Anda di halaman 1dari 36

SISTEM PENCERNAAN

(FISIOLOGI GASTROINTESTINAL)

I. Pendahuluan

Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar-kelenjar

yang berhubungan. Fungsi sistem pencernaan adalah memperoleh metabolit-

metabolit yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan energi yang diperlukan bagi

tubuh dari makanan yang dimakan. Sebelum disimpan atau digunakan sebagai

energi, makanan dicernakan dan diubah menjadi molekul-molekul kecil yang

dapat dengan mudah diabsorpsi melalui dinding saluran pencernaan. Akan tetapi,

sawar antara lingkungan sekitar dan milieu interna tubuh harus dipertahankan.

Langkah pertama pada proses yang rumit dikenal sebagai pencernaan, terjadi

dalam mulut, di mana makanan digiling menjadi potongan-potongan kecil oleh

pengunyahan dan dibasahi oleh saliva, yang juga memulai pencernaan

karbohidrat. Pencernaan dilanjutkan dalam lambung dan usus halus. Dalam usus

halus, makanan diubah menjadi unsur-unsur dasarnya (asam-asam amino,

monosakarida, gliserida, dan sebagainya) diabsorpsi. Absorpsi air terjadi dalam

usus besar, dan sebagai akibatnya isi yang tidak dicernakan menjadi setengah

padat.
II. Tinjauan Pustaka

Rongga Mulut

Rongga mulut dibatasi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Sel-sel

superfisialnya berinti dan mempunyai granula-granula keratin yang sedikit di

bagian dalamnya. Pada bibir, dapat ditemukan peralihan dari epitel mukosa ke

epitel bertanduk. Lamina propria terdapat papilae yang mirip seperti papilae

kulit dan dilanjutlan dengan submukosa yang mengandung ke-lenjar-kelenjar

saliva kecil yang tersebar.

Atap mulut terdiri dari palatum keras dan lunak, teduanya diliputi oleh

epitel berlapis gepeng yang sama. Pada palatum keras, membran mukosa melekat

pada jaringan tulang. Palatum lunak mempunyai pusat otot rangka dan banyak

kelenjar mukosa pada lapisan submukosanya.

Uvula palatina merupakan tonjolan konis yang menuju ke bawah dari

batas tengah palatum lunak. Ia mempunyai inti otot dan jaringan penyambung

areolar yang diliputi oleh mukosa mulut.

Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan

sublingualis; selain itu, juga ada beberapa kelenjar bukalis yang kecil.

Sekresi saliva normal sehari-hari berkisar antara 800 dan 1500 mililiter,

Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama: (1) sekresi

serus yang mengandung ptialin (suatu amilase), yang merupakan enzim

untuk mencernakan serat, dan (2) sekresi mukus yang mengandung musin

untuk tujuan pelumasan clan perlin dungan permukaan. Kelenjar

parotis seluruhnya menyekresi tipe serus, dan kelenjar submandibularis


dan sublingualis menyekresi tipe mukus maupun serus. Kelenjar

bukalis hanya menyekresi mukus. Saliva mempunyai pH antara 6,0 dan

7,4, suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dari

ptialin.

Lidah

Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran

mukosa yang struktumya berbeda-beda menurut daerah yang dipelajari. Serabut-

serabut otot satu sama lain saling bersilangan dalam 3 bidang. Mereka

berkelompok dalam berkas-berkas, biasanya dipisahkan oleh jaringan

penyambung. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan

penyambung lamina propria menembus ke dalam ruang-ruang antara berkas-

berkas otot. Pada permukaan bawah lidah, membran mukosa adalah halus.

Permukaan dorsal adalah ireguler, di anterior diliputi oleh banyak tonjolan-

tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Daerah posterior permukaan dorsal lidah

dipisahkan dari bagian anterior oleh batas yang berbentuk huruf V. Di belakang

batas ini, permukaan lidah mempunyai peninggian-peninggian yang terutama

terdiri atas kelompokan limfatik yang terdiri atas 2 jenis : (1) folikel-folikel

limfatik, yang merupakan kelompokan kecil nodulus limfatikus; dan (2) tonsila

lingualis, di mana nodulus limfatikus berkelompok sekitar invaginasi membran

mukosa (gambar 1).

Papilae

Papilae merupakan peninggian atau tonjolan-tonjolan epitel mulut dan


lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya berbeda. Terdapat 4 jenis

papilae:

A. Papilae filiformis : Papilae ini mempunyai bentuk penonjolan konis, sangat

banyak, dan terdapat di seluruh permukaan lidah. Epitelnya, yang tidak

mengandung puting kecap, seringkali sebagian bertanduk.

B. Papilae fungiformis : Papilae fungiformis menyerupai jamur karena mereka

mempunyai tangkai sempit dan permukaan yang halus, bagian atasnya melebar

Gambar 1. Permukaan lidah

Papilae ini, yang mengandung puting kecap yang tersebar pada permukaan atas,

secara tidak teratur terdapat di sela-sela antara papilae filoformis yang banyak

jumlahnya.

C. Papilae foliatae : Tersusun sebagai tonjolan-tonjolan yang sangat padat


sepanjang pinggir lateral belakang lidah, papilar ini mengandung banyak puting

kecap, Saluran-saluran dari kelenjar serosa mengalir melalui muara-muara yang

terletak sekitar dasar papilae ini.

D. Papilae circumfalate: Ini merupakan papilae yang sangat besar yang

permukaannya yang pipih meluas di atas papilae lain papilae circumvalate

tersebar pada daerah "V" pada bagian posterior lidah. Banyak kelenjar mukosa

dan serosa (von Ebner) mengalirkan isinya ke dalam alur dalam yang mengelilingi

pinggir masing-masing papila. Susunan yang menyerupai parit ini memungkinkan

aliran cairan yang kontinyu di atas banyak puting kecap yang terdapat sepanjang

sisi papila ini. Aliran sekresi ini penting untuk menyingkirkan partikel-partikel

dari sekitar puting kecap sehingga mereka dapat menerima dan memproses

rangsang pengecapan yang baru. Selain kelenjar-kelenjar serosa yang berkaitan

dengan jenis papila ini, terdapat kelenjar mukosa dan serosa kecil yang tersebar di

seluruh dinding rongga mulut yang dengan cara yang sama bekerja

mempersiapkan puting kecap pada bagian-bagian rongga mulut lain epiglotis,

pharynx, palatum, dan sebagainya untuk memberi respon terhadap rangsang

kecap. Bentuk dan letak puting kecap dalam epitel papilae dilukiskan dalam.

