Anda di halaman 1dari 6

Geologi Indonesia 1 (Van Bemmelen, 1949)

BAB 1
FISIOGRAFI
1.1 TINJAUAN UMUM
1.1.1 Ruang Lingkup Pembahasan
Topik pembahasan buku ini adalah geologi India Timur, yaitu suatu kepulauan yang terletak antara 6 oLU dan 11oLS serta
antara 95oBT dan 140oBT. Wilayah ini bukan merupakan satu kesatuan geotektonik, melainkan bagian tengah dari deretan pulau
yang terletak antara Benua Australia dan ujung tenggara Benua Erasia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra India. Jadi,
yang dimaksud dengan Kepulauan India Timur dalam pengertian ini mencakup pula Kepulauan Filipina, Sabah, Sarawak,
Brunei, Papua Nugini, Pulau Christmas, Kepulauan Andaman, dan Kepulauan Nicobar.
Guna memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai geologi wilayah tersebut, kita perlu memperhatikan pula tatanan
geologi daerah sekitarnya sedemikian rupa sehingga penelaahan kita akan mencakup daerah yang terletak antara 21 oLU dan
11oLS serta antara 92o12'BT dan 150o48'BT.
Luas total wilayah daratan di Kepulauan India Timur lebih kurang 2.832.161 km 2 yang mencakup sejumlah negara dengan
luas masing-masing sbb:
India Timur
Papua Nugini
Filipina
Sarawak, Sabah, dan Brunei
Andaman dan Nicobar
Pulau Christmas

1.920.000 km2
412.000 km2
296.000 km2
196.000 km2
8.000 km2
161 km2

Pulau-pulau besar (pulau yang luasnya > 10.000 km 2) di wilayah ini ada 19 buah (tabel 1-1). Disamping itu di Kepulauan India
Timur tersebar beribu-ribu pulau kecil yang luasnya berkisar mulai dari beberapa puluh meter persegi hingga beberapa ribu
meter persegi.
Tabel 1-1. Pulau-pulau di India Timur yang luasnya lebih dari 10.000 km 2.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Pulau
Irian
Kalimantan
Sumatra
Sulawesi
Jawa
Luzon
Mindanao
Timor
Halmahera
Seram
Flores
Sumbawa
Samar
Negros
Sumba
Palawan
Panay
Bangka
Mindoro

Luas (km2)
805.000
736.000
435.000
172.000
127.000
106.000
96.000
32.000
18.000
17.000
15.000
13.000
13.000
13.000
12.000
12.000
12.000
11.000
10.000

Posisi fisiografi Kepulauan India Timur dalam konstelasi belahan bumi bagian timur diperlihatkan pada gambar 1-1.
Peta topografi yang digunakan sebagai dasar untuk peta-peta geologi di India Timur sebagian besar dibuat oleh
Topographical Survey of Netherland Indies. Ikhtisar laporan terakhir mengenai hasil-hasil penelitian lembaga tersebut ditulis oleh
Schepers (1941). Selama Perang Dunia II, dilakukan pula penelitian geografi pada beberapa daerah terpencil di Papua Nugini,
bagian timur Kepulauan India, dan Filipina. Penelitian-penelitian tersebut menghasilkan sejumlah besar data geografi, etnologi,
dan data lain. Laporan-laporan penelitian tersebut dilengkapi dengan sejumlah peta dan potret udara.
Wilayah-wilayah yang akan dibahas dalam buku ini, beserta batas-batas politiknya, dapat dilihat pada gambar 1-2. Gambar
1-3 memperlihatkan betapa luasnya wilayah yang menjadi bahan penelaahan kita.

