Jurnal RechtsVinding merupakan majalah ilmiah hukum yang memuat naskah-naskah di bidang hukum.
Jurnal RechtsVinding terbit secara berkala tiga nomor dalam setahun di bulan April, Agustus, dan Desember.
Pembina
Adviser
Pemimpin Umum
Chief Executive Officer
Pemimpin Redaksi
Editor in Chief
Arfan Faiz Muhlizi, S.H., M.H. (Hukum Tata Negara, BPHN, Jakarta)
Mitra Bestari
Peer Reviewer
Prof. Dr. IBR Supancana, S.H., M.H. (Hukum Perdata Internasional, Universitas Atma
Jaya, Jakarta)
Prof. Dr. Sulistyawati Irianto, S.H., LL.M. (Antropologi Hukum, Universitas Indonesia,
Jakarta)
Dr. Hadi Subhan, S.H., M.Hum. (Hukum Perdata, Universitas Airlangga Surabaya)
Prof. Dr. Rianto Adi, S.H., M.A. (Sosiologi Hukum, Universitas Atma Jaya, Jakarta)
Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., (Hukum Tata Negara, Universitas Indonesia, Jakarta)
Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H. (Hukum Tata Negara, Komisi Yudisial, Jakarta)
Redaktur Pelaksana
Managing Editor
Sekretaris
Secretaries
Tata Usaha
Administration
Desain Layout
Layout and cover
Alamat:
Redaksi Jurnal RechtsVinding
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI
Jl. Mayjen Sutoyo Cililitan Jakarta, Telp.: 021-8091908 ext.105, Fax.: 021-8002265
e-mail: jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id; jurnalrechtsvinding@yahoo.co.id; jurnalrechtsvinding@gmail.com
website: www.rechtsvinding.bphn.go.id
PENGANTAR REDAKSI
BP
HN
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenan-Nya, Jurnal Rechtsvinding (JRV) Volume 3 Nomor 2
Tahun 2014 ini bisa diterbitkan dengan menyajikan artikel-artikel bertema Kesiapan Hukum Nasional
Dalam Menghadapi ASEAN Community 2015. Tema ini dipilih mengingat semakin mendekatnya
pelaksanaan ASEAN Community 2015, tetapi masih banyak persoalan yang belum diselesaikan, baik
secara yuridis maupun struktural.
lR
ec
hts
V
ind
ing
Terdapat optimisme sekaligus pesimisme yang tergambar dalam beberapa artikel edisi kali ini.
Optimisme terlihat dalam tulisan Syprianus Ariesteus yang berharap bahwa dengan adanya perdagangan
bebas, interaksi antarnegara dalam perdagangan menjadi lebih intensif tanpa harus dibatasi oleh
peraturan yang membelenggu di dalam negeri negara tujuan. Untuk itu harus segera dijalankan
sebuah transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan yang selektif untuk menjalankannya.
Syprianus Aristeus menawarkan peleburan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi
satu agar ada satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus
menginduk kepada kebijakan industri. Senada dengan ini, Masnur Tiurmaida Malau yang melihat
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal
dari negara-negara anggotanya terutama dari sisi perangkat hukum di berbagai sektor seperti lalu
lintas barang dan modal, tenaga kerja terampil dan penurunan bea masuk (tariff barrier). Begitu juga
dengan Subianta Mandala memandang pendekatan konsensus atau musyawarah untuk mufakat
perlu diubah model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based) dalam menghadapi
MEA ini, termasuk kerangka hukum penyelesaian sengketa. Salah satu mekanisme penyelesaian
sengketa yang menarik dibahas adalah mekanisme penyelesaian sengketa utang piutang pajak yang
memposisikan negara sebagai Kreditor. Hal ini lebih jauh dibahas oleh B.G.M. Widipradnyana Arjaya
yang menawarkan penyelesaian sengketa melalui prosedur kepailitan dengan mengoptimalkan peran
Kejaksaan.
Pendekatan yang berlandaskan aturan hukum sebagaimana ditawarkan Subianta Mandala juga
didukung oleh Muhammad Sapta Murti yang memandang perlunya penataan regulasi akibat tumpang
tindih regulasi di Pulau Batam. Tumpang tindih regulasi tersebut melahirkan dua otoritas yang justru
menghambat pembangunan. Dengan memberikan perhatian pada hal ini maka diharapkan cita-cita
menjadikan Batam sebagai jalur perdagangan internasional dapat berhasil.
Jur
na
Di sisi lain pesimisme pelaksanaan MEA 2015 juga tergambar dalam beberapa artikel seperti Harison
Citrawan dan Ade Irawan Taufik. Harison Citrawan menunjukkan bahwa interaksi perlindungan HAM
di tingkat regional dengan nasional akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan tingkat kepatuhan hukum
(legal compliance) negara-negara anggota ASEAN terhadap norma dan prinsip HAM di tingkat domestik.
Terdapat kebutuhan akan harmoni dalam reposisi politik hukum HAM baik di tingkat nasional dan
regional, agar dapat diimplementasikan. Sementara Ade Irawan Taufik menyoroti isu ketenagakerjaan,
khususnya masih menonjolnya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap pekerja migran. Untuk itu
Piagam ASEAN perlu dielaborasi lebih jauh agar terwujud konsensus dalam penyusunan instrumen
perlindungan hak pekerja migran, meski terdapat pesimisme bahwa dukungan dan komitmen negara
anggota ASEAN masih relatif rendah. Pesimisme terkait isu ketenagakerjaan ini kemudian dibahas
lebih jauh oleh Muhammad Fadli dengan meningatkan perlunya menjalankan amanat Undang-
BP
HN
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk memberikan pelatihan kerja serta
pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang bertugas mempersiapkan tenaga kerja terampil,
berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara ASEAN lainnya dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015. Mekanisme perlindungan ketenagakerjaan lainnya ditawarkan oleh Budi S.P.
Nababan dengan mengatur Tenaga Kerja Asing (TKA) melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya
perlu Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan TKA agar daerah bisa memungut
retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA, sebab tanpa adanya pengaturan maka tidak
ada dasar yuridis bagi Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Hal ini juga merupakan salah satu
bentuk pengawasan TKA di Indonesia.
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
Semoga gagasan-gagasan yang dituangkan melalui berbagai judul artikel di Volume 3 Nomor 2
Tahun 2014 ini dapat memperkaya khasanah pemikiran hukum dan sekaligus bermanfaat bagi langkahlangkah antisipatif menghadapi pelaksanaan ASEAN Community 2015.
ii
Redaksi
DAFTAR ISI
BP
HN
Pengantar Redaksi...............
Daftar Abstrak
i-ii
145-162
Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi Liberalisasi Ekonomi
Regional: Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Masnur Tiurmaida Malau ......................
163-182
Pengaturan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Subianta Mandala ..................................................
183-196
Wewenang Kejaksaan Sebagai Pemohon Pailit Untuk Kepentingan Negara Terhadap Utang Pajak
Subyek Hukum dari Negara Anggota ASEAN Non-Indonesia Pasca Berlakunya AEC
B.G.M. Widipradnyana Arjaya .....................................
197-214
Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Muhammad Sapta Murti ....................
215-235
Menuju ASEAN Political and Security Community: Kritik dan Tantangan Politik Hukum HAM
Indonesia dalam Regionalisme HAM ASEAN
Harison Citrawan ........................
237-254
Peran ASEAN Dan Negara Anggota ASEAN Terhadap Perlindungan Pekerja Migran
Ade Irawan Taufik ........................................................
255-280
281-296
297-309
lR
ec
hts
V
ind
ing
Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Syprianus Aristeus .........................
Jur
na
Biodata Penulis
Pedoman Penulisan Jurnal RechtsVinding
iii
UDC: 341.176
Syprianus Aristeus
BP
HN
Peluang Industri Dan Perdagangan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 145-162
lR
ec
hts
V
ind
ing
Kebijakan perdagangan bebas, dan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 harus dapat dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat. Sebagai pasar tunggal baik di perdagangan bebas maupun ASEAN semua hambatan
perdagangan khususnya seperti tarif akan dihapuskan, antisipasi terutama harus kita lakukan adalah terkait dengan
liberalisasi sektor jasa sebagai sektor sensitif, adapun lima sektor tersebut adalah jasa kesehatan, pariwisata, e-commerce,
transportasi udara dan logistik. Kelimanya akan efektif pada tahun 2015 mendatang. Untuk itu akan dibahas bagaimana
pelaksanaan pasar bebas MEA di Indonesia dan bagaimana antisipasi pemerintah Indonesia dengan diberlakukan WTO
serta Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum
normatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara di dunia yang terlibat langsung dalam perdagangan
bebas mempunyai hak untuk menjual produk baik barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani
oleh batasan-batasan pajak atau bea masuk, serta peraturan yang membelenggu. Untuk itu harus segera dijalankan
sebuah transformasi industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selektif. Hal ini perlu dilakukan salah
satunya dengan cara penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada
satu kebijakan industri yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan
industri.
Kata Kunci: globalisasi, industri, investasi
UDC: 341.236
Aspek Hukum Peraturan dan Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi Liberalisasi Ekonomi Regional:
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 163-182
Jur
na
Akselerasi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal dari
negara-negara anggotanya termasuk Indonesia. Salah satu sendi kehidupan yang penting dipersiapkan yaitu sendi
hukum dalam sektor tertentu seperti persaingan usaha dan liberalisasi jasa. Hal ini penting karena dapat menciptakan
alur serta panduan bagi suatu negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan juga dapat mengarahkan masyarakat
serta perangkat negara lainnya menuju tahap yang ingin dicapai, sehingga pengaturan melalui kebijakan (policy) ini
merupakan langkah pertama sebagai upaya mempersiapkan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
akan datang. Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pandangan bagaimana kesiapan Indonesia dalam hal
peraturan untuk menghadapi liberalisasi jasa dan persaingan usaha. Metode pendekatan yang digunakan dalam kajian
ini adalah deskriptif analitis yang menjelaskan dan menganalisis dari sisi hukum berbagai peraturan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam persiapan menuju ASEAN Economic Community 2015. Hasil dari kajian ini menunjukkan
bahwa pemerintah Indonesia berusaha mempersiapkan diri melalui berbagai peraturan guna menyongsong ASEAN
Economic Community 2015 walaupun dari segi pelaksanaan belum optimal dan belum menyentuh seluruh segi kehidupan
bernegara, pemerintah Indonesia harus segera mengoptimalkan usaha guna memperkuat kesiapan Indonesia bersaing
dalam ASEAN Economic Community 2015.
Kata Kunci: kebijakan, perangkat negara, persaingan usaha
UDC: 341.176
Subianta Mandala
BP
HN
Penguatan Kerangka Hukum ASEAN Untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 183-196
lR
ec
hts
V
ind
ing
Negara negara anggota ASEAN pada umumnya kurang menyukai pendekatan yang terlalu legalistik dalam hubungan
diantara mereka, dan cenderung memilih pendekatan ASEAN Way yaitu melalui konsensus atau musyawarah untuk
mufakat. Namun demikian, menjelang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahunn 2015, ASEAN perlu
mengembangkan model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based). Pendekatan hukum tersebut
diharapkan dapat digunakan tidak saja dalam kerangka merumuskan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh ASEAN
yang umumnya dibuat dalam perjanjian atau persetujuan ASEAN, namun juga untuk menyelesaikan sengketa-sengketa
yang timbul diantara anggota negara negara ASEAN dalam mengimplementasikan kewajiban-kewajiban yang lahir dari
kesepakatan atau perjanjian yang dibuat diantara mereka. ASEAN secara bertahap mulai mengembangkan kerangka
hukum dalam melakukan kerjasama ekonomi yang berlangsung diantara anggota negara-negara ASEAN. Tulisan ini
mencoba mengkaji lebih dalam langkah-langkah yang telah diambil oleh ASEAN dalam upaya mereka mempererat
kerjasama ekonominya, dan kajian tersebut dilakukan dalam perspektif pengembangan kerangka hukum sebagai
landasan bagi kerjasama ekonomi di ASEAN. Mengingat bahwa kerangka hukum yang dimasudkan disini bukan saja
menyangkut pembentukan substansi hukum, tetapi juga meliputi penyelesaian sengketa, tulisan ini juga membahas
mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia di internal ASEAN.
Kata Kunci: kerangka hukum, kerjasama ekonomi, kesepakatan
UDC: 347.427
Wewenang Kejaksaan Sebagai Pemohon Pailit Untuk Kepentingan Negara Terhadap Utang Pajak Subyek
Hukum Dari Negara Anggota Asean Non-Indonesia Pasca Berlakunya AEC
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 197-214
Jur
na
Mulai berlaku efektifnya Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community diharapkan membawa dampak
positif terhadap perekonomian Indonesia, khususnya bidang perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara.
Pemerintah berkewajiban untuk mengelola secara maksimal pendapatan pajak yang diperoleh pemerintah Indonesia
dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh subyek hukum negara ASEAN non-Indonesia, salah satunya pengelolaan
pendapatan pajak adalah dengan menyelesaikan sengketa utang piutang pajak yang memposisikan negara sebagai
Kreditor. Salah satu pilihan penyelesaian sengketa yang dapat digunakan adalah melalui prosedur kepailitan dengan
pengajuan permohonan pailit demi kepentingan umum oleh Kejaksaan pada sistem peradilan Indonesia serta
melaksanakan pengurusan harta Debitur pailit yang berada di luar Indonesia untuk membayar utang pajak terhadap
Kreditor melalui kepailitan lintas batas (cross border insolvency).
Kata kunci: utang pajak, kepailitan lintas batas, kejaksaan
UDC: 342.847.1
Muhammad Sapta Murti
BP
HN
Urgensi Otonomi Khusus Batam Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235
lR
ec
hts
V
ind
ing
Batam saat ini merupakan daerah industri dan juga sebagai kawasan perdagangan bebas serta kawasan pelabuhan bebas.
Peraturan perundang-undangan tersebut melahirkan 2 (dua) otoritas yang berwenang mengatur dan mengelola Batam,
yaitu Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam. Keduanya memiliki wewenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang dalam pelaksanaannya sering tumpang tindih sehingga menghambat pembangunan di Pulau
Batam. Di sisi lain, terdapat tantangan besar pada tahun 2015 dengan pelaksanaan ASEAN Economic Community (AEC
2015) sebagai realisasi integrasi ekonomi sesuai dengan Visi ASEAN 2020. Tulisan ini menganalisis mengenai urgensi
otonomi khusus Batam dalam rangka penyelesaian persoalan tumpang tindih kewenangan terkait penyelenggaraan
Batam serta dikaitkan dengan tantangan AEC 2015. Dengan menggunakan metode hukum normatif disimpulkan bahwa
urgensi kekhususan Batam didasari oleh adanya alasan kekhususan Batam yang meliputi alasan filosofis, kesejarahanpolitis, yuridis, dan teoritis akademis. Kekhususan Batam meliputi substansi bidang politik dan pemerintahan, serta
bidang perekonomian, pertanahan, dan penataan ruang. Melalui kekhususan Batam sebagai Pemerintah Provinsi
Otonomi Khusus Batam, dualisme kelembagaan dan peraturan perundang-undangan di Batam akan menjadi kesatuan
otoritas dan pengaturannya. Dengan demikian, cita-cita Batam menjadi daerah di Indonesia yang berada di jalur
perdagangan internasional yang maju dapat tercapai serta menjadi bagian dari AEC 2015 yang berhasil.
Kata Kunci: kewenangan, asimetri, otonomi khusus
UDC: 341.176
Harison Citrawan
Menuju ASEAN Political And Security Community: Kritik Dan Tantangan Politik Hukum HAM Indonesia Dalam
Regionalisme HAM ASEAN
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 237-254
Jur
na
Tulisan ini mencoba menganalisis regionalisme hak asasi manusia (HAM) di kawasan Asia Tenggara dari sudut pandang
politik hukum HAM Indonesia. Secara khusus, analisis akan dilakukan pada bagaimana peluang dan tantangan politik
hukum HAM nasional dalam mewujudkan mekanisme perlindungan HAM regional, serta bagaimana gambaran interaksi
ideal antara mekanisme perlindungan HAM di tingkat regional dengan nasional. Menggunakan pendekatan analisis
rezim dan dipadukan dengan konsep kepatuhan hukum, tulisan ini mengajukan proposisi bahwa regionalisme HAM
dalam kerangka kerja ASEAN akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan tingkat kepatuhan hukum (legal compliance)
negara-negara anggota ASEAN terhadap norma dan prinsip HAM di tingkat domestik. Dalam konteks politik hukum HAM
nasional, terdapat setidaknya tiga dimensi tantangan yang perlu diperhatikan dalam masa mendatang yang meliputi:
desentralisasi, diskursus militer-HAM, dan skeptisisme terhadap hukum HAM internasional. Tulisan ini menyimpulkan
bahwa terdapat kebutuhan akan harmoni dalam reposisi politik hukum HAM baik di tingkat nasional dan regional, agar
norma yang telah disepakati pada tingkat internasional dapat diimplementasikan dan diterjemahkan di tingkat regional,
dan yang lebih penting lagi ialah agar regionalisme HAM ASEAN dapat memberi pengaruh terhadap domestikasi nilai
dan prinsip HAM di Indonesia.
Kata Kunci: regionalisme, politik hukum, hak asasi manusia
UDC: 341.176
Ade Irawan Taufik
BP
HN
Peran ASEAN Dan Negara Anggota ASEAN Terhadap Perlindungan Pekerja Migran
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 255-280
lR
ec
hts
V
ind
ing
Isu pekerja migran bukan hal baru, namun masih isu yang aktual, karena masih banyak terjadinya sisi negatif berupa
perlakuan yang tidak manusiawi terhadap pekerja migran. Dalam lingkup ASEAN, Indonesia bukan satu-satunya negara
pengirim pekerja migran, namun terdapat negara lain dengan negara tujuan yang hampir sama. Permasalahan yang dialami
oleh pekerja migran dari negara-negara tersebut pada dasarnya hampir sama dengan yang dialami oleh pekerja migran dari
Indonesia. Penelitian ini mengangkat permasalahan, yakni bagaimana peran ASEAN dalam melindungi pekerja migran dan
bagaimana kesiapan instrumen hukum Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam melindungi pekerja
migran. Dengan menggunakan metode studi tekstual, didapatkan kesimpulan bahwa peran ASEAN dalam melindungi
pekerja migran telah tertuang di Piagam ASEAN yang dielaborasikan ke dalam 3 (tiga) pilar Komunitas ASEAN, namun
peran tersebut tidak dapat maksimal karena tidak terciptanya konsesus dalam penyusunan instrumen perlindungan
hak pekerja migran. Rekomendasi terhadap kebuntuan tersebut adalah dengan membawa dan membahasnya
ke dalam pertemuan Dewan Komunitas ASEAN, karena isu tersebut merupakan isu lintas komunitas. Peran ASEAN
sangat tergantung kepada upaya masing-masing negara anggota ASEAN dalam merumuskan regulasi dalam hukum
nasionalnya masing-masing untuk mengimplemantasikan instrumen ASEAN terkait perlindungan pekerja migran,
namun hal ini belum didukung dengan peran negara anggota ASEAN yang relatif rendah dalam komitmen perlindungan
pekerja migran.
