dengan perkhidmatan
Syed Sabiq, pula mendefinisikan perniagaan sebagai satu proses iaitu apabila
perniagaan itu berfungsi melalui pertukaran harta dengan harta di atas
persetujuan penjual dan pembeli mengikut cara-cara yang diizinkan oleh syarak
Prinsip Perniagaan Islam
Kebebasan
Kerelaan
Keadilan
Perlindungan
Kesopanan
Urusniaga tanpa riba
Layanan baik
Melindungi hak-hak penjual dan pembeli
Jujur dan amanah
Rajin dan tekun
Reda-meredaai
Dengan prinsip ini diharamkan menipu timbang, riba, rasuah, pecah amanah, menyorok barang
niaga dan segala aktiviti yang menjejas keadilan.
Al Quran dan Hadith juga menggariskan panduan untuk umat Islam berniaga. Ini terdapat dalam
surah surah berkaitan, seperti dalam:
*Surah Al Baqarah ayat 275 yang menhalalkan perniagaan dan mengharamkan riba.
*Surah An Nisa ayat 29 menggalakkankan semoga umat Islam berniagakan harta sesama mereka
secara muhibbah.
* Surah Al Baqarah ayat 282 menggaris secara terperinci bahawa perniagaan yang dilunaskan
dimasa hadapan memerlukan kontrak perniagaan bertulis, sementara perniagaan tunai bolehlah
dilaksanakan secara lisan sahaja.
Sebelum diangkat menjadi nabi dan Rasul Allah SWT, Rasulullah Muhammad saw
merupakan seorang pelaku perniagaan yang ulung. Ketika dipercaya memimpin kalifah
dagang, Beliau menjalankannya dengan penuh tanggung jawab. Keuntungan yang
Beliau dapat pun berlimpah-ruah. Keuntungan yang banyak ini merupakan buah dari
sistim ekonomi yang Beliau jalankan.
Ada beberapa prinsip dan konsep yang melatarbelakangi keberhasilan Rasulullah SAW
dalam bisnis. prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip yang fundamental, yang
menunjang keberhasilan seseorang. Menurut Abu Mukhaladun, prinsip-prinsip
Rasulullah dalam perniagaan meliputi sikap Shiddiq, Amanah dan fatanah.
1. Shiddiq
Sikap Shiddiq atau jujur merupakan salah satu prinsip dasar bagi kita dalam
bermuamalah, terlebih lagi dalam hal perniagaan. Dengan sikap jujur, maka orangorang akan merasa senang untuk bergaul dengan kita, yang dapat memajukan
perniagaan yang kita lakukan. Karena itu, dalam perniagaan Rasulullah saw melarang
pelaku bisnis melakukan perbuatan yang tidak baik. Larangan tersebut meliputi:
a. Larangan tidak menepati janji yang telah disepakati.
Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:
berikanlah kepadaku enam jaminan dari kamu, aku menjamin surga untuk kamu: 1)
berlaku benar manakala kamu berbicara, 2) tepatlah manakala kamu berjanji(HR.
Imam Ahmad)
b. Larangan menutupi cacat atau aib barang yang dijual.
Apabila kamu menjual, katakanlah: tidak ada penipuan. (HR. Imam Bukhari)
Tidak termasuk umat Nabi Muhammad seorang penjual yang melakukan penipuan dan
tidak halal rezki yang ia peroleh dari hasil penipuan. Bukanlah termasuk umatku, orang
yang melakukan penipuan. (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan hendaknya dia menerangkan
kekurangan (cacat) yang ada pada barang itu. (HR. Ahmad)
c. Larangan membeli barang dari orang sebelum masuk ke pasar.
Rasulullah telah melarang perhadangan barang yang dibawa (dari luar kota). Apabila
seseorang menghadang lalu membelinya maka pemilik barang ada hak khiyar
(menuntut balik/membatalkan) apabila ia telah sampai ke pasar (dan merasa tertipu).
(Al-Hadits)
Rasulullah telah melarang membeli barang dari orang luar atau desa dikarenakan akan
terjadi ketidakpuasan, di mana pembeli akan membeli dengan harga rendah dan akan
dijual di pasar dengan harga tinggi sehingga pembeli akan memperoleh untung yang
banyak. Hal in merupakan penipuan, padahal Rasulullah melarang bisnis yang ada
unsur penipuannya.
d. larangan mengurangi timbangan
Larangan mengurangi timbangan ini diterangkan dalam Al-Quran:
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu
menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang
besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (AlMuthaffifin: 1-6)
Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Ia berkata:
Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan
janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya Aku melihat kamu
dalam keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadapmu akan
azab hari yang membinasakan (kiamat). (Huud: 84)
Rasulullah Muhammad saw juga bersabda:
Tidak ada suatu kelompok yang mengurangi timbangan dan takaran tanpa diganggu
olah kerugian. (Al-Hadits)
Sesungguhnya kamu telah diberi kepercayaan dalam urusan yang membuat bangsabangsa terdahulu sebelum kamu dimusnahkan. (Al-Hadist)
Apabila sikap Shiddiq dilakukan oleh pelaku bisnis maka praktek bisnis jahiliyah tidak
akan terjadi, perbuatan penipuan dan sebagainya akan terhapus. Hal ini tentunya akan
menguntungkan kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli.
2. Amanah
Amanah berarti tidak mengurangi atau menambah apa-apa yang tidak boleh dikurangi
dan tidak boleh ditambah, termasuk harga jual yang telah ditentukan kecuali atas
pengetahuan pemilik barang. Seorang yang diberi Amanah harus benar-benar menjaga
dan memegang Amanah tersebut. Ingatlah akan firman Allah SWT dalam Al Quranul
Karim:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gununggunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat zalim dan amat bodoh,(Al-Ahzab: 72)
Rasulullah memerintahkan setiap muslim untuk selalu menjaga Amanah yang diberikan
kepadaNya.
Tunaikanlah amanat terhadap orang yang mengamanatimu dan janganlah berkhianat
terhadap orang yang mengkhianatimu. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:
berikanlah kepadaku enam jaminan dari diri kamu, aku menjamin surga untuk kamu: 1)
berlaku benar apabila kamu berbicara, 2) tepatlah manakala kamu berjanji, 3)
Tunaikanlah manakala kamu diamanahkan, 4) pejamkanlah mata kamu (dari yang di
tengah), 5) peliharalah faraj kamu, 6) tahanlah tangan kamu. (HR. Imam Ahmad)
Seseorang yang melanggar Amanah digambarkan oleh Rasulullah sebagai orang yang
tidak beriman. Bahkan lebih jauh lagi, mereka dimasukkan kedalam golongan orangorang munafik. Hal ini tercermin dari sabda Rasulullah Muhammad saw:
Tidak beriman orang yang tidak memegang Amanah tidak ada agama orang yang tidak
menepati janji. (HR. Ad Dalimi)
Tanda orang munafik itu ada tiga macam: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia
mengingkari; dan jika diberi kepercayaan, dia khianat. (HR. Ahmad)
Sementara itu, orang yang jujur dan selalu memegang amanah akan mendapat pahala
dari Allah SWT. Bahkan, Rasulullah saw menyatakan mereka akan bersama-sama
dengan para Rasul dan orang yang beriman di syurga kelak, insya Allah. Hal ini sesuai
dengan sabda Nabi Muhammad saw:
Para pedagang yang jujur dan Amanah akan berada bersama para Rasul, orang-orang
yang beriman, dan orang-orang yang jujur. Rizki Allah terbesar pada (hambanya) ada
dalam bisnis. (Al-Hadits)
Sikap Amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap Amanah
diantaranya tidak melakukan penipuan, memakan riba, tidak menzalimi, tidak
melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang diharamkan, dan tidak memberikan
komisi yang diharamkan. Hadis nabi yang berkenaan dengan hal tersebut diantaranya
adalah:
a. Larangan memakan riba
Beliau (Nabi SAW) melaknat orang yang memakan riba, orang yang menyerahkannya,
para saksi serta pencatatnya. (HR. Ibnu Majah)
b. Larangan melakukan tindak kezaliman
Seorang muslim terhadap sesama muslim adalah haram: harta bendanya,
kehormatannya, dan jiwanya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
c. Larangan melakukan suap
Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan. (HR. Imam
Abu Dawud dan Imam Tirmidzi)
d. Larangan memberikan hadiah haram
Hadiah yang diberikan pada penguasa adalah ghulul (perbuatan curang). (HR. Imam
Ahmad dan Al-Baihaqi)
Hadiah yang diberikan kepada pejabat adalah suht (haram). (HR. Al-Khatib)
e. Larangan memberikan komisi yang haram
Rasulullah mengutusku ka Yaman (sebagai penguasa daerah). Setelah aku berangkat,
beliau SAW, mengutus orang menyusulku. Aku pulang kembali. Rasulullah SAW,
bertanya kepadaku, tahukah engkau, mengapa kau mengutus orang menyusulmu?
janganlah engkau mengambil sesuatu untuk
kepentinganmu sendiri tanpa seizinku. (jika hal itu kamu lakukan) itu merupakan
kecurangan, dan barang siapa berbuat curang pada hari kiamat kelak dibangkitkan
dalam keadaan memikul beban kecurangannya. Untuk itulah, engkau aku panggil dan
sekarang berangkatlah untuk melakukan
tugas pekerjaanmu. (HR. Imam Tirmidzi)
Barang siapa yang kami pekerjakan untuk melakukan tugas dan kepadanya kami telah
berikan rizki (yakni imbalan atas jerih payahnya) maka apa yang diambil olehnya selain
itu adalah suatu kecurangan. (HR. Imam Abu Dawud)
Sikap amanah dapat diperkuat jika dia selalu meningkatkan pemahaman Islamnya dan
istiqamah menjalankan syariat Islam. Sikap amanah juga dapat dibangun dengan jalan
saling menasehati dalam kebajikan serta mencegah berbagai penyimpangan yang
terjadi. Sikap amanah akan memberikan dampak positif bagi diri pelaku, perusahaan,
masyarakat, bahkan negara. Sebaliknya sikap tidak amanah (khianat) tentu saja akan
berdampak buruk.
