Anda di halaman 1dari 10

Makalah Pengantar Penginderaan Jauh

SUPERVISED CLASSIFICATION (KLASIFIKASI TERBIMBING)

Oleh :

Nur Fathanah 1405108010055

Zakiyah Khairani Siregar 1405108010061

Rahmi Mulyana 1405108010032

Faisal Adiansyah 1405108010010

Hendri Gunawan 1405108010042

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2016

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah penginderaan jauh tentang klasifikasi terbimbing
(Supervised classification) dengan baik.
Adapun makalah klasifikasi terbimbing (Supervised classification) ini
telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak
lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah penginderaan jauh ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini tentang
klasifikasi terbimbing (Supervised classification) ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
.

Banda Aceh, Desember 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 2
2.1 Klasifikasi Citra........................................................................... 2
2.2 Defenisi Klasifikasi Terbimbing................................................. 3
2.3 Kriteria Sampel..................................................................... 4
2.4 Sistem atau Skema Klasifikasi.................................................. 4
BAB III PENUTUP........................................................................................ 6
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 6
3.2 Saran.............................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 7

I. PENDAHULUAN

3
I.1 Latar Belakang

Dalam penginderaan jauh dikenal adanya klasifikasi citra. Klasifikasi


secara kuantitatif dalam konteks multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses
mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan
peubah-peubah yang digunakan atau biasa disebut segmentasi (segmentation)
(Surati Jaya, 2010).

Klasifikasi Multispektral merupakan sebuah algoritma yang digunakan


untuk memperoleh informasi thematik dengan cara mengelompokkan suatu
fenomena/ obyek berdasarkan kriteria tertentu. Salah satu contoh hasil klasifikasi
multispektral adalah peta penutup lahan yang memberikan informasi mengenai
jenis penutup lahan ( vegetasi kerapatan tinggi yang berasosiasi dengan hutan,
semak belukar, tubuh air, vegetasi kerapatan rendah, lahan terbangun dan
lainnya).

Klasifikasi citra merupakan proses yang berusaha mengelompokkan


seluruh pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class (kelas), sedemikian hingga
tiap class merepresentasikan suatu entitas dengan properti yang spesifik.
Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua
klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi
tidak terbimbing (unsupervised classification).

I.2 Tujuan
Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
penginderaan jauh, juga diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
penginderaan jauh khususnya tentang klasifikasi terbimbing (supervised
classification) serta manfaatnya yang diperlukan dalam berbagai bidang.

II. PEMBAHASAN

4
II.1 Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra merupakan tahap terakhir dalam pengolahan citra. Proses
ini bertujuan untuk membagi daerah cakupan berdasarkan jenis objeknya dengan
cara menginterpretasi kenampakannya di atas citra dan menyatakannya dengan
simbol tertentu. Dari proses ini dapat dihasilkan suatu peta tematik yang sangat
berarti bagi keperluan perencanaan selanjutnya (Soenarmo,2009).
Proses pengklasifikasian citra satelit biasa dilakukan secara terawasi
(Supervised classification) dan tak terawasi (unsupervised classification). Pada
metode yang pertama, identitas dan lokasi dari suatu liputin lahan seperti lahan
seperti lahan pertanian, hutan dan perkotaan telah diketahui melalui pemeriksaan
lapangan atau interpretasi dari foto udara. Analisa diarahkan untuk
melokalisasikan tempat spesifiknya di citra dengan mencari sampel areanya
(training site). Pemilihan metode yang cocok untuk penentuan kelas dari piksel
tergantung pada sifat dari masukan data dan keluaran yang diharapkan. Metode
yang umum digunakan adalah :
a. Paralel Epipedum
Metode ini merupakan metode yang sering diigunakan. Harga rata-rata nilai
numerik piksel dari suatu training site dan harga titik tengahnya merupakan
informasi yang sangat penting. Harga ini didapatkan dari setiap training site
pada setiap band yang disertakan.
b. Jarak terdekat
Keputusan mengenai kelas setiap piksel didasarkan pada selisih nilai
pikselnya (jarak) terhadap nilai piksel rata-rata kelas yang diketahui. Jarak
cukup dihitung dengan rumus phytagoras.
c. Kemiripan maksimum
Cara ini membandingkan nilai piksel dengan nilai traning site dengan asumsi
bahwa sebaran pikselnya terdistribusi secara normal. Bila kemiripan nilai
maksimum, maka piksel tersebut akan dikelompokkan pada kelas tersebut.

