Simulasi Turbin Air PDF
Simulasi Turbin Air PDF
I.
PENDAHULUAN
Turbin Bulb
Energi III-1
A
B
C
D
E
Radial station
Diameter (m)
Pitch and chord ratio, t/l
Stagger angle, (
Inlet angle (
1
0.360
1
50.00
49.51
2
0.384
1
56.15
54.61
F
G
H
Outlet angle (
Coefficient Lift
Number of blades
56.50
0.406
8
62.09
0.499
8
7
0.504
1
70.10
68.04
73.87
0.634
8
A
B
C
D
E
F
G
H
3
0.408
1
60.00
58.55
66.43
0.597
8
4
0.432
1
63.80
61.67
68.34
0.552
8
5
0.456
1
66.50
64.20
71.92
0.723
8
6
0.480
1
68.15
66.29
72.37
0.602
8
A
B
C
D
E
F
G
H
8
0.528
1
72.15
69.54
75.29
0.666
8
9
0.552
1
73.15
70.83
77.23
0.813
8
10
0.576
1
73.65
71.95
77.28
0.703
8
11
0.600
1
75.10
72.95
79.00
0.873
8
A
B
C
D
E
Radial station
Diameter (m)
Pitch and chord ratio, t/l
Stagger angle, (
Inlet angle (
1
0.360
1
67.20
67.36
2
0.384
1
69.38
68.64
F
G
H
Outlet angle (
Coefficient Lift
Number of blades
73.02
0.584
7
74.75
0.681
7
6
0.480
1
74.00
72.63
77.92
0.728
7
7
0.504
1
75.12
73.05
78.40
0.735
7
A
B
C
D
E
F
G
H
Energi III-2
3
0.408
1
70.70
69.79
76.37
0.790
7
4
0.432
1
72.40
70.83
76.56
0.714
7
5
0.456
1
73.42
71.75
78.25
0.877
7
A
B
C
D
E
F
G
H
8
0.528
1
76.25
74.11
79.2
0.770
7
9
0.552
1
76.65
74.78
80.46
0.926
7
10
0.576
1
76.65
75.39
80.14
0.784
7
G
H
11
0.600
1
77.73
75.94
81.4
0.971
7
A
B
C
D
E
F
G
H
0.836
7
0.761
7
0.947
7
0.793
7
10
11
0.528
0.552
0.576
0.600
0.9
76.35
74.12
80.26
0.872
7
0.9
76.85
74.78
81.58
1.046
7
0.9
76.85
75.39
81.13
0.888
7
0.9
77.93
75.95
82.48
1.098
7
0.852
7
A
B
C
D
E
Radial station
Diameter (m)
Pitch and chord ratio, t/l
Stagger angle, (
Inlet angle (
1
0.360
0.9
50.00
49.51
2
0.384
0.9
56.00
54.56
F
G
H
Outlet angle (
Coefficient Lift
Number of blades
56.95
0.391
8
62.66
0.487
8
6
0.480
0.9
68.15
7
0.504
0.9
69.67
67.83
73.26
0.652
8
A
B
C
D
E
F
G
H
3
0.408
0.9
60.1
58.56
67.3
0.606
8
4
0.432
0.9
63.85
61.69
69.09
0.561
8
5
0.456
0.9
66.5
64.21
72.75
0.733
8
A
B
C
D
E
F
G
H
8
0.528
0.9
72.2
69.48
76.14
0.704
8
9
0.552
0.9
73.3
70.81
78.21
0.870
8
10
0.576
0.9
73.75
71.91
78.16
0.758
8
66.24
73.06
0.613
8
11
0.600
0.9
75.3
72.91
79.98
0.946
8
A
B
C
D
E
Radial station
Diameter (m)
Pitch and chord ratio, t/l
Stagger angle, (
Inlet angle (
1
0.360
0.9
66.95
67.36
2
0.384
0.9
69.22
68.64
F
G
H
Outlet angle (
Coefficient Lift
Number of blades
73.74
0.603
7
75.59
0.712
7
6
0.480
0.9
74.05
72.63
78.84
7
0.504
0.9
75.10
73.41
79.02
A
B
C
D
E
F
3
0.408
0.9
70.65
69.79
77.31
4
0.432
0.9
72.35
70.83
77.44
5
0.456
0.9
73.46
71.77
79.29
a.Turbin Pertama
Energi III-3
b.Turbin kedua
IV.
a.Turbin Pertama
b.Turbin kedua
(2)
Dan efisiensi turbin
:
(3)
Dimana
adalah total torsi yang dihasilkan oleh turbin dan
adalah kecepatan sudut dari turbin.
c.Turbin ketiga
Gambar 5. Distribusi tekanan dalam ketiga turbin
1. Daerah hub
2. Daerah Tip
Gambar 6a. Kecepatan aliran fluida dan sudu rotor pada turbin
pertama
Energi III-4
Turbin I - RR
Turbin II - RR
Turbin III - RR
90
90
85
85
Efficiency (%)
Turbin II
Turbin III
95
80
1. Daerah hub
2. Daerah Tip
Gambar 6b. Kecepatan aliran fluida dan sudu rotor pada turbin
kedua
Turbin I
75
70
65
60
80
75
70
65
60
55
55
50
50
45
45
40
40
15 30 45 60 75 90 105120135
15 30 45 60 75 90 105120135
1. Daerah hub
2. Daerah Tip
Gambar 6c. Kecepatan aliran fluida dan sudu rotor pada turbin
ketiga
1.20
1.10
1.00
0.90
Turbin I - FR
0.80
Turbin I - RR
0.70
Turbin I - Total
Turbin II - FR
0.60
Turbin II - RR
Turbin II - Total
0.50
Turbin III - FR
0.40
Turbin III - RR
0.30
0.20
0.10
0.00
15
30
45
60
75
90
105
120
135
Energi III-5
1000
900
800
700
Power (W)
Turbin I - RR
600
Turbin I - Total
Turbin II - FR
500
DAFTAR PUSTAKA
Turbin II - RR
Turbin II - Total
400
Turbin III - FR
Turbin III - RR
300
30
45
60
75
90
105
120
135
Gambar 9. Power yang dihasilkan masing-masing rotor dan total power turbin
KESIMPULAN
Energi III-6
Syukri Himran
I. PENDAHULUAN
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan
sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan
berkelanjutan, serta merupakan pendukung bagi kegiatan
ekonomi sosial. Penggunaan energi di Indonesia meningkat
pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan
terjangkau merupakan pra-syarat utama untuk meningkatkan
standar hidup masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan energi
yang terus meningkat, dikembangkan berbagai energi
alternatif, diantaranya energi terbarukan, misalnya :biomassa,
panas bumi, energi surya, energi air, energi angin, dan energi
samudera. Salah satu energi terbarukan yang sekarang ini
banyak dikembangkan adalah energi surya. Jika dieksploitasi
dengan cepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan
kebutuhan konsumsi energi dunia saat ini dalam waktu lebih
lama. Matahari dapat digunakan langsung untuk mmproduksi
listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan.
Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2
(dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu teknologi
enrgi surya termal dan energi surya fotovoltaik. Energi surya
termal digunakan untuk memasak, dan mengeringkan hasil
pertanian. Energi surya fotovoltaik digunakan untuk
kebutuhan listrik, pompa air dan televisi [1].
Energi III-7
2.
Pompa sentrifugal
Secara umum pengertian pompa adalah suatu alat yang
digunakan untuk memindahkan zat cair dari tempat yang
rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan cara menaikkan
tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan digunakan
untuk mengatasi hambatan-hambatan pengaliran berupa
perbedaan tekanan, ketinggian atau hambatan gesek [6].
Sedangkan pompa sentrifugal yaitu suatu jenis pompa dimana
headnya dibentuk oleh gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh
sudu-sudu yang berputar. Gaya sentrifugal ini adalah sebuah
gaya yang mengakibatkan benda atau partikel terlempar keluar
dalam lintasan melengkung. Pompa sentrifugal merupakan
suatu pompa yang memiliki elemen utama sebuah motor
dengan sudu-sudu impeller berputar dengan kecepatan tinggi.
Fluida masuk dipercepat oleh impeller yang menaikkan
kecepatan fluida maupun tekanan dan melemparkan keluar
volute [7].
D.
Radiasi Matahari
Sudut latitude
Sudut latitude dari suatu tempat di bumi adalah sudut
yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan pusat bumi
dengan lokasi dan proyeksi garis tersebut pada equator. Untuk
menghitungnya digunakan hokum cosines segitiga bola yaitu
[8] :
Sin = sin sin + cos cos cos
(3)
4.
Energi III-8
(4)
Sudut tiba pada suatu bidang adalah sudut yang dibentuk oleh
sinar matahari dan garis normal pada permukaan bidang.
Untuk posisi horizontal = 00, dapat ditulis dengan rumus :
Cos = cos cos cos + sin sin
(5)
E.
1.
F.
1.
Daya Pompa
Daya pompa terbagi atas daya input dan daya output.
Daya input pompa dapat didefinisikan sebagai hasil kali antara
tegangan dan arus ke motor pompa, maka persamaannya
sebagai berikut [7] :
Pin M = V x I
(9)
Untuk Pin M adalah daya input pompa (watt), V adalah
tegangan (volt), dan I adalah arus (ampere).sedangkan daya
output pompa yaitu energi yang secara efektif diterima air dari
pompa persatuan waktu. Daya output pompa biasa juga
disebut sebagai daya hidrolik fluida. Persamaannya dapat
dituliskan sebagai berikut [7] :
Pf =
(10)
Untuk Pf adalah daya output pompa (watt), adalah massa
jenis air (kg/m3), g adalah percepatan gravitasi (m/s2), dan H
adalah head (m).
Tempat Penelitian
Alat Uji
1.
Panel surya
Merek/buatan : sharp, dengan spesifikasi sebagai berikut :
Maximum power
: 80 watt
Open-circuit voltage
: 21,6 volt
Short-circuit current
:5,15 ampere
Voltage at point of max. power
:17,3volt
Current at point of max, power
:4,63 A
2.
Alat uji
Merek/buatan pompa
: nasional 125 watt
Merek/buatan motor
: wiper kijang super
Pompa air DC rakitan dengan spesifikasi sebagai berikut :
- Daya motor : 12-24 volt, 50 Hz, 10 P
- Daya listrik : 0,5-5 ampere
D.
Efisiensi pompa
Dari definisi efisiensi pompa adalah perbandingan antara
daya output pompa dengan daya input pompa, maka
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut [7]:
p =
(11)
dan efisiensi sistem dapat diruliskan persamaannya sebagai
berikut :
sistem =
(12)
Instalasi Pengujian
2.
Energi III-9
1.
+
PANEL SURYA
1
+
PANEL SURYA
2
2.
3.
S1
+
PANEL SURYA
3
4.
5.
S3
A
+
+
V
+
S2
M
-
6.
Gambar 2. Rangkaian Kelistrikan Instalasi
E.
7.
Instalasi Pompa
F.
Prosedur Pengujian
B. Pembahasan
1.Pengaruh waktu matahari terhadap daya sel surya.
Pengaruh waktu matahari terhadap daya sel surya dapat
dilihat pada gambar 4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa
daya yang masuk ke sel surya (Pin ss) dari pukul 08.00 pagi
akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai daya
maksimum pada pukul 12.00 siang hari. Setelah itu daya yang
masuk ke sel surya akan mengalami penurunan hingga pukul
16.00. Untuk head 1 meter pada pukul 08.00 dengan intensitas
matahari (Ig) 589 W/m2 energi yang diserap sel surya (Pin
ss)adalah sebesar 1169,100 Watt dan. Pada pukul 12.00
mengalami kenaikan dengan intensitas matahari (Ig) 1060
W/m2 energi yang diserap sel surya (Pin ss) adalah sebesar
2103,983 Watt. Selanjutnya akan turun kembali pada pukul
14.00 dengan intensitas matahari (Ig) 854 W/m2 diperoleh
energi yang diserap sel surya (Pin ss) adalah sebesar 1695,096
Watt. Selain dari pada itu, untuk head 2 m sampai head 7
menergi yang diserap sel surya (Pin ss) identik dengan head 1
m, yaitu Mula-mula pada pukul 08.00 (Pin ss) rendah hingga
terus meningkat
sampai pada pukul 12.00, kemudian
mangalami penurunan sampai pada pukul 16.00. Daya
maksimum energi yang diserap sel surya (Pin ss) adalah sebesar
2103,983 Watt pada pukul 12.00 dengan head 1 meter. Dan
daya minimum energi yang diserap sel surya (Pin ss) adalah
sebesar 972,596 Watt pada kukul 16.00 dengan head 4 meter.
Energi III-10
Dari data untuk head 1 meter ini sudah terlihat bahwa efisiensi
pompa akan terus meningkat hingga mencapai efisiensi
maksimum pada pukuk 12.00 selanjutnya akan menurun
hingga pukuk 16.00. Selain dari pada itu, untuk head 2 m
sampai head 7 mefisiensi pompa(p) dengan head 1 m. Mulamula pada pukul 08.00 efisiensi pompa(p)rendah hingga terus
meningkat sampai pada pukul 12.00, kemudian mangalami
penurunan sampai pada pukul 16.00. Dari grafik terlihat
Efisiensi pompa(p) maksimum diperoleh pada kukul 12.00
dengan head 3 meter yaitu sebesar 14,541 %. Dan Efisiensi
pompa(p) minimum diperoleh pada kukul 16.00 dengan head
6 meter yaitu sebesar 2,165 %.
Head
Pin ss (watt)
1 meter
15160,59
2 meter
13884,31
3 meter
12806,51
4 meter
13278,91
5 meter
12814,45
6 meter
13320,60
7 meter
15718,34
2
Gambar 5. GrafikPerbandingan Antara efisiensi pompa (p)
terhadap waktu (t)
Energi III-11
No.
Head
Pout ss
(watt)
Pf
(watt)
1 meter
2097,762
78,68
2 meter
1785,762
189,672
3 meter
1724,997
195,252
4 meter
1777,943
155,976
5 meter
1639,976
139,918
6 meter
1716,742
85,51
7 meter
1972,380
56,598
1000
W/m2
800
W/m
2
600
W/m
2
400
W/m
2
200
W/m
2
Tabel 3. Efisiensi sel surya (ss), efisiensi pompa (p), dan efisiensi sistem
Sistem (sistem)
No.
Head
Rata-rata ss
Rata-rata
Rata-rata
pompa
sistem
1 meter
13,837
3,751
0,519
2 meter
12,862
10,621
1,366
3 meter
13,470
11,319
1,525
4 meter
13,389
8,773
1,175
5 meter
12,798
8,532
1,092
6 meter
12,888
4,981
0,642
7 meter
12,548
2,870
0,360
Energi III-12
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5] Zuhal, 1988. Dasar Teknik Listrik dan elektronika Daya. Gramedia,
[6]
V. KESIMPULAN
[7]
Jakarta
John B. Manga, 1990. Dasar-DasarPompadanPerencanaan, Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sularso, haruotahara, 2000, Pompa dan Kompresor.Cetakan ketujuh,
PT. Pertja, Jakarta.
Makassar
Sertu Alim Senina Sinamo, 2010. Mengenal Solar Sel Sebagai Energi
Alternatif. Kumpulan Artikel, Puslitbang Iptekhan Balitbang Dephan,
Jakarta.
Energi III-13
I. PENDAHULUAN
Energi III-14
Umumnya
modul
termoelektrik
ini
berukuran
40mmx40mm atau lebih kecil dan memiliki tebal kurang lebih
4 mm. Umur dari sebuah modul termoelektrik yang sesuai
dengan standar industri adalah sekitar 100.000-200.000 jam
dan lebih dari 20 tahun jika digunakan sebagai pendingin dan
dengan jumlah serta tegangan yang sesuai karateristik dari
setiap modulnya[7].
Pengujian mengunakan modul termoelektrik pendingin
yang merupakan pengaplikasian dari efek Peltier untuk
memindahkan kalor. Termoelektrik pendingin yang digunakan
terdiri dari sejumlah pasangan semikonduktor tipe P dan tipe
N yang dihubungkan secara seri termal dan paralel listrik.
Kalor yang dipompakan secara langsung dapat diubah dengan
mengubah kutub yang dialairi arus DC. Material
semikonduktor pada termoelektrik tersusun dari tipe N yang
terbuat dari campuran bismuth-telluride-selenium (BiTeSe)
dan tipe P yang terbuat dari campuran bismuth-tellurideantimony (BiTeSb). Penggunaan bismuth telluride pada
termoelektrik pendingin didasarkan pada beberapa penelitian
yang menyimpulkan bahwa bismuth telluride merupakan
material yang memiliki performance terbaik meskipun
memiliki keterbatasan pada temperatur sisi panasnya[8].
Pada penelitian ini ingin diketahui
kinerja dari
pendinginan dengan menggunakan termoelektrik pendingin
yang dirangkai tunggal, ganda seri, dan ganda paralel.
Dalam menganalisa kinerja modul termoelektrik dapat
diamati pada gambar 1, perpindahan panas yang terjadi dari
beban kalor menuju sisi dingin modul termoelektrik dapat
diketahui dari jumlah kalor yang dipompa oleh efek Peltier,
panas yang berpindah dari sisi panas ke sisi dingin karena
konduktivitas termal material termoelektrik, dan sebagian dari
total efek Joule heating yang ditimbulkan oleh arus listrik
terhadap tahanan termal[9].
(2)
Efek Joule heating yang ditimbulkan oleh arus listrik
Efek Joule heating (qj)merupakan rugi kalor yang
terjadi akibat arus listrik yang dapat diketahui dari besarnya
nilai kuadrat arus listrik (I) dan tahanan elektrik (R) serta
diasumsi terbagi ke arah sisi dingin dan sisi panas.
(3)
(7)
(1)
Kalor yang berpindah karena konduktivitas termal
Besarnya kalor yang berpindah karena konduktivitas
termal (qk) dipengaruhi oleh besarnya konduktivitas termal
(K) dan nilai beda temperatur (T).
(8)
Konduktivitas termal elemen
(9)
K0 = 6.2605 x 10-2 ; K1 = -2.777 x 10-4 ; K2
Energi III-15
= 4.131 x 10-7
Tahanan elektrik
Besarnya tahanan elektrik (R) ditentukan oleh tahanan
elektrik elemen (),faktor geometri (G), dan banyaknya
jumlah elemen pada modul termoelektrik.
(10)
(17)
Kalor rata-rata yang diserap pada sisi dingin modul
termoelektrik hingga 360 menit
Kalor rata-rata dapat diketahui dengan menentukan
total kalor yang diserap pada sisi dingin (qc) terhadap
banyaknya penyerapan kalor yang terjadi (n).
(19)
(12)
Dengan mensubtitusi persamaan (6), (8),(10) ke persamaan
(5) dapat diperoleh nilai kalor yang dilepas pada sisi panas
modul termoelektrik :
(13)
Daya listrik yang diberikan pada modul termoelektrik
Besarnya daya listrik yang diberikan pada modul
termoelektrik dipengaruhi dari besarnya arus listrik (I) dan
besarnya tahanan elektrik (R).
