Anda di halaman 1dari 106

ISSN 2088 026X

Jurnal

Kimia dan Kemasan


Journal of Chemical and Packaging
Vol. 35 No. 2 Oktober 2013

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN


J. Kimia
Kemasan

Vol. 35

No. 2

Hal.
71 - 146

Jakarta
Oktober 2013

ISSN
2088 026X

Terakreditasi No : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013

ISSN 2088 026X


Vol. 35 No.2 Oktober 2013

JURNAL KIMIA DAN KEMASAN


(JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING)
Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013
Jurnal Kimia dan Kemasan memuat hasil penelitian dan telaah ilmiah bidang kimia dan kemasan
yang belum pernah dipublikasikan. Jurnal Kimia dan Kemasan terbit dua nomor dalam setahun
(April dan Oktober)

Penanggungjawab
Officially incharge

Kepala Balai Besar Kimia dan Kemasan


Head of Center for Chemical and Packaging

Ketua Dewan Redaksi


Chief Editor

DR. Rahyani Ermawati (Biokimia/Biochemistry)

Dewan Redaksi
Editorial board

Ir. Emmy Ratnawati (Kimia lingkungan/Environmental chemistry)

Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo.
Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.

Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo.
Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.

Ir. Hendartini, MSc (Kemasan/Packaging)


Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo.
Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK

Dra. Yemirta, M.Si (Kimia/Chemistry)


Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo.
Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.

Retno Yunilawati, SSi, MSi (Kimia/Chemistry)


Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo.
Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.

Arie Listyarini, SSi, MSi (Polimer/Polymer)


Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo.
Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.

Prof. DR. Slamet, MT (Kimia/Chemistry)

Mitra Bestari
Peer Reviewer

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok


16424. email : slamet@che.ui.ac.id (h-index : 3 SCOPUS)

Drs. Sudirman, MSc, APU (Kimia/Chemistry)


Gedung 71-Batan, Kawasan Puspiptek, Serpong .
email : sudirman@batan.go.id; h-index : 1 scopus

DR. Etik Mardliyati (Biokimia/Biochemistry)


BPPT Gd II Lt 16, Jl MH Thamrin 8 Jakarta. email : etik.mardliyati@bppt.go.id

DR. Rike Yudianti (Polimer/Polymer)


Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jalan Cisitu No.21/154D Bandung.
email : rikeyudianti@yahoo.com

DR. Sunit Hendrana (Polimer/Polymer)


Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jalan Cisitu No.21/154D Bandung.
email : sunit.hendrana@lipi.go.id (G-index : 1 ; H-index : 1)

Redaksi Pelaksana

Silvie Ardhanie Aviandharie, ST, MT


Agustina Arianita Cahyaningtyas, ST
Bumiarto Nugroho Jati, ST.MT
Novi Nur Aidha, ST

Alamat (Address)
Balai Besar Kimia dan Kemasan
Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian
Jl. Balai Kimia No. 1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
Telepon : (021) 8717438, Fax : (021) 8714928,
Email : Jurnal.JKK@gmail.com

Isi Jurnal Kimia dan Kemasan dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya
(Citation is permitted with acknowledgement of the source)

ISSN 2088 026X


Vol. 35 No.2 Oktober 2013

JURNAL KIMIA DAN KEMASAN


(JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING)
Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013

Daftar Isi
Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik Dan Termal Komposit Metil
Metakrilat-Pb3O4 ..................................................................................................................

71 76

Sugik Sugiantoro, Sudirman, Mashadi, dan A. Mahendra


Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit Padat Berbasis Nanokomposit Kitosan
Montmorillonite Untuk Aplikasi Baterai .................

77 83

Evi Yulianti, Rosiana Dwi Saputri, Sudaryanto, Heri Jodi, dan Rohmad Salam
Analisis Struktur Kristal LiFePO4 Olivine Sebagai Bahan Katoda Batere Li-Ion ........

85 89

Indra Gunawan, Ari Handayani, dan Saeful Yusuf


Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida Fe Dengan Proses Kimia
dan Fisika ..........................................................

91 96

Ari Handayani
Sintesis Dan Karakterisasi Polimer Blend Poli Butilen Suksinat/Poli Etilen
Tereftalat ...

97 104

Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita, dan Guntarti Supeni


Karakterisasi Migrasi Kemasan Dan Peralatan Rumah Tangga Berbasis
Polimer ..

105 112

Suryo Irawan dan Guntarti Supeni


Validasi Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monomer Stiren Pada
Kemasan Polistiren ............................

113 122

Dina Mariana, Nuri Andarwulan, dan Hanifah Nuryani Lioe


Pengaruh Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi L-DOPA, kc, Dan De Pada
Ekstraksi L-DOPA Dari Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens DC.) .......

123 129

Eni Budiyati, Panut Mulyono, dan Suryo Purwono


Pembuatan Sarung Tangan Dari Lateks Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan
Belerang

131 136

Marsongko
Dendrimer : Sintesis Dan Potensi Aplikasi ................

137 144

Dwinna Rahmi
Indeks Kata Kunci ............

145

Indeks Pengarang .

