Anda di halaman 1dari 22

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

MEASUREMENT THEORY
Disusun Oleh :
Kelompok 5 Kelas 9 C
Andry Kurniawan Mulyono

(02)

Dewo Yuan Satria

(05)

Nurrokhim Andayani

(17)

Sigit Luhur Pambudi

(24)

PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2015

I.

PENTINGNYA PENGUKURAN
Pengukuran merupakan bagian yang signifikan dalam proses ilmiah.
Pengukuran dibuat, sebagaimana dilakukan pada akuntansi, karena data
kuantitatif dapat memberikan informasi yang lebih luas daripada data
kualitatif dalam banyak kasus. Disebabkan pengukuran atribut-atribut
yang melekat pada laporan akuntansi, seperti asset, income, dan
liabilities, adalah fungsi yang penting dalam akuntansi, ada baiknya lebih
dulu

dipahami

mengenai

teori

pengukuran

dan

sejumlah

asumsi

pengukuran dasar dalam akuntansi.


Norman R. Campbell, salah satu ahli yang pertama kali meletakkan
perhatian pada perkara pengukuran, dalam Symposium: Measurement
and Its Importance for Philosophy, menguraikan bahwa pengukuran
adalah the assignment of numerals to represent properties of material
systems other than numbers, in virtue of the laws governing these
properties. Dari sini dapat kita pahami bahwa dalam pengukuran
terdapat tiga hal mendasar: angka, properti atau karakteristik, dan aturan
yang menghubungkan keduanya.
Adapun Stanley Smith Stevens, seorang ahli teori ternama yang
telah mendalami area pengukuran dalam berbagai ilmu sosial, dalam
Mathematics, Measurement and Psychophysics, menunjuk pengukuran
sebagai assignment of numerals to objects or events according to rules.
Ada perbedaan dalam kedua pandangan ini. Campbell menarik garis
batas antara systems dan properties of those systems. Sistem-sistem
dalam definisi Campell adalah apa yang dimaksud Stevens sebagai
objects or events. Hal ini bisa meliputi rumah, meja, orang, aset, atau
jarak yang ditempuh. Properties, sementara itu, adalah aspek spesifik
atau karakteristik pada sistem seperti berat, panjang, ketebalan, atau
warna. Kita selalu mengukur properties dan bukan sistem itu sendiri, per
se. Menurut Godfrey, dalam hal tersebut, definisi Campbell lebih tepat
dibandingkan Stevens.
Definisi yang diutarakan Campbell mensyaratkan angka-angka
dilekatkan pada properties berdasarkan aturan yang mengendalikan
atau memengaruhi properties, sedangkan definisi Stevens hanya butuh
2

untuk meletakkan angka-angka itu sesuai dengan aturan. Namun Robert


R. Sterling tidak sependapat dengan lebarnya definisi dari Stevens
tersebut. Ia berpendapat, One needs restrictions upon the kind of rule
that can be used. Jika tidak demikian, assignment of numbers apapun
bisa dikatakan sebagai pengukuran. Dalam pemahaman yang biasa
mengenai pengukuran, aturan semantik (definisi operasional) digunakan
dan menjadi penghubung angka dengan property (atas objek atau
peristiwa) untuk diukur. Ketika aturan semantik digunakan pada angka
untuk diatribusikan pada objek maupun peristiwa sedemikian rupa
sehingga hubungan di antara objek atau peristiwa selaras dengan
hubungan matematis, sebuah skala telah terbentuk dan property tersebut
telah diukur.
Dengan demikian, ketika kita mengatakan bahwa X diukur berarti
bahwa angka telah dilekatkan padanya, di mana X adalah sebuah
karakteristik

(property)

dari

sesuatu,

dengan

aturan-aturan

yang

memengaruhi karakteristik tersebut. Sebagai contoh, jika X adalah income


dari sebuah perusahaan, angka seperti $1.6 miliar telah dilekatkan sesuai
dengan aturan-aturan akuntansi yang mengatur mengenai penentuan
income. Sistem dari angka yang juga dilekatkan, dalam hal ini mata uang
dolar, menunjukkan hubungan relatif antara $1.6 miliar dengan figur
income yang lainnya.
Ketika

dilakukan

percobaan

bahwa

hubungan

dalam

tataran

matematis berkorelasi dengan hubungan pada objek atau peristiwa, maka


pengukuran atas aspek terkait objek atau peristiwa tersebut telah terjadi.
Dalam akuntansi kita mengukur laba dengan menetapkan suatu
nilai pada modal lalu menghitung laba sebagai perubahan modal pada
suatu periode setelah pembukuan semua peristiwa ekonomi yang
mempengaruhi kekayaan perusahaan.
II.

SKALA
Pengukuran membentuk skala. Dalam arti, setiap pengukuran dibuat
dalam sebuah skala, dan seperangkat pengoperasian yang digunakan
untuk melekatkan angka-angka membentuk skala.
3

Skala menunjukkan infoemasi apa yang direpresentasikan oleh


angka-angka, sehingga memberi arti pada angka-angka tersebut. Jenis
skala tergantung dari aturan semantic yang digunakan. Menurut Stevens,
skala dapat dijelaskan secara umum sebagai nominal, ordinal, interval,
dan rasio. Klasifikasi ini berasal dari pengujian struktur kelompok
matematis dari skala tersebut. Struktur matematis ditentukan dengan
mempertimbangkan jenis transformasi yang menjadikan struktur dari
skala tidak berubah.