(14)
Kesetimbangan energi
Sesuai dengan prinsip kerja termoelektrik berdasarkan efek
peltier, kalor diserap dari sisi dingin sebesar qc dan kalor
dilepas ke lingkungan sebesar qh. Selisih antara dua kalor
tersebut adalah besarnya daya listrik yang dibutuhkan atau
Pin=qh-qc [10] sehingga kesetimbangan energi pada
termoelektrik dapat dituliskan pada persamaan berikut :
(15)
Figure of merit
Figure of merit (Z) merupakan nilai standar untuk
menentukan efisiensi material dari termoelektrik. Jika nilai Z
meningkat berarti kemampuan material termoelektrik juga
meningkat. Nilai figure of merit bervariasi tergantung
kebutuhan material termoelektrik terhadap temperatur [8].
(16)
Coefficient of Performance (COP)
COP merupakan ukuran efisiensi dari suatu termoelektrik
pendingin yang dapat diketahui dari perbandingan besarnya
kalor yang diserap pada sisi dingin (qc) terhadap besarnya
daya listrik yang masuk(Pin) [5].
Energi III-16
Gambar 4. Grafik tegangan listrik terhadap kalor yang diserap sisi dingin pada
360 menit
Energi III-17
Gambar 5. Grafik tegangan listrik terhadap daya listrik yang diberikan dengan
variasi rangkaian pada 360 menit
DAFTAR PUSTAKA
[1]
California
Institute
of
Technology.2013.Brief
History
of
Thermoelectrics.(Online).
(http://thermoelectrics.caltech.edu/thermoelectrics/history.html).
[2] Chakib Alaoui. 2011. Peltier Thermoelectric Modules Modeling and
Evaluation. International Journal of Engineering (IJE), Volume (5) :
Issue (1).
[3] Jincan Chen, Yinghui Zhou, Hongjie Wang, Jin T. Wang. 2002.
Comparison of the optimal performance of single- and two-stage
thermoelectric refrigeration systems
Energi III-18
I. LATAR BELAKANG
Perilaku masyarakat Indonesia yang konsumtif telah
mendorong banyak produsen otomotif untuk menawarkan
berbagai produk kendaraan dengan berbagai keunggulan,
sehingga volume kendaraan pun semakin meningkat sebagai
dampak dari kemajuan teknologi dan ekonomi.
Kemajuan teknologi dan kemajuan di bidang ekonomi ini
membawa pada konsekuensi peningkatan pendapatan
masyarakat menyebabkan kesempatan kepemilikan kendaraan
semakin meluas. Di samping sisi positif peningkatan
kepemilikan kendaraan bermotor yang berjalan begitu cepat,
ternyata muncul sisi negatif yang tidak dapat dielakkan. Sisi
negatif tersebut antara lain berupa kemacetan lalu lintas sampai
Energi III-19
Amine)
Dalam penelitian ini digunakan variasi konsentrasi
campuran 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml dan 25 ml zat
aditif kedalam 1 liter bensin.
Melakukan pengujian nilai kalor untuk masing-masing
konsentrasi campuran zat aditif PEA dengan bensin.
kecepatan kendaraan.
Melakukan pengujian emisi gas buang yang meliputi:
kadar CO, dan HC
IV. DASAR TEORI
A. Zat Aditif
Zat Aditif merupakan bahan yang ditambahkan pada bahan
bakar kendaraan bermotor, baik mesin bensin maupun mesin
diesel. Zat Aditif digunakan untuk memberikan peningkatan
sifat dasar tertentu yang telah dimilikinya.
Kebutuhan Zat aditif pada masa sekarang telah meningkat
dengan pesat dikarenakan perubahan komposisi bensin yang
timbul oleh karena tiga alasan utama yaitu: Perubahan Harga
Minyak, Persyaratan Gas buang Kendaraan, Persyaratan
Konsumsi Bahan Bakar.
Energi III-20
3.
(2.1)
VI. PEMBAHASAN
2.
dimana :
BFC
f
dimana :
BFC
= konsumsi bahan bakar (l/jam)
Vf
= konsumsi bahan bakar volumetrik( ml )
t
= waktu konsumsi bahan bakar ( detik)
10400
10200
10000
9800
9600
0
10
15
20
25
Penambahan PEA ( ml )
Gambar 3. Grafik Nilai Kalor
Energi III-21
Premium+0ml PEA
Premium+5ml PEA
Premium+10ml
PEA
Premium+15ml
PEA
14
60
12
10
50
40
20
40
Kecepatan (km/jam)
60
6
0
10
15
20
25
0,9
Premium+0ml
PEA
Premium+5ml
PEA
Premium+10ml
PEA
Premium+15ml
PEA
Premium+20ml
PEA
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
20
40
60
Kecepatan (km/jam)
Energi III-22
3.
4.
Energi III-23
Angka
[15] www.wikipedia.org
[16] www.yamaha-motor.co.id
Energi III-24
Efrizon Umar
Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan BATAN
Bandung, Indonesia
I. PENDAHULUAN
Dalam dekade terakhir ini, ide tentang fluida nano
(nanofluid) sebagai suatu bentuk inovasi jenis fluida
perpindahan panas (coolant) mulai banyak diteliti. Fluida nano
adalah suspensi partikel padatan berukuran 1-100 nm
(nanoparticle) dalam fluida perpindahan panas konvensional
(misalnya air, minyak, atau etilen glikol) sebagai fluida dasar
(base fluid)-nya. Beberapa contoh partikel nano yang telah
menjadi subyek penelitian hingga saat ini, baik berupa logam
maupun oksida logam, yaitu Al2O3, Cu, CuO, TiO2, dan CNT.
Keberadaan partikel nano dapat meningkatkan konduktivitas
termal fluida nano sehingga turut meningkatkan kinerja
perpindahan panasnya. Terkait dengan jenis partikel nano,
fluida nano yang mengandung partikel nano zirkonia (ZrO2)
masih sangat jarang diteliti. Fluida nano jenis ini berpotensi
Energi III-25
k eff
k p 2k f 2 (k p k f )
k p 2k f ( k p k f )
kf
k eff k f
3 2T2
3T
kf
1 T
dengan lf 1
3
dan T
fl
pl
3
1 2 fl pl
fl
4
3
3
rp n 1
3
dimana lf
kl kf
2 fl pl
, pl
k p kl
k p 2k l
, dan
kf kl
.
k f 2k l
keff
13 kp 2klr kp klr 13 3 1
k eff k f 1 k p C1
df
k f Re 2p Pr
dp
Energi III-26
Re p CRM
CRM
dp
Do
lf
k pe
2 (1 ) 1 1 2
3
(1 ) 1 1 2
3
kp
E. Model Corcione
Corcione [14] mengusulkan suatu korelasi (Persamaan 7)
untuk memprediksi konduktivitas termal efektif fluida nano
berdasarkan sejumlah data eksperimen yang tersedia di
literatur. Korelasi ini berlaku untuk diameter partikel nano 10
150 nm, fraksi volume 0,0020,09, dan temperatur 294324
K. Data eksperimen fluida nano yang digunakan terdiri dari
partikel nano Al2O3, TiO2, Cu, dan CuO yang tersuspensi
dalam air atau etilen glikol.
T
k eff
1 4.4 Re 0.4 Pr 0.66
kf
Tfr
10
kp
kf
A. Model Statik
Model statik yang dikembangkan dalam makalah ini
direpresentasikan dengan model Maxwell yang dimodifikasi
oleh Yu dan Choi [3] untuk memasukkan pengaruh nanolayer
sebagaimana diberikan pada Persamaan 8
k eff
k pe 2 k f 2 k pe k f 1
k pe 2 k f
pe
kf
q " h Tp Tf
0.66
0.03
k f
q " h
dT
l
dx
k nc hl
Energi III-27
H
a
Pr Pr
hd p
Nu
kf
Re p Prf
m
Re p
vdp
f
kf
m
n
Re p Prf
dp
k nc C k f
a
m
n'
Re p Pr f
dp
eff
k static k nc
eff
,T kf T 1 2.4505 29.867 2
Energi III-28
[12] R. Prasher, P. Bhattacharya dan P.E. Phelan, Brownian-motionbased convective-conductive model for the effective thermal
conductivity of nanofluids, Journal of Heat Transfer, vol. 128,
pp. 588-595, 2006.
[13] H. Xie, M. Fujii dan X. Zhang, Effect of interfacial nanolayer
on the effective thermal conductivity of nanoparticle-fluid
mixture, International Journal of Heat and Mass Transfer, vol.
48, pp. 292632, 2005.
[14] M. Corcione, Empirical correlating equations for predicting the
effective thermal conductivity and dynamic viscosity of
nanofluids, Energy Conversion and Management, vol. 52, pp.
789-793, 2011.
[15] U. Rea, T. McKrell, L. Hu dan J. Buongiorno, Laminar
convective heat transfer and viscous pressure loss of aluminawater and zirconia-water nanofluids, International Journal of
Heat and Mass Transfer, vol. 52, pp. 2042-48, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Chandrasekar, S. Suresh, dan T. Senthilkumar, Mechanisms
proposed through
experimental
investigations
on
thermophysical properties and forced convective heat transfer
characteristics of various nanofluids A review, Renewable
and Sustainable Energy Reviews, vol. 16, pp. 3917-38, 2012.
[2] S. Kakac dan A. Pramuanjaroenkij, Review of convective heat
transfer enhancement with nanofluids, International Journal of
Heat and Mass Transfer vol. 52, pp. 3187-96, 2009.
[3] W. Yu dan S.U.S. Choi, The role of interfacial layers in the
enhanced thermal
conductivity
of
nanofluids:
A
renovated maxwell model, J. Nanoparticle Research, vol. 5, pp.
167-171, 2003.
[4] K.C. Leong, C. Yang dan S.M.S. Murshed, A model for the
thermal conductivity of nanofluids the effect of interfacial
layer, J. Nanoparticle Research, vol. 8, pp. 245-254, 2006.
[5] Q. Xue dan W.M. Xu, A model of thermal conductivity of
nanofluids with interfacial shells, Materials Chemistry and
Physics, vol. 90, pp. 298301, 2005.
[6] S.P. Jang dan S.U.S. Choi, Effects of various parameter on
nanofluid thermal conductivity, Journal of Heat Transfer, vol.
129, pp. 617-623, 2007.
[7] J.J. Wang, R.T. Zheng, J.W. Gao dan G. Chen, Heat
conduction mechanisms in nanofluids and suspensions, Nano
Today, vol. 7, pp. 124-136, 2012.
[8] L. Wang dan J. Fan, Toward nanofluids of ultra-high thermal
conductivity, Nanoscale Research Letters, vol. 6, pp. 153,
2011.
[9] D. Hidayanti, N.P. Tandian, A. Suwono dan E. Umar,
Investigation on modelling of thermal
conductivity
of
zirconia-water based nanofluids, Proc. of the 3rd Int. Energy
Conf. of Applied Science for
Technology
Application
ASTECHNOVA 2014, Yogyakarta, Indonesia, 13-14 Agustus
2014.
[10] S.P. Jang dan S.U.S. Choi, Role of Brownian motion in the
enhanced thermal conductivity of nanofluids, Applied Physics
Letters, vol. 84, pp. 4316-18, 2004.
[11] H.E. Patel, T. Sundararajan, T. Pradeep, A. Dasgupta, N.
Dasgupta dan S.K. Das, A micro-convection model for thermal
conductivity of nanofluids, Pramana-Journal of Physics, vol. 65,
pp. 863-869, 2005.
Energi III-29
kadar
air,
kolektor
I. PENDAHULUAN
Pengolahan hasil pertanian padi (gabah) menggunakan
teknologi lama (teknologi turun temurun). Proses pengolahan
gabah menjadi beras diawali dari penjemuran dengan
menggunakan cahaya matahari. Proses ini membutuhkan
waktu tiga hari supaya dapat diolah menjadi beras. Pada
proses pengeringan gabah para petani sering mengalami
kesulitan karena cuaca tidak panas (musim hujan) dan dapat
memperlama proses produksi beras. Dalam hal ini proses
pengeringan gabah merupakan salah satu faktor penentu
kualitas beras. Hal ini dikarenakan gabah pada awalnya dalam
keadaan basah dan harus dikeringkan terlebih dahulu agar
kadar airnya sesuai dengan standar yang disesuaikan yakni (1)
gabah kering panen (GKP), gabah yang mengandung kadar air
lebih besar dari 18% tetapi lebih kecil atau sama dengan 25%
(18%<KA<25%), hampa/kotoran lebih besar dari 6% tetapi
lebih kecil atau sama dengan 10% (6%<HK<10%), butir
hijau/mengapur lebih besar dari 7% tetapi lebih kecil atau sama
Energi III-30
a.
b.
c.
d.
e.
Energi III-31
(cm)
A. Tempat Penelitian
1. Bengkel Isjar, Manuruki, Makassar sebagai tempat
pembuatan alat pengering gabah.
2. Laboratorium Energi Terbarukan Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Hasauddin, Makassar sebagai
tempat pengambilan keseluruhan data berupa kadar air
gabah, temperatur untuk setiap titik-titik pengukuran,
tekanan udara, intensitas matahari, massa gabah.
B. Rumus Yang Digunakan
1. Penurunan kadar air gabah
Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet
basis (basis basah) atau dry basis (basis kering). Kandungan
kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan
massa air dalam bahan dengan massa total bahan. Persentase
kadar air dari sampel bahan berdasarkan basis basah sesuai
dengan persamaan [8]:
wd
(1)
M
100%
w
2. Massa udara kering
Pengujian dilakukan untuk mengetahui berpa banyak
massa udara kering yang digunakan dalam proses pengeringan
[8]:
ma = a x t x 3.600 (kg)
(2)
3. Massa air yang diuapkan
Selama proses pengeringan, temperatur bola kering
berkurang sedangkan kelembaban absolut dan kelembaban
relatif bertambah, temperatur bola basah dan entalpi tetap, dari
diagram psikrometrik juga bisa didapatkan jumlah massa air
yang diuapkan dan dapat dihitung dengan persamaan berikut
[8]:
mw = ma (2 - 1) (kg)
(3)
(4)
Dengan kolektor
sekunder
sekunder
4.0
5.5
4.5
6.5
5.5
3
5
7
Dengan kolektor
sekunder
Kadar air
awal, Mi
(%)
Kadar air
akhir, Mf
(%)
Kadar air
awal, Mi
(%)
Kadar air
akhir, Mf
(%)
24.60
24.60
24.60
13.70
13.80
13.70
24.75
24.75
24.75
13.43
13.69
13.82
Energi III-32
Energi III-33
Energi III-34
Hasanuddin
didapatkan,
berlimpah,
murah
dan
aman
penggunaannya.
Pemilihan jenis limbah biomassa sebagai sumber energi
alternatif karena ketersediaan bahan yang berlimpah, murah,
serta renewble. Seperti halnya hasil perkebunan kelapa, Kelapa
merupakan komoditas perkebunan yang sering ditemukan di
daerah subtropis dan tropis salah satu contoh di daerah
Gorontalo yang merupakan daerah penghasil kelapa. Menurut
I. PENDAHULUAN
2011, bahwa jumlah produksi buah kelapa 125,5 juta butir, dan
pemanfaatannya
belum
maksimal
hanya
sebatas
pada
Energi III- 35
lingkungan.
a) Minyak Tanah
Indonesia merupakan negara penghasil minyak bumi,
kandungan
kacang, biskuit, pai, tekstur pada kue, dan lain- lain (Syah
et.al., 2004).
misalnya dalam
permen
Ampas
b) Buah Kelapa
Lemak
Protein
63,70
6,71
II
39,55
4,04
III
30,10
3,03
IV
28,24
2,94
yang diperas
Energi III- 36
mengandung
minyak
atau
proses
biomassa,
lemak
atau protein,
untuk
menghasilkan
energi
bakar.
Pelet diproduksi oleh suatu alat dengan mekanisme
pemasukan bahan secara terus-menerus serta mendorong
bahan yang telah dikeringkan dan termampatkan melewati
lingkaran baja dengan beberapa lubang yang memiliki ukuran
d) Biopelet
Biomassa merupakan sumber energi yang bersih dan
dapat
diperbaharui
namun
biomassa
mempunyai
gesekan alat
yang
memudahkan proses
adalah
adalah
suatu
metode
Saptoadi
(2006),
proses
pemampatan
2. meningkatkan
panas
Energi III- 37
baku
yang
seragam
sehingga
bisa
tersebut
diayak
dan
kemudian
dilakukan
g =
b. Formulasi biopellet
Dalam
tahapan
penambahan
ini
arang
dilakukan
ampas
formulasi
kelapa
x 100%
t x FCR x HVF
dengan
Keterangan:
tapioka
FCR
tergelatinasi
dengan
persentase
tanpa pengarangan.
bahan
bakar
yang
dibutuhkan
(kg/jam)
c. Pencetakan biopellet
HVF
d. Pengeringan
dilakukan
menggunakan
sinar
N kom
posi
o
si
t
(jam
)
0.17
1:1
karbon
terikat.
Analisis
1077.0
FCR
(kg/jam)
Efisiensi
pembakar
an(%)
2.10
70.03
2.01
83.37
4704.50
2.30
77.81
4630
3.35
72.40
1:2
0.17
1:3
0.17
1:0
HVF
(kkal/kg
)
4308
Q
(kkal)
0.17
karateristik
1724.
31
1306.
81
1852.
00
6207.50
Efisiensi
komposisi
pembakaran
dimaksudkan
biopelet
untuk
dengan
mengetahui
berbagai
keefektifan
laju
komsumsi
bahan
bakar,
dan
efisiensi
Energi III- 38
waktu
dan
kebutuhan
kalor
yang
digunakan
dalam
tersebut.
sangat
untuk 1:3 sebesar 2.30 kg/jam, 1:1 yaitu 2.10 serta 1:2 sebesar
besar
mengalami
menghasilkan
dibandingkan
dengan
biopelet
yang
Hasil
efisiensi
penelitian
pembakaran
menunjukkan
yang
lebih
bahwa
baik
efisiensi
yang terbanyak yaitu 1724.31 kkal, dan 1:3 jumlah kalor yang
dibandingkan
mengalami
perlakuan
dengan
1:1,
komposisi
dan
1:3.
biopelet
Hasil
yang
penelitian
V. KESIMPULAN
Efisiensi
pembakaran
dengan
berbagai
komposisi
Energi III- 39
4630 kkal/kg.
maka
makin
tinggi
efisiensi
pembakaran
biopeletnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] [BID] Badan Investasi Daerah. 2011. Produksi Kelapa di
Propinsi Gorontalo. http:/www.bidpropinsigorontalo.com.
diakses 23 januari 2012
[2] Belonio AT 2005. Rice Husk Gas Stove Handbook. Iloilo
City: Central Philippine
University
[3] Djatmiko, B.S., Ketaren, dan Setyahartini. 1981. Arang
Pengolahan dan
Kegunaannya.Jurusan Teknologi
Pertanian IPB. Bogor
[4] Hardjono, 2001. Teknologi Minyak Bumi, Gajah Mada
University press. Jogjakarta.
[5] Kailaku, SI., Mulyawanti, I., Dewandari, K.T., Syah,
A.N.A. (2009). Potensi Tepung
Kelapa
dan
Ampas Industrl Pengolahan Kelapa. Prosiding Seminar
Nasionl
Teknologi Inovatif untuk pengembangan
Industri Bebasis pertanian. Balai
Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor
[6] Liliana, W. 2010. Peningkatan Kualitas Biopelet Bungkil
Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Melalui Teknik
karbonisasi. [Tesis] Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
[7] Miskiyah., Mulyawati, I., Haliza, W. 2006. Pemanfaatan
Ampas Kelapa Limbah
Pengolahan
Minyak
Kelapa Murni Menjadi Pakan. Jurnal Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Bogor.