146

ISSN 2088 026X


Vol. 35 No.2 Oktober 2013

JURNAL KIMIA DAN KEMASAN


(JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING)
Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013

Kata Pengantar
Jurnal Kimia dan Kemasan Volume 35 Nomor 2 Oktober 2013 ini terbit dengan sepuluh artikel yang
merupakan terbitan kedua di tahun 2013. Sesuai dengan nama jurnal, materi untuk terbitan kali ini
memuat artikel penelitian ataupun tulisan di bidang kimia dan kemasan. Lima artikel membahas
tentang penelitian pembuatan polimer berbasis komposit maupun nano komposit yaitu artikel
pertama membahas penelitian tentang Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik dan
Termal Komposit Metil Metakrilat-Pb3O4, artikel kedua tentang Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit
Padat Berbasis Nanokomposit Kitosan Montmorillonite Untuk Aplikasi Baterai, artikel ketiga
membahas tentang Analisis Struktur Kristal LiFePO4 Olivine Sebagai Bahan Katoda Batere Li-Ion,
artikel keempat tentang Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida Fe Proses Kimia
dan Fisika dan artikel kelima menyajikan artikel tentang Preparasi dan Karakterisasi Polimer Blend
PBS/PET. Disamping kelima artikel tersebut, terdapat dua artikel tentang aplikasi kemasan dan
validasi metode analisisnya yaitu artikel keenam tentang Karakteristik Migrasi Kemasan Dan
Peralatan Rumah Tangga Berbasis Polimer dan artikel ketujuh menyajikan tentang Validasi Metode
Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monomer Stiren Pada Kemasan Polistiren. Di bidang kimia
berbasis bahan alam disajikan tiga artikel yaitu artikel kedelapan membahas tentang Pengaruh
Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi L-DOPA, kc, dan De Pada Ekstraksi L-DOPA Dari Biji Kara
Benguk (Mucuna pruriens DC.), artikel kesembilan membahas tentang Perbandingan Pembuatan
Sarung Tangan Dari Lateks Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan Belerang serta artikel kesepuluh
mengulas tentang Dendrimer : Sintesis Dan Potensi Aplikasi.
Kesepuluh topik bahasan dalam terbitan ini semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan bagi para penbaca sekalian. Akhir kata redaksi sangat bersyukur atas makalah yang
masuk dari berbagai latar belakang disiplin ilmu dan seiring dengan bertambahnya waktu, redaksi
berharap akan semakin banyak makalah yang masuk untuk dapat diterbitkan dalam Jurnal Kimia dan
Kemasan ini. Kritik dan saran untuk peningkatan kualitas penerbitan jurnal ini sangat kami harapkan.

DEWAN REDAKSI

PENGARUH PENAMBAHAN STIREN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN


TERMAL KOMPOSIT METIL METAKRILAT-Pb3O4
(THE INFLUENCE OF STYRENE ADDITION ON THE MECHANICAL AND THERMAL
PROPERTIES OF METHYL METACRYLATE AND Pb3O4 COMPOSITE)

Sugik Sugiantoro1, Sudirman 1,2 , Mashadi1, dan A. Mahendra 3,4


1)

Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN


Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan
2)
Departemen Kimia, FMIPA-Universitas Indonesia
Kampus Baru UI, Depok
3)
Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP), BPPT
Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan
4)
Jurusan Ilmu Bahan, FMIPA-Universitas Indonesia
Kampus Baru UI, Depok
E-mail : ssugiantoro72@yahoo.com
Received : 2 April 2013; revised : 24 September 2013; accepted : 25 September 2013

ABSTRAK
Telah dipelajari pengaruh penambahan stiren terhadap sifat mekanik dan termal dari komposit Methyl
Methacrylate (MMA)-Pb3O4. Pembuatan komposit stiren-MMA dengan Pb3O 4 sebagai bahan perisai radiasi yang
fleksibel dilakukan dengan pencampuran 0% sampai dengan 50% berat karet Standard Indonesian Rubber
(SIR)-20 dengan 100 gram MMA, dengan mesin mixing mill pada suhu 100C, 148 rpm selama 15 menit.
Penambahan serbuk Pb3O4 dilakukan secara perlahan-lahan untuk mendapatkan hasil yang homogen.
Berdasarkan sifat mekanik dan termal, menunjukkan bahwa penambahan stiren sampai dengan 30% berat
merupakan kondisi optimal yang mengakibatkan peningkatan sifat mekanik, sedangkan sifat termal mengalami
proses degradasi menjadi dua tahap yaitu pada suhu 310C sampai dengan 440C dan suhu 450C sampai
dengan 520C. Hal tersebut diakibatkan karena stiren memiliki ketahanan termal yang lebih tinggi dibandingkan
dengan MMA.
Kata kunci : Struktur mikro, Stiren, Methyl methacrylate, Pb3O4

