berenergi tinggi pada sebuah target sehingga atom-atom individu target memperoleh energi
yang cukup tinggi untuk melepaskan diri dari permukaan target. Atom-atom yang tersputter
terhambur ke segala arah, kemudian difokuskan pada substrat untuk membentuk lapisan tipis
(Sudjatmoko, 2003). Sistem sputtering lebih banyak dipakai dibandingkan dengan vakum
evaporasi (Maissel: 1970: 3-2). Pada teknik sputtering keunggulannya dapat melapisi film
dari jenis logam, paduan logam isolator, semikonduktor bahkan logam magneting. Kecepatan
pendeposisian untuk berbagai jenis bahan cenderung stabil. Dapat melakukan pendeposisian
banyak lapisan (multilayer) dengan baik karena kemampuan melapisi berbagai jenis logam.
Ketebalan film yang dihasilkan lebih mudah dan sederhana untuk diamati dan dikendalikan.
Daya adhesi antara film dan permukaan substrat lebih kuat.
Salah satu jenis teknik sputtering lainnya adalah Magneton sputtering yang merupakan
teknologi berbeda dibandingkan dengan teknologi sputtering biasanya, perbedaannya adalah
pada magneton sputtering menggunakan medan magnet untuk membuat plasma tetap berada
di depan target agar penembakan ion berlangsung terus menerus. Magnet membentuk
lingkupan medan magnet untuk membelokkan partikel bermuatan. Elektron-elektron
dikurung dalam lingkupan medan magnet dekat target dan mengakibatkan ionisasi pada gas
argon. Jumlah ion-ion yang menumbuk target, hasil sputtering semakin meningkat. Untuk
mencegah terjadinya resputtering dan meningkatkan derajat ionisasi pada film tipis yang
terbentuk, maka di bawah target dipasang magnet permanen dengan tujuan membuat
perangkap elektron dari medan magnet yang dihasilkan. Jumlah elektron yang menuju anoda
berkurang karena elektron banyak terperangkap medan magnet, sehingga effisiensi ionisasi
gas argon meningkat. Proses sputtering juga dapat menimbulkan pemanasan pada target
akibat tembakan ion-ion berenergi, sehingga dapat menyebabkan atom-atom oksida yang
lebih ringan menguap dan resistansinya berkurang serta untuk menjaga kekuatan magnet agar
tidak hilang maka daerah target dialiri dengan air pendingin.
Pada DC & RF sputtering efisiensi dari ionisasi hasil dari tumbukan antara elektron dan
gas sangat rendah dibandingkan dengan magnetron sputtering. Laju deposisinya Pada teknik
magnetron sputtering akan lebih besar dibandingkan dengan teknik sputtering biasa. Medan
magnet yang terdapat pada Magnetron sputtering berfungsi membuat elektron terperangkap
didekat permukaan target dan menyebabkan elektron bergerak spiral sampai bertumbukan
dengan gas yang berada di dalam tabung (misalnya, argon). Efisiensi dari ionisasi meningkat
dengan signifikan, laju deposisinya meningkat hingga 10-100 kali, atau sampai 1 m
permenit (seperti pada gambar 1) . Walaupun tekanan Ar (argon) diturunkan hingga 0.5mTorr
proses magnetron sputtering ini masih bisa berlangsung karena efisiensi ionisasinya sangat
tinggi.
Gambar 1 .
Perbandingan laju
Terdapat
dua
chamber untuk
magnetron sputtering
jenis
tipe
magnetron sputtering
Dari
magnetron sputtering adalah teknik baik pada bidang perindustrian, karena mempunyai laju
diposisi yang tinggi, hasil yang baik dan secara komersil merupakan teknik sputtering yang
terbaik.
Karakterisasi UV-vis
Pengertian Spektrofotometri uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya
uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron
dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi
lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron.
Molekul- molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron,
akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan
energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa
yang menyerap cahaya dalam daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron yang
lebih mudah dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang lebih
pendek (Herliani, 2008).
Absorpsi spektrofotometri UV-Vis adalah istilah yang digunakan ketika radiasi
ultraviolet dan cahaya tampak diabsorpsi oleh molekul yang diukur. Alatnya disebut UV-Vis
spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari
sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu
banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan
dengan beberapa metode analisa (Herliani, 2008).
Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk:
Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan ausokrom dari
suatu senyawa organik.
ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya
tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan
ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang
lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini
sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada panjang
gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800
nm.