Pharynx

Pharynx merupakan peralihan ruang antara rongga mulut dan sistem

pernapasan dan pencernaan. la membentuk hubungan antara daerah hidung dan

larynx. Pharynx dibatasi oleh epitel berlapis gepeng jenis mukosa, kecuali pada

daerah-daerah bagian pernapasan yang tidak mengalami abrasi. Pada daerah.


daerah yang terakhir ini, epitelnya bertingkat toraks bersilia dan ber sel goblet.

Pharynx mempunyai tonsila. Mukosa pharynx juga mempunyai banyak

kelenjar-kelenjar mukosa kecil dalam lapisan jaringan penyambung padatnya. Di

luar lapisan ini terdapat otot-otot konstriktor dan otot-otot longitudinal pharynx.

Gigi

Gigi tersusun dalam 2 lengkung yang terletak pada tulang maxilla dan

mandibula. Masing-masing gigi terdiri atas bagian yang menonjol di atas gingiva

(atau gum) mahkota dan akar di bawah ginggiva yang mempertahankan gigi

dalam lekuk tulang yang dinamakan alveolus, satu alveolus untuk akar tiap-tiap

gigi..

Tempat peralihan dari mahkota ke akar adalah leher. Gigi desidua yang

pertama lambat laun diganti oleh gigi permanen. Struktur kedua gigi tersebut

sama dan terdiri atas bagian nonmineral pulpa dan 3 bagian bermineral email,

dentin, dan sementum.


Gambar 2. Potongan sagital gigi seri

Tiap-tiap gigi mempunyai rongga sentral rongga pulpa yang secara kasar

bentuknya sama seperti gigi. Pada daerah akar, rongga ini meluas ke apeks akar

dan membentuk lubang di mana lewat pembuluh darah dan saraf gigi. Membran

periodontalis atau ligamentum merupakan struktur fibrosa kolagen yang

mengelilingi sementum akar, membantu untuk mengfiksasi gigi dengan kuat pada

lekuk tulangnya. Dentin diliputi oleh email pada mahkota gigi dan oleh sementum

pada akar gigi (Gambar 2).


Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah, gigi anterior

(insisivus) menyediakan kerja memotong yang kuat dan gigi posterior (molar),

kerja menghaluskan makanan. Semua otot rahang bawah yang bekerja bersama-

sama dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 55 pound pada incisivus

dan 200 pound pada molar.

Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari

saraf kranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam

batang otak.

Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah,

yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Adanya bolus makanan di dalam mulut

pada awalnya menimbulkan penghambatan refleks gerakan mengunyah pada otot,


yang menyebabkan rahang bawah turun ke bawah. Penurunan ini kemudian me-

nimbulkan refleks regang pada .otot-otot rahang bawah yang menimbulkan

kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang

menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus melawan dinding mulut,

yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah

turun dan kembali rebound pada saat yang lain, dan ini berulang-ulang terus.

Gambar 3. Mekanisme Menelan

Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan,

tetapi terutama sekali untuk sebagian besar bush dan sayur-sayuran mentah ka-

rena zat-zat ini mempunyai membran selulosa yang tidak dapat dicerna di antara

bagian-bagian zat nutrisi yang harus diuraikan sebelum makanan dapat digunakan.

Selain itu, mengunyah akan membantu pencernaan makanan untuk alasan

sederhana berikut: Karena enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada

permukaan partikel makanan, kecepatan pencernaan sangat bergantung pada total


area permukaan yang terpapar dengan sekresi usus. Selain itu, menghaluskan

makanan hingga menjadi partikel-partikel dengan konsistensi sangat halus akan

mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan meningkatkan kemuclahan

pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus halus dan kemudian ke semua

segmen usus berikutnya.

Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter, yang

mencetuskan proses menelan, (2) tahap faringeal, yang bersifat involunter dan

membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus; dan (3) tahap

esofageal, fase involunter lain yang mempermuclah jalannya makanan dari fa-

ring ke lambung.

Pengaturan Saraf pada Tahap Menelan dari Faringeal

Daerah taktil paling sensitif dari bagian posterior mulut dan faring

untuk mengawali fase penelanan pada faring terletak pada suatu cincin yang

mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar pada tonsil. Impuls

dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris saraf trige minal dan

glosofaringeal ke dalam daerah medula oblongata yang berada di dalam atau

berhubungan, erat dengan traktus solitaries, yang terutama menerima semua

impels sensoris dari mulut.

Tahap berikutnya dari proses menelan secara otomatis diatur dalam urutan

yang teratur oleh daerahdaerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke

seluruh substansia retikularis medula dan bagian bawah pons. Urutan refleks
penelanan ini sama dari satu penelanan ke penelanan berikutnya, dan waktu

untuk seluruh siklus juga tetap sama dari satu penelanan ke penelanan

berikutnya. Daerah di medula dan pons bagian bawah yang mengatur penelanan

secara keseluruhan disebut pusat menelan atau deglutisi.

Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas yang

menyebabkaan penelanan dijalarkan oleh saraf kranial ke-5, ke-9, ke-10, dan

ke-l2.

Gambar 4. Saluran Pencernaan.

Struktur Umum Saluran Pencernaan

Seluruh saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu.

Saluran pencernaan terdiri atas 4 lapisan utama: lapisan mukosa, submukosa,


lapisan otot, dan lapisan serosa. Struktur lapisan-lapisan adalah sebagai berikut:

(gambar 5).

Lapisan mukosa terdiri atas :

1. Epitel pembatas;

2. Lamina propria dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh

darah dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengandung juga

kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid.