3. Fathanah
Fathanah berarti cakap atau cerdas. Dalam hal ini Fathanah meliputi dua unsur, yaitu:
a. Fathanah dalam hal administrasi/manajemen dagang, artinya hal-hal yang
berkenaan dengan aktivitas harus dicatat atau dibukukan secara rapi agar tetap bisa
menjaga Amanah dan sifat shiddiqnya.
Firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orangorang lelaki (diantaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi
kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang
demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu. (Al Baqarah: 282)
b. Fathanah dalam hal menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang
maupun harta.
Dalam hal fathanah ini Rasulullah mencontohkan tidak mengambil untung yang terlalu
tinggi dibanding dengan saudagar lainya. Sehingga barang beliau cepat laku. Dengan
demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi pemasaran (kiat membangun citra).
Kiat membangun citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi: penampilan, pelayanan,
persuasi dan pemuasan.
Penampilan: tidak membohongi pelanggan, baik menyangkut besaran (kuantitas)
maupun kualitas.
Apabila dilakukan penjualan, katakanlah: tidak ada penipuan. (HR. Imam Bukhari)
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan;
Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan
manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan
membuat kerusakan; (Asy-Syuara: 181-183)
Tidak ada suatu kelompok yang merugikan timbangan dan takaran tapa diganggu oleh
kerugian. (Al-Hadits)
Pelayanan: pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan hendaknya diberi tempo
untuk melunasinya. Selanjutnya, pengampunan (bila memungkinkan) hendaknya
diberikan jika ia benar-benar tidak sanggup membayarnya.
kesempitan dunia kepada satu dunia yang lebih luas dan daripada
penindasan agama lain kepada keadilan Islam'
__________________________
(1)
Al-Qardawi Yusuf "Pengertian Tauhid" terjemahan AbdulMajid Abdullah, Pustaka
Salam, 1987.
Dengan tauhid kita dapat diselamatkan dari tunduk kepada manusia dan
terkungkung dengan pendapat seseorang. Dengan ini jiwa manusia dan
hidupnya bebas dari tunduk, merendah, menghina dan menyerah kepada
yang lain dari Allah.
C. Membentuk Peribadi Yang Seimbang
Peribadi yang seimbang atau `Balanced Personality' banyak disebut oleh
`guru-guru pengurusan' barat atau western `Management Gurus'
termasuklah Stephen Covey. Secara teorinya ianya sesuatu yang boleh
diperkatakan. Tetapi secara praktisnya, ianya hanya boleh dibentuk dalam
satu masyarakat yang beragama.
Masyarakat sekular tidak akan dapat melahirkan peribadi yang seimbang
walaupun ianya disebut berulang-ulang kali.
Peribadi seimbang yang dilahirkan melalui tauhid ialah seimbang dari
aspek roh dan jasadnya, `akal dan nafsunya, ilmu duniawi dan akhirat,
manusia yang inovatif dan kreatif, sabar dan tegas, mempunyai visi dan
misi dalam kehidupannya serta cekap dan ikhlas dalam memberikan
sumbangan yang positif kepada masyarakat dan bersifat proaktif dalam
menangani permasalahan dalam kehidupannya, serta berjaya dalam
hidup didunia dan persediaannya untuk akhirat. Seimbang juga
bermaksud mampu melahirkan suasana yang baik samada dipejabat atau
organisasinya dan dirumahtangganya. Semuanya dalam keadaan yang
stabil dan harmoni.
D. Sumber Kebahagiaan Dan Ketenangan Jiwa
Stephen Covey, salah seorang guru pengurusan terkenal telah menyebut
satu masalah yang biasa kita dengar dikalangan `Top Executives' dan ahli
perniagaan yang telah berjaya:
`Everyone tells me i'm highly successful. I've worked and scraped and
sacrificed, and i've made it to the top. But i'm not happy. Way down inside i
have this empty feeling. It's like the song says,'is that all there is?
most of the time, i just don't enjoy life.....(first things first)
Sebenarnya dengan tauhid hati seseorang dapat dipenuhi dengan
keamanan dan ketenangan. Ia telah menutup pintu ketakutan, takut
tentang rezki, takut kepada ajal, takut kepada diri, takut kepada keluarga
dan anak-anak, takut kepada manusia dan takut kepada mati.
Adapun seseorang mukmin yang mentauhidkan Allah, ianya tidak takut kepada sesuatu
atau seseorang kecuali hanya kepada Allah.
Sebab itu ia sentiasa dalam keadaan bahagia dan tenang.
E. Tauhid Asas Persaudaraan Dan Persamaan
Persaudaraan dan persamaan tidak akan tercapai dalam kehidupan
manusia, bila terdapat dikalangan manusia ada yang menjadi tuan kepada
manusia lain. Tetapi bila semua manusia itu dikira sebagai hamba Allah
perubahan peradigma. Bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan tetapi juga untuk
memenuhi tanggungjawab sosial. Perubahan ini adalah kesan daripada pengalaman
masyarakat barat yang telah merasai kepahitan dari kualiti yang rendah dan
keselamatan yang tidak terjamin apabila keuntungan sahaja yang menjadi tujuan
perniagaan. Malah mereka menganggap tanggungjawab sosial sebagai satu cara untuk
meningkatkan imej sesuatu organisasi perniagaan dalam sebuah masyarakat. Dengan
cara ini dari sudut jangka panjang syarikat tersebut akan dapat meningkatkan
permintaan terhadap barangan dan perkhidmatan.
Ada berbagai-bagai tanggapan dikalangan ketua-ketua eksekutif atau penguruspemgurus syarikat dibarat mengenai tujuan atau falsafah perniagaan:
1. Untuk kebajikan pemegang-pemegang saham syarikat.
2. Untuk kebajikan pengguna
3. Untuk kebajikan pemilik-pemilik syarikat(perkongsian)
4. Untuk kepentingan pemegang saham, pekerja, pengguna dan
`suppliers'
5. Untuk meningkatkan kualiti kehidupan bagi lelaki dan wanita yang
bekerja( yang tidak menjejas alam sekitar, atau meningkatkan
perkhidmatan pengguna, etc). Sesuatu yang melewati batas kepentingan
diri keempat-keempat golongan tersebut. Sesuatu yang memberi `sense
of mission' kepada syarikat tersebut.
STRATEGI
Ini menentukan logik perniagaan itu. Pihak pengurusan harus mengenalpasti suasana
atau keadaan pasaran tempat ia akan bersaing. Ia harus juga menentukan apakah ciri
kekuatan yang membolehkannya berada dalam keadaan yang selesa dan dominan.
Umpamanya, strategi untuk mengeluarkan barangan yang berkualiti tinggi.
NILAI DAN ETIKA
Ini menjelaskan bahawa perkara-perkara dan aktiviti-aktiviti yang dilakukan oleh sese
uab syarikat dan mereka yang mempunyai hubungan dengannya bukan sahaja baik
dari sudut strategi untuk meningkatkan jualan tetapi ianya juga baik dalam ertikata yang
sebenarnya. Hanya apabila seseorang pekerja itu mempunyai nilai peribadi yang selari
dengan nilai organisasi atau syarikat yang dia bekerja, komitmen serta penglibatannya
akan bertambah. Aspek yang perlu diberi penekanan,
- Kerjasama dan perundingan sebagai satu pasukan.
- alam sekitar
- hubungan pihak pengurusan dan pekerja, pengguna dan
sebagainya.
- Kualiti barangan yang tidak memberikan kesan negatif
kepada kesihatan.
Berdasarkan pandangan barat organisasi atau syarikat itu akan berjaya apabila
perkara-perkara ini digabungkan iaitu, apabila strategi, nilai dan etika digabungkan
dengan satu tujuan yang unggul yang melewati batas kepuasan kumpulan-kumpulan
tertentu.
