0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
52 tayangan3 halaman
Dokumen ini membahas upaya PBB dalam menyelesaikan sengketa Kashmir antara India dan Pakistan sejak 1948. PBB membentuk komisi UNCIP dan mengeluarkan beberapa resolusi untuk menghentikan konflik bersenjata dan mengadakan referendum di Kashmir. Namun upaya-upaya PBB tidak berhasil karena India dan Pakistan tidak sepakat dengan proposal-proposal yang diajukan. Sengketa Kashmir antara kedua negara terus berlanjut hingga saat ini.
Deskripsi Asli:
Sengketa Internasional yang diselesaikan melalui PBB
Dokumen ini membahas upaya PBB dalam menyelesaikan sengketa Kashmir antara India dan Pakistan sejak 1948. PBB membentuk komisi UNCIP dan mengeluarkan beberapa resolusi untuk menghentikan konflik bersenjata dan mengadakan referendum di Kashmir. Namun upaya-upaya PBB tidak berhasil karena India dan Pakistan tidak sepakat dengan proposal-proposal yang diajukan. Sengketa Kashmir antara kedua negara terus berlanjut hingga saat ini.
Dokumen ini membahas upaya PBB dalam menyelesaikan sengketa Kashmir antara India dan Pakistan sejak 1948. PBB membentuk komisi UNCIP dan mengeluarkan beberapa resolusi untuk menghentikan konflik bersenjata dan mengadakan referendum di Kashmir. Namun upaya-upaya PBB tidak berhasil karena India dan Pakistan tidak sepakat dengan proposal-proposal yang diajukan. Sengketa Kashmir antara kedua negara terus berlanjut hingga saat ini.
Sejak 1 Januari 1948, masalah Kashmir menjadi permasalahan dunia
internasional dibawah naungan PBB. Pada 1 Januari 1948, India melaporkan kepada DK PBB bahwa Pakistan ikut membantu pemberontakan di Poonch. Berdasarkan laporan tersebut, dalam piagam PBB Pasal 35 disebutkan bahwa Pakistan masih dapat mengendalikan 2/5 bagian negara.[20] Selain itu, PBB juga meminta agar India dan Pakistan segera melakukan genjatan senjata. Upaya PBB semakin optimal ketika pada 20 Januari 1948, DK PBB membentuk United Nation Comission for India and Pakistan (UNCIP) yang anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Belgia dan Argentina. Namun pada 21 April 1948, PBB memutuskan untuk menambah dua anggota baru UNCIP, yaitu Kolombia dan Cekoslowakia. Selain itu, diputuskan pula bahwa India dan Pakistan harus menarik pasukan, berhenti perang, mengembalikan pengungsi, membebaskan tahanan politik, serta secepatnya melaksanakan referendum atas status Kashmir. Pada Juli 1948, Menteri Luar Negeri yang juga sebagai delegasi Pakistan di PBB, Zafrulla Khan mengakui bahwa tentara Pakistan berada di Kashmir. Pada 13 Agustus 1948, UNCIP mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa adanya keterlibatan Pakistan atas terjadinya perang di Poonch. Namun rencana pelaksanaan referendum belum juga dapat dilaksanakan maka pada 11 Desember 1948, PBB menegaskan kembali agar melakukan referendum dan genjatan senjata. Namun penegasan tersebut tidak memberikan pengaruh apapun karena Pakistan masih belum mematuhi resolusi sebelumnya, seperti menarik bersih pasukannya dari Kashmir. Terlebih lagi, Pakistan masih mengurusi urusan dalam negerinya sebagai sebuah negara baru, terutama mengenai demografi negaranya. Pada 5 Januari 1949, PBB kembali mengeluarkan resolusi yang menyebutkan bahwa "the question of accession of the state of Jammu and Kashmir to India or Pakistan will be decided through the democratic method of a free and impartial plebiscite. Resolusi tersebut juga menyatakan untuk penarikan pasukan Pakistan dari Kashmir, mengukuhkan hak tentara India dalam mempertahankan Kashmir, dan segera melaksanakan referendum di Kashmir secara independen. Setelah India dan Pakistan mengumumkan genjatan senjata dibawah naungan PBB, maka selama tahun 1949 PBB melalui UNCIP melakukan berbagai
pertemuan dan kesepakatan mengenai perumusan proses genjatan senjata yang
dilakukan. Proses-proses tersebut antara lain mengenai garis genjatan senjata, penarikan pasukan secara bertahap, serta pengawasan proses genjatan senjata. Kasus perebutan wilayah Kashmir yang berlaru-larut memutuskan PBB untuk mencoba pendekatan baru, yaitu dengan mengirimkan perwakilan PBB ke India dan Pakistan untuk mencari solusi yang dapat disepakati oleh kedua negara. Perwakilan PBB yang pertama, yaitu DK PBB Presiden Jenderal AG L McNaughton yang membawa sebuah proposal yang menyarankan agar kedua negara melakukan demiliterisasi Kashmir untuk memastikan bahwa proses referendum tidak akan memihak salah satu negara. Namun, proposal tersebut ditolak oleh India. Kemudian, tahun 1950 PBB mengutus Sir Owen Dixon bertemu dengan pejabat India dan Pakistan untuk kembali mencari solusi. Sir Owen Dixon juga membawa proposal yang menyarankan agar pelaksanaan referendum hanya dilakukan di daerah yang bermasalah (Valley of Kashmir), dan wilayah lainnya menentukan keputusan sendiri untuk bergabung dengan India atau Pakistan. Proposal yang dikenal dengan Dixon Plan juga mendapat penolakan dari India dan Pakistan. Agar India dan Pakistan menyetujui proposal yang diajukan PBB, maka dikirim kembali perwakilan PBB, yaitu Frank Graham untuk menyelesaikan konflik dalam waktu tiga bulan. Setelah melewati jangka waktu yang ditentukan, belum juga ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan Kashmir. Namun pada 30 Maret 1951, PBB membentuk pasukan keamanan militer untuk mencegah terjadinya perang di daerah perbatasan Kashmir, India dan Pakistan.[25] Kegagalan-kegagalan yang dialami, tidak membuat PBB menyerah untuk menyelesaikan persengketaan Kashmir. Berbagai cara dilakukan kembali untuk menemukan solusi yang benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh karena itu, pada tahun 1957 PBB kembali mengirim perwakilannya, yaitu Gunnar Jarring, namun mengalami kegagalan pula. Setelah usaha-usaha memaksa India untuk menaati resolusi PBB tidak pernah terwujud, maka pada tahun 1957, Pakistan mencoba kembali mengangkat isu Kasmir ke PBB, yang kemudian hasilnya adalah PBB menolak ratifikasi Instrument of Accession, namun hasil tersebut ditolak India. Resolusi tersebut juga mengulangi resolusi sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir harus diputuskan sesuai kehendak rakyat melalui cara-cara yang demokratis dengan melaksanakan referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah pengawasan PBB. Pada tahun 1962, Dewan Keamanan PBB berusaha melakukan hak veto namun hal tersebut gagal.[26] Upaya PBB dalam menyelesaikan masalah ini terlihat melemah ketika dikeluarkannya resolusi tahun 1964 yang menyatakan bahwa permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan sebaiknya diselesaikan
dahulu secara bilateral. Berbagai resolusi yang dikeluarkan tidak juga
menyelesaikan permasalahan Kashmir. Bahkan India dan Pakistan kembali terlibat perang terbuka pada tahun 1965 dan tahun 1971, yang mengakibatkan ratusan ribu korban jiwa, korban terluka dan tertangkap.