Energi III- 40
Yusuf Siahaya
I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan beban pada sistem kelistrikan wilayah Papua
khususnya system kelistrikan Merauke mengalami peningkatan
yang besar, sehingga kebutuhan daya telah melampaui
kemampuan pembangkitan yang ada
Daya mampu pembangkit milik PLN di Merauke hanya
sebesar 10.8 MW, yang didapat dan Sistem Kelistrikan
Merauke ditambah pasokan dari PLTD sewa. Sedangkan
Energi III-41
Energi III-42
(1)
Kemudian mencari perbandingan udara dan bahan
bakar aktual dengan persamaan berikut :
(2)
Lalu mencari
persamaan berikut :
faktor
kelebihan
udara
dengan
(3)
Setelah itu kita mencari massa molar bahan bakar
dengan persamaan berikut [4] :
(4)
Dimana yi adalah komposisi kimia dari bahan bakar
dan Mi adalah massa molar dari unsur kimia.
Kemudian mencari berat gas hasil pembakaran dengan
persamaan berikut :
(5)
Lalu dilanjutkan dengan mencari jumlah kebutuhan
udara sekunder dengan persamaan berikut :
(Wa)sekunder = Wa x Tb
(6)
Dimana Tb adalah jumlah bahan bakar yang di bakar
per jam, (16.784 kg/jam).
Dan selanjutnya kita mencari berat gas asap spesifik
dengan persamaan berikut [5] :
(wg)sp = 1,25(N2)v + 1,43(O2)v + 1,96(CO2)v
+ 1,25(CO)v + 0,80(H2O)v
(7)
Setelah itu kita mencari berat gas asap total dengan
persamaan berikut :
(8)
Dan kemudian mencari berat nitrogen dalam dalam gas
asap dengan persamaan berikut :
(9)
Dimana (N2)W adalah kandungan N2 dalam bahan bakar.
Lalu selanjutnya mencari jumlah kebutuhan udara primer
dengan persamaan berikut :
(10)
Dan kita peroleh total kebutuhan udara primer dengan
persamaan berikut :
(Wa)primer total =( Wa )primer x Tb
(11)
Energi III-43
(23)
(14)
Di mana
adalah temperatur gas meninggalkan
komponen ketel uap, (F),
adalah temperatur gas masuk
komponen ketel uap, (F),
adalah laju aliran massa gas,
(lb/h) dan
adalah panas spesifik gas rata rata , (btu/lb.F).
Setelah itu dilanjutkan dengan menghitung fluks massa
udara dengan persamaan berikut ini:
(15)
Dimana ma adalah laju aliran massa udara dan Aa adalah
luas penampang pipa.
Lalu kemudian menghitung bilangan Reynolds dengan
persamaan berikut ini:
(16)
Dimana De adalah diameter pipa,(ft) dan adalah
viskositas absolute uap.
Selanjutnya menghitung hambatan udara dari windbox
inlet ke air heater outlet dengan persamaan berikut ini :
(17)
Di mana fL adalah panjang pipa, (ft), N adalah factor
kerugian dan B adalah tekanan barometris.
Dan kemudian menghitung jumlah kerugian udara dari
air heater inlet ke forced draft fan transition outlet dengan
persamaan berikut ini:
(18)
(19)
Selanjutnya menghitung jumlah kerugian udara dari air
heater inlet ke forced draft fan transition outlet dengan
persamaan berikut ini:
(20)
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung rata rata
tekanan statis pada forced draft (FD) fan outlet transition
dengan persamaan berikut ini :
Chemical
CO2
H2O
O2
N2
Total :
(21)
Setelah itu menghitung efek cerobong untuk furnace
dengan persamaan berikut ini :
(22)
Energi III-44
N2
O2
CO
Air heater :
Temperatur udara masuk AH
Tekanan Barometric
Temperatur gas keluar AH
41,13
28,60
0,505
86 F
30 in. Hg
502 F
Presentasi Udara
(%)
82,32
17,68
100
Ruang bakar
Super Heater
Economiser
Air Heater
Total :
Kondisi Pengoperasian
Bahan Bakar : Batubara Lignite Indonesia
Analisis Pembakaran.
Ultimasi, % by wt
Proximasi, % by wt
C
= 54,03
Moisture
= 18,40
H2
= 3,83
Volatiles
= 22,57
S
= 0,33
Fixed carbon = 54,03
O2
= 17,06
Ash
= 5
N2
= 1,35
100
H2O = 18,40
Ash = 5
100
Nilai Kalor Atas
15.080 Btu/lb
Kelebihan Udara
36 % by wt
Karbon yang tidak terbakar
0,42 % by wt
Kerugian yg tak di ketahui
1,5 % by wt
Kerugian akibat Radiasi
0,40 % by wt
Temperatur gas
1850 F
Keluar Superheater :
Aliran uap
81.570 lb / h
Temperatur uap
842 F
Tekanan uap
580 psig
Enthalpy uap
1432,09 Btu / lb
Masuk Economizer :
Aliran air
81.570 lb / h
Temperature air
396 F
Tekanan air
638 psig
Entalphy air
370,65 Btu / lb
Daya yang
dihasilkan
12,77 MW
7,66 MW
2,42 MW
2,71 MW
25,56 MW
Presentasi
50 %
29,85 %
9,49 %
10,64 %
100 %
Energi III-45
V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis hasil pembakaran dan prestasi kerja
ketel uap berbahan bakar batubara lignite pada PLTU
Merauke Papua, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan
di antaranya adalah :
1. Pada analisis hasil pembakaran batubara lignite di ketahui
bahwa jumlah rata rata udara yang di butuhkan untuk
membakar 1 kg bahan bakar pada stokers adalah sebesar
4,676 kgudara / kgbahan bakar, atau sebesar 78482,47 kgudara
untuk membakar 16.784 kgbahan bakar / jam dengan rincian
jumlah udara primer sebesar 64599,34 kg/jam ( 82,32 % )
dan jumlah udara sekunder sekunder sebesar 13883,13
kg/jam ( 17,68 % ).
2. Pada prestasi kerja ketel uap pada PLTU Merauke Papua,
di mana dari total input panas yang di hasilkan sebesar
Energi III-46
I. PENDAHULUAN
Suatu peralatan yang digunakan untuk menukarkan energi
(panas) antara aliran fluida yang berbeda temperatur yang
dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung
(Pitts and Sissom, 1987). Salah satu aplikasi dari prinsip
pertukaran panas adalah pada penukar panas jenis pembuluh
dan kawat (wire and tube heat exchanger). Penukar panas ini
termasuk jenis penukar panas permukaan yang diperluas
(extended surface) dimana kawat yang berfungsi sebagai sirif
dipasang lekat pada pembuluh yang mengalirkan fluida
(Srinivasan and Shah, 1997). Secara mekanis kawat juga
berfungsi memperkuat konfigurasi pembuluh yang dibuat
berlekuk-lekuk (coil).
Penukar panas digunakan secara luas baik sebagai
kondensor pada sistem refrigerasi udara yang kecil maupun
yang lainnya dimana fluida yang mengalir dalam pembuluh
tanpa terjadi perubahan phase (Tanda and Tagliafico, 1997).
Salah satu karakteristik unjuk kerja dari penukar panas adalah
efisiensi penukar panas. Efisiensi penukar panas jenis
pembuluh dan kawat adalah efisiensi permukaan menyeluruh
(overall surface effisiensi) dari susunan pipa-pipa dan sirif-sirif
(array of fins). Efisiensi sirif didefinisikan sebagai
Energi III-47
(1)
q h Atot (Ts T )
(2)
Energi III-48
qw
hw . Aw Tw T
q w qt hw . Aw Tw T ht . At Tt T
(3)
qtot
h A (T T ) ht At (Tt T )
w w w
q max
M . Cp, f . (T f ,in T f ,out )
(4)
Energi III-49
Energi III-50
dw
t
Dt
dt
Ts
T8
dw
V. KESIMPULAN
Semakin besar jarak antar sirif dan semakin besar laju
aliran massa berpengaruh terhadap efisiensi penukar panas
yang semakin besar. Kondensor dengan bentuk sirif
rektanguler memiliki efisiensi penukar panas yang lebih tinggi
dibandingkan kondensor dengan bentuk sirif silindris.
Pemasangan sirif pada permukaan kondensor tersebut tidak
menjamin meningkatkan efisiensi dari kondensor, karena
penambahan luas permukaan kondensor tesebut mengganggu
koefisien perpindahan panas pada sistem konveksi bebas.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ananthanarayanan, P.A., (1982), Basic Refrigerant and Air
Conditioning, McGraw- Hill Publishing Company Limited, New
Delhi.
[2] Bejan, A., (1993), Heat Transfer, John Wiley & Sons, Inc, New
York.
[3] Cengel, Y.A., (1998), Heat Transfer a Practical Approach,
McGraw-Hill, New York
[4] Holman, J.P., (1993), Heat Transfer, 8th Edition, McGraw-Hill,
New York
[5] Incropera, F.P., (1996), Fundamentals of Heat and Mass
Transfer, 4rd Edition, John Wiley & Sons, New York
[6] Kundu, B. and Das, P.K., (1999), Performance Analysis and
Optimization of Eccentric Annular Disk Fins, Journal of Heat
Transfer, Vol. 121, pp 419-429.
[7] Marsters, G.F., (1971), Array of Heated Horizontal Cylinders in
Natural Convection, Journal of Heat Transfer, vol. 15, pp 921933.
[8] Srinivasan, V. and Shah, R.K., (1997), Fin Efficiency of
Extended Surface in Two Phase-flow, Journal of Heat and Fluid
Flow, vol. 18, pp 419-429.
[9] Tanda, G.,and Tagliafico, L., (1993), Free Convection Heat
Transfer From Wire and Tube Heat Exchangers, Journal of Heat
Transfer, vol. 199, pp 370-372.
[10] Witzell, O.W. and Fontaine, W.E., (1957), Design of Wire and
Tube Condenser, Journal of Refrigerating Engineering, vol. 65,
pp 41-44.
Energi III-51
I. PENDAHULUAN
Pipa kapiler merupakan salah satu komponen penting
dalam sistem refrigerasi yang berfungsi untuk menurunkan
tekanan dari kondenser ke evaporator, digunakan dalam mesin
refrigerasi dengan kapasitas pendingin yang rendah. Pipa
kapiler memiliki diameter yang sangat kecil, berkisar antara 0.5
mm sampai 2 mm, mempuyai bentuk yang sederhana, tidak ada
bagian yang bergerak dan tidak mahal. Selain itu,
memungkinkan tekanan dalam sistem merata selama sistem
tidak bekerja sehingga motor penggerak kompressor
mempunyai momen gaya awal yang kecil.
Performa kerja mesin refrigerasi yang maksimal,
dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya terkait dengan
pemilihan dimensi dan geometri pipa kapiler yang digunakan.
Hasil studi menunjukkan bahwa COP dari pipa kapiler dengan
Energi III-52
Energi III-53
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian diawali dengan perakitan mesin uji
dengan variasi panjang pipa kapiler, dan memastikan bahwa
seluruh sambungan pipa telah tersambung dengan kuat, melalui
tes kebocoran dengan menggunakan leak detector. Kemudian
melakukan vacum system, dan selanjutnya pengisian refrigeran
sesuai dengan jumlah yang dipersyaratkan. Pengambilan data
dilakukan dengan terlebih dahulu mencatat kondisi awal sistem
sebelum dijalankan. Waktu pengambilan data dilakukan tiap 3
menit untuk setiap variasi panjang pipa kapiler dengan
refrigeran R22 dan MC 22.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Efek Refrigerasi
Efek refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor
lingkungan oleh refrigeran melalui permukaan pipa evaporator.
Pada mesin pendingin, tinggi rendahnya efek refrigerasi
dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah geometri
evaporator [9]. Semakin tinggi penyerapan suhunya maka
semakin tinggi juga efek refrigerasi yang dihasilkan [10].
Energi III-54
Energi III-55
Gambar 5. Hubungan Panjang Pipa Kapiler Dengan Tekanan Pada Masuk dan
Keluar Pipa Kapiler
Energi III-56
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut.
Pertambahan panjang pipa kapiler mengakibatkan
penurunan nilai pressure drop yang terjadi
untuk
penggunaan kedua jenis refrigeran.
Pertambahan panjang pipa kapiler mengakibatkan
penurunan temperatur evaporasi yang terjadi. Hal ini
terlihat dari penurunan temperatur masuk evaporator yang
semakin rendah dengan nilai berturut-turut 8.1C, 7.0C,
5.3C, -0.8C, -2.4C, -5.4C untuk refrigeran MC 22 dan
6.6C, 3.7C, 2.4C, -1.4C, -4.8C, -7.5C untuk
refrigeran R22.
Pipa kapiler yang terlalu panjang mengakibatkan penurunan
performasi mesin pendingin untuk penggunaan kedua jenis
refrigeran. Hasil pengujian memperlihatkan efek refrigerasi
cenderung naik, namun kerja kompresor semakin besar
sehingga koefisien prestasinya semakin menurun.
REFERENSI
[1] S.S. Punia., J. Singh, Experimental Investigation On The
Performance Of Coiled Adiabatic Capillary Tube With LPG As
Refrigerant, International Journal of Mechanical and
Production
Engineering
Research
and
Development
(IJMPERD), Vol. 2 Issue 4 December 2012, pp: 73-82.
[2] H.Z. Satria, Studi Ekperimental Perbandingan Menggunakan
Refrigeran R-12 Dan Refrigeran Hidrokarbon (MC-12) Pada
Industrial And Commercial Refrigeration Training Unit Dengan
Inside Diameter Pipa Kapiler Berbeda , DTM FTI ITS, 2011.
Energi III-57
I. LATAR BELAKANG
Dengan perkembangangan zaman sekarang ini, kebutuhan
akan energi semakin meningkat, terutama bagi negara atau
daerah yang sedang berkembang. Oleh karenanya,
pemanfaatan energi secara tepat guna dapat menutupi
kebutuhan energi yang terus meningkat.
Di Indonesia, suplai energi masih mengandalkan
pembangkit berbahan bakar fosil seperti batu bara, minyak
bumi, dan gas alam yang tersedia dalam jumlah terbatas dan
suatu saat akan habis, sementara permintaan akan energi listrik
terus bertambah. Oleh karenanya pemanfaatan energi sekarang
ini sudah diarahkan pada penggunaan energi terbarukan yang
ada di alam. Misalnya energi air, energi angin, energi matahari
dan sebagainya. Hal ini dikarenakan energi terbarukan jenis di
atas mudah didapat dan dapat didaur ulang bila dibandingkan
dengan energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara. Untuk
mendapatkan sumber energi fosil harus dilakukan proses yang
rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu
sumber energi fosil sekarang ini jumlahnya sudah berkurang
dan tidak dapat diperbaharui.
Sumber-sumber energi terbarukan seperti energi matahari,
panas bumi, energi air, energi angin dan sebagainya memenuhi
kriteria sehingga dalam pemanfaatannya terbukti dapat
mengurangi penggunaan energi fosil yang kian terbatas
jumlahnya.
Energi III-58
Q3
Energi III-59
Tabel.2 Daya maksimum pada berbagai jumlah sudu dan berbagai debit.
Energi III-60
IV.
Dari hasil seluruh pengamatan dapat diketahui bahwa kincir
air dengan jumlah sudu lebih bagus dari pada kincir air dengan
jumlah sudu 4 ataupun 8. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alas an, antara lain untuk jumlah sudu 8 tidak menghasilkan
efisiensi yang baik dikarenakan daya potensial air tidak dapat
dimanfaatkan sepenuhnya oleh tiap sudu, dimana ketika sudu
mulai memasuki air atau mendapat gaya dorong dari air,
sebelum sudu dapat memaksimalkan daya potensial dari air,
sudu berikutnya telah memasuki air yang kemudian
Energi III-61
2.
Energi III-62
Wahyu H. Piarah
I. PENDAHULUAN
Pada era Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
saat ini, merambah segala aspek kehidupan manusia. Aplikasi
ilmu pengetahuan termasuk rekayasa engineering, sangat
dibutuhkan dalam transformasi pemenuhan kebutuhan hidup
manusia yang disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya
energi di alam. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
menemukan alternatif baru, dalam menciptakan alat-alat yang
lebih efesien terhadap penggunaan energi.
Efisiensi energi telah banyak dikembangkan saat ini dengan
berbagai metode dan aplikasi. Dalam aplikasi, tentunya
dilakukan di segala jenis kegiatan hidup manusia antara lain
dalam dunia industri, perkebunan & pertanian . Efisiensi energi
yang dilakukan salah satunya adalah dengan memodifikasi
peralatan yang hemat energi.
Peralatan yang hemat energi merupakan suatu inovasi yang
patut di apresiasi dalam masyarakat. Dalam aplikasinya,
peralatan tersebut dapat meminimalkan pemakaian bahan
bakar. Salah satunya adalah meminimalkan konsumsi energi
dengan memodifikasi panci.
Energi III-63
Dimana:
Q = Energi panas konduksi (kW)
A = Luas permukaan hantaran (m2)
k = konduktivitas termal bahan (kW/m.K)
L = panjang perjalanan kalor (m)
T = Suhu yang lebih rendah (C)
T2= Suhu yang lebih tinggi (C)
q = flux panas (kW/m2)
B. Perpindahan Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan
kalor dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah
dimana energi kalor dibawa oleh molekul yang bergerak dan
terjadi pada fluida yang berada di sekitar benda padat.
Perpindahan panas konveksi adalah proses transport energi
dengan cara gabungan dari konduksi panas, penyimpanan
energi dan gerakan mencampur (diffusion).
Energi sebenarnya disimpan dalam partikel-partikel fluida
dan diangkut sebagai akibat gerakan massa tersebut.
Mekanisme ini dalam operasinya tidak tergantung hanya pada
suhu dan tidak secara tepat memenuhi defenisi perpindahan
panas. Tetapi, hasil bersihnya adalah angkutan energi karena
terjadinya dalam gradien suhu, maka juga digolongkan sebagai
suatu cara perpindahan panas konveksi,atau dapat ditulis dalam
bentuk persamaan[1,3,4,6,7,91 :
Dimana:
Q = Energi panas konveksi (kW)
A = Luas permukaan hantaran (m2)
h = koofisien perpindahan panas konveksi (kW/m2K)
T1 = Suhu yang lebih rendah (C)
T2 = Suhu yang lebih tinggi (oC)
Bila aliran massa fluida melintasi suatu permukaan dengan
suhu yang tidak seragam, maka laju perpindahan kalornya
dapat ditulis dalam bentuk:
(5)
Dimana:
m = laju aliran massa (kg/s)
Cp = Panas spesifik (kj/kg.K)
Tin = Suhu masuk (oC)
Tout = Suhu keluar (oC)
Perpindahan panas dengan cara konveksi dapat di klarifika
sikan dalam dua cara yaitu konveksi paksa (force convection)
dan konveksi bebas atau konveksi alamiah (free convection)[6ll]
Energi III-64
Dimana:
v = frekuensi radiasi
h = suatu konstante plackdiasi
2. Radiasi benda hitam dan benda kelabu
Radiasi benda hitam sering juga disebut sebagai radiasi
ideal karena pada suhu berapapun dapat memancarkan atau
menyerap radiasi maksimum dengan panjang gelombang mana
pun [6] . Radiator ideal secara teoritis : Eb = aA(T 4 ) dengan
menentukan batas-batas pancaran radiasi sesuai dengan hukum
termodinamika.