Geologi Indonesia 1 (Van Bemmelen, 1949)

1.1.2 Denominasi
Seperti telah dikemukakan di atas, buku ini membahas tentang geologi kepulauan yang terletak antara Benua Australia dan
ujung tenggara Benua Asia. Wilayah ini oleh Sarasin disebut "Kepulauan Australasia" atau "Kepulauan Indo-Australia" (Zeuner,
1943). Istilah ini jarang digunakan. Selain itu, istilah tersebut tidak menjelaskan apakah Kepulauan Filipina termasuk didalamnya
atau tidak. Istilah "Kepulauan India" mudah diucapkan, namun istilah ini juga tidak menjelaskan apakah Kepulauan Filipina dan
Papua Nugini termasuk didalamnya atau tidak. Meskipun demikian, karena mudah mengucapkannya, istilah tersebut kadangkadang digunakan dalam buku ini untuk menunjukkan kepulauan yang terletak diantara Benua Asia dan Benua Australia.
India Timur oleh Logan (1850) dan Bastian (1884) disebut "Indonesia". Istilah ini sering disebut-sebut dalam kaitannya
dengan pengertian politik, bahkan kadang-kadang juga dalam makalah ilmiah. Sejak bulan Oktober 1948, istilah "Indonesia"
digunakan sebagai nama resmi untuk negara yang semula disebut sebagai India Timur. Istilah lain yang digunakan untuk
menamakan India Timur adalah "Insulinde". Istilah yang disebut terakhir ini diperkenalkan oleh Douwes Dekker (Multatuli) pada
1860.
Istilah "Kepulauan Malaya" sering digunakan untuk menamakan wilayah yang meliputi India Timur dan Kepulauan Filipina.
Namun, karena tidak memiliki kaitan sejarah dengan Malaya, Papua Nugini tidak dimasukkan ke dalam wilayah yang disebut
"Kepulauan Malaya". Istilah itu, meskipun sesuai untuk dipakai sebagai nama kepulauan yang terletak diantara Benua Asia dan
Papua Nugini, namun tampaknya kurang tepat untuk dipakai sebagai nama keseluruhan untuk daerah yang terletak diantara
Benua Asia dan Benua Australia.
Istilah "Kepulauan Sunda" juga memiliki pengertian yang terbatas dan hendaknya hanya digunakan untuk pulau-pulau yang
terletak di dalam dan di sekitar Paparan Sunda sebagaimana dilakukan oleh Cloos (1936, h. 425) dalam bukunya, Einfhrung in
die Geologie.
Istilah "Lautan Sunda" diberikan oleh Schott (1935) untuk menamakan perairan yang terletak antara Selat Malaka dan garis
(khayal) yang menghubungkan Kepulauan Filipina dan Pulau Irian. Namun, karena Kepulauan Maluku berada di luar wilayah
Sunda, maka istilah ini kurang tepat untuk digunakan sebagai nama wilayah perairan yang terletak diantara Benua Asia dan
Benua Australia. Laut-laut yang terletak di daerah itu disebut sebagai "Mediterania Austral-Asia" (Winkler Prins Encyclopedia,
edisi-5, 1937, vol. 12, hlm. 625).
Penulis memutuskan untuk memberi judul buku ini sebagai "The Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes".
Pemberian judul seperti itu menyiratkan bahwa materi bahasan dari buku ini berpusat pada tatanan geologi India Timur dan
bahwa tatanan geologi daerah lain yang terletak di sekitar India Timur juga turut dibahas didalamnya.
