk silindris atau piramidal inti bulat terletak di basal. Sitoplasmanya
bersifat basofil dan pada kutub bebasnya berkumpul butir-butir sekreta yang
dapat diwarnai dengan eosin dan orange G.
Secara histokimia dibuktikan adanya protein, hidrat arang dan arginin dalam
butir sekreta. Peranannya belum jelas, pada tikus sekreta mengandung sulfatid
mucosakharida dan protein dasar yang diduga mengandung lisosim suatu ensym
yang menghancurkan kuman. Bila pendapat ini benar jelas adanya efek
bakterisid dari sel paneth. Selain pada usu halus sel paneth terdapat pada usus
halus dan caecum. Carnivora dan babi tidak memiliki sel paneth.
Villi Usus (Villi Intetinales)
Vili merupakan penjuluran selaput lendir yang menjorok kedalam lumen usus halus.
Panjangnya 0,5 1,5 mm. Pada duodenum berbentuk daun sedangkan pada ileum
berbentuk jari-jari.
Pada tiap villus terdapat 3 unsur yaitu pembuluh limfe (pembuluh khil), pembuluh
darah dan saraf. Pada yang tergolong besar misalnya pada domba sering terdapat 2
pembuluh khil. Tunika propria banyak mengnadung serabut elastis, leukosit dan
otot polos yang bersifat soliter. Yang terakhir ini berasal dari muskularis mukosa
dan naik sampai ujung villus. Villi berfungsi untuk memperluas permukaan
penyerapan, sednagkan mekanisme penyerapan dilakukan oleh sel-sel penyerap.
Resorbsi lemak ditampung dalam pembuluh khil dan sisanya dalam pembuluh
darah.

Villi hanya terdapat pada usus halus. Pada karnivora bentuknya langsing dan
panjang, pada ruminansia pendek dan tebal. Bentuk, ukuran dan jumlahnya / cm
tergantung pada daerah usus halus. Kontraksi otot polos menyebabkan pemendekan
villus dan terbentuklah lipatan melingkar dari epitel penutup, yang mendorong
isinya kedalam pembuluh limfe / darah yang lebih besar. Pada relaksasi serabut
elastis yang tadinya meregang akan mengembalikan pada posisi semula.
Kelenjar Usus (Glandula Intestinalis / Kelenjar Lieberkuhn)
Kelenjar ini terdapat dalam tunika propria mulai dari duodenum sampai anus,
bentuknya tubulus sederhana. Epitel kelenjar ini silindris rendah dan mikrovilli
tidak jelas. Sel mangkok tetap ada meskipun agak lebih banyak dan bentuknya
lebih kecil serta langsing. Pada usus kasar jumlah sel mangkok makin banyak dan
kelenjar semakin lurus. Pada crypt of lieberkhum epitel permukaan berubah
menjadi epitel kelenjar. Di daerah ini bentuk selnya silindris rendah dan bersifat
mitosis aktif dan diduga tempat terjadinya regenerasi.
Kelenjar lieberkhum menghasilkan lendir dna beberapa enzym pencernaan yang
memecah peptida lemak dan karbohidrat. Juga menghasilkan neterokinase yang
mengaktifkan tripsinogen dari getah pankreas.
Kelenjar Duodenum (Kelenjar brunenr)
Kelenjar ini terdapat dalam sub mukosa. Kadang-kadang dapat sedikit menjorok ke
dalam tunika propria. Kelenjarnya tergolong tubuloalveolar bercabang dengan
epitel kelenjar yang mengandung warna agak cerah dibandingkan dengan kelenjar
lieberkhum. Epitel kelenjar berbentuk silindris rendah inti bulat terletak di basal,
pada karnivora mirip sel-sel dari kelenjar filorous. Di sekitar lobulus atau ujung
kelenjar sering tampak otot polos yang berasal dari muskularis mukosa. Alat
penyalurnya memiliki epitel silindris dan mengandung sel mangkok dan bermuara
pada crypte lieberkhum.
Secara mikroskop elektron sel-sel ujung kelenjar memiliki banyak mitokhondria dan
basal ergastoplasma atau granular endoplasmik retikulum. Apparatus golgi tumbuh
subur dan diduga merupakan tempat sitensis dari fraksi karbohidrat sedangkan
frkasi protein terjadi dalam granular endoplasmik retikulum dalam membentuk
butir sekreta.
Folikel Getah Bening (lymphonodulus)
Pada usus halus lymphonodulus umumnya bersifat soliter tetapi sering
mengelompok membentuk lymphonoduli agregati (daun peyer) misalnya pada
ileum. Limfonoduli solitarii cukup banyak berbentuk bulat atau lonjong, terdapat

pada tunika propria atau sub mukosa. Banyaknya tergantung pada daerah usus,
jenis hewan, serta umur. Pada hewan muda relatif lebih banyak dan besar dari
pada yang tua. Babi memiliki jaringan limfoid yang relatif lebih banyak dari jenis
yang lain. Pada ayam hampir sepanjang usus terdapat jaringan limfoid. Daun peyer
khas terdapat pada ileum. Secara makroskopis tampak bentuk elevasi atau depresi
pada selaput lendir. Secara mikroskopik tampak adanya perubahan, misalnya
muskularis mukosa tidak tampak, kelenjar lieberkhum dan brunner terdorong ke
tepi, villi rendah atau tidak tapak. Tunika propria didaerah itu banyak mengandung
limphosit dan leukosit.
Pada tempat dimana sering terjadi stasia dari isi usus, misalnya daerah ileosecal
banyak terdapat jaringan limfoid, meskipun pada usus kasar lebih sering terdapat
yang soliter. Pada ayam justru semakin kebelakang jaringan limfoid semakin banyak
pada sekum sering terbentuk semacam tonsil.
Pada tempat dimana sering terjadi stasia dari isi usus, misalnya daerah ileosecal
banyak terdapat jaringan limfoid, meskipun pada usus jasar lebih sering terdapat
yang soliter. Pada ayam justru semakin kebelakang jaringan limfoid semakin banyak
pada sekum sering terbentuk semacam tonsil.
Tunika muskularis
Pada sepanjang saluran gastrointestinal yang melakukan gerakan peristaltik,
memiliki dua lapis otot polos yakni lapis sirkuler dan longitudinal. Diantara kedua
lapis terdapat jaringan ikat yang mengandung pembuluh daerah misenterik pleksus
dengan kelompok sel saraf multipolar. Kelompok yang besar disebut ganglion
pleksus Auerbach terletak pada stratum intermuskulare. Dari sini keluar cabang
yang berhubungan engan ganglion pleksus Meisner yang terdapat pada submukosa.
Pleksus Auerbach memberikan serabut menuju otot polos yang membentuk tunika
muskularis, sedangkan pleksus Meisner memberikan cabang pada selaput lendir.
Saluran gastrointestinal dipengaruhi oleh susunan saraf otonom yang terdiri dari
kelompok parasimphatikus.
Usus halus yang terdiri dari : Duodenum, Jejunum dan Ileum ditandai dengan
adanya villi, sedangkan pada usus kasar tidak ada villi. Ketiganya sulit dibedakan
tapi sebagai pedoman bahwa duodenum memiliki kelenjar Brunner dan Ileum
memiliki daun peyer disamping tunika muskularis yang lebih tebal. Umumnya tebal
tunika muskularis meningkat dalam menuju ileum, kecuali pada sapi yang semakin
menipis.
HISTOFISIOLOGI

Dalam usus halus, proses pencernaan diselesaikan dan hasil-hasilnya diabsorpsi.