Kata Kunci: pekerja migran, komitmen, perlindungan
UDC: 349.26
Muhammad Fadli
Jur
na
Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah salah satu pilar pembentukan Komunitas ASEAN dan merupakan bentuk integrasi
ekonomi regional yang mulai di berlakukan pada tahun 2015. Pemberlakuan tersebut akan menjadikan ASEAN sebagai
pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran
modal yang bebas antar-negara di kawasan ASEAN. Arus bebas tenaga kerja terampil tersebut harus dimanfaatkan
oleh Indonesia sebagai peluang dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Hal yang menjadi
permasalahan adalah bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dalam mempersiapkan
tenaga kerja terampil menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis
normatif dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan yang mendukung
terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas atau tenaga kerja terampil. Maka dari itu, Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan berbagai kebijakan lain yang mengamanatkan pemberian pelatihan kerja
serta pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang bertugas memberikan sertifikasi kompetensi kerja harus
dioptimalkan, guna mempersiapkan tenaga kerja terampil, berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara
ASEAN lainnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Kata Kunci: optimalisasi, kebijakan, tenaga kerja
UDC: 34.03
Budi S.P. Nababan
BP
HN
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Tengah Liberalisasi
Tenaga Kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Salah satu pilar utama ASEAN Vision 2020 adalah ASEAN Economic Community yang akan dipercepat di tahun 2015
sehingga akan menyebabkan terjadinya liberalisasi tenaga kerja di kawasan Asia Tenggara. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam tulisan ini adalah mengapa diperlukan Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan
Tenaga Kerja Asing di tengah liberalisasi tenaga kerja ASEAN Community 2015. Dengan menggunakan penelitian yuridis
normatif diketahui bahwa Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing diperlukan
agar daerah bisa memungut retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA (kecuali Instansi Pemerintah, BadanBadan Internasional dan Perwakilan Negara Asing), sebab tanpa adanya pengaturan (regeling) tidak ada dasar yuridis
bagi Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Mengingat tingginya potensi kehadiran TKA, penulis menyarankan agar
segera dibentuk Ranperda tentang Retribusi Perpanjang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing bagi daerah yang
belum memiliki Perda tersebut dan menjadikannya skala prioritas untuk dibahas dan ditetapkan menjadi perda.
Kata Kunci: retribusi, tenaga kerja asing, peraturan daerah
UDC: 341.176
Syprianus Aristeus
BP
HN
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.
lR
ec
hts
V
ind
ing
Free trade policy and the ASEAN single market in 2015 must be implemented in accordance with the agreements that
have been made. Either as a single market in free trade and ASEAN all trade barriers such as tariffs will be abolished in
particular, the main anticipation to do is related to the liberalization of the service sectors as a sensitive sectors, thre
are five service sectors such as health services, tourism, e-commerce, air transportation and logistics. Those sectors will
be effective soon in 2015. In accordance to discuss how the implementation of ASEAN Economic Community free trade
in Indonesia; and how Indonesian government anticipate the implementation of WTO regulation and the absence of
Law regarding Industry and Trade. Using normative legal method, this research shows that countries which directly
involved in free trade has the right to sell their products either goods or services to another country without having
to be burdened by tax restrictions or customs duties and also without restricted by regulations. There should be an
industrialized transformation immediately based on selective industrial policy. This thing needs to be done by merging
the role of the Ministry of Industry and Ministry of Trade into one ministry, so there will be a strong industrial policy
which can be a basic for policies in trade and investment too.
Keywords: globalization, industry, investment
UDC: 341.236
Jur
na
Towards ASEAN Economic Community 2015 ASEAN member countries including Indonesia need to maximize efforts
in preparing. One of the important parts of life which need to prepare is law aspect by some legal instruments in
specific aspect such as competition and service liberalization. This is important because legal instruments can create
pattern and guidelines for a country to achieve aims and to guide their society and government to achieve path of
life that they want, so policy recognize as starting step for countries among ASEAN to move forward towards ASEAN
Economic Community. This research doing to give perspective of how Indonesia governments preparation in regulation
towards service liberalization and competition. Approaching methods that using in this research is analyzing descriptive
that describe and analyzing what policies that government had taken and how to implement that policies to meet
ASEAN Economic Community. Result of this research shows that Indonesian government has done many efforts through
some policies towards ASEAN Economic Community 2015 eventough from implementation perspective cannot reach
all societys aspect of life in order to reach that goal Indonesian government should optimize policies to strengthening
Indonesias competitiveness towards ASEAN Economic Community 2015.
Keywords: policy, legal instrument, competition
UDC: 341.176
Subianta Mandala
BP
HN
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.
lR
ec
hts
V
UDC: 347.427
ind
ing
The members of ASEAN have been reluctant to be too legalistic in their relations with each other, preferring to conduct
their relationships in ASEAN Way or by consensus. Given that ASEAN would become the ASEAN Economic Community
in 2015, it is very important that appropriate legal-based mechanism should be developed to establish laws and resolve
disputes relating to trade and investment in the region. ASEAN have been moving slowly towards developing legal
framework for economic cooperation among the member state of ASEAN. This paper examines the various steps which
have been taken towards economic cooperation in the region and, examines them in the context of the evolving legal
framework for economic cooperation in ASEAN. As dispute will inevitably arise in any relationship, one of the elements
of any any legal system is to provide a means for settling these disputes. This paper, therefore, also examines the various
mechanisms for dispute resolution available in intra-ASEAN.
Keywords: legal framework, economic cooperation, consensus
The Authority of Prosecutors as Bankruptcy Applicant on Behalf of State Interest towards Tax Debt of Foreign
ASEAN Non-Indonesian Legal Subjects after AEC Entered Into Force
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 197-214
Jur
na
ASEAN Economic Community (AEC) will enter into force in 2015 and expected to bring positive impact on the Indonesian
economy, especially in the field of taxation as the main source of state revenue. Government is obliged to manage taxes
that earned by Indonesian government from economic activities undertaken by foreign legal in ASEAN area subjects
which done in Indonesia maximally, as an example is to resolve tax disputes that positioning Indonesia as a creditor. One
of dispute settlement method which could be used through bankruptcy petition filled by prosecutors for the reason of
public interest and also conducts management of bankrupt debtor assets which located outside of Indonesia to pay tax
debts to creditors through cross-border insolvency.
Keywords: tax debt, cross border insolvency, prosecutor
UDC: 342.847.1
Muhammad Sapta Murti
BP
HN
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.
The Importance of Special Autonomy of Batam According to Implementation of ASEAN Economic Community
2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 215-235
lR
ec
hts
V
ind
ing
Batam as an Industrial Zone, was also known as a free trade zone and free harbour zone. Based on enacted law there
are 2 (two) agencies who has the authority to manage and administer Batam, which are Batam Indonesia Free Zone
Authority (BIPZA) and The Local Government of Batam. In the implementation, both agencies has overlapping authority
thereby sometimes the development of Batam are obstructed by this. On the other side there are big challenges in
the year 2015, it is ASEAN Economic Community (AEC 2015) as an achievement of economic integration in line with
the ASEAN Vision of 2020. This research tries to analize the critical issues about Batam Autonomy in order to solve the
overlapping authority problems in Batam along with the AEC Challenges in 2015. Using normative legal method, it is
concluded that special autonomy for Batam is urgent based on philosophical, historical, political, jurist and theoritical
reasons. Special autonomy for Batam consist of politics and goverment field, economics, and land and space planning.
Through the autonomy of Batam, its expected that the dualism of institution and/or regulation will unite in one
authority and regulation as well. Therefore, Batams goal to be an advanced district in Indonesia which will be part of
the international trade lines can be accomplished and Batam can be part of AEC 2015.
Keywords: asymmetry, authority, special autonomy
UDC: 341.176
Harison Citrawan
Towards ASEAN Political and Security Community: Critics and Challenges on Indonesias Human Rights Law
Politics Under Asean Human Rights Regionalism
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 237-254
Jur
na
This paper attempts to analyze human rights regionalism in ASEAN from Indonesias national human rights politics
perspective. In particular, an analysis will be taken on challenges and opportunities of the national human rights
politics in establishing a stronger regional human rights mechanism, and how an ideal interaction between regional
and national human rights mechanisms should be drawn. Using regime analysis approach and combined with legal
compliance concept, this paper proposes that ASEAN human rights regime would be superfluous if it is not followed by
member states legal compliance upon human rights norms and principle in domestic level. In the context of national
human rights politics, there are at least three challenging dimensions that ought to be considered in the future, namely:
decentralization, human rights-military discourse, and international human rights law skepticism. This paper thus
concludes that there is a need to harmonize the human rights politics in both national and regional level, so that any
internationally accepted norms will be implemented and applied into ASEAN human rights regionalism, and equally
important is to ensure that such a regionalism is capable in influencing human rights values and principles domestication
in Indonesia.
Keywords: regionalism, legal politics, human rights
BP
HN
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.
UDC: 341.176
Ade Irawan Taufik
The Role of ASEAN and Its Member Countries in the Protection of Migrant Workers
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 255-280
lR
ec
hts
V
ind
ing
The issue of migrant workers is not new, but still the current issue, because there were lots of negative sides in the form
of inhumane treatment of migrant workers. Within the scope of ASEAN, Indonesia is not the only sending countries
of migrant workers. There were other countries whose sending its migrant workers with similar destinations with
Indonesia. Problems faced by migrant workers from those countries are basically the same as experienced by Indonesian
migrant workers. This research discusses the problem, namely how ASEANs role in protecting migrant workers and
hows Indonesia and other ASEAN member countries legal instrument readiness to protect migrant workers. By using
the method of textual study, it was concluded that the role of ASEAN in the protection of migrant workers has been
stated in the ASEAN Charter elaborated into three (3) pillars of the ASEAN Community, nevertheless that roles cannot
be maximized for there were no consensus in creating the protection of the rights of migrant workers instruments.
Recommendation to the impasse is to bring and discuss it in the ASEAN Community Council meeting, because the issue
is a cross-community issue. ASEANs role in implementing ASEAN instrument on the protection of migrant worker is
dependent upon the efforts of each ASEAN member countries in formulating regulations in their respective domestic
laws. Nevertheless, their commitments to the protection of migrant workers are relatively poor.
Keywords: migran workers, commitment, protection
UDC: 349.26
Muhammad Fadli
The Optimization of Employment Policies in facing The ASEAN Economic Community 2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 281-296
Jur
na
ASEAN Economic Community is one of the pillars of the establishment of the ASEAN Community which formally as a
form of regional economic integration that will enter into force by 2015. This enforcement will make ASEAN as a single
market and production based where there are flow of goods, services, investment and skilled labor that is free and free
capital flows among ASEAN member countries. Free flow of skilled labor should be used by Indonesia as an opportunity
to absorb employment and reducing unemployment. The issue of this subject is how the government policy in the field
of labor in preparing skilled labour in facing the ASEAN Economic Community 2015. By using the method of juridical
normative research can be concluded that there are a variety of employment policies supporting the creation of high
quality human resources or skilled labor.Thus, Law of Republic of Indonesia Number 13 year 2003 on Employment and
another regulations that mandate the provision of vocational training and the establishment of the National Professional
Certification which in charge of certifying the competence of work must be optimized in order to prepare skilled labour,
high quality and having competitiveness and recognized by the other ASEAN countries in facing the ASEAN Economic
Community 2015.
Keywords: optimization, policy, labor
UDC: 34.03
Budi S.P. Nababan
BP
HN
The Keywords noted here are the words which represent the concept applied in writing.
This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.
The Importance of Local Regulation Regarding Retribution Fees on Renewal License for Hiring Foreign Workers
in The Liberalization of Foreign Workers among ASEAN Community 2015
RechtsVinding Journal, Vol. 3 No. 2, August 2014, page 297-309
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
One of main pillars of the ASEAN Vision 2020 is the ASEAN Economic Community that will be accelerated in 2015
that will lead to the liberalization of foreign workers in Southeast Asia. The main problem in this paper is why is Local
Regulation on Retribution Fees Renewal License for Hiring Foreign important in the liberalization of foreign workers
ASEAN Community 2015. By using normative research method acknowledge that The Local Regulation on Retribution
Fees Renewal License For Hiring Foreign needed to be so the local government can collect fees on extension of work
permit of foreign workers (except Government employees, International Agencies and Foreign Representative), because
without regulation (regelling) there is no legal basis for local governments to collect it. Regarding on high potential for
the presence of foreign workers, as authors suggest to boost formation of Local Regulation on Retribution Fees Renewal
License For Hiring Foreign workers Draft immediately for local government who has not have these regulations yet and
make this as priority to discuss and enact into regulation.
Keywords: retribution, foreign workers, local regulation
BP
HN
ing
Naskah diterima: 21 Mei 2014; revisi: 25 Agustus 2014; disetujui: 27 Agustus 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Kebijakan perdagangan bebas, dan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 harus dapat dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat. Sebagai pasar tunggal baik di perdagangan bebas maupun ASEAN semua hambatan
perdagangan khususnya seperti tarif akan dihapuskan, antisipasi terutama harus kita lakukan adalah terkait dengan
liberalisasi sektor jasa sebagai sektor sensitif, adapun lima sektor tersebut adalah jasa kesehatan, pariwisata, e-commerce,
transportasi udara dan logistik. Kelimanya akan efektif pada tahun 2015 mendatang. Untuk itu akan dibahas bagaimana
pelaksanaan pasar bebas MEA di Indonesia dan bagaimana antisipasi pemerintah Indonesia dengan diberlakukan WTO
serta Kehadiran Undang-undang Perindustrian dan Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum
normatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara di dunia yang terlibat langsung dalam perdagangan bebas
mempunyai hak untuk menjual produk baik barang ataupun jasa terhadap negara lain tanpa harus dibebani oleh batasanbatasan pajak atau bea masuk, serta peraturan yang membelenggu. Untuk itu harus segera dijalankan sebuah transformasi
industrialisasi berdasarkan sebuah kebijakan industrial yang selektif. Hal ini perlu dilakukan salah satunya dengan cara
penguatan peran Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menjadi satu kementerian agar ada satu kebijakan industri
yang kuat dan bahwa kebijakan perdagangan dan investasi harus menginduk kepada kebijakan industri.
Kata Kunci: globalisasi, industri, investasi
Jur
na
Abstract
Free trade policy and the ASEAN single market in 2015 must be implemented in accordance with the agreements that have
been made. Either as a single market in free trade and ASEAN all trade barriers such as tariffs will be abolished in particular,
the main anticipation to do is related to the liberalization of the service sectors as a sensitive sectors, thre are five service
sectors such as health services, tourism, e-commerce, air transportation and logistics. Those sectors will be effective soon
in 2015. In accordance to discuss how the implementation of ASEAN Economic Community free trade in Indonesia; and
how Indonesian government anticipate the implementation of WTO regulation and the absence of Law regarding Industry
and Trade. Using normative legal method, this research shows that countries which directly involved in free trade has the
right to sell their products either goods or services to another country without having to be burdened by tax restrictions or
customs duties and also without restricted by regulations. There should be an industrialized transformation immediately
based on selective industrial policy. This thing needs to be done by merging the role of the Ministry of Industry and Ministry
of Trade into one ministry, so there will be a strong industrial policy which can be a basic for policies in trade and investment
too.
Keywords: globalization, industry, investment
145
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
A. Pendahuluan
146
CFG Sunaryati Hartono, Globalisasi dan Perdagangan Bebas, (Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman, 1996), hlm.
12.
Ibid.
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
147
BP
HN
ing
ind
Jur
na
lR
ec
hts
V
Yanto Bashri (ed), Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia. Prisma Pemikiran Prof. Dr. Dorodjatun
Kuntjoro-Jakti, (Jakarta: Predna Media, 2003), hlm. 12-13.
148
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
ing
kebijakan
Pemerintah
RI
dalam
menghadapi modal asing menunjukkan suatu
keinginan untuk memberikan proporsi yang
wajar sebagai potensi ekonomi negara-negara
asing melalui sistem seleksi dan pengarahan
yang adequate dengan kedaulatan tunggal
yang dimiliki4.
Jur
na
149
ing
BP
HN
ind
lR
ec
hts
V
Jur
na
J. Panglaykim, Era Pasca Minyak Identik dengan Strategi Eskpor Nasional. Analisa, Tahun XIV, No.1, (Januari,
1985). hlm. 8.
8
Robert Gilpin dan Jean Mules Gilpin, The Challenge of Global Capitalism (Tantangan Kapitalisme Global)
Penerjemah: Haris Munadar, Dudy Priatna. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Ed. 1, Cet. 1, 2002), hlm. 173.
9
Bob Sugeng Hadiwinata. Politik Bisnis Internasional, (Yogyakarta: Kanisius, Cet. 1, 2002), hlm. 146
150
BP
HN
1. Tipe Penelitian
ind
ing
lR
ec
hts
V
2. Metode Pendekatan
B. Metode Penelitian
Metode
yang
dipergunakan
dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analitis
dengan pendekatan utamanya yuridis normatif.
Deskriptif analitis berarti menggambarkan
dan melukiskan sesuatu yang menjadi obyek
Jur
na
Gunarto Suhardi. Beberapa Elemen Penting dalam Hukum Perdagangan Internasional. (Yogyakarta: Universitas
Atmajaya, 2004), hlm. 45.
11
Ronald Dworkin, Legal Research, (Daedalus: Spring,1973), hlm. 250.
12
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta PT.Raja Grafindo Persada, 1985), hlm. 28.
10
151
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
C. Pembahasan
na
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali,1985), hlm.4-15. Lihat juga
Roni Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 11-12.
14
Johnny Ibrahim, op.cit., hlm 301. Menurut Johnny Ibrahim, dalam kaitannya dengan penelitian normatif, dapat
digunakan 7 (tujuh) pendekatan, yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach); Perdekatan
Konsep (conseptual approach); Pendekatan Analitis (analythical approach); Pendekatan Historis (historical
approach); Pendekatan Filsafat (philosophical approach), Pendekatan Kasus (case approach). Bandingkan dengan
pendapat Peter Mahmud Mamiki yang hanya mengaktegorikan 6 (enam) metode pendekatan yang digunakan
didalam penelitian hukum, yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach); Perdekatan Konsep
(conseptual approach); Pendekatan Analitis (analythical approach); Pendekatan Historis (historical approach):
dan Pendekatan Kasus (case approach). Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, Mei 2006), hlm. 93.
Jur
13
152
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
153
ing
BP
HN
ind
Jur
na
lR
ec
hts
V
C.P.F. Luhulima, Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015, (Jakarta: Pustaka Pelajar & LIPI, 2011), hlm. 42.
Ibid.
15
16
154
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Sri Hartati, Perdagangan Internasional Indonesia dan Globalisasi, dalam Tinjauan Kompas, Menatap Indonesia
2014, Tantangan, Prospek Politik dan Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2014), hlm. 67-68.
18
Rusli, M, Opensky Bali Concord II ASEAN, (Padang: (tanpa penerbit), 2012), hlm. 120.
17
155
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
156
ing
BP
HN
ind
na
lR
ec
hts
V
Harian Kompas, ASEAN Berencana Menjadi Pasar Tunggal. 7 Oktober 2003, Rizal Malaranggeng, Mendobrak
Sentralisme Ekonomi, Indonesia 1986-1992, (Kepustakaan Popular Gramedia bekerja sama dengan Freedom
Institute, 2004), hlm. 19-33.
20
Scott Burchill & Andrew Linklater, Theories of International Relation, (The United States of America: St. Martins
Press. Inch., 1996), hlm. 32.
21
Handy Hady, Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Indonesia: Ghalia, 2001),
hlm. 65.
Jur
19
157
BP
HN
ind
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
Josepf E. Stiglitz, Globalization and Its Dsicontent, (Australia: Penguin Books, 2002), hlm. 4.
Nicholas Stern, Globalization and Property, makalah dalam seminar LPEM Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, (2000).
22
23
158
BP
HN
ind
ing
lR
ec
hts
V
na
Lihat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025, Istana Bogor, 11 Februari 2011. Juga lihat Pengembangan Koridor Ekonomi
Indonesia: Kick-off Meeting Penyusunan MP3EI, Hotel Borobudur, Jakarta, 7 Februari 2011.
25
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025, (MP3EI), Jakarta, cetakan I, Mei 2011 (versi final).