Skala Nominal
Dalam skala nominal, angka hanya digunakan sebagai label.
Stevens mencontohkannya seperti nomor yang ada pada pemain sepak
bola.
Banyak ahli teori yang tidak

sepakat bahwa skala

nominal

mempresentasikan pengukuran. Warren S. Torgerson mengungkapkan


dalam Theory and Methods of Scaling bahwa dalam pengukuran angka
yang digunakan merujuk pada jumlah relatif atau derajat dari sebuah
property yang dimiliki oleh objek, dan bukan objek itu sendiri. Sementara
itu, dalam skala nominal yang berbeda itu, angka merujuk pada objek
atau kelas objek. Dalam artian bahwa objeklah yang diberi nama atau
diklasifikasikan.
Skala nominal merepresentasikan klasifikasi, yang mana bukan
makna dari pengukuran dalam penggunaan istilah tersebut. Sebagaimana
diutarakan Torgerson, pengukuran merujuk pada property dari objek,
sedangkan

dalam

skala

nominal

angka

seringkali

hanya

merepresentasikan objek dimaksud, seperti penomoran pemain pada timtim olahraga. Dalam akuntansi, penggunaan skala nominal ditemui pada
pengklasifikasian aset dan kewajiban ke dalam kelas-kelas yang berbeda.
Skala Ordinal
skala ordinal merupakan skala yang menetapkan suatu angka ke
dalam peringkat yang mengindikasikan preferensi. Namun, derajat
4

preferensi di antara peringkat-peringkat tersebut tidak harus sama. Suatu


skala ordinal dibuat ketika suatu operasi menggolongkan objek dalam hal
yang berkenaan dengan sifat yang diberikan. Sebagai contoh, seorang
investor

memiliki

tiga

peluang

investasi

yang

memungkinkan.

Investasinya diperingkat 1, 2, 3 berdasarkan nilai bersih saat ini (NPV),


dengan peringkat 1 yang tertinggi dan yang terendah peringkat 3. Operasi
(dalam hal ini kalkulasi NPV) menciptakan skala ordinal, yang mana
berupa suatu set angka yang merujuk kepada alternatif investasi. Angkaangka tersebut mengindikasikan urutan dari ukuran besarnya NPV dari
pilihan-pilihan dan profitabilitasnya.
Kelemahan skala ordinal adalah bahwa interval antara bilanganbilangan tersebut (1 ke 2, 2 ke 3, dan 1 ke 3) tidak menunjukkan apapun
mengenai perbedaan kuantitas dari property yang ia representasikan.
Kelemahan lainnya adalah bahwa angka-angka tersebut tidak memberi
arti seberapa besar atribut yang ada pada objek.
Torgerson

juga

berpendapat

bahwa

beberapa

skala

ordinal

mempunyai apa yang disebut sebagai a natural zero point. Titik nol
natural ini bisa sebagai titik netral di mana, mengambil contoh
sebelumnya, pada satu arah tertentu merupakan alternatif investasi
dengan profit yang diinginkan dan pada arah yang lain adalah alternatif
yang tidak menguntungkan. Bilangan pada opsi-opsi tersebut pada satu
sisi zero point memundaki tanda positif, sementara di sisi lainnya
bertanda negatif.
Skala Interval
Skala interval menyajikan informasi yang lebih lengkap daripada
skala ordinal. Tidak hanya skala interval mempunyai peringkat untuk
objek (dan karakteristiknya), namun ia juga memiliki jarak di antara
interval-interval pada skala yang mana adalah sama dan diketahui. Titik
nol juga dikenal pada skala ini. Contoh yang cukup baik adalah derajat
Celsius. Interval temperatur yang sama dinotasikan dengan ekspansi
volume yang sama dengan sebuah titik nol yang disetujui. Diferensiasi
suhu terbagi antara membeku dan mendidih ke dalam 100 derajat,
dengan titik beku ditetapkan sebagai nol derajat. Jika suhu dua ruangan
5

diukur menggunakan termometer Celsius dan memberikan nilai 22 dan 30


derajat, kita dapat mengatakan tidak hanya ruangan kedua lebih panas,
tapi juga delapan derajat lebih panas suhunya. Perbedaan dalam angka
dapat diterjemahkan secara langsung sebagai perbedaan karakteristik
antar objek.
Namun demikian, skala interval pun mempunyai kelemahan. Titik
nol pada skala ini tidak secara baik dibangun. Sebagai contoh, kita
mengukur tinggi sekelompok orang dalam skala interval dan memberikan
angka pada masing-masing orang sesuai tingginya dengan mengacu pada
tinggi rata-rata dalam kelompok tersebut. Nilai rata-rata ini menjadi titik
nol pada skala tersebut. Jika A memiliki tinggi 3cm di atas rata-rata maka
dapat kita sematkan angka pada A +3, dan bila B mempunyai tinggi 5cm
lebih rendah daripada rata-rata, maka kita beri ia -5. Dalam skala seperti
ini kita tidak dapat mengetahui berapa sebenarnya tinggi baik A maupun
B dalam pengertian absolut. B bisa saja terpendek di dalam kelompok
tersebut, namun mungkin saja anggota lainnya adalah para pemain
basket.
Dalam akuntansi, seperti yang diutarakan oleh Richard Mattessich
dalam Accounting and Analytical Methods, pengukuran dengan skala
interval dapat dijumpai pada standard cost. Standar tersebut bisa saja
berdasarkan kinerja yang teoretis, rata-rata, praktis, atau normal.
Disebabkan pilihan ini kurang lebih semaunya, perhitungan standar
biaya dan variansnya membentuk skala interval. Jika variasinya nol,
mengindikasikan netralitas, tapi titik ini dipilih secara bebas.

Skala Rasio
Skala rasio memberikan infomasi yang paling banyak. Skala rasio
adalah skala di mana:
a. Urutan peringkat dari objek ataupun peristiwa (property) diketahui
b. Interval di antara objek sama dan diketahui
c. Terdapat sebuah sumber yang unik, sebuah titik nol natural, di mana
jarak darinya untuk setidaknya satu objek diketahui.
6

Contoh paling baik dari skala rasio adalah pengukuran panjang.