3. Muskularis mukosae, suatu lapisan tipis kontinyu dari otot polos yang

memisahkan lapisan mukosa dari submukosa. Submukosa terdiri atas jaringan

penyambung jarang dengan banyak pembuluh darah dan limfe dan pleksus

saraf submukosa (Miessner). la mungkin juga mengandung kelenjar-kelenjar

dan jaringan limfoid.


Gambar 5. Struktur Skematis sebagian saluran pencernaan dengan berbagai unsur.

Lapisan otot mengandung unsur-unsur berikut :

1. Sel-sel otot polos, tersusun spiral, dibagi dalam 2 sublapisan menurut arah

utama sel-sel otot. Pada sublapisan dalam (dekat lumen), umumnya tersusun

sirkuler; pada sublapisan luar, kebanyakan longitudinal.

2. Pleksus mienterik (Auerbach), yang terletak antara 2 sublapisan otot.

3. Pembuluh darah dan limfe dalam jaringan penyambung antara sublapisan otot.

Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1) jaringan penyambung

jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa; dan (2) epitel selapis

gepeng (mesotel).

Fungsi utama epitel mukosa saluran pencernaan adalah:

1. Menyelenggarakan sawar permeabel selektif antara isi saluran dan

jaringan tubuh.

2. Mempermudah transpor dan pencernaan makanan.

3. Menaikkan absorpsi hasil-hasil pencernaan.

4. Sel-sel pada lapisan ini selain menghasilkan mukus juga berperanan dalam

pencernaan atau absorpsi makanan.

Nodulus limfatikus yang banyak terdapat pada lamina propria dan lapisan

submukosa melindungi organisme (dalam kaitannya dengan epitel) dari invasi

bakteri. Kepentingan dukungan imunologik ini nyata bila mempertimbangkan


bahwa dengan kekecualian rongga mulut, oesofagus, dan anus seluruh saluran

pencernaan dibatasi oleh epitel selapis gepeng dan mudah terserang. Pemeriksaan

yang seksama lamina propria menunjukkan bahwa terdapat zona yang kaya akan

makrofag dan sel-sel limfoid tepat di bawah epitel. Sebagian dari sel-sel limfoid

secara aktif menghasilkan gama globulin, yaitu, antibodi. Antibodi ini terutama

dari golongan imunoglobulin A (IgA) dan berikatan dengan protein sekresi yang

terdapat pada sel-sel epitel pembatas usus dan disekresi ke dalam lumen usus.

Kompleks ini diduga mempunyai aktivitas pelindung terhadap invasi virus dan

bakteri. Hal ini bermakna karena jumlah sekresi, sel-sel yang menghasilkan IgA

pada daerah ini jauh lebih tinggi (180.000/uL lamina propria) daripada jumlah sel

yang menghasilkan IgG dan IgM (18.000-30.000/ <^L).

Muskularis mukosa meningkatkan pergerakan lapisan mukosa secara

independen dari pergerakan saluran pencernaan lain dan, sebagai akibatnya,

meningkatkan kontak dengan makanan. Kontraksi lapisan mukosa mendorong

dan mencampur makanan dalam saluran pencernaan. Pleksus-pleksus saraf

mengatur kontraksi muskuler ini. Mereka terdiri terutama atas kelompokan sel

saraf (neuron multipoler visera) yang membentuk ganglia parasimpatis kecil.

Banyaknya jala-jala serabut pre- dan postganglionik sistem saraf otonom dan

beberapa serabut-serabut sensoris viseral dalam ganglia ini memungkinkan

komunikasi di-antara mereka. Jumlah ganglia ini sepanjang saluran pencernaan

berbeda-beda. Mereka lebih banyak pada daerah di mana motilitas terbesar.


Oesofagus

Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi

menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. la diliputi oleh epitel berlapis

gepeng tanpa tanduk. Pada umumnya, ia mempunyai lapisan-lapisan yang sama

seperti bagian saluran pencernaan lainnya, Dalam submukosa terdapat

kelompokan kelenjar-kelenjar kecil yang mengsekresi mukus, kelenjar oesofagea.

Dalam lamina propria proksimal terhadap lambung terdapat kelompokan kelenjar

yang dinamakan kelenjar kardia oesofagus. Pada bagian ujung distal oesofagus,

lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos; pada bagian tengah, campuran sel-sel

otot lurik dan polos; dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.

Tahap Esofageal dari Penelanan

Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke

lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut.

Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik: peristaltik

primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan

dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke

esofagus selama tahap faringeal dari penelanan. Gelombang ini berjalan

dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10 detik. Makanan yang

ditelan seseorang dalam posisi tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah

esofagus bahkan lebih cepat daripada gelombang peristaltik itu sendiri,

sekitar 5 sampai 8 detik, akibat adanya efek gravitasi tambahan yang

menarik makanan ke bawah. Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong

semua makanan yang telah masuk esophagus ke dalam lambung, terjadi


gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan esofagus

oleh makanan yang tertahan, clan terns berlanjut sampai semua makanan

dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang sekunder ini sebagian dimulai

oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus esofagus dan

sebagian oleh refleks-refleks yang dihantarkan melalui serat-serat aferen vagus

dari esofagus ke medula dan kemudian kembali lagi ke esofagus melalui

serat-serat eferen vagus.

Susunan otot faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah otot

lurik,. Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh impuls

saraf rangka dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada dua pertiga

bagian bawah esofagus, ototnya merupakan otot polos, namun bagian

esofagus ini juga secara kuat diatur oleh saraf vagus yang bekerja melalui

hubungannya dengan sistem saraf mienterikus. Sewaktu saraf vagus yang

menuju esofagus terpotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus

esofagus menjadi cukup terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltik

sekunder yang kuat bahkan tanpa bantuan dari refleks vagal. Karena itu, sesudah

paralisis refleks penelanan, makanan yang didorong dengan cara lain ke dalam

esofagus bagian bawah tetap siap untuk masuk ke dalam lambung.

