Anda di halaman 1dari 15

B.

Pembahasan
Proses awal pertumbuhan diawali dengan proses perkecambahan. Perkecambahan adalah
proses pertumbuhan embrio dan komponenkomponen benih yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh secara normal menjadi tanaman baru (Ashari, 2006 dalam Sari, dkk. 2011). Indikator
yang diamati dalam proses perkecambahan meliputi : a.) plamula merupakan ujung batang yang
akan menjadi sepasang daun; b.) kulit biji merupakan mengandung cadangan makanan; c.)
epikotil merupakan ruas yang muncul dari kotiledon yang nantinya akan tumbuh menjadi batang
daun dan daun; d.) hipokotil merupakan ruas batang di bawah daun lembaga yang nantinya akan
membentuk akar; e.) radikula merupakan bagian vegetative berada pada ujung hipokotil yang
nantinya akan membentuk calon akar; f.) Kolioptil merupakan bagian yang membungkus calon
batang dan calon akar dan g.) endosperm merupakan cadangan makanan yang akan menjadi
bakal buah (Sutopo, 2002). Indikator dalam tahapan perkecambahan yaitu dimana munculnya
radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta
kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi
perkecambahan adalah kedalaman tanam. Hasil penelitian Sari, dkk (2011),

menunjukkan

bahwa benih durian yang diberi perlakuan kedalaman tanam 5 dan 10 cm menghasilkan saat
munculnya kecambah di atas permukaan tanah dan saat jatuhnya Cotyledon

lebih cepat

dibandingkan dengan kedalaman tanam 15 cm. Kedalaman tanam berhubungan dengan


ketersedian oksigen yang terdapat di dalam tanah, dimana oksigen diperlukan untuk proses
respirasi.
Pada saat proses perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula
dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energy
(Sutopo, 2002). Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan terhambatnya

proses perkecambahan benih. Keeratan hubungan antara perkecambahan (saat munculnya


kecambah di atas permukaan tanah) dengan saat jatuhnya Cotyledon adalah sangat erat. Hal ini
dapat diartikan bahwa semakin cepat proses saat munculnya kecambah di atas permukaan tanah
maka semakin cepat pula saat jatuhnya Cotyledon (Sarri, dkk., 2011). Selain indicator diatas
komponen pertumbuhan yang ada dalam perkecambahan ialah hipoktil dan tinggi tanaman yang
telah dilakukan dalam penelitian Sari, dkk (2011). Tinggi tanaman dan panjang hipokotil sebagai
salah satu ciri pertumbuhan tanaman disebabkan oleh aktivitas pembelahan sel pada meristem
apikal. Tinggi tanaman dan panjang hipokotil durian ditandai dengan bertambahnya pucuk yang
semakin panjang dan dilanjutkan dengan perkembangannya menjadi daun. Herdiana (2008)
menjelaskan bahwa dalam pertumbuhan pucuk pada tanaman mengalami tiga tahapan yaitu
pembelahan sel, perpanjangan dan diferensiasi atau pendewasaan. Pada fase pembelahan sel,
tanaman memerlukan karbohidrat karena komponen utama penyusun dinding sel terbuat dari
glukosa. Sedangkan, pada perpanjangan sel terjadi pembesaran sel yang membutuhkan air,
hormon untuk merentangkan dinding sel dan gula. Sementara itu, karbohidrat dihasilkan dari
proses fotosintesis yang membutuhkan klorofil dan N berperan dalam pembentukan klorofil.
Indikator tambahn saat tanaman berumur 6 hari terbentuknya daun, daun adalah organ
tanaman yang berfungsi sebagai alat fotosintesis. Menurut Zhang et al. (2005), selama proses
fotosintesis menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan tumbuhan dalam pertumbuhannya.
Pertumbuhan vegetatif salah satunya ditandai dengan pembentukan daun. Sedangkan,
pembentukan daun dipengaruhi oleh saat jatuhnya Cotyledon. Keeratan hubungan antara saat
jatuhnya Cotyledon dengan saat munculnya daun pertama adalah sangat erat. Hal ini dapat
diartikan bahwa semakin cepat proses saat jatuhnya Cotyledon maka semakin cepat pula saat
munculnya daun pertama. Perbedaan saat jatuhnya Cotyledon diduga disebabkan karena adanya