26
Ibid, MP3EI Mei 2011, hlm. 24.
27
Ibid, MP3EI Mei 2011, hlm. 31.
Jur
24
159
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
160
D. Penutup
Dengan adanya perdagangan bebas, tidak
ada lagi hambatan yang dibuat oleh suatu negara
dalam melakukan suatu transaksi perdagangan
dengan negara lainnya. Negara-negara di dunia
atau yang terlibat langsung dalam perdagangan
bebas mempunyai hak untuk menjual produk
baik barang ataupun jasa terhadap negara lain
tanpa harus dibebani oleh batasan-batasan pajak
BP
HN
DAFTAR PUSTAKA
Buku
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
161
BP
HN
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
162
BP
HN
ing
Naskah diterima: 17 Juli 2014; revisi: 12 September 2014; disetujui: 15 September 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Akselerasi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2015 menuntut upaya-upaya persiapan yang maksimal dari negaranegara anggotanya termasuk Indonesia. Salah satu sendi kehidupan yang penting dipersiapkan yaitu sendi hukum dalam
sektor tertentu seperti persaingan usaha dan liberalisasi jasa. Hal ini penting karena dapat menciptakan alur serta panduan
bagi suatu negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan juga dapat mengarahkan masyarakat serta perangkat negara
lainnya menuju tahap yang ingin dicapai, sehingga pengaturan melalui kebijakan (policy) ini merupakan langkah pertama
sebagai upaya mempersiapkan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan datang. Kajian ini dilakukan
dengan tujuan untuk memberikan pandangan bagaimana kesiapan Indonesia dalam hal peraturan untuk menghadapi
liberalisasi jasa dan persaingan usaha. Metode pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif analitis
yang menjelaskan dan menganalisis dari sisi hukum berbagai peraturan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam
persiapan menuju ASEAN Economic Community 2015. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia
berusaha mempersiapkan diri melalui berbagai peraturan guna menyongsong ASEAN Economic Community 2015 walaupun
dari segi pelaksanaan belum optimal dan belum menyentuh seluruh segi kehidupan bernegara, pemerintah Indonesia
harus segera mengoptimalkan usaha guna memperkuat kesiapan Indonesia bersaing dalam ASEAN Economic Community
2015.
Kata Kunci: kebijakan, perangkat negara, persaingan usaha
Jur
na
Abstract:
Towards ASEAN Economic Community 2015 ASEAN member countries including Indonesia need to maximize efforts in
preparing. One of the important parts of life which need to prepare is law aspect by some legal instruments in specific
aspect such as competition and service liberalization. This is important because legal instruments can create pattern and
guidelines for a country to achieve aims and to guide their society and government to achieve path of life that they want, so
policy recognize as starting step for countries among ASEAN to move forward towards ASEAN Economic Community. This
research doing to give perspective of how Indonesia governments preparation in regulation towards service liberalization
and competition. Approaching methods that using in this research is analyzing descriptive that describe and analyzing
what policies that government had taken and how to implement that policies to meet ASEAN Economic Community. Result
of this research shows that Indonesian government has done many efforts through some policies towards ASEAN Economic
Community 2015 eventough from implementation perspective cannot reach all societys aspect of life in order to reach
that goal Indonesian government should optimize policies to strengthening Indonesias competitiveness towards ASEAN
Economic Community 2015.
Keywords: policy, legal instrument, competition
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
163
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
komitmen yang kuat para pemimpin negaranegara ASEAN terhadap pembentukan MEA
ini, semakin tercermin dari disepakatinya
upaya percepatan terwujudnya komunitas
tersebut pada tahun 2015. Pada pertemuan
tersebut, para pemimpin ASEAN sepakat untuk
mempercepat pembentukan MEA pada tahun
2015 dan mentransformasikan ASEAN menjadi
sebuah kawasan dimana barang, jasa, investasi,
pekerja terampil, dan arus modal dapat bergerak
dengan bebas.
AEC tahun 2015 merupakan suatu program
bagi negara-negara ASEAN untuk lebih
meningkatkan kualitas ekonomi khususnya
perdagangan sebagaimana terdapat dalam
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint.3
AEC Blueprint sebagai arahan atau acuan
perwujudan AEC 2015 yang akan datang. Dalam
AEC Blueprint terdapat beberapa pilar, namun
dalam kajian ini fokus penulis terletak pada
pilar Association of South East Asia Nations
(ASEAN) sebagai pasar tunggal dan berbasis
produksi tunggal yang didukung dengan unsur
aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja
terdidik, dan aliran modal yang lebih bebas dan
terintegrasi dalam satu kawasan di regional Asia
Tenggara.ASEAN Community dibentuk dengan
tujuan untuk lebih mempererat integrasi ASEAN
dalam menghadapi perkembangan konstelasi
internasional baik dalam bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, maupun keamanan dan
pertahanan.
AEC yang telah disepakati pada Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-19 yang
diselenggarakan di Bali, 17 November 2011
ing
A. Pendahuluan
164
ing
BP
HN
Jur
Mohamed Jahwar Hassan, The Resurgence of China and India, major Power Rivalry and The Response of ASEAN,
dalam Hadi Soesastro dan Clara Joewono (eds.), The Inklusif Regionalist, , (Jakarta: Centre For Strategic And
International Studies Indonesia, 2007), hlm. 139.
Hambatan non tarif terdiri dari hambatan kebijakan impor, persyaratan standarisasi, pengujian, labeling dan
sertifikasi, tindakan anti dumping dan pencegahan, subsidi ekspor dan dukungan domestik, pengadaan oleh
pemerintah, hambatan jasa, kurangnya perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual dan hambatanhambatan lainnya. Hambatan kebijakan impor, sebagai contoh disesuaikan dengan pasal XX dari GATT yang
memperbolehkan larangan impor atas dasar kesehatan moral publik, keselamatan manusia, binatang atau
tanaman setempat, atau jika menyangkut harta nasional yang bersifat artistik, histori ataupun arkeologis dalam
Ariawan Gunadi dan Serian Wijatno, Perdagangan Bebas dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional
(Jakarta: PT. Grasindo, 2014), hlm. 39.
Zainuddin Djafar, Moon Young Ju dan Anissa Farha Mariana, Peran Strategis Indonesia dalam Pembentukan ASEAN
dan Dinamikanya, Kajian Kebijakan Polugri RI, UKM Regional, Implikasi Liberalisasi Perdagangan, Realitas Piagam
ASEAN dan Esensi Kompetisi Regional, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 2012), hlm. 132.
na
lR
ec
hts
V
ind
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
165
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
166
Nawir Messi, Kompetisi menuju pasar bebas ASEAN, Kompetisi Edisi 42 (2013): 5.
Michael G.Plummer, Creating an ASEAN Economic Community: Lesson from the EU and Reflections on the Roadmap
dalam Denis Hew, Roadmap to an ASEAN Economic Community (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies,
2005), hlm 42.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Indikator Sosial Budaya 2003, 2006, 2009, dan 2012 Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia www.bps.go.id/tab_sub/view.php/tabel (diakses 9 September 2014).
Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 163-182
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Dodi Mantra, Hegemoni dan diskursus Neoliberalisme: Menelusuri Langkah Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 (Bekasi: Mantra Press, 2011) hlm. 97.
11
M. Kuncoro, Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia. (Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2002) hlm. 51.
12
Hayashi, Mitsuhiro, Development of SMEs in the Indonesian Economy, Journal of Asian Economics (2002) : 9.
10
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
167
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Djatmiko Bris Witjaksono, Bertahan dan Menang menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
(makalah disampaikan dalam pembukaan Seminar setengah hari, Jakarta, Indonesia, Rabu, 11 Desember 2013
dalam www.kemendag.go.id/id/news/2013/12/12 (diakses 8 September 2014).
14
C.P.F.Luhulima, Dinamika Asia Tenggara menuju 2015, (Jakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Pusat
Penelitian Politik (P2P) LIPI,2010) hlm. 40.
15
Hendra Halwani, M.A dan Prijono Tjiptoherijanto, Perdagangan Internasional: Pendekatan Ekonomi Mikro dan
Makro, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), hlm. 37.
Jur
13
168
Economic
B. Metode Penelitian
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
ASEAN
ing
Indonesia menyongsong
Community 2015?
C. Pembahasan
na
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: CV Rajawali,
1990), hlm. 15.
C.F.G Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20 (Bandung: Alumni, 1994), hlm.
143.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 118.
J. Bhagwati, The World Trading System at Risk, (Hertfordshire: Harvester Wheatsheaf, 1991) hlm. 77.
Shoffwan Al Banna Choiruzzad, Sedia Payung Sebelum Hujan: Perdagangan Bebas dampak bagi Para Pekerja dan
Bagaimana Menghadapinya dalam Ariawan, Op cit., hlm. 175.
Jur
16
17
20
18
19
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
169
ing
BP
HN
2.
Peluang dan Tantangan Menuju
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Agus Brotosusilo, Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Internasional: Studi tentang Kesiapan Hukum Indonesia
melindungi Produksi Dalam Negeri melalui Undang-Undang Anti Dumping dan Safeguard, (Disertasi Universitas
Indonesia, 2006), hlm. 95.
22
Komunitas ASEAN 2015, www.setneg.go.id/index.php/option (diakses 10 September 2014).
23
James Luhulima, Kebijakan Luar Negeri RI, Berpolitik secara Cerdas, (Tinjauan Kompas Menatap Indonesia
2014 Tantangan, Prospek Politik dan Ekonomi Indonesia), 2014:40.
21
170
ing
BP
HN
ind
lR
ec
hts
V
na
Sjamsul Arifin, Dian Ediana Rae, Charles P.R. Joseph, Kerjasama Perdagangan Internasional: Peluang dan
tantangan bagi Indonesia, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007) hlm. 73.
25
The ASEAN Economic Community (AEC) shall be the goal of regional economic integration by 2015, AEC envisages
the following key characteristics: (a) a single market and production base (b) a highly economic competitive
region, (c) a region of equitable economic development, integrated into the global economy (http://www.aseansec.
org/18757.htm diakses tanggal 10 September 2014).
26
Hendra Halwani, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 246.
27
Berry, A, E. Rodriguez and H. Sandee, Small and Medium Enterprise Dynamics in Indonesia, (Bulletin of
Indonesian Economic Studies, Vol. 37 No. 2, 2001):19.
Jur
24
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
171
BP
HN
e. Bonus demografi
Indonesia sebagai negara dengan jumlah
populasi terbesar akan memperoleh
keunggulan tersendiri, yang disebut dengan
bonus demografi. Perbandingan jumlah
penduduk produktif Indonesia dengan
Negara-negara ASEAN lain adalah 38:100
yang artinya bahwa setiap 100 penduduk
ASEAN, 38 adalah warga Negara Indonesia.
Bonus ini diperkirakan masih bisa dinikmati
setidaknya sampai dengan 2035, yang
diharapkan dengan jumlah penduduk yang
produktif akan mampu menopang pertum
buhan ekonomi dan peningkatan pendapatan
per kapita penduduk Indonesia.30
lR
ec
hts
V
ind
ing
Erman Rajagukguk, ASEAN-China Free Trade Agreement dan implikasinya bagi Indonesia dalam Peranan
Hukum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato
Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia (1950-2000) disampaikan di Depok Universitas
Indonesia, 2000) hlm. 11 dalam www.ui.ac.id/lib.ui.ac.id/file diakses tanggal 13 September 2014.
29
Yulianto Syahyu, Hukum Antidumping di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008) hlm. 30..
30
Komunitas ASEAN 2015, www.setneg.go.id/index.php/option (diakses 10 September 2014).
31
ASEAN memang menjadi kawasan yang terintegrasi oleh aktor-aktor investasi dari luar, karena arus investasi
berteknologi tinggi itu. Kecenderungan ini justru menjadikan ASEAN sebagai suatu mata rantai yang menonjol
dalam rangkaian produksi perusahaan multinasional, menuju tercapainya suatu pasar dan basis produksi tunggal
yang justru dicanangkan ASEAN untuk diraih lebih atas kekuatan ekonomi negara-negara anggotanya..dalam
Martin Khor, Globalisasi Perangkap Negara Negara Selatan, (Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas,
2001), hlm. 67.
Jur
na
28
172
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
ing
Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang setengah hati dan berada dipersimpangan jalan tentu saja
harus dikembalikan ke koridor yang sesungguhnya. Untuk inilah, peran lembaga mediasi seperti Partnership
for Governance Reform (PGR) dapat memfasilitasi NGO dan CSO yang dibutuhkan untuk membangun kapasitas
masyarakat agar dapat berpartisipasi secara nyata dalam pembangunan. Selain itu, Partnership di samping
sebagai mitra pemerintah juga dapat sekaligus memberi tekanan agar agenda desentralisasi dan otonomi
daerah tetap berjalan sesuai dengan yang diamanatkan. Intervensi yang bertujuan memperkuat masyarakat sipil
dilakukan melalui program yang berkesinambungan dan terukur serta bukan berorientasi pada proyek yang
bersifat jangka pendek. Untuk itu, Partnerhip for Governance Reform in Indonesia menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak yang berkomitmen untuk memperkuat partisipasi untuk mewujudkan terbentuknya masyarakat
yang mempromosikan pembaruan tata pemerintahan menuju Indonesia yang adil, demokratis dan sejahtera
dalam Rowland B.F. Pasaribu, Dampak Globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat, https://rowlandpasaribu.
files.wordpress.com (diakses tanggal 13 September 2014).
33
Masalah benturan horizontal antara produk perundang-undangan nasional misalnya saja saat terjadi ekses
penerapan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang semakin meningkatkan akselerasi ekonomi
biaya tinggi, karena melahirkan Perda-Perda mengenai berbagai pungutan di daerah yang menambah trade
barriers...dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World
Trade Organization (Perjanjian Pembentukan organisasi Perdagangan Dunia), mewajibkan negara anggotanya
melakukan liberalisasi perdagangan, berarti menurunkan trade barriers...dalam Ariawan Gunadi dan Serian
Wijatno, Op.Cit. hlm.26.
Jur
na
32
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
173
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Jur
na
174
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Jur
na
39
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
175
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Maman Setiawan, Strategi Pengembangan UKM Berdasarkan Sektor Ekonomi dalam Rangka Peningkatan
Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Makalah disampaikan pada Seminar Internasional Simposium
Kebudayaan IndonesiaMalaysia ke X yang diselenggarakan di Universitas Padjadjaran, Bandung, 29-31 Mei
2007.
43
ASEAN Economic Community Blueprint,http://www.aseansec.org/21083.pdf, (diakses 8 September 2014).
44
R. Dwisaputra, Kerjasama Perdagangan Regional dalam Kerjasama Perdagangan Internasional: Peluang dan
tantangan bagi Indonesia, (Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, 2007), hlm. 28.
45
C.P.F.Luhulima, Op.Cit., hlm. 41.
Jur
42
176
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Sjamsul, Arifin, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global,
(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 78.
47
Berry, A, E. Rodriguez and H. Sandee, Op.Cit. :17.
48
Komunitas ASEAN 2015, www.setneg.go.id/index.php/option (diakses 10 September 2014).
49
Kendala investasi di Indonesia yang umum terjadi misalnya seperti: pengurusan izin yang terlalu bertele-tele,
perilaku negatif birokrasi, pembatasan bidang usaha, kelemahan infrastruktur yang mendukung investasi, serta
belum terciptanyakepastian hukum dan penegakan hukum, disamping juga fasilitas perpajakan. ASEAN Free
Trade Area yang menjadi sarana bagi peningkatan investasi di Indonesia memberikan dorongan agar di Indonesia
dilakukan pembaharauan hukum investasi, atau bilamana dimungkinkan dilakukan perubahan-perubahan
seperlunya yang daapt mengakomodir kepentingan investasi di Indonesia dalam Zainuddin Djafar,Moon Young
Ju, Anissa Farha Mariana, Op.Cit., hlm. 49.
50
Raisa Samantha Sudana, Peranan Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Persiapan Menyongsong ASEAN
Economic Community 2015 e-journal dalam https://www.conftool.com/sudana (diakses 13 September 2014).
Jur
na
46
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
177
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Sholeh, Persiapan Indonesia dalam menghadapi Asean Economic Community 2015, ejournal.hi.fisip-unpad.org
(diakses 13 September 2014).
52
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju Asean Economic Community 2015 (Jakarta:Dir.Jen.
Kerjasama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan,2010). Hlm. 49.
51
178
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
D. Penutup
Jur
na
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
179
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
DAFTAR PUSTAKA
na
Buku
Jur
180
BP
HN
Internet
ing
lR
ec
hts
V
ind
Jur
na
Aspek Hukum Peraturan Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia ... (Masnur Tiurmaida Malau)
181
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
Peraturan-Peraturan
ing
182
BP
HN
ing
Naskah diterima: 27 Juni 2014; revisi: 21 Agustus 2014; disetujui: 25 Agustus 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Negara negara anggota ASEAN pada umumnya kurang menyukai pendekatan yang terlalu legalistik dalam hubungan diantara
mereka, dan cenderung memilih pendekatan ASEAN Way yaitu melalui konsensus atau musyawarah untuk mufakat.
Namun demikian, menjelang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahunn 2015, ASEAN perlu mengembangkan
model pendekatan yang berlandaskan aturan hukum (rules-based). Pendekatan hukum tersebut diharapkan dapat
digunakan tidak saja dalam kerangka merumuskan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh ASEAN yang umumnya
dibuat dalam perjanjian atau persetujuan ASEAN, namun juga untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul
diantara anggota negara negara ASEAN dalam mengimplementasikan kewajiban-kewajiban yang lahir dari kesepakatan
atau perjanjian yang dibuat diantara mereka. ASEAN secara bertahap mulai mengembangkan kerangka hukum dalam
melakukan kerjasama ekonomi yang berlangsung diantara anggota negara-negara ASEAN. Tulisan ini mencoba mengkaji
lebih dalam langkah-langkah yang telah diambil oleh ASEAN dalam upaya mereka mempererat kerjasama ekonominya,
dan kajian tersebut dilakukan dalam perspektif pengembangan kerangka hukum sebagai landasan bagi kerjasama ekonomi
di ASEAN. Mengingat bahwa kerangka hukum yang dimasudkan disini bukan saja menyangkut pembentukan substansi
hukum, tetapi juga meliputi penyelesaian sengketa, tulisan ini juga membahas mekanisme penyelesaian sengketa yang
tersedia di internal ASEAN.
Kata Kunci: kerangka hukum, kerjasama ekonomi, kesepakatan
Jur
na
Abstract
The members of ASEAN have been reluctant to be too legalistic in their relations with each other, preferring to conduct
their relationships in ASEAN Way or by consensus. Given that ASEAN would become the ASEAN Economic Community
in 2015, it is very important that appropriate legal-based mechanism should be developed to establish laws and resolve
disputes relating to trade and investment in the region. ASEAN have been moving slowly towards developing legal
framework for economic cooperation among the member state of ASEAN. This paper examines the various steps which
have been taken towards economic cooperation in the region and, examines them in the context of the evolving legal
framework for economic cooperation in ASEAN. As dispute will inevitably arise in any relationship, one of the elements
of any any legal system is to provide a means for settling these disputes. This paper, therefore, also examines the various
mechanisms for dispute resolution available in intra-ASEAN.
Keywords: legal framework, economic cooperation, consensus
Penguatan Kerangka Hukum Asean untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Subianta Mandala)
183
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
A. Pendahuluan
ASEAN:
http://www.asean.org/resources/publications/item/association-of-southeast-asian-nations-aseanintegration-monitoring-report-a-joint-report-by-the-asean-secretariat-and-the-world-bank-english?category_
id=382, (diakses 2 Maret 2014).