Sekresi esofagus seluruhnya berkarakter mukoid dan terutama memberi

fungsi pelumasan untuk menelan. Bagian utama dari esofagus dikelilingi oleh

beberapa kelenjar mukus sederhana; tetapi pada bagian ujung lambung, dan

dalam jumlah lebih kecil pads bagian awal esofagus, terdapat beberapa kelenjar

mukus campuran. Mukus yang disekresi oleh kelenjar campuran pada esofagus
bagian atas akan mencegah cedera mukosa akibat makanan yang bare saja masuk,

sedangkan kelenjar campuran di dekat sambungan esofagogastrik akan

melindungi dinding esofagus dari pencernaan oleh getah lambung yang Bering

kembali dari lambung masuk lagi ke bagian bawah esofagus. Walaupun ads fungsi

pelindung, tukak lambung kadang-kadang dapat terjadi pads ujung gastrik

esofagus.

Lambung

Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang

fungsi utamanya adalah menambah cairan pada makanan yang dimakan,

mengubah-nya menjadi bubur yang liat dan melanjutkan proses pencernaan. Pada

organ ini dapat ditemukan tiga daerah dengan struktur histologis yang berbeda:

koipus, fundus, dan pilorus. Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel

torab yang mengsekresi mukus (PAS-positif) yang dibeda-kan dari sel-sel goblet

oleh inti mereka, yang tidal; gepeng pada basal sel, tetapi bulat dan di tengah-

tengah. Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang

dinamakan rugae. Dalam lipatan-lipatan, depresi atau invaginasi epitel pern-

batasnya menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang

dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae. Di seluruh mukosa, sejumlah

kelenjar-kelenjar mukosa kecil, yang terletak jauh di dalam lamina propria,

bermuara ke dalam dasai pit (sumur) ini. Masing-masing dari 3 bagian lambung

ini mengandung kelenjar-kelenjar gastrik dengan struktur yang berbeda,

sedangkan gastric pit mempunyai morfologi yang sama pada semua bagian
lambung. Kelenjar-kelenjar gastrik terletak dalam lamina propria dan tidak pemah

meluas melalui muskularis mukosa sampai ke dalam submukosa. Lamina propria

lambung terdiri atas jaringan penyambung jarang yang diselingi dengan sel-sel

otot polos dan limfoid.

Selain sel-sel yang menyekresi mukus, yang mengelilingi seluruh

permukaan lambung, mukosa lambung mempunyai dua tipe kelenjar tubular yang

penting: kelenjar oksintik (atau gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik

(pembentuk asam) menyekresi asam hidroklorida, pepsinogen, faktor intrinsik,

dan mukus. Kelenjar pilorik terutama menyekresi mukus untuk melindungi

mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen dan, yang sangat penting, hormon

gastrin. Kelenjar oksintik terletak pads bagian dalam korpus dan fundus

lambung, meliputi 80 persen bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik

terletak pads bagian antral lambung.

Berbagai organisasi mukosa yang membatasi berbagai bagian lambung

dibicarakan di bawah :

Daerah kardia

Kardia merupakan pita sirkuler sempit pada peralihan antara oesofagus

dan lambung. Lamina proprianya mengandung kelenjar-kelenjar kardia tubular

simpleks bercabang. Bagian terminal kelenjar-kelenjar ini seringkali bergelung

dan sering mempunyai lumen yang besar. Sel-sel sekresi mereka menghasilkan

mukus. Kelenjar-kelenjar ini struktur-nya sama seperti kelenjar kardia bagian

terminal oesofagus dan mengandung (dan mungkin mengsekresi) enzim lisosom.


Korpus dan Fundus

Lamina propria daerah-daerah ini terisi oleh kelenjar gastrik tubulosa

bercabang yang bermuara ke dalam dasar gastric pit. Sel-sel dan susunan dalam

kelenjar-kelenjar ini tidak uniform. Biasanya mereka dianggap terdiri atas 3

bagian dari ujung gastric pit sampai dasar kelenjar istmus, leher dan basis.

Terdapat 6 jenis sel yang aspek, fungsi, dan lokalisasi kelenjar akan dibicarakan:

(1) sel-sel mukus istmus, (2) sel-sel parietal (oksintik), (3) Sel-sel mukus leher,

(4) chief cells (sel zimogenik), (5) Sel-sel argentafin, dan (6) Sel-sel yang

menghasilkan zat seperti glukagon.

Pilorus

Pilorus terdapat jauh di dalam gastric pit di mana bermuara kelenjar

tubular atau cabang-cabang kelenjar tubular, kelenjar pilorus yang sama seperti

kelenjar bagian kardia. Pada daerah pilorus terdapat kelenjar bergelung pendek

dan pit yang panjang keadaan yang berlawanan dengan daerah kardia. Kelenjar-

kelenjar ini mengandung (dan mungkin mengsekresi) cukup banyak enzim

lisosom. Sel-sel gastrin (G) terletak antara sel-sel mukus kelenjar pilorus. Sel-sel

ini mengeluarkan gastrin, yang mengakibatkan pengeluaran asam dalam kelenjar-

kelenjar lambung.

FUNGSI MOTORIK LAMBUNG

Fungsi motorik dari lambung ada tiga: (1) pe nyimpanan sejumlah

besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam duodenum, (2)

pencampuran makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu
campuran setengah cair yang disebut kimus, dan (3) pengosongan makanan

dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai

untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus.

Gambar menunjukkan anatomi dasar dari lambung. Secara anatomis,

lambung dapat dibagi menjadi dua bagian besar: (1) korpus dan (2) antrum.

Secara fisiologis, lebih tepat dibagi menjadi (1) bagian "oral",yang

merupakan sekitar dua pertiga pertama dari korpus, dan (2) dan bagian

"kaudal", yang merupakan sisa dari korpus ditambah antrum.