Pencernaan lipida terjadi sebagai akibat kerja lipase pankreas dan empedu. Asamasam amino dan monosakarida yang erasal dari pencernaan protein dan karbohidrat
diabsorpsi oleh sel-sel epitel melalui transport aktif tanpa korelasi morfologis yang
dapat dilihat. Pada binatang yang baru lahir pemindahan protein yang tidak
dicernakan dari kolostrum terjadi sebagai akibat proses pinositosis pada ujung sel.
Dengan jalan ini antibodi yang disekresi kedalam kolostrum dapat dipindahkan ke
binatang musa, suatu aspek penting dari mekanisme kekebalan. Kemampuan untuk
memindahkan protein ini hampir hilang seluruhnya setelah beberapa hari minimal
pada dewasa. Akibat kontraksi dari dua sistem sel yang terpisah sel-sel otot polos
berjalan vertikal antara muskularis mukosa dari dua sistem sel yang terpisah sel-sel
otot polos berjalan vertikal antara muskularis mukosa dan ujung villi dapat
berkontraksi dan memperpendek villi. Untuk menambah kontraksi villi, jala-jala
kontraktil myofibroblas merentangkan villi kesamping. Bila sel-sel ini berkontraksi
villus yang gemuk pendek, yang berkontraksi sebelumnya kembali ke tinggi asalnya.
Pergerakan yang asinkron terjadi dengan kecepatan beberapa kali per menit.
Selama pencernaan, kecepatan meningkat dan binatang yang puasa kecepatannya
lebih rendah. Kontraksi ini juga cenderung mengosongkan pembuluh limfe
mesentrik. Pergerakan mikrovilli memegang peranan penting dalam proses absorpsi
metabolit. Pada gangguan antrofi mukosa usus halus akibat infeksi atau defisiensi
nutrisi, absorpsi metabolit sangat terganggu yang mengakibatkan sindroma
malabsorpsi. Sering kali limfosit terdapat antara sel-sel epitel usus halus yang
kemudian dapat bermigrasi kembali ke lamina propria dan dari sini kembali ke
pembuluh limfe.
b. Usus Kasar (Intestinum crassum)
Fungsi utamanya adalah : menyerap air, menyerap vitamin dan mineral,
menghasilkan lendir sebagai pelicin. Ciri umum memiliki lapisan umum lengkap
Tunika mukosa relatif lebih teba dari usus halus serta tidak memiliki villi. Tidak
memiliki sel mangkok dan ujung kelenjar lieberkhum lebih lurus dan panjang.
1. Caecum
Bervariasi dalam ukuran diantara spesies yang ebrbeda. Pada herbivora dengan
lambung tunggal misalnya kuda, caecum relatif besar dna penting dalam proses
fermentasi bakteri. Tetapi pada karnivora kecil. Pada hewan piara nodulus
limfatikus terdapat sepanjang caecum, sedangkan pada anjing, babi dan
ruminansia jaringan limfoid terbatas hanya pada ileo caecal. Pada caecum tidak
ditemukan villi, struktur yang lain sama dengan usus halus.
2. Colon

Tunika mukosanya tebal karena penambahan dari glandula intestinalis


dibandingkan dengan usus halus. Tidak terdapat villi permukaan mukosa halus.
Ditandai dengan penambahan sel goblet. Pada sub mukosa ditemukan jaringan
limfoid sampai dengan ke lapisan muskularis mukosa. Pada babi dan kuda
lapisan longitudinal Tunika muskularis sangat luas yang diselingi oleh serabut
elastis. Bahkan pada caecm dan colon lebih banyak dijumpai serabut elastis
dibandingkan dengan sel-sel otot polos.
3. Rectum
Seperti juga colon dan caecum permukaan mukosa rectum halus dan cenderung
terjadi penambahan sel goblet. Pada dasarnya masing-masing species hewan
memiliki struktur histologi sama. Serabut elastis sangat banyak pada kuda dan
sapi dan pada kambing domba dan biri-bir sedikit berkurang. Permukaan luar
dan dalam mengandung serabut elastis. Semua hewan piara memiliki flexus
venosus pada lamina propria. Pada anjing kira-kira seratur nodulus limfatikus
tersebar secara soliter.
4. Anus
Di daerah anus epitel berubah menjadi epitel pipih banyak lapis dengan papil
mikroskopik dan pada garid anorektual berubah menjadi silindris sebaris. Pada
babi dan karnivora daerah ini membentuk zona kolumnaris ani yang
mengandung jaringan limfoid secara difuns secara flexus venosus. Kuda dan
babi memiliki kelenjar tubulo alveolar disebut kelenjar anus (glandula anales)
dengan sekreta bersifat sebagai lendir (babi) atau berminyak (anjing).
Tunika mukosa anus bebas dari kelenjar kecuali pada zona cutanea yang memiliki
epitel bertanduk, rambut, kelenjar palit dan kelenjar peluh. Pada anjing didaerah
ini terdapat sirkum anal. Bagian superficial terdiri dari kelenjar tubulus dengan
epitel pubis, inti pucat dan butir-butir sekreta dalam sitoplasmanya. Pada anus
karnivora diadaerah lateral dan ventral terdapat kantong anus (anal sac) yang
mengandung kelenjar. Dindingnya memiliki epitel pipih banyak lapis berpigmen dna
bertanduk. Lamina propria tidak menunjukkan papil mikroskopis tetapi memiliki
jaringan limfoid dengan limfonodulus dan otot polos.
Pada anjing terdapat kelenjar apokrin, kucing kelenjar apokrin dan kelenjar palit yang
dikelilingi oleh lapis fibro elastis dan otot polos. Kelenjar-kelenjar daerah anus ini secara
klinis penting karena sering terjadi perdarahan yang menyebabkan kesulitan dalam
defekasi.
Posted by INK Bes at 8:48 PM

3. Histologi Sistem Pencernaan Unggas


Rongga Mulut
Ayam tidak memiliki pallatum mole, karenanya rongga mulut dan faring praktis jadi satu disebut
orofaring. Selaput lendirnya terdiri dari selaput lendir kutan dengan epitel yang mengalami
pertandukan didaerah punggung lidah, langit-langit sampai laring. Pada tunika propria terdapat
kelenjar mukous dan folikel getah bening yang tersebar merata.
Ayam tidak memiliki gigi, bibir dan pipi, sebagai gantinya adalah paruh. Suatu modifikasi dari
kulit seperti halnya dengan kuku dan tanduk pada kuda dan sapi. Paruh ayam terdiri dari 4 lapis
yakni : tulang , kutis dan epidermis yang bertnaduk. Pada pangkal paruh dan selaput lendir
orofaring terdapat ujung saraf dalam bentuk korpuskulus Grandy dan korpuskulus Herbat. Lidah
berbentuk memanjang dan runcing dengan punggung yang bertanduk.
Putik pengecap tidak terdapat pada lidah ayam, tapi sel-sel pengecap banyak terdapat tersebar
pada lidah, palatum durum dna paruh. Tetapi peranannya masih diragukan diduga hanya
sebagai penangkap singgungan. Tapi burung merpati mempunyai putik pengecap pada lidahnya.
Kelenjar air liur banyak ragamnya, ada beberapa kelenjar yang dianggap membentuk kelompok
kelenjar airliur yaitu :
- Glandula Maxillares, pada langit-langit
- Glandula Palatinae pada sekitar permuaraan rongga hidung
- Glandula Submandibulares anterior dan posterior.
- Glandula linguales pada lidah
- Glandula Spheno-pterygoidens, pada atas laring
- Glandula Croco-aryteniodea, disekitar laring
Kelenjar tersebut semuanya berbentuk mirip satu dengan lainnya. Ujung kelenjar bersifat
mukous dan mempunyai epitel silindris, sitoplasmanya pucat dan berbusa sekretanya adalah
lendir dialirkan melalui alat penyalur kedalam rongga mulut.
2. Lambung
Pada ayam dikenal adanya : Lambung kelenjar (proventriculus) dan lambung otot (Gizzard /
ventriculus).
a. Lambung kelenjar :
Secara mikroskopis, sinus kelenjar membentuk lipatan-lipatan selaput lendir konsentris
dengan epitel silindris. Dibagian dalam sinus kelenjar membentuk sinus colligentes yang

merupakan penampung sekreta dari kelenjar yang tersusun secara radier. Ujung kelenjarnya
berbentuk buluh (tubulus) bercabang dengan epitel kubis. Diantara ujung kelenjar terdapat
jaringan ikat yang banyak mengandung pembuluh darah dan limfosit, muskularis mukosa
berbatasan dengan tunika muskularis.
b. Lambung otot
Secara makroskopis berbentuk sebagai lensa biconveks. Dindingnya tebal dan terdiri atas
otot polos dengan laterap aponeorosis. Pada mukosa terdapat kelenjar tubulus bercabang
dengan epitel kubis. Sekreta kelenjar ini setelah sampai di lumen lambung mengeras
membentuk keratinoid plate. Tebalnya kira-kira 1 mm dengan permukaan yang kasar. Dalam
lumen lambung otot sering dijumpai benda kasar misalnya kerikil atau pecahan kaca yang
membantu menghancurkan makanan berbentuk butiran.
3. Usus Halus
Secara anatomis duodenum membentuk huruf U dengan pankreas pada lekuk dalamnya.
Secara mikroskopis hampir sepanjang usus ayam selaput lendirnya membentuk villi, dan pada
duodenum paling tinggi kira-kira 1-1,5 mm. Semakin kebelakang menjadi semakin rendah dan
tebal.
Susunan vili mirip pada mammalia dengan epitel silindris dan sel mangkok diantaranya.
Hanya saja pada tunika propria tersebar jaringan limfoid yang hampir merata dengan sel
eosinofil. Kelenjar lieberkhun relatif pendek.
Muskularis mukosa terdiri dari otot polos yang tersusun memanjang dan dibawahnya
terdapat sub mukosa tanpa adanya kelenjar Brunner. Tunika muskularis interna tersusun
melingkar dan lebih tebal dari tunika muskularis eksterna.
4. Usus Kasar (Colorectum)
Ditandai dengan tempat bermuaranya caecum. Colorectum ini pendek saja dan segera
bermuara pada cloaca, yang berakhir pada anus, Caecum pada ayam panjangnya 15-25 cm,
pada burung merpati 5-6 cm. Tempat permuaraan caecum ini menyempit karena dilengkapi
dengan sphincter. Pada mukosa tersebar banyak limfosit membentuk folikel dan membentuk
penonjolan selaput lendir. Cloaca terbagi dalam 3 daerah yakni : Koprodeum, Urodeum dan
Proktodeum.
5. Hati
Hati ayam dibandingkan dengan besar tubuhnya relatif besar. Warnanya coklat tua dan
terdiri dari 2 lobus. Struktur umum mirip dengan hati mammalia dengan lobulasi kurang jelas.
Kapsula tipis, jaringan interlobularis tipis dan agak jelas pada segitiga kiernan. Limfosit dan
leukosit banyak terdapat pada stroma hepatitis. Susunan sel hati yang radier dalam lobulus
kurang jelas, sebaliknya sinusoid lebih jelas.