2
William Bucklin, Regional Economic Cooperation in Southeast Asia: 1945-1969, (Ann Arbor: University Microfilms
International, 1975), hlm. 35.
3
ASA bahkan menjadi model pembentukan ASEAN terutama dalam mekanisme administrasi organisasi dan
beberapa konsep kerjasama teknis dan kebijakan di bidang ekonomi, sosial dan budaya..
Jur
184
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
The Asean Declaration (Bangkok Declaration) Bangkok, 8 August 1967, diakses melalui http://www.asean.org/
news/item/the-asean-declaration-bangkok-declaration, (diakses 3 April 2014).
5
Lihat Paul J. Davidson, ASEAN-The Evolving Legal Framework fo Economic Cooperation, (Singapore: Times
Academic Press, 2002), hlm. 1.
6
Piagam ASEAN ditanda-tangani oleh 10 Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN tanggal 20 Nopember 2007 pada
KTT ke-13 di Singapore dan mulai berlaku efektif tanggal 15 Desember 2008 setelah kesepuluh Negara anggota
ASEAN menyampaikan instrument ratifikasi.
Jur
Penguatan Kerangka Hukum Asean untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Subianta Mandala)
185
BP
HN
B. Metode Penelitian
ing
ind
C. Pembahasan
Jur
na
lR
ec
hts
V
186
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Perdagangan preferensial adalah akses khusus yang diberikan oleh satu negara kepada negara lain terhadap
suatu produk tertentu. Hal ini dilakukan biasanya melalui pengurangan tarif, namun tidak menghilangkan tarif
sama sekali. Pemberian preferensial dalam perdagangan ini dibentuk biasanya melalui perjanjian perdagangan
atau blok perdagangan.
8
Paul J. Davidson, Op. Cit. (Note 5), hlm. 74.
9
Lihat ASEAN Economic Community < http://www.asean.org/communities/asean-economic-community>
[diakses 7/4/2014].
Jur
Penguatan Kerangka Hukum Asean untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Subianta Mandala)
187
lR
ec
hts
V
ind
Pada
tahun
yang
sama
dengan
penandatangan Piagam ASEAN, sebuah cetak
biru MEA telah ditandatangani oleh semua
kepala pemerintahan ASEAN yang berisi
tentang langkah-langkah konkrit yang harus
dilaksanakan oleh semua negara-negara anggota
ASEAN dalam mewujudkan MEA beserta Jadwal
(timeframe) pelaksanaannya.
Lahirnya Piagam ASEAN telah merubah
ASEAN dari suatu asosiasi yang longgar
menjadi suatu organisasi yang berdasarkan
hukum (rules-based) dan berorientasi kepada
kepentingan rakyat (people oriented). Pada
tahun tahun awal kelahirannya, ASEAN
tidak pernah dimaksudkan sebagai sebuah
BP
HN
ing
Deklarasi Bangkok yang merupakan dokumen lahirnya ASEAN pada tahun 1967 hanya merupakan pernyataan
yang terdiri dari 2 halaman dan tidak memerlukan ratifikasi, dan cukup ditandatangani oleh 5 (lima) Menteri
Luar Negeri dari negara negara anggota ASEAN.
11
Perjanjian yang bersifat mengikat (legally binding treaty) pertama yang dibuat oleh ASEAN adalah pada saat
ASEAN Summit I di Bali pada tahun 1976, sembilan tahun setelah lahirnya ASEAN, yaitu the Treaty of Amity and
Cooperation in Southeast Asia.
12
Teks lengkap mengenai beberapa persetujuan dalam rangka AFTA dapat diakses melalui http://.aseansec.org/
economic/afta/afta_agr.htmn, Perkembangan lain yang terjadi dalam ASEAN adalah bahwa ASEAN tidak lagi
hanya membicarakan masalah-masalah ekonomi, tapi juga bidang-bidang lain seperti keamanan, sosial budaya
dan lain-lain. Kerjasama penegakan hukum, seperti penanggulangan kejahatan lintas batas Negara telah berjalan
di ASEAN. Bahkan kerjasama tersebut telah dikemas dalam bingkai hukum yaitu berupa perjanjian internasional
yang meletakkan hak dan kewajiban kepada Negara-negara anggota ASEAN.
Jur
na
10
188
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Paul J. Davidson, The ASEAN Way and the Role of Law in ASEAN Economic Cooperation, 8 Singapore Year Book
of International Law, 2004. hlm. 165.
14
Rodolfo C. Severino, Sekretaris Jenderal ASEAN, the ASEAN Way and the Rule of Law, makalah lepas yang
disampaikan pada International Law Conference on ASEAN Legal Systems and Regional Integrationyang
diselenggarakan oleh Universitas Malaya, Kuala Lumpur, 3 September 2001.
13
Penguatan Kerangka Hukum Asean untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Subianta Mandala)
189
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Ibid.
Arumugam Rajenthran, Indpnesia, an Overview of the Legal Framework for Foreign Direct Investment,
Economics and Finance, No. 2, (2002).
15
16
190
ing
BP
HN
ind
na
lR
ec
hts
V
Dari tahun 1977 sampai tahun 1987, telah lahir juga beberapa perjanjian, diantanya ASEAN Industrial Projects
(1980), the ASEAN Industrial Complementation (1981), the ASEAN Industrial Joint Ventures (1983), the Brandto-Brand Complementation Scheme (1988), ASEAN Currency Swap Arrangement (1977), Agreement on the Food
Security Reserve (1979), Agreement on the Mutual Recognition of Drivers Licenses (1985), dan Establishment
of the Petroleum Security Reserve (1986).
18
Lihat di bagian Pembukaan Piagam ASEAN.
19
Rosario Gonzalez-Manalo, Drafting ASEANsTomorrow: The Eminent Persons Group and the ASEAN Charter,
dalam Tommy Koh, (eds.), The Making of The ASEAN Charter, (Singapore: World Scientific Publishing Co.Pte.Ltd.,
2009), hlm. 3.
Jur
17
Penguatan Kerangka Hukum Asean untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Subianta Mandala)
191
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
192
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Lihat the ASEAN Protokol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism, diakses melalui <http://www.asean.org/
news/item/asean-protocol-on-enhanced-dispute-settlement-mechanism>, (diakses 10 Juni 2014).
20
Penguatan Kerangka Hukum Asean untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Subianta Mandala)
193
BP
HN
ing
D. Penutup
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
194
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bucklin, William, Regional Economic Cooperation in
Southeast Asia (Ann Arbor: University Microfilms
International, 1975)
Davidson, Paul J., ASEAN-The Evolving Legal
Framework
fo
Economic
Cooperation,
(Singapore: Times Academic Press, 2002)
Davidson, Paul J., The Legal Framework for
International Economic Relations, (Singapore:
Institute of Southeast Asian Studies, 1997)
Koh, Tommy (eds.), The Making of The ASEAN
Charter, (Singapore: World Scientific Publishing
Co.Pte.Ltd., 2009)
Penguatan Kerangka Hukum Asean untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Subianta Mandala)
195
Website
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
ing
Makalah/Artikel
196
BP
HN
ing
Naskah diterima: 11 Juni 2014; revisi: 19 Agustus 2014; disetujui: 22 Agustus 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Mulai berlaku efektifnya Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community diharapkan membawa dampak
positif terhadap perekonomian Indonesia, khususnya bidang perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara.
Pemerintah berkewajiban untuk mengelola secara maksimal pendapatan pajak yang diperoleh pemerintah Indonesia dari
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh subyek hukum negara ASEAN non-Indonesia, salah satunya pengelolaan pendapatan
pajak adalah dengan menyelesaikan sengketa utang piutang pajak yang memposisikan negara sebagai Kreditor. Salah satu
pilihan penyelesaian sengketa yang dapat digunakan adalah melalui prosedur kepailitan dengan pengajuan permohonan
pailit demi kepentingan umum oleh Kejaksaan pada sistem peradilan Indonesia serta melaksanakan pengurusan harta
Debitur pailit yang berada di luar Indonesia untuk membayar utang pajak terhadap Kreditor melalui kepailitan lintas batas
(cross border insolvency).
Kata Kunci: utang pajak, kepailitan lintas batas, kejaksaan
Jur
na
Abstract
ASEAN Economic Community (AEC) will enter into force in 2015 and expected to bring positive impact on the Indonesian
economy, especially in the field of taxation as the main source of state revenue. Government is obliged to manage taxes
that earned by Indonesian government from economic activities undertaken by foreign legal in ASEAN area subjects which
done in Indonesia maximally, as an example is to resolve tax disputes that positioning Indonesia as a creditor. One of
dispute settlement method which could be used through bankruptcy petition filled by prosecutors for the reason of public
interest and also conducts management of bankrupt debtor assets which located outside of Indonesia to pay tax debts to
creditors through cross-border insolvency.
Keywords: tax debt, cross border insolvency, prosecutor
197
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
A. Pendahuluan
198
Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 3, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2014.
ing
BP
HN
B. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini adalah metode penelitian normatif
dengan pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan konsep
(conceptual approach). Bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum yang diperoleh
melalui buku kepustakaan, artikel, peraturan
perundang-undangan, jurnal ilmiah serta situs
internet.
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
2
3
Pasal 30 ayat (2), Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Abdul Rahman Saleh, Bukan Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008),
hlm. 213-214.
Wewenang Kejaksaan sebagai Pemohon Pailit ... (B.G.M. Widipradnyana Arjaya)
199
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
1.
Kepailitan
sebagai
penyelesaian
sengketa utang pajak oleh subyek
hukum dari negara ASEAN nonIndonesia pasca berlakunya AEC
ing
C. Pembahasan
200
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
201
ing
BP
HN
kepada pejabat yang berwenang. UndangUndang Pengadilan Pajak merupakan satusatunya legislasi perpajakan yang berada dalam
domain hukum perdata, namun sayangnya
ketentuan acara undang-undang tersebut hanya
berlaku searah. Selain undang-undang tersebut
penyelesaian sengketa pajak yang terjadi masuk
ke dalam ranah hukum pidana dan hukum
administrasi.
Secara pidana Penyelesaian sengketa pajak
yang timbul akibat tidak dibayarkannya utang
pajak dari wajib pajak kepada pejabat yang
berwenang diatur dalam undang-undang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan
dalam Pasal 39 ayat (1) huruf I UUKUP yang
menyatakan bahwa Wajib pajak yang tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong
atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pemrosesan tindak pidana perpajakan dapat
dihentikan dengan ketentuan yang diatur dalam
ketentuan Pasal-Pasaldalam UUKUP berikut :
- Pasal 44B ayat (1), untuk kepentingan
penerimaan Negara, atas permintaan
menteri keuangan, jaksa agung dapat
menghentikan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan paling lama dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
permintaan.
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
202
BP
HN
ind
ing
lR
ec
hts
V
Jur
na
Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Pengadilan (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 92.
Wewenang Kejaksaan sebagai Pemohon Pailit ... (B.G.M. Widipradnyana Arjaya)
203
BP
HN
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
204
Ibid.
BP
HN
c.
Keberlakuan
Hukum
Kepailitan
Indonesia terhadap Debitur Asing
ing
lR
ec
hts
V
ind
Jur
na
Lihat Ibid, hlm. 77, dikutip dari Kartini Muljadi, Kreditor Preferen dan Kreditor Separatis dalam Kepailitan
(2004), hlm. 174-175.
10
J.G. Starke (diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmaja), Pengantar Hukum Internasional 1, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), hlm. 210
9
205
ind
BP
HN
ing
Debitur
Dasar Hukum
lR
ec
hts
V
Jur
na
Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara Perdata (Yogyakarta: Genta
Press, 2013), hlm. 53-55.
11
206
BP
HN
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
207
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
208
ing
BP
HN
ind
Jur
na
lR
ec
hts
V
Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 82, dikutip dari
Peter Mahmud Marzuki, Hukum kepailitan Menyongsong Era Global (makalah disampaikan pada semiloka
Restrukturisasi Organisasi Bisnis melalui Hukum Kepailitan, FH. UNDIP-ELIPS, 1997).
12
209
ing
BP
HN
ind
Jur
na
lR
ec
hts
V
210
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Hadi Shubhan, Op. cit., hlm. 98, dikutip dari Jerry hoff, Indonesian Bankruptcy Law, (Jakarta: Tatanusa, 1999),
hlm. 193.
14
Ibid, dikutip dari Jerry Hoff, Op. cit., hlm. 194.
15
Ibid, hlm. 98-99.
16
Rosalia Suci et al., Aspek Hukum Kepailitan dan Insolvensi Bank di Negara-Negara ASEAN, Buletin Hukum
Perbankan dan Kebanksentralan Bank Indonesia Volume 9, Nomor 3 (2011), http://www.bi.go.id/id/publikasi/
lain/hukum-perbankan/Documents/306fa54942ca4b44a469346e28f16294BuletinHukum09091211.pdf
(diakses 17 Mei 2014).
Jur
13
211
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
17
212
Jur
na
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
ing
D. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ekawati, Evy Lusia, Peranan Jaksa Pengacara
Negara dalam Penanganan Perkara Perdata,
(Yogyakarta: Genta Press, 2013).
Hartini,Rahayu, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009).
Saleh, Abdul Rahman, Bukan Kampung Maling,
Bukan Desa Ustadz, (Jakarta: Kompas Media
Nusantara, 2008).
Shubhan, Hadi, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma,
dan Praktik di Pengadilan, (Jakarta: Kencana,
2009).
Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional 1,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010).
Internet
ASEAN Secretariat, ASEAN Economic Community
Blueprint, (Jakarta, 2008), www.asean.org/
archive/5187-10.pdf (diakses 9 Mei 2014).
Badan Koordinasi Penanaman Modal, Avoidance of
Double Taxation Agreement, Badan Koordinasi
Penanaman Modal, http://www3.bkpm.go.id/
213
Peraturan perundang-undangan :
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
contents/p14/taxation/14#.U5fE9Pl_tQF
(diakses 10 Juni 2014).
Departemen
Perdagangan
Republik
Indonesia,Menuju
ASEAN
Economic
Community 2015,http://ditjenkpi.kemendag.
go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/Buku%20
Menuju%20ASEAN%20ECONOMIC%20
COMMUNITY%202015.pdf (diakses 9 Mei 2014).
Rosalia Suci et al., Aspek Hukum Kepailitan dan
Insolvensi Bank di Negara-Negara ASEAN,
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan
Bank Indonesia Volume 9, Nomor 3 (2011),
http://www.bi.go.id/id/publikasi/lain/hukumperbankan/Documents/44a469346e28f1629
4BuletinHukum09091211.pdf (diakses 17 Mei
2014).
214
BP
HN
ing
Naskah diterima: 25 Agustus 2014; revisi: 8 September 2014; disetujui: 9 September 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Batam saat ini merupakan daerah industri dan juga sebagai kawasan perdagangan bebas serta kawasan pelabuhan bebas.
Peraturan perundang-undangan tersebut melahirkan 2 (dua) otoritas yang berwenang mengatur dan mengelola Batam,
yaitu Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam. Keduanya memiliki wewenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang dalam pelaksanaannya sering tumpang tindih sehingga menghambat pembangunan di Pulau
Batam. Di sisi lain, terdapat tantangan besar pada tahun 2015 dengan pelaksanaan ASEAN Economic Community (AEC
2015) sebagai realisasi integrasi ekonomi sesuai dengan Visi ASEAN 2020. Tulisan ini menganalisis mengenai urgensi
otonomi khusus Batam dalam rangka penyelesaian persoalan tumpang tindih kewenangan terkait penyelenggaraan
Batam serta dikaitkan dengan tantangan AEC 2015. Dengan menggunakan metode hukum normatif disimpulkan bahwa
urgensi kekhususan Batam didasari oleh adanya alasan kekhususan Batam yang meliputi alasan filosofis, kesejarahanpolitis, yuridis, dan teoritis akademis. Kekhususan Batam meliputi substansi bidang politik dan pemerintahan, serta bidang
perekonomian, pertanahan, dan penataan ruang. Melalui kekhususan Batam sebagai Pemerintah Provinsi Otonomi
Khusus Batam, dualisme kelembagaan dan peraturan perundang-undangan di Batam akan menjadi kesatuan otoritas
dan pengaturannya. Dengan demikian, cita-cita Batam menjadi daerah di Indonesia yang berada di jalur perdagangan
internasional yang maju dapat tercapai serta menjadi bagian dari AEC 2015 yang berhasil.
Kata Kunci: kewenangan, asimetri, otonomi khusus
Jur
na
Abstract
Batam as an Industrial Zone, was also known as a free trade zone and free harbour zone. Based on enacted law there are
2 (two) agencies who has the authority to manage and administer Batam, which are Batam Indonesia Free Zone Authority
(BIPZA) and The Local Government of Batam. In the implementation, both agencies has overlapping authority thereby
sometimes the development of Batam are obstructed by this. On the other side there are big challenges in the year 2015,
it is ASEAN Economic Community (AEC 2015) as an achievement of economic integration in line with the ASEAN Vision of
2020. This research tries to analize the critical issues about Batam Autonomy in order to solve the overlapping authority
problems in Batam along with the AEC Challenges in 2015. Using normative legal method, it is concluded that special
autonomy for Batam is urgent based on philosophical, historical, political, jurist and theoritical reasons. Special autonomy
for Batam consist of politics and goverment field, economics, and land and space planning. Through the autonomy of
Batam, its expected that the dualism of institution and/or regulation will unite in one authority and regulation as well.
Therefore, Batams goal to be an advanced district in Indonesia which will be part of the international trade lines can be
accomplished and Batam can be part of AEC 2015.
Keywords: asymmetry, authority, special autonomy
215
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
A. Pendahuluan
Dalam konteks masa kini, pengelolaan dan
pemanfaatan pulau-pulau di Indonesia menjadi
suatu tantangan tersendiri bagi Pemerintah
Indonesia. Karakteristik wilayah yang terpisahpisah berpengaruh pada koordinasi dan
konektivitas antar pulau di Indonesia.1 Salah satu
pulau yang memiliki peran strategis tersebut
yaitu Pulau Batam. Pulau Batam merupakan
salah satu pulau yang berada di Provinsi
Kepulauan Riau.2 Secara historis pengelolaan
Pulau Batam dilakukan oleh Perusahaan Negara
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional
(PN Pertamina)3 (1970-1971); Badan Pimpinan4
(1971-1973); Otorita Batam5 (1973-2007); serta
terakhir Badan Pengusahaan (2007-sekarang).
Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007, semua
aset Otorita Batam dialihkan menjadi aset
Badan Pengusahaan, kecuali aset yang telah
diserahkan kepada Pemkot Batam. Pegawai
pada Otorita Batam dialihkan menjadi pegawai
pada Badan Pengusahaan. Selain itu, hak
pengelolaan atas tanah menjadi kewenangan
Deloitte Access Economic, The Connected Archipelago: The Role of the Internet in Indonesias Economic
Development, (Desember 2011), hlm. 3.
2
Berdasarkan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri atas Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Keluatan dan Perikanan, Badan Koordinasi Survey dan Pemetanaan Nasional
(Bakorsurtanal), Dinas Hidro Oseanografi TNI Angkatan Laut, dan Dinas Topografi TNI Angkatan Darat diperoleh
data bahwa Kepulauan Riau terdiri atas 2408 pulau.
3
Lihat KePeraturan Pemerintahres Nomor 65 Tahun 1970.
4
Lihat Pasal 5 KePeraturan Pemerintahres Nomor 74 Tahun 1971.
5
Lihat Pasal 4 ayat (1) KePeraturan Pemerintahres Nomor 41 Tahun 1973.