1.1.3 Kebenaan Geologi Kepulauan India Timur
Kepulauan India Timur merupakan bagian permukaan bumi yang tatanan geologinya paling kompleks. Kepulauan India Barat,
yang terletak diantara Amerika Utara dan Amerika Selatan, meskipun dalam banyak hal memperlihatkan kemiripan dengan
Kepulauan India Timur, namun tidak memperlihatkan bentuk dan struktur geologi yang demikian beragam sebagaimana yang
terlihat di Kepulauan India Timur (lihat gambar 1-4).
1.1.3.1 Sistem Pegunungan
Di India Timur, kita dapat mempelajari Sistem Pegunungan Tethys, rantai-rantai kepulauan yang terletak di bagian barat
Pasifik, dan Sistem Pegunungan Sirkum Australia yang saling jalin-menjalin. Kepulauan India Timur merupakan wilayah
perbatasan antara inti Benua Asia yang termasuk ke dalam bagian belahan bumi utara dengan daratan Gondwana yang
merupakan bagian dari belahan bumi bagian selatan. Pada wilayah tersebut, kedua benua itu direkatkan oleh proses-proses
pembentukan pegunungan yang terus menerus berada dalam keadaan aktif.
Di wilayah tersebut kita akan dapat membedakan adanya daerah yang relatif stabil, yakni Paparan Sunda di bagian baratlaut
dan Paparan Sahul di bagian tenggara. Daratan Sunda dikelilingi oleh Sistem Pegunungan Sirkum Sunda yang terletak pada
arah yang berbeda dengan Sistem Pegunungan Sirkum Australia.
Sistem Sirkum Sunda terdiri dari dua bagian utama. Pertama, bagian utara (Kepulauan Filipina) yang termasuk ke dalam
rantai kepulauan di bagian barat Pasifik. Kedua, bagian selatan yang membentuk suatu bagian dari Sistem Pegunungan Sunda
yang melampar mulai dari Maluku Selatan hingga Lembah Brahmaputra di Assam (India).
Sistem Pegunungan Sunda memiliki panjang sekitar 7000 km. Sistem pegunungan tersebut dapat ditelusuri keberadaannya
mulai dari Busur Banda di sebelah timur, kemudian melampar ke arah barat melalui Kepulauan Sunda Kecil, Jawa, Sumatra,
Kepulauan Andaman dan Nicobar, terus ke utara melalui Arakan Yoma (Myanmar), di tempat mana sistem pegunungan tersebut
bertemu dengan Sistem Pegunungan Himalaya dengan membentuk sudut pertemuan yang lancip.
Sistem Pegunungan Sunda merupakan salah satu sabuk pegunungan paling koheren di muka bumi. Panjang sistem
pegunungan tersebut dapat disejajarkan dengan panjang Cordillera de los Andes di Amerika Selatan. Sistem pegunungan
tersebut disusun oleh dua sabuk sejajar, yakni: (1) busur dalam yang berupa pegunungan; (2) busur luar yang berupa rantai
kepulauan dan punggungan bawahlaut. Busur dalam bersifat vulkanik, sedangkan busur luar non-vulkanik.
Sistem Sirkum Australia memanjang pada tulang belakang Papua Nugini, kemudian memanjang ke arah timur dan selatan
melalui pulau-pulau yang terletak di sebelah timur Australia, hingga Selandia Baru. Sistem pegunungan tersebut mungkin masih
dapat ditelusuri keberadaannya di sepanjang punggungan bawahlaut yang terletak diantara Australia dan Antartika (yakni apa