ABSTRACT
The influence of styrene addition on the properties of Methyl Methacrylate (MMA)-Pb3O4 have been studied.
Preparation of styrene-MMA composite with Pb3O4 as a flexible radiation shielding materials was done by mixing
as much as 0% up to 50% by weight of rubber Standard Indonesian Rubber (SIR)-20 with 100 grams of MMA,
and it was milled by a mixing machine at 100C and 148 rpm for 15 minutes. While milling process Pb3O4 powder
was added slowly until a homogeneous mixture obtained. The composite was rolled into sheet form for the
mechanical and thermal characterization. The characterization results indicate that the addition of styrene 30%
by weight as an optimal condition to increase mechanical and thermal properties. Furthermore the addition of
styrene also affected on degradation process into two stages at temperatures less than 310C to 440C and the
temperature of 450C to 520C. This is caused by higher thermal resistance styrene than MMA.
Keywords : Microstructure, Styrene, Methyl methacrylate, Pb3O4

PENDAHULUAN
Perisai
radiasi
merupakan
suatu
kebutuhan bagi pekerja radiasi, sehingga
diperlukan upaya untuk mendapatkan bahan
perisai radiasi yang mempunyai serapan tinggi
dan fleksibel dalam penggunaannya. Selama ini
bahan perisai radiasi dalam bentuk pintu terbuat

dari lembaran logam Pb, sehingga sangat berat,


pengerjaan cukup lama, dan mahal harganya.
Oleh sebab itu untuk memenuhi kriteria tersebut
diperlukan adanya modifikasi bahan perisai
radiasi dari jenis timbal yang bersifat lentur dan
kuat (Sudirman dkk 2000; Sugiantoro dkk 2012)

Pengaruh Penambahan Stiren..............................................Sugik Sugiantoro dkk

71

Pembuatan komposit polimer dalam


bentuk Elastomeric Thermoplastic Polymers
(ETP) dilakukan dengan cara mencampurkan
stiren dan Methyl Methacrylate (MMA) dengan
berbagai komposisi di dalam karet alam,
kemudian diiradiasi gamma sehingga terbentuk
ETP. Selanjutnya ditambahkan Pb3O4 sebagai
bahan pengisi. MMA dalam bentuk Poly Methyl
Methacrylate (PMMA) memiliki sifat kuat, ringan,
dan kerapatan yang tinggi sehingga PMMA
dapat digunakan sebagai perisai untuk
menghentikan radiasi beta yang dipancarkan
oleh radioisotop, sedangkan Pb3O4 mempunyai
daya serap yang tinggi terhadap radiasi sinar
gamma (Sudirman dkk 2000; Sugiantoro dkk
2012; Deniz, et al. 2010; Bonnia, et al. 2010;
Blond, et al. 2006).
Sesuai hal tersebut diatas, pada penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan komposit
polimer berbasis Elastomeric Thermoplastic
Polymers (ETP) dan dicampurkan dengan jenis
karet alam Standard Indonesian Rubber 20
(SIR-20) dan ditambahkan Pb3O4 sebagai
pengisi. Hasil komposit tersebut dapat
digunakan sebagai pintu perisai radiasi
(Kaniappan and Latha 2011; Blond, et al. 2006;
Charmondusit, et al. 1998).
Untuk mengetahui hasil sintesis maka
perlu dilakukan karakterisasi yang meliputi sifat
termal, sifat mekanik, dan struktur mikro.
Karakterisasi
tersebut
bertujuan
untuk
mengetahui sifat termal, distribusi bahan pengisi
didalam komposit, dan kekuatan uji tarik
komposit yang dihasilkan. Diharapkan komposit
polimer ini dapat menjadi bahan alternatif
sebagai perisai radiasi dalam bentuk pintu
dengan segala keunggulannya (Arshadet, et al.
2011; Flynn 2005; Price, et al. 2000; Beyler and
Hirschler 2002; Bonnia, et al. 2010).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
diantaranya karet SIR-20, stiren, Methyl
Methacrylate (MMA), Pb3O4, ZnO, sulfur, TMQ
(Tri Methyl Quinoline), TMTD (Tetra Methyl
Thiuram Disulfide), dan asam stearat.
Alat yang digunakan pada penelitian ini
antara lain seperangkat alat Simultaneous
Thermal Analysis (STA) merk SETARAM TAG24-S buatan Perancis, Scanning Electron
Microscope (SEM-EDS) merk Jeol JSM 6510LA
buatan Jepang, serta alat uji tarik.
Metode
Untuk pembuatan komposit dilakukan
dengan menimbang 0%, 10%, 30%, dan 50%
berat karet SIR ditambah 100 gram bahan ETP