6
Bentuk ketidakharmonisan tersebut secara faktual dapat dilihat dengan adanya permohonan gugatan uji
materil atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon menganggap bahwa
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 memiliki persoalan yuridis penetapan kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Kota Batam karena akan mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Kota Batam sebagai daerah otonom. Payung hukum penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
adalah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 yang ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007,
berlaku umum secara nasional, sementara payung hukum penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Kota Batam adalah Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 yang berlaku khusus (lex specialis) bagi Kota Batam.
Namun, dalam Putusan Nomor 29/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Pemohon.
Jur
na
216
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Struktur hukum ialah perangkat (organ, misalnya legislator dan penegak hukum) yang membentuk dan
menjalankan (menegakkan) peraturan perundang-undangan.
8
Subtansi hukum ialah produk peraturan perundang-undangan.
9
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Lihat Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.
7
217
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Perencanaan dari Reklamasi pantai menurut Undang-Undang Nomor Tahun 27 tahun 2007 tentang wilayah
pesisir pulau-pulau kecil harus memperhatikan: Keberlanjutan dari kehidupan dan penghidupan masyarakat;
Keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pulau-pulau
kecil; Persyaratan teknis, pengambilan, pengerukan dan penimbunan material. Perencanaan dari reklamasi
diatur dengan Peraturan Pemerintah dalam Pasal 11 disebutkan bahwa penyusunan rencana induk dari
reklamasi harus memperhatikan kepemilikan dan penguasaan lahan. Salah satunya adalah tentang status tanah
hasil reklamasi tersebut.
11
Kewenangan urusan pemerintahan bidang pertanahan dalam lampiran PERATURAN PEMERINTAH Nomor 38
Tahun2007, ada 9 (sembilan) Subbidang kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota di bidang pertanahan, yaitu:
Sub Bidang Izin Lokasi; Sub Bidang Pengadaan tanah untuk kepentingan umum; Penyelesaian Sengketa Tanah
Garapan; Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan; Penetapan Subyek
dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee; Penetapan
tanah Ulayat; Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong; Izin Membuka Tanah; serta Perencanaan
Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/Kota.
Jur
na
10
218
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Kementerian Perdagangan RI, Menuju ASEAN Economic Community 2015, hlm. 51-71.
12
219
BP
HN
lR
ec
hts
V
C. Pembahasan
ind
ing
B. Metode Penelitian
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: CV Rajawali,
1990), hlm. 15.
14
C.F.G Sunariyati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm.
143.
15
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lihat Pasal 1
angka 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999.
16
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(Lihat Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004).
17
Ateng Syafrudin, Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II dan Perkembangannya, (Bandung: Mandar
Maju, 1992), hlm. 61.
Jur
na
13
220
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
na
18
Jur
19
221
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Jur
26
222
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
223
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Hakikat
otonomi
daerah
adalah
desentralisasi atau proses pendemokrasian
pemerintahan dengan keterlibatan langsung
warga
masyarakat
sehingga
meskipun
menggunakan pendekatan lembaga perwakilan.
Hal demikian membuat pemerintah pusat harus
memperhatikan mengenai suasana lingkungan
suatu pemerintahan daerah yang berada dalam
sistem negara kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai negara kesatuan yang memiliki dinamika
sosial, budaya, ekonomi, dan politik di tingkat
lokal menjadi suatu pertimbangan penting
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
di tataran pemerintahan lokal. Perkembangan
masyarakat yang dinamis, khususnya di
daerah-daerah
tertentu
yang
berbeda
dengan perkembangan masyarakat di daerah
lain harus dipertimbangkan dalam rangka
pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Bentuk kebijakan yang
afirmatif merupakan hal yang pasti akan
memberikan kesejahteraan masyarakat daerah
namun tetap dalam konteks negara kesatuan
Republik Indonesia. Keberhasilan di suatu
daerah akan menciptakan keberhasilan pula di
daerah sekitarnya, misalnya Pulau Bintan dan
Pulau Karimun.
Orientasi daerah-daerah yang menjadi
pusat industri dan perekonomian akan sangat
BP
HN
a. Alasan Filosofis
ing
31
32
224
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
a. Alasan Kesejarahan-Politis
N. A. Phelps, Archetype for an Archipelago? Batam as Anti-model and Model of Industrialization in Reformasi
Indonesia, School of Geography, University of Southampton, UK, Progress in Development StudiesJuly (2004,Vol.
4Nomor 3):206-229.
34
Entrepot partikelir adalah ruangan-ruangan yang berkenaan dengan letak dan susunan yang memenuhi syaratsyarat yang ditetapkannya sebagai entrepot partikelir untuk menimbun (menyimpan) barang yang impor.
35
Lihat Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam.
33
225
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Sebagai pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut diterbitkanlah Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
43 Tahun 1977.
36
226
Jur
na
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
ing
b. Alasan Yuridis
c. Alasan Teoritis-Akademik
227
ing
BP
HN
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah.
Dalam posisi khusus sebagai daerah industri,
pelabuhan dan perdagangan bebas, Batam
mempunyai
fungsi
sebagai
lokomotif
pertumbuhan dan perkembangan industri,
perdagangan, dan pelabuhan bebas. Sebagai
konsekuensinya Batam memiliki tugas dan
wewenang melakukan pengelolaan dan
pengembangan kawasan perdagangan bebas
dan pelabuhan bebas ini dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan didasari
hal tersebut maka Batam harus memiliki bentuk
dan susunan pemerintahan yang berbeda
dengan provinsi lainnya di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada dua pertimbangan pokok:
pertama, kekhususan yang dimiliki Batam
membutuhkan adanya kelembagaan yang dapat
mengelolanya dengan sebaik-baiknya agar
dapat mencapai tujuan kekhususan itu sendiri;
kedua, Batam, sebagaimana diindikasikan pada
bagian sebelumnya, telah memiliki 2 (dua)
kelembagaan pemerintahan sehingga menjadi
tidak efektif untuk jangka waktu yang sangat
lama. Substansi kekhususan dalam bidang ini
perlu direvitalisasi kelembagaannya yang telah
ada guna berjalannya kegiatan pemerintahan
daerah di Pulau Batam. Perbedaan pokok dalam
aspek kelembagaan Batam dengan daerah
lainnya, yaitu adanya 2 (dua) otoritas yang
memiliki kewenangan yang saling berbenturan
dalam penyelenggaraan Pulau Batam, yaitu
Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan
Batam. Revitalisasi atas kelembagaan tersebut
dilakukan dengan melakukan reorganisasi
baru di Batam dengan membentuk Kota
lR
ec
hts
V
ind
na
Jur
Substansi
dari
kekhususan
Batam
terletak pada kekhususan Batam dalam
Joachim Wehner, Asymmetrical Devolution, Development Southern Africa (Vol 17, Nomor 2 Juni, 2000): 2.
Kementerian Dalam Negeri, Naskah Akademik RUU tentang Keistimewaan Yogyakarta, (Jakarta: Kementerian
Dalam Negeri, 2010).
39
Ibid.
37
38
228
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
na
Terkait
struktur
pembentukan
dan
sistem Pemerintah Provinsi Otonomi Khusus
Batam, terdapat beberapa hal yang menjadi
kekhususan Batam. Pertama, dalam kerangka
pembentukan daerah otonomi baru yang
Kedudukan gubernur terkait dengan kekuasaan kepala daearah sebagai lembaga eksekutif yang memegang
kekuasaan dalam bentuk berbagai fungsi dan wewenang yang berhubungan dengan bidang pemerintahan daerah
(Lihat Sayuti una, Pergeseran Kekuasaan Pemerintahan Daerah Menurut Konstitusi Indonesia, (Yogyakarta: UII
Press, 2004), hlm. 107.
41
Pemilihan langsung oleh rakyat terkait dengan kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau demokrasi biasa
juga disebut sistem demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung. Di dalam praktik yang menjalankan
kedaulatan rakyat adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. (Lihat Jimly Asshiddiqie,
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajagrafindo, 2013), hlm. , (Jakarta: Rajagrafindo, 2013), hlm. 328
Jur
40
229
ing
BP
HN
ind
lR
ec
hts
V
c. Pengisian Jabatan
Jur
na
230
BP
HN
ind
ing
lR
ec
hts
V
Jur
na
Penyelenggaraan
pemerintah
daerah
khusus Batam dilakukan dengan pengaturan
terhadap
kewenangan
perekonomian,
pertanahan, dan penataan ruang. Kewenangan
khusus dalam ketiga urusan ini diwujudkan
melalui kewenangan penuh dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan dan dalam merumuskan
Peraturan Daerah Khusus tentang ketiga urusan
pemerintahan itu.
Di bidang perekonomian, Pemerintah
Daerah Khusus Batam memiliki kewenangan
untuk mengatur secara luas bidang-bidang
perekonomian, misalnya mengenai pabean,
cukai, pajak daerah dan retribusi daerah.
Bidang-bidang tersebut tidak terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku secara
231
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
D. Penutup
Jur
na
232
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jur
na
Makalah/Artikel/Hasil penelitian
Atmadja, I Gede, Penafsiran Konstitusi Dalam
Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi Pelaksana UUD
1945 secara murni dan konsekuen, Pidato guru
besar dalam bidang Ilmu Hukum Tata Negara
pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, (10
April 1996).
Brown, Archie, Asymetrical Devolution: The Scottish
Case, Political Quarterly, (Juli-September 1998,
Vol. 69, Issue 3).
Deloitte Access Economic, The Connected
Archipelago: The role of the Internet in
Indonesias economic development, (Desember
2011).
233
Internet
BP
HN
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
234
Peraturan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang
tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir,
Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten
Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota
Batam.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2000 tentang Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam.
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
235
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
Jur
na
236
BP
HN
(Towards ASEAN Political and Security Community: Critics and Challenges on Indonesias Human
Rights Law Politics Under Asean Human Rights Regionalism)
Harison Citrawan
ing
Naskah diterima: 4 Juli 2014; revisi: 29 Agustus 2014; disetujui: 29 Agustus 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Tulisan ini mencoba menganalisis regionalisme hak asasi manusia (HAM) di kawasan Asia Tenggara dari sudut pandang
politik hukum HAM Indonesia. Secara khusus, analisis akan dilakukan pada bagaimana peluang dan tantangan politik
hukum HAM nasional dalam mewujudkan mekanisme perlindungan HAM regional, serta bagaimana gambaran interaksi
ideal antara mekanisme perlindungan HAM di tingkat regional dengan nasional. Menggunakan pendekatan analisis rezim
dan dipadukan dengan konsep kepatuhan hukum, tulisan ini mengajukan proposisi bahwa regionalisme HAM dalam
kerangka kerja ASEAN akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan tingkat kepatuhan hukum (legal compliance) negara-negara
anggota ASEAN terhadap norma dan prinsip HAM di tingkat domestik. Dalam konteks politik hukum HAM nasional, terdapat
setidaknya tiga dimensi tantangan yang perlu diperhatikan dalam masa mendatang yang meliputi: desentralisasi, diskursus
militer-HAM, dan skeptisisme terhadap hukum HAM internasional. Tulisan ini menyimpulkan bahwa terdapat kebutuhan
akan harmoni dalam reposisi politik hukum HAM baik di tingkat nasional dan regional, agar norma yang telah disepakati
pada tingkat internasional dapat diimplementasikan dan diterjemahkan di tingkat regional, dan yang lebih penting lagi
ialah agar regionalisme HAM ASEAN dapat memberi pengaruh terhadap domestikasi nilai dan prinsip HAM di Indonesia.
Kata Kunci: regionalisme, politik hukum, hak asasi manusia
Jur
na
Abstract
This paper attempts to analyze human rights regionalism in ASEAN from Indonesias national human rights politics
perspective. In particular, an analysis will be taken on challenges and opportunities of the national human rights politics
in establishing a stronger regional human rights mechanism, and how an ideal interaction between regional and national
human rights mechanisms should be drawn. Using regime analysis approach and combined with legal compliance concept,
this paper proposes that ASEAN human rights regime would be superfluous if it is not followed by member states legal
compliance upon human rights norms and principle in domestic level. In the context of national human rights politics,
there are at least three challenging dimensions that ought to be considered in the future, namely: decentralization, human
rights-military discourse, and international human rights law skepticism. This paper thus concludes that there is a need to
harmonize the human rights politics in both national and regional level, so that any internationally accepted norms will be
implemented and applied into ASEAN human rights regionalism, and equally important is to ensure that such a regionalism
is capable in influencing human rights values and principles domestication in Indonesia.
Keywords: regionalism, legal politics, human rights
237
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
ing
A. Pendahuluan
na
Rezim dalam hal ini didefinisikan sebagai networks of rules, norms, and procedures that regularize behavior and
control its effects. Lihat Keohane, R. and Joseph S. Nye. Power and Interdependence: World Politics in Transition
(Boston: Little, Brown, 1977), hlm. 19.
2
Lihat Robin Ramcharan, ASEANs Human Rights Commission: Policy Considerations for Enhancing Its Capacity to
Protect Human Rights, UCL Human Rights Review (Vol.3, 2010 ): 199-235. Secara khusus, Ramcharan berpendapat
bahwa perhatian terhadap isu hak asasi manusia dan kemanusiaan lebih bersifat indirect ketimbang direct
dari kerangka besar ASEAN yang memiliki sudut pandang pada keamanan dan perdamaian regional (hlm. 199).
3
ASEAN Secretariat, ASEAN Political-Security Community Blueprint, (Jakarta: ASEAN Secretariat, June 2009),
paragraf 10.
Jur
238
BP
HN
C. Pembahasan
HAM
Asia
ing
1. Menuju Regionalisme
Tenggara
lR
ec
hts
V
ind
B. Metode Penelitian
Jur
na
239
BP
HN
ing
ind
lR
ec
hts
V
na
Pammela Quinn Saunders, The Integrated Enforcement of Human Rights, International Law and Politics,
(Vol.45:97, 2012): 109-113.
5
Paragraf 37, Vienna Declaration and Programme of Action (diadopsi dalam the World Conference on Human
Rights, Vienna 25 Juni 1993).
6
Sebagai tambahan, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1977 juga sebenarnya sudah
mendorong bahwa, States in areas where regional arrangements in the field of human rights do not yet exist to
consider agreements with machinery for the promotion and protection of human rights. (GA Res. 32/127, 1977).
7
Fekadeselassie F. Kidanemariam, Enforcement of Human Rights under Regional Mechanisms: a Comparative
Analysis, LLM Theses and Essays. Paper 80. (2006), hlm.6, http://digitalcommons.law.uga.edu/stu_llm/80
(diakses pada 27 Agustus 2014). LLM Theses and Essays. Paper 80.
Jur
240
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
ing
na
Jur
10
Commission to Study the Organization of Peace. 1980. Regional Promotion and Protection of Human Rights.
Twety-Eighth Report of the Commission to Study the Organization of Peace, hlm. 15.
Joint Communique of the 26th ASEAN Ministerial Meeting, Singapura, 23-24 Juli 1993, paragraf 16-18.
Sebagai contoh: Lihat Suzannah Linton, ASEAN States, Their Reservations to Human Rights Treaties and the
Proposed ASEAN Commission on Women and Children, Human Rights Quarterly 30 (2008): 436493, The Johns
Hopkins University Press.
S. Petcharamesree, The Human Rights Body: A Test for Democracy Building in ASEAN (Stockholm: International
Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2009): 4.
Pasal 4.2 Terms of Reference the ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights menyebutkan bahwa,
mandat Komisi untuk membentuk Deklarasi HAM ASEAN dengan pandangan untuk membangun kerangka kerja
untuk kerjasama hak asasi manusia melalui berbagai konvensi ASEAN dan instrumen terkait hak asasi manusia.
11
12
241
e.
f.
g.
BP
HN
ing
d.
ind
c.
lR
ec
hts
V
b.
Terkait dengan argumen tersebut, pada tataran teoretis Moravcsik menulis Establishing an international human
rights regime is an act of political delegation akin to establishing a domestic court or administrativeagency. From
a republican liberal perspective one related to institutional variants of democratic peace theory as well
as to the analysis of two-level games and public-choice theories of delegationcreating a quasi-independent
judicial body is a tactic used by governments to lock in and consolidate democratic institutions, thereby enhancing
their credibility and stability vis-a`-vis nondemocratic political threats. In sum, governments turn to international
enforcement when an international commitment effectively enforces the policy preferences of a particular
government at a particular point in time against future domestic political alternatives. Andrew Moravcsik, The
Origins of Human Rights Regimes: Democratic Delegation in Postwar Europe, International Organization (54, 2,
2000): 220..
14
Lihat Eric Neumayer, Do International Human Rights Treaties Improve Respect for Human Rights? London: LSE
Research Online, http://eprints.lse.ac.uk/archive/00000612, (diakses 24 Juni 2014).
Jur
na
13
242
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
Jur
16
243
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Dalam kerangka kerja RANHAM, Peraturan Bersama Menkumham dan Mendagri Nomor 20/77 Tahun 2012
tentang Parameter Hak Asasi Manusia dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah pada prinsipnya merupakan
landasan hukum yang kuat dalam menciptakan peraturan daerah yang sesuai dengan norma dan prinsip HAM.
Namun demikian, dalam beberapa kesempatan wawancara penulis dengan aparatur pemerintahan daerah,
Peraturan Bersama tersebut belum tersosialisasikan dengan baik. Selain itu, penulis berpendapat bahwa belum
terdapat mekanisme memaksa dari keberlakuan Peraturan Bersama tersebut, yang membuat koordinasi antar
para pembuat kebijakan menjadi lemah.
21
Fenomena tersebut paling mencolok dapat ditemukan dalam berbagai peraturan daerah yang bernuansa agama.
Jur
20
244
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Jur
na
Reform
Status
Full government and parliamentary control over
Practice of partial military self-financing continues
military budget
State auditors authority to scrutinize military
Effective auditing of military expenditure
budgets still very limited
Regular, interagency reassessment of threat situation Threat assessment and force structure
and military structure
determined by military elite
Public perception of impunity for military
Transparent, credible military court system
personnel persists
Professional, multi-layered procurement
Network of military-connected agents still dominant;
process of military equipment
corruption rampant
Gradually improving, but remains dependant on the
Full adherence of the military bureaucracy
loyalty of individual officers
to executive decisions
to the president
Existence of vibrant civilian defense community
Expanding, but often lacking resources
Lihat Wacana HAM Edisi II/Tahun XI/2013, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Rilis liputan terkait berita ini dapat dilihat pada lama resmi Kompas http://lipsus.kompas.com/
topikpilihanlist/2410 (diakses 28 Agustus 2014).
24
Marcus Mietzner, The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and
Institutional Resistance, (Washington: East-West Center, 2006), hlm. 63.
22
23
245
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
ing
Jur
na
Leonard C. Sebastian dan Iisgindarsah, Taking Stock of Military Reform in Indonesia, dalam J. Rland et al. (eds.),
The Politics of Military Reform, Global Power Shift, (Heidelberg: Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2013).
25
246
Treaty Description
BP
HN
Treaty Name
CAT
CAT-OP
CCPR
23 Oct
1985
CED
27 Sep
2010
CEDAW
CERD
CESCR
22 Sep
2004
26 Jan 1990
24 Sep
2001
24 Sep
2001
30 Mar
2007
CMW
ind
lR
ec
hts
V
28 Oct 1998
CCPR-OP2-DP
ing
Ratification Date,
Accession(a),
Succession(d)
Date
CRC
CRC-OP-AC
CRC-OP-SC
CRPD
31 May 2012
05 Sep 1990
24 Sep 2012
24 Sep 2012
30 Nov 2011
Jur
na
Acceptance
of individual
complaints
procedures
Treaty
Name
CAT, Art.22
CCPR-OP1
N/A
NO
CED, Art.31
CEDAW-OP
NO
CERD,
Art.14
N/A
CESCR-OP
NO
CMW,
Art.77
CRC-OP-IC
CRPD-OP
N/A
NO
NO
Data diolah dari laman resmi Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB, dapat diakses pada: http://tbinternet.ohchr.
org/SitePages/Home.aspx
27
Ibid.