Geologi Indonesia 1 (Van Bemmelen, 1949)

yang dikenal sebagai ambang Macquari) hingga tonjolan Kerguelen di bagian selatan Samudra India. Pada punggungan
samudra India terdapat sebuah cabang yang menuju ke utara, melalui Kepulauan Cocos, kemudian berlanjut menuju Pulau
Christmas, hingga mencapai bagian selatan Pulau Jawa. Segmen yang terletak diantara Pulau Christmas dan Papua Nugini
saling bertumpang-tindih dengan Sistem Pegunungan Sunda. Satuan geotektonik lain dibentuk oleh sistem pegunungan yang
memanjang mulai dari Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya, melalui bagian utara Pulau Irian, hingga mencapai kepulauankepulauan milik Inggris.
1.1.3.2 Cekungan-Cekungan Samudra
Tepian timurlaut dan baratdaya Mediterinia Austral-Asia dibatasi oleh cekungan-cekungan samudra: Cekungan Laut Cina
Selatan, Cekungan Filipina, dan Cekungan Carolina pada tepian yang berbatasan dengan Samudra Pasifik serta Cekungan
Indo-Australia pada tepian yang berbatasan dengan Samudra India. Cekungan-cekungant ersebut memiliki kedalaman rata-rata
4000-6000 meter. Cekungan-cekungan tersebut diperkirakan bukan merupakan cekungan samudra, melainkan daerah tepian
Benua Asia dan Australia yang mengalami penurunan.
Osilasi vertikal bongkah-bongkah besar kerak bumi yang diameternya mencapai ribuan kilometer menyebabkan bongkahbongkah itu menjadi cekungan samudra atau terangkat menjadi tinggian benua. Pergerakan-pergerakan epirogenetik tersebut
merupakan tipe pergerakan kerak bumi yang lebih besar daripada pergerakan bergelombang (atau "Plis de fond") yang
menyebabkan terbentuknya pegunungan dan cekungan-cekungan yang berdekatan dengannya. Pergerakan bergelombang
kerak bumi tersebut merupakan proses pembentukan pegunungan atau orogenesis dalam pengertian yang terbatas.
Epirogenesis dan orogenesis merupakan efek-efek gaya endogen kerak bumi. Kedua proses tersebut kini sedang
berlangsung dengan aktif di Kepulauan India Timur. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan dan pengangkatan yang disertai
dengan terjadinya gempabumi normal dan gempabumi dalam, anomali-anomali kesetimbangan isostasi, serta aktivitas vulkanik.
1.1.3.3 Seismisitas
Kepulauan India merupakan salah satu daerah yang seismitasnya paling aktif. Di Indonesia, setiap tahun terjadi sekitar 500
gempabumi. Fokus gempabumi terdalam ditemukan di Laut Flores, dimana fokus gempabumi tersebut terletak pada kedalaman
sekitar 720 km di bawah permukaan bumi.
1.1.3.4 Anomali-Anomali Gravitasi
Busur-busur luar dari Sistem Pegunungan Sirkum Sunda dialasi oleh akar pegunungan yang tidak terkompensasikan
sedemikian rupa sehingga menyebabkan terjadinya anomali-anomali isostatik negatif yang berarti (sabuk anomali negatif Vening
Meinesz). Anomali yang ditemukan diantara Sulawesi dan Halmahera merupakan anomali isostatik gravitasi terbesar di muka
bumi. Dengan menerapkan metoda reduksi isostasi regional yang diajukan oleh Vening Meinesz, nilainya sekitar 240 milidyne.
1.1.3.5 Vulkanisme
Sabuk dalam sistem-sistem orogen di Kepulauan India Timur dicirikan oleh aktivitas vulkanik yang kuat. Daerah ini
merupakan daerah vulkanik koheren paling aktif di dunia, dengan jumlah pusat vulkanik aktif paling tidak 177 buah. Selama lebih
dari 20 tahun Netherland Indies Volcanological Survey secara sistematis telah mengumpulkan data vulkanisme orogenik dari
daerah ini. Proses pengumpulan data tersebut agak unik, yuaitu dengan menggunakan para pengamat orang Indonesia yang
ditempatkan pada pos-pos pengamatan yang dilengkapi dengan concrete refuge tunnels. Aktivitas vulkanik dalam semua
jenjang evolusi geologi terjadi di sini. Jejak-jejak aktivitas vulkanik masa lalu dapat dipelajari melalui intrusi-instrusi hipabisal dan
abisal.
1.1.3.6 Relief Kerak Bumi
Perbedaan ketinggian antara rantai-rantai pegunungan dan cekungan-cekungan laut-dalam yang terletak disektiarnya sangat
besar. Lekuk Emden yang dalamnya 1030 dan terletak di Palung Filipina merupakan salah satu laut paling dalam yang pernah
terukur di muka bumi ini. Pegunungan Jayawijaya di Irian (dengan puncak Cartenz yang tingginya sekitar 5.030 meter)
merupakan daerah-daerah tinggian yang mencapai daerah-daerah tempat ditemukannya salju khatulistiwa.
1.1.3.7 Stratigrafi dan Paleontologi
Penelitian stratigrafi di wilayah ini telah banyak memberikan hasil yang menarik. Semua tipe fasies, mulai dari endapan
benua hingga sedimen abisal, ditemukan di wilayah ini. Di daerah ini dapat ditemujkan adanya perubahan-perubahan fasies
yang cepat, baik ke arah vertikal maupun lateral. Kolom sedimen Tersier (idio-)geosinklin mencapai ketebalan yang
mencengangkan (hingga 10.000-15.000 meter). Fasies sedimen yang ditemukan di tempat ini mencerminkan terjadinya osilasiosilasi diferensial-vertikal kerak bumi, baik yang berlangsung dengan sangat cepat (orogenesis) maupun yang sebagian
berlangsung dengan lambat (epirogenesis). Intrusi-intrusi batuan beku yang di beberapa tempat menembus sedimen-sedimen
itu menyebabkan terubahnya tekstur dan komposisi sedimen-sediment ersebut yang kadang-kadang mencapai tingkatan yang
demikian tinggi sedemikian rupa sehingga asal-usul partikel-partikel penyusun sedimen itu menjadi tidak dapat dikenal lagi.