Gambar Anatomi lambung

Fungsi Penyimpanan dari Lambung

Sewaktu makanan masuk ke dalam lambung, makanan membentuk

lingkaran konsentris di bagian oral lambung, makanan yang paling baru

terletak paling dekat dengan pembukaan esofagus dan makanan yang

paling akhir terletak paling dekat dengan dinding lambung. Secara normal, bila
makanan memasuki lambung, "refleks vasovagal" dari lam- bung ke batang

otak dan kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam

dinding korpus lambung sehingga dinding dapat menonjol keluar secara

progresif, menampung jumlah makanan yang makin lama makin banyak sampai

suatu batas di many lambung berelaksasi sempurna, yaitu sekitar 1,5 liter.

Tekanan dalam lambung tetap rendah sampai batas ini tercapai.

Pencampuran dan Pendorongan Makanan dalam Lambung—Irama Listrik

Dasar dari Lambung

Getah pencernaan dari lambung disekresikan oleh kelenjar gastrik, yang

menutupi hampir seluruh din-ding korpus lambung kecuali sepanjang garis di

kurvatura minor lambung. Sekresi ini terjadi dengan segera saat berkontak

dengan bagian makanan yang disimpan yang terletak berhadapan dengan

permukaan mukosa lambung; saat lambung berisi makanan, gelombang

konstriktor peristaltik yang lemah, juga disebut gelombang pencampur,

mulai timbul di bagian tengah dinding lambung dan bergerak ke arah antrum

sepanjang dinding lambung sekitar satu kali setiap 15 sampai 20 detik. Pada

sebagian besar traktus gastrointestinal, gelombang ini tidak cukup kuat untuk

menyebabkan kontraksi kecuali mereka menimbulkan potensial aksi yang

superimposed, tetapi di dalam lambung puncak positifnya seringkali meningkat

di atas nilai ambang untuk perangsangan bahkan tanpa potensial aksi.

Sewaktu gelombang konstriktor berjalan dari korpus lambung ke dalam

antrum, gelombang menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat clan

menimbulkan cincin konstriktor peristaltik yang kuat yang menclorong isi


antrum di bawah tekanan tinggi ke arah pilorus. Cincin konstriktor ini juga

memainkan peranan yang sangat penting dalam mencampur isi lambung

melalui cara berikut: Setiap, kali gelombang peristaltik berjalan melewati

antrum menuju pilorus, is menembus sampai ke dalam isi antrum. Tetapi

pembukaan pilorus cukup sempit sehingga hanya beberapa mililiter atau bahkan

sedikit sekali isi antrum yang dikeluarkan ke dalam duodenum pada setiap,

gelombang peristaltik. Demikian juga, Sewaktu setiap gelombang peristaltik

mendekati pilorus, otot pilorus itu sendiri berkontraksi, yang selanjutnya

menghalangi pengosongan melalui pilorus. Oleh karena itu, sebagian besar isi

antrum akan disemprotkan ke belakang melalui cincin peristaltik menuju

korpus lam-bung. Jadi, .gerakan cincin konstriktif peristaltik, digabung

dengan kerja penyemprotan ini, disebut "retropulsi," adalah mekanisme

pencampuran dari lambung yang sangat penting.

Sesudah makanan bercampur dengan cairan lambung, hasil

campuran yang berjalan ke usus disebut kimus. Derajat keenceran kimus

bergantung pada jumlah relatif makanan clan sekresi lam- bung Berta pada

derajat pencernaan yang telah terjadi. Ciri-ciri kimus adalah keruh, seperti

susu setengah cair atau seperti pasta.

Selain kontraksi peristaltik yang terjadi ketika makanan terdapat di

dalam lambung, terdapat suatu jenis kontraksi lain yang kuat, disebut

kontraksi lapar, Bering terjadi bila lambung telah kosong selama beberapa

jam atau lebih. Kontraksi ini adalah kontraksi peristaltik yang ritmis di
dalam korpus lambung. Ketika kontraksi tersebut menjadi sangat kuat,

kontraksi-kontraksi ini bersatu menimbulkan kontraksi tetanik yang kontinu

selama 2 sampai 3 menit.

Kontraksi lapar terjadi paling kuat pada orang muds yang sehat

dengan derajat tonus gastrointestinal yang tinggi; kontraksi juga dapat sangat

ditingkatkan oleh kadar gula darah yang rendah.

Bila kontraksi lapar terjadi di dalam lambung, orang kadang-kadang

mengalami sensasi nyeri pada bagian bawah lambung, disebut hunger pangs

(rasa nyeri menclaclak waktu lapar). Hunger pangs biasanya ticlak terjadi

sampai 12 hingga 24 jam sesudah masuknya makanan yang terakhir; pada

kelaparan, hunger pangs mencapai intensitas terbesar dalam waktu 3 sampai

4 hari, dan kemudian melemah secara bertahap pada hari-hari berikutnya.

Pengaturan Pengosongan Lambung

Kecepatan pengosongan lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan

duodenum. Akan tetapi, duodenum memberi sinyal yang lebih kuat, selalu

mengontrol pengosongan kimus ke dalam duodenum pada kecepatan yang tidak

melebihi kecepatan kimus dicerna dan diabsorbsi dalam usus halus.

Pankreas

Pankreas, yang terletak sejajar dan di belakang lambung,

merupakan kelenjar campuran yang besar dengan struktur bagian dalam

yang hampir sama seperti kelenjar saliva. Selain menyekresi insulin


oleh pulau-pulau Langerhans di dalam pankreas, enzim-enzim pencer -

naan disekresikan oleh sel-sel asini, clan sejumlah besar larutan natrium

bikarbonat disekresi oleh kedua duktulus kecil dan duktus lebih besar yang

berasal dari asini. Produk kombinasi ini kemudian mengalir melalui duktus

pankreatikus yang panjang, yang biasanya bergabung dengan duktus

hepatikus tepat sebelum mengeluarkan isinya ke duodenum melalui

papila Vateri yang dikelilingi oleh sfingter Oddi. Getah pankreas

disekresikan paling banyak sebagai respons terhadap, keberadaan kimus di

bagian atas usus halus, clan karakteristik dari getah pankreas ditentukan sampai

batasan tertentu oleh jenis makanan dalam kimus.