Secara umum persamaan perpindahan panas radiasi benda
kelabu dapat ditulis dalam bentuk [1,3,4,6,9,10]
Dimana:
Q r = Energi panas radiasi (kW)
= konstante stefan boltzman = 5,669 x 10-8 [W/m2 K]
s = Emisivitas pancaran nyala
F1.2 = Faktor Bentuk (View factor) radiasi (1) ke radiasi (2)
Ap = luas pancaran nyala (m2)
Tapi = Suhu pancaran nyala api (oC)
Tbenda= Suhu benda (oC)
3. Pancaran radiasi nyala api dihitung berdasarkan
persamaan:
Dimana:
Q pancaran nyala api = Energi termal oleh radiasi bahan
bakar(kW)
A
p = Luas pancaran radiasi (m2)
= konstanta proporsionalitas (Konstanta StefanBoltzmann) = 5,669 x 10 8 W / m2 . K4
Tapi = Suhu pancaran nyala api (oC)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Alat, dan Bahan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mesin
Pendingin dan Pemanas, Jurusan Teknik Mesin , Universitas
Hasanuddin.
Penelitian secara eksperimental dilakukan dengan
mengukur suhu di permukaan bawah panci untuk memperoleh
beberapa parameter seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 di
bawah ini:
Energi III-65
Gambar 4. Grafik hubungan antara suhu api, suhu permukaan bawah panci
dan suhu air dengan waktu pendididhan pada panci modifikasi II
Dimana:
Qr=Energ panas radiasi (W)
= konstanta proporsionalitas (Konstanta Stefan-Boltzmann)
= 5,669 x 10 8 W / m2 . K4
= Emisivitas pancaran nyala = 1
F1-2 = Faktor Bentuk (View factor) radiasi (1) ke radiasi (2)
Ap = luas pancaran nyala (m2)
Tapi = Suhu pancaran nyala api ( K )
T pbp = Suhu permukaan bawah panci yang mengalami radiasi (
K )
Energi kalor konveksi
Dimana:
Q = Energi panas konveksi (W)
A = Luas permukaan hantaran (m2)
h = koofisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
Energi III-66
3.
4.
Energi III-67
I. PENDAHULUAN
Aliran melintasi silinder segitiga dan silinder persegi adalah
salah satu bentuk yang sering digunakan pada rekayasa struktur
dan transportasi. Penempatan silinder segitiga di depan silinder
persegi atau silinder utama dengan posisi tandem, adalah
salahsatu cara untuk menurungkan hambatan atau tahanan
aliran. Penempatan silinder di depan silinder utama sebagai
tandem, telah banyak diteliti, yaitu dilakukan oleh Lee, dkk [1],
Igarashi [2], serta Tsutsui dan Igarashi [3], dimana kedua
peneliti tersebut menggunakan silinder kecil sebagai silinder
pengganggu.
Hubungan tandem silinder sirkular dengan silinder persegi
dalam saluran wind tunel setinggi H diteliti oleh Daloglu [4],
dimana secara bergantian diletakkan pada sisi upstream dan
jarak antara kedua silinder divariasikan dengan perbandingan
S/d dari
0 sampai dengan 10. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa, karakteristik penurunan tekanan
dipengaruhi oleh perbandingan diameter kedua silinder dan
perbandingan jarak silinder dengan diameter silinder sirkular
(S/d). Hal menarik dari penelitian ini adalah pada S/d = 1,0
Energi III-68
(b)
Gambar 1. Benda Uji tandem antara silinder segitiga dan persegi, (a) Jarak
antara kedua silinder (L), (b) Dimensi silinder segitiga (d) dan silinder persegi
(D), [dimensi D konstan 10 cm, sedangkan d = (1; 5 dan 10) cm].
(a)
(b)
Gambar 2. Instalasi wind Tunnel,
(a) secara keseluruhan, (b) Alat ukur
gaya tahanan benda uji, buatan Plint &
Partners LTD. Engineers England.
A = luas
= massa jenis
(a)
Energi III-69
(b)
L/D
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00
7.50
8.00
43180
1.5372
1.2577
1.2577
1.5372
1.5372
1.5372
1.5372
1.5372
1.6769
1.6769
1.6769
1.6769
1.6769
1.6769
1.6769
1.6769
1.6769
(c)
(a)
Energi III-70
(a)
IV. KESIMPULAN
Kajian eksperimental reduksi tahanan aliran fluida (udara)
melalui tandem antara silinder segitiga dan silinder persegi,
pada L/D = (0,0 - 8.0) dan kecepatan aliran masuk wind tunnel
atau aliran luar benda uji
U = (7,07 - 23,05) m/s atau
aliran laminar pada bilangan Reynolds ReD = (43.179 140.759), dengan variasi d/D = 0,1; 0,5; dan 1,0, disimpulkan :
a. Semakin besar perbandingan jarak kedua silinder
dengan diameter silinder persegi (L/D), maka semakin
besar pula koefisien tahanan, namun pada L/D = 1,0
dan d/D = 0,5 diperoleh nilai koefisien tahanan
terkecil.
b. Semakin besar nilai bilangan Reynolds (ReD), maka
nilai koefisien tahanan semakin kecil pada setiap
variasi L/D, namun demikian pada ReD yang sama,
nilai koefisien tahanan terkecil pada L/D = 1,0 dan
d/D = 0,5.
c. Pola reduksi tahanan atau koefisien tahanan,
mendekati sama untuk setiap perubahan kecepatan
aliran atau bilangan Reynolds dan perbandingan L/D
serta d/D, namun demikian nilai koefisien tahanan
akan berubah bila bilangan Reynolds dan
perbandingan L/D dan d/D berubah.
d. Penempatan silinder segitiga yang dipasang tandem
dengan silinder persegi, mengakibatkan reduksi
tahanan silinder persegi sebesar 49 %.
DAFTAR PUSTAKA
.
(b)
(c)
Gambar 4. Hubungan antara ReD dengan koefisien tahanan (CD) tandem
silinder segitiga dan persegi, pada tujuh belas tingkat L/D, untuk (a) d/D =
0,1; (b) d/D = 0,5 dan (c) d/D = 1,0.
[1] Lee, S., S. Lee, & C. Park, Reducing the Drag on a Circular
Cylinder by Upstream Installation of a Small Control Rod,
Fluid Dynamics Reseach, Vol.: 34, 2004, pp: 233-250.
[2] Igarashi, T., Drag Reduction of Square Prism by Flow Control
a Using Small Rod, Journal of Wind Engineering and Industrial
Aerodynamics, Vol.: 69-71, 1997, pp: 141-153.
[3] Tsutsui, T. & T. Igarashi, Drag Reduction of a Circular
Cylinder in an Air-Stream. Journal of Wind Engineering and
Industrial Aerodyna- mics, Vol.: 90, 2002, pp: 527-541.
[4] Daloglu, A., Pressure Drop in a Channel with Cylinder in
Tandem Arrangement, International Comunication in Heat and
Mass Tranfer, Vol.: 35, 2008, pp: 76-83
[5] Lankadasu A. & Vengadesan S., Interference Effect of Two
Equal-Sized Square Cylinders in Tandem Arrangement: with
Planar Shear Flow, International Journal For Numerical
Methodes in Fluids. 2007, DOI: 10.1002/fld.1670.
[6] Salam Nasaruddin, I.N.G. Wardana, Slamet Wahyudi & Denny
Widhiyanuri yawan, Fluid Flow Through Triangular and
Square Cylinders, Australian Journal of Basic And Applied
Sciences,8(2) February 2014, pp: 193-200 ISSN 1991-8178.
[7] Salam Nasaruddin, I.N.G. Wardana, Slamet Wahyudi & Denny
Widhiyanuriyawan, Pressure Distribu- tion of Fluid Flow
Through Triangular and Square Cylinders, Australian Journal
of Basic And Applied Sciences, 8(3) March 2014, pp: 263-267
ISSN 1991-8178
[8] Munson, Bruce R., Young Donald F., dan Okiishi Theodore H.,
Fundamental of Fluid Mechanics, Fourth Edition. John Wiley
& Sons, Inc. New York, 2002.
[9] White Frank M., Fluid Mechanics,
McGraw-Hill Book
Company, New York, 1994.
Energi III-71
Nasrul Ilminnafik
I. PENDAHULUAN
Krisis energi sudah menjadi isu global untuk disikapi
dengan upaya penemuan energi alternative pengganti minyak
untuk berbagai kebutuhan energi. Kebutuhan energi khususnya
di dunia industri menjadi kebutuhan yang utama untuk
operasional produksi. Indonesia sebagai negara agraris
memiliki potensi limbah pertanian yang besar untuk
dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk energi. Salah satu yang
cukup potensial adalah limbah ampas tebu (bagasse) dari
limbah pabrik gula yang bisa dijadikan sebagai briket. Ampas
tebu adalah limbah padat hasil ekstraksi penggilingan batang
tebu. Pada sebuah pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35%40% dari berat tebu yang digiling. Potensi ampas tebu di
Energi III-72
Energi III-73
Energi III-74
DAFTAR PUSTAKA
[1] Winaya, N.I. 2010. Co-Firing Sistem Fluized Bed Berbahan
Bakar Batubara dan Ampas Tebu. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin
Udayana Bali. Vol.4.No.2. hal. 180-188
[2] N. Ilminnafik, D. L. Setyawan, H. Sutjahjono. M. Darsin,
Karakteristik Termal Briket Ampas Tebu dan Serbuk Gergajian
Kayu, Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa dan
Aplikasi Teknik Mesin di Industri, ITENAS Bandung, 2013,
hal. 38-43
[3] Sudrajat,R. 2003. Petunjuk Teknik Pembuatan Arang Aktif.
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Energi III-75
I. PENDAHULUAN
Dalam industri, utilitas merupakan bagian vital dari suatu
proses produksi. Air, listrik dan steam merupakan bagian
utama dari utilitas suatu industri harus terjamin
ketersediaannya dan dipastikan terpakai secara efektif dan
efisien. PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk Cabang
Makassar yang berdiri sejak bulan Maret tahun 1991
merupakan salah satu dari enambelas cabang yang ada di
Malaysia dan Indonesia yang memproduksi produk pangan mie
instant dengan merk dagang Indomie, Sarimi, Supermie,
Sakura, Vitami dan Intermie merupakan salah satu industri
yang menjamin ketersediaan dan memastikan terpakainya
steam secara efektif dan efisien untuk keberlangsungan proses
produksinya [1].
Energi III-76
kcal/kg
6.239
Energi III-77
Biji jambu mete terdiri dari 70 % kulit biji dan 30% daging
biji, dalam kulit biji (shell) mengandung minyak sekitar 50%
yang terdiri dari 80,9% asam anakardat, dan 13,78% fenol yang
biasa disebut kardol, 1,59% kardanol dan 2,64% 2 metil kardol.
Dalam istilah perdagangan. Mimyak kulit biji mete dikenal
sebagai minyak laka atau Cashew nut shell liquid (CNSL).
Asam anakardat merupakan asam salisilat yang telah
mengalami subtitusi memiliki sifat termolabil, dan akan
terdekomposisi menjadi kardanol dan CO2 akibat pengaruh
pemanasan. Sifat-sifat asam anakardat antara lain :
- memiliki rumus molekul C18H23O3 ,
- nilai kalor 5856,13 kal/g,
- memiliki kandungan Carbon 21,45%
- memiliki kadar air 4,11%
- pH 4,3
- kadar abu 1,05%
- bilangan Iod 206
Struktur kimia komponen-komponen utama penyusun
CNSL adalah :
1. Asam anakardat (suatu asam salisilat yang telah
mengalami subtitusi)
2. Kardanol ( fenol yang telah mengalami subtitusi pada
posisi meta)
3. Kardol (Resolsinol yang telah mengalami subtitusi)
[7].
Hasil analisa proksimat, ultimate dan komposisi abu
cangkang
bji
jambu
mete
didapatkan
dari
http:/www.anupinindustries.net/cashew-net-shell-cake.html[8].
Kesetimbangan energi ketel uap pipa api digambarkan pada
gambar 3 :
Indeks slagging
Rs < 0,6
= rendah
0,6 < Rs<2,0 = sedang
2,0 < Rs<2,6 = tinggi
Energi III-78
Energi III-79
Hubungan kondisi ketel uap dan laju alir massa uap serta
efisiensi ketel uap ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7. Hubungan kondisi ketel uap terhadap laju alir massa uap dan
efisiensi ketel uap
Gambar 5. Hubungan kondisi ketel uap terhadap temperatur gas keluar
pipa api
Energi III-80
Energi III-81
I. PENDAHULUAN
Energi III-82
(1)
Jenis aliran berdasarkan bilangan Reynolds untuk aliran
internal :
1.
Re < 2300, aliran adalah laminer
2.
Re > 4000, aliran adalah turbulen
3. 2300 < Re < 4000, aliran adalah transisi.
Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas diperoleh dari hukum kekekalan
massa yang menyatakan bahwa untuk aliran yang stasioner
massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida tiap
satuan waktu adalah sama[6]. Untuk aliran yang tidak
termampatkan ( = konstan), maka laju aliran (Q) pada luas
suatu penampang (A1) adalah sama dengan aliran yang
melalui penampang lainnya (A2) dengan kecepatan aliran yang
sama (V).
Q = A1.V1 = A2.V2
Persamaan Momentum
(2)
(3)
Energi III-83
Gambar 2. Alat ukur tekanan statik : (a) tabung pizometer, (b) tabung statik
Energi III-84
Keterangan :
1 Tabung Penampungan
2 Katup
3 Flowmeter
4 Sambungan/socket
5 Tabung Pitot
6 Pompa
Energi III-85
(1/5) yaitu 1.22912 m/s. Hal yang serupa juga terjadi pada
daerah outlet bend, kecepatan aliran yang paling tinggi
ditunjukkan pada perbandingan (1/3) yaitu 1.23708 m/s,
sedangkan kecepatan aliran yang paling kecil adalah pada
perbandingan (1/5) yaitu 1.20494 m/s.
Energi III-86
DAFTAR PUSTAKA
Energi III-87
Wahyu H. Piarah
Teknik Mesin
Politeknik Ilmu Pelayaran
Makassar, Indonesia
pauluspongkessu@yahoo.co.id
Teknik Mesin
Universitas Hasanuddin
Makassar, Indonesia
wahyu@eng.unhas.ac.id
efektivitas
I. PENDAHULUAN
Proses
pembakaran
dalam
selinder
akan
meningkatkan panas dan temperatur mesin. Bila pendinginan
tidak normal dapat mengakibatkan viskositas minyak pelumas
menurun atau berkurang, sehingga torak maupun selinder
dapat mengalami kerusakan akibat suhu yang tinggi dari
pembakaran. Dalam pengoperasian mesin kapal sering terjadi
gangguan pada sistem pendinginannya. Untuk itu semua awak
kapal bagian mesin dituntut agar tanggap dalam melakukan
perawatan dan menjaga kelancaran pengoperasiansistem,
sehingga gangguan terhadap sistem pendinginan dapat
diminimal.
Untuk menjaga agar sistem pendinginan tetap dalam
keadaan normal maka dapat digunakan alat penukar kalor
atau Heat Exchanger (HE) yang berfungsi untuk
memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa
perpindahan massa dan bisa berfungsi sebagai pemanas
maupun sebagai pendingin [1].
Penukar kalor dirancang sedemikian rupa agar
perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara
Energi III-88
2.
3.
A. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di an (PIP) Makassar, dengan
terlebih dahulu, mempersiapkan alat penelitian berikut
bahan yang akan digunakan.
B. Rumus Yang Digunakan
1. Penukar Kalor Aliran Sejajar
h
mh C h Th1 Th 2
mh C h Th1 Tc1
mc C c Tc 2 Tc1
mc C c Th1 Tc1
(1)
(2)
mh C h Th1 Th 2
mh C h Th1 Tc 2
(3)
mc Cc Tc1 Tc 2
mc Cc Th1 Tc1
(4)
T( fluidaminimum)
Beda suhu maksimumdi dalam penukar kalor
(5)
Energi III-89
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dalam
penelitian pengaruh perubahan temperatur terhadap fresh
water cooler pada mesin Diesel generator dapat
disimpulkan bahwa Koefisien penyerapan air pendingin
mesin yang berpindah ke air pendingin cooler melintasi
dinding pipa (Qapc) rata-rata 8,41 kWatt sedangkan kalor
yang diserapoleh air pendingin cooler (Qapm) rata-rata9,257
kWatt.
2. Efektifitas () fresh watercooler pada temperatur air
pendingin mesin antara 21 0C sampai 41 0C dan pendingin
cooler antara 16 0C sampai 27 0C yang keluar cooler
adalah 19,4 % sampai 45 %.
B. Saran
1. Dalam penelitian efektifitas sebaiknya difariasikan laju
aliran air pendingin mesin
2. Untuk mengatur temperatur air pendingin cooler sebaiknya
ditambahkan alat pendingin berupa fan pada cooling tower.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada teman-teman di workshop PIP yang telah
membantu dalam proses penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adrian Bejan, 1993, Heat Transfer, By John Weley &, Sons
Inc.
[2] Adrian Bejan, 1984, Convective Heat Transfer, By John
Weley &, Sons Inc.
[3] Crawford, M.E danKays, W.M, 1993. Convective Heat and
Mass Transfer, Third Edition, Mc. Graw Hill Internasional
Edition.
[4] Frank Kreith,1986 Prinsip-prinsip Perpindahan Panas.
[5] Holman, J.P., 1991, Perpindahan Kalor, Penerbit Erlangga.
[6] MALEEV,1986 Operasidan Pemeliharaan Mesin Diesel,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
[7] Raldi Artono Koestoer, Dr. Ir., 2002 Perpindahan Kalor
Penerbit Salemba Teknik.
[8] Rames K. Shad dan Dusan P. Sekulic, 2003, Fundamentals of
Heat Excahanger Design, John Willey & sons.
Energi III-90
I. PENDAHULUAN
Pemanfaatan energi angin sebenarnya bukan barang baru bagi
umat manusia. Sejak 2000 tahun lalu, teknologi pemanfaatan
sumber daya angin dan air sudah dikenal manusia dalam
bentuk kincir angin (wind mills). Selain ramah lingkungan,
sumber energi angin juga selalu tersedia setiap waktu dan
memiliki masa depan bisnis yang menguntungkan. manusia
membuat turbin angin untuk membangkitkan energi listrik
yang bersih, baik untuk penerangan, sumber panas atau tenaga
pembangkit untuk alat -alat rumah tangga.