Ketika A terukur 10 meter dan B adalah 20 meter, dapat dikatakan bahwa
tidak hanya B 10 meter lebih panjang daripada A namun juga dua kali
lebih panjang daripada A. rasio dari angka tersebut juga secara langsung
terinterpretasi sebagai rasio dari kuantitas property yang diukur. Dengan
demikian, masuk akal biala dikatakan bahwa A adalah setengan dari B,
atau B dua kali lebih panjang dari A, namun tak bisa dikatakan bahwa 40
derajat Celsius dua kali lebih panas daripada 20 derajat Celsius.
Contoh skala rasio dalam akuntansi adalah penggunaan mata uang,
dalam hal ini dolar, untuk merepresentasikan biaya dan nilai (value). Jika
suatu aset A biayanya adalah $10 000 sementara cost aset B adalah $20
000, kita dapat menyatakan bahwa B berbiaya dua kali lebih besar
daripada biaya aset A. ada titik nol natural, karena 0 menyatakan
ketiadaan biaya atau value, sebagaimana 0 pada panjang berarti tidak
ada panjang sama sekali.
III.

OPERASI SKALA YANG DAPAT DILAKUKAN


Tidak semua skala yang telah disebutkan sebelumnya dapat
diproses ke dalam operasi aritmatika. Skala rasio memungkinkan untuk
semua operasi aritmatika dasar: penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, aljabar, geometri analitik, kalkulus, dan statistik. Dalam
sebuah skala rasio terdapat invarian (tetap) atas seluruh transformasi
ketika dikalikan dengan sebuah konstanta. Sebagai contoh:
'

X =cX
Bila X merepresentasikan seluruh titik pada skala tertentu, dan
masing-masing titik dikalikan dengan sebuah konstanta c, hasil dari X
juga adalah skala rasio. Sebabnya adalah karena struktur sebuah skala
adalah:
a. Urutan peringkat titik-titik tersebut tidak berubah
b. Rasio dari titik-titik tersebut tidak berubah
c. Titik nol tidak berubah
Hal ini berarti bahwa bila sebuah ruangan terukur panjangnya
sebesar 400 centimeter dan kemudian angka tersebut dikonversi menjadi
7

4 meter dengan mengalikannya dengan konstanta 1/100, maka panjang


ruangan

teteap

tidak

akan

berubah,

meskipun

angka

yang

merepresentasikannya berubah.
Invarians dari skala seperti ini menunjukkan sejauh mana sebuah
teori

atau

aturan

pada

dasarnya

adalah

sama,

meskipun

skala

digambarkan dalam unit yang berbeda, seperti dari centimeter ke meter


atau dari dolar nominal ke dolar konstan. Perubahan invarian dari skala
rasio akan tetap sama bentuk hubungan antara variabel-variabelnya.
Tanpa invariant, dimungkinkan untuk mengetahui bahwa X dua kali
lebih panjang dari Y ketika diukur dalam centimeter, namun tiga kali lebih
panjang ketika diukur dalam meter. Dalam akuntansi skala current cost
adalah varian dari skala historical cost, karena atribut yang diukur
berbeda. Ketika mesin A diukur dalam historical cost nilainya $90 000,
namun

saat

diukur

pengukurannya,

dalam

yakni

dolar,

current

cost

nilainya

digunanakan

pada

$110

000.

keduanya,

Unit

namun

skalanya berbeda: keduanya adalah varian. Namun mengubah dari skala


dolar nominal ke dalam skala daya beli dolar untuk atribut yang sama
(historical maupun current cost) akan membuat struktur tersebut invarian
atau tetap.
Dalam

skala

interval,

tidak

semua

operasi

aritmatika

bisa

dijalankan. Penambahan dan pengurangan bisa digunakan dalam hal


angka tertentu dan interval. Namun demikian, pengalian dan pembagian
tidak dapat digunakan untuk angka tertentu, hanya pada interval.
Sebabnya adalah karena kondisi dari varian. Sebuah skala interval adalah
invariant dalam transformasi linear pada bentuk
X ' =cX +b
Transformasi dari skala interval untuk mengukur suatu property
yang spesifik ke skala interval lainnya untuk mengukur property yang
sama dilakukan dengan mengalikan setiap titik pada skala X yang
pertama dengan konstanta c dan menambahkannya dengan konstanta b.
adanya konstanta b disebabkan karena dalam skala interval tidak ada titik
nol absolut. Sebagai contoh, untuk mengubah temperature dari skala
Celsius ke Fahrenheit, kita mengalikan masing-masing derajat dengan 9/5
8

dan menambahkannya dengan 32. Angka 9/5 digunakan karena Celsius


mempunyai 100 derajat sementara Fahrenheit berskala 180 derajat.
Adapaun 32 ditambahkan karena ia adalah titik beku untuk Fahrenheit
yang merupakan zero point dalam skala tersebut.
Kondisi invarian menunjukkan bahwa dapat dilakukan pengalian dan
pembagian dalam hal interval, namun operasi aritmatika ini tidak dapat
digunakan untuk angka tertentu dalam skala. Sebutlah transformasi
berikut
X ' = X +10
Anggaplah objek berada pada titik 3 dan 6 pada skala X.
Mengubahnya ke dalam X, diperoleh angka 13 dan 16. Rasio antara 13
dan 16 tidak sama dengan rasio antara 3 dan 6 karena penambahan
konstanta tersebut. Pengalian dan pembagian (rasio) dengan demikian
tidak praktis untuk angka tertentu. Sehingga bila Bruce mendapat nilai 90
untuk mata kuliah Akuntansi sementara Clark memperoleh nilai 45 tidak
berarti bahwa Bruce dua kali lebih paham dibandingkan Clark dalam mata
kuliah tersebut. Alasannya adalah karena tidak ada natural zero point
dalam hal tersebut. Bahkan bila seorang mahasiswa mendapatkan nilai 0
pada ujiannya, tidak dapat dikatakan ia tidak memiliki pemahaman sama
sekali dalam mata kuliah bersangkutan. Dalam kasus ini, hanya dapat
dikatakan Bruce lulus ujian sementara Clark gagal, namun tidak dapat
membandingkan secara komparatif jumlah pemahaman dengan angkaangka tersebut. Demikian pula, bila varian kuantitas adalah $5000
favourable, dengan perbandingan varian bulan lalu sebesar $10 000
favourable, tidak dapat dikatakan penggunaan bahan baku bulan ini
setengah kali efisien dibandingkan bulan lalu.
Dalam skala ordinal, tidak ada operasi artimatika yang bisa
digunakan. Padanya tidak dapat dilakukan penambahan, pengurangan,
pengalian, maupun pembagian pada bilangan atau interval skala tersebut.
Skala ordinal, dengan demikian, hanya membawa sedikit informasi.
IV.