Sekresi pankreas mengandung enzim-enzim untuk mencernakan tiga jenis

makanan utama: protein, karbohidrat, clan lemak. Sekresi ini juga

mengandung sejumlah besar ion bikarbonat, yang memegang peranan

penting dalam menetralkan asam kimus yang dikeluarkan dari lambung ke dalam

duodenum. Enzim-enzim proteolitik yang paling penting adalah tripsin,

kimotripsin, dan karboksipolipeptidase. Yang kurang penting adalah beberapa

elastase clan nuklease. Sejauh ini, yang paling banyak adalah tripsin. Tripsin

dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein yang dicerna

menjadi peptida berbagai ukuran tetapi tidak menyebabkan pelepasan asam-

asam amino bentuk tunggal. Sebaliknya, karboksipolipepticlase akan

memecahkan beberapa peptida menjadi asam-asam amino bentuk tunggal, jadi

menyelesaikan pencernaan sebagian besar protein menjadi bentuk asam

amino. Enzim pencernaan pankreas untuk karbohidrat adalah amilase pankreas,


yang akan menghidrolisis serat, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain

(kecuali selulosa) untuk membentuk disakaricla clan beberapa trisakarida. Enzim

utama untuk mencerna lemak adalah lipase pankreas, yang mampu

menghidrolisis lemak netral menjadi asam lemak clan monogliserida; kolesterol

esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester kolesterol; clan fosfolipase,

yang memecah asam lemak dari fosfolipid.

Tiga rangsangan dasar yang penting dalam menyebabkan sekresi pankreatik:

1. Asetilkolin, yang dilepaskan dari ujung-ujung nervus vagus parasimpatis

demikian juga dari saraf-saraf kolinergik di dalam sistem saraf enterik.

2. Kolesistokinin, yang disekresikan oleh mukosa duodenum clan jejenum

bagian alas ketika makanan masuk ke dalam usus halus.

3. Sekretin, yang disekresikan oleh mukosa duodenum dan jejenum yang

sama ketika makanan yang sangat asam masuk ke usus halus.

Usus Halus

Dalam usus halus, proses-proses pencernaan diselesaikan dan hasil-hasil

pencernaan diabsorpsi. Usus halus relatif panjang kira-kira 6 m dan ini

memungkinkan kontak yang lama antara makanan dan enzim-enzim pencernaan

serta antara hasil-hasil pencernaan dan sel-sel absorptif epitel pembatas. Usus

halus terdiri atas 3 segmen: duodenum, jejujum, dan ileum. Ketiga segmen

tersebut mempunyai banyak sifat-sifat umum saluran pencernaan dan akan di-

bicarakan bersama-sama.

Dalam usus halus, proses pencernaan diselesaikan dan hasil-hasilnya


diabsorpsi. Pencernaan lipid terutama terjadi sebagai akibat kerja lipase pankreas

dan empedu. Pada manusia, sebagian besar absorpsi lipid terjadi dalam duodenum

dan jejunum bagian atas.

Asam-asam amino dan monosakarida yang berasal dari pencernaan protein

dan karbohidrat diabsorpsi oleh sel-sel epitel oleh transport aktif tanpa korelasi

morfologis yang dapat dilihat. Pada binatang yang baru lahir, tetapi tampaknya

tidak pada manusia, pemindahan protein yang tidak dicemakan dari kolostrum

terjadi sebagai akibat proses pinositosis pada apeks sel. Dengan jalan ini, antibodi

yang disekresi ke dalam kolostrum dapat dipindahkan ke binatang muda suatu

aspek penting dari mekanisme kekebalan. Kemampuan untuk memindahkan

protein ini hampir hilang seluruhnya setelah beberapa hari dan minimal pada

dewasa. Pada penyakit-penyakit yang ditandai oleh kerusakan hebat sel-sel epitel,

pemindahan protein yang tidak dicemakan ke darah meningkat dengan nyata.

Adanya lipatan-lipatan, vili, dan mikrovili sangat menambah permukaan pem-

batas usus halus suatu sifat penting pada organ di mana terjadi absorpsi dengan

hebat. Telah dihitung bahwa adanya vili menambah permukaan usus halus 8 kali,

sedangkan mikrovili menambah permukaan 20 kali. Kedua tonjolan ini

bertanggung jawab akan peningkatan 160 kali permukaan usus halus.

Proses lain yang mungkin penting akan fungsi usus halus adalah

pergerakan berirama vili. Ini akibat kontraksi dari 2 sistem sel yang terpisah. Sel-

sel otot polos berjalan vertikal antara muskularis muko-sae dan ujung vili dapat

berkontraksi dan memper-pendek vili. Dalam rangka menambah kontraksi vili,

jala-jala kontraktil miofibroblas merentangkan vili ke samping. Bila sel-sel ini


berkontraksi, vilus yang gemuk pendek, yang berkontraksi sebelumnya

Kembali ke tinggi asalnya. Pergerakan yang asinkron ini terjadi dengan

kecepatan beberapa kali per menit. Selama pencernaan, kecepatannya meningkat;

pada binatang yang puasa, kecepatannya jauh lebih rendah. Kontraksi ini juga cenderung

mengosongkan pembuluh limfe dan mendorong cairan limfe dan metabolit-metabolit

yang diabsorpsi ke pembuluh limfe mesenterik.

Filamen-filamen yang terdapat dalam mikrovili terdiri dari aktin. Pergerakan

mikrovili memegang peranan penting dalam pencampuran lingkungan mikro suatu

peristiwa penting dalam proses absorpsi metabolit.

Pada gangguan yang ditandai oleh atrofi mukosa usus halus akibat infeksi atau

defisiensi nutrisi, absorpsi metabolit-metabolit sangat terganggu, mengakibatkan

sindroma malabsorpsi.

Seringkali, limfosit terdapat antara sel-sel epitel usus halus. Pendapat luas

beranggapan bahwa sel-sel ini bermigrasi ke lumen usus di mana mereka dicernakan

masih dipertentangkan, dan beberapa ahli berpendapat bahwa limfosit dalam epitel

usus halus bermigrasi kembali ke lamina propria dan dari sini kembali ke pembuluh

limfe.