Menurut data dari American Wind Energy Association
(AWEA), hingga saat ini telah ada sekitar 20.000 turbin angin
di seluruh dunia yang dimanfaatkan untuk menghasilkan
listrik. Kebanyakan turbin angin itu dioperasikan di lahan
khusus yang disebut ladang angin (wind farm). (Hofman,
harm. 1987)
Wilayah Indonesia yang berada di sekitar daerah ekuator
merupakan daerah pertemuan sirkulasi Hadley, Walker, dan
lokal. Kondisi ini ditengarai memiliki potensi angin yang
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan energi terbarukan
sebagai alternatif pembangkit listrik yang selama ini lebih
banyak menggunakan bahan bakar minyak bumi.Wilayah
Papua Barat terletak di kawasan Indonesia Timur yang terdiri
dari banyak pulau kecil dan bergunung-gunung yang sebagian
besar berpenduduk.
Kota sorong merupakan salah satu
kota yang berada di provinsi Papua Barat yang daerahnya
banyak terdapat gunung dan bukit, sehingga dapat
menimbulkan potensi angin yang cukup besar untuk
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif energi listrik.
Seiring perkembangan zaman, kebutuhan listrik di kota
Energi III-91
(2)
(3)
(4)
Luas bidang kurva durasi daya (A) dan yang dibatasi oleh
ketiga kecepatan perencanaan adalah energi yang dapat
diekstraksi selama satu periode (setahun/sebulan) per m2 luas
bidang rotor, maka:
Energi III-92
(5)
Distribusi Weibull
Karena kecepatan angin berfluktuasi setiap saat, maka
pengambilan harga kecepatan rata-rata tidak cukup teliti untuk
menentukan daya yang dikandung oleh angin pada suatu
tempat. Sesuai pengalaman dan berdasarkan (El-Wakil 1985),
Lysen (1982), analisis statistik yang paling cocok dengan data
eksperimental untuk menentukan distribusi frekuensi dan
distribusi durasi adalah distribusi Weibull. Fungsi distribusi
dan distribusi Weibull dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut (J. Waewsak, dkk. 2011):
F(V) = 1 exp((V/C)k
(7)
(8)
Nilai standar deviasi dapat dihitung melalui rumusan pada
statistik (sudjana,1996):
2=
(9)
= exp.
1/k
(11)
(12)
(6)
V=c
(13)
Bila V, P/A digambar pada sumbu tegak dan fraksi waktu t
pada sumbu mendatar maka diperoleh kurva durasi kecepatan
dan durasi daya. Dengan ketiga kecepatan pembatas: Vc.i, Vr,
Vc.o, diketahui, maka fraksi waktu tc.i, tr,tc.o akan diperoleh.
Luas bidang durasi daya yang dibatasi oleh ketiga waktu
tersebut (bagian yang diarsir) adalah jumlah energi yang
disediakan oleh kincir angin selama periode tT, dan kincir
akan memberi penghasilan selama periode: tc.i, - tc.o.
Analisis Pemanfaatan Energi Angin Sebagai Sumber Energi
Daya Pompa Yang Tersedia
Pendekatan diatas dapat digunakan untuk memperkirakan
output kincir tiap tahun atau tiap bulan, sesuai dengan harga
rata-rata kecepatan angin tiap tahun atau tiap bulan. Output
dapat diketahui sesuai dengan diameter rotor dan tinggi
kenaikan pemompaan. Daya neto untuk memindahkan
air, tinggi kenaikan H (m) adalah : (Himran,
2005)
(14)
Dimana: = 1000 kgm3 , g = 9,8 m/s2
Harga tersebut di atas adalah perkiraan awal dalam
perencanaan kincir. Bilamana lebih banyak data yang tersedia
tentang kincir dan data kecepatan angin maka sebaiknya
perhitungan dilaksanakan sebagaimana prosedur.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Dengan
melakukan pencatatan data-data teknis (data angin) berupa
data kecepatan angin per jam, dimana data ini diambil dengan
menggunakan alat display anemometer yang berlokasi di
bandara Deo Sorong dengan koordinat stasiun 00 56 lintang
selatan dan 131 07 bujur timur. Pengambilan data ini
dilaksanakan pada bulan Februari 2013. Tempat pelaksanaan
pengambilan data adalah pada Badan Meteorologi dan
Geofisika kota dengan ketinggian alat anemometer 10 m
diatas permukaan tanah. Dimana data yang diambil adalah
data kecepatan angin tahun 2012 selama setahun.
(10)
Energi III-93
Bulan
Gambar 1. Display alat anemometer, menunjukkan arah dan kecepatan angin
satuan knot (Sumber :BMKG kota Sorong)
Januari
Kecepatan rata-rata
knot
3,652
Februari
3,388
Maret
3,497
April
3,558
Mei
3,603
Juni
4,039
Juli
4,086
Agustus
4,079
September
4,135
Oktober
4,051
November
3,085
Desember
3,204
3,699
6.5546
6
6.6721
Distribusi kumulatif
observasi (%)
6.4262
Distribusi kumulatif
weibull (%)
4,701730419
0,514
22,39298725
14,99454659
1,028
44,33060109
33,15494574
1,542
56,62568306
49,59660242
2,056
66,65528233
63,16386302
2,57
76,09289617
73,75711632
3,084
84,03916211
81,70744892
3,598
89,49225865
87,49187051
4,112
93,64754098
91,59353764
6.1913
5.8251
5.6995
5
m/s
knot
5.3251
5.0792
4.3743
4.2377
3.2131
3.2104
2.6448 2.6803
2.3798
1.9863
1.9508 2.0273 1.8798
1.8443
0
1
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Pukul
Energi III-94
4,626
96,26593807
94,43839556
10
5,14
97,97358834
96,37349481
11
5,654
99,02094718
97,66696697
12
6,168
99,43078324
98,51792057
13
6,682
99,70400729
99,06962038
14
7,196
99,85200364
99,42248289
15
7,71
99,87477231
99,64532603
16
8,224
99,95446266
99,78438966
17
8,738
99,98861566
99,87019884
18
9,252
99,98861566
99,92258417
19
9,766
99,98861566
99,9542406
20
10,28
100
99,97318529
Vc.o = 5.7
Vr = 3.8
Vc.i = 1.33
tc.o = 2.2
tr = 10.7
tc.i = 56.8
Energi III-95
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
Energi III-96
PENDAHULUAN
Sistem pompa terdiri dari unit pompa, sistem perpipaan dan
panel kontrol yang merupakan satu kesatuan dalam sistem.
Oleh karena itu unjuk kerja pompa merupakan titik kerja
pertemuan antara kurve performansi pompa dan kurve instalasi
sistem perpipaannya. Sehingga desain sistem perpipaan
mempunyai efek sangat penting dalam operasi pompa
sentrifugal. Sistem pompa tersebut akan beroperasi dengan
performansi yang optimal jika ketiga komponen sistem pompa
tersebut direncanakan dengan baik dan benar. Namun dalam
aplikasinya, sering kali sistem perpipaan pompa tidak
direncanakan dengan baik sehingga sistem pompa tersebut
tidak beroperasi pada titik kerja terbaiknya (best efficiency
point).
Pada umumnya, dalam aplikasinya seperti untuk industri,
hotel, dan yang lainnya,
dua atau lebih unit pompa
dioperasikan secara paralel untuk mendapatkan debit aliran
fluida yang lebih besar. Namun dalam kenyataannya sering kali
terjadi permasalahan dimana sejumlah pompa yang
dioperasikan paralel unjuk kerjanya jauh menyimpang dari
yang diharapkan.
Energi III-97
Kapasitas Pompa
Kapasitas pompa dapat diukur dengan mengukur volume
fluida yang dialirkan oleh pompa dalam satu satuan waktu [9].
Kontinyuitas
Aliran dari kebanyakan fluida dapat dijelaskan secara
matematis dengan menggunakan persamaan kontinyuitas dan
momentum. Sesuai dengan persamaan kontinuitas, jumlah
fluida yang mengalir masuk ke dalam volume tertentu akan
keluar dengan jumlah yang sama atau konstan, dan debit aliran
pada suatu bidang merupakan hasil kali dari kecepatan fluida
dengan luas penampang bidang tersebut [8].
Minor Losses
Minor losses terjadi pada titik dimana terjadi perubahan
momentum [11], terutama terjadi pada belokan, pengecilan,
percabangan, katup, dan aksesories perpipaan lainnya. Minor
losses dapat dinyatakan secara umum dengan persamaan,
yaitu:
Q =V.A
Qp
(2)
pd ps
v2 v2
) ( d s ) H L (3)
2g
H LMi f
L v2
D 2g
(4)
H LMi K
(1)
V
t
v2
2g
(5)
Energi III-98
Daya
Daya output pompa (Water Horse Power) adalah daya
efektif yang merupakan fungsi dari kapasitas dan head pompa,
yang dihitung berdasarkan persamaan:
=
(6)
METODE PENELITIAN
Sebuah model tiga unit pompa sentrifugal (UPS 15-50
130), yang mempunyai mulut hisap dan tekan pompa
berdiameter inchi, disusun parallel dibuat yang dilengkapi
dengan sistem perpipaan termasuk pipa header dan panel,
seperti skema pada Gambar 4 dan 5. Pipa header
menggunakan percabangan Tee-45 (Tee-Y) dengan diameter
pipa header 2 inchi, seperti pada Gambar 6, kemudian pipa
hisap dan tekan pompa divariasikan dengan diameter , ,
dan 1 inchi.
(7)
(8)
R1
R1
Gambar 2. Tiga unit pompa paralel
Pipa Header
K1
K1
Energi III-99
D=1/2"
Dh
op = (Dh
op_P1 - Dh
op_P123)
D=3/4"
D=1"
D=1/2"
D=3/4"
D=1"
0.94
9.59
10.36
10.34
3.74
8.65
8.91
1.497
14.65
15.37
15.75
6.72
13.48
11.36
2.052
17.84
20.21
19.19
8.78
15.42
15.72
2.598
20.50
22.88
22.14
8.55
17.06
16.90
6.95
13.65
13.22
Qp (Ltr/dt)
hop (%)
Zd
(m)
0.650
v s (m/det)
Zd
(m)
D=1/2"
D=3/4"
D=1"
0.94
1.904
0.94
0.52
1.497
1.728
0.84
0.47
2.052
1.510
0.74
0.42
2.598
1.327
0.66
0.37
0.600
= (0,87~1)
0.550
0.500
...
0.450
0.400
0.94
1.497
2.052
D=3/4"
pompa
2.598
KESIMPULAN
Zd (meter)
D=1/2"
total
(9)
D=1"
p (%)
18.00
16.00
14.00
12.00
10.00
REFERENSI
8.00
0.94
1.497
2.052
2.598
[1]
Z (meter)
D=1/2"
D=3/4"
D=1"
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
Energi III-100
[7]
[8]
[9]
[10] Costa, N.P., Maia, R., Proenca, M.F., and Pinho, F.T., Edge
Effect on the Flow Characteristics in a 90 degree Tee Junction,
Journal of Fluid Engineering, Transactions of ASME, Vol. 128,
Nopember 2006, pp. 1204-1217.
[11] Vasava, P.R., Fluid Flow in T-Junction of Pipes, Thesis:
Lappeenrata University of Techology, 2007.
Energi III-101
Muhammad Iqbal
Jurusan Teknik Mesin
Universitas Tadulako
Palu, Indonesia
iqbaluntad@yahoo.com
I. PENDAHULUAN
Pemanfaatan material aluminium untuk keperluan
sehari-hari semakin meningkat baik dari segi otomotif
hingga peralatan rumah tangga. Efek negatif yang
ditimbulkan adalah meningkatnya limbah aluminium yang
harus ditangani dengan tepat agar tidak mencemari
lingkungan. Aluminium merupakan material nonferro yang
dapat didaur ulang agar dapat digunakan kembali.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mendaur ulang aluminium sekrap adalah metode
pengecoran. Metode pengecoran merupakan proses
manufaktur yang dilakukan dengan cara mencairkan limbah
aluminium kemudian menuangkannya ke dalam cetakan
yang telah dibentuk sesuai bentuk yang diinginkan hingga
membeku.
Proses daur ulang limbah aluminium menyebabkan
perubahan sifat fisis dan sifat mekanis dari aluminium.
Perubahan ini diakibatkan oleh faktor metode yang
digunakan maupun faktor luar. Perubahan yang terjadi
akibat faktor metode yang digunakan misalnya peleburan
ulang, temperatur, waktu tahan aluminium cair, komposisi
kimia, bentuk dan material cetakan yang digunakan. Faktor
luar yang mempengaruhi adalah penambahan material lain
Ainun Najib
Jurusan Teknik Mesin
Universitas Tadulako
Palu, Indonesia
@yahoo.com
Energi III-102
Pembekuan Logam
Pembekuan coran seperti ditunjukkan pada gambar 1,
dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan
yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan
sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan
mendingin sampai titik beku (chill or small equiaxed), di
mana kemudian inti-inti kristal tumbuh. Bagian dalam dari
coran mendingin lebih lambat daripada bagian luar,
sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke
bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk
panjang-panjang seperti kolom, yang disebut struktur kolom
(Columnar). Bagian tengah produk cor adalah bagian yang
paling lambat membeku, sehingga terbentuk struktur butir
acak (equiaxed),(Surdia, 2000).
Gambar 3. Limbah Aluminium a) Velg kendaraan bermotor roda
empat b) Velg kendaraan bermotor roda dua c) aluminium profil
Kekuatan Bending
Pengujian bending dilakukan untuk mengetahui
kekuatan material tehadap pembebanan serta mampu bentuk
material tersebut. Standar pengujian
bending yang
digunakan adalah ASTM E 290-90 dengan bentuk dan
ukuran spesimen seperti gambar 2.
a)
Energi III-103
b)
Gambar 4. a) Tungku peleburan Fleksibel b) Cetakan logam
a)
b)
Gambar 4. a) Produk hasil Pengecoran b) Ilustrasi
pembagian segmen pada produk cor untuk pembuatan
spesimen pengujian bending.
Pembagian segmen pada produk cor dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan bending setiap
segmen mulai dari atas (saluran 4) hingga (saluran 3).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kekuatan Bending Setiap Segmen Baris
Energi III-104
1. Semakin
tinggi
temperatur
penuangannya
menyebabkan kekuatan bendingnya akan semakin
rendah. Terlihat bahwa temperatur 700C memiliki
nilai kekuatan bending paling tinggi sebesar 168,20
MPa, diikuti temperatur 750C dengan nilai
kekuatan bendingnya sebesar 154,74 MPa atau
mengalami penurunan sebesar 8 %, sedangkan
temperatur 800C memiliki nilai kekuatan bending
terendah yaitu 150,02 MPa atau mengalami
penurunan dari temperatur 700C sebesar 10,8 %.
2. Struktur mikro butir yang terbentuk pada hasil
pengecoran semakin besar seiring dengan
meningkatnya temperatur tuang. Hal ini disebabkan
temperatur tuang yang tinggi akan memperlebar
rentang waktu pembekuan sehingga butir
Energi III-105
Yusuf Siahaya
I. PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis Gueneensis Jacq) merupakan salah
satu komiditi terbesar di beberapa daerah indonesia, terutama
di pulau Kalimantan. Dengan adanya perkebunan kelapa sawit
ini, mengharuskan dibangunnya pabrik-pabrik kelapa sawit di
daerah yang berdekatan dengan perkebunan. Dengan adanya
pabrik-pabrik kelapa sawit tersebut akan menyebabkan limbah
yang dihasilkan dari proses produksi yang dijalankan, baik itu
limbah cair maupun limbah padat.
Pada dasarnya semua limbah pada pabrik kelapa sawit
(PKS) dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi
dalam PKS tersebut yaitu sebagai bahan bakar ketel uap untuk
memasok kebutuhan uap panas guna pembangkit listrik
disamping itu juga untuk proses perebusan kelapa sawit. Salah
Energi III-106
Energi III-107
Disamping itu juga terdapat rotari fuel feeder dan fuel feeder
fan (FF Fan), dimana bahan bakar yang telah halus akan
dimasukkan kedalam dapur bersamaan dengan itu juga udara
akan dimasukkan melalui FF Fan, hal ini bertujuan agar laju
pembakaran bahan bakar dan udara lebih tinggi.
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang
digunakan untuk memanaskan udara luar yang diserap
untuk meminimalisasi udara yang lembab yang akan
masuk ke dalam tungku pembakaran. Udara yang keluar
dari Air heater sebagian langsung disemprotkan kedalam
ketel uap sebagian lagi menuju Chain-grate atau
traveling-grate stoker. Bahan bakar diumpankan ke ujung
grate baja yang bergerak. Ketika grate bergerak sepanjang
tungku, bahan bakar terbakar sebelum jatuh pada ujung
sebagai abu. Diperlukan tingkat keterampilan tertentu,
terutama bila menyetel grate, damper udara dan baffles, untuk
menjamin pembakaran yang bersih serta menghasilkan
seminimal mungkin jumlah karbon yang tidak terbakar dalam
abu. Hopper mengumpan bahan bakar memanjang di
sepanjang seluruh ujung umpan bahan bakar pada tungku.
Sebuah grate bahan bakar dalam hal ini yaitu cangkang dan
serabut kelapa sawit digunakan untuk mengendalikan
kecepatan bahan bakar yang diumpankan ke tungku dengan
mengendalikan ketebalan bed bahan bakar. Ukuran bahan
bakar harus seragam sebab bongkahan yang besar tidak akan
terbakar sempurna pada waktu mencapai ujung grate.
Furnace atau dapur merupakan tempat
pembakaran bahan bakar. Beberapa bagian dari furnace
diantaranya: refractory, ruang perapian, burner, exhaust
for flue gas, charge and discharge door. Uap Drum
merupakan tempat penampungan air panas dan
pembangkitan uap. Uap masih bersifat jenuh (saturated
uap). Tangki atau drum sering disebut juga badan ketel
uap yaitu tempat beroperasinya ketel uap di dalamnya
terdapat instrument instrument yang menjalankan
proses pemindah panas seperti lorong api dan pipa api,
dalam badan ketel inilah sejumlah air ditampung untuk
dipanaskan.
Super heater merupakan tempat pengeringan uap
dan siap dikirim melalui main uap pipe dan siap untuk
menggerakkan turbin uap atau menjalankan proses
industri. Untuk industri kelapa sawit, uap dari
superheater akan di lanjutkan sebagian menuju turbin
dan sebagian lagi akan dialirkan untuk proses perebusan
kelapa sawit.
Daerator berfungsi untuk menyerap atau
menghilangkan gas-gas yang terkandung pada air
pengisi ketel,terutama gas O2, karena gas ini akan
menimbulkan korosi, gas-gas lain berbahaya adalah
carbon dioxida (CO2), setelah itu dialirkan ke
economiser melalui pompa. Economiser berfungsi untuk
meningkatkan temperatur air sebelum masuk ke ketel
uap untuk selanjutnya dialirkan ke uap drum. Sumber
panas yang diperlukan oleh alat ini berasal dari gas
buang dalam ketel uap. Gas sisa pembakaran dalam
dapur ketel uap akan dikeluarkan tetapi sebelumnya
debu yang terkandung dalam gas asap tersebut di
keluarkan melalui penangkap debu (dust collector).
Sesudah itu menuju ID Fan dan menuju cerobong untuk
dikeluarkan ke atmosfer.
Jadi
untuk
c kg O2 dan
dihasilkan
.