BAGAIMANA DENGAN KEUNTUNGAN SEMATA-MATA
Sesebuah syarikat tidak akan hidup dengan hanya memikirkan keuntungan sematamata dan mengenepikan aspek-aspek lain dari sudut jangka panjang. Dia dapat
`Survivie' dari sudut jangka pendek.
Tetapi apabila masyarakat dapat menilai kesan barangan dan perkhidmatan yang
dihasilkan serta perkhidmatan pengguna atau pembeli yang disediakan maka syarikat
tersebut akan menerima kesan yang buruk.
Akhirnya jualan dan keuntungannya akan mulai menurun kerana tidak kompetitif dari
sudut kualiti dan perkhidmatan(bagaimana kita melayani pembeli etc., mengakui
kesilapan, senyuman menghadapi pembeli yang rumit, etc).
FALSAFAH PERNIAGAAN ISLAM
Falsafah perniagaan Islam lahir daripada falsafah kehidupan yang telah ditentukan oleh
Islam. Berbeza dengan barat dimana falsafah perniagaan mereka bertukar atau
berubah berdasarkan pengalaman mereka.
TUJUAN SYARIKAT ATAU PERUSAHAAN DIWUJUDKAN
Tujuan tidak boleh dipisahkan daripada falsafah Islam yang diasaskan oleh tauhid. Ia
mencerminkan kesan tauhid dalam kehidupan manusia sebagaimana yang telah
disebutkan.
MEMENUHI TANGGUNGJAWAB AGAMA
Di antara tujuan perniagaan diwujudkan ialah memenuhi tuntutan agama.
A. Ini Sesuai Dengan Tujuan Syari'at Diturunkan.
Syari'at Islam diturunkan untuk memenuhi tahap dharuriyyah(keperluan
asas) manusia
yang didefinasikan sebagai pemeliharaan 5 perkara asas untuk kehidupan
manusia iaitu:
1. Agama
2. Nyawa
3. Akal
4. Keturunan
5. Harta
Masa'lih - segala yang memelihara salah satu atau kelima-lima atau daripada perkara
ini.
Mafa'sid - segala yang boleh memberi kesan negatif keatas salah satu atau kelima-lima
perkara ini.
Oleh itu Islam mengharamkan mafa'sid dalam kegiatan perniagaan kerana jelas ia
boleh memberikan kesan yang negatif terhadap pencapaian dharuriyyah iaitu
pemeliharaan kelima-lima perkara ini. Umpamanya, arak diharamkan oleh Islam.
1. Kita boleh memahami rasionalnya dengan menganalisa kesan negatif
arak terhadap agama, nyawa, akal, keturunan dan harta manusia.
2. Apabila ianya boleh menjejas perkara-perkara ini ia akan merosakkan
kehidupan bermasyarakat, menjejas ketahanan masyarakat dan nasib
masa depan generasi akan datang. Perceraian, homoseksual, anak luar
nikah, jenayah serta ketidakstabilan politik akan berleluasa.
3. Apabila perkara yang mafa'sid ini ditegah dan tidak dibenarkan untuk
diperniagakan atau di keluarkan maka akan lahir masyarakat yang sihat,
berakhlak mulia, produktif dan berkualiti tinggi.
Oleh itu kegiatan perniagaan dalam Islam adalah satu ibadah yang sekiranya dilakukan
dengan niat yang ikhlas serta bersesuaian dengan kehendak syari'at Islam akan
mendapat keredhaan Allah.
Ini selari dengan satu kaedah fiqh yang berbunyi:
Sesuatu itu wajib apabila yang wajib tidak dapat dilaksanakan tanpanya.
Memenuhi tanggungjawab terhadap diri dan kehidupan sosial sesuai dengan kesan
falsafah yang diasaskan oleh tauhid, tujuan kewujudan sesuatu syarikat ialah untuk
memenuhi tanggungjawab berikut: (2)
a. Keperluan diri secara sederhana
b. Keperluan keluarga
c. Keperluan masa depan. Membantu dalam menghadapi perkara-perkara yang
datang tanpa diundang
d. Keperluan anak-anak akan datang
e. Perkhidmatan dan sumbangan sosial, termasuk berusaha untuk menegakkan
agama Islam, membantu kearah pencapaian matlamat negara seperti
membasmi kemiskinan, menyediakan pekerjaan, menstabilkan harga,
keselamatan,dll.
B. PEMBANGUNAN MENTAL, SPIRITUAL DAN JASMANI MANUSIA
Oleh itu jelas bahawa dalam Islam falsafah perniagaan ialah untuk membangunkan
spiritual, mental dan jasmani manusia supaya manusia dapat melaksanakan tugasnya
sebagai Khalifatullah fi Al-ardh' dengan sebaik mungkin.
_________________________
(2) Siddiqui, M.N , The Economic Enterprise in Islam, Islamic Publications Ltd, 1988.
Etika ialah satu perkataan yang datang dari bahasa Greek `Ethos' yang memberi
maksud `Code Of Human Conduct' atau peraturan yang membatasi gelagat manusia.
Oleh itu apabila disebut etika perniagaan ia memberi erti peraturan-peraturan yang
membatasi gelagat atau tindakan manusia dalam kegiatan perniagaan.
SUMBER ETIKA PERNIAGAAN
Etika perniagaan adalah diperolehi daripada dua sumber utama hukum Islam iaitu alQur'an dan as-Sunnah. Sabda Rasullulah "Aku tinggalkan kerana 2 perkara sekiranya
kamu pegang kedua-duanya kamu tidak akan sesat selama-lamanya. Selain daripada
itu ia juga dibincangkan oleh ulama'-ulama' dalam satu cabang daripada ilmu fiqh iaitu
fiqh al-mu'amalat.
Secara umumnya adalah penting untuk kita memahami maqa'sid al-shari'ah atau tujuan
shariah untuk menentukan bentuk dan kandungan kegiatan perniagaan kita (apa yang
hendak dikeluarkan, bagaimana dan mengapa).
Dengan memahami etika perniagaan kita akan dapat memastikan perniagaan kita akan
diredhai oleh Allah. Kita perlu menjawab soalan-soalan ini dengan berpandukan etika
perniagaan Islam:
1. Bolehkah perkhidmatan atau barangan ini dikeluarkan? Kalau tidak
boleh kenapa?
2. Kalau boleh, adakah kandungan barangan tersebut dibenarkan dari
sudut halal atau haramnya, dan dari sudut kualiti agar ia tidak merosakkan
kesihatan akal dan jasmani pengguna.
3. Adakah cara pemasaran barangan dan perkhidmatan tersebut
bertentangan dengan etika Islam?
4. Adakah upah yang diberikan kepada pekerja kita berpatutan dengan
kerja yang dibuat? Bagaimana dengan suasana pekrjaan, adakah sesuai
untuk meningkatkan produktiviti dan kualiti?
5. Adakah kerja memproses barangan dan perkhidmatan memberi kesan
negatif kepada alam sekitar?
6. Adakah pembiayaan kewangan bagi mengeluarkan barangan atau menyediakan
perkhidmatan tersebut sesuai dengan prinsip Islam?
ETIKA PERNIAGAAN ISLAM 'PRINSIP TIDAK MEMUDARATKAN' ATAU 'NO
INJURY PRINCIPLE'
Dalam menggariskan etika perniagaan, Islam menjadikan 'Prinsip Tidak Memudaratkan'
atau 'No Injury Principle' sebagai asas penting. Prinsip ini merujuk kepada peraturan
yang meggerakkan tindakan dan gelagat pimpinan serta pihak bawahan dalam
hubungan sesama mereka dan yang memberi kesan di luar organisasi. Hubungan yang
berasaskan prinsip 'tidak memudaratkan' ini menghalang atau mengurangkan sifat atau
tindakan negatif terhadap orang lain, dengki mendengki, mementingkan diri sendiri atau
tindakan yang boleh menyebabkan berlakunya ketidakadilan terhadap seseorang. Ia
juga merjujk kepada kesan produk atau perkhidmatan terhadap pengguna dan alam
sekitar.
Prinsip ini bersifat universal dan boleh dipraktikkan dalam semua aspek dan dimensi
kehidpan manusia. Ia bukan sahaja melarang tindakan atau sikap yang memudaratkan
orang lain tetapi juga memudaratkan diri sendiri. Apabila seseroang atau satu
organisasi itu berusaha untuk tidak memudaratkan diri sendiri atau orang lain
pengusaha akan mencari kaedah yang terbaik untuk mengelakkan diri daripada
melaksanakan etika dan prinsip perniagaan Islam terutamanya apabila ia
melibatkan kos, tenaga dan masa
III.
Pengguna harus memahami etika perniagaan Islam dan memastikan agar
peniaga dan pengusaha mengamalkannya. Mereka harus bertindak secara aktif
dalam mempertahankan hak-hak mereka sebagai pengguna dan memberikan
maklumat kepada agensi-agensi kerajaan dan swasta yang terlibat dalam
memantau perlaksanaan etika perniagaan sekiranya terdapat penyelewenganpenyelewengan.