JENIS-JENIS PENGUKURAN

Proses pengukuran pada dasarnya sama dengan pendekatan ilmiah


pada teori konstruksi dan pengujian. Pertanyaan tentang pengujian teori
berhubungan

dengan

pertanyaan

tentang

perbedaan

jenis-jenis

pengukuran. Campbell membagi jenis pengukuran kedalam dua jenis yaitu


pengukuran fundamental dan turunan. Menurut Campbell, pengukuran
bisa diakui hanya ketika ada konfirmasi teori-teori empiri (hukum) untuk
mendukung pengukuran. Selain itu, tipe pengukuran yang lebih jauh
adalah pengukuran fiat, yang diungkapkan oleh Togerson, menjadi
tambahan atas pengukuran fundamental.
Pengukuran Fundamental (Fudamental Measurement)
Pengukuran fundamental merupakan pengukuran dimana angkaangka dapat ditentukan pada hal dengan mengacu pada hukum alam dan
tidak bergantung pada pengukuran variabel apapun. Misalnya: panjang,
hambatan listrik, nomor, dan volume merupakan hal-hal yang dapat
diukur secara fundamental. Sebuah skala rasio bisa diformulasikan pada
tiap-tiap

benda

sebagai

hukum

dasar

yang

dihubungkan

dengan

pengukuran yang berbeda (jumlah) pada benda-benda yang sudah ada.


Interpretasi angka-angka bergantung pada teori empiris yang telah diuji
yang mempengaruhi operasi pengukuran.
Seperti

dijelaskan

sebelumnya,

sifat

yang

mendasar

dalam

pengukuran adalah yang berkaitan dengan penjumlahan karena dapat


dengan mudah dipahami dengan operasi aritmatika atau ilmu hitung.
Sebagai contoh, penjumlahan panjang objek X dan panjang objek Y, dapat
disamakan dengan operasi penempatan dua balok kayu lurus dari ujung
ke ujung, dimana salah satu balok mempunyai panjang yang sama
dengan X dan yang satu memiliki panjang yang sama dengan Y. Secara
fisik kita dapat menentukan berapa total panjang X dan Y.
Pengukuran Turunan (Derived Measurement)
Menurut Campbell, pengukuran turunan merupakan pengukuran
yang bergantung dari pengukuran dua atau lebih besaran lain. Contohnya
adalah pengukuran masa jenis, yang bergantung pada pengukuran massa
dan volume. Operasi pengukuran turunan bergantung pada hubungan
yang sudah diketahui dengan ha-hal mendasar lainnya. Adanya hubungan
10

seperti ini didasarkan pada teori emperis yang telah disepakati dan
dikaitkan dengan sifat-sifat lainnya. Operasi matematika dapat dilakukan
pada bilangan-bilangan yang berasal dari pengukuran turunan karena
adanya kesamaan antara operasi secara matematika dan fisik pada halhal yang mendasar.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat jenis pengukuran,
seperti pengukuran suhu, yang hanya bergantung pada satu bahkan dua
atau lebih besaran. Untuk mengukur suhu perlu mengukur tekanan,
volume atau resistansi

elektrik. Meski demikian, pengukuran selalu

didasarkan pada hukum alam.


Saat ini, ilmuan menaruh perhatian lebih terhadap banyaknya
hubungan yang sudah diketahui dengan adanya di antara sifat-sifat yang
berbentuk fisik. Namun cara berpikir seperti ini tidak dapat dikatakan
sebagai cara berpikir ilmuwan sosial, sebab tidak ada kesepakatan
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan apa yang disebut sifat-sifat
yang mendasar seperti yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam
akuntansi misalnya, contoh pengukuran turunan adalah keuntungan,
diturunkan dari penjumlahan dan pengurangan atas pendapatan dan
beban.
Pengukuran Fiat (Fiat Measurement)
Jenis pengukuran ini terdapat dalam ilmu sosial dan akuntansi,
dengan

menggunakan

pengertian-pengertian

yang

berkaitan

untuk

dihubungkan dengan hal-hal yang dapat diamati dengan pasti (variabel)


pada konsep yang telah ada, tanpa perlu teori yang teruji untuk
mendukung hubungan tersebut. Sebagai contoh, dalam akuntansi kita
tidak tahu bagaimana mengukur konsep keuntungan secara langsung.
Sehingga, kita mengasumsikan variabel pendapatan, laba, beban, dan
kerugian untuk dihubungkan dengan konsep keuntungan dan dapat
digunakan untuk mengukur keuntungan secara tidak langsung. Kita
menggunakan pengertian/definisi yang berkaitan untuk menghubungkan
variable

dengan

konsep

Namun,

berdasarkan

pengukuran dapat dilakukan apabila terdapat

klasifikasi

Campbell,

teori-teori emperis yang

mendukung. Atas dasar tersebut, maka banyak pengukuran di ilmu sosial,


11

termasuk pengukuran keuntungan/profit tersebut tidak dapat disebut


sebagai sebuah pengukuran.
Untuk

membenarkan

pengukuran

di

ilmu

sosial,

Torgerson

mengomentari salah satu kategori pengukuran lainnya harus ditambahkan


pada

daftar

Pengukuran

Campbell,
tersebut

yaitu

pengukuran

mencakup

fiat

pengukuran

(fiat

measurement).

dengan

berdasarkan

pengertian yang berkaitan (seperti pada contoh pengukuran keuntungan).


Torgerson

menyatakan

bahwa

yang

menjadi

permasalahan

utama

pengukuran berdasar fiat, karena tidak adanya pada teori yang telah ada
(kuat) yang dapat dijadikan acuan, adalah banyaknya cara skala-skala
dapat dibuat atau dikembangkan. Sebagi contoh dalam akuntansi,
berbagai

dewan

standar

akuntansi

menetapkan

skala

akuntansi

berdasarkan fiat, tidak mengacu pada teori pengukuran yang teruji.