Pembakaran Hidrogen menjadi uap air adalah sebagai
berikut persamaan pembakaran : 2 H2 + O2 2 H2O,
dalam satuan massa : (2 x 2) + 32 (2 x 18),
4 + 32 36, dibagi dengan 4, didapat
: 1 + 8 9,
atau dapat di tulis sebagai berikut 1 kg H2 + 8 kg O2
9 kg H2O. Jadi untuk membakar h kg H2 menjadi uap air,
diperlukan 8 h kg O2.
Pembakaran Belerang menjadi Sulfur Dioxida adalah
sebagai berikut persamaan pembakaran : S + O2 SO2,
dalam satuan massa : 32 + 32 62, dibagi dengan 32,
didapat : 1 + 1 2, atau dapat di tulis sebagai berikut
s kg S + 1 kg O2 2 kg SO2. Jadi untuk membakar
sempurna s kg S diperlukan s kg O2 dan dihasilkan 2 s kg SO2.
D. Keperluan Udara Teoritis
Apabila diambil 1 kg bahan bakar yang terdiri dari c kg
Carbon, h kg Hidrogen, s kg Belerang dan o kg Oksigen
(sisanya bahan bahan yang tidak terbakar). Keperluan
Oksigen untuk pembakaran sempurna unsur-unsur diatas
adalah, Oksigen yang diperlukan untuk membakar c kg
Carbon c, Oksigen yang diperlukan untuk membakar h kg
Hidrogen 8 h, Oksigen yang diperlukan untuk membakar S kg
Belerang s kg, jadi total oksigen yang diperlukan adalah
. Bahan bakar itu sendiri mengandung o kg
Oksigen, yang dianggap dapat digunakan untuk pembakaran.
Oleh karena itu keperluan udara teoritis untuk pembakaran
sempurna
1
kg
bahan
bakar
akan
menjadi
. Oksigen yang dibutuhkan untuk
pembakaran diperoleh dari udara atmosfer yang diketahui
mengandung 23% massa Oksigen dan sisanya 77% dianggap
Energi III-108
Dimana
ialah gradien temperatur dalam arah
normal (tegak lurus ) terhadap
bidang A. Konduktifitas
thermal ( k ) ialah suatu konstanta. Tanda minus (-) dalam
hukum Fourier diperlukan untuk memenuhi persyaratan
hukum II thermodinamika, perpindahan energi thermal
karena adanya gradien thermal hanya bisa berlangsung dari
daerah yang lebih panas ke yang lebih dingin.
Perpindahan panas konveksi dalam fluida terjadi
oleh molekul-molekul konduksi dan gerakan fluida secara
makroskopik. Konveksi terjadi berdekan dengan
permukaan yang panas sebagai akibat fluida bergerak
melalui permukaan [7].
Jika temperatur dibagian hulu fluida ialah T f dan
temperatur permukaan benda T s maka perpindahan kalor
persatuan waktu adalah
Radiasi merupakan perpindahan energi yang
berlangsung
melalui
perambatan
gelombang
elektromagnetik, yang dapat berlangsung baik dalam
medium maupun dalam ruang vakum/hampa. Perpindahan
kalor denga cara radiasi berbeda dengan perpindahan kalor
konduksi dan konveksi dalam dua aspek penting yaitu
radiasi tidak memerlukan medium atau zat antara dan
perpindahan energi sebanding dengan pangkat empat atau
pangkat lima temperatur berbeda
Permukaan dalam ketel uap biasanya buram yang
tidak mengizinkan transmisi dari setiap radiasi ( = 0).
Gas-gas seperti carbon dioksida, uap air, carbon
monoksida
yang
lebih
rendah
temperaturnya
mempengaruhi perpindahan panas radiasi. Gas-gas ini
lazim dicerobong asap gas ketel uap, mempengaruhi
perpindahan panas ke permukaan dan distribusi energi
yang diserap dalam ketel uap. Semua benda terus menerus
memancarkan energi radiasi dalam jumlah tertentu oleh
Dimana adalah
Konstanta Stefan-Boltsmann
dengan nilai 0.1713 x 10 -8 BTU/h ft 2 R4, T s adalah
Temperatur absolut permukaan dan A
adalah Luas
permukaan.
Keseimbangan
energi
pada
kontrol
volume
mencerminkan hukum I thermodinamika yaitu :
Energi masuk Energi keluar = Energi tersimpan
Aliran laminar yang mengalir di dalam tabung, baik untuk
pemanasan tau pendinginan dari fluida viskos dalam
tabung horizontal atau vertikal dengan temperatur konstan
(Re<2300), koefisien perpindahan panas atau konduktifitas
film ditentukan dengan persamaan :
(3)
Atau dapat di tulis sebagai berikut
(4)
Energi III-109
menyilang menggunakan
(9)
(15)
(10)
F. Metode BTU
Temperatur film rata-rata pada sisi gas
Perhitungan kinerja biasanya digunakan untuk
menetapkan satu dari tiga parameter antara lain temperatur,
perpindahan panas dan kebersihan permukaan perpindahan
panas. Seperti dalam kebanyakan masalah analisis thermal,
evaluasi kinerja ketel uap merupakan proses iteratif. Abu dari
hasil pembakaran dalam ketel uap merupakan yang paling
mungkin merupakan dampak yang dapat mempengaruhi
kinerja ketel uap.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
Penelitian/pengambilan data dilaksanakan pada pada
bulan Februari 2012 dan tempat penelitian pada PLTU
PT. Kencana Group berlokasi di Kabupaten Paser, Tanah
Grogot, Balikpapan Kalimantan Timur.
(16)
(11)
Dimana Fe adalah effectivitness faktor, T1 adalah
Temperatur gas meninggalkan dari dapur dan T 2
adalahTemperatur saturasi.
Menghitung besarnya perpindahan panas pada permukaan
dengan persamaan di bawah ini :
(12)
(13)
(22)
(14)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Di mana
adalah Temperatur gas meninggalkan
superheater, ( F ),
Temperatur gas masuk super heater,
( F ),
adalah laju aliran massa gas, ( lb / h ) dan
adalah
Panas spesifik gas rata rata, ( btu / lb.F ).
Superheater Log Mean Temperature Difference (LMTD)
A. Hasil Perhitungan
1. Kebutuhan Udara Pembakaran
Pembakaran merupakan reaksi kimia (persenyawaan)
antara unsur-unsur bahan bakar dengan oksigen disertai
dengan pelepasan panas dengan temperatur tinggi (Surbakty,
B.M, 1985). Bahan bakar yang digunakan adalah campuran
cangkang 30% dan serabut 70% dan mempunyai reaksi kimia
pembakaran adalah
Energi III-110
Unit
Super Heater
(counter flow)
Tube OD
Backspacing
(centerline)
Sidespacing
(centerline)
Rows deep
(Nrd)
Rows wide
(Nrw)
Tube length
Heating
surface
Free flow
area
Gas
Air
in
1,5
1,4
1,5
in
3,3071
3,3071
in
3,3071
3,3071
10
10
10
40
60
60
12
12
13
1884
4019,2
6123
84
16
14,523
91
ft
ft
Economizer
% by weigth
Moisture
10
H2
5,32
Volatiles
36,64
0,28
Fixed Carbon
38,95
O2
32,52
Ash
14,41
N2
Total
100
H2O
10,8
Ash
2,48
HHV as fired
9660,6564
Btu/lb
Excess air
32,94
% by wt
0,4
% by wt
1,5
% by wt
0,4
% by wt
1742
6,61 x 104
Lb/h
Uap temperatur
932
Uap pressure
298,6922
psig
Uap enthalpy
1490,474
Btu/lb
66150
Lb/h
Proximate
Economizer inlet
Water flow
Water temperatur
257
Water pressure
403,943
psig
Water enthalpy
235,177
Btu/lb
Air Heater
Air temperatur entering
82,4
Barometric pressure
30
in.Hg
356
Air
Heater
ft2
Energi III-111
Input Conditions
Excess air, % by wt
Entering air temperature, F
Reference temperatur, F
Air temp leaving air
heater,F
Flue gas temp leaving, F
Residue leaving
boiler/eco/entering AH, %
Total
Output, 1.000.000 Btu/h
32,94
82,4
82,4
248
Sulfur
0,28
390
Hidrogen
5,32
85
Water
10,8
83,038
Nitrogen
Oksigen
Ash
Total
COMBUSTION GAS CALCULATED
Theoretical air (corrected), lb/10,000
7,158
Btu
Residue from fuel, lb/10,000 Btu
0,028
Parameter
4
32,52
2,48
100,00
Satuan
Hasil Perhitungan
Btu/h
99,953 x 106
Btu/h
83,038 x 106
lb/h
66150
lb/h
100514,235
lb/h
96352
3200
Efisiensi Ketel ()
83,077
Btu/h
3,5099 x 107
Btu/h
2,520 x 105
Btu/h
1,296 x 107
Btu/h
8,8242 x 106
Btu/h
2,6154 x 107
Beban Generator
MW
Lb/h
18685,05857
35,099 x 106
T1
(F)
0,83079
T1
(F)
T2
1307
572
932
1146
230
266,9
685
82,4
685
Ts
(F)
3200
Super
12,961 x 106
1742
Heater
Economiz
8,824 x 106
1223
er
Air
6
26,154 x 10
1146
Heater
6
Total
83,038 x 10
QFurnace = qoutput
(qSH+qECO+qAH)
qinput
99,953 x 106
qOutput
83,038 x 106
Efisiensi
T2
(F)
83,079
1212
VS
Tabel
BTU,
no. 53
83,077
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan ketel uap dengan
kapasitas 30 ton/jam, untuk membangkitkan daya sebesar
3 MW dibutuhkan laju aliran bahan bakar sebesar 8475,4
kg/jam dengan kebutuhan udara pembakaran adalah sebesar
62322,15 kg udara/jam dimana untuk udara primer 43594,91
kg udara/jam dan udara sekunder 18727,24 kg udara/jam.
Dapat dilihat dari tabel 6 bahwa dengan menggunnakan bahan
bakar cangkang dan serabut kelapa sawit diperoleh laju energi
pembakaran adalah sebesar 95,588 x 106 Btu/h atau setara
dengan 28,1 MW dan sedangkan laju energi pembakaran
Energi III-112
16%
V. KESIMPULAN
Kesetimbangan energi proses hasil pembakaran pada
Ketel uap adalah 29,29 MW adalah 24,33 MW ditambah
4,96 MW, laju energi pembakaran sebesar 9,9953 x 107 Btu/h
dan kalor yang diabsorbs 8,3038 x 107 Btu/h, maka di peroleh
efisiensi 83,079 %, hasil ini sesuai dengan perhitungan metode
BTU no. 53 yaitu efisiensi 83,077 %, dari hasil perhitungan
analisis perpindahan panas pada tiap-tiap komponen ketel uap
diperoleh bahwa pada furnace , energi yang dihasilkan adalah
sebesar 71%, super heater sebesar 11%, economizer sebesar
10% dan air heater sebesar 8%
.
DAFTAR PUSTAKA
[1] (http://strategika.wordpress.com/2008/12/05/perkebunan-sawitindonesia.html)
[2] Data Boiler, PT. Kencana Group Kalimantan Timur
[3] Djokosetyardjo, Ketel Uap. (1999). Penerbit Pradnya Paramita
Jakarta.
[4] El Wakil, M. M, E. Jasjfi, (1992). Instalasi Pembangkit Daya
(terjemahan). Erlangga, Jakarta.
[5] Surbakty, B.M, (1985). Pesawat Tenaga Uap I (Ketel Uap).
Mutiarasolo, Surakarta
[6] Culp, J., Archie W. Jasjfi, (1989). Prinsip Prinsip Konversi
Energi (terjemahan). Erlangga, Jakarta.
[7] A Muin, Syamsir, (1986). Pesawat Pesawat Konversi Energi I
(Ketel Uap). Rajawali Press, Jakarta.
[8] Donald R. Pitts and Leigton E. Sissom (terjemahan oleh E.
Jasjfi), (1987). Perpindahan Panas.
[9] John B. Kitto and Steven C. Stultz, (2005). Steam. The Babcock
and Wilcox Company Barbeton, Ohio USA. Edisi 41.
Energi III-113
Noor Suryaningsih
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan konsumsi listrik di Indonesia diperlihatkan
pada Tabel 1. Dalam 9 tahun terakhir konsumsi listrik
meningkat dengan laju pertumbuhan positif untuk tiap
kelompok pelanggan. Konsumsi listrik yang digunakan oleh
Energi III-114
Dimana :
d = density (kerapatan) udara [dudara = 1,225 kg/m3]
A = luas area putar baling-baling kincir angin = D2 [m2] 4
D = diameter swept area [m]
v = kecepatan angin [m/detik]
sehingga energi kinetik yang bisa didapati dari angin adalah
:
Daya yang didapat dari turbin angin pada suatu unit waktu
adalah energi kinetik (EK) dan jarak yang ditempuh oleh angin
pada waktu tersebut atau kecepatannya, sehingga daya yang
dihasilkan oleh angin adalah :
Energi III-115
Energi III-116
Dimana
: Arus kas masuk dan arus kas keluar
K
: Biaya modal proyek
Return on Investment (ROI)
ROI (return on investment) dalam bahasa Indonesia
disebut laba atas investasi adalah rasio uang yang
diperoleh atau hilang pada suatu investasi, relatif
terhadap jumlah uang yang diinvestasikan. Jumlah
uang yang diperoleh atau hilang tersebut dapat
disebut bunga atau laba/rugi. Investasi uang dapat
dirujuk sebagai aset, modal, pokok, basis biaya
investasi. ROI biasanya dinyatakan dalam bentuk
persentase dan bukan dalam nilai desimal.
ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu
investasi. Namun demikian, ROI sering dinyatakan
dalam satuan tahunan atau disetahunkan dan sering
juga dinyatakan untuk suatu tahun kalendar atau
fiskal.
CF
D. Aspek Ekonomi
Aspek eknonomi yang perlu diperhitungkan dalam
pengembangan pembangkit listrik tenaga angin adalah biaya
pembangunan, biaya operasional dan pemeliharaan, serta
penilaian investasi.
1.
Biaya Pembangunan
Biaya pembangunan terdiri dari:
Pembebasan lahan
Biaya persiapan (survey, AMDAL, FS, dan izin)
Pekerjaan bangunan sipil
Komponen teknologi
2.
Biaya Operasional terdiri dari:
Tenaga kerja
Perawatan mesin
3.
Penilaian Investasi
Penilaian invetasi dilakukan melalui:
Net Present Value (NPV)
Metode nilai sekarang bersih (net present value
NPV) menggunakan pertimbangan bahwa nilai uang
sekarang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai
uang pada waktu mendatang, karena adanya faktor
E. Studi Terdahulu
Studi terdahulu dilakukan untuk mengetahui potensi
energi Listrik alternatif di pedesaan sebagai upaya dalam
mendukung percepatan diversifikasi energi di provinsi NAD.
Dengan mengambil densitas udara 1,255 kg/m3, kecepatan
angin rata-rata 8,27 m/s dan efisiensi konversi 36 %, maka
diperoleh Daya/satuan luas = 0,17 kW/m2, dengan definisi
luas penampang A = /4 D2, dimana D adalah diameter rotor,
maka untuk memenuhi kebutuhan energi listrik sebesar 15,5
kW, dibutuhkan turbin angin dengan diameter rotor = 14,12
m. Berdasarkan hasil analisis literatur diperoleh spesifikasi
PLTB yang sesuai adalah :
Daya 20 kW
Putaran 90 rpm
Diameter Sudu 14 m
Battery DC input 360V
Energi III-117
Kabupaten Jeneponto
Energi III-118
Kabupaten Bulukumba
Pada Kabupaten Bulukumba daerah survey yang dilihat
memiliki peluang investasi pembangkit tenaga angin terletak
di sekitar Pantai Bira. Pantai Bira berada di Kecamatan
Bontobahari Kabupaten Bulukumba. Hasil sementara dari data
survey menunjukkan di daerah sekitar Pantai Bira kecepatan
angin rata-rata kurang baik untuk dilakukan pembangunan
pembangkit listrik tenaga angin mengingat selain daerahnya
meliputi pantai terjal juga bila dihitung untuk nilai investasi
kurang baik dari segi ekonomi, kecepatan angin yang
dihasilkan pembangkit tidak dapat menghasilkan listrik yang
Energi III-119
1.
500 KW, dan 1 MW. Berikut adalah data masingmasing kapasitas pembangkit:
Biaya Investasi untuk kapasitas 50 KW
Pada tabel 12. Terdapat biaya investasi untuk
pembangkit tenaga Angin di Sulsel
Tabel 12. Biaya Investasi untuk 50 KW
3.
4.
2.
V.
Anal
Energi III-120
B. Analisis Investasi
Analisis investasi dilakukan pada kapasitas yang
memungkinkan untuk pembangunan dan pengelolaan
Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Daerah Istimewa
Yogyakarta, NTT dan Sulawesi Selatan. Dalam analisis
investasi ini digunakan metode Cost Benefit Analysis. Adapun
asumsi-asumsi yang digunakan adalah :
1. Biaya penjualan listrik didasarkan atas harga beli
listrik oleh PLN.
2. PLTB beroperasi selama 24 jam dengan kapasitas
produksi sebesar 50% dari kapasitas terpasang, hal
ini dikarenakan kecepatan angin yang tidak konstan,
sehingga produksi diperhitungkan dengan produksi
12 jam.
3. PLTB murni beroperasi dengan menggunakan tenaga
angin, sehingga backup genset tidak dimasukkan ke
dalam perhitungan.
4. Kapasitas yang digunakan dalam simulasi adalah 10
Kw, 20Kw dan 50Kw. Kapasitas diatas 50 Kw tidak
digunakan karena memerlukan biaya konstruksi yang
lebih mahal.
5. Operational Lifetime adalah 15 Tahun.
C. Investasi PLTB Di Sulawesi Selatan
Kebutuhan listrik dari PLTB di Sulawesi Selatan
adalah sebesar 880 Kw. Dengan kebutuhan sebesar itu maka
komposisi investasi terkecil yang memungkinkan untuk
pembangunan dan pengelolaan PLTB di Sulawesi Selatan,
seperti terlihat pada tabel 24. adalah
Tabel 24. Simulasi 4 x 10 Kw untuk Pembiayaan Sendiri
Hasil analisis :
B/C Ratio adalah 3,65 pada koneksi tegangan rendah.
Yang artinya pendapatan lebih besar daripada biaya
operasional.
Keuntungan operasional per tahun adalah 265% x
Rp.57.800.000 =Rp. 153.280.960.
Pengembalian modal akan didapat pada tahun ke-7.
Pada akhir tahun ke 15, keuntungan yang di dapat adalah
sebesar Rp. 1.238.614.400 atau 117%.
Tabel 25. Simulasi 1 x 250 Kw untuk Pembiayaan Sendiri
Hasil analisis :
B/C Ratio adalah 7,00 pada koneksi tegangan rendah.
Yang artinya pendapatan lebih besar daripada biaya
operasional.
Keuntungan operasional per tahun adalah 600% x
Rp.188.400.000 =Rp.1.130.856.000.
Pengembalian modal akan didapat pada tahun ke-7.
Pada akhir tahun ke 15, keuntungan yang di dapat
adalah sebesar Rp. 9.074.440.000 atau 115%.