Geologi Indonesia 1 (Van Bemmelen, 1949)

Sekis-sekis kristalin yang menjadi kompleks batuan dasar seringkali merupakan batuan poli-metamorf yang telah mengalami
lebih dari satu siklus pembentukan pegunungan. Di beberapa tempat batuan-batuan Tersier telah mencapai tingkat filitik.
Fosil-fosil flora dan fauna yang ditemukan dari wilayah ini telah mendorong diterbitkannya sejumlah publikasi paleontologi
oleh para ahli paleontologi yang termasyur. Hal ini pada gilirannya menyebabkan adanya kemajuan-kemajuan dalam budang
tersebut. Kita dapat melihat hasil penelitian fosil foraminifera oleh Douville, Rutten, Tan Sin Hok, Van der Klerk, Umbgrove,
Leroy, dll; hasil penelitian fosil moluska oleh Martin, Oostingh, Beets, van Regteren Altena, dll; hasil penelitian fosil koral oleh
Umbgrove dll; hasil penelitian fosil vertebrata oleh von Koenigswald, Hoojer, dll; hasil penelitian fosil Perm dan Mesozoikum di
Timor, Buru, Seram, Misool, dll oleh Wanner dan ahli-ahli lain; serta hasil-hasil penelitian fosil flora Permo-Karbon di Sumatra
dan Kalimantan oleh Jongmans.
1.1.3.8 Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas nampak bahwa gaya-gaya endogen sudah dan sedang sangat aktif bekerja di wilayah ini
sejak awal perkembangan sejarah geologinya. Selain itu, orogenesis sekarang masih terus bekerja pada kerak-kerak bumi yang
terletak diantara Benua Asia dan Australia. Jadi, Kepulauan India Timur merupakan suatu objek yang paling sesuai untuk
penelitian tektogenesis yang berkaitan dengan fenomena endogenetik seperti aktivitas magmatik (vulkanisme dalam arti luas),
seismisitas, dan anomali-anomali isostatik.
Dapat diharapkan bahwa sebagian besar cabang ilmu geologi akan dapat berkembang dengan diperolehnya hasil-hasil
penelitian di daerah ini. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cloos dalam bukunya Einfhrung in die Geologie (1936, h. 473),
Kepulauan India Timur meurpakan sumber konsepsi-konsepsi untuk menyelesaikan masalah-masalah evolusi geologi planet
bumi.
1.1.4 Flora dan Fauna
Pengetahuan kita mengenai flora dan fauna yang hidup di wilayah ini banyak diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang
dilakukan selama beberapa dekade terakhir. Ringkasan mengenai hasil-hasil penelitian flora disusun oleh Lam (1948), banyak
dipublikasikan melalui makalah-makalah ilmiah oleh para ilmuwan Belanda sejak tahun 1918 hingga 1943.
Fakta bahwa Kepulauan Malaya merupakan daerah pemisah benua Asia dan Australia menyebabkan wilayah ini merupakan
tempat yang ideal untuk mempelajari migrasi fauna. Hal ini pernah dikemukakan oleh A. R. Wallace (1860) dalam karangankarangan ilmiahy klasiknya, yang kemudian menjadi konsep-konsep dasar zoogeografi, "Pulau-pulau yang terletak di bagain
barat dan timur Kepulauan Malaya merupakan tempat-tempat yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kelompok-kelompok
zoologi paling jelas di dunia ini. Amerika dan Afrika, yang dipisahkan oleh Samudra Atlantik, tidak memperlihatkan perbedaan