perbedaan dalam kecepatan berkecambah atau munculnya kecambah di atas permukaan tanah.
Semakin lambat kecepatan munculnya kecambah di permukaan tanah menyebabkan saat
jatuhnya Cotyledon semakin lama. Apabila saat jatuhnya Cotyledon semakin lama maka
menyebakan munculnya daun pertama juga akan semakin lambat. Selain itu, faktor ketersedian
unsur hara, terutama unsur hara makro juga dapat mempengaruhi pembentukkan daun pertama
pada tanaman. Unsur nitrogen sangat berperan dalam pembentukan daun dan unsur K yang
berperan untuk meningkatkan pembentukan bunga, meningkatkan pembentukan zat gula,
meningkatkan

pembentukan

karbohidrat,

mengatur

membuka

menutupnya

stomata,

meningkatkan daya serap air, meningkatkan kekuatan daun, meningkatkan pembesaran umbi dan
meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Juanda dan Cahyono, 2000).
Perkecambahan benih sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun
eksternal. Faktor internal berhubungan dengan kondisi benih yang dikecambahkan, sedangkan
faktor eksternal lebih berkaitan dengan lingkungan.
1.

Faktor Internal

a.Tingkat Kemasakan Benih


Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tidak mempunyai viabilitas
tinggi. Bahkan pada beberarapa jenis tanaman menyebabkan tidak dapat berkecambah. Benih
yang belum masak secara fisiologis belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan embrio
belum sempurna. Contoh benih tomat (Lycopersicon esculentum Mill) yang belum masak dapat
berkecambah serta menghasilkan tananaman normal. Tetapi benih tersebut tidak memiliki
kekuatan tumbuh dan ketahanan terhadap keadaan yang tidak baik seperti pada benih masak.
b.

Ukuran Benih

Benih yang berukuran besar diduga memiliki cadangan makanan lebih banyak
dibandingkan benih yang kecil, serta embrionya juga besar. Makin besar/berat suatu benih maka
kandungan kabrbohidrat, protein, lemak dan mineral yang diperlukan untuk perkecambahan
semakin banyak pula. Maka benih besar dan berat akan menghasilkan kecambah yang besar
pula.
Walaupun benih berasal dari varietas yang sama, ukuran yang lebih besar akan mampu
tumbuh relatif cepat dibandingkan dengan ukuran benih yang lebih kecil. Kandungan cadangan
makanan akan mempengaruhi berat suatu benih. Hal ini tentu akan mempengaruhi kecepatan
tumbuh benih, karena benih yang berat dengan kandungan cadangan makanan yang banyak akan
menghasilkan energi yang lebih besar saat mengalami proses perkecambahan. Hal ini akan
mempengaruhi besarnya kecambah yang keluar dan berat tanaman saat panen.
Jaringan penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Bahanbahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan.
Ukuran benih menunjukkan korelasi positif terhadap kandungan protein pada benih sorgum
(Sorghum vulgare), makin besar/berat ukuran benih maka kandungan proteinnya makin
meningkat pula.
c.Dormansi
Benih yang mengalami dormansi tidak mau berkecambah meskipun sebenarnya hidup dan
kondisi lingkungan optimum (sesuai). Dormansi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain : impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas, resistensi kulit biji terhadap pengaruh
mekanis dan lain-lain. Dormansi benih akan dibahas lebih luas pada bab berikutnya.
d.