Tabel 26. Simulasi 1 x 500 Kw untuk Pembiayaan Sendiri
dengan benefit cost ratio
Hasil analisis :
B/C Ratio adalah 10,30 pada koneksi tegangan
rendah. Yang artinya pendapatan lebih besar daripada
biaya operasional.
Keuntungan operasional per tahun adalah 930% x
Rp.256.200.000 =Rp.2.382.312.000.
Pengembalian modal akan didapat pada tahun ke-6.
Pada akhir tahun ke 15, keuntungan yang di dapat
adalah sebesar Rp. 22.388.480.000 atau 168%.
Tabel 27. Simulasi 1 x 1 MW untuk Pembiayaan Sendiri
dengan benefit cost ratio
Energi III-121
2.
3.
Hasil analisis :
B/C Ratio adalah 16,29 pada koneksi tegangan
rendah. Yang artinya pendapatan lebih besar daripada
biaya operasional.
Keuntungan operasional per tahun adalah 1529% x
Rp.324.000.000 = Rp. 4.953.024.000.
Pengembalian modal akan didapat pada tahun ke-4.
Pada akhir tahun ke 15, keuntungan yang di dapat
adalah sebesar Rp. 54.371.360.000 atau 273%.
V. KESIMPULAN
1.
[1] http://www.kincirangin.info/plta-gbr.php.
[2] PT. PLN (Persero). 2011. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik PT PLN (Persero) 2011-2020.
[3] PT. Cipta Multi Kreasi. 2008. Studi Potensi Energi Listrik
Alternatif Di Pedesaan Sebagai Upaya Dalam Mendukung
Percepatan Diversifikasi Energi Di Provinsi Naggroe Aceh
Darussalam. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NADNias.
[4] Sekretariat Perusahaan PT. PLN (Persero). 2012. Statistik PLN
2011.
[5] RTRW/RUTR BAPEDA Sulawesi Selatan.
[6] LAPAN
[7] ASPEK EKONOMI dari RTRW Kabupaten Jeneponto dan
Bulukumba
Energi III-122
I. LATAR BELAKANG
Penelitian mengenai pengaturan kecepatan pada motor
induksi 3 fasa semakin lama semakin berkembang,
dikarenakan penggunaan pada industri dan khususnya pada
kendaraan hybrid semakin banyak dikembangkan.Namun ada
beberapa kelemahan motor induksi yang salah satunya adalah
karakteristik parameter yang tidak linier, terutama resistansi
rotor yang memiliki nilai yang bervariasi untuk kondisi
operasi yang berbeda, sehingga tidak dapat mempertahankan
kecepatannya secara konstan bila terjadi perubahan beban.
Oleh karena itu untuk mendapatkan kecepatan yang konstan
dan performa sistem yang lebih baik terhadap perubahan
beban dibutuhkan sebuah pengontrol.
Jika
dipergunakan
pengamatan
konvensional,
diperkirakan fluks stator dihitung berdasarkan persamaan
motormenggunakan integrator murni sebagai berikut:
Energi III-123
B. Konstruksi
II. PERMASALAH
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana memodelkan secara matematis setiap
perubahan resistansi rotor motor induksi 3 phase pada tiap
perubahan waktu.
2. Bagaimana
merancang
kontroler
yang
mampu
memperbaiki performa peningkatan kecepatan motor
induksi, sehingga memiliki respon yang cepat saat ada
perubahan parameter.
III. TUJUAN
Energi III-124
adalah tergantung
Arus referensi
dan
dikonversi ke dalam arus sefasa
referensi
, ,
yang akan menjadi input regulator arus.
Kemudian regulator arus akan memproses arus fasa referensi
menjadi sinyal pemicuan yang akan mengontrol inverter.
E. Fuzzy_PI
V. DESAIN SISTEM
Fuzzy
_ PI
(20)
(21)
Dengan
Energi III-125
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 0,5s.
Gambar 19. parameter motor induksi
Energi III-126
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 1s.
Kecepatan rotor dengan referensi = 300 rpm
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 2,7s.
Speed control dengan Fuzzy_PI
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 1,7s.
Kecepatan rotor dengan referensi = 400 rpm
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 2,2s.
Kecepatan rotor dengan referensi = 450 rpm
Energi III-127
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 0,005s. Osilasai dengan nilai sangat kecil terjadi
saat kecepatan motor telah mendekati referensi.
Kecepatan rotor dengan referensi = 350 rpm
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 0,005s. Nilai osilasi pada sistem saat bekerja
sangat kecil
Kecepatan rotor dengan referensi = 200 rpm
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 0,005s.
Kecepatan rotor dengan referensi = 400 rpm
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 0,005s. Osilasi pada sistem tidak terjadi saat
start.
Gambar 36. Kecepatan rotor dengan referensi = 400 rpm
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 0,005s. Osilasi saat sistem mulai bekerja terjadi
dengan nilai yang sangat kecil setelah start.
Kecepatan rotor dengan referensi = 300 rpm
Pada grafik di atas, dapat kita lihat terjadi osilasi saat start,
waktu dari start hingga mencapai nilai referensi membutuhkan
waktu sekitar 0,005s. Nilai osilasi sangat kecil, terjadi setelah
kecepatan motor mendekati referensi
Simulasi dengan beban
Energi III-128
Energi III-129
Energi III-130
Abstrak
I. PENDAHULUAN
Gasifikasi merupakan suatu proses thermokimia yang
mengubah bahan bakar menjadi gas produser (mampu bakar)
dengan memakai jumlah udara yang terbatas. Gas produser
yang dihasilkan seperti (CO) karbon monoksida, (H2)
hydrogen, (CH4) metana yang mampu dimanfaatkan untuk
pembangkit energy termal. Pengkonversian dua jenis bahan
bakar padat (co-gasifikasi) pada sebuah unggun terfluidakan
(fluidized bed) dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
(nilai kalor) dari biomassa sampah kota yang akan digunakan
dan mengurangi dampak negatif pencemaran lingkungan yang
ditimbulkan. Kandungan zat mudah terbakar (volatile matter)
yang tinggi pada bahan bakar sampah mempunyai keuntungan
yaitu sifatnya yang mudah terbakar, tetapi berpotensi
menghasilkan gas NOx akibat pembakaran berlangsung cepat.
Disisi lain penggunaan batubara sebagai bahan bakar padat
sudah banyak diaplikasikan karena mempunyai nilai kalor
tinggi dan kandungan sulfur, nitrogen serta abu dalam jumlah
besar menghasilkan gas asap yang mengandung polutan tinggi
[1].
Co-gasifikasi limbah sampah dan batubara
diharapkan mampu meningkatkan kualitas bahan bakar
terutama limbah sampah kota sehingga mencegah terjadinya
perbedaan temperatur disembarang titik. Komposisi bahan
bakar batubara dan sampah pada co-gasification fluidized bed
yang optimal sangat diperlukan sebagai parameter untuk
H2O(cair)H2O(gas)
Pirolisis/devolatisasi adalah terjadi pada suhu 150o
sampai dengan 800oC (Surjosatyo dan Vidian, 2004).
Untuk gasifikasi biomassa, pirolisis dapat di
reprentasikan sebagai:
Bahan bakar panasChar + Volatil
Oksidasi/pembakaran adalah
pembakaran arang
merupakan reaksi terpenting yang terjadi di gaterjadi
pada suhu 800oC sampai dengan 1400oC (Surjosatyo
dan Vidian, 2004). Reaksi yang terjadi pada proses
pembakaran adalah:
C + 1/2 O2 CO +110.7 KJ/mol
C + O2 CO2 + 393.77 KJ/mol
H2 + 1/2 O2 H2O + 742 KJ/mol
CO + 1/2 O2 CO2 + 283 KJ/mol
B. Jenis Gasifikasi
Energi I-131
Crossdraft Gasifier
Crossdraft gasifier merupakan jenis gasifier yang
khusus dirancang untuk arang (charcoal). Gasifier
jenis ini hanya ditujukan untuk arang kualitas tinggi,
temperatur gas keluaran gasifier tinggi, CO2 yang
tereduksi rendah dan kecepatan gas tinggi. Hal ini
disebabkan oleh design crossdraft gasifier
penyimpanan
abu,
zona
pembakaran
dan
reduksiannya terpisah. Desain
seperti ini
menyebabkan jenis bahan bakar yang dapat
digunakan terbatas hanya berkadar abu rendah.
Gasifier jenis ini beroperasi baik pada aliran udara
dan bahan bakar yang kering dan cocok dioperasikan
pada skala kecil.
Downdraft Gasifier
Pada downdraft gasifier, udara dimasukkan ke dalam
aliran bahan bakar padat (packed bed) pada atau di
atas zona oksidasi. Aliran udara ini searah (cocurrent) dengan aliran bahan bakar yang masuk ke
dalam gasifier. Bahan bakar dimasukkan pada bagian
atas gasifier
Kekurangan yang dimiliki gasifier jenis ini adalah
rendahnya efisiensi keseluruhan akibat rendahnya
pertukaran panas dalam sistem dan kesulitan dalam
menangani kelembaban dan kadar abu yang tinggi.
Sedangkan
kelebihan
nya
kemungkinan
menghasilkan gas bebas tar sehingga masalah
lingkungan yang ditimbulkan lebih kecil, perolehan
tar dan minyak yang dihasilkan lebih sedikit sehingga
sangat sesuai untuk mesin pembakaran dalam, ketel
dan turbin.
Energi I-132
(kg/dt)
(1)
A. Deskripsi Alat
Sebuah reaktor dengan diameter 96 cm dan tinggi 162 cm
terbuat dari baja stainless steel SC304. Plat distributor berada
di bagian bawah dengan motor penggerak mekanis. Fuel
feeder type screw untuk memasukkan bahan bakar kedalam
reaktor. Media hamparan pasir silica dengan aliran udara
fluidisasi konstan menggunakan blower. Komposisi campuran
batubara dan sampah kota berdasarkan persentase massa
dengan berat bahan bakar 20 kg. Penelitian ini melibatkan 3
porsentase perbandingan komposisi massa sampah kotabatubara; 50-50 (I), 60-40(II), 70-30(III). Skema reaktor
fluidized bed gasification dapat dilihat seperti gambar berikut:
C. Tahapan Pengujian
Pemanasan reaktor pada temperatur operasi (600oC)
dengan sistem pemanasan eksternal menggunakan burner oil.
Temperatur dari setiap ketinggian pada dinding reaktor (T1,
T2, T3, T4) diamati melalui termokopel yang dihubungkan
dengan sebuah data logger untuk proses data secara digital.
Setelah mencapai temperatur operasi maka burner dimatikan
dan bahan bakar dimasukkan melalui fuel feeder. Laju udara
fluidisasi konstan dialirkan dari sebuah unit blower dan mulai
dilakukan pencatatan data serta pengambilan sampel gas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan dari gas proses gasifikasi dianalisa Gas
Chromatography. Sedangkan, hasil pengamatan berupa
pencatatan waktu penyalaan, waktu operasi, waktu mulai
nyala dapat dilihat seperti Tabel 1 di bawah ini:
Tabel1. Data hasil pengujian komposisi limbah sampah-batubara
Blower
Fuel feeder
Gear rasio
Dinamo motor
Burner
Material hamparan
Waktu
Mulai Nyala
(detik)
Waktu
Operasi
(detik)
Massa
Penelitian
(kg)
50- 50
900
2400
20
60-40
780
1800
20
70-30
600
1200
20
Ket:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Limbah sampahbatubara
(% massa)
7. Plat distributor
8. Cyclone
9. Safety valve
10. Water tank
11. Gate valve
B. Bahan Penelitian
Sampel sampah kota diambil secara acak pada Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Suwung. Batubara jenis bituminous
dibentuk dengan ukuran seragam untuk memudahkan proses
pencampuran.
Energi I-133
700
60.000
600
50.000
FCR (kg/jam)
Temperatur (0C)
500
400
300
T1
200
T2
100
T3
T4
51.515
40.000
31.037
30.000
22.388
20.000
0.000
I
Waktu (menit)
Gambar 6.
FCRa
10.000
II
III
komposisi campuran
15
CO
10
5
0
I
II
III
komposisi campuran
Gambar 8.
86
84
82
80
78
76
74
72
70
77.5
75
variasi I
Gambar 10
85
efisiensi
variasi II
variasi III
Energi I-134
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mirmanto. 2008. Nilai Kalor Sampah Hasil Produksi
Masyarakat Kota Mataram. Mataram: Universitas Mataram
[2] Grabowski P. 2004. Biomass Thermochemical Conversion OBP
Efforts. Office of the Biomass Program. Washington D.C: US
Department of Energy. Energy Efficiency and Renewable
Energy.
[3] Belino, A.T., (2005), Rice Huck Stove, Department of
Agricultural Engineering and Environmental Management,
Central Philippine University: Iolio City
[4] Suryosatyo A. dan Vidian F. 2004 Studi Co-Gasifikasi Tandan
Kosong dan Tempurung kelapa sawit menggunakan Gasifier
Aliran ke bawah. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia
dan Proses, C-1-1 s/d C-1-6, ISSN: 1411-4216. Semarang.
[5] Robert manuriung, MS Roa (1981) Gasifier Unggun Tetap
Aliran Kebawah Lontar.Ui.ac.id/fire?=digital/125517-r020850Pengembangan % 20 dan % 20 Studi-literatur.pdf.
Energi I-135
Ketut Astawa
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas
Udayana
Badung, Indonesia.
awatsa@yahoo.com
I. PENDAHULUAN
Energi matahari merupakan salah satu sumber energi
alternatif yang sangat mudah diperoleh di Indonesia bahkan
dianggap gratis, karena Indonesia merupakan negara yang
terletak di daerah khatulistiwa. Pemanfaatan energi surya
sudah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik untuk
pengeringan pakaian, kayu, dan hasil pertanian. Namun
pemanfaatan dari energi matahari ini tidak dilakukan secara
optimal. Sebagai contoh adalah pengeringan gabah yang mana
Energi III-136
1.
2.
3.
Penutup transparan
Penutup transparan di harapkan memiliki sifat
transmisivitas yang tinggi dan sifat absorsivitas serta
refleksivitas serendah mungkin.
Pelat penyerap
Pelat penyerap yang ideal memiliki permukaan
dengan tingkat absorsivitas yang tinggi guna
menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin dan
tingkat emisivitas yang serendah mungkin agar
kerugian panas karena radiasi balik sekecil mungkin
disamping itu pelat penyerap diharapkan memiliki
konduktivitas thermal (K) yang tinggi.
Isolasi
Merupakan material dengan sifat konduktivitas
termal (K) rendah, dipergunakan untuk menghindari
terjadinya kehilangan panas kelingkungan.
Refleksi
Penutup
transparan
(kaca)
Refleksivitas
()
(1-)
Absorsivitas
()
Pelat
Penyerap
Transmisivitas
(1-)
d
Energi III-137
Qu, a
Ac.It
Dimana :
= energi berguna kolektor sebenarnya tiap
satuan luas (W/m2)
It
didapat
fluida
To Ti
)
2
F. Sirip (Fin)
Istilah permukaan yang diperluas secara umum
digunakan pada benda padat yang mengalami transfer energi
melalui konduksi sesuai kondisi batasnya dan transfer energi
yang sama akan dilakukan kelingkungannya melalui konveksi
dan/atau radiasi.
Untuk meningkatkan laju perpindahan dapat
dilakukan dengan menambah luas penampang permukaan,
dimana konveksi terjadi. Cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan sirip yang meluas dari permukaan media padat
ke dalam fluida yang berada di sekelilingnya, salah satunya
adalah sirip berbentuk segitiga, seperti pda Gambar 2.5.
B. Prosedur Pengujian
Prosedur yang dilakukan selama pengujian adalah :
1. Pengujian dilakukan pada Pk 9.00 Pk 18.00
2. Selang waktu pengambilan data dilakukan setiap
10 menit sekali
3. Blower dijalankan untuk mengalirkan udara
sebagai fluida kerja kedalam kolektor
4. Atur katup untuk memperoleh laju aliran massa
yang sama, dengan cara mengukur tekanan udara
masing-masing
kolektor.dimana
besarnya
tekanan akan ditunjukan oleh kenaikan fluida
pada manometer
5. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap
parameter-parameter terukur, seperti temperatur
Energi III-138
[2]
[3]
[4]
[5]
Energi III-139
Energi III-140
Energi III-141
Energi III-142
b.
c.
d.
e.
Jumlah sekat
HE 1
HE 2
HE 3
7
9
11
4,5
3,6
3
Q Evap_ HS
W HS
Q Evap_ LS
W LS
Q Evap_ LS
=
=
W total
m LS h1 -h4
m LS h2 -h1 +m HS h6 -h5
(8)
(9)
(10)
(11)
T in Cond
T out Cond
T out evap
T in evap
Energi III-143
16
14
12
10
8
6
4
2
0
80
Temperatur (oC)
delta T evap HS ( C)
10
20
30
40
60
50
40
30
20
waktu (menit)
HE 1 (4,5 cm)
HE 3 ( 3 cm)
70
10
0
HE 2 (3,6 cm)
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Waktu (menit)
To Cond HE1
Ti Cond HE2
To Cond HE2
Ti Cond HE3
To Cond HE3
Gambar 8. Grafik hubungan temperatur keluar dan masuk kondensor pada
ketiga variasi HE.
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
HE 1 (4,5 cm)
20
waktu (menit)
HE 2 (3,6 cm)
30
40
HE 3 ( 3 cm)
80
delta T cond LS (C)
Ti Cond HE1
Energi III-144
waktu (menit)
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
-20
-30
-40
-50
-60
HE1 (4,5cm)
HE2(3,6cm)
HE3 (3cm)
90
155
80
70
W LS (kj/kg)
qe HS (kj/kg)
150
145
140
135
60
50
40
30
130
20
125
10
120
0
10
20
waktu (menit)
HE 1 (4,5 cm)
HE 2 (3,6 cm)
30
40
20
30
40
waktu (menit)
HE 1 (4,5 cm)
HE 3 (3 cm)
HE 2 (3,6 cm)
HE 3 (3 cm)
Gambar 13. Grafik Kerja Kompresor sisi Low stage terhadap waktu
Gambar 10. Grafik Efek refrigerasi pada sisi high stage terhadap waktu
230
qe LS (kj/kg)
10
220
210
200
190
180
0
10
HE 1(4,5 cm)
20
waktu (menit)
30
HE 2 (3,6 cm)
40
4.0
HE 3 (3 cm)
3.5
Gambar 11. Grafik Efek refrigerasi pada sisi low stage terhadap waktu
COP HS
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0
110
10
HE 1 (4,5 cm)
100
20
waktu (menit)
HE 2 (3,6 cm)
30
40
HE 3 (3 cm)
90
W HS (kj/kg)
80
12
70
60
10
50
8
COP LS
40
30
20
0
10
HE 3 (4,5 cm)
20
waktu (menit)
HE 2 (3,6 cm)
30
40
6
4
2
HE 3 (3 cm)
Gambar 12. Grafik Kerja Kompresor sisi High stage terhadap waktu
10
20
waktu (menit)
HE 1 (4,5 cm)
HE 2 (3,6 cm)
30
40
HE 3 (3 cm)
Energi III-145
Energi III-146
Ahmad Thamrin
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya pemakaian motor bensin dari
tahun ke tahun maka menurut data statistik polisi Indonesia,
tahun 2003 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berjumlah
26.706.705 kendaraan, tahun 2004 berjumlah 30.769.093
kendaraan dan 2006 berjumlah 38.156.278 kendaraan terdapat
dalam [5].