Kembali ke contoh awal, apakah kita mengetahui bahwa cara khusus
mengukur keuntungan adalah valid? Bisa jadi satu diantara seratus cara
untuk mengukur keuntungan dan selama cara yang kita gunakan tidak
berdasarkan teori yang teruji, tidak ada alasan yang baik untuk meyakini
hasilnya.
Salah satu alasan perlunya pendekatan pengukuran untuk formulasi
teori akuntansi adalah dengan harapan apabila teori akuntansi dapat
secara empiris teruji, pengukuran secara fiat dapat menjadi pengukuran
yang

mendasar

dan

seseorang

dapat

lebih

yakin

terhadap

hasil

pengukuran.
Untuk dapat menguji keabsahan pengukuran, maka para ilmuwan
sosial telah berupaya mengaitkan sifat-sifat berdasarkan hasil studi
dengan variabel-variabel lain hingga akhirnya dapat diketahui apakah
keabsahan

pengukuran tersebut bermakna atau tidak. Dengan cara

seperti ini, kita dapat mengetahui adanya korelasi positif yang sangat
tinggi,

sehingga

mampu

memberikan

pengukuran tertentu.
V.

KEANDALAN DAN AKURASI

12

keyakinan

dalam

operasi

Apa yang dimaksud dengan keandalan dan ketepatan dari kegiatan


pengukuran?

Untuk

menjawab

pertanyaan

tersebut,

kita

harus

menyatakan terlebih dahulu bahwa tidak ada pengukuran yang bebas dari
kesalahan kecuali perhitungan. Kita dapat menghitung jumlah kursi di
ruangan tertentu dengan benar. Tetapi semua pengukuran mengandung
kesalahan satau eror.
Sumber Kesalahan
Operasi

pengukuran

dinyatakan

tidak

jelas.

Ketentuan

di

dalam

menentukan jumlah sifat-sifat tertentu biasanya terdiri dari serangkaian


operasi. Serangkaian operasi tidak dapat dijelaskan secara akurat dan
oleh karenanya dapat juga diinterpretasikan secara tidak akurat oleh
pengukur. Sebagai contoh misalnya, penghitungan pendataan mencakup
berbagai operasi seperti klasifikasi dan alokasi antara aset dan
pengeluaran yang sering diinterpretasikan secara beragam oleh akuntan
yang lain. Salah satu alasan lainnya adalah tidak jarang kesesuaian
operasi matematik tidak selaras

dengan hubungan aktual sifat-sifat

yang diukur.
Pengukur. Pengukur mungkin salah menafsirkan aturan, menjadi bias,
atau menerapkan atau membaca instrumen dengan tidak benar. Sebagai
contoh, apabila sepuluh orang mengukur panjang suatu ruangan, ada
kemungkinan akan menghasilkan sepuluh hasil yang berbeda, yang
mungkin hampir sama, tetapi tetap saja berbeda satu dengan yang lain.
Instrumen. Banyak operasi membutuhkan penggunaan alat fisik, seperti
penggaris atau termometer atau barometer, yang mungkin cacat.
Terdapat potensi kesalahan bahkan ketika alat yang digunakan bukan
alat fisik, sebagai contoh: diagram, grafik, tabel atau indeks harga.
Lingkungan. Keadaan/kondisi di mana pengukuran akan dilakukan dapat
mempengaruhi hasil. Kita dapat mengambil contoh adalah kebisingan.
Kebisingan ketika pengukuran dapat mempengaruhi pengukurnya, atau
dalam akuntansi bisa diambil contoh tekanan dari manajemen dapat
mempengaruhi atas keputusan dari akuntan.
Atribut yang tidak jelas. Apa yang akan diukur mungkin tidak jelas,
terutama jika pengukuran melibatkan suatu konsep yang tidak dapat
diukur secara langsung. Sebagai contoh ketika kita hendak mengukur
13

kemampuan

mekanikal

seseorang.

Apa

yang

kita

lihat

dalam

mengukurnya? Faktor kemaskulinitasnya atau kah jam terbangnya.


Atribut ini sulit untuk didefinisikan. Pengukuran hanya dapat disimpulkan
secara tidak langsung dari berbagai respon yang ada.
Resiko dan Ketidakpastian. Hal ini berkaitan dengan

distribusi

pengembalian aset berwujud/ rasio pengembalian pada aset berwujud.


Sebagai contoh pengembalian masa depan atas aset berwujud seperti
bangunan dan peralatan adalah sangat beresiko tapi mereka (kurang
atau lebih) bersifat homogen dan harganya dapat diobservasi. Resiko ini
timbul karena memperkirakan belum tentu ada kepastian, dapat tidak
sesuai harapan. Dari ketidakpastian inilah maka resiko timbul.
Jika

semua

pengukuran

kecuali

menghitung

secara

inheren

mengakibatkan kesalahan, maka yang kita butuhkan adalah untuk


menetapkan batas kesalahan yang diterima. Jika pengukuran masih dalam
batas-batas ini maka dapat dianggap benar dan adil dalam hal akuntansi.
Pengukuran yang dapat diandalkan
Apa yang dimaksud dengan pengukuran handal? Keterhandalan erat
kaitannya dengan konsistensi yang telah terbukti pada setiap operasi
untuk memperoleh hasil-hasil yang memuaskan atau hasil-hasil (jumlah)
nya sendiri dalam pemakaian tertentu. Dalam statistik, keterhandalan
memerlukan pengukuran yang dapat diulang atau hasilkan ulang, karena
itu, perlu dibuktikan konsistensinya.
Keterhandalan dapat dianggap bertentangan dengan variabilitas.
Dalam

SAC 3 paragraf 16 dinyatakan bahwa: Kehandalan dalam

informasi finansial dapat ditentukan berdasarkan tingkat hubungan antara


informasi apa yang melibatkan pengguna dan penetapan transaksi serta
kejadian-kejadian yang timbul, diukur dan dipaparkan. Informasi yang
dianggap

handal

adalah

informasi

yang

tanpa

bias

dan

dapat

menggambarkan transaksi dan kejadian-kejadian.