Penghambat Perkecambahan

Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih, misalnya


herbisida, lendir yang melapisi biji tomat. Biji pada buah tomat yang masak tidak akan
berkecambah dalam buah, meskipun suhu, kelembaban dan kadar oksigennya sesuai. Apabila biji
dikeluarkan dari buah, dikeringkan kemudian ditanam, biji itu akan segera berkecambah. Hal ini
disebabkan karena dalam biji tomat mengandung inhibitor yaitu zat dapat menghambat
pertumbuhan pada tanaman. Buah tomat (Solanum lycopersicum) mengandung asam absisat
(ABA) yang merupakan zat penghambat (inhibitor) perkecambahan. Lendir dalam buah tomat
merupakan bagian yang mengandung ABA.
Jeruk nipis (Cytrus aurantifolia) mengandung asam askorbat yang mengganggu
penyerapan panjang gelombang cahaya, sehingga menghambat perkecambah-an benih. sama
halnya dengan buah tomat, bagian dalam buah jeruk nipis pada daging buah mengandung asam
askorbat.

Mekanisme penghambatan biji pada asam askorbat pada jeruk nipis berlangsung

secara kimiawi.
Ada satu percobaan yang dilakukan untuk membuktikan pengaruh inhibitor terhadap
perkecambahan benih padi (Oryza sativa). Percobaan dilakukan dengan merendam benih pada ke
dalam larutan ekstraksi buah tomat, buah jeruk, dan air biasa. Hasil percobaan menunjukkan
benih padi yang direndam dalam larutan ekstraksi jeruk maupun ekstraksi buah tomat tidak
dapat berkecambah. Benih padi yang direndam dengan air biasa dapat berkecambah. Hal ini
menunjukkan ekstraksi buah tomat dan jeruk mengandung inhibitor yang dapat menghambat
perkecambahan benih padi tersebut.
2.
a.Air

Faktor Eksternal (Luar)

Syarat penting berlangsungnya perkecambahan yaitu adanya air. Dua faktor penting yang
mempengaruhi penyerapan air pada benih yaitu sifat pelindung kulit benih dan jumlah air yang
tersedia disekitarnya. Sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis
benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu. Perkembangan benih tidak
akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 - 90 % dan umumnya
dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 - 55 %. Kondisi media yang terlalu basah akan dapat
menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan
atau bakteri.
b.

Temperatur

Pengaruh suhu terhadap perkecambahan benih dapat dicerminkan melalui suhu kardinal,
yaitu suhu minimum, optimum, dan maksimum dimana perkecambahan dapat terjadi. Suhu
minimum yaitu suhu terendah dimana perkecambahan dapat terjadi, suhu di bawah suhu tersebut
tidak memungkinkan perkecambahan terjadi. Suhu optimum yaitu suhu di mana perkecambahan
tertinggi dicapai pada periode terpendek. Suhu maksimum yaitu suhu tertinggi di mana
perkecambahan dapat terjadi, di atas suhu tersebut tidak terjadi perkecambahan karena
merupakan batas ambang kritis benih tidak dapat hidup (mati).
Temperatur yang paling optimum untuk perkecambahan benih antara 20-35C. Temperatur
antara 0-5C kebanyakan benih gagal berkecambah atau terjadi kerusakan yang menyebabkan
abnormal. Benih jagung memerlukan suhu minimum untuk berkecambah antara 8-10C, suhu
optimum 32-35C, dan suhu maksimum 40-44C. Sementara itu benih gandum hitam suhu
minimum untuk berkecambah antara
40C.
c.Oksigen

3-5C, suhu optimum 25-31C, dan suhu maksimum 30-

Saat perkecambahan, berlangsung proses respirasi disertai peningkatan pengambilan


oksigen, pelepasan karbondioksida, dan air serta energi berupa panas. Terbatasnya oksigen yang
dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih.
Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu,
mikroorganisme yang terdapat dalam benih. Mikroorganisme bisa menjadi kompetitor (pesaing)
benih dalam penyerapan oksigen, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi
perkecambahan benih. Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 %
oksigen dan 0.03 % CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika
oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 %, karena biasanya oksigen yang
masuk ke embrio kurang dari 3 %.
d.