Ayam memiliki kantung empedu dengan selaput lendir membentuk lipatan. Epitel
permukaan selaput lendir silindris sebaris dan pada tunika propria tidak terdapat kelenjar Tunia
muskularis agak tipis tetapi serosa relatif tebal.
6. Pankreas
Kelenjar pankreas ayam cukup jelas. Lobulasi cukup jelas tapi jaringan ikat interlobuler tipis.
Sel asinus ujung kelenjar berbentuk piramid dengan butir sekreta mengumpul didaerah kutub
bebas. Inti di basal dan tampak sel sentroasiner.
Pulau langerhans relatif lebih banyak dari pada mammalia, bahkan dapat dibedakan 2 bentuk
yaitu pulau betha yang mengandung sel alpha tapi sedikit sel betha. Secara mikroskopik pulau
alpha lebih besar dan pada jaringan interlobuler pankreas banyak terdapat jaringan limfoid.
HATI
Menurut Dellman (1971) hati (hepar) dianggap kelenjar yang paling besar dalam tubuh hewan dan
memiliki fungsi banyak. Pada tahap kehidupan awal (intra uterin) hati berfungsi sebagai pembentuk
benda-benda darah. Baru kemudian bangun hati disesuaikan dengan fungsinya sebagai kelenjar
eksokrin dan mengatur metabolisme tubuh. Bahkan pendapat mutakhir mengatakan hati sebagai
kelenjar endokrin, karena mampum engadakan sintesa berbagai bahan yang selanjutnya dilepas
kedalam aliran darh seperti halnya hormon.
Letak hati yang strategis diantara usus dan aliran darah umum, menyebabkan hati menerima darah
portal, yang mengangkut zat makanan dari usus halus, kecuali lemak yang diangkat melalui
pembuluh khil. Jadi lemak akan melalui duktus thorasikus masuk aliran darah venosus dekat
jantung (Delmann, 41 ; Ham, 74).
Bahan makanan yang telah diserap setelah sampai dihati diolah dan keluar sebagai bahan baru
dalam aliran darah umum. Sebagian bahan tersebut disimpan dlaam sel-sel tertentu dan selebihnya
dipergunakan untuk metabolisme tubuh. Bersama makanan dapat pula terserap zat toksis yang
setelah sampai dihati akan ditawar melalui oksidasi, hasil yang tidak berbahaya dibuang melalui
empedu.
Fungsi Hati
Sebagai kelenjar eksokrin hati menghasilkan empedu, pada empedu terkandung pigmen, musim,
asam empedu, garam empedu, lipoida, lesitin, kholesterol. Pada empedu sering terdapat sel epitel
yang berasal dari saluran empedu (Bloom and Fawcett. 78).
Mengatur kadar bahan-bahan tertentu misalnya : glukagon, kalsium dan sebagainya. Kadar glukosa
diatur dengan cara melepas cadangan glikogen atau merubahnya melalui lemak atau protein.
Selain itu hati berfungsi : Sintesa komponen protein plasma darah, merubah karoten menjadi
vitamin A dan menyimpannya, membentuk erythrocyt maturing faktor, membersihkan darah dari
benda asing oleh sel kuffer pada sinusoid.
Bangun Histologi

Hati menurut Hurst and Brown. 1976 adalah sebagai berikut :


Kapsula :
Hati dibalut kapsula yang terdiri dari dua unsur, yakni Kapsula yang terdiri dari dua unsur, yakni
Kapsula serosa terdiri dari serosa dan Kapsula fibrosa (Glisson capsule) yang terdiri dari jaringan
ikat fibrous. Kapsula dibrosa ini tipis, tetapi menebal didaerah hilus (porta hepatis) yang
menunjang pembuluh darah, saraf dan aliran empedu.
Lobulus :
Tiap lobulus dibatasi oleh jaringan ikat interlobularis, yang tebal pada babi sedangkan pada hewan
lain misalnya : anjing, kucing, kambing, sapi, kuda, ayam tipis bahkan tidak jelas. Bentuk lobulus
adalah heksagonal dan pada daerah antara 3 lobulus jaringan ikat interlobularis menebal
membentuk segitiga kiernan (portal triad) didalamnya terdapat : arteria interlobularis, vena
interlobularis dan duktus interlobularis.
Parenkhim :
Parenkhim hati terdiri dari sel-sel hati yang membentuk laminae tersusun radier terhadap vena
sentralis sebagai pusat lobulus. Diantara laminae terdapat sinusoid, suatu kapiler dengan lumen
meluas dna dindingnya terdiri dari endotelial dan sel kuffer (sel RES) (Husrt and Brown, 1970).
Sel hati berbentuk polihedral, diameter 20-25 mikron pada hewan dewasa, sedang pada hewan
muda 2-7 mikron. Inti bulat terletak ditengah, dan tiap sel sering mempunyai lebih dari satu inti.
Dengan perawrnaan HE pada sitoplasma sering tampak lubang-lubang yang sebenarnya suatu
artefak, karena glikogen dan lemak yang larut pada proses pengerjaan sediaan. Untuk menunjukkan
glikogen dan lemak pada sel hati diperlukan teknik pewarnaan khusus misalnya : Metode Best untuk
glikogen, dan metode Sudan II atau asam osmeum untuk lemak.
Secara mikroskop elektron terlihat pada inti dekat masa khromatin tampak butir-butir
berukuran 300 A, dikelilingi daerah agak cerah disebut butir perikhromatin (perichromatin
granules). Ternyata butir tersebut mengandung asam nuklein. Pada sitoplasma terdapat daerah
Rough dan smmoth endoplasmik retikulum. Rough ER merupakan tempat sintesa protein daerah
smmoth terdapat partikel-partikel glikogen Apparatus golgi terdapat berbatasan dengan kanalikuli
empedu. Mithokondria tersebar lisosoma terdapat disekitar kanalikuli empedu. Peranan lisosoma
adalah untuk pencernaan intraseluler, khususnya untuk organoida dan bahan lain yang telah rusak.
Kanalikuli empedu :
Berbentuk saluran halus terdapat 2 atau 3 sel hati yang berbatasan. Karena sel hati membentuk
laminae dan saling beranastosoma maka kanalikuli empedupun saling beranastomose. Secara
mikroskopik elektron kanalikuli empedu berbentuk ruang meluas berdiameter 0,5 mikron,
dindingnya terdiri dari membran plasma sel hati, yang memiliki mikrovilli menjulur kedalam lumen
(Junqucira dkk, 1977 ; Mariano, 1981).
Jalinan kanalikuli empedu akhirnya bermuara kedalam duktus intra lobularis dengan epitel pipih
selapis. Selanjutnya empedu dialirkan kedalam duktus intelobularis pada segitiga kerinan.

