451Views
Share on Facebook
Tweet on Twitter
Stake Out adalah metode pengukuran yang digunakan untuk menentukan lokasi
titik koordinat di suatu lapangan. Prinsipnya adalah berbanding terbalik dengan
konsep pengambilan data lapangan. Jika pengambilan data lapangan dilakukan
dengan mengukur titik koordinat dari lapangan, berbeda dengan stake out adalah
mengembalikan titik koordinat dari desain/gambar rencana ke lapangan.
Sesuai dengan tujuannya, maka implementasi tersebut dapat digunakan untuk
menentukan center line, pembuatan shop drawing, rencana pembebasan lahan, dan
monitoring pelaksanakan pekerjaan.
Secara umum metode stake out dibedakan menjadi dua untuk melakukan
pengukuran.
1. Pengukuran stake out untuk center line
Pengukuran stake out untuk penentuan center line merupakan stake out bersifat
garis, baik berupa garis lurus maupun garis lengkung. Stake out bersifat garis lurus
dilakukan terhadap center line pada jalan yang lurus. Stake out dilakukan setiap
interval 50 m, untuk stake out yang bersifat lengkung dilakukan setiap tikungan
jalan.
Dimana posisi yang akan di stake out antara lain : PI (point intersection), TC (target
circle) CT (circle tangent), untuk tikungan bentuk full circle : TS (tangent spiral), SC
(spiral circle), CS (circle spiral), ST (spiral tangent) untuk tikungan bentuk spiral
circle spiral.
Jarak dari titik diatas sudah terdapat dalam rencana (design drawing). Alat ukur yang
digunakan adalah theodolit / EDM / ETS.
2. Pengukuran stake out untuk pembebasan lahan
Pengukuran stake out untuk rencana pembebasan lahan dilakukan bila dalam
pelaksanaan pekerjaan diperlukan pembebasan lahan.
Daerah yang diukur adalah daerah yang berkaitan dengan pembebasan lahan. Pada
pengukuran ini dilakuakn pemasangan patok patok pada batas batas daerah yang
terkena pembebasan berdasarkan koordinat patok patok pada batas yang telah
terdapat pada peta rencana pembebasan lahan.
Pengolahan data hasil dari pengukuran topografi terdiri dari beberapa tahapan
hitungan, yaitu hitungan polygon untuk pengukuran kerangka control horizontal
(sudut.azimut, jarak), hitungan sifat datar untuk pengukuran kerangka vertikal serta
hitungan posisi dan beda tinggi untuk pengukuran situasi dan penampang
melintang. Pengolahan data dapat dilakukan secara manual dengan batuan
kalkulator, maupun dengan batuan komputer.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode stake out, dengan menggunakan electronic
total station (ETS). Metode ini menempatkan posisi titik-titik di lapangan berdasarkan data
koordinat teoritis. Pengukuran terikat pada titik-titik kontrol, hal ini bertujuan untuk menjaga agar
titik-titik tersebut tidak melenceng terlalu jauh dangan koordinat teoritisnya.
Pada pengukuran lintasan baru, penentuan titik dilakukan dengan menjadikan titik BM terdekat
sebagai titik ikat. Pengukuran arah dan jarak patok didapat dari pembacaan pada ETS yang
merupakan posisi dari stick prisma. Stick prisma ditempatkan pada posisi sesuai dengan koordinat
teoritik. Selama pengukuran kita menggunakan tiga buah stick prisma, satu buah untuk back shoot,
satu untuk fore shoot, dan satu untuk point shoot. Back shoot dan fore shoot dalam posisi diam
sedangkan point shoot bergeser sesuai dengan titik-titik yang ingin diukur. Setelah itu posisi fore
shoot dijadikan sebagai posisi ETS, atau biasa disebut dengan sentring paksa. Sedangkan posisi ETS
sebelumnya dijadikan posisi back shoot.
Data yang diambil adalah berupa jarak miring, karena dari jarak miring kita bisa memperoleh
ketinggian. Dilakukan pengukuran azimut matahari minimal sebanyak satu kali pada awal atau
akhir pengukuran. Tujuan pengamatan azimut adalah untuk mengontrol koreksi pengukuran pada
hari itu.