26
247
BP
HN
ing
ind
lR
ec
hts
V
Jur
na
28
248
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Lihat Jack Donelly, International Human Rights: A Regime Analysis. International Organization 40, 3, Summer,
(1986): 599-642.
29
249
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
Moravcsik, A. Explaining International Human Rights Regimes: Liberal Theory and Western Europe, European
Journal of International Relation. SAGE London, Thousand Oaks, CA and New Delhi, Vol 1 (2), (1995): 157-189.
31
Lihat Bhakti Eko Nugroho, After Three Years of the AICHR: What is Next?, (makalah disampaikan pada Konferensi
the ICIRID, 2013).
32
Tan Hsien-Li, The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights: Institutionalizing Human Rights in
Southeast Asia (New York: Cambridge University Press, 2011), hlm 89-90.
33
Harison Citrawan, ASEAN Human Rights Regime: Reciprocity or Common Interest?, The Jakarta Post, 8 Agustus
2012.
Jur
30
250
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Lihat. Jack Donnelly, Ibid. Donnelly lebih lanjut menjelaskan bahwa: International implementation activities
include weaker monitoring procedures, policy coordination, and some forms of information exchange. hlm. 604.
34
251
BP
HN
ind
ing
na
lR
ec
hts
V
Ibid.
Salah satu teori yang mendukung argumentasi ini ialah Teori Perdamaian Demokratis (The Democratic Peace
Theory). Secara normatif dan institusional, logika teori ini menyimpulkan bahwa dengan diadposinya prinsipprinsip demokrasi secara global maka akan menciptakan perdamaian internasional secara luas. Adapun
teoresasi ini dapat dilacak dari tulisan terkemuka dari Immanuel Kant, Perpetual Peace (1795). Lihat Hvard
Hegre, Democracy and Armed Conflict, Journal of Peace Research 2014 Vol. 51(2), Sage Publication (2014): 159172.
37
Benedict Kingsbury, The Concept of Compliance as A Function of Competing Conceptions of International Law,
Michigan Journal of International Law (Vol.19:345, 1998), hlm. 357.
35
Jur
36
252
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
D. Penutup
Buku
na
Jur
DAFTAR PUSTAKA
ASEAN Political-Security Community Blueprint,
(Jakarta: ASEAN Secretariat, June 2009).
Keohane, R. and Joseph S. Nye. Power and
Interdependence: World Politics in Transition.
(Boston: Little, Brown, 1977).
Mietzner, Marcus., The Politics of Military Reform
in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict,
Nationalism, and Institutional Resistance,
(Washington: East-West Center, 2006).
Petcharamesree, S. The Human Rights Body: A Test
for Democracy Building in ASEAN. (Stockholm:
International Institute for Democracy and
Electoral Assistance, 2009).
Makalah/Artikel/Prosiding/Hasil Penelitian
253
BP
HN
ing
Internet
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
254
BP
HN
(The Role of ASEAN and Its Member Countries in the Protection of Migrant Workers)
Ade Irawan Taufik
ing
Naskah diterima: 21 Mei 2014; revisi: 20 Agustus 2014; disetujui: 22 Agustus 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Isu pekerja migran bukan hal baru, namun masih isu yang aktual, karena masih banyak terjadinya sisi negatif berupa
perlakuan yang tidak manusiawi terhadap pekerja migran. Dalam lingkup ASEAN, Indonesia bukan satu-satunya negara
pengirim pekerja migran, namun terdapat negara lain dengan negara tujuan yang hampir sama. Permasalahan yang dialami
oleh pekerja migran dari negara-negara tersebut pada dasarnya hampir sama dengan yang dialami oleh pekerja migran dari
Indonesia. Penelitian ini mengangkat permasalahan, yakni bagaimana peran ASEAN dalam melindungi pekerja migran dan
bagaimana kesiapan instrumen hukum Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam melindungi pekerja
migran. Dengan menggunakan metode studi tekstual, didapatkan kesimpulan bahwa peran ASEAN dalam melindungi
pekerja migran telah tertuang di Piagam ASEAN yang dielaborasikan ke dalam 3 (tiga) pilar Komunitas ASEAN, namun peran
tersebut tidak dapat maksimal karena tidak terciptanya konsesus dalam penyusunan instrumen perlindungan hak pekerja
migran. Rekomendasi terhadap kebuntuan tersebut adalah dengan membawa dan membahasnya ke dalam pertemuan
Dewan Komunitas ASEAN, karena isu tersebut merupakan isu lintas komunitas. Peran ASEAN sangat tergantung kepada
upaya masing-masing negara anggota ASEAN dalam merumuskan regulasi dalam hukum nasionalnya masing-masing untuk
mengimplemantasikan instrumen ASEAN terkait perlindungan pekerja migran, namun hal ini belum didukung dengan
peran negara anggota ASEAN yang relatif rendah dalam komitmen perlindungan pekerja migran.
Kata Kunci: pekerja migran, komitmen, perlindungan
Jur
na
Abstract
The issue of migrant workers is not new, but still the current issue, because there were lots of negative sides in the form
of inhumane treatment of migrant workers. Within the scope of ASEAN, Indonesia is not the only sending countries of
migrant workers. There were other countries whose sending its migrant workers with similar destinations with Indonesia.
Problems faced by migrant workers from those countries are basically the same as experienced by Indonesian migrant
workers. This research discusses the problem, namely how ASEANs role in protecting migrant workers and hows Indonesia
and other ASEAN member countries legal instrument readiness to protect migrant workers. By using the method of textual
study, it was concluded that the role of ASEAN in the protection of migrant workers has been stated in the ASEAN Charter
elaborated into three (3) pillars of the ASEAN Community, nevertheless that roles cannot be maximized for there were no
consensus in creating the protection of the rights of migrant workers instruments. Recommendation to the impasse is to
bring and discuss it in the ASEAN Community Council meeting, because the issue is a cross-community issue. ASEANs role in
implementing ASEAN instrument on the protection of migrant worker is dependent upon the efforts of each ASEAN member
countries in formulating regulations in their respective domestic laws. Nevertheless, their commitments to the protection
of migrant workers are relatively poor.
Keywords: migran workers, commitment, protection
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
255
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Sejalan
dengan
proses
globalisasi,
perpindahan manusia dari satu negara ke
negara lainnya pun semakin meningkat. Di
Asia Tenggara sendiri, migrasi lintas batas
negara bukanlah gejala yang baru ada, karena
secara historis dan tradisional penduduk yang
tinggal di perbatasan antara dua negara sering
melakukannya khususnya untuk kegiatan
ekonomi. Migrasi ke kota untuk mencari
kerja, ke pasar-pasar untuk menjual komoditi,
ke daerah pedesaan untuk kerja musiman
pertanian, ke wilayah pertambangan dan lainlain, merupakan karakteristik perekonomian
dan sejarah Asia Tenggara. Lebih jauh lagi, pada
masa kolonialisme telah ada kebijakan untuk
memindahkan penduduk dari Jawa ke luar Jawa
untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan
dan pertambangan.1
Deskripsi tersebut di atas menggambarkan
bahwa isu pekerja migran dalam lingkup
Indonesia maupun lingkup regional Asia
Tenggara bukan sesuatu yang baru, namun juga
merupakan isu yang masih aktual. Hal ini karena
pekerjaan mempunyai makna yang sangat
penting dalam kehidupan manusia sehingga
setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan
dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup
bagi dirinya dan keluarganya. Oleh karena itu
hak atas pekerjaan merupakan hak asasi yang
melekat pada diri seseorang yang wajib dijunjung
tinggi dan dihormati. Makna dan arti pentingnya
ing
A. Pendahuluan
256
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Sumber data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Informasi BNP2TKI dalam Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2013 (www.bnp2tki.go.id, diakses 2 Juni 2014).
4
Angka TKI bermasalah tersebut berdasarkan data Pelayanan TKI Bermasalah di BPK-TKI Selapajang Tangerang.
Sumber data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Informasi BNP2TKI dalam Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2013 (www.bnp2tki.go.id, diakses 2 Juni 2014).
5
Total jenis jabatan TKI yang bekerja di luar negeri kurang lebih terdapat 600 jenis jabatan. Sumber data dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Informasi BNP2TKI dalam Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Tahun 2013 (www.bnp2tki.go.id, diakses 2 Juni 2014).
Jur
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
257
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
8
6
Ibid.
Ibid.
Thailand selain menjadi negara pengirim pekerja migran juga menjadi negara tujuan pekerja migran. Lebih
lanjut lihat: Bruno Maloni, Migrant Workers in ASEAN (makalah disampaikan pada ASEAN Inter-Parliamentary
Assembly, Seminar: The Role of Parliamentarians in The Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers in ASEAN, di Phnom Penh Kamboja, tanggal 3-6 April 2011).
International Human Right Clinic, The Protection of the Rights of Migrant Domestic Worker in a Country of Origin
and a Country of Destination: Case Studies of The Philippines and Kuwait (Washington: International Law and
Organizations Program and The Protection Project of The Johns Hopkins University Paul H. Nitze School of
Advanced International Studies (SAIS), 2013), hlm. 31.
Jur
258
BP
HN
C. Pembahasan
1. Peran ASEAN
Pekerja Migran
Dalam
Melindungi
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
B. Metode Penelitian
Merry, Sally Engle (2005), Human Rights and Global Legal Pluralism: Reciprocity and Disjuncture dalam BendaBeckmann, Franz , Keebet von Benda-Beckmann, Anne Griffits, Mobile People Mobile Law. Expanding Legal
Relations in a Contracting World. USA: Ashgate., dalam Sulistyowati & Shidarta (eds), Metode Penelitian Hukum:
Konstelasi dan Refleksi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011)
10
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
259
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Kementerian Luar Negeri, ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-19 (Jakarta: Kementerian Luar Negeri, 2010), hlm.
2-3.
12
Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984, dalam Sidang Khusus
Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) di Jakarta, Indonesia.
13
Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada tanggal 29-30 Juli 1995, dalam Pertemuan para Menteri Luar
Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
14
Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN tanggal 23-28 Juli 1997, dalam pada Pertemuan
para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia.
15
Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara Khusus Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di
Hanoi, Vietnam.
16
Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 yang ditetapkan oleh para Kepala Negara/
Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember
1997. Selanjutnya, untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT
ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2020. Namun
upaya kesepakatan pembentukan Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Deklarasi Cebu
mengenai Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 (Cebu Declaration on the Acceleration
of the Establishment of an ASEAN Community by 2015) oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di
Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya Deklarasi tersebut, para Pemimpin ASEAN
menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Lebih lanjut
lihat ASEAN Selayang Pandang, Op.Cit., hlm. 4-5.
17
Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri, Ayo Kita Kenali ASEAN (Jakarta: Kementerian
Luar Negeri, 2011), hlm. 22.
Jur
na
11
260
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Piagam ASEAN mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2008 setelah semua negara anggota ASEAN
menyampaikan ratifikasi. Indonesia telah meratifikasi Piagam ASEAN melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2008 tentang Pengesahan Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Charter of The Association of
Southeast Asian Nations). Lebih lanjut lihat Kementerian Luar Negeri, ASEAN Selayang Pandang, Op.Cit., hlm. 5
19
Liona Nanang Supriatna, Piagam ASEAN : Menuju Pemajuan Dan Perlindungan HAM di Asia Tenggara Jurnal
Hukum Internasional, Vol. 5, No. 3 (April 2008): 557-558.
18
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
261
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Lebih lanjut lihat salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011, perkara Permohonan
Pengujian Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of Southeast
Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945).
21
Migrant Care Anggap ASEAN Charter Tak Akui Hak Buruh Migran http://www.tempo.co/read/
news/2007/11/20/059111962/Migrant-Care-Anggap-ASEAN-Charter-Tak-Akui-Hak-Buruh-Migran, (diakses 1
Juni 2014).
22
Pasal 1 angka (5) Piagam ASEAN: Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat
kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi,
yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan
pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas.
Jur
20
262
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Lebih lanjut lihat salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011, perkara Permohonan
Pengujian Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of Southeast
Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945).
24
Pasal 2 ayat (1) Piagam ASEAN.
25
Pasal 2 ayat (2) huruf (b) Piagam ASEAN.
26
Pasal 2 ayat (2) huruf (g) Piagam ASEAN.
27
Pasal 2 ayat (2) huruf (i) Piagam ASEAN.
Jur
23
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
263
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
kerjasama-kerjasama
dalam
kerangka
Komunitas Politik-Kemanan ASEAN.
Dalam karakteristik Komunitas Berbasis
Aturan dengan Nilai dan Norma Bersama, di
dalam bentuk elemen Promosi dan Perlindungan
Hak Asasi manusia disepakati suatu tindakan
(action) untuk melakukan kerjasama secara
erat dalam badan-badan sektoral untuk
pengembangan instrumen ASEAN tentang
perlindungan dan promosi hak-hak pekerja
migran.29
Proses mengimplementasikan terhadap
perlindungan dan promosi hak-hak pekerja
migran ke dalam instrumen ASEAN dalam
konteks Komunitas Politik Keamanan ASEAN
salah satunya melalui Deklarasi Hak Asasi
Manusia ASEAN yang telah disahkan berdasarkan
Pernyataan Phnom Penh mengenai Pengesahan
Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN (Phnom
Penh Statement on the Adoption of The ASEAN
Human Rights Declaration/AHRD).30 Di dalam
bagian prinsip umum Deklarasi HAM ASEAN
dinyatakan bahwa Hak-hak perempuan, anakanak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas,
pekerja migran, serta kelompok rentan dan
terpinggirkan merupakan bagian dari hak asasi
manusia dan kebebasan dasar yang melekat,
menyatu, dan tidak terpisahkan.
Deklarasi HAM ASEAN tersebut merupakan
hasil penyusunan dari Komisi Antar Pemerintah
ASEAN tentang HAM (ASEAN Inter-Governmental
Commission on Human Rights/AICHR).
Keberadaan AICHR diakui mempunyai peran
penting sebagai institusi penanggung jawab
BP
HN
Politik-Keamanan
ing
a. Pilar Komunitas
ASEAN
264
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Lebih lanjut lihat konsideran Pernyataan Phnom Penh mengenai Pengesahan Deklarasi Hak Asasi Manusia
ASEAN.
32
Lebih lanjut lihat konsideran Pernyataan Phnom Penh mengenai Pengesahan Deklarasi Hak Asasi Manusia
ASEAN.
31
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
265
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ASEAN, ASEAN Economic Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008), hlm. 5.
Kementerian Luar Negeri, ASEAN Selayang Pandang, Op.Cit, hlm. 54. Lihat juga ASEAN, ASEAN Economic
Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008), hlm. 6.
35
ASEAN, ASEAN Economic Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008), hlm. 5.
33
34
266
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ASEAN, ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2009), hlm. 1.
Kementerian Luar Negeri, ASEAN Selayang Pandang, Op.Cit, hlm. 122.
36
37
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
267
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ASEAN, ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2009), hlm. 1.
ASEAN, ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2009), hlm. 12.
40
Ibid., hlm. 13.
41
Pertemuan tingkat Pejabat Senior Ketenagakerjaan (Senior Labour Officials Meeting/SLOM).
38
39
268
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
269
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Jur
43
270
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Disahkan melalui Resolusi Majelis Umum PBB 45/158 tanggal 18 Desember 1990.
Indonesia telah menandatangani United Nations on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Member
of Their Families pada tanggal 22 September 2004 dan telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2012. Philipina telah menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 15 November 1993 dan telah diratifikasi
pada tanggal 5 Juli 1995, sedangkan Kamboja hanya baru menandatangi konvensi tersebut pada tanggal 27
September 2004, lihat United Nations Treaty Collection, https:/
47
48
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
271
BP
HN
ind
ing
Jur
na
lR
ec
hts
V
Dirjen Binapenta Ungkapkan Komitmen Ratifikasi Konvensi ILO No. 18, (http://www.solidaritasperempuan.
org/dirjen-binapenta-ungkapkan-komitmen-ratifikasi-konvensi-ilo-no-189/, diakses 2 Juni 2014).
49
272
Brunei Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Philipina Singapura Thailand Vietnam
ing
Instrumen Internasional
BP
HN
ind
lR
ec
hts
V
Jur
na
Sumber: diolah oleh Penulis dari Human Rights Resource Centre, Rule of Law untuk Hak Asasi Manusia di Kawasan
ASEAN: Studi Data Awal (Jakarta: HRRC, 2011).
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
273
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sebagai RUU prioritas nomor 38 dalam
Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2014 (Keputusan DPR RI Nomor 03A/
DPR RI/II/2013-2014.
51
Lihat bagian Penjelasan Umum Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar
Negeri.
52
Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagai RUU prioritas
nomor 22 dalam Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2014 (Keputusan DPR
RI Nomor 03A/DPR RI/II/2013-2014.
53
Lihat konsideran bagian menimbang dari Rancangan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga.
Jur
50
274
BP
HN
ing
Malaysia
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Singapura
-
-
-
-
Thailand
na
lR
ec
hts
V
ind
Brunei
Darussalam
Jur
Sumber: diolah kembali oleh Penulis dari ASEAN, Repository Matrix of Legislations and Policies on Migrant Workers of
ASEAN Member State (Jakarta, ASEAN Secretariat, 2012).
Human Rights Resource Centre, Rule of Law untuk Hak Asasi Manusia di Kawasan ASEAN: Studi Data Awal (Jakarta:
HRRC, 2011), hlm. 264.
54
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
275
BP
HN
- Cambodian National Consultation on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers
- Labor Law of Cambodia (law)
- Prakas (Ministerial Regulation) on Education of HIV/AIDS, Safe Migration and Labor Rights for
Cambodian Migrant Workers Abroad
- Prakas on the creation of a labour migratin taskforce (Ministerial regulation)
- Policy on Labour Migration for Cambodia
Laos
Myanmar
-
-
-
-
Philipina
- Executive Order No. 392: Amending Executive Order No. 182 dated February 14, 2003 entitled
Transferring the Medicare Functions of the Overseas Workers Welfare Administration to the
Philippine Health Insurance Corporation
- Migrant Workers and Overseas Filipinos Act of 1995
- Executive Order No. 220: Creating An Executive Council to Suppress Trafficking in Persons,
Particularly Women and Children
- Memorandum Circular No. 14: Requirements for the Verification, Registration, and Documentation
of Overseas Household Service Workers and Selected Skills
- Memorandum Circular No. 10: Pre-Qualification of Filipino Household Service Worker
- Memorandum Circular No. 11: Transition Period to Implement the Governing Board Resolution
Affecting Household Service Workers, Low/semiskilled Female Workers and Applicants for New
License using HSWs as their New Market
- Special Protection of Children Against Child Abuse, Exploitation and Discrimination Act (Republic
Act)
- Inter-Country Adoption Act of 1995Overseas WorkersInvestment (OWI) Fund Act
- An Act to Strengthen the Regulatory Functions of the Philippine Overseas Employment
Administration (POEA), Amending for this Purpose Republic Act No. 8042, otherwise known as
the Migrant Workers and Overseas Filipinos Act of 1995 (republic Act)
- Executive Order No. 759: Creating a Task Force Against Illegal Recruitment
- Executive Order No. 446: Tasking the Secretary of Labor and Employment to Oversee and
Coordinate the Implementation of Various Initiatives for Overseas Filipino Workers (OFWs)
- Executive Order No. 195: Providing a Medical Care Program to Filipino Overseas Contract Workers
and Their Dependents and Prescribing the Mechanism Therefor
- Presidential DecreeNo. 1694: Organization and Administration of the Welfare Fund for Overseas
Workers
- Recruitment for Overseas Work Law (Republic Act)
ind
ing
Kamboja
Jur
na
lR
ec
hts
V
276
BP
HN
- Official Dispatch No.129/TBCP dated 17 April 2009 of the Office of Government informing
conclusion of the Prime Minister on Foreign Workers in Viet Nam
- Official Dispatch No.129/TBCP dated 17 April 2009 of the Office of Government informing
conclusion of the Prime Minister on Foreign Workers in Viet Nam
- Decision No. 18/2007/QDBLDTBXH of July 18, 2007, promulgating the Program on providing
laborers with necessary knowledge before they go to work abroad
- Decision No. 19/2007/QDBLDTBXH of July 18, 2007, promulgating the Regulation on organizational
structures of sections sending laborers to work abroad and sections specialized in providing;
laborers with necessary knowledge before they go to work abroad
- Decision No. 20/2007/QDBLDTBXH of August 2, 2007, promulgating certificate of necessary
knowledge provided to laborers before they go to work abroad
- Joint Circular No. 08/2007/TTLT-BLDTBXH-BTP of July 11, 2007, guiding in detail a number of
matters regarding the contents of guarantee contracts for laborers going abroad to work under
contracts and liquidation of guarantee contracts
- Joint Circular of Ministry of Labour-War Invalids and Social Welfare and the Ministry of Finance
No.10/2004/TTLTBLDTBXH-BTC dated 16 December 2004 providing the implementation of
medical check-up and medical report for Vietnamese workers seeking for oversea employment
- Joint Circular of Ministry of Labour-War Invalids and Social Welfare and Ministry of Finance
No.16/2007/TTLT-BLDTBXHBTC dated 04 September 2007 providing instructions regarding agency
and service fees in sending Vietnamese workers for oversea employment
- Joint Circular of Ministry of Labour-War Invalids and Social Welfare and the State Bank of Viet
Nam No.17/2007/TTLTBLDTBXH-NHNNVN dated 04 September 2007 providing the management
and use of deposit of recruitment agencies and deposit of guest workers
- Law on Vietnamese Guest Workers
ind
ing
Vietnam
lR
ec
hts
V
Sumber: diolah kembali oleh Penulis dari ASEAN, Repository Matrix of Legislations and Policies on Migrant Workers of
ASEAN Member State (Jakarta, ASEAN Secretariat, 2012).