kelompok-kelompok zoologi sejelas itu."
Pernyataan Wallace itu banyak benarnya. Garis pembatas yang memisahkan wilayah-wilayah yang kelompok-kelompok
zoologinya sangat berbeda itu disebut "garis Wallace." Sejak diperkenalkan, keberadaan garis itu telah mendapat banyak kritik.
Publikasi-publikasi zoologi India Timur yang paling lengkap ditemukan dalam bentuk buku-buku yang disusun oleh de Beoufort
(1926) dan Rensch (1936) serta dalam simposium yang disusun oleh Scrivenor dkk (1943). Beberapa makalah terakhir yang
membahas zoologi India Timur disusun oleh Zeuner (1942, 1943) dan Mayr (1944a, b). Dalam kaitannya dengan batas-batas
penyebaran fauna di kepulauan ini, Mayr (1944a) sampai pada kesimpulan sbb:
1. Garis Wallace bukan merupakan batas pemisah wilayah Benua Asia dan Australia, melainkan batas wilayah Paparan Sunda
yang pada kala Plistosen masih merupakan daratan.
2. Garis ekivalen yang merupakan batas wilayah Paparan Sahul, yang pada kala Plistosen juga masih merupakan daratan,
lebih kurang sama dengan garis yang memisahkan Irian dan Kepulauan Aru dengan Maluku dan Kepulauan Kei.
3. Garis Weber adalah garis pemisah pulau-pulau yang sanga tdipengaruhi oleh unsur-unsur Indo-Malaya dengan pulau-pulau
yang sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur Australo-Papua.
Garis-garis batas zoogeografi tersebut di atas dapat dilihat pada gambar 1-5. Pada gambar tersebut juga dilukiskan batas-batas
kedua paparan benua tersebut.
Hal lain yang menarik, selain migrasi unsur-unsur fauna, adalah penyebaran spesies tumbuhan keluarga Asia dan Australia.
Dalam kaitannya dengan hal ini kita perlu memperhatikan makalah-makalah yang disusun oleh Backer (1929), Docters van
Leeuwen (1936), dan Ernst (1934) yang membahas flora dan fauna Krakatau; Jongmans dan Gothan (1935) serta Jongmans
(1938b, 1941) yang membahas flora Paleozoikum Akhir di India Timur; Musper (1938b, 1939b) yang membahas tentang
stratigrafi fosil Tersier; Posthumus (1945) yang membahas hasil-hasil penelitian paleobotaninya di India Timur; serta van Steenis
(1934-1936) yang membahas asal-usul flora gunung Malaysia.
Sebuah sinopsis dari buku-buku penting yang membahas botani murni dan botani terapan di Malaysia dan terbit pada tahun
1921-1939 telah disusun oleh van Steenis (1939).
Di Kepulauan India dewasa ini diperkirakan paling tidak ada sekitar 24.000 spesies (2.200 genera) tumbuhan berbunga.
Sayang sekali, hingga dewasa ini belum ada orang yang melakukan penelitian yang menyeluruh terhadap keragaman flora India
Timur tersebut. Sejumlah teori yang diajukan untuk menjelaskan geografi tumbuhan Kepulauan India, baik dalam pengertian
statis (penyebaran geografis masa kini) maupun dalam pengertian dinamis (sejarah dan asal-usulnya), tidak didasarkan pada
penelitian yang menyeluruh terhadap kekayaan flora yang ada. Salah satu usaha pertama yang mencoba untuk menganalisis

