Laporan Buku
Laporan Buku
JUDUL BUKU
PENGARANG
PENERBIT
TAHUN TERBIT
CETAKAN
KOTA TERBIT
TEBAL BUKU
HARGA BUKU
RC.No
ISBN
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
2.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
3.
BAB I : PENDAHULUAN
Pengertian sosiolinguistik
Kalau disimak dari beberapa definisi, maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah
cabang ilmu linguistik yang bersifat lnterdisipriner dengan ilmu sosiologi, dengan objek
penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.
Atau secara lebih operasional lagi seperti dikatakan Fishman (1972,1976 ,.....study of who speak
what language to whom and when"
Masalah-masalah sosiolinguistik
Konferensi sosiolinguistik pertama yang berlangsung di University ofCalifornia, Los Angeles
1964 telah merumuskan ada tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh dimensi
yang nerupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah
Identitas sosial dari penutun
Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi,
Lingkungan sosial tempat peristiwa tuiur terjadi,
Analisis sinkonik dan dialcronik dari calek-dialek sosial,
Penilaian totiuf yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentutc uiaran,
Tingkatan variasi dan ragarn linguistik, dan penerapan pratiis dari peneiitian sosiolinguistik
Kegunaan sosiolinguistik
Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan
menunjukan bahasa, ragam bahasaatau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita
berbicara dengan orang tertentu.
4. Komunikasi bahasa
Berlangsungnya komunikasi bahasa dapat digambarkan sebagai berikut:
4.
Berdasarkan hasil penelitian Labov dan uraian mengenai salah satu bahasa daerahyang ada di
Indonesia dapat disimpulkan bahwa memang ada kolerasi antara tingkat sosial masyarakat
dengan ragam bahasa yang digunakan.
BAB 4 : PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR
1. Peristiwa tutur
Adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih
yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, dalam
waktu, tempatdan situasi tertentu.
2. Tindak tutur
Jika peristiwa tutur merupakan gejala sosial maka tindak tutur merupakan gejala individual,
bersifat psikologis,dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penuturdalam
menghadapi situasi tertentu.
3. Tindak tutur dan pragmatik
Pragmatik merupakan menelaah makna menurut tafsiran pendengar.
1.
a)
b)
c)
d)
2.
a)
b)
c)
d)
Alih kode dan campur kode sangat sukar dibedakan bahkan menurut Hill dan Hill (1980:122)
tidak ada harapan untuk membedakan antar alih kode dengan campur kode.
Kesamaannya adalah digunakannya dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur.
BAB 8 INTERFERENSI DAN INTEGRASI
1. Interfensi
Pertama kali dikemukakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebutkan adanya perubahan sistem
suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahsa tersebut dengan unsur-unsur bahasa
lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.
2. Integrasi
Adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah
menjadi warga bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai bahasa pinjaman atau pungutan.
a)
b)
c)
Dapat dilihat bahwa sikap bahasa juga bisa mempengaaruhi seseorang untuk menggunakan suatu
bahasa dan bukan bahasa yang lain dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual.
2. PemilihanBahasa
Dimasyarakat yang diglosia untuk domain yang tidak formal, seperti keluarga, biasanya lebih
tepat digunakan bahasa ragam rendah, sedangkan dlam somain yang formal, seperti dalam
pendidikan penggunaan ragam bahasa tinggi lebih tepat. Maka pemilihan suatu bahasa atau
ragam bahasa dalam pendekatan sosiologis ini tergantung pada domainnya.
BAB 11 BAHASA DAN KEBUDAYAAN
1. Hakikat Kebudayaan
Kebudayaan melingkupi semua aspek dan segi kehidupan manusia. Lalu kalau kita lihat definisi
golongan maka bisa dikatakan apa saja perbuatan manusia dengan segala hasil dan akibatnya
adalah termasuk dalam konsep kebudayaan.
2. Hubungan Bahasadan Kebudayaan
3.
a)
b)
c)
d)
e)
Hubungan bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, dimana bahasa
berada dibawah lingkup kebudayaan. Namun bahasa juga bisa bersifat koordinatif yakni
hubungan sederajat yang kedudukannya sama tinggi dan saling melekat pada manusia.