kemudian digiling menggunakan mesin mixing


mill pada suhu 100C dengan kecepatan 148
rpm selama 15 menit sampai melunak.
Kemudian ditambahkan asam stearat,
ZnO, dan TMQ sambil digiling. Setelah
tercampur homogen ditambahkan serbuk Pb3O4
secara perlahan sejumlah 400 phr. Phr adalah
part hundred rubber merupakan perbandingan
berat tiap 100 gram karet yang dirumuskan phr =
100 x mf/mr , dimana mf adalah massa bahan
pengisi dan mr adalah massa resin (karet).
Setelah diperoleh hasil gilingan yang
homogen, kemudian dibuat bentuk lembaran
menggunakan hot press pada suhu 145C pada
tekanan 50 kg/cm2 selama 20 menit. Selanjutnya
dilakukan karakterisasi sifat termal dan sifat
mekanik.
Penelitian dilakukan di PTBIN-BATAN
Serpong-Tangerang Selatan dan di laboratorium
Produksi PT Agronesia-Bandung
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil karakterisasi sifat mekanik pada
pengaruh penambahan stiren terhadap komposit
ETP-Pb3O4 diperlihatkan pada Tabel 1. yang
meliputi kuat tarik, perpanjangan, modulus 100%
dan modulus 300%, kuat sobek, kekerasan, dan
abrasi. Uji sifat mekanik tersebut dilakukan untuk
mengetahui hasil komposit polimer memiliki sifat
mekanik yang baik.
Dari Tabel 1. tersebut diperlihatkan bahwa
penambahan jumlah fraksi berat stiren sampai
dengan 30% berat ke dalam komposit polimer
ETP-Pb3O4 memperlihatkan peningkatan sifat
mekanik
komposit
berupa
kuat
tarik,
perpanjangan modulus 100% dan modulus
300%, kuat sobek, kekerasan, dan abrasi. Hal
tersebut disebabkan semakin meningkat jumlah
stiren yang ditambahkan ke dalam komposit
ETP-Pb3O4 mengakibatkan ikatan polimer antara
stiren dengan ETP juga semakin meningkat
yang
selanjutnya
dapat
mengakibatkan
peningkatan ikatan antar muka antara Pb3O4
dengan stiren dan berdampak pada distribusi
Pb3O4 di dalam komposit juga semakin merata
(Sugiantoro dkk 2012; Kaniappan and Latha
2011; Blond, et al. 2006; Charmondusit, et al.
1998). Disamping itu peningkatan sifat mekanik
tersebut diakibatkan terjadinya pencangkokan
atau grafting antara percabangan kopolimer
radikal stiren ke dalam ikatan rangkap yang ada
pada ETP. Grafting antara ETP dan komponen
stiren menghasilkan kompatibilitas sistem yang
mengakibatkan meningkatnya sifat mekanik
komposit (Sugiantoro dkk 2012; Kaniappan and
Latha 2011; Blond, et al. 2006; Charmondusit, et
al. 1998).

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-76

72

Tabel 1. juga memperlihatkan bahwa


penambahan stiren dari karet alam cair sampai
engan 50% berat dalam pembentukan ETP
mengakibatkan penurunan sifat mekaniknya. Hal
tersebut
diakibatkan
oleh
terjadinya
penumpukan monomer stiren ke dalam partikel
karet
alam
cair,
artinya
pembentukan
homopolimer antara molekul stiren lebih banyak
pada komposisi 50% berat dibandingkan dengan
komposisi 30% berat. Dampaknya terjadi
koagulasi dan penurunan emulsifier
yang
mengakibatkan ratio graft juga mengalami
penurunan. Hal tersebut diatas berakibat pada
penurunan luas permukaannya sehingga
mengakibatkan penurunan sifat
mekanik
(Kaniappan and Latha 2011; Blond, et al. 2006;
Charmondusit, et al. 1998).
Perlakuan karakterisasi termal terhadap
pengaruh penambahan stiren pada komposit
ETP-Pb3O4 dilakukan pada suhu 60C sampai
dengan suhu 600C dengan kecepatan
pemanasan 10C per menit menggunakan
seperangkat
alat
Simultaneous
Thermal
Analyzer-Setaram dengan gas inert argon.
Hasil karakterisasi termal pengaruh
penambahan stiren 0% berat sampai dengan
50% berat ke dalam komposit ETP-Pb3O4
ditunjukkan pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar
3, dan Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat
adanya beberapa pola puncak endotermis dan
eksotermis.
Puncak eksotermis yang terjadi pada awal
pemanasan sampai dengan suhu 100C
merupakan puncak yang dihasilkan oleh katalis
dan pereaksi lain (aditif) yang digunakan dalam
komposit seperti
TMQ dan TMTD sebagai
pemercepat (Price, et al. 2000; Beyler and
Hirschler 2002; Bonnia, et al. 2010; Comuce, et
al. 2010).
Pada suhu 90C sampai dengan suhu
105C terjadi proses depolimerisasi dari stiren
menjadi
monomernya.
Ketidakstabilan
monomernya berlanjut hingga suhu kurang lebih
300C sebelum terjadi degradasi yang ditandai
dengan terjadi puncak endotermis pada kurva
heat flow dan penurunan berat pada kurva
Termogravimetri (TG) (Price, et al. 2000; Beyler

and Hirschler 2002; Bonnia, et al. 2010;


