I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman hasil kebudayaan.
Keanekaragaman hasil kebudayaan itu bisa dilihat dari berbagai wujud hasil
kebudayaan, seperti: nilai-nilai, norma-norma, tindakan dalam hidup
bermasyarakat dan benda-benda hasil karya manusia. Beragam wujud warisan
budaya lokal tersebut memberi kita kesempatan untuk mempelajari kearifan
lokal masa lalu. Namun masalahnya adalah warisan budaya lokal saat ini
semakin tergerus oleh zaman, karena nilai dan fungsinya dianggap sudah
tidak relevan dengan masa sekarang.
Suku Dayak merupakan salah satu suku besar yang hidup dan menetap
di pulau Kalimantan. Suku Dayak dianggap sebagai penduduk asli pulau
Kalimantan yang terbagi ke dalam beberapa kelompok. Aneka ragam
kelompok suku Dayak masih memperlihatkan persamaan-persamaan tertentu,
seperti ciri fisik yang digolongkan sebagai ras Malayan Mongoloid. Selain
itu, terdapat kesamaan kepemilikan benda hasil kebudayaan, salah satunya
yaitu senjata mandau.
Menurut pendapat Bastomi Suwaji (1990) dalam Iwan (2012):
salah satu wujud dari hasil kebudayaan nenek moyang pada masa lampau
yakni, bentuk senjata tradisional yakni mandau suku Dayak yang berada
di pulau Kalimantan Barat.
Senjata mandau bagi suku Dayak merupakan senjata pusaka yang
sangat diagungkan, karena mengandung unsur magis yang hanya digunakan
dalam acara ritual tertentu seperti: perang, pengayauan (tradisi pemenggalan
kepala lawan), perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara. Adapun
jenis mandau yang digunakan suku Dayak Kalimantan Barat yaitu Mandau
Tangkitn suku Dayak Kanayatn dan Mandau Manap suku Dayak Ngaju yang
memiliki ciri khas masing-masing.
Mandau menjadi senjata perang nenek moyang suku Dayak untuk
melawan musuh. Mandau dianggap memberikan kekuatan magis yaitu kebal
terhadap serangan musuh dan binatang buas. Mandau dipercayai memiliki
tingkat-tingkat kesaktian. Kesaktiannya tidak hanya diperoleh dari proses
pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi juga ditentukan oleh
II. PEMBAHASAN
A. Nilai Yang Terkandung Pada Mandau
Mandau berasal dari asal kata "Man" yang berarti salah satu suku
China bagian selatan dan "dao" yang berarti golok dalam bahasa China.
Mandau dengan nama asli Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun
Kajau, merupakan senjata tradisional Suku Dayak.
Menurut Ali Gufron dalam Iwan (2012), dalam pembuatan Mandau
terkandung nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi
masyarakat Suku Dayak. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni),
ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentukbentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa sehingga memancarkan
keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin
dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan
kesabaran.
Nilai yang terkandung pada Mandau yaitu (Rohman, 2010):
1. Nilai Magis
Dalam masyarakat Dayak, senjata selalu terkait dengan hal-hal yang
bersifat magis dan mistik. Begitu pula dengan Mandau. Mandau terkait
dengan kepercayaan masyarakat tentang makhluk halus. Kepercayaan
masyarakat tersebut mulai terlihat pada pembuatan Mandau, aksesoris
yang di pasang pada Mandau, dan pandangan masyarakat tentang Mandau.
2. Nilai Sosial
Mandau merupakan senjata yang terkait dengan kehidupan social
masyarakat Dayak yang tinggal di hutan-hutan. Dalam hal ini Mandau
digunakan sebagai peralatan yang mendukung aktivitas sehari-hari, apakah
itu berburu atau membuat barang-barang kerajinan dari kayu. Mandau juga
menunjukkan symbol status seseorang. Apakah ia termasuk kalangan
ksatria atau dari kalangan orang kebanyakan. Hal ini terliat dari jumlah
lilitan kulit rotan pada kumpang.
3. Nilai Seni
Mandau mengandung nilai seni yang tinggi. Pembuatan Mandau
membutuhkan keahlian khusus sebagai seorang pembuat barang kerajinan
dari besi. Selain itu, ukiran dan motif yang terdapat pada bagian-bagian
Mandau juga memperlihatkan bahwa Mandau merupakan karya seni yang
bernilai tinggi. Bentuk motif dan ukiran yang terdapat pada Mandau selalu
terkait dengan kepercayaan suku Dayak akan hal-hal magis. Bagian hulu
misalnya yang menyerupai bentuk kepala burung. Bulu burung dan taring
binatang buas yang dipasang pada kumpang juga menambah keindahan
mandau.
4. Nilai Budaya
Jika dicermati, pembuatan mandau mengandung nilai yang dapat dijadikan
acuan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Nilai yang muncul dalam
pembuatan mandau adalah nilai ketekunan, nilai seni, kesabaran, dan
ketelitian. Nilai-nilai tersebut membuat mandau menjadi karya seni yang
indah.
B. Fungsi Mandau Dalam Kehidupan Masyarakat Suku Dayak
Dalam kehidupan masyarakat suku Dayak, mandau memiliki peranan
penting yang berguna baik sebagai perlengkapan ritual-ritual tertentu,
maupun penunjang aktivitas sehari-hari. Berikut adalah fungsi mandau:
1. Mandau sebagai senjata dan benda pusaka
Fungsi mandau sebagai senjata sudah tidak diragukan lagi. Bentuk
mandau-pun mendukung dengan fungsi tersebut. Mandau dapat digunakan
secara cepat dan efektif karena bentuk mandau yang tipis dan ramping.