Kalau kebudayaan adalah suatu sistem yang mengatur interaksi manusia didalam masyarakat,
maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi
itu. Dengan kata lain, hubungan yang erat itu berlaku sebagai kebudayaan merupakan sistem
yang mengatur interaksi manusia, sedangkan kebahasaan merupakan sistem yang berfungsi
sebagai sarana keberlangsungan sarana itu.
Etika Berbahasa
Etika bahasa erat kaitannya dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sitem bahsa
yang berlaku dalam suatu masayarakat. Oleh karena itu etiak berbahasa akan mengatur beberapa
hal:
Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seseorang partisipan
tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu.
Ragam bahsa apa yang wajar digunakan dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu.
Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita dan menyela pembicaraan orang
lain.
Kapan kita harus diam
Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita dalam berbicara
2.
a)
b)
c)
a)
b)
c)
3.
4.
1.
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
d)
2.
Dalam studi sosiolinguistik ada satu hal yang menarik mengenar asal usul bahasa Indonesia,
yaitu adanya pendapat dari pakar asing yang memiliki reputasi nama internasional bahwa bahasa
Indonesia standar berasal dari sebuah pijin yang disebut.Baz aar Malay atau Low Malay.
pendapat ini mula-mula dilontarkan oleh seorang sejarawan kenamaan G.M. Kahin dalan
bukunya yang berjudul Nationalism and Revoluriott in Indonesia (cornell university press 1952).
Kemudian dikemukakan pula oleh seorang sosiolinguis terkenal yang mempunyai keahlian di
bidang bahasa pijin dan kreol, yaitu R.A Hall dalam makalahnya berjudur, pidgins and creoles as
standard Language yang dimuat dalam Pride dan Holmes, editor, (1976:142-153, cetakan
pertama 1972). Pendapat Hall ini banyak diikuti oleh pakar lain seperti Hopper (1972), dan di
lndonesia oleh poedjosoedarmo (1978) dan Alwasilah (1985).
Akhirnya, mengenai pendapat Hall di atas bisa dikatakan kalau benar bahasa lndonesia standar
berasal dari pijin Melayu (bahasa Melayu Pasar), maka tentunya dalam bahasa Indonesia
sekarang yang diterima adalah bentuk kalimat seperti, "Dia mau kasi itu kain sama dia punya
bini"; dan bukannya bentuk "Dia akan memberikan kain itu kepada isterinya".
3. Pembakuan Bahasa Indonesia
Apa yang dimaksud dengan bahasa baku dan bagaimana proses pembentukannya telah
dibicarakan pada Bab l3 yang lalu. Dalam subbab ini mmasih ingin dikemukakan beberapa
masalah yang berkenaan dengan pembakuan bahasa lndonesia.
Dalam Bab l3 yang lalu telah disebutkan bahwa pembakuan bahasa menyangkut semua aspek
atau tataran bahasa, yaitu fonologi, ejaan, morfologi, sintaksis, kosakata, dan peristilahan. Dalam
bahasa Irrdonesia ada pembakuan yang sudah diselesaikan, tetapi ada pula yang belum.
Pembakuan dalam bidang lafal berum pemah dilakukan, padahal dari segi kebahasaan masalah
lafal ini sangat penting; dan dari segi sosial politik cukup rawan. Seringkali lafal seseorang dari
daerah tertentu menjadi bahan olok-olokan dari penutur bahasa Indonesia dari daerah lainnya.
Hingga kini dalam pertuturan bahasa lndonesia kita dapat mendengar aneka warna ucapan dan
kita dapat mengetahui seseorang itu berasal dari berdasarkan lafalnya. Mengenai lafal yang
berbeda-beda ini ada ciri seorang anak Indonesia kelahiran Jakarta yang mengikuti program
pertukaran pelajar ke jepang. Selama di Jepang dia ditemani oleh seorang (mahasiswi Jepang)
yang pemah mengikuti prograrn yang sama dan tinggal di Jember, Jawa Timur, Indonesia. Si
mentor ini merasa heran karena bahasa Indonesia (tepatrya lafalnya) yang dikuasai dan dipelajari
slama di Indonesia tidak sama dengan yang digunakan pelajar dariari Jakarta yang kini
dibimbingnya. Cerita si anak Jakarta itu, bahasa Indonesia si mentornya persis seperti bahasa
Indonesianya pelawak Kadir dan Bu Bariyah.