IV. Peranan kerajaan adalah seperti berikut:
- menyediakan garis panduan yang jelas den lengkap
mengenai etika perniagaan untuk di edarkan kepada
peniaga dan pengusaha-pengusaha
- memastikan bahawa pengusaha dan peniaga memahami
garis panduan tersebut dan melaksanakannya
- membentuk agensi atau badan untuk memantau
perlaksanaan garis panduan tersebut dengan adil dan
saksama tanpa sebarang unsur diskriminasi
- menyediakan ruang bagi orang ramai untuk menyuarakan
bantahan dan memberikan maklumat sekiranya terdapat
penyelewengan.
KESIMPULAN
Diharapkan kegiatan keusahawanan bermula dari niat kita,falsafah, matlamat,
hubungan dengan pihak pekerja,pengeluaran,pembiayaan,perancangan dan
pengawalan, pengiklanan dan sebagainya adalah berasaskan Islam. Ini sesuai dengan
ayat al-Qur'an:
`Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta-harta
kamu sesama kamu dengan jalan yang salah (tipu, judi dan sebagainya)
kecualli dengan jalan perniagaan yang dilakukan secara suka sama suka
diantara kamu, dan janganlah kamu berbunuh-bunuhan sesama sendiri.
Sesungguhnya Allah sentiasa mengasihani kamu' (surah an-nisa' ayat 29)
`Wahai orang-orang yang beriman masuklah dalam Islam keseluruhannya'
Sesunggunya kita semua akhirnya akan bertanggungjawab depan Allah
SWT di hari Akhirat nant dan akan menerima balasan yang setimpal
dengan amal perbuatan kita di dunia ini.
`Maha Suci Allah yang di tanganNya lah segala kerajaan dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun' (Surah Al Mulk, 1-2)
http://www.kpdnkk.gov.my
GARIS PANDUAN
PERINGATAN
SEBELUM menceburi perniagaan jualan langsung, anda dinasihatkan supaya terlebih
dahulu memahami secara jelas AKTA JUALAN LANGSUNG 1993 (AJL 1993).
SEKSYEN 4(1) AJL 93
"Tertakluk kepada seksyen 14 dan 42, tiada seorang pun boleh menjalankan
apa-apa perniagaan jualan langsung melainkan jika ia suatu syarikat yang
diperbadankan di bawah Akta Syarikat 1965 dan memegang lesen yang sah
yang diberikan di bawah seksyen 6".
SEKSYEN 2 AJL 93
Bagi maksud garis panduan ini :
(a)
"Jualan Langsung" ertinya jualan pintu ke pintu dan pesanan pos
mengikut pengertian akta ini
(b)
"Jualan Pintu ke pintu" ertinya atau perkhidmatan yang dijalankan
dengan cara berikut:
iii.
TATACARA PERMOHONAN
Permohonan hendaklah mematuhi syarat-syarat asas berikut:
KELAYAKAN
Pemohon hendaklah terdiri dari syarikat yang diperbadankan di bawah Akta Syarikat
1965.
MODAL BERBAYAR
KATEGORI
Pemasaran Berbilang Tingkat
Pemasaran Satu Tingkat
Jualan Pesanan Pos
Syarikat yang mempunyai
pemilikan asing
PELAN PEMASARAN
Pelan pemasaran yang dilaksanakan hendaklah mengikut ciri-ciri berikut :
o Tidak menjalankan perniagaan yang melibatkan apa-apa skim atau perkiraan
berbentuk piramid seperti yang dinyatakan di bawah seksyen 7 AJL 1993.
o
a)
ii.
b)
Pembayaran Insentif
Syarikat yang menjalankan perniagaan jualan langsung hendaklah menyediakan
suatu insentif berasaskan jumlah atau kuantiti barang atau perkhidmatan yang
dijual atau diedarkan oleh tiap-tiap peserta yang diambil masuk ke dalam skim
dan bukan daripada pengambilan orang ke dalam skim.
c)
d)
Perjanjian
i.
Syarikat yang menjalankan perniagaan jualan langsung hendaklah
menyediakan suatu kontrak bertulis atau penyata yang mengandungi
terma dan syarat perjanjian itu.
ii.
(c)
(d)
Mana-mana orang yang melanggar atau gagal mematuhi manamana peruntukan peraturan ini adalah melanggar syarat-syarat
lesen.
KAEDAH PERMOHONAN
i)
ii)
iii)
SYARAT-SYARAT TAMBAHAN
a)
Bagi produk makanan kesihatan/makanan tambahan/ubat tradisional perlu
terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat berikut:
i)
Mengemukakan kelulusan pendaftaran keluaran dengan Pihak Berkuasa
Kawalan Dadah, Kementerian Kesihatan (PBKD);
ii)
Jika produk disahkan sebagai "Tidak Perlu Pendaftaran" atau
dikategorikan sebagai "Makanan", produk berkenaan perlu dirujuk dan
mendapat surat pengkelasan daripada Bahagian Keselamatan dan Mutu
Makanan (BKKM) dan mematuhi segala peraturan pelabelan yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesihatan; dan
iii)
Mencatatkan nombor siri Kelulusan, Lembaga Iklan Ubat, Kementerian
Kesihatan (KKLIU) pada brosur/iklan/bahan bercetak makanan
kesihatan/ubat tradisional yang mempunyai tuntutan perubatan.
b)
Bagi produk kosmetik perlu didaftar dan mematuhi arahan di bawah Peraturan
29 Peraturan-peraturan Kawalan Dadah dan Kosmetik 1984 berkaitan
Pelaksanaan Notifikasi Kosmetik dan peraturan ini dikuatkuasakan oleh
Kementerian Kesihatan mulai 1Januari 2008.
c)
Bagi barangan berasaskan petroleum mesti mempunyai lesen PDA (Petroleum
Development Act 1974)
d)
Bagi produk elektrik perlu mendapat kelulusan daripada Suruhajaya Tenaga dan
bagi produk elektrik tertentu perlu mendapatkan kelulusan mengimport dan
mengilang dari Jabatan Bekalan Elektrik dan Gas;
e)
Program perkhidmatan penjagaan kesihatan perlu didaftarkan dengan Bahagian
Amalan Perubatan, Kementerian Kesihatan.
f)
Sesi penerangan pelan pemasaran hendaklah dihadiri oleh ahli lembaga
pengarah atau pemegang ekuiti syarikat sahaja.
b)
c)
Produk/perkhidmatan syarikat;
d)
b)
Menteri;
Menerima dan mempertimbangkan kes-kes rayuan pelesenan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
19. Pemegang lesen perlu dengan segera memulangkan lesen ini kepada
Pengawal Jualan Langsung sekiranya lesen ini dibatalkan atau pemegang lesen
tidak lagi menjalankan perniagaan jualan langsung;
20. Syarikat Jualan Langsung hanya boleh membuat pembayaran bonus tidak
kurang dari tempoh bertenang;
21. Syarikat Jualan Langsung tidak dibenarkan menggunakan pelan pemasaran
yang menggunakan produk pakej yang dijadikan sebagai pembelian wajib untuk
syarat pembayaran bonus;
22.
Syarikat Jualan Langsung tidak dibenarkan mengadakan/membuat/
membenarkan sebarang unsur-unsur pembelian lot (pangkat)/re-entering di
dalam pelan pemasaran syarikat;
23. Syarikat dikehendaki mengemukakan Borang Maklumat dan Prestasi Syarikat
setiap tahun (selewat-lewatnya 31 April);
24. Pemegang lesen mestilah mematuhi semua syarat-syarat yang disebutkan di
atas;
BAYARAN
a)
b)
c)
skim piramid
Promosi semata-mata atau terutamanya melalui perekrutan berbanding
dengan jualan barang-barang.
Ciri-ciri kecil
1. Suatu kontrak bertulis atau pernyataan yang memperihalkan terma material
perjanjian tidak disediakan kepada peserta yang menyertai skim, pelan, pengendalian
atau proses berantai piramid.
2.
Pembelian produk, perkhidmatan atau harta tidak ketara atau bayaran minimum
atau kehendak jualan secara berwajib dikenakan sebagai syarat untuk memenuhi
kehendak kelayakan atau kehendak permulaan bagi penyertaan atau pampasan dalam
skim, pelan, pengendalian atau proses berantai piramid.
3. Peserta dikehendaki membeli produk, perkhidmatan atau harta tidak ketara dalam
amaun yang tidak munasabah yang melebihi jangkaan untuk dijual semula atau dibeli
dalam suatu tempoh masa yang munasabah. Peserta tidak diberi kebebasan
sepenuhnya dalam pembelian tetapi mereka didesak membeli pakej produk terpilih
untuk memenuhi kehendak jualan untuk melayakkan mereka mendapat kedudukan atau
bonus dalam skim, pelan, pengendalian atau proses berantai piramid.
4. Polisi bayar produk, perkhidmatan atau harta tidak ketara yang dibeli oleh peserta
atau pengguna tidak disediakan.
5. Polisi beli balik oleh pengendali skim, pelan, pengendalian atau proses berantai
piramid bagi produk, perkhidmatan atau harta tidak ketara yang mendapat pasaran pada
masa ini atas permintaan peserta dalam terma atau perjanjian yang munasabah tidak
dibenarkan atau disediakan.