Menurut para ahli mandau dari masyarakat Dayak, ketika mandau
digunakan oleh orang yang ahli maka musuh orang tersebut sulit
menghindar.
Biasa mandau juga diwariskan secara turun-temurun dari generasi
terdahulu ke generasi berikutnya. Mandau dianggap sebagai benda pusaka
yang akan melindungi para pemiliknya serta membawa keberuntungan
bagi mereka. Hingga saat ini masih banyak keluarga yang menyimpan
mandau sebagai benda pusaka.
2. Mandau sebagai perlengkapan kesenian
Selain sebagai senjata, mandau juga berfungsi sebagai peralatan kesenian.
Mandau sebagai peralatan tari akan mendukung keindahan gerakan tarian.
3. Mandau sebagai perlengkapan pakaian
Pada umumnya mandau dipakai oleh kaum laki-laki sebagai pelengkap
pakaian. Gambaran tersebut ada pada patung Dayak. Patung yang diukir
dengan motif mandau menggambarkan sosok laki-laki yang merupakan
lambang alam atas. Sedangkan patung yang ditera dengan motif perisai
menggambarkan sosok perempuan yang melambangkan alam bawah.
4. Mandau sebagai peralatan upacara
Mandau juga digunakan sebagai peralatan dalam upacara-upacara adat
untuk pemotongan pantan. Pemotongan pantan adalah pemotongan kayu
yang melintang. Kegiatan tersebut serupa dengan pemotongan pita yang
sering dilaksanakan dalam berbagai upacara peresmian sekarang ini.
Pemotongan pantan merupakan simbol pemotongan aral, halangan,
maupun bala untuk tamu yang datang ke upacara tersebut.
5. Mandau sebagai alat kerja
Mandau yang digunakan sebagai peralatan kerja umumnya tidak diberi
hiasan dengan hiasan yang berpola rumit. Tajaman mandau yang hanya
pada salah satu sisinya memudahkan mandau digunakan sebagai alat kerja.
Bentuk mandau tersebut jika diperhatikan dengan seksama hamper
menyerupai bentuk belayung.
C. Makna Simbolis Ukiran Mandau Suku Dayak Kalimantan Barat
Dalam proses pembuatan mandau asli, Suku Dayak sangat
memperhatikan bentuk dan struktur mandau, serta keindahan ukirannya.
Adapun struktur mandau adalah sebagai berikut:
1. Bilah mandau
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa hingga
berbentuk pipih-panjang seperti parang dan berujung runcing (menyerupai
paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah satu sisi mata bilahnya
diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul.
Ada beberapa jenis bahan yang digunakan untuk membuat mandau, yaitu:
besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil,
bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan sebagainya. Konon, mandau
yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang
dilebur khusus, serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga.
Pembuatan bilah mandau diawali dengan membuat bara api di
dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang digunakan untuk
membuat bara api adalah kayu ulin. Setelah kayu menjadi bara, maka besi
yang akan dijadikan bilah mandau ditaruh diatasnya agar memuai.
Kemudian, ditempa dengan menggunakan palu. Penempaan dilakukan
secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk bilah mandau yang
diinginkan. Setelah bilah terbentuk, tahap selanjutnya adalah membuat
hiasan berupa lekukan dan gerigi pada mata mandau serta lubang-lubang
pada bilah mandau. Konon, pada zaman dahulu banyaknya lubang pada
sebuah mandau mewakili banyaknya korban yang pernah kena tebas
mandau tersebut.
Cara membuat hiasan sama dengan cara membuat bilah mandau,
yaitu memuaikan dan menempanya dengan palu berulang-ulang hingga
mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah itu, barulah bilah mandau
dihaluskan dengan menggunakan gerinda.
2. Gagang (Hulu Mandau)
Hulu mandau terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai
kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai
motif seperti: kepala naga, dan paruh burung. Pada ujung gagang ada pula
yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan
ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau
dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.
3. Sarung Mandau
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu
tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan
D. Upaya Melestarikan Nilai Dan Fungsi Mandau Agar Dapat Tetap Sejalan
Dengan Kehidupan Masa Kini
Suku Dayak sebagai masyarakat hukum adat memiliki kekayaan
tradisi dan adat istiadat yang sangat beragam.
Diantara adat istiadat yang masih dipertahankan Suku Dayak Kalimantan
Barat hingga sekarang seperti ritual Naik Dango dan Gawai Dayak.
Dengan adanya ritual tersebut, tentunya eksistensi tradisi tersebut dapat
tetap terjaga dari generasi ke generasi. Namun
memiliki kepercayaan relegio magis dimana percaya pada kekuatan gaib
(magis) sebagai salah satu kekuatan yang menguasai alam semesta.
Identitas daerah
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Perlu adanya pelestarian
mandau sebagai senjata pusaka warisan leluhur suku Dayak perlu dilestarikan
Pewarisan tradisi terpadu didalam segala aktivitas sehari-hari. Oleh
karena itu tradisi bukanlah hal yang beku, yang tak berkembang.
Perkembangan tradisi sejalan dengan pertumbuhan kebudayaan lain. Seni
tradisional yang lahir dan diolah masyarakat pedesaan seperti seni tari.
Pembekuan pada pada seni tradisional berlaku pada aturan aturan terbentuknya, juga pada pengayaannya yang menuruti gaya daerah.
DAFTAR PUSTAKA