Energi III-147
C.
Bioetanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol
absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah
menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan
alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan seharihari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat
ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern.
Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan
rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia
merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol
sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5) yang dikutip dari [1].
Tabel 3. Karakteristik fisik dan kimia bahan bakar dan aditifnya terdapat
pada [8].
D.
Energi III-148
1.
2.
3.
4.
5.
1.
Motor Bensin
Motor bensin merupakan salah satu penggerak mula
yang berperan penting sebagai tenaga penggerak. Pada motor
bensin untuk mendapatkan energi thermal diperlukan proses
pembakaran dengan menggunakan campuran bahan bakar dan
udara di dalam mesin, sehingga motor bensin disebut juga
sebagai motor pembakar dalam (internal combustion engine).
Di dalam proses pembakaran ini gas hasil pembakaran yang
terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja. Motor ini
merupakan pengembangan dari motor Otto, yang pertama kali
ditemukan oleh Nikolaus August Otto yang lahir pada tahun
1832 di kota Holzhausen, Jerman.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
2.
2 n T
60
(Watt)..(3-1a)
2 nT
10 3
60
(kW) ..(3-1b)
Energi III-149
3
FC = Vbb SG 3600 10 kg .........(3-2)
W
h
3.
4.
FC kg
............(3-3)
BHP kWh
M ai
7.
ud =
a.
1 kg
........(3-5a)
v m3
273, 2 Tdb
f ' 10
b.
(mmHg).....................(3-5b)
Dimana :
Mact = Konsumsi udara actual, (kg/h)
FC = Konsumsi bahan bakar, (kg/h)
8.
Patm (mmHg)................(3-5c)
f f ' 0,5Tdb Twb
760
c.
f
x 0.622
Patm f
d.
6.
Vs 10 3 n 60 ud (kg/h)...............(3-6)
nR
v ( 0 ,773 1, 224 . x ) 1
273 , 2 Patm kg
Energi III-150
AFRact
............................(3-8)
AFRstoi
C a H b a O 2 3 ,773 N 2 aCO
4
Berdasarkan
diperoleh:
rumus
kimia
b
b
H 2 O 3 ,773 a N 2
2
4
pada
premium,
maka
15
15
15
C8 H15 8 O2 3,773 N 2 8CO2 H 2 O 3,773 8 N 2
4
2
4
y
1 32 3,773 28,16
b
4
AFRth
dim ana : y
12,011 1,008y
a
AFR
th
AFR
th
AFR
th
34 , 56 ( 4 y )
12 , 011 1 , 008 y
34 , 56 ( 4 1 , 875 )
AFR th
C 8 H O kg
0 ,23 3
AFRth 9,09
AFRth
vol
M act
100% (%)................................(3-9)
M ai
BHP
100% (%).............(3-10a)
Qtot
= FC LHVbb (kW)......................(3-10b)
3600
Tabel 11. Analisa biaya dalam menghasilkan satu liter bioetanol (skala
lab.)
No.
Bahan
Persatuan
Nira
Aren
15 liter
Ragi
33 gr
Harga
Satuan
Jumlah
Rp
1.500/liter
Rp 22.500
Rp
2.500/11gr
Rp 7.500
Total
Rp 30.000/liter
Energi III-151
Energi III-152
a. Oksigen (O2)
Dari Tabel emisi gas buang 22-25 pada (Lampiran 19, 20
dan 21) dan Grafik 7-11 pada (Lampiran 23-28),
menunjukkan bahwa kadar emisi O2 pada putaran (1600 rpm)
untuk bahan bakar premium (E-0) sebesar 0,65 % dengan
koefisien kelebihan udara () = 0.977 %, biopremium (E-10)
sebesar 0,60 % dengan koefisien kelebihan udara () = 0,971
% dan biopremium (E-15) sebesar 0,57 % dengan koefisien
kelebihan udara () = 0,867 %. Standar yang ditentukan pada
[15] sebesar 0,5 - 2 %, sedangkan hasil pengujian kurang dari
batas yang ditentukan maka dari ketiga konsentrasi bahan
bakar yang diuji masih dalam keadaan normal. Perbandingan
oksigen antara ketiga konsentrasi bahan bakar tersebut yang
paling sempurna proses pembakarannya adalah biopremium
(E-15) sebesar 0,57 %, kondisi ini menunjukkan dekat pada
kondisi ideal. Semakin kecil nilai kadar oksigen semakin
sempurna proses pembakarannya. Hal ini juga membuktikan
bahwa kadar oksigen kurang mengindikasikan pembakaran
terjadi pada campuran kaya.
V. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan pembahasan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembuatan bioetanol dilakukan dengan menggunakan
destilasi sederhana tanpa proses dehidrasi. Kadar alkohol
Energi III-153
2.
3.
4.
5.
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
Energi III-154
Effendy Arif
1,34 juta ton limbah batang jagung. Potensi ini cukup besar
untuk dijadikan bahan bakar biomassa sebagai salah satu
bahan bakar alternatif.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat briket arang
batang jagung berbentuk sarang tawon dengan ukuran butir
bervariasi, selanjutnya melakukan analisis proksimasi,
pengujian nilai kalor, pengujian sifat fisik,pengujian
pembakaran , pengujian emisi dan menghitung ongkos
produksi.
II. LANDASAN TEORI
A. Tanaman jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman
pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi.
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam
sebagai pakan ternak, diambil minyaknya, dibuat tepung
jagung ( maizena), bahan baku industri. Jagung merupakan
tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan
dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap
pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat
bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian
antara 1m sampai 3m. Tinggi tanaman biasa diukur dari
permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan.
Jagung tidak memiliki kemampuan menghasilkan anakan [3].
B. Energi terbarukan
Sumber daya energi terbarukan adalah sumber-sumber
energi yang hasilnya akan konstan dalam rentang waktu jutaan
tahun. Sumber-sumber energi yang termasuk terbarukan
adalah sinar matahari, aliran air sungai, angin, gelombang laut,
arus pasang surut, panas bumi dan bio massa. Energi
terbarukan mempunyai keunggulan yang menarik seperti
berikut:
Sumber energi terbarukan merupakan sumber daya
indigenous (asli Indonesia) yang tersedia dalam jumlah
banyak
Pemakaian
energi
terbarukan
akan
menghemat
pengeluaran impor bahan bakar fosil dan menciptakan
lapangan kerja jika teknologi- teknologi konveksinya
dikembangkan dengan memamfaatkan sumber daya yang
ada di dalam negeri.
Beberapa energi terbarukan telah mencapai tahap yang
Energi III-155
Komersial
Standar mutu
Impor
Jepang
USA
68
Inggris
4
)
34
36
8 10
18
15 30
16
19
60 80
75
58
12
0,84
6000
7000
60
6000
7000
12,7
62
7300
6500
1)
2)
3)
7,75
68
5,51
36
15
30
60
80
0,4407
13,14
78,35
6814,11
F. Karbonasi.
Proses pengarangan (karbonasi) bertujuan untuk
mengurangi zat terbang (volatile matters) agar pada saat
digunakan, pembakaran briket lebih nyaman karena tidak
mengeluarkan asap, bau, atau merubah aroma makanan.
Namun zat terbang ini tidak sepenuhnya dikurangi, karena
briket juga memerlukan zat terbang agar mudah dinyalakan,
panas dan nyalanya stabil [6].
III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian
Waktu penelitian ;Penelitian ini dilakukan pada bulan
Januari sampai April 2012
Tempat penelitian ; Laboratorium pendingin dan pemanas
UNHAS
B. Pembuatan briket arang batang jagung
Batang jagung diambil dari Bajeng Kabupaten Gowa,
dipotong-potong , dikeringkan dibawah sinar matahari,
diarangkan ,ditumbuk kemudian diayak untuk mendapatkan
bubuk arang. Bubuk arang yang diperoleh dicampur dengan
tanah liat 10 %, tepung kanji 10% dan air 920 gram kemudian
dicetak dengan tekanan 2,2 MPa.
C. Analisis proksimasi
Standar pengujian digunakan standar ASTM untuk sampel
batubara, dengan alasan bahwa briket arang batang jagung
adalah bahan bakar padat, sama seperti batubara [1].
Pengukuran moisture (kadar air
Pengukuran kandungan moisture dilakukan dengan
memanaskan sampel dalam muffle furnace pada suhu 105 oC
selama 1 jam, kemudian didinginkan selama 10 menit
selanjutnya ditimbang massanya.
Perhitungan kadar air :
Moisture = [
3)
]x 100%
(1)
Moisture, %
Ash, %
Volatile
matters,%
Fixed
carbon,
Kerapatan,
g/cm3
Kekuatan
tekan,
kg/cm2
Nilai kalor,
kkal/kg
Energi III-156
x 100 % -F(%)
(2)
(3)
( kg/m3)
(6)
th =
(7)
Energi III-157
Hidrocarbon (HC).
Sama halnya dengan karbon monoksida, gas hidrokarbon
terbentuk pada pembakaran yang sangat tidak
sempurna. Asap terutama terdiri dari partikel partikel
karbon yang tidak terbakar. Sedangkan gas-gas hidrokarbon
adalah senyawa-senyawa karbon dan hidrogen hasil
pemecahan bahan organik yang belum mengalami oksida
oksigen lebih lanjut. Seperti karbon monoksida, pembentukan
asap dan gas-gas hidrogen menyebabkan rendahnya efisiensi
pembakaran bahkan jauh lebih rendah dari yang diakibatkan
oleh karbon monoksida [5].
Menurut Kepmen LH No. 05 tahun 2006 [11], bahwa
ambang batas untuk gas HC ( Hidro karbon ) dan CO
(
karbon monoksida ), dapat dilihat pada tabel 2. berikut :
Tabel 2. Ambang batas emisi HC dan CO
A. Kendaraan bermotor kategori L (roda dua)
Kategri
Parameter
HC (ppm)
CO(%
vol)
Ambang
atas emisi
Sepeda
motor
langkah
12000
4,5
Sepeda otor
4 langkah
1,5
Tahun
pembuatan
Ambang
batas emisi
HC(ppm)
CO (%)
1200
4,5
200
1,5
I.
Moisture,
M = 10,42 % berat
Volatile Matters,
VM = 20,97 % berat
Ash,
A = 35,78 % berat
Fixed Carbon,
FC = 32,83 % berat
Dari hasil analisis proksimasi briket tersebut di atas
diperoleh beberapa hal sebagai berikut:
Moisture (kadar air),
Kandungan moisture berhubungan dengan penyalaan
awal bahan bakar, makin tinggi moisture
makin sulit penyalaan bahan bakar tersebut karena diperlukan
energi untuk menguapkan moisture dari bahan bakar.
Energi III-158
Volatile matters,
Volatile matters dalam bahan bakar berfungsi untuk
stabilisasi nyala dan percepatan pembakaran arang.
Kandungan volatile matters dalam briket adalah 26,18 %,
23,53% dan 20,97% berat. Kandungan volatile matters
ini masuk dalam standar briket impor, dan briket Jepang,
kecuali standar briket komersial, briket Inggris dan
standar briket USA.
Fixed carbon,
Kandungan fixed carbon di dalam briket adalah 27,88
%, 29,86% dan 32,83% berat, harga ini menunjukkan
bahwa briket ini tidak masuk dalam standar briket
komersial, standar briket impor, briket Inggris, briket
USA, dan standar briket Inggris
Perhitungan kerapatan.
Perhitungan kerapatan menggunakan rumus (6) dan hasil
yang diperoleh adalah sebagai berikut;
Energi III-159
Massa
air
( kg )
Massa
briket
(kg)
Efisiensi
termal
(%)
20-40
mesh
1,5
0,245
12,57
40-60
mesh
1,5
0,220
19,56
60-80
mesh
1,5
0,275
12,41
No
Kode
sampel
Energi III-160
A. Kesimpulan.
Dari hasil penelitian tentang briket arang batang jagung maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pencetakan briket arang
batang jagung
mempunyai diameter briket ( db ), diameter lubang
besar ( dlb ), diameter lubang kecil ( dlk ), tinggi ( t )
dan massa masing masing : 64,7 mm; 13,2 mm;
7,86 mm; 49 mm dan 64 gram.
2. Uji proksimasi menunjukkan bahwa hasil yang
diperoleh belum memenuhi standar mutu briket
(moisture 7,75% ash 18%; volatile matters 19%;
fixed carbon 58%).
3. Hasil pengujian nilai kalor lebih rendah dari nilai
standar minimum (3838 kkal/kg 6000 kkal/kg)
4. Hasil pengujian kuat tekan lebih kecil dari standar
mutu briket (4,80 kg/cm212,7 kg/cm2 ). Nilai
kerapatan lebih besar dari standar mutu komersial
(0,4410 gram/cm3 0,4407 gram/cm3).
5. Hasil perhitungan efisiensi pembakaran menunjukkan
bahwa briket dengan ukuran 40-60 mesh mempunyai
efisiensi tertinggi (19,56%), disusul 20-40 mesh
(12,57%) dan yang paling rendah ukuran 60-80 mesh
(12,41%).
6. Hasil pengujian emisi gas hasil pembakaran lebih
rendah dari standar ambang batas emisi untuk
kendaraan bermotor yang diperbolehkan (CO 1,5 ,
HC 2400).
7. Dari hasil perhitungan biaya diperoleh Rp. 3770,-/kg
atau Rp. 241,3,- /buah.
H.
B. Saran
Untuk mendapatkan briket arang batang jagung dengan
hasil yang lebih baik maka diperlukan penelitian lanjutan
dengan variasi campuran dari bahan perekat dan tanah liat atau
yang dapat memperbaiki sifat-sifat briket
DAFTAR PUSTAKA
[1] Effendy Arif dan Daud .Patabang, 2010, Pengolahan Limbah
Kulit Kemiri Sebagai Sumber Bahan Bakar Alternatif, Fakultas
Teknik Mesin Universitas Hasanuddin Makassar
[2] BRS, 2011. Padi dan Jagung. Artikel, Makassar. Indonesia
[3] R. Neni Iriany,M. Yasin,H.G.,A, Takdir, 2007. Asal, sejarah
dan taksonomi tanaman jagung, Balai peneliatian tanaman
serealia,Maros.
[4] Enik. S. W, Sarwono, Ridho. H, 2010. Studi eksperimental
briket organik dengan bahan baku dari PPLH Seloliman, Jurusan
Teknik Fisika FTI ITS Surabaya.
[5] Mursalim, Waris Abdul, 2004, Pemanfaatan kulit buah kakao
sebagai briket arang, Laporan penerapan Ipteks Lembaga
Pengabdian Pada Masyarakat, Universitas Hasanuddin.
[6] Rezki A, 2012. Pengaruh dimensi partikel arang kulit kakao
terhadap mutu briket sebagai energi alternatif. Universitas
Hasanuddin, Makassar
[7] http://id.wikipedia.org, 2009 .
Energi III-161
Energi III-162
Effendy Arif
Energi III-163
2.
Dengan :
Vgu
f
t
10-3
3.
4.
Dengan
VL
60
Ka
Pe
n
6.
7.
8.
9.
Energi III-164
B. Hubungan Pemakaian BB
terhadap Putaran
Dari gambar menunjukkan Hubungan Pemakaian Bahan
Bakar
terhadap Putaran
dimana adanya kenaikan
konsumsi bahan bakar seiring naiknya putaran, dimana
konsumsi bahan bakar terbesar terjadi pada konsentrasi bahan
bakar premium 100% adalah 3,686 kg/h dicapai pada putaran
2200 rpm, dan konsumsi bahan bakar minimumnya dicapai
pada putaran 1500 rpm sebesar 1,502 kg/h. Sedangkan untuk
konsentrasi bahan bakar pertamax 100%, terlihat bahwa,
konsumsi bahan bakar terendah dibandingkan dengan bahan
bakar premium dan campuran bahan bakar sebesar 1,377 kg/h
dicapai pada putaran 1500 rpm. Sedangkan konsumsi bahan
bakar maksimum diperoleh pada putaran 2200 rpm sebesar
1,634 kg/h. Untuk konsentrasi campuran pertamax 75% +
premium 25% menunjukan konsumsi bahan bakar adalah
1,407 kg/h dicapai pada putaran 1500 rpm. Pada konsentrasi
campuran pertamax 50% + premium 50% konsumsi bahan
bakar terbesar dicapai pada putaran 2200 rpm adalah 1,688
kg/h dan konsumsi bahan bakar minimum dicapai pada
putaran 1500 rpm adalah 1,433 kg/h. Pada konsentrasi
campuran pertamax 25% + premium 75% menunjukan
konsumsi bahan bakar terbesar adalah 3,778 kg/h dicapai pada
putaran 2200 rpm, sedangkan konsumsi bahan bakar minimum
dicapai pada putaran 1500 rpm adalah 1,447 kg/h.
terhadap
Putaran
Dari gambar menunjukkan grafik Hubungan Pemakaian
Bahan Bakar Spesifik
terhadap Putaran
menunjukkan adanya penurunan komsumsi bahan bakar
spesifik seiring dengan meningkatnya putaran poros untuk
setiap konsentrasi. Untuk konsentrasi pertamax 100%
menunjukan bahwa Pemakaian Bahan Bakar Spesifik
sebesar 0,334 kg/kWh dicapai pada putaran 1900 rpm.
Sedangkan pada konsentrasi campuran pertamax 75% +
premium 25% menunjukan bahwa Pemakaian Bahan Bakar
Spesifik
sebesar 0,347 kg/kWh dicapai pada putaran
1900 rpm. Pada konsentrasi campuran pertamax 50% +
premium 50% menunjukan bahwa Pemakaian Bahan Bakar
Spesifik
sebesar 0,361 kg/kWh dicapai pada putaran
1900 rpm. Selanjutnya untuk konsentrasi campuran pertamax
25% + premium 75% menunjukan bahwa Pemakaian Bahan
Bakar Spesifik
sebesar 0,383 kg/kWh dicapai pada
putaran 1900 rpm. Sedangkan untuk konsentrasi premium
Energi III-165
terhdp Putaran
turun
D. Hubungan
Efisiensi
Termis
Efektif
terhadap
Putaran
Dari gambar menunjukkan grafik Hubungan Efisiensi
Termis Efektif
terhadap Putaran
dimana adanya
kenaikan seiring dengan meningkatnya putaran untuk setiap
konsentrasi. Efisiensi Termis Efektif
ini pun
dipengaruhi oleh naiknya rasio kompressi, namun kenaikan
ini tidak mencapai rasio kompressi maksimum. Untuk
konsentrasi pertamax 100% menunjukan bahwa efisiensi
termis efektif
sebesar 24,75% dicapai pada putaran 1900
rpm.
Sedangkan untuk konsentrasi campuran pertamax 75% +
premium 25%
sebesar 24,36% dicapai pada putaran
poros mesin 1900 rpm. Pada konsentrasi campuran pertamax
50% + premium 50%
sebesar 23,36% dicapai pada
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Energi III-166
Energi III-167