Cahaya

Benih yang dikecambahkan pada keadaan kekurangan cahaya atau gelap dapat mengalami
etiolasi. Etiolasi yaitu terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada hipokotil atau epikotil
dan kecambah berwarna pucat serta lemah.
e.Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan harus bersifat gembur, mempunyai kemampuan
menyimpan air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan damping off.
Selain faktor lingkungan di atas, diketahui bahwa medan magnet juga dapat mempengaruhi
proses perkecambahan. Berbagai penelitian yang menggunakan medan magnet telah dilakukan
untuk melihat pengaruh medan magnet terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh medan magnet
terhadap perkecambahan dan pertumbuhan akan dibahas pada sub bab berikutnya. Agustrina
(2008) dalam Kusuma (2013), membuktikan bahwa perlakuan kuat medan magnet sebesar 165
A/m dapat meningkatkan laju perkecambahan Leguminocea tetapi tidak diikuti dengan

peningkatan laju perkecambahan yang signifikan. Sementara itu, Agustrina dan Roniyus (2009)
dalam Kusuma (2013) , menyatakan bahwa interaksi perlakuan arah medan magnet 0,1 mT dan
lama pemaparannya selama 2-5 minggu mempengaruhi luas stomata dan sel parenkim serta lebar
berkas pengangkut tanaman cocor bebek (Kalanchoe pinnata Pers.).
Proses perkecambahan dibedakan menjadi 2 yaitu perkecambahan epigeal dan hipogeal :

A.

Perkecambahan Epigeal

Perkecambahan Epigeal yaitu pertumbuhan memanjang dari hipokotil yang


mengakibatkan kotiledon dan daun lembaga terdorong bergerak ke permukaan tanah.
Contohnya pada kacang hijau (Phaseoulus radiatus) (Pratiwi, 2006).
Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan bagian
hipokotil yang terangkat ke atas permukaan tanah. Kotiledon sebagai cadangan energi
akan melakukan proses pembelahan dengan sangat cepat untuk membentuk daun. Proses
ini dapat dilihat pada perkecambahan kacang hijau (Phaseolus radiatus). Tipe ini terjadi,
jika plumula dan kotiledon muncul di atas permukaan tanah.
Contoh: Perkecambahan Kacang Hijau (Vigna radiata)

Gambar 1. Perkecambahan Tipe Epigeal pada Vigna radiate

B.

Perkecambahan Hipogeal

Perkecambahan hipogeal yaitu pertumbuhan memanjang dari epikotil yang


menyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah . Tetapi
kotiledon tetap berada di bawah tanah. (Pratiwi, 2006). Perkecambahan hipogeal
merupakan perkecambahan yang ditandai dengan terbentuknya bakal batang yang muncul
ke permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah (bagian hipokotil
yang tetap berada di dalam tanah). Proses ini dapat dilihat pada perkecambahn kacang
kapri (Pisum sativum). Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat:
a.) plamula: ujung batang yang akan menjadi sepasang daun ; b.) kulit biji: mengandung
cadangan makanan; c.) epikotil: ruas yang muncul dari kotiledon yang nantinya akan
tumbuh menjadi batang daun dan daun; d.) hipokotil: ruas batang di bawah daun lembaga
yang nantinya akan membentuk akar; e.) radikula: berada pada ujung hipokotil yang
nantinya akan membentuk calon akar; f.) kolioptil: yang membungkus calon batang dan
calon akar; g.) endosperm: cadangan makanan yang akan menjadi bakal buah. Tipe ini
terjadi, jika plumula muncul ke permukaan tanah sedangkan kotiledon tinggal di dalam
tanah.
Contoh: Perkecambahan Kacang Kapri (Pisum sativum), Jagung (Zea mays)