Gerakan Peristaltik Pada Usus Halus

Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Ini dapat

terjadi pada bagian usus halus mana pun, clan bergerak menuju anus dengan

kecepatan 0,5 sampai 2,0 cm/detik, lebih cepat di usus bagian proksimal clan

lebih lambat di usus bagian terminal. Gelombang peristaltik tersebut secara


normal sangat lemah dan biasanya berhenti sesudah menempuh jarak 3 sampai 5

sentimeter, sangat jarang lebih jauh dari 10 sen timeter, sehingga

pergerakan kimus juga sangat lambat, begitu lambatnya sehingga pergerakan net

kimus sepanjang usus halus rata-rata hanya 1 cm/menit. Ini berarti bahwa

dibutuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk perjalanan kimus dari pilorus sampai

ke katup ileosekal.

Aktivitas peristaltik usus halus sangat meningkat sesudah makan. Hal ini

sebagian disebabkan oleh awal masuknya kimus ke dalam duodenum tetapi

juga oleh apa yang disebut refleks gastroenterik yang dimulai dengan

peregangan lambung dan diteruskan terutama melalui pleksus mienterikus dari

lambung turun di sepanjang dinding usus halus.

Selain sinyal saraf yang mempengaruhi peristaltik usus halus, terdapat

beberapa faktor hormonal yang mempengaruhi peristaltik. Faktor hormonal

tersebut meliputi gastrin, insulin, dan serotonin, semuanya meningkatkan

motilitas usus dan disekresikan se-lama berbagai face pencernaan makanan.

Sebaliknya, sekretin dan glukagon menghambat motilitas usus. Makna kuantitatif

dari masing-masing faktor hormonal ini untuk pengaturan motilitas masih

dipertanyakan.

Fungsi gelombang peristaltik dalam usus halus tidak hanya

menyebabkan pendorongan kimus ke arah katup ileosekal tetapi juga

menyebarkan kimus sepanjang mukosa usus. Sewaktu kimus memasuki usus

dari lambung clan menimbulkan peregangan awal usus proksimal,


gelombang peristaltik yang timbul segera mulai menyebarkan kimus di

sepanjang usus; proses ini makin meningkat sewaktu kimus tambahan

masuk ke duodenum. Pada waktu mencapai katup ileosekal, kimus kadang-

kadang dihambat selama beberapa jam sampai orang tersebut makan makanan

yang lain, ketika refleks gastroenterik (juga disebut gastroileal) yang baru

meningkatkan peristaltik dalam ileum serta mendorong kimus yang

terhambat tadi melewati katup ileosekal masuk ke dalam sekum.

Usus Besar

Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa lipatan kecuali pada bagian

distalnya (rektum). Tidak terdapat vili pada bagian usus ini. Epitel yang membatasi

adalah toraks dan mempunyai daerah kutikula tipis. Kelenjar intestinal Lieberkuhn

adalah panjang dan ditandai oleh banyak sel goblet dan sedikit sel argentafin. Organ ini

cocok sebagai fungsi utamanya : absorpsi air dan pembentukan massa feses ditambah

pembentukan mukus dan pelumasan permukaan mukosa.

Lamina propria kaya akan sel-sel limfoid dan nodulus limfatikus, Nodulus

sering menyebar ke dalam dan menginvasi submukosa. Lapisan otot terdiri atas pita-pita

longitudinal dan sirkuler. Lapisan ini berbeda dari usus halus karena serabut-serabut

lapisan longitudinal yang terletak di luar bersatu dalam 3 pita longitudinal tebal yang

dinamakan teniae coli. Pada bagian bebas kolon, lapisan serosa ditandai oleh suatu

tonjolan pedunkulosa yang terdiri atas jaringan adiposa appendices epiploiciae.

Pada daerah anus, membran mukosa mempunyai sekelompok lipatan

longitudinal, collum rectalis Morgagni. Sekitar 2 cm di atas lubang anus mukosa usus

diganti oleh epitel berlapis gepeng. Pada daerah ini, lamina propria mengandung pleksus
vena-vena besar yang bila melebar berlebihan dan mengalami varikosa mengakibatkan

hemoroid.

Sekresi yang dominan pada usus besar adalah mukus. Mukus ini

mengandung sejum]an besar ion bikarbonat yang disebabkan oleh

transpor aktif melalui sel-sel epitel lain yang terletak di antara sel epitel

yang menyekresi mukus. Kecepatan sekresi mukus terutama diatur oleh

rangsangan taktil, langsung dari sel-sel mukus pada permukaan mukosa

dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel-sel mukus pada kriptus

Lieberkiihn. Rangsangan nervus pelvikus, yang membawa persarafan

parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal usus besar, juga

mengakibatkan kenaikan jumlah sekresi mukus yang nyata.

GERAKAN-GERAKAN KOLON

Fungsi utama kolon adalah (1) absorpsi air dan elektrolit dari

kimus dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah

bagian proksimal kolon, terutama berhubungan dengan absorpsi, dan setengah

bagian distal, berhubungan dengan penimbunan. Karena tidak diperlukan

pergerakan intensif untuk fungsi-fungsi ini, maka pergerakan kolon secara

normal sangat, sangat lambat. Meskipun lambat, pergerakannya masih

mempunyai karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan sekali

lagi dapat dibagi menjadi gerakan-gerakan mencampur dan gerakan-gerakan

mendorong.
GERAKAN-GERAKAN MENCAMPUR—HAUSTRASI.

Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerakan segmentasi dalam

usus halus, konstriksi-konstriksi sirkular yang besar terjadi dalam usus

besar. Pada setiap titik konstriksi ini, kira-kira 2,5 sentimeter otot sirkular akan

berkontraksi, kadang-kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir

tersumbat. Pada saat yang sama, otot longitudinal kolon, yang terkumpul

menjadi tiga pica longitudinal dan disebut taenia coli, akan berkontraksi.

Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular dan longitudinal menyebabkan

bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol ke luar menjadi seperti-

kantong yang disebut haustrae. Kontraksi haustrae, sekali timbul, biasanya

mencapai intensitas puncak dalam waktu sekitar 30 detik dan kemudian

menghilang selama 60 detik berikutnya. Kadang-kadang kontraksi jugs

bergerak lambat ke arah anus selama masa kontraksinya, terutama pada

sekum dan kolon asenden, dan karena itu menye babkan sejumlah kecil

dorongan isi kolon ke depan. Beberapa menit kemudian, timbul kontraksi haustrae

yang baru pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena itu, materi feses

dalam usus besar secara lambat diaduk dan diputar dengan cara yang hamper

sama seperti orang menyekop tanah. Dengan cara ini, semua materi feses secara

bertahap bersentuhan dengan permukaan usus besar, dan cairan beserta zat-zat

terlarut secara progresif diabsorbsi hingga tinggal 80 sampai 200 mililiter dari

muatan kimus harian yang dilepaskan menjadi feses.


GERAKAN-GERAKAN MENDORONG "GERAKAN MASSA."

Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus, jarang timbul

pada sebagian besar kolon. Sebaliknya, hampir semua dorongan ditimbulkan

oleh (1) pergerakan lambat ke arah anus oleh kontraksi haustrae, yang baru

dibicarakan dan (2) gerakan massa (mass movement).

Banyak dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan

oleh kontraksi haustrae yang lam-bat tetapi berlangsung persisten, yang

membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus hanya dari

katup ileosekat ke kolon transversum, sementara kimusnya sendiri menjadi

berkualitas feses dan menjadi Lumpur setengah padat bukan setengah cair.

Dari awal kolon transversum sampai sigmoid, pergerakan massa terutama

mengambil alih pecan pendorongan. Gerakan ini biasanya hanya terjadi satu

sampai tiga kali setiap hari, paling lama kira-kira 15 menit selama jam pertama

sesudah makan pagi.

Pergerakan massa adalah jenis peristaltik yang termodifikasi yang ditandai

oleh rangkaian peristiwa sebagai berikut: Pertama, timbul sebuah cincin kon-

striksi pada titik yang teregang atau teriritasi di kolon, biasanya pada kolon

transversum, dan kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 sentimeter

atau lebih hingga ke tempat konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan

malah berkontraksi sebagai satu unit, mendorong materi feses dalam segmen ini

untuk menuruni kolon. Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang

lebih besar selama kira-kira 30 detik, dan kemudian terjadi relaksasi selama 2

sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi pergerakan massa yang lain, kali ini
mungkin berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh rangkaian

pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan

kelak mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari

berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum,

akan terasa keinginan untuk defekasi.

Pencetusan Pergerakan Massa oleh Refleks Gastrokolik dan Refleks

Duodenokolik. Timbulnya pergerakan massa sesudah makan dipermudah oleh

refleks gastrokolik dan duodenokolik. Refleks ini disebabkan oleh peregangan

lambung dan duodenum. Refleks tersebut tidak timbul sama sekali atau hamper

tidak sama sekali bila saraf-saraf ekstrinsik diangkat; oleh karena itu, refleks ini

hampir secara pasti dihantarkan melalui saraf-saraf ekstrinsik sistem saraf

otonom.

Iritasi dalam kolon dapat juga menimbulkan pergerakan massa yang kuat.

Sebagai contoh, seseorang yang menderita tukak kolon (kolitis ulserativa) Bering

mengalami pergerakan massa yang menetap hampir setiap saat.

Pergerakan massa dapat juga ditimbulkan oleh perangsangan kuat sistem

saraf parasimpatis atau peregangan yang berlebihan pada satu segmen kolon.

DEFEKASI

Sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Hal ini Sebagian adalah

akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah sekitar 20

sentimeter dari anus pada perbatasan antara sigmoid dan rektum. Di sini terdapat

juga sebuah sudut tajam yang menambah resistensi terhadap pengisian rektum.
Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, secara

normal timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum

dan relaksasi sfingter anus.

Pendorongan massa feses yang terns menerus melalui anus dicegah oleh

kontraksi tonik dari (1) sfingter ani internus, penebalan otot polos sirkular

sepanjang beberapa sentimeter yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2)

sfingter ani ekstemus, yang terdiri dari otot lurik volunter yang mengelilingi

sfingter internus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh

serat-serat saraf dalam nervus pudendus, yang merupakan bagian dari sistem

saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, kesadaran;

secara tidak sadar, sfingter biasanya secara terns-menerus mengalami

konstriksi kecuali bila ada impels kesadaran yang menghambat konstriksi.

Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Salah satu dari refleks-

refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik

setempat. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila feses memasuki rektum,

peregangan dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar

melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltik di dalam

kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke arah anus.

Akan tetapi, refleks defekasi intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya bersifat

relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya

harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain, sebuah refleks defekasi

parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula spinalis. Bila ujung-ujung

saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke dalam


medula spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke kolon desenden,

sigmoid, rektum, dan anus melalui serat-serat saraf parasimpatis dalam nervus

pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltik

dan juga merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks

defekasi intrinsik dari suatu gerakan yang lemah menjadi suatu proses defekasi

yang kuat, yang kadang-kadang efektif dalam pengosongan uses besar secara

sekaligus dari fleksura splenikus kolon sampai ke anus.

Demikian pula, sinyal-sinyal aferen yang masuk ke medula spinalis

menimbulkan efek-efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glotis,

dan kontraksi otot-otot dinding perut untuk mendorong isi feses dari kolon turun

ke bawah dan pada saat yang bersamaan menyebabkan dasar pelvis terdorong ke

bawah dan menarik keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses.


DAFTAR PUSTAKA

Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology).

Edisi ke sembilan. Jakarta. EGC.

Junqueira LC., Carneiro J. 1980. Histologi Dasar. 3rded. Jakarata.EGC. p. 309-335

Price SA., Wilson LM.1995. Pathophysiology, Clinical Concepts of Disease

Processes. 4thed. Philadelphia. Mosby Year Book Inc.

Anda mungkin juga menyukai