Stake out koordinat merupakan kegiatan utama di lapangan pada survei topografi. Pada pekerjaan
ini digunakan alat Sokkia SET303R, di mana alat ini digunakan untuk menentukan titik-titik trace
dan shoot point di lapangan yang datanya bersumber dari koordinat teoritik. Selain itu ditentukan
juga elevasi dari MSL untuk titik-titik trace dan shoot point. Biasanya untuk membedakan antara
trace dan shoot point digunakan patok yang berbeda. Untuk trace patok yang digunakan adalah
berwarna biru sedangkan untuk sp patoknya berwarna merah.
Selanjutnya untuk start dan ending koordinat line sudah ditentukan oleh client, kemudian
selanjutnya dapat ditentukan jumlah source dari koordinat yang diberikan oleh client. Biasanya
untuk source pada 2D hanya ada pada SP ganjil. Akan tetapi apabila medan yang akan dilewati tidak
memungkinkan diproduksi SP ganjil (seperti perkampungan, sungai, dan sebaginya) maka dibuat SP
genap untuk kompensasi SP yang hilang, sehingga jarak antara SP normal dengan SP kompensasi
menjadi 30 m. Secara geometrik perbedaan antara seismik 3D dan 2D terletak pada penempatan
source dan trace. Untuk 2D source dan trace terletak pada satu line, sedangkan pada 3D source
dan trace terletak pada line yang berbeda, di mana terdapat Source Line (SL) dan Receiver Line (RL).
Untuk optimalisasi pengukuran maka awal pengukuran (start line) tidak dilakukan di awal atau
akhir line. Hal ini disebabkan belum tersedianya akses menuju awal atau akhir line. Untuk
mengatasi hal tersebut maka ada beberapa cara yang dilakukan, di antaranya:
1. Pengukuran traverse. Pengukuran ini pada dasarnya adalah membuat suatu poligon terikat
sempurna dari titik-titik GPS yang sudah diamati, di mana titik tersebut dijadikan kontrol.
Penempatan titik-titik traverse ditempatkan sepresisi mungkin dengan perpotongan line, untuk
memudahkan start line.
2. Translock koordinat. Pada prinsipnya proses ini sama dengan pengikatan ke muka pada poligon,
di mana ditentukan 2 buah titik GPS yang sudah fix untuk dijadikan titik ikat dalam menentukan
titik translock.
Selanjutnya pada waktu pengukuran ketika terjadi perpotongan antar line (crossing) maka
pengukuran diikatkan pada titik fix line tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperoleh koordinat
titik-titik ikat tersebut melalui proses perataan. Sedangkan pada proses stake out koordinat seismik
3D pengukuran dilakukan dari start line yang kemudian diikatkan dalam 1 blok, untuk
mendapatkan koordinat titik-titik blok dari tiap loop. Blok-blok ini biasanya dipisahkan atas
beberapa swath sesuai dengan banyaknya SL dan RL. Biasanya lebar blok ini disesuaikan dengan
ketelitian jarak. Jadi, setiap ketelitian tutupan blok berbanding terbalik dengan jaraknya, di mana
apabila jarak blok panjang maka koreksinya kecil, sedangkan apabila jarak blok pendek, maka
koreksinya besar. Sebisa mungkin blok ini menutup pada tiap-tiap ujung SL dan RL supaya koordinat
titik-titik blok yang dihasilkan lebih bagus.
Pada waktu pengukuran dilakukan juga penanaman BM seismik. BM ini dibuat untuk
merekonstruksi titik-titik line yang dibutuhkan ataupun ketika ada program pengembangan survei.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan BM seismik ini adalah:
- Distribusi BM merata (mengcover) keseluruhan line.
- Akses jalan menuju BM.
- Melakukan pensosialisasian kepada masyarakat sekitar bahwasannya BM tersebut sangat penting
dan tidak boleh diganggu, bahkan kalau perlu diberikan sanksi apabila ada yang mengganggu.
Hal lain yang tak kalah penting pula adalah dalam hal pemasangan. BM seismik dipasang
berpasangan, baik itu dengan BM GPS maupun dengan sesama BM seismik sendiri. Hal ini
dilakukan untuk pendefinisian datum apabila akan dilakukan rekonstruksi.
Sumber : http://irwanunimal.blogspot.com/2011/07/pengukuran-topografi.html
http://www.sucofindo.web.id/2013/07/pengukuran-topografi-stake-out.html (