Geologi Indonesia 1 (Van Bemmelen, 1949)

flora India Timur secara lengkap, dengan menggunakan statistika genera, dilakukan oleh van Steenis (1948). Penelitian itu
mendorongnya untuk mengajukan sejumlah mandala flora di wilayah ini. Makalah itu merupakan kesimpulan awal dari analisis
flora lengkap yang disusunnya dalam tiga jilid buku mengenai flora Melanesia (lihat van Stenneis, 1947).
1.1.5 Iklim
Dalam beberapa dekade terakhir banyak makalah penting yang membahas iklim dan meteorologi Kepulauauan India Timur
disusun oleh para ahli, terutama oleh para ahli yang tergabung dalam the Royal Magnetic and Meteorological Observatory yang
berkedudukan di Jakarta.
Sejumlah makalah mengenai iklim dan meteorologi wilayah ini juga dibuat di Belanda oleh W. van Bemmelen, B. Braak, S.
W. Visser, dan E. van Everdigen (lihat ringkasan yang ditulis oleh Braak, 1948).
Kepulauan India seluruhnya terletak diantara daerah-daerah beriklim tropis serta di dalam daerah beriklim monsoon IndoAustralia yang dicirikan oleh temperatur dan kelembaban tinggi serta hujan yang mellimpah. Di daerah-daerah pedataran
pantainya prosentase sinar matahari yang masuk mencapai 50-70%.
Karena adanya pengaruh Benua Asia dan Australia, wilayah ini merupakan tipe wilayah iklim monsoon yang paling luas di
dunia (lihat gambar 1-6).
Kepulauan Filipina sering dilanda badai topan, yaitu pusaran udara yang bergerak pada arah yang berlawanan dengan arah
perputaran jarum jam dan terbentuk di Samudra Pasifik. Angin tersebut sering berhembus ke arah Kepulauan Filipina. Bagian
utara Pulau Mindanao praktis selalu dikenai oleh angin ini. Demikian pula dengan sebagian besar Pulau Luzon.
Di bagian tenggara Kepulauan India iklimnya lebih kering karena dipengaruhi oleh antisiklon musim dingin dari Australia.
Karena itu, bagian timur Kepulauan Sunda Kecil bercirikan bentulahan savana (lihat gambar 1-7).
Bagian-bagian lain dari Kepulauan India Timur tertutup oleh hutan lebat, kecuali apabila hutan itu telah dirambah oleh
manusia. Di Pulau Jawa sekalipun, dengan kepadatan penduduk rata-rata beberapa ratus per kilometer persegi, 20-30%
wilayahnya masih tertutup oleh hutan lebat. Di daerah yang populasinya rendah, misalnya di bagian timur Kalimantan, lebih dari
90% wilayahnya merupakan hutan lebat.
Sekitar 2/3 wilayah Kepulauan Malaya tertutup oleh hutan lebat (lihat gambar 1-8).
Temperatur tahunan rata-rata pada permukaan air laut hanya sedikit di atas 26 oC (78,8oF) dengan kelembaban rata-rata
80%. Tingginya kelebaban, dan temperatur yang relatif panas, menyesakkan nafas. Walau demikian, panas itu seringkali agak
terkurangi karena adanya angin sehingga kondisi-kondisi kehidupan di wilayah itu jauh lebih menyenangkan. Diantara tempattempat konsentrasi pemukiman manusia, Surabaya memiliki temperatur rata-rata 26,4oC, Manila memiliki temperatur rata-rata
26,6oC. Keduanya merupakan wilayah perkotaan yang paling panas. Kota-kota pantai lain memiliki temperatur yang lebih
rendah: Jakarta 26,2oC; Makasar dan Menado 25,8oC; Balikpapan 25,7oC; dan Medan 25,2oC. Temperatur rata-rata untuk
wilayah pemukiman yang ada di daerah pegunungan jauh lebih rendah. Sebagai contoh, kota Bandung yang terletak pada
