(Ignatavicius, 2002).
Fisiologi Suhu Tubuh
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core
temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks,
rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan
(sekitar 37C). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang
terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat
3.
4.
korteks somatosensorik.
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh (Smletzer, 2002)
a. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula.
Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju
metabolisme.
b. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat
mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme.
Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,
rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan
peningkatan
produksi
epineprin
dan
norepineprin
yang
meningkatkan
metabolisme.
c. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas
tubuh juga meningkat.
d. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi
kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
e. Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas.
Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena
pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh
sekitar 0,3 0,6C di atas suhu basal.
f. Demam ( peradangan )
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan
metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10C.
g. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme
20 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang
dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang
mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia).
Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami
hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak
menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
h. Aktivitas
Aktivitas
selain
merangsang
peningkatan
laju
metabolisme,
kehilangan panas paling besar pada kulit (60%) atau 15% seluruh mekanisme
kehilangan panas.
Panas adalah energi kinetic pada gerakan molekul. Sebagian besar energi
pada gerakan ini dapat di pindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari
kulit. Sekali suhu udara bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan
tidak terjadi lagi pertukaran panas, yang terjadi hanya proses pergerakan udara
sehingga udara baru yang suhunya lebih dingin dari suhu tubuh.
b. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit
dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas
dengan mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya
memberi dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu
kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih
kecil dari pada paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan
proses perpindahan panas tidak dapat terjadi secara efektif terus menerus.
c. Evaporasi
Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan
panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan
kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak
berkeringat, mekanisme evaporasi berlangsung sekitar 450 600 ml/hari.
Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan
12 16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi
terjadi akibat difusi molekul air secara terus menerus melalui kulit dan system
pernafasan.
8.
3.
Patofisiologi
Demam dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat
toksikyang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit penyakit bakteri, tumor
otak, dan dehidrasi.
Banyak protein, hasil pemecahan protein, dan zat zat tertentu lain, seperti
toksin lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik setel
termostat hipotalamus meningkat. Zat zat yang menyebabkan efek ini dinamakan
pirogen. Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yang
dikeluarkan dari degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama sakit.
Bila titik setel thermostat hipotalamus meningkat lebih tinggi dari normal, semua
mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh bekerja, termasuk konservasi panas dan
peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jam setelah thermostat diubah ke
tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh juga mencapai tingkat tersebut.
Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke
nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat kerusakan jaringan, zat pirogen, atau
dehidrasi, suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk menemui suhu yang
baru. Jika suhu darah lebih rendah daripada setelan suhu thermostat hipotalamus,
terjadi respon otonom yang biasanya menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Selama
periode ini orang akan menggigil, selama ia sangat dingin, walaupun suhu tubuhnya
melebihi suhu normal. Menggigil terus berlangsung terus sampai suhu tubuhnya ke
tingkat seting hipotalamus yaitu 103F. Kemudian bila suhu tubuh mencapai nilai ini,
ia tidak lagi menggigil tetapi gantinya ia tidak merasa dingin atau panas (Corwin,
2001).