Saluran empedu :
Pada saluran empedu yang agak besar epithelnya silindris sebaris dengan sel mangkok (Kuda
dan kambing). Bahkan dibawah membran basal sering terdapat otot polos (ruminansia). Saluran
empedu ekstrahepatis memiliki selaput lendir berkelenjar dengan epitel silindris sebaris dan sel
mangkok. Pada tunika propria terdapat kelenjar serous (sapi) dan mukous pada hewan lain. Sering
tampak pula adanya folikel getah bening. Tunika muskularis jelas didaerah permuaraan duodenum
membentuk diverticulum duodeni. Diverticulum duodeni adalah daerah permuaraan saluran
empedu (ductus coledochus) dan saluran getah pankreas (ductus pancreaticus).
Kantung empedu (Vesica fellea)
Bekerja menampung empedu. Dengan banyaknya pembuluh darah dalam dindingnya diduga terjadi
pengurangan air atau penambahan sesuatu seperti halnya pada ginjal. Selaput lendir membentuk
lipatan-lipatan, epitel permukaan berbentuk silindris sebaris dengan sel mangkok. Pada kutub
bebasnya terdapat mikrovilli disebut Antennulae microvilares. Pada beberapa jenis hewan terdapat
kelenjar serous dan mukous (Leeson and Leeson, 1976).
Tunika muskularis terdapat 2 lapis, lapis dalam sering memberikan penjuluran kedalam mukosa,
lapis luar lebih tebal dari lapis dalam. Kuda tidak memiliki kantong empedu. Empedu tetap
dihasilkan tetapi langsung disekresikan kedalam duodenum lewat diverticulum duodeni.
Pembuluh daran dan sinussoid (vaskularisasi)
Sneel (1984) mengatakan hati seperti juga paru-paru mendapat 2 sumber vaskularisasi, satu bersifat
nutritif dan dua bersifat fungsional.
- Fungsi Nutritif :
Pemberian darah untuk kebutuhan jaringan hati melalui arteria hepatica, satu cabang dari
aorta. Arteria hepatica memasuki hilus hati bercabang menjadi arteria interlobularis
selanjutnya masuk lobulus menjadi sinussoid.
- Fungsi Fungsional :
Membawa darah yang mengandung zat-zat makanan yang diserap dari usus halus melalui vena
porta. Vena porta memasuki hillus hati bercabang-cabang menjadi vena interlobularis,
kemudian menjadi vena interlobularis (segi tiga kiernan) dan akhirnya memasuki lobulus
menjadi sinussoid.
Sampai pada sinusoid kedua sumber pembuluh darah bersatu darahnya bercampur. Zat-zat
makanan diolah parenkhim hati pada benda asing dibersihkan oleh sel kuffer. Selanjutnya darah
masuk kedalam vena sentralis, kemudian bergabung menjadi vena sub lobularis pada jaringan
ikat interlobularis diluar segitiga kiernan. Vena terakhir bergabung menjadi vena hepatika dari
hati dan bermuara kedalam vena cava caudalis .
PANKREAS

Pankreas adalah kelenjar kedua setelah hati yang berperan penting dalam pencernaan makanan,
bahkan lebih penting lagi karena ikut mengatur metabolisme hidrat arang. Pankreas adalah kelenjar
ganda, yakni sebagai :
- Kelenjar esokrin :
Kelenjar pankreas sendiri mampu menghasilkan getah pankreas yang mengandung berbagai
macam enzim, dan dialirkan kedalam Duodenum.
- Kelenjar endokrin :
Terdiri dari pulau Langerhans yang tersebar secara merata. Hormon yang dihasilkan berperan
dalam metabolisme hidrat arang.
Kelenjar pankreas terletak menempel pada Duodenum, kapsula kurang jelas karena mengandung
jaringan ikat longgar dna lobulus yang cukup jelas.
Bangun Histologi :
Pankreas merupakan kelenjar tubuloasineus. Lobulasi cukup jelas dengan jaringan ikat yang
mengandung pembuluh darah dan saraf, dan saluran getah pankreas. Struktur ujung kelenjarnya
mirip dengan kelenjar parotis. Adapun ciri-ciri kelenjar pankreas ini adalah sebagai berikut :
a. Epitel ujung kelenjar berbentuk piramid yang dapat dibedakan adanya dua daerah. Sitoplasma
daerah basal mengambil warna gelap dengan biru metilin (basa) klarena mengandung banyak
ribonukleoprotein, sedangkan sitoplasma daerah apeks berwarna agak cerah karena banyak
mengandung butir skreta (zymogen).
b. Pada lumen ujung kelenjar terdapat sel sentroasiner yang merupakan bagian dari duktus
interkalatus yang menjorok ke dalam.
c. Pankreas memiliki duktus interkalatus panjang yang langsung bermuara ke dalam duktus
interlobularis diluar lobulus. Duktus striatus tidak terdapat pada pankreas.
d. Pada ujung kelenjar pankreas dilengkapi oleh sel-sel myoepitel (Basket cells)
e. Pankreas memiliki pulau langerhans.
Dengan mikroskop elektron sel asinus ujung kelenjar menunjukkan, pada kutub basal terdapat
rough ER dalam bentuk cysternae tersusun paralel. Ribosoma bebas banyak tersebar dalam
sitoplasma. Struktur mitokhondria panjang dengan krista mitokhondria cukup jelas. Apparatus golgi
terdapat supra nuklear. Lisosoma banyak terdapat disekitar golgi komplek.
Pada kutub bebas sel asinus mikrovilli, meskipun sedikit pendek. Sitoplasmanya banyak mengandung
butir zymogen pada saat butir zymogen dieksresikan. Selaput hancur bersama membran plasma,
sehingga sekreta berasfek homogen mengisi lumen asinus. Dan membran plasma akan terbentuk
kembali.

Pulau Langerhans
Pankreas mammalia memiliki pulau Langerhans yang tersebar pada tiap lobulus, terutama pada
ekor pankreas. Diameternya sekitar 100-400 mikron.
Bangun Histologi
Pulau Langerhans merupakan kumpulan sel dengan banyak pembuluh darah rambut, dipisah dari
pankreas oleh jaringan ikat tipis. Susunan selnya tidak teratur dan mengambil warna lebih pucat
dari sel-sel asinus. Dengan pewarnaan HE butir-butir sekreta tidak jelas, tapi dengan pewarnaan
Mallory-azan dapat dibedakan :
a. Sel alpha (Sel A)
Bentuk selnya besar, inti lonjong dan dalam sitoplasma tersebar butir bersifat asidofil (merah)
yang tidak larut dalam alkohol.
b. Sel betha (sel B)
Sel serta butir sekretanya lebih kecil dari sel A tapi pada anjing jumlahnya lebih banyak, sekitar
75 % dari seluruh sel. Butir sekreta mudah larut dalam alkohol. Pada anjing, kelelawar dan
manusia bentuk sel betha memberikan gambaran kristal dengan matrik cerah mengelilinginya.
c. Sel Delta (sel C)
Sel ini tidak banyak jumlahnya, memiliki butir sekreta berwarna biru. Pada anjing diperkirakan
hanya 5 % saja. Butir sekretanya sedikit lebih besar dari sel A.
d. Sel G
Sel ini jarang sekali dijumpai, hanya tampak pada cavia, dan tidak memiliki butir sekreta sama
sekali.
Susunan sel-sel pada pulau Langerhans terdapat mengitari pembuluh darah kapiler. Butir sekretanya
banyak terdapat pada sitoplasma ebrbatasan dengan kapiler. Dua hormon yang penting adalah :
- Insulin :
Hormon ini dihasilkan oleh sel betha, dan bekerja merangsang perubahan glukosa menjadi
glikogen. Apabila tubuh kekurangan insulin, kadar glukosa darah naik (Diabetes Melitus) dan
simpanan glikogen dalam otot berkurang. Diabetes yang tidak ditangani dapat mempercepat
kematian hewan. Pemberian Alloxan pada hewan percobaan dapat mernagsang kemunduran sel
betha.
- Glikogen :
Hormon ini dihasilkan oleh sel alpha yang bekerja yang berlawanan dengan insulin. Bahan ini
disebut Hyperglicemic-glycogenolytic factor, sebab dengan pemberian glukagon dapat mengurangi

cadangan glikogen hati dan kadar glukosa darah naik. Pemberian kobal klorida berakibat mundurnya
sel A sehingga produksi glukagon menurun

Pengertian Feed Additive


Additive adalah suatu bahan atau kombinasi bahan yang ditambahkan, biasanya
dalam kuantitas yang kecil, kedalam campuran makanan dasar atau bagian dari
padanya, untuk memenuhi kebutuhan khusus, contohnya additive bahan
konsentrat, additive bahan suplemen, additive bahan premix, additive bahan
makanan (Hartadi et. al., 1991).
Additive adalah susunan bahan atau kombinasi bahan tertentu yang sengaja
ditambahkan ke dalam ransum pakan ternak untuk menaikkan nilai gizi pakan
guna memenuhi kebutuhan khusus atau imbuhan yang umum digunakan dalam
meramu pakan ternak. Murwani et al., (2002) menyatakan bahwa additive
adalah
bahan pakan tambahan yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk
meningkatkan produktifitas ternak maupun kualitas produksi. Sedangkan
menurut Murtidjo (1993), additive adalah imbuhan yang umum digunakan dalam
meramu pakan ternak. Penambahan bahan biasanya hanya dalam jumlah yang
sedikit, misalnya additive bahan konsentrat, additive bahan suplemen dan
additive bahan premix. Maksud dari penambahan adalah untuk merangsang
pertumbuhan atau merangsang produksi. Macam-macam additive antara lain
antibiotika, hormon, arsenikal, sulfaktan, dan transquilizer.
Feed additive merupakan bahan makanan pelengkap yang dipakai sebagai
sumber penyedia vitamin-vitamin, mineral-mineral dan atau juga antibiotika
(Anggorodi, 1985). Fungsi feed additive adalah untuk menambah vitaminvitamin, mineral dan antibiotika dalam ransum, menjaga dan mempertahankan
kesehatan tubuh terhadap serangan penyakit dan pengaruh stress, merangsang
pertumbuhan badan (pertumbuhan daging menjadi baik) dan menambah nafsu
makan, meningkatkan produksi daging maupun telur.
B.