ketinggian 730 meter di atas muka air laut memiliki temperatur rata-rata 22,1oC dan Tosari yang terletak pada ketinggian 1735
meter di atas muka air laut memiliki temperatur rata-rata 15,9oC. Temperatur di wilayah itu biasanya memperlihatkan laju
penurunan 5,5-6oC setiap penaikan ketinggian sebanyak 1000 meter.
Setelah membandingkan iklim di Indonesia dengan iklim di negara-negara sekitarnya, Braak (1929) sampai pada
kesimpulan sbb:
"Meskipun panas di dataran pantai jauh dari menyenangkan, namun iklim itu justru jauh lebih enak dibanding iklim di daerahdaerah sekitarnya yang relatif jauh dari wilayah khatulistiwa. Temperatur tahunan rata-rata menurun sejalan dengan
bertambahnya posisi lintang, namun efek yang menguntungkan dari bulan-bulan musim dingin yang lebih dingin lebih dari
sekedar kondisi yang menyeimbangkan panas yang sukar untuk diterima pada bulan-bulan terpanas. Pada kasus ini, distribusi
temperatur yang lebih kurang sama sepanjang tahun justru lebih baik dibanding varietas iklim yang biasanya dianggap lebih
baik.
Kita dapat menyimpulkan, berdasarkan temperatur, bahwa pada daerah-daerah yang relatif jauh dari khatulistiwa kita justru
dapat menemukan zona-zona dengan iklim yang lebih menekan dibanding bulan-bulan terpanas di wilayah khatulistiwa. Angkaangka yang akan disebutkan di bawah ini (dalam satuan derajat Celcius), yang merepresentasikan wetbulb temperature pada
bulan-bulan terpanas, dapat mendukung kesimpulan tersebut di atas:
Jakarta 24,4; Shanghai 24,8; Manila 25,2; Hongkong 25,4; Port Darwin 25,4; Nha-trang (Annam) 25,8; Bombay 25,9; Madras
26,2; Kalkuta 26,4; Lahore 26,6; dan Hanoi 26,9.
Meskipun Jakarta dapat memberikan ketidaknyamanan pada saat mencapai temperatur maksimum, namun hal yang sama
juga berlaku di kota-kota lain yang terletak relatif jauh dari khatulistiwa. Di Kalkuta, misalnya saja, iklimnya hampir tidak
tertahankan lagi pada saat-saat yang paling panas."
Statistika rain-gauge untuk Kepulauan Hindia Timur pada 1934 memperlihatkan sebagian besar curah hujan tahunan ratarata berharga lebih dari 2000 mm:
Tabel 1-2

Geologi Indonesia 1 (Van Bemmelen, 1949)

Palu merupakan kota dengan curah hujan terendah (557 mm per tahun), sedangkan Tenjo di Jawa Tengah merupakan
tempat dengan curah hujan tertinggi (7026 mm per tahun).
Curah hujan tahunan rata-rata untuk Kepulauan Filipina adalah 2366 mm. Curah hujan tertinggi, sebesar 9038,3 mm/tahun,
terekam di stasiun pengamatan cuaca Baguio di dataran tinggi Luzon pada tahun 1911. Curah hujan tertinggi di Baguio, dalam
rentang waktu 24 jam, adalah 1168,1 mm (Smith, 1924, h. 35).
Hujan tropis, yang umumnya bersifat torrential, meskipun umumnya berlangsung dalamr entang waktu yang relatif pendek,
memiliki kebenaan geologi tersendiri. Hujan tropis, bersama-sama dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi,
menyebabkan terjadinya pelapukan yang cepat pada batuan sedemikian rupa sehingga denudasi di wilayah ini jauh lebih efektif
dibanding denudasi yang terjadi di wilayah yang beriklim sedang (Behrmann, 1921; Sapper, 1935).
1.1.6 Denudasi

Anda mungkin juga menyukai