6. Kehendak struktur skim, pelan, pengendalian atau proses berantai piramid yang
ketat atau tidak munasabah bagi kelayakan peserta untuk diberi pampasan.
7. Pengunduran diri oleh peserta daripada skim, pelan, pengendalian atau proses
berantai piramid tidak dibenarkan.
8. Peserta dibenarkan atau digalakkan untuk membeli lebih daripada satu kedudukan
atau hak untuk menyertai skim, pelan, pengendalian atau proses berantai piramid.
Syarikat jualan langsung MLM yang diakui sah membayar bonus/ganjaran kepada
ahli/pengedar berdasarkan kepada nilai jualan atau pengembangan jaringan untuk
meningkatkan jualan kumpulan. Sungguhpun begitu, berbagai jenis pelan
pemasaran boleh digunakan untuk pengiraan bonus atau ganjaran yang telah
dijanjikan.
Manakala syarikat jualan langsung MLM yang melaksanakan sistem piramid,
bonus/ganjaran dibayar berdasarkan kepada penajaan atau kemasukkan
ahli/pengedar baru ke dalam skim piramid yang digunakan, pelan pemasaran, operasi
atau proses berantai dan tidak secara langsung berdasarkan kepada jualan produk,
servis atau harta yang intangible oleh ahli atau pengedar.
Urus niaga mata wang asing dengan seseorang, selain daripada seorang yang
diberi kuasa, yang tidak mendapat kebenaran oleh Pengawal Pertukaran Wang
Asing di bawah AKPW sering:
Menawarkan kepada pelabur atau orang awam peluang untuk berurus niaga
mata wang asing dengan syarikat induk (yang kononnya mempunyai lesen sah
untuk berurus niaga mata wang asing di luar negara);
Memudahkan urus niaga mata wang asing dengan menyediakan akses kepada
laman web syarikat induk dan kemudahan urus niaga melalui internet;
Menggaji lepasan siswazah sebagai eksekutif pemasaran dan mempengaruhi
mereka supaya membuat ahli keluarga mereka membuat pelaburan;
Mengarahkan pelabur-pelabur untuk mendeposit wang pelaburan sama ada ke
dalam akaun bank syarikat induk atau akaun bank pihak ketiga; dan
Mempengaruhi pelabur-pelabur untuk menambah jumlah pelaburan ("panggilan
margin") atau menghadapi risiko kehilangan pelaburan mereka .
Melalui penampilan imej yang profesional dan bereputasi dengan barisan pekerja
yang berpakaian segak, keadaan pejabat yang bercirikan teknologi tinggi dan
kemudahan IT yang terkini yang memudahkan pelabur-pelabur untuk
mengendalikan akaun-akaun mereka melalui internet;
Dengan peralatan urus niaga seperti suatu skrin berita yang menunjukkan
pergerakan dalam kadar pertukaran untuk memberi gambaran bahawa sesuatu
perniagaan yang profesional dan sah di sisi undang-undang sedang dijalankan;
Kebiasaannya, pelabur juga dikehendaki untuk menandatangani satu kontrak
urus niaga dengan syarikat. Kontrak-kontrak ini sering tidak ditandatangani oleh
syarikat. Ini bermakna tiada tindakan boleh diambil oleh pelabur terhadap
syarikat kerana tiada kontrak formal yang mengikat.
Ingatlah pada kata hikmat ini - Sesuatu yang menguntungkan tetapi seakan
terlalu mustahil untuk diterima akal, berkemungkinan besar merupakan satu
penipuan;
Berurusan hanya dengan institusi kewangan berlesen dan peniaga mata wang
asing yang di beri kuasa;
Semak terlebih dahulu dengan pihak berkuasa yang berkaitan;
Jangan gopoh atau membiarkan diri dipaksa untuk melabur;
Berhati-hatilah dengan pelaburan yang dibuat melalui internet;
Berwaspada dengan sebarang peluang pelaburan yang tidak bertulis; dan
Jika suatu pelaburan telah dibuat, simpan kesemua dokumen yang berkaitan
dengan pelaburan dan komunikasi dengan selamat.
4. Apakah yang perlu anda lakukan sekiranya anda menjadi mangsa skim seperti
ini?
Jika anda mempunyai sebarang maklumat mengenai aktiviti pengambilan wang secara
haram atau urus niaga mata wang asing secara haram atau anda sendiri adalah
mangsa kepada aktiviti atau skim haram seumpamanya tersebut , sila hantar maklumat
lanjut atau aduan anda beserta dengan dokumen berkaitan kepada Bank Negara
Malaysia seperti berikut:
Sumber Bank Negara.
Untuk aduan/laporan sila mengantar aduan anda ke NCCC/Bank Negara. Terima
Kasih.
Bersama sama kita menjadi konsumer Bijak.
Ms. Matheevani Marathandan
Legal Executive/ Complaint Handling Manager
Pusat Khidmat Aduan Pengguna Nasional
National Consumer Complaints Centre
E-mail :
vani@nccc.org.my
vani@nccc.org.my
Maisir (judi/untung-untungan)
Kata Maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan
sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa
juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Quran adalah kata `azlam`
yang berarti praktek perjudian.
Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai suatu transaksi yang dilakukan oleh
dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang mengguntungkan satu pihak
dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu
tindakan atau kejadian tertentu[1]
Prinsip berjudi adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya
berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, mengharapkan keuntungan
semata (misalnya hanya mencoba-coba) di samping sebagian orang-orang yang terlibat
melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan,
atau menghilangkan suatu kesempatan. Melakukan pemotongan dan bertaruh benarbenar masuk dalam kategori definisi berjudi[2]
Judi pada umumnya (maisir) dan penjualan undian khususnya (azlam) dan segala
bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan pada bentuk-bentuk perjudian
adalah haram di dalam Islam. Rasulullah s.a.w melarang segala bentuk bisnis yang
mendatangkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi dan ramalan atau
terkaan (misalnya judi) dan bukan diperoleh dari bekerja.[3]
Diriwayat oleh Abdullah bin Omar bahwa Rasulullah s.a.w. melarang berjualbeli yang
disebut habal-al-habla semacam jual beli yang dipraktekkan pada zaman Jahiliyah.
Dalam jual beli ini seseorang harus membayar seharga seekor unta betina yang unta
tersebut belum lahir tetapi akan segera lahir sesuai jenis kelamin yang diharapkan .[4]
Diriwayatkan oleh beberapaa sahabat Nabi, termasuk Jabir, Abu Hurairah, Abu Said
Khudri, Said bin Al Musayyib dan Rafiy bin Khadij bahwa Rasulullah s.a.w. melarang
transaksi muzabanah dan muhaqalah[5]
Kedua jenis bisnis transaksi diatas sangat merakyat pada zaman sebelum Islam.
Muzabanah adalah tukar menukar buah yang masih segar dengan yang sudah kering
dengan cara bahwa jumlah buah yang kering sudah dapat dipastikan jumlahnya
sedangkan buah yang segar ditukarkan hanya dapat ditebak karena masih berada di
pohon. Sama halnya dengan muhaqalah yaitu penjualan gandum ditukar dengan
gandum yang masih ada dalam bulirnya yang jumlahnya masih ditebak-tebak.
Disebabkan karena kejahatan judi itu lebih parah dari pada keuntungan yang
diperolehnya, maka dalam Al-Qur`an, Allah swt sangat tegas dalam melarang maisir
(judi dan semacamnya) sebagaimana ayat berikut:
Mereka akan bertanya kepadamu tentang minuman keras dan judi, katakanlah: pada
keduanya terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar
dari pada manfaatnya (QS. Al Baqarah 2:219)
Ayat di atas secara tegas menunjukkan keharaman judi. Slain judi itu rijs yang berarti
busuk, kotor, dan termasuk perbuatan setan, ia juga sangat berdampak negatif pada
semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, social, moral,
menghibur diri, dan menyia-nyiakan waktu serta didalamnya tidak ada unsur riba dan
grarar merupakan perjudian dan taruhan.Illat (sebab) keharaman judi bukan itu semua,
tetapi illatnya adalah gharar, karena di dalam judi dan taruhan ada istilah kemungkinan
menang bagi satu pihak dan kemungkinan kalah bagi pihak lain.
Mohd Fadzli Yusof[9], menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional terjadi
karena didalamnya terdapat faktor gharar, beliau mengatakan: adanya unsur al-maisir
(perjudian) akibat adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila
pemegang asuransi jiwa meninggal dunia, sebelum akhir periode polis asuransi, namun
telah membayar sebagian preminya, maka tertanggungnya akan menerima sejumlah
uang tertentu. Bagaimana cara memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak
diberitahukan kepada pemegang polis. Hal inilah yang dipandang sebagai al-maisir
(perjudian) dalam asuransi konvensional.