Macam-macam Feed Additive

Macam ragam pakan additive antara lain additive pada bahan pakan (contohnya
agensia antioksidan, agensia cita rasa), additive untuk manipulasi pencernaan
dan absorpsi nutrien (contohnya buffer, enzim), additive untuk kesehatan ternak

(contohnya obat cacing), additive melalui hormonal (contohnya hormon


pertumbuhan, hormon reproduksi), additive untuk meningkatkan kualitas produk
(contohnya agensi pewarna, agensi antiradikal).
Biasanya feed additive diberikan dalam ransum ternak untuk menghasilkan
pertumbuhan yang diinginkan. Beberapa feed additve yang diberikan antara
lain :
1.

Flavoring agent, pemberi bau untuk meningkatkan palatabilitas pakan

contoh cairan sukrosa


2.

Enzim untuk memperbaiki daya cerna

3.

Vitamin, Sebagai sumber vitamin A dapat digunakan Vit. A palmitat, Vit. A

acetat dan minyak ikan. Sumber vitamin D2 digunakan Vit. D pada semua
tanaman yaitu hasil aktivasi sterol dalam tanaman oleh sinar ultraviolet. Sumber
vitamin D3 digunakan Vit. D pada hewan yang merupakan hasil aktivasi sterol
pada hewan oleh sinar ultraviolet misalnya minyak ikan. Sumber vitamin E
digunakan senyawa vit. E aktif, misalnya dl alpha tokoferil asetat. Sumber
vitamin K dapat menggunakan MCBC dan MPB.
4.

Sumber mineral : Tepung tulang, Tepung kerang (CaCo3) , Garam (NaCl).

5.

Antibiotik, Antibiotik dalam dosis rendah diketahui efektif terhadap

pengontrolan infeksi subklinis dan merangsang pertumbuhan hewan bila


ditambahkan dalam air minum atau kedalam pakan.
6.

Sumber-sumber karotenid ditambahkan kedalam ransum untuk memperbaiki

pigmentasi dari broiler dan kuning telur.


7.

Hormon atau zat lain yang digunakan untuk memperbaiki proses

metabolisme dari ayam.

Estrogen dipergunakan untuk memperbaiki pertumbuhan dan

memperbaiki karkas ayam.

Senyawa thyroaktif (seperti casein yang mengandung iodium) kadang

digunakan untuk memperbaiki produksi telur, kualitas telur, dan mencegah


degenerasi lemak dibawah kondisi tertentu. Beberapa macam obat( termasuk

hormon) dipergunakan untuk menghentikan jatuh bulu (molting) atau untuk


mempercepat molting ayam yang sudah berproduksi lama.
8.

Asam amino adalah monomer dari protein. Sebagai bahan pakan tunggal

asam amino tidak tersedia di alam, namun tersedia secara buatan. Asam amino
yang biasanya kekurangan dalam pakan adalah asam amino metionin dan lisin.
Oleh karena itu, di pasaran asam amino yang tersedia adalah DL- metionin dan
L-lisin yang mempunyai kemurnian 99%.
Berbagai macam feed additive yang bersifat non nutritive menurut Wahyu
(1997) antara lain: (1) Makanan tambahan pelengkap untuk memperbaiki tekstur
dan kekuatan pakan pellet; (2) Flavoring agent yaitu zat pemberi bau enak yang
dipergunakan untuk meningkatkan palatabilitas pakan; (3) enzim-enzim yang
memperbaiki daya cerna di bawah kondisi tertentu; (4) Antibiotika, senyawasenyawa arsen dan nitrofurans dipergunakan pada tingkat rendah untuk
melindungi pakan dari serangan perusakan oleh mikroorganisme dan mencegah
timbulnya keracunan yang disebabkan oleh mikroflora dalam usus; (5)
Antibiotika yang mempunyai spektrum luas (broad spectrum) dan daya absorpsi
yang baik ditambahkan ke dalam pakan untuk memerangi penyakit khusus; (6)
Senyawa-senyawa kimia tertentu dipergunakan untuk meningkatkan daya
penyembuhan dari antibiotika terhadap penyakit; (7) Obat-obat pencegah cacing
dalam saluran pencernaan; (8) Antioksidan untuk mencegah kerusakan asamasam lemak yang tidak jenuh dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak
karena proses peroksidasi; (9) sumber-sumber karotenoid ditambahkan dalam
pakan untuk memperbaiki pigmentasi dari broiler dan kuning telur dan (10)
Hormon-hormon yang digunakan untuk memperbaiki metabolisme ayam.
C.

Pemberian Feed Additive

Penggunaan makanan tambahan pelengkap dalam penyunan ransum terutama


yang merupakan bahan tambahan bukan zat makanan dengan maksud
memperbaiki konsumsi, daya cerna, proteksi, absorbsi dan atau transportas zatzat makanan untuk memperbaiki nilai gizi ransum dan menurunkan biaya pakan
dan dalam produksi broiler atau telur.
Ransum ayam broiler dan ayam petelur disusun sedemikian rupa sehingga
mengandung konsentrasi zat-zat makanan maksimum yang dapat diperoleh
dengan harga layak untuk pertumbuhan, produksi dan efisiensi penggunaan

ransum maksimum. Untuk menjamin zat-zat makanan tersebut ditelan, dicerna,


dilindungi dari kerusakan, diserap dan diangkut dari sel-sel tubuh, maka
pelengkap makanan tak bergizi tertentu atau yang disebut additive dimasukkan
ke dalam ransum sebagai tambahan sampai terjadi suatu konsentrasi optimum
dan keseimbangan zat-zat makanan (Rasyaf, 1994).
Contoh Feed additive yang digunakan untuk ayam broiler antara lain adalah
Broiler Weight. Adapun keistimewaan dari bahan ini antara lain adalah: (1) Tidak
mengandung antibiotika dan senyawa arsen sehingga dapat diberikan setiap hari
tanpa menimbulkan efek samping; (2) Memperbaiki konversi pakan sehingga
mempercepat pertambahan berat badan dalam waktu singkat; (3) Tidak
mempengaruhi aroma atau cita rasa daging ayam broiler atau pedaging dan (4)
Mencegah penyakit defisiensi vitamin (penyakit karena kekurangan vitamin).

DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas.PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Hartadi, H., S. Reksodiprodjo dan A.D. Tillman. 1991. Tabel Komposisi Bahan
Makanan Ternak Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Orskov, E. R. 1992. Protein Nutrition in Ruminant. 2nd Ed. Academic Press,


Harcout Brace Jovanovich Publisher, London.

Foley, R.C., D.L. Bath, F.N. Dickinson., and H.A. Tucker. 1973. Dairy Cattle
Principles, Practices, Problem and Profits. Lea and Febiger, Philadelphia.

Cullison. A. E. 1979. Feeds and Feeding. 2nd Ed. Reston Publishing Co. Inc.
Reston, Virginia.

Ensminger, M. E. 1992. Animal Science. 6th Ed. The Interstate and Publisher, Inc.
Danville, Illinois.

Harold, D.H. and S.M. Darrel. 1972. Crop Production 2nd Ed. Macmilan Publising
Co., Inc., New York.
Murtidjo, A. G. 2003. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M. 1996. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius. Yogakarta.