Jur
na
D. Penutup
Bahwa peran ASEAN dalam melindungi
pekerja migran tertuang di Piagam ASEAN yang
dielaborasikan ke dalam 3 (tiga) pilar Komunitas
ASEAN. Piagam ASEAN dalam konteks
pembentukan single market memberikan
kesempatan yang sama bagi pekerja profesional
dan buruh untuk memajukan perdagangan,
investasi dan mendorong lalu-Iintas pelaku
usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat
serta buruh. Namun demikian, dalam konteks
pilar Komunitas ASEAN terjadi inkonsistensi
terhadap pengakuan eksistensi pekerja buruh
migran, karena dalam Pilar Komunitas Ekonomi
ASEAN hanya memfasilitasi pergerakan pekerja
profesional yang terdidik dan terlatih saja. Tidak
diakuinya eksistensi pekerja buruh migran,
menunjukan bahwa pekerja buruh migran baru
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
277
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
278
Internet
Komitmen Negara ASEAN Lindungi Pekerja Migran
Diragukan
(http://www.hukumonline.com/
berita/baca/lt517fba0e98dfd/komitmenn e ga ra - a s e a n - l i n d u n g i - p e ke r j a - m i g ra n diragukan, diakses 2 Juni 2014).
Dirjen
Binapenta
Ungkapkan
Komitmen
Ratifikasi Konvensi ILO No. 18, (http://www.
solidaritasperempuan.org/dirjen-binapentaungkapkan-komitmen-ratifikasi-konvensi-ilono-189/, diakses 2 Juni 2014).
Kilas Balik Migrasi Lintas Batas Di Asia Tenggara,
http://www.gugustugastrafficking.org/index.
php?option=com_content&view=article&id=16
32:kilas-balik-migrasi-lintas-batas-di-asia-tengg
ara&catid=42:info&Itemid=66, diakses tanggal 3
Juni 2014
Migrant Care Anggap ASEAN Charter Tak Akui Hak
Buruh Migran http://www.tempo.co/read/
news/2007/11/20/059111962/Migrant-CareAnggap-ASEAN-Charter-Tak-Akui-Hak-BuruhMigran.
Sinapan Samydorai, Is ASEAN Closer to Legal
Protection of the Rights of Migrant Workers?,
(http://aseanpeople.org/is-asean-closer-tolegal-protection-of-the-rights-of-migrantworkers/, diakses 2 Juni 2014).
United Nations Treaty Collection, https://treaties.
un.org/, diakses tanggal 28 Juni 2014.
www.bnp2tki.go.id
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
Buku
ing
DAFTAR PUSTAKA
Jur
na
Peraturan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri. (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4445).
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang
Pengesahan Piagam Perhimpunan Bangsa-
Peran Asean dan Negara Anggota Asean terhadap Perlindungan Pekerja Migran (Ade Irawan Taufik)
279
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
280
BP
HN
ing
Naskah diterima: 21 Mei 2014; revisi: 20 Agustus 2014; disetujui: 22 Agustus 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah salah satu pilar pembentukan Komunitas ASEAN dan merupakan bentuk integrasi
ekonomi regional yang mulai di berlakukan pada tahun 2015. Pemberlakuan tersebut akan menjadikan ASEAN sebagai
pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran
modal yang bebas antar-negara di kawasan ASEAN. Arus bebas tenaga kerja terampil tersebut harus dimanfaatkan oleh
Indonesia sebagai peluang dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Hal yang menjadi permasalahan
adalah bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat
disimpulkan bahwa terdapat berbagai kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan yang mendukung terciptanya Sumber
Daya Manusia yang berkualitas atau tenaga kerja terampil. Maka dari itu, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan berbagai kebijakan lain yang mengamanatkan pemberian pelatihan kerja serta pembentukan
Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang bertugas memberikan sertifikasi kompetensi kerja harus dioptimalkan, guna
mempersiapkan tenaga kerja terampil, berkualitas dan berdaya saing serta diakui oleh negara ASEAN lainnya dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Kata Kunci: optimalisasi, kebijakan, tenaga kerja
Jur
na
Abstract
ASEAN Economic Community is one of the pillars of the establishment of the ASEAN Community which formally as a form
of regional economic integration that will enter into force by 2015. This enforcement will make ASEAN as a single market
and production based where there are flow of goods, services, investment and skilled labor that is free and free capital
flows among ASEAN member countries. Free flow of skilled labor should be used by Indonesia as an opportunity to absorb
employment and reducing unemployment. The issue of this subject is how the government policy in the field of labor
in preparing skilled labour in facing the ASEAN Economic Community 2015. By using the method of juridical normative
research can be concluded that there are a variety of employment policies supporting the creation of high quality human
resources or skilled labor.Thus, Law of Republic of Indonesia Number 13 year 2003 on Employment and another regulations
that mandate the provision of vocational training and the establishment of the National Professional Certification which in
charge of certifying the competence of work must be optimized in order to prepare skilled labour, high quality and having
competitiveness and recognized by the other ASEAN countries in facing the ASEAN Economic Community 2015.
Keywords: optimization, policy, labor
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
281
BP
HN
ind
ASEAN
Economic
Community
atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan
bentuk integrasi ekonomi regional yang mulai
diberlakukan dan ditargetkan pencapaiannya
pada tahun 2015. Dengan pencapaian tersebut,
ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis
produksi dimana terjadi arus barang, jasa,
investasi dan tenaga terampil yang bebas serta
aliran modal yang bebas. Adanya aliran komoditi
dan faktor produksi tersebut diharapkan
membawa ASEAN menjadi kawasan yang
makmur dan kompetitif dengan perkembangan
ekonomi yang merata, serta menurunnya tingkat
kemiskinan dan perbedaan sosial-ekonomi di
kawasan ASEAN. Peluang integrasi ekonomi
regional tersebut harus dapat dimanfaatkan
dengan semaksimal mungkin oleh Indonesia.
Hal tersebut mengingat jumlah populasi, luas
dan letak geografi, dan nilai Produk Domestik
Bruto (PDB) terbesar di ASEAN harus menjadi
aset agar Indonesia bisa menjadi pemain besar
dalam ASEAN Economic Community.
Krisis ekonomi yang melanda kusususnya
kawasan Asia Tenggara mendorong Kepala
Negara
anggota
ASEAN
menyepakati
pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN
Community) dalam bidang Keamanan Politik
(ASEAN Political-Security Community), Ekonomi
(ASEAN Economic Community), dan Sosial Budaya
ASEAN (ASEAN Socio-Culture Community) yang
dikenal dengan Bali Concord II dideklarasikan di
Bali pada Oktober 2003. Selanjutnya Peringatan
40 tahun berdirinya ASEAN, bentuk kerja sama
regional semakin diperkuat dan bertransformasi
dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN
(ASEAN Charter) pada KTT ASEAN ke-13 pada
tanggal 20 November 2007 di Singapura.
Para Kepala Negara atau Pemerintahan NegaraNegara Anggota ASEAN yang berkumpul di
ing
A. Pendahuluan
Jur
na
lR
ec
hts
V
282
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
283
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
284
ing
BP
HN
ind
Jur
na
lR
ec
hts
V
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian
hukum
normatif,
dimana
sumber datanya diperoleh dari bahan
kepustakaan
atau
data
sekunder,
yang terdiri dari dari bahan hukum primer,
antara lain norma atau kaidah dasar, yaitu
pembukaan UUD NRI Tahun 1945, Batang Tubuh
UUD NRI 1945, dan peraturan perundangundangan sedangkan bahan hukum sekunder,
antara lain buku-buku, hasil penelitian, serta
pendapat pakar hukum. Data yang diperoleh
akan dianalisis dengan metode deskriptif
kualitatif.
C. Pembahasan
1.
Kebijakan
Indonesia
Ketenagakerjaan
di
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
285
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
ing
286
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
bagi
generasi-generasi
sekarang
dan
mendatang dan menempatkan kesejahteraan
dan penghidupan yang layak serta kemakmuran
rakyat sebagai pusat proses pembentukan
komunitas ASEAN. Kerjasama regional tersebut
memberikan peluang bagi Indonesia. Akan
tetapi peluang tersebut dapat dimanfaatkan
apabila Indonesia dapat memenuhi berbagai
persyaratan-persyaratan termasuk kemampuan
negara dalam mempersiapkan diri menghadapi
persaingan pasar tunggal ASEAN. Bila Indonesia
tidak siap menghadapi pasar tunggal tersebut,
maka Indonesia dapat menjadi negara tujuan
pemasaran bagi Negara ASEAN lainnya.
Kemampuan untuk bersaing akan memburuk
dan peluang pelaku usaha dalam negeri untuk
bersaing ditingkat kawasan akan sangat kecil,
seperti pelaku usaha kecil dan menengah.
Robert J. Eaton, CEO Chrysler Corporation,
Amerika Serikat, mengemukakan: The only
we can beat the competition is with people,
pernyataan Eaton menegaskan bahwa ditengahtengah pesatnya kecanggihan teknologi, ternyata
peran SDM dalam menentukan keberhasilan
perusahaan tidak bisa diabaikan, ibarat pepatah
SDM merupakan sumber keunggulan kompetitif
yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.
Hal ini berbeda dengan teknologi produk dan
proses produksi yang dinilai semakin berkurang
keampuhannya sebagai sumber keunggulan
kompetitif. Kesuksesan pemasaran jasa sangat
tergantung pada SDM yang dimiliki.
Peningkatan kualitas atau daya saing
SDM merupakan langkah penting yang harus
dilakukan oleh pemerintah terhadap tenaga
kerja. Hal ini untuk dapat memanfaatkan peluang
yang sebesar-besarnya dan dapat mengimbangi
persaingan arus tenaga kerja terampil dari luar
negeri. Maka dari itu, tenaga kerja Indonesia
harus meningkatkan keterampilannya sesuai
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
287
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
288
Bukan Angkatan
Kerja
Mengurus
Rumah tangga
Penerima
Pendapatan
Menganggur
Angkatan Kerja
Bekerja
lR
ec
hts
V
K
E
R
J
A
Sekolah
ind
T
E
N
A
G
A
BP
HN
ing
Jur
na
Whimbo Pitoyo, Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Visimedia, 2010), hlm. 4.
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
289
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Jur
na
290
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 27.
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
Jur
na
5
6
3
4
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
291
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Jur
292
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Op.Cit., Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, hlm. 3941.
10
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
293
ing
BP
HN
ind
Jur
na
lR
ec
hts
V
294
D. PENUTUP
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA)
atau ASEAN Economic Community 2015
merupakan integrasi ekonomi regional ASEAN
ing
BP
HN
ind
Jur
na
lR
ec
hts
V
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ardana, I Komang et al., Manajemen Sumber Daya
Manusia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012).
Asyhadie,
Zaeni,
Hukum
Kerja:
Hukum
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007).
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).
Badan Penelitian, Pengembangan Dan Informasi
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Naskah
Akademik
Arah
Kebijakan
Ketenagakerjaan 2014-2019 (Jakarta: Puslibang
Ketenagakerjaan, 2013).
Badan Pusat Statistik, Laporan Bulanan Data Sosial
Ekonomi, (2014).
Cardoso Gomes, Faustino, Manajemen Sumber Daya
Manusia, (Yogyakarta: Andi, 2003).
Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2009).
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2007).
Khakim, Abdul, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2009).
Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (Muhammad Fadli)
295
Makalah/Artikel/Hasil penelitian
Peraturan
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
296
BP
HN
ing
Naskah diterima: 21 Mei 2014; revisi: 25 Agustus 2014; disetujui: 27 Agustus 2014
lR
ec
hts
V
ind
Abstrak
Salah satu pilar utama ASEAN Vision 2020 adalah ASEAN Economic Community yang akan dipercepat di tahun 2015
sehingga akan menyebabkan terjadinya liberalisasi tenaga kerja di kawasan Asia Tenggara. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam tulisan ini adalah mengapa diperlukan Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan
Tenaga Kerja Asing di tengah liberalisasi tenaga kerja ASEAN Community 2015. Dengan menggunakan penelitian yuridis
normatif diketahui bahwa Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing diperlukan
agar daerah bisa memungut retribusi terhadap perpanjangan izin bekerja para TKA (kecuali Instansi Pemerintah, BadanBadan Internasional dan Perwakilan Negara Asing), sebab tanpa adanya pengaturan (regeling) tidak ada dasar yuridis bagi
Pemerintah Daerah untuk memungutnya. Mengingat tingginya potensi kehadiran TKA, penulis menyarankan agar segera
dibentuk Ranperda tentang Retribusi Perpanjang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing bagi daerah yang belum memiliki
Perda tersebut dan menjadikannya skala prioritas untuk dibahas dan ditetapkan menjadi perda.
Kata Kunci: retribusi, tenaga kerja asing, peraturan daerah
Jur
na
Abstract
One of main pillars of the ASEAN Vision 2020 is the ASEAN Economic Community that will be accelerated in 2015 that will
lead to the liberalization of foreign workers in Southeast Asia. The main problem in this paper is why is Local Regulation on
Retribution Fees Renewal License for Hiring Foreign important in the liberalization of foreign workers ASEAN Community
2015. By using normative research method acknowledge that The Local Regulation on Retribution Fees Renewal License
For Hiring Foreign needed to be so the local government can collect fees on extension of work permit of foreign workers
(except Government employees, International Agencies and Foreign Representative), because without regulation (regelling)
there is no legal basis for local governments to collect it. Regarding on high potential for the presence of foreign workers,
as authors suggest to boost formation of Local Regulation on Retribution Fees Renewal License For Hiring Foreign workers
Draft immediately for local government who has not have these regulations yet and make this as priority to discuss and
enact into regulation.
Keywords: retribution, foreign workers, local regulation
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing ... (Budi S.P. Nababan)
297
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
A. Pendahuluan
Triansyah Djani D, ASEAN Selayang Pandang, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar
Negeri Republik Indonesia, 2007), hlm. 32.
2
Tim Perbankan dan Enquiry Point, Tenaga Kerja Asing Pada Perbankan Nasional, Buletin Hukum Perbankan dan
Kebanksentralan, (Vol. 5, Nomor 3, Desember 2007), hlm. 1.
3
Pemerintah Akan Atur Tenaga Kerja Asing, http://www.m.tempo.co/read/news/2013/11/06/090527514/,
diakses 27 Januari 2014.
298
BP
HN
ing
B. Metode Penelitian
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
6
7
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing ... (Budi S.P. Nababan)
299
BP
HN
ing
C. Pembahasan
ind
lR
ec
hts
V
na
Sumber-sumber penelitian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki dibedakan atas sumber-sumber penelitian
yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan
bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah bahan pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.
Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar
atas putusan pengadilan. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 141.
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Kompendium Hukum
Bidang Ketenagakerjaan, (Jakarta: 2012), hlm. 51.
Jur
300
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing ... (Budi S.P. Nababan)
301
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Akhmad Aulawi, Arah Pembangunan Hukum Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal
RechtsVinding Online, hlm. 2.
11
Reza Fikri Febriansyah, Pengaruh Internasional Dalam Proses Pembentukan Undang-Undang Di Indonesia,
Jurnal Legislasi Indonesia, (Vol. 10 Nomor 03, September 2013), hlm. 241.
12
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
13
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 27.
14
Tenaga Kerja Asing Harus Patuhi Norma Dan Budaya Kerja Indonesia, http://www.jpnn.com/
read/2014/05/12/233983/Tenaga-Kerja-Asing-Harus-Patuhi-Norma-dan-Budaya-Kerja-Indonesia.
Pekerja
Asing Serbu Indonesia, http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/223-pekerja-asing-serbuindonesia. Tahun 2013 Jumlah Pekerja Asing Di Indonesia Menurun, http://www.m.tribunnews.com, (diakses
19 Juli 2014).
Jur
10
302
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
ing
na
Masalah perizinan merupakan salah satu yang krusial menyangkut dua sisi kepentingan yaitu, kepentingan
pemerintah untuk melakukan regulasi terhadap kegiatan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat agar sesuai
dengan perencanaan, kondisi dan kebutuhan pemerintah daerah, di sisi lain adalah kepentingan kebutuhan
masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum dalam melakukan usaha dan kegiatan yang mempunyai efek
di bidang sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Penulis melihat yang menjadi penyebab sulitnya perizinan di
Indonesia antara lain: prosedur pengurusan izin yang berbelit-belit dan terlalu banyak instansi yang terlibat;
biaya yang terlalu tinggi; persyaratan yang tidak relevan; waktu penyelesaian izin yang terlalu lama; dan kinerja
pelayanan yang sangat rendah.
Lihat Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lihat Pasal 25 huruf c, Pasal 42 ayat (1) huruf a, dan Pasal 136 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Jur
15
16
17
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing ... (Budi S.P. Nababan)
303
ing
BP
HN
lR
ec
hts
V
ind
na
Lihat Pasal 150 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Lihat Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota beserta lampirannya.
20
Lihat Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas
dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
21
Lihat Pasal 14 ayat (1), Ibid.
22
Lihat Pasal 15 ayat (2), Ibid.
23
Lihat Pasal 18, Ibid.
18
Jur
19
304
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Situasi Tenaga Kerja Dan Kesempatan Tenaga Kerja Di Indonesia,
Jakarta: 2006.
