Anda di halaman 1dari 3

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA

INDIA DAN PAKISTAN OLEH PBB


NAMA
KELAS

: ASTRIA APRILIA
:E

Sejak 1 Januari 1948, masalah Kashmir menjadi permasalahan dunia


internasional dibawah naungan PBB. Pada 1 Januari 1948, India melaporkan kepada
DK PBB bahwa Pakistan ikut membantu pemberontakan di Poonch. Berdasarkan
laporan tersebut, dalam piagam PBB Pasal 35 disebutkan bahwa Pakistan masih
dapat mengendalikan 2/5 bagian negara.[20] Selain itu, PBB juga meminta agar
India dan Pakistan segera melakukan genjatan senjata.
Upaya PBB semakin optimal ketika pada 20 Januari 1948, DK PBB
membentuk United Nation Comission for India and Pakistan (UNCIP) yang
anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Belgia dan Argentina. Namun pada 21 April
1948, PBB memutuskan untuk menambah dua anggota baru UNCIP, yaitu Kolombia
dan Cekoslowakia. Selain itu, diputuskan pula bahwa India dan Pakistan harus
menarik pasukan, berhenti perang, mengembalikan pengungsi, membebaskan
tahanan politik, serta secepatnya melaksanakan referendum atas status Kashmir.
Pada Juli 1948, Menteri Luar Negeri yang juga sebagai delegasi Pakistan di
PBB, Zafrulla Khan mengakui bahwa tentara Pakistan berada di Kashmir. Pada 13
Agustus 1948, UNCIP mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa adanya
keterlibatan Pakistan atas terjadinya perang di Poonch.
Namun rencana pelaksanaan referendum belum juga dapat dilaksanakan
maka pada 11 Desember 1948, PBB menegaskan kembali agar melakukan
referendum dan genjatan senjata. Namun penegasan tersebut tidak memberikan
pengaruh apapun karena Pakistan masih belum mematuhi resolusi sebelumnya,
seperti menarik bersih pasukannya dari Kashmir. Terlebih lagi, Pakistan masih
mengurusi urusan dalam negerinya sebagai sebuah negara baru, terutama
mengenai demografi negaranya.
Pada 5 Januari 1949, PBB kembali mengeluarkan resolusi yang menyebutkan
bahwa "the question of accession of the state of Jammu and Kashmir to India or
Pakistan will be decided through the democratic method of a free and impartial
plebiscite. Resolusi tersebut juga menyatakan untuk penarikan pasukan Pakistan
dari Kashmir, mengukuhkan hak tentara India dalam mempertahankan Kashmir,
dan segera melaksanakan referendum di Kashmir secara independen.
Setelah India dan Pakistan mengumumkan genjatan senjata dibawah
naungan PBB, maka selama tahun 1949 PBB melalui UNCIP melakukan berbagai

pertemuan dan kesepakatan mengenai perumusan proses genjatan senjata yang


dilakukan. Proses-proses tersebut antara lain mengenai garis genjatan senjata,
penarikan pasukan secara bertahap, serta pengawasan proses genjatan senjata.
Kasus perebutan wilayah Kashmir yang berlaru-larut memutuskan PBB untuk
mencoba pendekatan baru, yaitu dengan mengirimkan perwakilan PBB ke India dan
Pakistan untuk mencari solusi yang dapat disepakati oleh kedua negara. Perwakilan
PBB yang pertama, yaitu DK PBB Presiden Jenderal AG L McNaughton yang
membawa sebuah proposal yang menyarankan agar kedua negara melakukan
demiliterisasi Kashmir untuk memastikan bahwa proses referendum tidak akan
memihak salah satu negara. Namun, proposal tersebut ditolak oleh India.
Kemudian, tahun 1950 PBB mengutus Sir Owen Dixon bertemu dengan
pejabat India dan Pakistan untuk kembali mencari solusi. Sir Owen Dixon juga
membawa proposal yang menyarankan agar pelaksanaan referendum hanya
dilakukan di daerah yang bermasalah (Valley of Kashmir), dan wilayah lainnya
menentukan keputusan sendiri untuk bergabung dengan India atau Pakistan.
Proposal yang dikenal dengan Dixon Plan juga mendapat penolakan dari India dan
Pakistan.
Agar India dan Pakistan menyetujui proposal yang diajukan PBB, maka dikirim
kembali perwakilan PBB, yaitu Frank Graham untuk menyelesaikan konflik dalam
waktu tiga bulan. Setelah melewati jangka waktu yang ditentukan, belum juga
ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan Kashmir. Namun
pada 30 Maret 1951, PBB membentuk pasukan keamanan militer untuk mencegah
terjadinya perang di daerah perbatasan Kashmir, India dan Pakistan.[25]
Kegagalan-kegagalan yang dialami, tidak membuat PBB menyerah untuk
menyelesaikan persengketaan Kashmir. Berbagai cara dilakukan kembali untuk
menemukan solusi yang benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh
karena itu, pada tahun 1957 PBB kembali mengirim perwakilannya, yaitu Gunnar
Jarring, namun mengalami kegagalan pula.
Setelah usaha-usaha memaksa India untuk menaati resolusi PBB tidak pernah
terwujud, maka pada tahun 1957, Pakistan mencoba kembali mengangkat isu
Kasmir ke PBB, yang kemudian hasilnya adalah PBB menolak ratifikasi Instrument of
Accession, namun hasil tersebut ditolak India. Resolusi tersebut juga mengulangi
resolusi sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir harus
diputuskan sesuai kehendak rakyat melalui cara-cara yang demokratis dengan
melaksanakan referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah pengawasan
PBB.
Pada tahun 1962, Dewan Keamanan PBB berusaha melakukan hak veto
namun hal tersebut gagal.[26] Upaya PBB dalam menyelesaikan masalah ini
terlihat melemah ketika dikeluarkannya resolusi tahun 1964 yang menyatakan
bahwa permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan sebaiknya diselesaikan

dahulu secara bilateral. Berbagai resolusi yang dikeluarkan tidak juga


menyelesaikan permasalahan Kashmir. Bahkan India dan Pakistan kembali terlibat
perang terbuka pada tahun 1965 dan tahun 1971, yang mengakibatkan ratusan ribu
korban jiwa, korban terluka dan tertangkap.

Anda mungkin juga menyukai