Pembakuan dalam bidang gramatika, mencakup morfologi dan sintaksis, telah dilakukan,
yakni dengan terbitnya buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia tahun 1988, dan yang pada
tahun 1993 terah pula diterbitkan revisinya. Sayangnya masih banyak sekali pakar dan guru
bahasa Indonesia yang masih merasa kurang "pas" dengan buku tersebut. Banyak masalah yang
muncul dari buku tersebut untuk bisa dipersoalkan. Sebetulnya yang dibutuhkan masyarakat
bukanlah sebuah buku tata bahasa baku yang teoretis, melainkan sebuah buku tata bahasa baku
yang praktis yang mudah diikuti untuk dijadikan pedoman dalam berbahasa Indonesia yang baik
dan benar. oleh karena itu, barangkali, berdasarkan buku tata bahasa baku yang ada itu, dapat
dibuat sebuah buku tata bahasa yang lain, yang dengan mudah dapat menjadi pedoman bagi
masyarakat. Memang kita sadarijuga bahwa kaidah-kardah tata bahasa itu tidak selamanya tetap;
namun, adanya ketetapan sangat diperlukan dalam pembinaan dan pembakuan bahasa.
Pembakuan dalam bidang kosakata dan istilah sudah dan sedang berjalan. Pengembangan,
pemekaran, dan pembakuan kosakata memang ticlak bisa berhenti pada satu titik, sebab seperti
kita lihat dari Bab 9, perubahan kosakata dalam setiap bahasa hampir dapat dikatakan bisa terjadi
sepanjang waktu. Terbitnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (l988, edisi II 1993) merupakan satu
tonggak yang sangat penting dalam upaya pembakuan dan pemekaran kosakata bahasa
Indonesia.
4. Pengajaran Bahasa Indonesia
Dalam pengajaran pendidikan formal, pendidikan bahasa Indonesia mempunyai dua muka,
pertama sebagai bahasa pengantar di dalam pendidikan dan kedua sebagai mata pelajaran yang
harus dipelajari.
5. Sikap dan Kemampuan Berbahasa
Secara nasional kedudukan bahasa Indonesia adalah pada tingkat pertama bahasa daerah adalah
pada tingkat kedua dan bahasa asing pada tingkat ketiga. Tetapi bagi sebagian besar orang
Indonesia dilihat dari segi emosional, keakraban, dan perolehan, bahasa daerah menduduki
tingkat pertama; bahasa Indonesia nrenduduki tempat kedua, dan bahasa asing ada pada tingkat
ketiga. Lalu, sikap terhadap ketiga bahasa itu pun tidak ditentukan oleh urutan kedudukan ketiga
bahasa itu secara nasional melainkan menurut segi emosional, keakrab dan perolehan. Jadi,
bahasa daerah mendapat perhatian pertama, bahasa Indonesia yang kedua, dan bahasa asing
yang ketiga. Oleh karena itu, sebagai akibat dari sikap itu, bahasa darah (yang memang dikuasai
dun digunakan sejak kecil ) akan digunakan sebaik mungkin kalau perlu tanpa kesalahan.
Sikap terhadap bahasa Indonesia seperti kurangnya minat untuk mempelajarinya akan
memberi dampak yang kurang baik terhadap kemampuan berbahasa Indonesia di kalagan banyak
orang lndonesia baik dari lapisan bawah, menengah,dan atas bahkan juga pada lapisan
intetektual. Kurangnya kemampuan berbahasa Indonesia padd anggota masyarakat kelas bawah
dan menengah bisa dimengerti sebab mereka pada umumnya tidak pemah secara formal
ntendapat pendidikan bahasa lndonesia atau kalau pun dapat tentulah dalam porsi yang tidak
cukup. Tetapi kurangnya kemampuan berbahasa lndonesia pada golongan atas dan kelompok
intelektual adalah sangat tidak biasa sebab mereka rata-rata mendapat pendidikan yang cukup.
Apalagi untuk kelompok intelektual. Karena itu, kalau dicari sebabnya mengapa mereka kurang
mampu berbahasa Indonesia, tentu adalah pada alasan sikap yang meremehkan dan kurang
menghargai serta tidak punya rasa bangga terhadap bahasa lndonesia.