Comuce, et al. 2010).
Hasil
karakterisasi
pengaruh
penambahan stiren 0% berat ditunjukkan pada
Gambar 1. Dari Gambar 1 tersebut terlihat
bahwa puncak endotermis pertama terjadi pada
suhu 310C
menunjukkan mulai terjadi
degradasi ETP yang diawali oleh ketidakstabilan
ikatan antar molekul polimer dan terjadi
pemutusan ikatan antar polimer pada suhu
310C sampai dengan suhu 450C. Proses
degradasi tersebut disertai dengan penurunan
berat polimer sampai kurang lebih 97% berat
seperti
diperlihatkan
pada
garis
Termogravimetrinya
(TG).
Pengaruh
penambahan stiren 10% berat sampai dengan
50% berat ditunjukkan pada Gambar 2, Gambar
3, dan Gambar 4. Dari gambar tersebut
memperlihatkan proses degradasi yang ditandai
dengan kurva endotermis dan penurunan berat
terjadi dalam dua tahap yaitu tahap pertama
pada suhu kurang lebih 310C sampai dengan
suhu 440C dan antara suhu 450C sampai
dengan suhu 520C.
Puncak endotermis pada suhu kurang
lebih 310C sampai dengan suhu 440C
merupakan proses terjadinya degradasi dari
stiren yaitu terjadi pemutusan ikatan antar rantai
karbon. Dari gambar tersebut memperlihatkan
penurunan berat sebesar 15% sampai dengan
20% berat dari kurva termogravimetrinya.
Puncak endotermis kedua terjadi pada
suhu kurang lebih 450C sampai dengan suhu
520C. Pada suhu tersebut mulai terjadi
pemutusan ikatan rantai karbon pada stiren
yang mengakibatkan penurunan berat kurang
lebih 5% berat.
Kompatibilitas sistem stiren-ETP terlihat
pada kurva heat flow pada suhu kurang lebih
300C sampai dengan suhu 470C. Pada suhu
tersebut mulai terjadi mobilitas partikel penyusun
stiren dan ETP sebelum terjadinya degradasi.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa pengaruh
penambahan stiren ditunjukkan adanya awal
puncak yang mulus atau smooth dibandingkan
puncak pada Gambar 1 untuk suhu yang sama.
Dari Gambar 2 tersebut menunjukkan dominasi
pengaruh ETP.

Tabel.1. Hasil karakterisasi sifat mekanik komposit stiren-MMA dengan bahan pengisi Pb3O4
Jenis karakterisasi komposit
Kuat Tarik (Mpa)
Perpanjangan 100% (Mpa)
Perpanjangan 300% (Mpa)
Kuat Sobek (Kg/cm)
Kekerasan (Shore A)
Abrasi

0%
4,97
4,73
11,82
7,22
44,00
2,82

Jumlah stiren yang ditambahkan (%berat)


10%
30%
8,78
9,48
16,78
28,24
35,64
59,02
23,68
25,54
57,40
75,60
3,11
3,44

Pengaruh Penambahan Stiren..............................................Sugik Sugiantoro dkk

50%
8,69
21,06
46,87
31,43
87,00
2,58

73

ikatan stiren-ETP terlepas secara bersama.


Sedangkan pada Gambar 4 pada rentang suhu
yang sama terlihat adanya puncak yang
tumpang tindih terjadi pada suhu kurang lebih
350C.

Thermal Gravimetry

Pada Gambar 3, dalam rentang suhu


kurang lebih 300C sampai dengan suhu 470C
menunjukkan perbandingan stiren-ETP yang
sesuai, hal ini diindikasikan terjadinya puncak
yang landai sehingga sebelum terdegradasi

Heat Flow

Heat flow

TG

Temperatur ( C )

Heat flow

Heat Flow

Thermal Gravimetry

Gambar 1. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 0% + MMA + Pb3O4 400 phr

TG

Temperatur (C)

Heat flow

Heat Flow

Thermal Gravimetry

Gambar 2. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 10% + MMA + Pb3O 4 400 phr

TG

Temperatur (C)

Gambar 3. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 30% + MMA + Pb3O 4 400 phr

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-76

74

Heat Flow

Thermal Gravimetry

Heat flow

TG

Temperatur (C)

Gambar 4. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 50% + MMA + Pb3O4 400 phr

KESIMPULAN
Dari hasil karakterisasi yang dilakukan
dapat
disimpulkan
bahwa
pengaruh
penambahan stiren terhadap komposit MMAPb3O4
sampai
dengan
30%
berat
mengakibatkan peningkatan sifat mekanik
sedangkan sifat termalnya terjadi 2 tahapan
degradasi yaitu pada suhu kurang lebih 310C
sampai dengan suhu 440C dan antara suhu
450C sampai dengan suhu 520C. Hal tersebut
diakibatkan stiren memiliki ketahanan termal
yang lebih tinggi dibandingkan MMA.
DAFTAR PUSTAKA
Arshadet, M., K. Masud, M.Arif, S.Rehman,
A.Saeed, and J. Zaidi. 2011.
Characterization
of
poly(methyl
methacrylate)-tin (IV) chloride blend by
TG-DTG-DTA, IR and Pyrolysis-GCMS Techniques. Bull. Korean Chem.
Soc 32(9): 3295-3305.
Beyler, C. L. and M.M. Hirschler. 2002. Thermal
decomposition of polymers. 3th ed.
Boston.
Blond, D., V. Barron, M. Ruether, K.P. Ryan, V.
Nicolosi, W.J. Blau, and J. N.
Coleman. 2006. Enhancement of
modulus, strength, and toughness in
poly
(methyl
methacrylate)-based
composites by the incorporation of
poly(methylmethacrylate)functionalized nano tubes. Advenced
Functional
Materials.
Weinheim:
WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.
KGaA.
Bonnia, N. N., S. H. Ahmad, I. Zainol, A. A.
Mamun, M. D. H. Beg, A. K. Bledzki.
2010. Mechanical properties and
environmental
stress
cracking