Dengan argumentasi yang hampir sama, Syafi`i Antonio [10] mengatakan bahwa unsur
maisir artinya adanya salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru
mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab
tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun
ketiga (untuk produk tertentu) maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali
uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.
Pada kesempatan lain Syafi`i Antonio menjelaskan tentang maisir dalam asuransi
konvensional sebagai berikut: Maisir adalah suatu bentuk kesepahaman antara
beberapa pihak, namun ending yang dihasilkan hanya satu atau sebagian kecil saja
yang diuntungkan. Sedangkan maisir (gambling/untung-untungan) dalam asuransi
konvensional terjadi dalam tiga hal:
a.
Ketika seorang pemegang polis mendadak kena musibah sehingga memperoleh
hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar
premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan
b. Sebaliknya jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara ia
sudah membayar premi secara penua/lunas. Maka perusahaanlah yang diuntungkan.
c.
Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya
sebelum masa reserving period, maka yang bersangkutan tidak akan menerima
kembali uang yang telah dibayarkan (cash value) kecuali sebagian kecil saja, bahkan
uangnya dianggap hangus.[11]
Salah satu pakar asuransi dan sekaligus praktisi asuransi yang cukup ternama di
Indonesia, Muhaimin Iqbal, ACII[12] mengatakan: Unsur maisir (perjudian) sebenarnya
juga tidak disetujui dalam teori dasar asuransi konvensional. Dalam ilmu asuransi
(konvensional) asuransi dianggap berbeda dengan judi karena kontrak asuransi harus
berdasarkan adanya kepentingan keuangan (insurable interest) dan atas kepentingan
keuangan tersebut hanya dijamin terhadap resiko murni (pure risk), artinya dengan
ganti rugio asuransi nasabah nasabah hanya akan dipulihkan ke kondisi financial
sesaat sebelum kejadian suatu resiko (principle indemnity), nasabah tidak boleh
mendapatkan keuntungan dari terjadinya suatu resiko. Di sisi lain judi tidak
mengharuskan adanya insurable interest dan resiko yang diperjudikan bersifat
speculative atau salah satu pihak akan untung dan lain pihak rugi. Dari perbedaan inilah
maka teori dasar asuransi menganggap bahwa asuransi bukanlah judi[13]
Tapi kenyataannya lanjut Iqbal, memang di praktek sangat berbeda dengan teori. Untuk
aspek maisir (perjudian) misalnya, sangat sedikit pelaku asuransi yang menerapkan
teorinya dengan serius dan menghindarkan bisnisnya dari sifat yang menyerupai
perjudian atau untung-untungan. Untuk menghindarkan diri dari unsur maisir (perjudian)
tersebut, para pelaku asuransi tidak cukup hanya mengandalkan sisi klien harus
memiliki insurable interest, dan kalau terjadi kerugian hanya diganti rugi ke kondisi
sesaat sebelum kejadian (indemnity), tetapi disisi pengelolaan usaha khususnya dalam
memilih portofolio resiko dan menentukan nilai premi juga harus sepadan (equitable)
terhadap resiko yang dijamin. Oleh karena itulah maka di Indonesia bahkan ada
peraturan yang mengharuskan suku premi asuransi dihitung berdasarkan statistic profil
resiko sekurang-kurangnya 5 tahun[14].
Yang terjadi di lapangan adalah dari puluhan jenis produk asuransi (khususnya asuransi
umum), hanya satu produk asuransi yaitu asuransi kebakaran yang statistiknya cukup
untuk menghitung suku premi yang equitable. Selebihnya suku premi lebih banyak
ditentukan oleh pengalaman dan kekuatan pasar sehingga sulit untuk meyakinkan
bahwa suku premi yang dibayar oleh nasabah atau sekumpulan nasabah akan cukup
untuk membayar ganti rugi nasabah yang kurang beruntung. Bahkan statistic yang
memadai di asuransi kebakaran pun sering diabaikan oleh pelaku pasar. Sikap pelaku
asuransi yang tidak menghiraukan teori dasarnya sendiri inilah yang membawa praktek
asuransi sangat dekat atau bahkan bercampur dengan unsur maisir (perjudian)[15].
Sumber: Dikutip dari buku, Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and
General) Konsep dan Sistem Operasional, Penerbit Gema Insani, Jakarta,
2004, Bab II, hal 48-53.
[6] Ahamad Kursairi Suhail, Bahaya Judi, Dalam Kolom Hikmah, Republika tanggal 30
Januari 2004
[7] Mustafa Ahmad Zarqa, prof dalam A. Latif Mukhtar, Ibid, hal 131
[8] Husain Hamid Hisan, Dr. Hukmu Asy-Syari`ah Al-Islamiyah Fii Uquudi Atta`min. darul
I`tisham. Kairo, hal 117-128
[9] Mohd Fadzli Yusof. Takaful Sistem Insurans Islam. Tinggi Press. SDN BHD, hal 32
[10] Syafi`i Antonio. Op., Cit., hal 2-3
[11] Syafi`i Antonio, Bisnis Cara Rosul, Republika (setiap senin)
[12] Direktur Tehnik Asuransi Tugu Pratama, General Insurance terbesar di Indonesia,
Anggota Dewan Penasehat Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI).
[13] Muhaimin Iqbal, Asuransi Setelah Fatwa Bunga Bank Riba Oleh MUI (makalah
diskusi Intern AASI, 2003)
[14] Ibid
[15] Ibid
Download Landasan Teori Asuransi Syariah 7 (44 kB)
Secara ringkasnya judi atau dalam istilah Arab qimar atau maisir bermaksud
sebarang aktiviti yang melibatkan pertaruhan di antara dua pihak di mana satu pihak
akan menang semua hasil pertaruhan tersebut manakala pihak yang kalah kehilangan
kesemuanya (Nazih Hammad, Mujam al-Mustalahat, p.226). Konsep judi sama dengan
prinsip zero-sum game atau menang-kalah yang memperuntukkan hanya satu pihak
sahaja yang menang dalam satu-satu pertaruhan.
Pengharaman judi merupakan suatu yang cukup jelas termaktub dalam Al-Quran:
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
Defenisi gharar menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi wa
Umairah[1] : Al-ghararu manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada baina
amroini aghlabuhuma wa akhwafuhumaa. Artinya: gharar itu adalah apa-apa yang
akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul
adalah yang paling kita takuti
Wahbah al-Zuhaili [2] memberi pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan
altaghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu
yang tampaknya menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh
karena itu dikatakan: al-dunya mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan
yang menipu.
Dengan demikian menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida` (penipuan), suatu
tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fiqih
berarti penipuan dan tidak mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak dapat
diserahkan.
Selanjutnya Wahbah al-Zuhaili [3] mengutip beberapa pengertian gharar yang
dikemukakan oleh para fuqaha yang maknanya hampir sama:
1. Al-Syarkasi dari mazhab Hanafi berpendapat, al-gharar ma yakun masnur alaqibah ,artinya: sesuatu yang tersembunyi akibatnya.
2.
Al-Qarafi dari Mazhab Maliki berpendapat: ashlu al-gharar huwa al- ladzi
la yudra hal tahshul am laka al-thair fil al hawa` wa al-samak fi alma`.artinya: sesuatu yang tidak diketahui apakah ia akan diperoleh atau tidak seperti
burung di udara, dan ikan di air.
3. Al-Syirazi dari mazhab Syafi`i berpendapat, al-gharar ma intawa `anhamruh wa
khafiy alaih `aqibatuh, artinya : sesuatu yang urusannya tidak diketahui dan
tersembunyi akibatnya
4.
5. Ibn Qoyyim berpendapat gharar ialah yang tidak bisa diukur penerimaanya, baik
barang itu ada maupun tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta
yang liar meskipun ada.
6. Ibn Hazm berpendapat, gharar itu ketika pembeli tidak tahu apa yang dibeli, atau
penjual tidak tahu apa yang ia jual.
Gharar terjadi apabila, kedua belah pihak (misalnya: peserta asuransi, pemegang polis
dan perusahaan) saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan
menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu
kontrak yang dibuat berasaskan andaian (ihtimal) semata.[4]
Inilah yang disebut gharar (ketidak jelasan) yang dilarang dalam Islam, kehebatan
sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini, agar kedua belah pihak tidak
didzalimi atau terdzalimi. Karena itu Islam mensyaratkan beberapa syarat sahnya jual
beli, yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak, diantara syarat-syarat tersebut
adalah[5]:
1.
Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat jenis yang ditimbang)
2.
Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga yang majhul (tidak
diketahui ketika beli).
3.
4.
Menurut Islam, gharar ini merusak akad[6]. Demikian Islam menjaga kepentingan
manusia dalam aspek ini. Imam an-Nawawi menyatakan, larangan gharar dalam bisnis
Islam mempunyai perananan yang begitu hebat dalam menjamin keadilan. Contoh jual
beli gharar ini adalah membeli atau menjual anak lembu yang masih di dalam perut
ibunya. Menjual burung yang terbang di udara.[7] Ia menjadi gharar karena tidak dapat
dipastikan. Sempurnakah janin yang akan dilahirkan, dapatkah ditangkap burung itu.