II.2 Pengertian Klasifikasi Terbimbing / Klasifikasi Terseliab (Supervised


Classification)
Proses klasifikasi citra merupakan tahap terakhir dalam pengolahan citra.
Proses ini bertujuan untuk membagi daerah cakupan berdasarkan jenis objeknya

5
dengan cara menginterpretasikan kenampakannnya di atas citra dan
menyatukannya dengan simbol tertentu. Dari proses ini dapat dihasilkan suatu
peta tematik yang sangat berarti bagi keperluan perencanaan selanjutnya
(Soenarmo, 2009).
Proses klasifikasi multispectral dengan bantuan komputer masih dapat
dibedakan menjadi dua berdasaarkan tingkat otomatisnya. Salah satunya ialah
klasifiaksi terselia (supervised classification, atau klasifikasi terawasi, atau
klasifikasi terkontrol). Klasifikasi terselia meliputi sekumpulan alogaritma yang
didasari pemasukan contoh objek (berupa nilai spektral) oleh operator. Contoh ini
disebut sampel dan lokasi geografis kelompok piksel sampel ini disebutsebagai
daerah kontrol (trainig area). Sebelum sampel diambilm operator, analis atau
pengguna harus mempersiapkan sistem klasifikasi yang akan diterapkan, seperti
halnya klasifikasi manual. Dua hal penting yang harus dipertimbangkan dalam
klasifikasi ialah sistem klasifikasi dan kriteria sampel. Di samping itu, alogaritma
klasifikasi juga sangat menentukan. Pengambilan sampel secara digital oleh analis
pada dasarnya meerupakan cara melatih komputer untuk mengenali objek
berdasarkan kecenderungan spektralnya (Danoedoro, 2012).
Perlu juga dipahami di sini bahwa sebenarnya terdapat kesenjangan
persepsi mengenai sampel di antara analis dan komputer (perangkat lunak
pengolahan citra). Ketika analis melihat kelompok piksel paada citra yang
ditampilkan pada layar monitor maka analisi mengenalinya suatu objek objek
yang sudah diakrabinya, misalnya sungai, laut, pemukiman, lapangan sepak bola,
dan kompeks perumahan. Akan tetapi, perangkat lunak tidak dapat
mengenalinyasecara demikian karena analis mampu mengenaliu objek tersebut
dengan bantuan pengamatan empiris termasuk pengetahuan lokal mengenai
wilayah yang terekam pada citra. Di sisi lain, perangkat lunak hanya dapat diajari
untuk mengenalinya sebagai kumpulan piksel dengan julat nilai tertentu,
kemudian melakukan komputasi statistik seperti misalnya rerata, simpangan baku,
variansi, probabilitas, dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan
untuk menerjemahkan persepsi umum pengguna supaya lebih mendekati
persepsi yang dimiliki oleh perangkat lunak, yaitu sekedar nilai piksel. Di sinilah
arti penting pemahaman konseptual dalam melakukan pengambilan sampel
(Danoedoro, 2012).

6
II.3 Kriteria Sampel
Sama dengan metode penelitian ataupun survei yang lain, sampel haruslah
homogen. Homogenitas sampel dalam klasifikasi digital menunjukkan oleh
homogenitas nilai piksel pada tiap kelompok piksel yang dipilih. Artinya, nilai
simpangan baku kelompok piksel tiap sampel haruslah rendah untuk setiap
saluran. Cara termudah untuk mengambil piksel piksel murni (pure pixel). Pada
luasan yang homogen, pengambilan piksel murni dapat secara mudah dilakukan
dengan memilih piksel dibagian tengah kenampakan objek. Melalui penampilan
citra komposit warna yang baik, homogenitas objek dicerminkan oleh warna yang
seragam (Danoedoro, 2012).