Demikianlah postingan saya, harapan terakhir semoga bermanfaat. Saran :


jangan di copast (copy paste), jadikan sebagai bahan rujukan saja, bahan
pembanding. Okey....
Tugas kuliah ini, makalah ini dapat Anda peroleh dengan mendownload-nya pada
link berikut Makalah Feed Additive - See more at:
http://superfects.blogspot.co.id/2012/06/feed-additive-makanan-tambahanfeed.html#sthash.07LEIPVu.dpuf

ASPEK KEAMANAN PAKAN UNTUK MENGHASILKAN KUALITAS PRODUK

ASPEK KEAMANAN PAKAN UNTUK MENGHASILKAN


KUALITAS PRODUK PETERNAKAN YANG AMAN

Oleh : Osfar Sjofjan


Jurusan Nutrisi Dan Manakan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang

PENDAHULUAN

Dalam memasuki era globalisasi dan era perdagangan bebas, pembangunan


industri peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat difokuskan

kepada sistem budidaya (onfarm) yang mengalami pergeseran ke arah yang lebih
terintegrasi dan komprehensif, yaitu agribisnis. Sistem agribisnis industri peternakan
mencakup usaha peternakan mulai dari subsistem hulu (penyedia sapronak : pakan,
bibit dan alat-alat), subsistem budidaya (onfarm), subsistem hilir (pengolahan dan
pemasaran) dan subsistem agribisnis penunjang (lembaga jasa dan kebijakan).
Pakan merupakan salah satu komoditi dari subsistem agribisnis hulu, atau dengan
kata lain penyedia sapronak untuk subsistem budidaya ternak. Pakan merupakan
faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada
peningkatan bobot badan ternak dan performa ternak yang diinginkan. Peningkatan
populasi, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat tergantung
dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas. Selain itu dalam usaha
peternakan biaya pakan mencapai persentasi tertinggi dalam biaya produksi yaitu
mencapai 50 70 %.
Penyediaan pakan ternak di Indonesia sudah dilakukan dalam industri skala
besar, khususnya untuk pakan non hijauan dan tanaman pakan. Bahkan pada
sektor perunggasan industri pakan sudah terintegrasi menjadi sitem agribisnis
perunggasan. Sedangkan untuk penyediaan hijauan atau tanaman pakan masih
harus didapatkan dari petani hijauan atau tanaman pakan. Seiring munculnya
industri pakan ternak diperlukan iklim yang kondusif agar persaingan usaha
berlangsung sehat. Distribusi atau peredaran pakan atau bahan baku pakan
melalui jalur ekspor-impor di era perdagangan bebas akan lebih mudah. Indonesia
harus memperhatikan hal ini karena sebagian besar bahan baku pakan ternak kita
masih dipenuhi dari impor. Adanya bebas biaya tarif untuk impor harus diperhatikan
karena dapat membuat produsen bahan baku pakan lokal kalah bersaing. Era
perdagangan bebas menuntut setiap negara untuk menghasilkan produk yang
bermutu atau berkualitas tinggi termasuk pakan, agar dapat bersaing di pasar
internasional. Adanya SPS (Sanitary Phyto Sanitary) menuntut produsen pakan agar
mengikuti peraturan tersebut untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai dengan
preferensi konsumen. Pakan yang diproduksi tentunya harus sesuai dengan standar
SNI (Standard Nasional Indonesia) dan standard internasional (Codex Alimentarius
Commision). Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu
yang mencakup aspek keamanan pakan, aspek kesehatan ternak, aspek keamanan
pangan dan aspek ekonomi. Keempat aspek tersebut penting untuk dipenuhi karena
akan berpengaruh pada kesehatan ternak, penyediaan pangan hasil ternak dan
keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan hasil ternak, serta efisiensi
biaya agar dihasilkan pakan yang bernilai ekonomis.
Sebuah legislasi atau peraturan serta sertifikasi pakan perlu dibuat untuk
menunjang penyediaan pakan yang mencakup aspek keamanan pakan, kesehatan
ternak, keamanan pangan dan ekonomi. Peraturan atau kebijakan yang dibuat
pemerintah juga harus memperhatikan situasi dan kondisi terkini, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosial kultural masyarakat khususnya petani
dan peternak. Peraturan tentang pakan di Indonesia sampai saat ini masih berada
dan beracuan pada UU No. 6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan

hewan. Walaupun pada perjalanannya hingga sekarang UU tersebut sedang


mengalami revisi. Selain UU peraturan tentang pakan ternak juga terdapat dalam
bentuk peraturan pemerintah sebagai Keputusan Menteri Pertanian nomor :
242/kpts/OT.210/4/2003 tentang pendaftaran dan labelisasi pakan. UU No. 6 tahun
1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan hanya memuat tanaman pakan
sebagai pakan ternak. UU ini tidak mencantumkan pakan termasuk bahan baku
pakan selain tanaman pakan, imbuhan pakan (feed additive) dan bahan pelengkap
lainnya sebagai pakan ternak. Pengaturan tentang industri pakan serta bagaimana
pendistribusian pakan ternak sama sekali tidak tersentuh dalam UU ini. Aspek yang
menyangkut keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan dan ekonomi
juga tidak termuat. Sehingga mengimplikasikan bahwa UU ini tidak relevan lagi
digunakan sebagai pedoman, peraturan tentang pakan ternak pada kondisi
globalisasi, perdagangan bebas, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) dan tumbuhnya industri pakan terintegrasi. Melihat ketidakrelevanan UU
No. 6 tahun 1967 yang menaungi tentang pakan ternak maka pemerintah perlu
melakukan revisi pada UU tersebut. Revisi ini sekarang sudah masuk pada tahap
penyelesaian naskah akademis. Pada naskah tersebut sudah termuat bab khusus
tentang pakan pada bagian ketiga yang memuat tujuh pasal, yaitu pasal 20-26.
Bagian tersebut meliputi definisi pakan, jenis pengusahaan, pengadaan dan
distribusi pakan, keamanan pakan, perizinan pengusahaan pakan dan peraturanperaturan dengan instansi yang berhubungan dengan isi yang sudah hampir
memuat seluruh aspek mutu pakan.

ASPEK KEAMANAN PAKAN DAN KESEHATAN TERNAK


Keamanan pakan yang berimbas pada kesehatan ternak memang belum
termuat dalam UU No. 6 tahun 1967. Tetapi pada revisinya yang masih berupa
naskah akademis termaktub dalam pasal 22 yang terdiri dari dua ayat. Ayat pertama
berisikan bahwa pemerintah menetapkan batas maksimum kandungan bahan
pencemar fisik, kimia, biologis pada bahan baku pakan yang dapat mengganggu
kesehatan dan produksi ternak serta konsumen produk ternak. Lebih jelas lagi
pada ayat berikutnya diterangkan, bahwa pakan yang berasal dari organisme
transgenik harus memenuhi persyaratan keamanan pakan dan keamaan hayati.
Tetapi ada sedikit kerancuan pada pasal berikutnya, yaitu pada pasal 23 ayat 4 poin
c. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum dilarang
mencampur pakan dengan antibiotika terentu sebagai feed additive. Penjelasan
tentang pemakaian antibiotika ini menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam.
Karena belum dijelaskan jenis apa yang dilarang sebagai feed additive. Aspek
keamanan pakan dan kesehatan ternak sangat penting dimasukkan ke dalam
peraturan, sehingga pemerintah menyepesifikasikannya dalam bentuk peraturan
Keputusan Menteri Pertanian RI tentang pendaftaran dan labelisasi pakan. Pada
Kepmen ini sudah mencakup hampir semua hal yang berkaitan tentang pendaftaran
dan labelisasi pakan. Mulai dari mekanisme pendaftaran dan labelisasi, syarat

pendaftaran dan labelisasi serta sanksi hukum bagi pelanggar prosedur pendaftaran
dan labelisasi. Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendaftaran
dan labelisasi. Label pada pakan harus mampu menjadi alat trace back, jika
sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti timbulnya penyakit
pada ternak akibat mengonsumsi pakan dan adanya pengaduan konsumen bahwa
pakannya tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sehingga trace
ability dapat berjalan dengan baik dan kepercayaan konsumen akan kembali. Aspek
keamanan pakan dan kesehatan ternak perlu diperhatikan karena pada kondisi
sekarang banyak ditemukan penyakit ternak yang ditimbulkan oleh pakan. Penyakit
BSE (Bovine Spongioform Encephalopaty) misalnya adalah penyakit yang
ditimbulkan akibat sapi mengonsumsi pakan berasal dari campuran tepung daging
tulang (MBM), tepung ikan dan tepung darah. Sehingga penetapan standar pakan
yang baik dan tidak berbahaya lagi bagi kesehatan ternak harus ditaati dan menjadi
acuan penyusunan formulasi pakan ternak.