Panjang gelombang () adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak, sedangkan
frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang (). Bilangan
gelombang adalah (v) adalah satu satuan per panjang gelombang. (Dachriyanus, 2004)
Kebanyakan penerapan spektrofotometri UV-Vis pada senyawa organik didasarkan n-*
ataupun -* karena spektrofotometri UV-Vis memerlukan hadirnya gugus kromofor dalam
molekul itu. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum (sekitar 200 ke 700 nm) yang nyaman
untuk digunakan dalam eksperimen. Spektrofotometer UV-Vis yang komersial biasanya
beroperasi dari sekitar 175 atau 200 ke 1000 nm. Identifikasi kualitatif senyawa organik
dalam daerah ini jauh lebih terbatas daripada dalam daerah inframerah. Ini karena pita
serapan terlalu lebar dan kurang terinci. Tetapi, gugus-gugus fungsional tertentu seperti
karbonil, nitro dan sistem tergabung, benar-benar menunjukkan puncak yang karakteristik,
dan sering dapat diperoleh informasi yang berguna mengenai ada tidaknya gugus semacam
itu dalam molekul tersebut . (Day & Underwood, 1986)
X-ray Diffraction (XRD)
ketika sebuah sinar berinteraksi dengan sebuah target. Pantulan yang tidak terjadi kehilangan
energi disebut pantulan elastis (elastic scatering). Ada dua karakteristik utama dari difraksi
yaitu geometri dan intensitas. Geometri dari difraksi secara sederhana dijelaskan oleh Braggs
Law. Misalkan ada dua pantulan sinar dan . Secara matematis sinar tertinggal dari
sinar sejauh SQ+QT yang sama dengan 2d sin secara geometris. Agar dua sinar ini dalam
fasa yang sama maka jarak ini harus berupa kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang
sinar . Maka didapatkanlah Hukum Bragg: 2d sin = n. Secara matematis, difraksi hanya
terjadi ketika Hukum Bragg dipenuhi. Secara fisis jika kita mengetahui panjang gelombang
dari sinar yang membentur kemudian kita bisa mengontrol sudut dari benturan maka kita bisa
menentukan jarak antar atom. Persamaan ini adalah persamaan utama dalam difraksi. Secara
praktis sebenarnya nilai n pada persamaan Bragg diatas nilainya 1. Sehingga cukup dengan
persamaan 2d sin = . Dengan menghitung d dari rumus Bragg serta mengetahui nilai h, k,
l dari masing-masing nilai d, dengan rumus-rumus yang telah ditentukan tiap-tiap bidang
kristal kita bisa menentukan latis parameter (a, b dan c) sesuai dengan bentuk kristalnya.
XRD dapat digunakan untuk menginvestigasi material kristalin. Teknik difraksi
memanfaatkan radiasi yang terpantul dari berbagai sumber seperti atom dan kelompok atom
dalam kristal. Metode yang sering digunakan untuk menganalisa struktur kristal adalah
metode Scherrer. Ukuran kristallin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar X
yang muncul. Metode ini sebenarnya memprediksi ukuran kristallin dalam material, bukan
ukuran partikel. Jika satu partikel mengandung sejumlah kritallites yang kecil-kecil maka
informasi yang diberikan metode Schrerrer adalah ukuran kristallin tersebut, bukan ukuran
partikel. Untuk partikel berukuran nanometer, biasanya satu partikel hanya mengandung satu
kristallites. Dengan demikian, ukuran kristallinitas yang diprediksi dengan metode Scherrer
juga merupakan ukuran partikel. Berdasarkan metode ini, makin kecil ukuran kristallites
maka makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan, seperti diilustrasikan pada Gambar 2.
Kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan puncak difraksi yang
mendekati sebuah garis vertikal. Kristallites yang sangat kecil menghasilkan puncak difraksi
yang sangat lebar. Lebar puncak difraksi tersebut memberikan informasi tentang ukuran
kristallites. Hubungan antara ukuran ksirtallites dengan lebar puncal difraksi sinar X dapat
diproksimasi dengan persamaan Schrerer (Abdullah : 2008).
6.
Itoh, Y. Abdullah, M and Okuyama, K,. J. Mater. Res. 19, 1077, 2004.
7.
P. Scherrer, Bestimmung der Grsse und der inneren Struktur von Kolloidteilchen
mittels Rntgenstrahlen, Nachr. Ges. Wiss. Gttingen 26 (1918) pp 98-100.
8.
J.I. Langford and A.J.C. Wilson, Scherrer after Sixty Years: A Survey and Some New
Results in the Determination of Crystallite Size, J. Appl. Cryst. 11 (1978) pp 102-113.
http://www.directvacuum.com/pdf/what_is_sputtering.pdf
www.angstromsciences.com/magnetron-sputtering-deposition
http://ece.uwaterloo.ca/~bcui/