Maka jika harga dibayar, tiba-tiba barangnya tidak sempurna, lalu pembeli tidak puas
hati, hingga terjadi permusuhan dan keributan. Islam melarang gharar untuk
menghindari kejadian seperti ini. Akan tetapi, Islam memaklumi gharar yang sedikit
yang tidak dapat dielakkan.
Jika kedua belah pihak saling meridhai, kontrak tadi secara dztnya tetap termasuk
dalam kategori bay al-gharar yang diharamkkan. Walaupun nisbah/prosentasi atau
kadar bayaran telah ditentukan agar peserta asuransi/ pemegang polis maklum, ia tetap
juga tidak tahu, kapankah musibah akan terjadi?. Disinilah gharar terjadi. [8]
Dr.M. Anwar Ibrahim [9] mengatakan bahwa para ahli fiqih hampir dikatakan sepakat
mengenai definisi gharar, yaitu untung-untungan yang sama kuat antara ada dan tidak
ada, atau sesuatu yang mungkin terwujud dan mungkin tidak terwujud, seperti jual beli
burung yang masih terbang bebas di udara.
Rasulullah SAW bersabda tentang gharar dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah sebagai berikut :
An abii hurairata qaala nahaa Rasulullah shalallahu `alahi wassallam `an bai`il hashah
wa `an bai`il gharar,
Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli hashah dan jual
beli gharar (HR Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu
Majah)
Selanjutnya pada bagian manakah gharar (ketidakpastian) terjadi pada asuransi
konvensional yang kita kenal selama ini. H.M. Syafi`i Antonio [10] pakar ekonomi
syariah menjelaskan bahwa gharar atau ketidakpastian dalam asuransi konvensional
ada dua bentuk:
1. Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis
2. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar`i penerimaan
uang klaim itu sendiri
Secara konvensional kata Syafi`i kontrak/perjanjian dalam asuransi jiwa dapat
dikategorikan sebagai aqd tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran
premi dengan uang pertanggungan. Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas
berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu
(gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan),
tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya
Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Disinilah gharar terjadi pada
asuransi konvensional.
Sumber: Dikutip dari buku, Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and
General) Konsep dan Sistem Operasional, Penerbit Gema Insani, Jakarta,
2004, Bab II, hal 46-48.
[8] Baltaji, Op., Cit., dalam Ahmadi Sukarno, Op., Cit., hal 27
[9] M. Anwar Ibrahim, Dr. Tinjauan Fiqh terhadap Asuransi (makalah disampaikan dalam
lokakarya Asuransi Syari`ah
tanggal 4 5 Juli 2001.
[10] Muhammad Syafi`i Antonio, Msc. Asuransi Dalam Perspektif Islam. 1994. STI.
Jakarta, hal 1-3
Walau bagaimanapun secara yang sederhana, pihak IBFIM boleh perincikan konsep ini
sebagaimana berikut iaitu asas hukum kepada kedudukan pengharaman gharar adalah
hadis Nabi yang bermaksud sesungguhnya Nabi S.A.W melarang daripada jual beli
gharar. (riwayat Imam Muslim)
Isu hukum yang timbul daripada hadis berkenaan ialah tentang definisi atau maksud
gharar yang dilarang dalam hadis berkenaan. Justeru jika disorot karya- karya fiqh
klasik tentang makna gharar, boleh dikatakan bahawa terdapat pelbagai pendefinisian
daripada para fuqaha tentang konsep gharar. Antaranya ialah gharar yang bermaksud
jahalah (tidak maklum) tentang barangan yang ditransaksikan. Antara alim ulama yang
berpendapat sedemikian ialah al-Sarakhsi di dalam karyanya al-Mabsut dan al-Zailaie
di dalam karyanya Tabyiin al-Haqaiq. Al-Sarakhsi misalnya telah mendefinisikan gharar
sebagai sesuatu yang tidak diketahui akibatnya.
Terdapat juga mereka yang menyatakan bahawa gharar itu bermaksud syak atau
keraguan. Maksud gharar yang sedemikian didukung oleh beberapa fuqaha antaranya
ialah al-Kasani di dalam kitabnya Badaie al-Sanaie, Ibn Abidin di dalam kitabnya
Hasyiah Ibn Abidin dan al-Dusuqi. Al-Kasani misalnya telah menghuraikan makna
gharar sebagai suatu keadaan risiko seimbang yang akan ditempuhi oleh seseorang
berkenaan dengan sesuatu barangan yang dikehendaki itu akan wujud atau tidak dalam
sesuatu transaksi.
Terdapat juga para fuqaha yang melakukan sintesis antara kedua-dua makna gharar di
atas. Misalnya al-Syarqawi dan al-Qalyubi menyatakan bahawa gharar itu bermaksud
sesuatu yang tidak diketahui akibatnya dan mempunyai dua kemungkinan; sama ada
kemungkinan positif ataupun negatif tetapi kemungkinan akibat negatif adalah lebih
kuat.
* sama ada sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak;
* sama ada sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan ataupun
tidak;
* kaedah transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas tetapi menarik perhatian
sehinggakan mungkin wujud elemen penipuan bagi menarik pihak-pihak untuk
bertransaksi;
* akad atau kontrak yang mendasari sesuatu transaksi itu sendiri sifatnya tidak jelas.
Dalam memahami makna gharar dan kaitannya dengan aspek-aspek yang disebutkan
di atas, perlu juga dinyatakan bahawa terdapat kategori-kategori gharar yang perlu
diketahui iaitu gharar fahish (ketidakjelasan yang keterlaluan); gharar yasir
(ketidakjelasan yang minimum) dan gharar mutawassit (ketidakjelasan yang sifatnya
sederhana). Dari segi hukum, pemahaman tentang kategori ini sangat penting kerana
sekiranya sesuatu transaksi itu mempunyai elemen gharar fahish maka transaksi
berkenaan adalah dilarang. Sebaliknya sekiranya sesuatu transaksi itu hanya
mengandung elemen gharar yasir, maka transaksi itu dibenarkan kerana elemen gharar
yang wujud adalah dimaafkan. Sekiranya elemen gharar mutawassit wujud, maka
biasanya wujud khilaf dikalangan fuqaha dalam memberi penilaian dan status hukum
khususnya jika transaksi berkenaan melibatkan perkara yang sangat diperlukan oleh
masyarakat dan gharar tersebut adalah daripada jenis yang tidak mampu dielakkan
melainkan dengan cara yang sangat menyusahkan.
Dalam konteks yang tertentu, syarat transparensi dan ketelusan sesuatu kontrak moden
dalam transaksi-transaksi yang tertentu umpamanya adalah antara perkara yang
mungkin sesuatu dijadikan contoh. Begitu juga dalam menjalankan transaksi e-dagang
dan seumpamanya, hal perkaitan gharar dan perkembangan teknologi semasa boleh
dijadikan sampel.
Gharar tidak dapat dijelaskan secara terperinci kerana skop dan maksud gharar itu
sendiri terlalu meluas.Walau bagaimanapun secara yang sederhana, boleh dijelaskan
konsep ini seperti berikut iaitu asas hukum kepada kedudukan pengharaman gharar
adalah hadis Nabi yang bermaksud sesungguhnya Nabi S.A.W melarang daripada jual
beli gharar. (riwayat Imam Muslim)
Isu hukum yang timbul daripada hadis berkenaan ialah tentang definisi atau maksud
gharar yang dilarang dalam hadis berkenaan. Justeru jika dikaji karya- karya fiqh klasik
tentang makna gharar, boleh dikatakan terdapat pelbagai definisi daripada para fuqaha
tentang konsep gharar. Antaranya ialah gharar yang bermaksud jahalah (tidak maklum)
tentang barangan yang ditransaksikan. Antara alim ulama yang berpendapat
sedemikian ialah al-Sarakhsi di dalam karyanya al-Mabsut dan al-Zailaie di dalam
karyanya Tabyiin al-Haqaiq. Al-Sarakhsi misalnya telah mendefinisikan gharar sebagai
sesuatu yang tidak diketahui akibatnya.
Terdapat juga mereka yang menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau
keraguan. Maksud gharar yang sedemikian didukung oleh beberapa fuqaha antaranya
ialah al-Kasani di dalam kitabnya Badaie al-Sanaie, Ibn Abidin di dalam kitabnya
Hasyiah Ibn Abidin dan al-Dusuqi. Al-Kasani misalnya telah menghuraikan makna
gharar sebagai suatu keadaan risiko seimbang yang akan ditempuhi oleh seseorang
berkenaan dengan sesuatu barangan yang dikehendaki itu akan wujud atau tidak dalam
sesuatu transaksi.
Terdapat juga para fuqaha yang melakukan sintesis antara kedua-dua makna gharar di
atas. Misalnya al-Syarqawi dan al-Qalyubi menyatakan bahawa gharar bermaksud
sesuatu yang tidak diketahui akibatnya dan mempunyai dua kemungkinan; sama ada
kemungkinan positif ataupun negatif tetapi kemungkinan akibat negatif adalah lebih
kuat.