Gambar 2.
Perkecambahan Tipe Hipogeal pada Pisum sativum
Berdasarkan pengamatan terhadap morfologi perkecambahan benih, didapati bahwa pada
benih jagung secara umum dapat dikatakan perkecambahannya tidak mengalami gangguan. Hal
ini terlihat dari pertumbuhan bagian-bagian vegetatifnya yang juga normal. Sama halnya dengan
perkecambahan pada benih kedelai yang sepintas terlihat normal pertumbuhannya. Kecambah
yang dipindahkan ke pembibitan awal adalah kecambah yang normal. Ciri-ciri kecambah yang
normal adalah : radikula (bakal akar) berwarna kekuning kuningan dan plumula (bakal batang)
keputih-putihan, radikula lebih tinggi dari plumula, radikula dan plumula tumbuh lurus serta
berlawanan arah, panjang maksimum radikula adalah 5 cm dan plumula 3 cm (Chairani, 1991
dalam Syahfitri, 2007). Untuk dapat mengetahui normal atau abnormalnya perkecambahan suatu
benih, berikut ini kriteria kecambah normal dan abnormal untuk jagung dan kedelai menurut
Kamil (1984) sebagai berikut :
1.

Kriteria Kecambah Normal dan Abnormal Benih Jagung

a.Kecambah Normal
1)

Akar

- Akar primer kuat, biasanya disertai dengan akar-akar sekunder (sekunder root)
- Tidak ada akar primer, tetapi sekurang-kurangnya ada dua akar sekunder yang
kuat

2)

Plumule

- Pertumbuhan daun pertama(hijau) yang baik dengan panjang kira-kira seperdua


terbungkus di dalam koleptil, dan biasanya keluar menembus koleoptil pada akhir periode
waktu perkecambahan
- Koleptil robek(terbuka), sehingga daun pertama (hijau) tumbuh normal atau
sedikit robek
- Plumule berputar dan bergelombang disebabkan halangan kulit biji yang kuat
sehingga plumule tersebut tidak busuk
b.

Kecambah Abnormal

1)

Akar

- Tidak ada akar primer atau akar-akar sekunder


- Tidak akar-akar primer tapi hanya ada akar-akar sekunder yang pendek dan lemah
2)

Plumule

- Tidak ada daun pertama, hanya ada koleoptil tak berwarna


- Daun pertama tumbuh pendek terbungkus kurang seperdua panjang koleoptil
- Daun pertama berkerut atau terbuka longitudinal, walaupun koleoptil juga terbuka
- Plumule lemah dan pucat
- Plumule pendk dan membengkak
- Daun pertama putih seluruhnya
- Plumule busuk
2.

Kriteria Kecambah Normal dan Abnormal Benih Kedelai

a.Kecambah Normal
1)

Akar

Akar primer atau satu set akar-akar sekunder cukup kuat untuk menambatkan
bibit bila ia ditumbuhkan pada media tanah atau pasir.
2)

Hipokotil
Panjang atau pendek, tetapi tumbuh baik tanpa ada pecahan dalam yang

mungkindisebabkan jaringan pengangkut.


3)

Epikotil
Paling kurang ada satu daun primer dan satu tunas ujung yang sempurna.

b.

Kecambah Abnormal

1)

Akar
Tak ada akar primer atau akar-akar sekunder yang tumbuh baik.

2)

Hipokotil

- Pecah dalam yang terbuka memanjang masuk ke dalam jaringan pengangkut


- Cacat, berkerut dan memendek
3)

Epikotil

- Tak ada daun primer atau tunas ujung


- Ada satu atau dua daun primer tapi tidak ada tunas ujung
- Epikotil membusuk
Hasil dari praktikum acara ini berdasarkan dari data yang ada, terdapat2 perlakuan
perkecambahan benih (jagung dan kedelai), untuk setiap polibag diisi 20 benih darikedua
tanaman tersebut kemudian diamati dengan waktu yang ditentukan. Awal dari perkecambahan
pada tanaman jagung pada pengamatan hari pertama terdapat koleoriza dan kotiledon sedangkan
pada benih kedelai terdapat radikula dan kotiledon. Pengamatan hari ke-3 pada benih jagung
mulai muncul koleoptil, kotiledon dan terbentuknya akar sedangkan pada kedelai munculnya