Gagasan kehandalan menggabungkan dua aspek: keakuratan dan
kepastian pengukuran, serta keakuratan penjelasan yang digambarkan
dikaitkan dengan penentuan transaksi ekonomi dan kejadian-kejadian
lainnya. Aspek pengukuran erat kaitannya dengan ukuran kecermatan
14

(presisi). Istilah kecermatan kerap digunakan dalam dua konteks. Pertama,


dikaitkan

dengan

angka/bilangan,

dimana

merupakan

lawan

dari

perkiraan. Misalnya angka 90.4 dianggap lebih akurat dari angka 90.
Kedua, berkaitan dengan operasi pengukuran, dimana yang menjadi
permasalahannya berkaitan dengan:

Tingkat pembaharuan operasi atau kinerja.

Persetujuan

tentang

hasil-hasil

diantara

penggunaan

operasi

pengukuran yang diulang sebagaimana yang diaplikasikan pada sifatsifat tertentu.


Pengertian terakhir seperti ini sama dengan keterhandalan. Secara
bersamaan dari kedua istilah tersebut, kita dapat menyatakan bahwa
keterhandalan pengukuran erat kaitannya dengan presisi atau keakuratan
sehingga sifat-sifat khusus dapat diukur dengan melakukan serangkaian
operasi tertentu.
Pengukuran yang akurat
Meskipun

prosedur

pengukuran

mungkin

sangat

handal,

memberikan hasil yang sangat tepat, namun tidak mungkin menghasilkan


hasil yang akurat. Hasil yang konsisten, tepat dan handal tidak berarti
akan menghasilkan keakuratan. Alasanya

adalah akurasi berkaitan

dengan seberapa dekat pengukuran dengan nilai sebenarnya (true


value) dari atribut yang diukur. Panjang dan objek dapat ditentukan secara
akurat dengan membandingkan antara objek dengan standar yang
merepresentasikan nilai sebenarnya. Misalnya, kita dapat menggunakan
penggaris untuk ukuran panjang.
Masalahnya
sebenarnya

tidak

adalah

pada

diketahui.

beberapa

Untuk

pengukuran

menentukan

nilai

ketepatan

yang
dalam

akuntansi, kita perlu tahu atribut apa yang perlu kita ukur untuk mencapai
tujuan pengukuran. Tujuan dari akuntansi untuk menyajikan informasi
yang berguna. Oleh karena itu akurasi pengukuran berkaitan dengan
gagasan pragmatis tentang azas manfaat, tetapi akuntan tidak sepakat
pada apa yang dianggap spesifik, sehingga standar kuantitatiflah yang
ditetapkan. Perlu dipahami, seberapa pun pengulangan yang dilakukan
tidak dapat memastikan akurasi. Kita dapat menghitung biaya persediaan
15

dengan FIFO dan mengulang perhitungan ratusan kali dan mendapatkan


hasil yang sama. Namu, hal tersebut tidak berarti bahwa hasilnya adalah
akurat. Daripada menggunakan istilah akurasi yang mana lebih
berkaitan dengan ketepatan aritmatik, mungkin akan lebih bijaksana
menggunaknan istilah dalam ilmu sosial, yaitu validitas.
VI.

PENGUKURAN DALAM AKUNTANSI


Di dalam akuntansi, konsep pengukuran berasal dari konsep
pengukuran

modal

dan

laba.

Sesuai

dengan

standar

akuntansi

internasional yang berlaku sekarang, laba dapat diukur dari perubahan


modal selama periode tertentu dari semua aktivitas, yang termasuk di
dalamnya kenaikan dan penurunan fair value net assets, diluar transaksi
dengan pemilik modal. Modal diukur dari fair value net assets dan net
liabilities. Itu berarti kita harus mengukur nilai modal awal, jumlah income
yang diterima, jumlah penggunaan modal, dan perubahan fair value net
assets. Peningkatan modal selama satu periode tertentu digunakan untuk
mengukur

jumlah

laba

dari

berbagai

sumber

termasuk

operasi

perusahaan dan pengukuran kembali modal. Penyajian kembali fair value


dari net assets merupakan modal awal pada periode berikutnya.
Pendekatan

pengukuran

ini

berbeda

dengan

pendekatan

pengukuran yang digunakan sebelum standar akuntansi internasional


diperkenalkan. Pendapatan (revenue) yang diterima ditandingkan dengan
net assets yang digunakan dalam satu periode dan jika income lebih
besar dari penggunaan modal bersih (atau expenses), maka terjadi
peningkatan dalam modal. Laba tidak diperoleh sampai nilai historis
modal awal dipertahankan dan laba direalisasikan. Ini berarti, modal
selalu dicantumkan sesuai dengan nilai historisnya dan perubahan aktiva
bersih tidak dianggap sebagai keuntungan. Maka, dapat dilihat bahwa
penentuan laba sangat tergantung pada bagaimana kita mengukur modal
awal dan bagaimana kita mengukur beban dan alokasi modal. Dapat
dilihat juga bahwa konsep penilaian modal dalam akuntansi telah
berkembang dari waktu ke waktu yang menghasilkan beberapa konsep

16

pengukuran biaya modal dan beberapa konsep profit. Suatu gambaran


sejarah singkat akan menggambarkan hal ini.
Dalam seribu tahun pertama Masehi, struktur ekonomi diwakili oleh
desentralisasi,

dengan

kekuasaan.

Tujuan

akuntansi

adalah

untuk

menghitung dan menjaga aset pengurus menggunakan sistem pencatatan


tunggal. Di bawah sistem ini, modal diukur sebagai persediaan tanah,
hewan dan hasil pertanian dengan tujuan produksi output (pendapatan)
untuk makanan. Modal biasanya tidak diukur secara finansial tetapi hanya
dengan perhitungan sederhana dan terperinci.
Setelah perang salib ke Holy Land pada abad kesebelas, pembukaan
rute perdagangan Timur Tengah dan Asia menciptakan permintaan
terhadap barang-barang dagangan (sutra, rempah-rempah, karpet). Kotakota perdagangan di Italia berperan utama dalam pengangkutan tentara
salib ke Holy Land dan kembali dengan barang dagangan. Kegiatan ini
membutuhkan

modal

usaha.