resistance of rubber toughened


polyester/kenaf composite. eXPRESS
Polymer Letters 4(2): 5561.
Charmondusit, K., S. Kiatkamjornwong, and P.
Prasassarakich. 1998. Grafting of
methyl methacrylate and styrene onto
natural rubber. J. Sci. Chula. Univ
23(2): 167-181.
Comuce M., Rogaume T., Richard F., Luche J.
and Rousseaux P. 2010. Kinetics and
mechanism of the thermal degradation
of
polymethyl
methacrylate
by
TGA/FTIR analysis. 6th International
Seminar on Fire and Explosion
Hazards. UK: Leeds.
Deniz, V., N. Karakaya, and O.G. Ersoy. 2010.
Effects of fillers on the properties of
thermoplastic elastomers. Society of
Plastic Engineers-Plastics Research
Online. 10.1002/spepro.002518: 1-4.
Flynn, J. H. 2005. Thermal analysis of polymers.
Encyclopedia of Polymer Sceince and
Technology. John Wiley & Sons Inc.
Kaniappan, K. and S. Latha. 2011. Certain
investigations on the formulation and
characterization
of
polystyrene/poly(methyl methacrylate)
blends.
International
Journal
of
ChemTech Research 3(2): 708-717.
Price, D. M., D. J. Hourston, and F. Dumont.
2000. Thermogravimetry of polymers.
Encyclopedia of Analytical Chemistry
R.A. Meyers. Chichester: John Wiley &
Sons Ltd.
Sudirman, A. Handayani, T. Darwinto, T. Yulius,
A. Sunarni dan I. Marijanti. 2000.
Struktur mikro dan sifat mekanik
komposit elastomer termo plastiktimbal oksida. Jurnal Mikroskopi dan
Mikroanalisis 3(1): 17-20.

Pengaruh Penambahan Stiren..............................................Sugik Sugiantoro dkk

75

Sugiantoro, S., Sudirman, Mashadi, Histori, dan


A. Mahendra. 2012. Karakterisasi
termal sifat mekanik dan struktur mikro
komposit ETP-Stiren dengan timbal

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-76

oksida. Dalam: Prosiding seminar


nasional SDM teknologi nuklir VIII.
STTN-BATAN: p.365-371

76

PEMBUATAN BAHAN POLIMER ELEKTROLIT PADAT BERBASIS


NANOKOMPOSIT KITOSAN MONTMORILLONITE
UNTUK APLIKASI BATERAI
(SYNTHESIS OF SOLID POLYMER ELECTROLYTE BASED ON CHITOSAN
MONTMORILLONITE NANOCOMPOSITE FOR BATTERY APPLICATION)
Evi Yulianti1, Rosiana Dwi Saputri2, Sudaryanto1, H. Jodi1, dan R. Salam1
1)

Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)-BATAN


Kawasan Puspiptek Serpong, 15314, Tangerang.
2)
Jurusan Fisika-FMIPA Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto
E-mail : yulianti@batan.go.id
Received: 4 Juni 2013; revised: 10 Juni 2013; accepted: 11 September 2013

ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan bahan polimer elektrolit padat berbasis nanokomposit kitosan montmorillonite yang
diaplikasikan dalam sistem baterai. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan komposisi optimal
antara kitosan, montmorillonite dan LiClO4 sehingga diperoleh membran dengan karakteristik yang paling baik.
Teknik pembuatan membran dilakukan menggunakan metode casting. Terdapat dua seri sampel yang akan di uji,
yaitu membran dengan variasi komposisi montmorillonite dan variasi komposisi LiClO4. Komposisi kitosan dan
montmorillonite yang digunakan pada sampel seri kedua diperoleh dari komposisi optimal membran kitosanmontmorillonite pada sampel seri pertama. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji tarik, pengukuran konduktivitas
ionik dan identifikasi menggunakan difraksi sinar X. Penambahan montmorillonite meningkatkan kuat tarik membran
-5
dan konduktivitas ionik setelah ditambah LiClO4. Pada kondisi optimal diperoleh konduktivitas ionik 2,383 x 10 S/cm
dan kuat tarik 15,19 Mpa pada komposisi montmorillonit 5% b/b dan LiClO4 40%. Hasil analisis difraksi sinar X
menunjukkan terjadi proses interkalasi polimer kitosan ke dalam montmorillonite.
Kata kunci : nanokomposit, kitosan, montmorillonite, polimer elektrolit

ABSTRACT
Synthesis of Solid Polymer Electrolyte (SPE) based on chitosan montmorillonite nanocomposite has been done. In
the future SPE will be applied in battery system. This research was conducted to determine the optimum composition
of chitosan, montmorillonite and LiClO4 in order to get the the best characteristic membrane, including conductivity
and mechanical properties. The membranes were prepared by casting method. There were two sample series,
chitosan and montmorillonite and chitosan-montmorillonite and LiClO4 with different compositions. The
nanocomposite chitosan-montmorillonite membranes were characterized their conductivty, tensile strength and
crystal structure by high precision LCR, Universal Testing Machine (UTM) and X-ray diffraction (XRD), respectively.
The experimental result shows that the addition of montmorillonite increase in tensile strength and ionic conductivity
after the addition of lithium salt LiClO4. Overall, the optimum condition was obtained at composition 5%
-5
montmorillonite and 40% LiClO4. This composition has the conductivity and tensile strength about 2.383 x 10 S/cm
= and 15.19 MPa, respectively. XRD analysis proved the intercalation of polymer chitosan into the montmorillonite
layers.
Keywords : nanocomposite, chitosan, montmorillonite, polymer electrolyte

Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit.Evi Yulianti dkk

77

PENDAHULUAN
Maraknya penggunaan perangkat elektronik
seperti
handphone
serta
laptop/netbook
mendorong para ahli untuk mengembangkan
alternatif sumber penyimpanan energi. Baterai
merupakan salah satu sumber penyimpanan
energi yang paling efektif. Baterai terdiri dari dua
komponen penting yaitu elektrolit dan elektroda.
Elektrolit atau konduktor ionik berperan sebagai
jembatan untuk mentransfer ion-ion yang
dihasilkan oleh elektroda. Pada awalnya elektrolit
berbentuk cairan, namun elektrolit cair memiliki
kekurangan diantaranya kurang praktis, mudah
bocor dan mudah korosi. Oleh karena itu orang
beralih kepada elektrolit bermatriks padatan
sebagai elektrolit baterai. Membran elektrolit padat
yang ideal harus memiliki stabilitas kimia, stabilitas
termal konduktivitas proton yang tinggi, fleksibilitas
tinggi, biaya yang rendah dan ketersediaan
bahannya yang melimpah di alam (Yuan, et al.
2009 ; Fonseca, and Neves 2006).
Berbagai jenis material terus dikembangkan
dalam pembuatan elektrolit padat baterai.
Penggunaan polimer sintetis sebagai bahan
elektrolit padat ternyata masih memiliki beberapa
kekurangan. Selain harganya yang mahal,
dampak lingkungan akibat menumpuknya sampah
kimia juga menjadi salah satu permasalahan yang
sering muncul. Kembali ke alam merupakan solusi
yang paling di rekomendasikan untuk mengatasi
masalah tersebut. Kitosan merupakan salah satu
jenis polimer alam yang berpotensi sebagai bahan
elektrolit padat. Kitosan adalah biopolimer
karbohidrat alam yang diturunkan dari proses
deasetilasi kitin. Kitin sendiri merupakan senyawa
biopolimer kedua yang paling banyak ditemukan
dialam setelah selulosa(Rinaudo, 2006; Muzzareli
and Muzzareli 2005; Yahya and Arof 2003).
Penelitian elektrolit padat dengan bahan dasar
kitosan telah banyak dilakukan (Yahya and Arof
2003; Kadir et al. 2011; Shujahadeen et. al. 2010).
Salah satunya adalah fabrikasi film elektrolit padat
berbasis kitosan menggunakan teknik implantasi
ion. Konduktivitas ionik membran yang dihasilkan
masih relatif rendah yaitu sekitar 10-7 S/cm
(Yulianti, et al. 2012). Selain itu fabrikasi bahan
elektrolit padat dengan cara menambahkan garam
lithium ke dalam matriks kitosan menggunakan
metode casting juga masih memiliki kekurangan.
Kebanyakan garam-garam yang ditambahkan
bersifat higroskopis sehingga berpengaruh dalam
aplikasi serta sifat mekanik yang kurang bagus
pada daerah konduksi (Munshi, 1995).

Berbagai usaha telah dilakukan guna


mendapatkan bahan elektrolit padat yang memiliki
konduktivitas tinggi, stabilitas mekanik dan
fleksibilitas tinggi. Salah satu upaya yang banyak
saat ini adalah dengan menyisipkan nanomaterial
ke dalam matriks polimer. Material baru ini disebut
dengan Polymer/clay nanocomposite (Kurian et al.
2012) Clay memiliki struktur lembaran, dimana
jarak antar lembarannya berada pada orde
nanometer. Partikelpartikel berukuran nanometer
memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi.
Interaksi yang maksimal antara matriks polimer
dengan nanopartikel akan menghasilkan pola
pendispersian yang merata pada matriks polimer.
Konfigurasi ini menyebabkan perubahan yang
signifikan terhadap sifat fisis bahan yang
dihasilkan. Keunggulan material ini antara lain
meningkatkan kekuatan, kekakuan, kestabilan
dimensi dan resistensi terhadap suhu tinggi. Salah
satu jenis clay yang banyak dipelajari saat ini
adalah montmorillonite. Sejumlah hasil penelitian
menunjukan bahwa penambahan montmorillonite
ke dalam matriks polimer terbukti mampu
meningkatkan sifat mekanik material yang
dihasilkan (.Kusmono 2010; Hartono 2011).
Berdasarkan uraian di atas, pada makalah ini
dilaporkan hasil penelitian mengenai pembuatan
dan kajian konduktivitas ionik serta kuat tarik
bahan nanokomposit polimer kitosan dan
monmorilonit yang kemudian ditambah dengan
garam lithium berupa Lithium Perklorat (LiClO4)
dengan tujuan untuk mendapatkan bahan polimer
elektrolit berbasis kitosan dengan konduktivitas
ionik dan sifat mekanik yang lebih baik.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah kitosan dari kulit kerang produksi Institut
Pertanian Bogor dengan nilai derajat deasetilasi
sebesar 86%, asam asetat 1%, montmorillonite K
10 (Sigma-Aldrich), lithium perklorat (LiClO4)
(Sigma-Aldrich) dan aquades.
Metode
Pada penelitian ini dibuat dua seri sampel.
Untuk sampel seri pertama diawali dengan
pembuatan nanokomposit kitosan-montmorillonite.
Proses pembuatan membran nanokomposit
dilakukan menggunakan metode casting. Langkah
pertama adalah melarutkan kitosan ke dalam
asam asetat 1%. Larutan kemudian didiamkan
selama 3 hari 3 malam sambil sesekali diaduk
sampai
terbentuk
larutan
yang
bening.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 77-83