Berdasarkan definisi-definisi klasik di atas, boleh dikatakan bahawa konsep gharar
berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidak jelasan sesuatu transaksi yang
dilaksanakan. Ketidaktentuan dan ketidakjelasan berkenaan timbul khususnya daripada
aspek-aspek berikut:
* sama ada sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak;
* sama ada sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan ataupun
tidak;
* kaedah transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas tetapi menarik perhatian
sehinggakan mungkin wujud elemen penipuan bagi menarik pihak-pihak untuk
bertransaksi;
* akad atau kontrak yang mendasari sesuatu transaksi itu sendiri sifatnya tidak jelas.
Dalam memahami makna gharar dan kaitannya dengan aspek-aspek yang disebutkan
di atas, perlu juga dinyatakan bahawa terdapat kategori-kategori gharar yang perlu
diketahui iaitu gharar fahish (ketidakjelasan yang keterlaluan); gharar yasir
(ketidakjelasan yang minimum) dan gharar mutawassit (ketidakjelasan yang sifatnya
sederhana). Dari segi hukum, pemahaman tentang kategori ini sangat penting kerana
sekiranya sesuatu transaksi itu mempunyai elemen gharar fahish maka transaksi
berkenaan adalah dilarang. Sebaliknya sekiranya sesuatu transaksi itu hanya
mengandung elemen gharar yasir, maka transaksi itu dibenarkan kerana elemen gharar
yang wujud adalah dimaafkan. Sekiranya elemen gharar mutawassit wujud, maka
biasanya wujud khilaf dikalangan fuqaha dalam memberi penilaian dan status hukum
khususnya jika transaksi berkenaan melibatkan perkara yang sangat diperlukan oleh
masyarakat dan gharar tersebut adalah daripada jenis yang tidak mampu dielakkan
melainkan dengan cara yang sangat menyusahkan.
Perlu juga dinyatakan di sini bahawa perbincangan tentang gharar sebenarnya
bukanlah perbincangan yang bersifat statik serta dogmatik. Kenyataan ini bermaksud
sesuatu penghukuman haram atau tidak diharuskan tentang transaksi yang
mengandungi gharar khususnya gharar fahish tidak bermakna bahawa akad atau
transaksi berkenaan akan selama-lamanya haram atau tidak diharuskan. Hal ini
disebabkan oleh, perkaitan gharar dengan arus perkembangan sains dan teknologi
adalah sangat rapat dan perlu diambil kira dari semasa ke semasa. Secara yang lebih
lanjut hal ini bermaksud elemen gharar dan ketidakjelasan serta ketidaktentuan boleh
berubah sehingga menjadi perkara yang tidak lagi mengandungi unsur ketidakpastian
akibat daripada wujudnya pelbagai alatan,instrumen dan teknologi canggih yang boleh
mengurangkan atau menghapuskan elemen ketidakpastian berkenaan.
Dalam konteks yang tertentu, syarat transparensi dan ketelusan sesuatu kontrak moden
dalam transaksi-transaksi yang tertentu umpamanya adalah antara perkara yang
mungkin sesuatu dijadikan contoh. Begitu juga dalam menjalankan transaksi e-dagang
dan seumpamanya, hal perkaitan gharar dan perkembangan teknologi semasa boleh
dijadikan sampel.wallahuallam..
Muamalah perniagaan dan berjual beli yang halal merupakan ibadat fardu Kifayah
yang boleh mendatangkan keuntungan dan meningkatkan harta kekayaan yang
diredhai Allah. Malahan amalan yang boleh menyalurkan hubungan antara manusia
dengan Allah melalui bayaran zakat perniagaan yang telah menjadi salah satu
daripada rukun Islam yang lima. Justeru, sebagai seorang muslim yang mencapai
tahap wajib berzakat mereka perlu bertindak sebagai ahli perniagaan dan
pengusaha yang berjaya. Hal ini menggambarkan bahawa betapa pentingnya
perniagaan di dalam Islam.
Di dalam kebanyakkan kitab-kitab feqah, telah ditulis Kitab al Buyu' iaitu urusan
jualbeli yang menghuraikan secara lengkap tentang sistem urus niaga dan jualbeli.
Ibnu Hajar al-'Asqolani di dalam Kitabnya Bulughu al-Maram telah mengumpul
sebanyak 175 hadith yang khusus memperkatakan tentang perniagaan dan
perdagangan serta cara-cara pengendaliannya secara terperinci. Antara lain hadith
yang bermaksud:
"Rasulullah bertanya mengenai usaha yang paling baik sebagai sumber pendapatan
atau rezeki. Baginda menjawab: Pekerjaan yang paling baik hasil usahanya sendiri
dan setiap perniagaan yang baik serta halal. (Riwayat Bazzar dan Sohehahu alHakim) "
Difahamkan melalui kandungan hadith tadi bahawa segala urus niaga dan jualbeli
menurut kacamata Islam, yang tidak berlaku penindasan kepada orang lain. Iaitu
pembeli atau pengguna seperti yang dilakukan oleh kaum kapitalis.
Konsep perniagaan dalam Islam berasaskan apa yang ditegaskan oleh Allah S.W.T
melalui al-Quran yang bermaksud:
" Urus niaga dan jualbeli yang dilakukan secara suka sama suka iaitu berpuas hati
antara penjual dan pengguna. (Surah an-Nisa':29)"
Konsep yang terkandung di dalam ayat ini amat penting didalam sistem ekonomi
Islam yang memberi maksud kedua-dua pihak penjual dan pengguna atau pembeli
sama-sama merasa rela dan berpaus hati tanpa terdapat penindasan dan penipuan
satu sama lain.
Justeru, Islam melarang keras urusan muamalah berunsur riba kerana riba sematamata memberi keuntungan kepada satu pihak sahaja dan menganiayai kepada
pihak penerima. Hal ini Allah Taala berfirman didalam al-Quran yang bermaksud:
" Allah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba. (Surah al-Baqarah:275)"
" Rasulullah mengutuk pemakan riba, wakilnya, keraninya dan kedua-dua saksinya
dan semua mereka yang terlibat dengan riba. (Riwayat Muslim) "
kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Islam jelas menuntut agar para peniaga mengamalkan sifat jujur, amanah, ikhlas
dan berpandangan jauh serta memerlukan kekuatan ilmu dan kegigihan. Disamping
itu juga, menuntut keupayaan dalam bentuk kewangan dan modal.
Pernigaan dan pengusahaan merupakan sumber rezeki yang lumayan dan
menguntungkan, tetapi tidak kurang juga yang membawa kepada risiko kejatuhan
yang amat pahit. Disebabkan dorongan nafsu tamak, inginkan keuntungan yang
besar dalam jangkamasa yang singkat. Lalu berlakulah penipuan dengan menaikkan
kos harga barangan, menyorok barangan keperluan dengan tujuan mendapatkan
keuntungan yang lebih.
Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah dengan katanya: saya telah
pergi ke pasar untuk membeli buah-buahan. Setelah cukup timbangan tiba-tiba
saya melihat peniaga itu dengan sengaja menyisihkan sebiji buah-buahan dari
bungkusannya. lantaran itu saya bertanya kepada Rasulullah: Apakah peniaga itu
telah beruntung ya Rasulullah? Lalu baginda menjawab: Sesungguhnya peniaga
tersebut tidak mendapat apa-apa keuntungan. Sebaliknya tukaran sebiji buah yang
disisihkan itu merupakan bahang kepanasan api neraka.
Justeru, bahawa urus niaga dan jualbeli mengikut ketentuan dan saranan Islam kita
akan berupaya membentuk sebuah masyarakat peniaga dan pengguna yang sihat
dan stabil untuk kemajuan negara. Sebaliknya para peniaga berperasaan tamak dan
lupa diri akan menerima risiko yang tinggi sebagaimana yang berlaku kepada
seorang sahabat yang bernama Tsa'labah yang sering menjadi bahan cerita kepada
peserta-peserta kelas pengajian agama di masjid atau disurau. Iaitu pada mulanya
Tsa'labah adalah seorang yang cukup miskin dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Setelah beliau didoa oleh Rasulullah lantas dia menjadi kaya dan milionman. Tetapi
disebabkan dikuasai perasaan tamak dan lupa menyebabkan Tsa'labah menjadi
bankrap. Apabila sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang ketiadaan Tsa'labah
datang ke masjid untuk solat berjamaah, baginda menjawab: kesibukan
menguruskan harta kekayaan dan kecintaannya terhadap keduniaan juga
perniagaan menyebabkan ia buta mata dan buta hati untuk mencari ! jalan ke
masjid.
" Kecelakaan besar bagi mereka yang mencaci dan mengeji, yang mengumpulkan
harta serta menghitung-hitung kekayaan, ia beranggapan bahawa harta kekayaan
dapat mengekalkannya di dunia, tidak sekali-kali, sesungguhnya dia akan
dicampakkan ke dalam neraka yang bernama Hutamah. (Surah al-Humazah:1-4)"