25
Berkaitan dengan hal ini, Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Medan pernah mengatakan kebanyakan TKA membayar biaya perpanjangan izin dana pengembangan
keterampilan dan keahlian (DPKK) langsung kepada Pemerintah Pusat, sedangkan ke kas Pemerintah Kota
tidak ada. Berdasarkan DPKK, biaya perpanjangan izin TKA sebesar USD 1.200 per tahun. Seharusnya ketika
masa izin habis maka TKA tersebut memperpanjang izin ke dinas tenaga kerja di tempatnya bekerja. Tenaga
Kerja Asing Tak Punya Kontribusi. Budi S.P. Nababan, Mendorong Lahirnya Peraturan Daerah Tentang Retribusi
Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Kota Medan, Jurnal Legislasi Indonesia, (Vol. 11 Nomor
01, Maret 2014), hlm. 51-52.
Jur
24
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing ... (Budi S.P. Nababan)
305
ing
BP
HN
na
lR
ec
hts
V
ind
Lihat lebih lanjut David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), hlm. 7.
27
Lihat butir 39 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.
28
Lihat butir 40 Lampiran II, Ibid.
29
Lihat Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas
dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
30
Lihat Pasal 1 angka 4, Ibid.
Jur
26
306
ing
BP
HN
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
Lihat Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan
Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
32
Singapura Akan Batasi Tenaga Kerja Asing, http://internasional.kompas.com/read/2013/02/26/05083392/
Singapura.Akan.Batasi.Tenaga.Kerja.Asing, (diakses 19 Mei 2014).
33
Lihat Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas
dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
31
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing ... (Budi S.P. Nababan)
307
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
BP
HN
D. Penutup
ing
308
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdussalam, HR, Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta:
Restu Agung, 2008).
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia,
Kompendium Hukum Bidang Ketenagakerjaan,
(Jakarta: 2012).
Departemen Perdagangan Republik Indonesia,
Menuju ASEAN Economic Community 2015,
(Jakarta: 2010).
Djani D, Triansyah, ASEAN Selayang Pandang,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,
2007).
Khakim, Abdul, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009).
Peraturan Perundang-undangan
Internet
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
Jur
na
Perlunya Perda tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing ... (Budi S.P. Nababan)
309
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
Jur
na
ing
BP
HN
ind
lR
ec
hts
V
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
Jur
na
BP
HN
BIODATA PENULIS
Syprianus Aristeus, lahir di Kupang, 03 September 1958. Meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas
Hukum Universitas Hasanudin Makassar pada 1985. Selanjutnya Studi Program Notariat Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada hingga 1989. Sedangkan gelar Magister Hukum diperoleh dari STIH
IBLAM pada 2002. Saat ini sedang menyelesaikan S3 di Program Pasca Sarjana Universitas Jayabaya
Jakarta. Memulai karier di BPHN pada tahun 1991 dan memutuskan menjadi Peneliti Hukum pada
1997 hingga saat ini. Dapat dihubungi melalui: syprianus@bphn.go.id
lR
ec
hts
V
ind
ing
Masnur Tiurmaida Malau, lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, 7 Mei 1980. Meraih gelar Sarjana
Hukum dari Universitas Diponegoro, Semarang, tahun 2002. Memperoleh gelar Magister Hukum
dari Universitas Padjadjaran, Bandung tahun 2009. Saat ini menjabat sebagai Kepala Subbidang
Pertemuan Ilmiah dan Kerjasama Penelitian Bidang Pengembangan Hukum dan Fasilitasi Penelitian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Beberapa pelatihan dan training yang pernah diikuti
antara lain Fighting Crime Through International Legal Cooperation Consolidation Workshop di Jakarta
Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC) Semarang 25-27 Agustus 2009, Diklat Penyusunan
dan Perancangan Peraturan Perundang-undangan di BPSDM Kemenkumham Oktober-Desember
2009, Pelatihan Teknik Perundang-undangan (Training on Legislative Drafting) di Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham bekerjasama dengan Center for International
Legislative Cooperation (CILC) Netherland 25-29 Januari 2010. Mengikuti Workshop on Strengthening
Members Participation in Legal Information Networks 11-14 Juni 2012 di Phnom Penh, Cambodia
dan menghadiri The 2nd International Conference on Enforcing Contracts in Thailand, Philippines and
Indonesia 5-10 November 2012 di Seoul, Korea Selatan. Dapat dihubungi melalui: moniquest_7th@
yahoo.com dan moniq.malau@gmail.com.
na
Subianta Mandala, lahir di Singaraja Bali pada tahun 1963, adalah pegawai negeri sipil pada Badan
Pembinaan Hukum Nasional. Karir di pemerintahan dimulai pada tahun 1990 sebagai staf pada
Direktorat Penyuluhan Hukum Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, Kementerian
Kehakiman. Jabatan struktural yang pernah dipegang oleh penulis adalah Kepala Seksi Kerjasama
Bilateral, Kepala Seksi Kelembagaan Ekonomi Internasional (pada Ditjen Hukum dan Perundangundangan), Kepala Bidang Kerjasama Hukum, Kepala Bidang Rencana dan Fasilitasi Pembangunan
Hukum, dan saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Otomasi Dokumentasi Hukum pada Badan
Pembinaan Hukum Nasional. Selain itu, penulis adalah pengajar tidak tetap pada Fakultas Hukum
Universitas Nasional, Jakarta untuk mata kuliah hukum internasional, hukum arbitrase, dan transaksi
bisnis internasional (2012 s/d sekarang). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum
Universitas Atmajaya Yogyakarta (hukum dagang, 1989), pendidikan S2 di Law School, Melbourne
University (international trade law, 2001), dan saat ini sedang menyelesaikan Program S3 Hukum
di Universitas Padjadjaran, Bandung (hukum kontrak di ASEAN, 2011 s/d sekarang). Penulis dapat
dihubungi melalui email subianta_mandala@yahoo.com.
Jur
Bagus Gede Mas Widipradnyana Arjaya, lahir di Denpasar, 14 Oktober 1991, menyelesaikan S1 dari
Fakultas Hukum Universitas Airlangga dengan penjurusan Hukum Bisnis pada tahun 2013 dengan
predikat cumlaude. Saat ini berkerja pada Kejaksaan Negeri Sintang Kalimantan Barat sebagai CPNS
Calon Jaksa. Saat di bangku kuliah Pernah melaksanakan magang pada sebuah firma hukum serta kantor
Kurator dan Pengurus di pulau Bali. Penulis dapat dihubungi melalui emaiL: arjayawidipradnyana@
yahoo.co.id atau bagus.widipradnyana.arjaya@gmail.com.
BP
HN
Muhammad Sapta Murti, lahir di Jakrta 28 Maret 1058. Meraih gelar Sarjana Hukum pada Tahun 1983
Jurusan Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta. Kemudian mendapat gelar Master
of Arts (MA) jurusan Rural Development pada Tahun 1993 di Reading University United Kingdom. Gelar
CN jurusan Spesialis Dalam Bidang Hukum Program Studi Kenotariatan diperoleh pada Tahun 1999 dari
Universitas Indonesia dan gelar M.Kn Magister Kenotariatan diperoleh pada Tahun 2003 di Universitas
Indonesia. Gelar Doktor Bidang Ilmu Hukum diperoleh pada Tahun 2014 dari Universitas Padjajaran
Bandung. Saat ini menjabat sebagai Deputi Bidang Perundang-undangan Sekretariat Negara RI, dan
juga menjabat di beberapa posisi antara lainsebagai Komisaris Perseroan PT Asuransi Jiwasraya, Dewan
Pembina Yayasan Bahasa Indonesia-Australia, Anggota Tim Pengkaji Peran Perusahaan Umum Bulog
Dalam Stabilisasi Harga Pangan, Advisory Bord Telkom University Bandung, Anggota Tim Pelaksana
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Penulis dapat dihubungi di saptamurti@yahoo.com.
ind
ing
Harison Citrawan, lahir di Balikpapan, 10 November 1986. Menyelesaikan studi jenjang strata satu
ilmu hukum dengan konsentrasi hukum internasional di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2008;
dan jenjang strata dua hukum internasional dan hukum organisasi internasional dengan spesialisasi
hak asasi manusia di Rijksuniversiteit Groningen pada tahun 2010. Saat ini bekerja sebagai peneliti
pada Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Kementerian Hukum dan HAM. Dapat dihubungi
melalui email: h.citrawan@hotmail.com.
lR
ec
hts
V
Ade Irawan Taufik, lahir di Jakarta, tanggal 26 Mei 1980. Lulus S1 Ilmu Hukum dari Universitas
Padjadjaran, Bandung. Saat ini bekerja sebagai fungsional peneliti hukum di Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, sebelumnya pernah bekerja sebagai Legal Officer di salah
satu kontraktor BUMN dan juga kontraktor perusahaan Penanaman Modal Asing. Penulis aktif terlibat
dalam berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian hukum baik yang dilaksanakan oleh BPHN maupun
di luar BPHN. Selain itu penulis aktif pula menulis untuk jurnal ilmiah. Penulis dapat dihubungi melalui:
adeirawantaufik@gmail.com.
Jur
na
Muhammad Fadli, lahir di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. 11 Juli 1989. Menyelesaikan studi pada
Program S1 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dengan konsentrasi hukum pidana kemudian
melanjutkan S2 pada Prodi Ilmu Hukum Konsentrasi Kepidanaan Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, saat ini bekerja di Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kementerian
Hukum dan HAM Sulawesi Selatan. Semasa kuliah aktif di Lembaga Penalaran Dan Penulisan Karya
Ilmiah Fakultas Hukum UNHAS dan aktif mengikuti berbagai kegiatan, seperti Debat Konstitusi di
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2008, ILSA Double Workshop (Lawyering and Legal Drafting)
International Law Students Association Capter UNHAS 2009, ALSA National Moot Court Competition
Universitas Airlangga 2009, Pelatihan HKI dan Kepengacaraan yang dilaksanakan Lembaga Pendidikan
dan Pengkajian Hukum Nasional (LPPHN) dan Sentra HKI Makassar 2010, Karya Tulis Ilmiah yang telah
dipublikasikan antara lain, Dibalik Tirai Penegakan Hukum Indonesia dimuat dalam Buku Menantikan
Kebangkitan Hukum Indonesia (pemikiran dan rekomendasi mahasiswa hukum se-Indonesia) mengenai
agenda pembaharuan hukum di era pasca reformasi yang diterbitkan BEM FH-UI dan Pusat Penelitian
& Pengkajian Mahkamah Konstitusi, 2008, Artikel Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dalam Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang dimuat di Jurnal Legislasi Indonesia, Jakarta Vol.11
No.1 2014. Penulis dapat dihubungi melalui email: fadlilaw@gmail.com.
Jur
na
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
Budi S.P Nababan lahir di Medan, 1 Mei 1984 Sumatera Utara. Menyelesaikan S1 Ilmu Hukum di
Universitas Sumatera Utara tahun 2008. Pada tahun 2009 diterima sebagai CPNS pada Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara dan diangkat sebagai PNS tahun 2011. Kemudian pada
tahun 2012 mengikuti Diklat Suncang dan diangkat sebagai Perancang Peraturan Perundang-undangan
sejak 30 November 2012. Tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 aktif menulis opini di surat kabar
lokal sedangkan karya tulis ilmiah yang telah dipublikasi berjudul Mendorong Lahirnya Peraturan
Daerah Tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Di Kota Medan
dimuat dalam Jurnal Legislasi Indonesia Vol. Vol. 11 Nomor 01, Maret 2014; serta Pengawasan
Hakim Konstitusi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1-2/PUU-XII/2014 dimuat dalam Jurnal
Legislasi Indonesia Vol. Vol. 11 Nomor 02, Juni 2014. Dapat dihubungi di email: budinababan.bn@
gmail.com.
lR
ec
hts
V
ind
ing
BP
HN
Jur
na
BP
HN
Jurnal RechtsVinding merupakan media caturwulanan di bidang hukum, terbit sebanyak 3 (tiga) nomor
dalam setahun (April; Agustus; dan Desember). Jurnal RechtsVinding diisi oleh para pakar hukum, akademisi,
penyelenggara negara, praktisi serta pemerhati dan penggiat hukum. Redaksi Jurnal RechtsVinding menerima
naskah karya tulis ilmiah di bidang hukum yang belum pernah dipublikasikan di media lain dengan ketentuan
sebagai berikut:
ing
1. Redaksi menerima naskah karya tulis ilmiah bidang Hukum dari dalam dan luar lingkungan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
2. Jurnal RechtsVinding menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaksi. Dewan Redaksi dan Mitra
Bestari akan memeriksa naskah yang akan masuk dan berhak menolak naskah yang dianggap tidak
memenuhi ketentuan.
Hasil Penelitian;
Kajian Teori;
Studi Kepustakaan; dan
Analisa / tinjauan putusan lembaga peradilan.
lR
ec
hts
V
a.
b.
c.
d.
ind
4. Judul naskah harus singkat dan mencerminkan isi tulisan serta tidak memberikan peluang penafsiran yang
beraneka ragam, ditulis dengan huruf kapital dengan posisi tengah (centre) dan huruf tebal (bold). Judul
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Apabila naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia maka
judul dalam Bahasa Indonesia ditulis di atas Bahasa Inggris, begitu juga sebaliknya. Judul kedua ditulis
miring (italic) dan di dalam kurung.
5. Abstrak memuat latar belakang, permasalahan, metode penelitian, kesimpulan dan saran. Abstrak ditulis
dalam Bahasa Indonesia (maksimal 200 kata) dan Bahasa Inggris (maksimal 150 kata). Abstrak ditulis
dalam 1 (satu) alinea dengan spasi 1 (satu) dan bentuk lurus margin kanan dan kiri / justify. Abstrak dalam
Bahasa Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic). Di bawah abstrak dicantumkan minimal 3 (tiga) dan
maksimal 5 (lima) kata kunci. Abstract dalam Bahasa Inggris diikuti kata kunci (Keywords) dalam Bahasa
Inggris. Abstrak dalam Bahasa Indonesia diikuti kata kunci dalam Bahasa Indonesia. Hindari pengunaan
singkatan dalam abstrak.
Jur
na
-
-
Metode Penelitian (berisi cara pengumpulan data, metode analisis data, serta waktu dan tempat
jika diperlukan);
Pembahasan;
Penutup (berisi diskripsi kesimpulan dan saran).
BP
HN
C. Pembahasan
ing
Metode Penelitian berisi cara pengumpulan data, metode analisis data, serta waktu dan tempat
jika diperlukan);
D. Penutup
ind
Pembahasan berisi analisa atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian sebagaimana
tertuang dalam pendahuluan. Jumlah pokok-pokok bahasan disesuaikan dengan jumlah
permasalahan yang diangkat.
Penutup berisi diskripsi kesimpulan dan saran atau rekomendasi.
7. Aturan Teknis Penulisan:
lR
ec
hts
V
a. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, diserahkan dalam bentuk naskah elektronik
(soft copy) dalam program MS Office Word serta 2 (dua) rangkap dalam bentuk cetakan (print out).
b. Jumlah halaman naskah 20 s.d. 25 halaman, termasuk abstrak, gambar, tabel dan daftar pustaka.
Bila lebih dari 25 halaman, redaksi berhak untuk menyunting ulang, dan apabila dianggap perlu akan
berkonsultasi dengan penulis.
c. Ditulis dengan menggunakan MS Office Word pada kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm), font Calibri
ukuran 12, spasi 1,5 (satu koma lima), kecuali tabel (spasi 1,0). Batas / margin atas, batas bawah, tepi
kiri dan tepi kanan 3 cm.
d. Penyebutan istilah di luar Bahasa Indonesia (bagi naskah yang menggunakan Bahasa Indonesia) atau
Bahasa Inggris (bagi naskah yang menggunakan Bahasa Inggris) harus ditulis dengan huruf cetak miring
(italic).
e. Penyajian Tabel dan Gambar:
- Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel, rata kiri (bukan center), ditulis menggunakan font Calibri
ukuran 12;
na
- Judul gambar ditampilkan di bagian bagian bawah gambar, rata kiri (bukan center), ditulis
menggunakan font Calibri ukuran 12;
- Tulisan Tabel / Gambar dan nomor ditulis tebal (bold), sedangkan judul tabel ditulis normal;
- Gunakan angka Arab (1, 2, 3, dst.) untuk penomoran judul tabel / gambar;
Jur
BP
HN
f. Penulisan kutipan menggunakan model catatan kaki (foot note). Penulisan model catatan kaki
menggunakan font Cambria 10. Penulisan model catatan kaki dengan tata cara penulisan sebagai
berikut:
- Buku (1 orang penulis): Wendy Doniger, Splitting the Difference (Chicago: University of Chicago
Press, 1999), hlm. 65.
- Buku (2 orang penulis): Guy Cowlishaw and Robin Dunbar, Primate Conservation Biology (Chicago:
University of Chicago Press, 2000), hlm. 1047.
- Buku (4 orang atau lebih penulis): Edward O. Laumann et al., The Social Organization of Sexuality:
Sexual Practices in the United States (Chicago: University of Chicago Press, 1994), hlm. 262.
- Artikel dalam Jurnal: John Maynard Smith, The Origin of Altruism, Nature 393 (1998): 639.
ing
- Artikel dalam jurnal on-line: Mark A. Hlatky et al., Quality-of-Life and Depressive Symptoms in
Postmenopausal Women after Receiving Hormone Therapy: Results from the Heart and Estrogen/
Progestin Replacement Study (HERS) Trial, Journal of the American Medical Association 287, no.
5 (2002), http://jama.ama-ssn.org/issues/v287n5/rfull/joc10108.html#aainfo (diakses 7 Januari
2004).
ind
- Tulisan dalam seminar : Brian Doyle, Howling Like Dogs: Metaphorical Language in Psalm 59
(makalah disampaikan pada the Annual International Meeting for the Society of Biblical Literature,
Berlin, Germany, 19-22 Juni 2002).
lR
ec
hts
V
- Website / internet : Evanston Public Library Board of Trustees, Evanston Public Library Strategic
Plan, 20002010: A Decade of Outreach, Evanston Public Library,
http://www.epl.org/library/
strategic-plan-00.html (diakses 1 Juni 2005).
g. Penulisan Daftar Pustaka:
- Bahan referensi yang dijadikan bahan rujukan hendaknya menggunakan edisi paling muktahir;
- Penulisan daftar pustaka diklasifikasikan berdasarkan jenis acuan yang digunakan, misal Buku;
Makalah / Artikel / Prosiding / Hasil Penelitian; Internet dan Peraturan;
- Penulisan daftar pustaka disusun berdasarkan alphabet;
- Penggunaan referensi dari internet hendaknya menggunakan situs resmi yang dapat
dipertanggungjawabkan validitasnya.
- Penulisan model Daftar Pustaka dengan tata cara penulisan sebagai berikut:
Buku (1 orang penulis): Doniger, Wendy, Splitting the Difference (Chicago: University of Chicago
Press, 1999).
Buku (2 orang penulis): Cowlishaw, Guy and Robin Dunbar, Primate Conservation Biology
(Chicago: University of Chicago Press, 2000).
na
Buku (4 orang atau lebih penulis): Laumann, Edward O. et al., The Social Organization of Sexuality:
Sexual Practices in the United States (Chicago: University of Chicago Press, 1994).
Artikel dalam Jurnal: Smith, John Maynard, The Origin of Altruism, Nature 393 (1998).
Jur
Artikel dalam jurnal on-line: Hlatky, Mark A. et al., Quality-of-Life and Depressive Symptoms in
Postmenopausal Women after Receiving Hormone Therapy: Results from the Heart and Estrogen/
Progestin Replacement Study (HERS) Trial, Journal of the American Medical Association 287, no.
5 (2002), http://jama.ama-ssn.org/issues/v287n5/rfull/joc10108.html#aainfo (diakses 7 Januari
2004).
Tulisan dalam seminar : Brian Doyle, Howling Like Dogs: Metaphorical Language in Psalm 59
(makalah disampaikan pada the annual international meeting for the Society of Biblical Literature,