2.4 Sistem atau Skema Klasifikasi


Klasifikasi multispektral secara langsung hanya dapat diterapkan untuk
pemetaan penutup lahan (land cover), bukan penggunaan lahan. Aspek
penggunaan lahan secara dedukif dapat diturunkan dari informasi penutup
lahannya, atau dengan cara lain melalui pemasukan informasi bantu atau ancirally
data (rotasi tanaman, citra multitemporal, faktor bentuk lahan, dan sebagainya).
Oleh karen itu, skema klasifikasi yang disiapkan harus berisi kelas kelas
penutup lahan (misalnya padi, jagung, hutan campuran, semak, padang rumput,
lahan terbuka, dan sebagainya); bukan penggunaan lahan (sawah, tegalan, hutan
lindung) karena aspekfungsi ini tidak dapat dipresentasikan secara langsung
melalui nilai piksel, kecuali untuk kasus kasus khusus (Danoedoro, 2012).
Berikut ini diagram alur proses klasifikasi secara terselia (supervised
classification) :

Pengembangan skema klasifikasi

(mis. penutup atua penggunaan lahan)

Pemilihan saluran spektral yang sesuai


(perhatikan variasi fenomena yang dikaji : banyak
daratan/vegetasi/urban, atau perairan)

Pemilihan metode / alogaritma klasifikasi


(mis. box, maximum likehood)

7
Pemilihan metode / alogaritma klasifikasi
(mis. box, maximum likehood)

Pemilihan sampel / daerah contoh

Sampel memuaskan?

Eksekusi klasifikasi
ya

Hasil klasifikasi memuaskan?


Pemrosesan pasca klasifikasi
(mis. filter mayoritas, class merging)

ya

Penyajian hasil

Gambar 2.1 Diagram alur proses klasifikasi secara terselia (supervised


classification) (Modifikasi dari Gao, 2010)
III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Klasifikasi citra merupakan kegiatan membuat hasil kenampakan citra terlihat


lebih sederhana, mudah dipahami dengan mengelompokkan suatu merupakan
pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class (kelas), sehingga setiap kelas
dapat menggambarkan suatu entitas dengan ciri-ciri tertentu.

8
2. Metode klasifikasi citra dibagi menjadi dua jenis yaitu kalsifikasi terbimbing
dan klasifikasi tak terbimbing.
3. Metode klasifikasi terbimbing yang mana melalui hasil pengolahan data yang
dilakukkan diperoleh nilai akurasi yang sempurna hal ini menunjukkan tidak
ada keterpisahan antara kelas satu dan lainnya.
4. Dalam melakukan pengambilan sampel sangat penting pemahaman
konseptual yaitu sampel haruslah homogen. Homogenitas sampel dalam
klasifikasi digital menunjukkan oleh homogenitas nilai piksel pada tiap
kelompok piksel yang dipilih.
5. Klasifikasi multispektral secara langsung hanya dapat diterapkan untuk
pemetaan penutup lahan (land cover), bukan penggunaan lahan.
6. Skema klasifikasi yang disiapkan harus berisi kelas kelas penutup lahan
(misalnya padi, jagung, hutan campuran, semak, padang rumput, lahan
terbuka, dan sebagainya); bukan penggunaan lahan (sawah, tegalan, hutan
lindung) karena aspekfungsi ini tidak dapat dipresentasikan secara langsung
melalui nilai piksel, kecuali untuk kasus kasus khusus.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah dalam pengklasifikasian terbimbing ini


harus terhindar dari kesalahan sehingga tingkat akurasi akan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Danoedoro, P. 2012 Pengantar Pengunderaan Jauh Digital. ANDI, Yogyakarta


Gao, J. 2010. Digital Analysis of Remotely Sensed Imagery. McGrawHill, New
York
Sirait, A.O. 2011. Tinjauan Pustaka. [terhubung berkala]
http://repository.usu.ac.id. (20 Desember 2016).
Soenarmo,Sri., H. 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi
Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. ITB, Bandung

9
Surati Jaya, I.N. 2010. ANALISIS CITRA DIGITAL: Teori dan Praktik
Menggunakan ERDAS Imagine. Laboratorium Fisik Remote Sensing dan
GIS. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

10

Anda mungkin juga menyukai