hipokotil dan kotiledon serta terbentuknya akar. Pengamatan hari ke-5 diperoleh data dari
tanaman jagung terdapat akar,kotiledon, koleoptil sebagai tempat munculnya daun lembaga pada
tanaman jagung dan daun muda sedangkan pada kedelai terdapat akar, kotiledon, hipokotil, daun
lembaga dan epikotil. Pengamatan hari ke-7 hasil data yang diperoleh pada tanaman jagung
yakni terdapat akar, koleoptil, daun dan daun muda sedaangkan pada kedelai terdapat akar,
hipokotil, daun dan epikotil, letak kotiledon pada kedelai berbentuk seperti lapisan berwarna
putih dibagian daun yang baru muncul. Pengamatan jhari ke-9 diperoleh data pada tanman
jagung meliputi adanya akar, pangkal batang muda, koleoptil dan daun sedangkan pada kedelai
terdapat akar, hipokotil, daun kotiledon dan epikotil. Setiap pengamatan dilakukan destruksi
pada benih setiap selang jarak waktu 2 hari sehingga destruksi diambil pada kondisi tanaman
yang sekiranya diantara seluruhnya tumbuh dengan baik. Pengamatan dilakukan pada hari ke1,3,5,7 dan 9, tetapi untuk memicu perkecambahan benih dilakukan penyiraman setiap hari guna
asupan nutrisi akan air terpenuhi dalam siklus perkecambahan benih. Hal ini jika dibadningkan
dengan literature menurut Subekti et al. (2005), indikator yang ada pada proses perkecambahan
dalam praktikum yaitu pada biji jagung dan kedelai berupa radikula, plumula, kotiledon, epikotil,
hipokotil, koleoptil, daun lembaga, dan akar. Salah satunya pada perkecambahan benih jagung
terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air
benih pada saat di dalam tanah meningkat >30% (McWilliams et al. 1999 dalam Subekti et al
2005). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses
imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang
tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang
tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang
dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza

memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah radikel muncul,
kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian
plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang
mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan
kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan
mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah (Subekti,
et al 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Herdiana, N, A.H Lukman dan K. Mulyadi. 2008. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Aplikasi
Pemupukan NPK terhadap Pertumbuhan Bibit Shorea ovalisKorth. (Blume.) asal
Anakan Alam di Persemaian. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. V
No.3:289-296, 2008.
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2000. Ubi jalar: budidaya dan analisis usaha tani. Kanisius.
Yogyakarta. 92 pp.
Kamil, J., 1984.Teknologi Benih. Bandung : Angkasa Raya.
Kartasapoetra, dkk. 1992. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka
Cipta. Jakarta.
Kusuma, A.,D. 2013. Indeks Mitosis Ujung Akar Kecambah dan Anatomi Batang Serta Daun
Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum) di bawah Pemaparan Medan Magnet
0,2 mT. Jurnal Biologi 23(4):12-17. FMIPA. Universitas Bandar Lampung.
Pratiwi. 2006. Biologi.Jakarta:Erlangga.
Prawedha,R.,D. 2010. Perkecambahan Serta Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman.
Laporan. Universitas Udayana.
Rubenstin,Irwin dkk. 1978. The Plant Seed. USA : Academi Press

Sari,A., dkk. 2011. Pengaruh Kedalaman Tanam Benih Terhadap Perkecambahan dan
Pertumbuhan Bibit Durian (Durio zibethinus Murr.). Jurnal Agrohort. 12(3): 2429. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.
Subekti, A., N., et al. 2005. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Buletin Teknik
Produksi dan Pengembangan 9(3):6-12. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Maros.
Sugito, Yogi. 1994. DasarDasar Agronomi. Malang : FP UB.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Cetakan 5. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Syahfitri, D. 2007. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan
Utama Akibat Perbedaan Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk Pelengkap
Cair. Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu.
Zheng, Y., Z. Xie, Yi Yu, L. Jiang, H. Shimizu and G. M. Rimmington. 2005. Effect of burial in
sand and water supply regime on seedling emergence of six species. Ann. Bot.
(95):1237-1245.

Anda mungkin juga menyukai