ASPEK KEAMANAN PANGAN DAN EKONOMI


Pakan yang dibuat untuk konsumsi ternak juga harus memperhatikan aspek
keamanan pangan. Karena pakan yang bagus dan bermutu tinggi akan menigkatkan
produksi pangan hasil ternak (daging, telur dan susu) untuk kebutuhan konsumen.
Penggunaan senyawa fisik, kimia, biologi pada pakan tidak boleh membahayakan
kesehatan ternak dan konsumen produk ternak. Penggunaan hormon atau
antibiotika yang berbahaya sebagai feed additive juga harus dilarang karena dapat
menjadi residu pada bahan pangan hasil ternak. Penggunaan bahan baku pakan
yang berasal dari organisme transgenik juga harus diperhatikan sebab dapat saja
menjadi GMO (Genetically Modified Organism) pada pangan hasil ternak yang
berbahaya bagi konsumen. Peraturan pakan yang berhubungan dengan keamanan
pangan belum termuat pada UU No. 6 tahun 1967. Tetapi dalam revisinya tercantum
pada pasal 22 ayat 1 dan 2. Sedangkan lebih jauh lagi pada Kepmen tentang
pendaftaran dan labelisasi pakan. Pada Kepmen disebutkan bahwa pendaftaran dan
labelisasi pakan harus memenuhi standar teknis yang telah ditetapkan pemerintah.
Oleh karena itu SNI tentang pakan harus memuat kriteria-kriteria yang berimplikasi
pada keamanan pangan seperti batas cemaran mikroba dan serta kandungan
antibiotika sebagai feed additive. Industri pakan yang tumbuh pesat dan
terintegrasi harus diiringi dengan peraturan yang menciptakan iklim yang kondusif
untuk menciptakan persaingan sehat dalam aspek ekonomi. Peraturan tentang
perizinan usaha, pengadaan dan distribusi pakan sudah termuat dalam revisi UU
No. 6 tahun 1967. Tetapi peraturan tentang tataniaga perdagangan ekspor-impor
pakan belum termuat. Hal ini justru penting sekali karena pakan, bahan baku pakan
dan feed additive sering sekali dikenakan biaya cukup tinggi dalam perdagangan
ekspor-impor. Sebagai contoh, karena tidak adanya penjelasan tentang definisi feed
additivepada UU No. 6 tahun 1967, Departeman Keuangan RI mengenakan PPN
pada produk tersebut. Karena menurut UU yang dibuat Departemen Keuangan

RI, feed additive tidak masuk dalam barang strategis. Padahal feed additive ini
merupakan bahan imbuhan pakan yang merupakan barang strategis. Revisi UU
No. 6 tahun 1967 sudah selesai memasuki naskah akademis. Seluruh stake
holder peternakan masih mempunyai kesempatan untuk memberikan masukan
terhadap revisi tersebut. Khusus untuk pakan diharapkan UU tersebut merupakan
UU payung untuk peraturan lainnya yang melingkupi aspek-aspek penting dalam
pakan, yaitu keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan dan ekonomi.

EFEK MIKOTOKSIN TERHADAP KEAMANAN PANGAN


Mikotoksin adalah senyawaan toksik hasil metabolisme kapang-kapang
tertentu yang berkembang dan terbentuk karena lingkungan dan penanganan yang
buruk bahan pakan seperti jagung, kacang-kacangan maupun pakan ternak.
Mikotoksin akhirnya akan masuk ke dalam rantai makanan melalui produk pangan
hasil ternak seperti daging, telur dan susu sebagai akibat ternak mengkonsumsi
pakan yang terkontaminasi mikotoksin. Lima jenis mikotoksin yang terpenting adalah
aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, kelompok trikotesena dan fumonisin. Dampak
kesehatan yang ditimbulkan pada hewan maupun manusia tergantung kepada jenis
dan jumlah mikotoksin yang dikonsumsi. Sebagai contoh aflatoksin B1 dapat
menimbulkan kerusakan dan kanker hati, sementara okratoksin A dapat
menimbulkan kerusakan ginjal, dan bersifat imunosupresif terhadap beberapa
spesies hewan. Peningkatan standar keamanan pangan sangat penting untuk
mengontrol mikotoksin dalam pakan maupun pangan. Kontrol terhadap akibat yang
ditimbulkan oleh mikotoksin melibatkan tanggung jawab berbagai pihak disamping
melakukan upaya penanggulangan yang masih terbatas dan penerapan regulasi.
Program terpadu diperlukan dalam setiap tahapan penyediaan rantai makanan dari
produk pertanian / peternakan hingga siap tersaji (from farm to table).
Penerapan good agricultrual practices (GAP) dan good manufacturing practices
(GMP) merupakan hal yang terpenting dalam membantu pencegahan pembentukan
mikotoksin untuk mencegah resiko timbulnya dampak negatif dari mitotoksin
terhadap kesehatan ternak maupun manusia.

KAPANKAH DI INDONESIA MENCAPAI FEED QUALITY FOR FOOD SAFETY


Masyarakat Uni Eropa telah menetapkan tanggal 1 Januari 2006
(berdasarkan regulasi nomor 1831/2003) merupakan tonggak pemusnahan berbagai
macam antibiotik dimana selama beberapa dekade belakang merupakan substansi
yang kerap digunakan oleh peternak di berbagai belahan dunia. Tidak dapat
dipungkiri sejak digunakannya antibiotik sebagai senyawa promotor pertumbuhan

(growth promotor) dalam pakan ternak, telah terjadinya peningkatan pendapatan


peternak berkat kemampuan senyawa tersebut mengkonversikan nutrisi dalam
pakan secara efisien dan efektif.
Namun akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik dalam pakan ternak
telah menjadi perdebatan sengit oleh para ilmuwan akibat efek buruk yang
ditimbulkan tidak hanya bagi ternak tetapi juga bagi konsumen yang mengkonsumsi
produk ternak tersebut melalui residu yang ditinggalkan baik pada daging, susu
maupun telur.
Sebenarnya pelarangan penggunaan antibiotik dalam pakan ternak bukan
merupakan hal yang baru bagi sebagian negara Eropa. Jauh hari sebelumnya
beberapa negara tertentu telah membatasi penggunaan zat aditif tersebut dalam
pakan ternak seperti di Swedia tahun 1986, Denmark tahun 1995, Jerman tahun
1996 dan Swiss tahun 1999. Akan tetapi pelarangan tersebut tidak menyeluruh
hanya terbatas pada jenis antibiotik tertentu misalnya avoparcin (Denmark),
vancomycin (Jerman), spiramycin, tylosin, virginiamycin dan chinoxalins (Uni Eropa).
Hingga kini hanya tersisa empat antibiotik yang masih diizinkan penggunaannya
dalam pakan ternak pada masyarakat Eropa yaitu flavophospholipol, avilamycin,
monensin-Na dan salinomycin-Na. Oleh karena itu ada upaya dari pemerintah untuk
mengganti antibiotik dengan bahan atau substansi lain yang tidak menimbulkan efek
negatif terutama menimbulkan resdu terhadap kualitas produk peternakan seperti :
a. Antibiotik dan Pengaruhnya
Apa yang mendasari pelarangan penggunaan antibiotik dalam pakan ternak?
Sejak ilmuan berkebangsaan Rusia Metchnikoff (1908) berhasil mengklasifikasi jenis
mikro-organisma yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia, makin terkuak
lebar peranan penting akan berbagai genera mikroflora bagi kehidupan makhluk
hidup. Keseimbangan antara bakteri-bakteri yang menguntungkan dan merugikan
dalam saluran pencernaan sepatutnya menjadi perhatian lebih demi terciptanya
hidup yang sehat bagi manusia dan produksi yang tinggi bagi ternak. Keseimbangan
populasi bakteri dalam saluran pencernaan (eubiosis) hanya dapat diraih apabila
komposisi antara bakteri yang menguntungkan
sepertiBifidobacteria dan Lactobacilli dan yang merugikan
seperti Clostridia setidaknya 85 % berbanding 15 %. Dengan komposisi tersebut
fungsi barrier effect mikroflora yang menguntungkan dalam tubuh makhluk hidup
dengan cara mencegah terbentuknya koloni bakteri phatogen (colonisation
resistence) bisa teroptimalkan. Ketidakseimbangan populasi antara bakteri yang
menguntungkan dan merugikan (dysbiosis) berakibat turunnya produksi ternak.
Salah satu cara memodifikasi keseimbangan bakteri di dalam saluran pencernaan
adalah dengan pemberian antibiotik. Antibiotik dipercayakan dapat menekan
pertumbuhan bakteri-bakteri phatogen yang berakibat melambungnya populasi
bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan. Tingginya mikroflora