Profit

didasarkan

pada

kembalinya

(biasanya) sebuah kapal yang berlayar, yang dibiayai oleh mitra usaha
dan dihitung setelah mengembalikan modal awal. Dengan demikian,
modal akhir diukur sebagai akumulasi kekayaan dari usaha individu
ditambah modal awal. Dari sudut pandang pemegang saham, profit
direpresentasikan sebagai peningkatan kekayaan. Selain itu, penggunaan
sistem penomoran Arab secara bersamaan dengan konsep modal yang
dapat dikembalikan menyebabkan evolusi akuntansi double-entry. Sistem
ini digunakan secara luas oleh para pedagang Italia dari abad kedua belas
sampai abad keenam belas dan pertama kali didokumentasikan oleh Luca
Pacioli sebagai System of Venice pada tahun 1494.
Pada abad ke delapan belas di Inggris terlihat perkembangan joint
stock companies dengan kewajiban terbatas, manajemen yang terpisah,
dan saham yang dapat dipindahtangkankan. Sejumlah perusahaan yang
dinyatakan pailit, mengakibatkan kerugian besar kepada kreditur, yang
pada akhirnya, menyebabkan pengenalan terhadap The 1844 Joint Stock
Companies Regulation and Registration Act. Aturan ini menekankan
perlindungan kreditur dan penilaian akuntansi konservatisme. Dengan
demikian, definisi dari modal yang diperoleh bergerak ke arah capital
17

creditor dan menghasilkan sebuah konsep the lower cost and market
value sebagai prinsip pengukuran yang dapat diterima. Pada abad
kesembilan belas, konsep modal yang lain muncul mengikuti ekspansi
kereta api di Amerika Serikat. Konsep perputaran modal ini berkisar
memelihara keutuhan saham dari keberlangsungan assest (aset kereta api
seperti mesin, pelatih dan rel) sehingga dapat melanjutkan kemampuan
kereta api untuk memberikan jasa transportasi pada tingkatan yang sama.
Hal

ini

mengakibatkan

konsep

depresiasi

sebagai

metode

untuk

mempertahankan dana (modal) untuk mengganti aset, dan konsep


kelangsungan pemeliharaan modal.
Dari sejarah ini ada sedikit pengembangan teori dari pemeliharaan
modal dan keuntungan (profit), sebagai kumpulan konsep yang samarsamar. Namun, pada tahun 1940 Paton dan Littleton membuat pernyataan
definitif pertama tentang konsep modal dan keuntungan (profit). Mereka
mendefinisikan bahwa keuntungan (profit) diperoleh dari penandingan
atau alokasi biaya historis ditandingkan dengan pendapatan yang
diperoleh. Pengukuran laba (profit) dipandang sebagai fokus utama dalam
akuntansi dengan neraca yang disusun hanya sebagai tempat penyajian
dari semua biaya historis yang belum dialokasikan. Oleh karena itu,
neraca tidak dipandang sebagai pengukuran dari nilai pasar bersih (atau
nilai wajar) dari bisnis. Konsep dan prinsip-prinsip Paton dan Littleton
sistem membentuk dasar dari sistem akuntansi historical cost yang
konvensional, yang merupakan sistem yang paling dominan sebelum
adanya pengenalan standar akuntansi internasional pada tahun 2005.
Pada periode tahun 1960-an terlihat sejumlah tantangan terhadap
prinsip historical cost dari penilaian dan pemeliharaan modal. Kritik
deduktif berpendapat bahwa penilaian perusahaan berdasarkan historical
cost

yang

pengambilan
mengukur

tidak

terkini

keputusan
penggunaan

sudah

tidak

ekonomi,
sumber

berguna

dan

laba

daya

sama

yang

sekali

untuk

diperoleh

kontemporer.

tidak

Mereka

mengembangkan beberapa sistem pemeliharaan modal dan sistem laba


(profit) berdasarkan mempertahankan keutuhan modal awal disesuaikan
untuk inflasi umum dan khusus. Dengan demikian, laba berasal setelah
18

mempertahankan beberapa konsep modal market priced, dan dilihat


sebagai peningkatan nyata dalam daya beli atau kemampuan untuk
menjaga pasokan barang dan jasa. Terdapat perdebatan yang kuat
tentang yang mana yang merupakan sistem pengukuran laba yang
dominan, tetapi perdebatan itu tidak pernah terselesaikan dalam literatur.
Perdebatan ini bisa dianggap sebagai cikal bakal dari pendekatan nilai
wajar untuk pengukuran akuntansi.
Akibatnya,

terdapat

sejumlah

sistem

pengukuran

akuntansi.

Perspektif yang berbeda ini merefleksikan bermacam-macam batasan


akuntansi

dan

kurangnya

kesepakatan

tentang

prinsip-prinsip

pengukuran, tetapi dengan sistem alokasi historical cost sebagai model


yang konvensional dan dominan. Tambahan dalam hal ini sejumlah
makalah akuntansi akademik yang menyarankan nilai relevan dari laba
(profit) konvensional telah menurun secara signifikan dari waktu ke waktu,
tetapi item-item pada neraca dan aset tidak berwujud telah menjadi lebih
penting. Baru-baru ini, International Accounting Standards Board (IASB)
telah

mengambil

pandangan

bahwa

globalisasi

bisnis

mendukung

kebutuhan untuk satu set standar akuntansi yang akan digunakan di


seluruh dunia untuk menghasilkan informasi keuangan yang dapat
dibandingkan.
Hal ini menyebabkan dua perkembangan penting dalam standar
akuntansi internasional yg diisyaratkan melalui standar akuntansi seperti
IAS 39/AASB 139 Financial Instruments: Recognisition and Measurement
dan proyek bersama IASB / FASB mengenai pelaporan kinerja keuangan (1) bahwa pengukuran laba dan pengakuan pendapatan harus dikaitkan
dengan pengakuan tepat waktu, dan (2) bahwa pendekatan fair value
harus diadopsi sebagai prinsip kerja pengukuran. Dengan demikian, dari
tahun 2005 kita melihat penggunaan (sebagian) dari prinsip pengukuran
yang berfokus pada perubahan nilai aset dan kewajiban daripada
penyelesaian

proses

pendapatan.