menguntungkan tersebut dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa


antimikrobial, asam lemak bebas dan zat-zat asam sehingga terciptanya lingkungan
kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri phatogen.
Namun disayangkan penggunaan antibiotik berakibat buruk bagi ternak
dikarenakan resistensi ternak terhadap jenis-jenis mikro-organisme phatogen
tertentu. Hal ini telah terjadi pada peternakan unggas di North Carolina (Amerika
Serikat) akibat pemberian antibiotik tertentu, ternak resisten terhadap Enrofloxacin
yang berfungsi untuk membasmi bakteri Escherichia coli. Dibagian lain residu dari
antibiotik akan terbawa dalam produk-produk ternak seperti daging, telur dan susu
dan akan berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Seperti dilaporkan
oleh Rusiana dengan meneliti 80 ekor ayam broiler di Jabotabek menemukan 85 %
daging ayam broiler dan 37 % hati ayam tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin,
oxytetracycline dan kanamycin (www.poultryindonesia.com). Oleh karena itu
berbagai upaya telah dilakukan bertahun-tahun untuk mencari bahan tambahan
dalam pakan ternak sebagai pengganti antibiotik yang berbahaya tersebut.
b. Bahan Aditif Pengganti Antibiotik
Konsep pakan ternak berdasarkan kualitas semata (kebutuhan energi dan
protein ternak) mulai ditinjau ulang oleh nutritionist akhir-akhir ini. Tuntutan
konsumen akan produk ternak yang sehat, aman dan terbebas dari residu
berbahaya telah mengajak ilmuan untuk mencari alternatif sumber-sumber pakan
baru sekaligus zat aditif yang aman. Feed quality for food safety merupakan slogan
yang acap di dengungkan dimana-mana pada masyarakat Eropa termasuk Jerman.
Produk pertanian dan peternakan alami tanpa menggunakan secuilpun bahan kimia
dalam bahasa Jerman dikenal okologische produkte mulai mempunyai pasar
tersendiri. Konsumen rela membayar dengan biaya berlipat demi mendapat
makanan yang sehat, aman dan terbebas dari residu kimia.
Kerja keras ilmuan dalam usaha menemukan zat aditif pengganti antibiotik
telah membuahkan hasil yang tidak begitu mengecewakan. Beberapa alternatif zat
aditif pengganti antibiotik telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan
reproduksi seperti pro- dan prebiotik, asam-asam organik, minyak esensial
(essential oil) dan berbagai jenis enzim. Senyawa-senyawa aditif tersebut terbukti
mampu meningkatkan produksi ternak tampa mempunyai efek samping bagi ternak
dan konsumen yang mengkonsumsinya.
c. Pro- dan Prebiotik
Penggunaan pro- dan prebiotik bukan merupakan hal baru dalam dunia
peternakan. Fungsi zat aditif ini tidak jauh berbeda dengan antibiotik yaitu mengatur
komposisi mikroflora dalam saluran pencernaan. Bakteri asam laktat
seperti Lactobacillus bulgaricus, Lactobacilus acidophilus, Bifidobacteria
thermophilum dan jenis fungi seperti Saccharomyces cerevisiae adalah contoh-

contoh probiotik yang telah diproduksi secara komersial. Lingkungan menyenangkan


untuk pertumbuahan bakteri menguntungkan (penurunan pH dengan memproduksi
asam laktat) akan tercipta dengan mensuplai probiotik pada pakan ternak. Probiotik
juga dapat mengurangi produksi racun dan menurunkan produksi amonium dalam
saluran pencernaan.
Prebiotik adalah oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh hewan
monogastrik (ayam dan babi). Senyawa ini digunakan sebagai substrat untuk
merangsang pertumbuhan bakteri yang menguntungkan
seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli. Pemberian 0,1 0,5% dalam pakan dapat
meningkatkan bakteri yang menguntungkan dan menurunkan populasi bakteri yang
merugikan.

d. Asam-asam Organik (Acidifier)


Asam-asam organik sebenarnya diproduksi secara otomatis dalam tubuh
ternak melalui proses fermentasi selanjutnya digunakan sebagai sumber energi.
Perkembangan biotekhnologi yang begitu pesat mengilhami industri-industri pakan
ternak untuk memproduksi asam-asam organik dalam bentuk komersial seperti
asam asetat, propionat laktat dan citrat yang dikemas dalam bentuk cair.
Penambahan asam-asam organik dalam pakan ternak dapat menigkatkan
produktifitas ternak. Peningkatan performance ternak terjadi melalui penciptaan
lingkungan yang serasi bagi perkembangan mikroflora menguntungkan. Dengan
lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri tertentu (melalui
penurunan keasaman) dapat mengaktifkan serta merangsang produksi enzimenzim endegenous dan berakibat meningkatnya absorbsi nutrisi dan konsumsi
pakan untuk pertumbuhan, produksi dan reproduksi.

e. Minyak Esensial (Essential oil)


Saat ini dikenal lebih kurang 2600 jenis minyak esensial yang dihasilkan
melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman. Jamak diketahui bahwa setiap tanaman
mempunyai komponen bioaktif yang spesifik. Di dalam tubuh makhluk hidup
senyawa bioaktif tersebut mempunyai aktifitas microbial, sebagai antioksidan,
bersifat antibotik dan juga meningkatkan kekebalan tubuh. Beberapa contoh minyak
esensial yang terdapat pada tanaman misalnya cinnamaldehyde (cinnamon),
eugenol (clove), allicin (garlic) dan methol (peppermint).
Dari hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan minyak esensial
dalam pakan ternak dapat memperbaiki performance ternak melalui meningkatnya
nafsu makan ternak, meningginya produksi enzim-enzim pencernaan serta stimulasi

antiseptik dan antioksidan dari minyak atsiri tersebut. Indonesia merupakan negara
yang sangat kaya akan keaneka ragaman sumber daya alam hayati. Hal ini menjadi
suatu tantangan sekaligus harapan bagi ilmuan untuk menggali berbagai potensi
yang tersedia untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kemakmuran rakyat.

f. Enzim
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa yang komplek menjadi
sederhana. Saat ini telah terindentifikasi lebih kurang 3000 enzim. Walaupun dalam
tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri sesuai dengan kebutuhan,
penambahan enzim pada pakan kadang kala masih dibutuhkan. Hal ini disebabkan
beberapa faktor seperti antinutrisi faktor pada bahan pakan (lekctins dan trypsin
inhibitor), rendahnya efesiensi kecernaan bahan pakan, dan ketidak tersediaan
enzim tertentu dalam tubuh ternak. Xylanase dan -glucanase adalah contoh-contoh
enzym yang digunakan pada ternak monogastrik untuk meningkatkan daya cerna
ternak. Rendahnya kemampuan ternak muda untuk mencerna protein pada kacang
kedele (glycin dan -conglycin) dapat diatasi dengan penambahan enzim protease.
Phytase sebagai enzim yang mampu meningkatkan penyerapan posphor
mendapat perhatian cukup besar para peneliti saat ini. Bahan-bahan basal pakan
yang kaya karbohidrat seperti gandum, barley, jagung dan lainnya, mengikat unsur
phosphor dalam bentuk asam phytat (myo-inositol hexaxy dihidrogen phosphat)
sehingga tidak mampu dicerna oleh ternak. Dengan mensuplai phytase yang
berasal dari Aspergillus atau Trichoderma strains dalam pakan ternak dapat
meningkatkan ketersediaan phospor, Ca, Zn dan asam amino bagi ternak. Polusi
lingkungan melalui Eutropication juga dapat dicegah dengan penambahan phytase
dalam pakan ternak.
Penelitian bahan aditif alternatif sebagai pengganti antibiotik terus dilakukan
tidak hanya terbatas pada lembaga penelitian, universitas, institut tapi juga
merambah ke berbagai industri makanan ternak. Bagi industri pakan masih terbuka
peluang bisnis yang cukup besar dengan menciptakan produk-produk zat aditif baru
dengan nilai ekonomis tinggi serta mampu bersaing di pasar.
Kesadaran para konsumen akan produk ternak yang terbebas dari residu kimia
(antibiotik, alfatoksin, dioxin) dan mikrobiologi berbahaya (salmonella,
enterobacteriaceae dan BSE-carriers) semakin meningkat di negara-negara maju.
Kualitas kontrol bahan pakan terus dilakukan oleh pemerintah secara berkala
melalui system HACCP (hazard analyis and critical control points) sesuai dengan
tahapan-tahapan yang telah tersusun secara sistematis dan disepakati bersama.
Kapankah Indonesia ada suatu jaminan pasti bagi konsumen untuk mengkonsumsi
produk-produk ternak yang terbebas dari residu antibiotik dan sejenisnya?

Bukankah makanan adalah salah satu faktor yang bisa meningkatkan angka
harapan hidup (life expectation) suatu negara.

KESIMPULAN
1. Perlu adanya kebijakan peraturan (legislasi) dan sertifikasi yang jelas dalam penggunaan
bahan aditif berbahaya baik fisik, kimia dan biologis (mikroba) dalam pakan ternak dalam
rangka menuju kualitas dan keamanan produk peternakan.
2. Perlu penegakkan hukuman yang berat bagi pelanggar dan menipulasi kebijakan peraturan
tersebut dalam rangka mencapai feed safety for food
3. Upaya penggantian antibiotik sebagai growth promotor dan additive pakan bagi ternak dapat
dihindari dengan penggunaan natural enzym, probotik, prebiotik, synbiotik, natural acidifier,
dan essensial oil sehingga menghasilkan produk peternakan yang aman dan berkualitas

Anda mungkin juga menyukai