Singkatnya,

ini

berarti

bahwa

perubahan fair value dari aset dan liabilitas segera diakui setelah
terjadinya dan dilaporkan sebagai bagian dari pendapatan. Selanjutnya,
fokus telah bergeser ke arah konsep penilaian, dengan neraca sebagai
19

repositori utama dari nilai-relevan informasi, dan pengguna utama


informasi akuntansi dinyatakan adalah pemegang saham dan investor.
Tetapi konsep pengukuran ini masih menimbulkan beberapa perdebatan.
VII.

ISU-ISU PENGUKURAN UNTUK AUDITOR


Pergeseran konsep dalam pengukuran laba, dari matching revenues
and expenses (kecocokan pendapatan dan beban) menuju ke penaksiran
perubahan fair value of net assets (nilai wajar aset bersih) menjadi sebab
munculnya beberapa isu pengukuran bagi auditor. Ketika laba ditentukan
dengan cara pencocokan antara pendapatan dan beban, auditor dapat
berkonsentrasi pada pengumpulan bukti yang menunjukkan bahwa
transaksi tersebut telah ditangani secara tepat oleh sistem akuntansi milik
klien. Namun, ketika laba diukur dari perubahan nilai wajar, pertanyaan
yang lebih sulit muncul bagi auditor yaitu terkait pengumpulan bukti
tentang estimasi manajemen.
Sebagai contoh, berdasarkan standar akuntansi IAS 36/AASB 136,
salah satu aspek pengukuran laba yaitu dengan menaksir perubahan nilai
wajar dari aset bersih. Standar tersebut mensyaratkan penurunan nilai
aset diakui sebagai impairment loss, yaitu kerugian atas penurunan nilai
aset ketika carrying amount dari aset lebih tinggi dari recoverable
amount. Manajemen dari suatu entitas pada tanggal pelaporan diminta
untuk

menaksir

apakah

terdapat

indikasi

suatu

aset

mengalami

penurunan nilai. Apabila kondisi tersebut terjadi, manajemen harus


memperkirakan jumlah terpulihkan dari aset tersebut. Jika jumlah
terpulihkan kurang dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aset tersebut harus
diturunkan menjadi jumlah terpulihkannya. Impairment loss harus diakui
segera dalam laba.
ISA 540 merupakan standar audit internasional yang menjadi
pedoman bagi auidtor untuk melakukan audit atas kerugian penurunan
nilai

dan

estimasi

nilai

wajar

lainnya.

Auditor

diminta

untuk

mengumpulkan bukti untuk menilai apakah manajemen telah mengikuti


standar akuntansi secara tepat dan apakah jumlah yang diakui sebagai
kerugian penurunan nilai adalah wajar. Untuk melakukan hal tersebut,
20

auditor harus menentukan apakah manajemen telah memilih metode


penilaian dan asumsi yang tepat dan masuk akal. Jika standar akuntansi
tidak menentukan metode penilaian untuk aset tertentu dan kewajiban
yang sedang dipertimbangkan, auditor dapat menerima metode penilaian
mana saja yang wajar. Setidaknya ada dua belas metode penilaian
intangibles atau hal-hal tak berwujud dan brands atau merk yang dapat
dipilih manajemen. Ini berarti sulit bagi auditor untuk tidak setuju dengan
pilihan manajemen dari metode penilaian tertentu yang digunakan.
Auditor harus mengumpulkan bukti bahwa metode ini diterapkan secara
konsisten, sehingga manajer tidak memilih metode dari tahun ke tahun
tergantung pada keuntungan yang diinginkan. Auditor juga harus menilai
apakah nilai aset atau kewajiban ditentukan dengan benar dari asumsi
manajemen yang signifikan, model penilaian dan data yang mendasari
yang relevan. Data tersebut akan mencakup suku bunga yang digunakan
untuk mendiskontokan arus kas, nilai pasar yang digunakan oleh
perusahaan pembanding, royalti data, dan sebagainya.
Mengingat adanya perbedaan dalam metode penilaian wajar dan
asumsi

yang

memungkinkan,

ada

kemungkinan

jumlah

kerugian

penurunan nilai yang berbeda namun masuk akal yang diakui oleh
manajemen. Jumlah yang berbeda ini akan dapat diterima oleh auditor
jika bukti audit menunjukkan bahwa manajemen telah menerapkan model
penilaian dengan benar dan menggunakan data yang sesuai. Dalam
situasi seperti ini, ada kemungkinan bahwa auditor mendapat tekanan
dari manajemen untuk setuju dengan pilihan metode penilaian mereka
atau auditee akan menggunakan jasa auditor lain.
Di samping isu terkait dengan penggunaan nilai wajar dan isu-isu
terkait lainnya, masalah yang disebabkan oleh variabilitas dalam tingkat
reliabilitas dan ketepatan pengukuran biaya historis juga dihadapi oleh
auditor. Sebagai contoh, standar biaya sistem manufaktur didasarkan
pada biaya historis dari berbagai macam input/masukan, asumsi tentang
volume dan metode pemrosesan, serta isu seputar penetapan biaya
overhead antara produk, proses, dan departemen. Semua faktor ini
mempengaruhi biaya persediaan yang ada pada akhir periode dan barang
21

yang terjual selama periode tersebut. Dalam konteks ini, auditor perlu
menguji kewajaran prosedur yang diterapkan dalam mengembangkan
standar

dari

perekayasaan

spesifikasi.

Dalam

hal

ini

termasuk

pengumpulan bukti tentang kewajaran dari asumsi yang mendasari dan


konsistensi penggunaan data. Biaya persediaan per unit akan tampak
sangat tepat, tapi perubahan dalam kondisi operasi dapat menghasilkan
variasi yang signifikan dan menjadikan asumsi mendasari untuk alokasi
biaya tidak valid.

22

Anda mungkin juga menyukai