78

Langkah selanjutnya adalah menambahkan


montmorillonite ke dalam matriks kitosan dengan
variasi komposisi 2%, 5%, 10%, 15% dan 20%
dalam persen berat. Larutan kitosan ditambahkan
montmorillonite
kemudian
diaduk
menggunakanmagnetic stirrer selama kurang lebih
dua jam sehingga terbentuk larutan yang
homogen.
Selanjutnya
masing-masing
komposisi
(kitosan + montmorillonite) ditebarkan di atas plat
kaca dan dimasukkan ke dalam pengering sampai
terbentuk membran. Sampel yang dihasilkan
kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui
komposisi yang paling optimum.
Selanjutnya, sampel seri kedua diperoleh
dengan cara menambahkan garam LiClO4 ke
dalam
campuran
larutan
kitosan
dan
montmorillonite. Variasi komposisi garam yang
ditambahkan yaitu 5% , 10%, 20%, 30% dan 40%
(dalam persen berat). Komposisi kitosan dan
montmorillonite yang digunakan diperoleh dari
komposisi optimum membran nanokomposit
kitosan-montmorillonite pada sampel seri pertama.
Dengan teknik yang sama maka diperoleh
membran nanokomposit kitosan montmorillonite
dengan variasi komposisi garam lithium. Membran
nanokomposit
yang
dihasilkan
kemudian
dikarakterisasi
kembali
untuk
mengetahui
perubahan sifat fisis akibat penambahan garamgaram lithium.
Karakterisasi
yang
dilakukan
meliputi
konduktivitas ionik, kuat tarik dan kristalinitas
membran. Kekuatan tarik diuji menggunakan alat
Universal Testing machine (UTM) strograph VGS
S-E Toyoseiki berdasarkan American Standard
Testing and Material (ASTM) D-1822 L.
Konduktivitas ionik membran diukur menggunakan
LCR Hi-tester Hioki 3532-50. Identifikasi fasa dan
kristalinitas sampel di karakterisasi menggunakan
peralatan Shimadzu X-Ray Diffractometter XD610.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Konduktivitas ionik membran
Kitosan
Nilai
konduktivitas
ionik
membran
nanokomposit kitosan-montmorillonite yang diukur
dengan berbagai variasi frekuensi ditunjukkan
pada Gambar 1. Nilai frekuensi yang digunakan
adalah pada rentang 42-106 Hz.
Pada Gambar 1 secara umum terlihat bahwa
konduktivitas ionik membran mengalami kenaikan
dengan kenaikan frekuensi. Selain itu juga terlihat
bahwa penambahan montmorillonite ke dalam

matriks polimer kitosan tidak memberikan


perubahan yang signifikan terhadap konduktivitas
ionik membran dimana pada rentang frekuensi 42
Hz-1
MHz,
nilai
konduktivitas
membran
-10
-7
mengalami kenaikan berkisar pada 10 -10 .
Nilai konduktivitas yang terukur dapat
dibedakan menjadi dua yaitu konduktivitas AC dan
konduktivitas DC. Konduktivitas AC adalah
konduktivitas yang nilainya dipengaruhi oleh
perubahan frekuensi, sedangkan konduktivitas DC
merupakan konduktivitas yang nilainya tidak
dipengaruhi oleh perubahan frekuensi, pada
sampel ini terjadi pada kisaran frekuensi rendah
(42- 150 Hz). Nilai konduktivitas DC untuk masingmasing membran ditunjukan pada Tabel 1.
Konduktivitas DC diperoleh melalui hasil fitting
garis pada kurva hubungan antara nilai
konduktivitas dan frekuensi yang mengikuti
persamaan Universal Power Law (UPL): () =
dc + An (Pradan 2008), sehingga dapat diketahui
pengaruh penambahan montmorillonite terhadap
konduktivitas DC membran (film) kitosan.

Gambar 1. Pengaruh frekuensi pada konduktivitas ionik


membran kitosan pada variasi penambahan
Montmorillonite
Tabel 1: Konduktivitas DC membran kitosan dengan
penambahan montmorillonite pada berbagai
komposisi.

No.

Konduktivitas dc

1.

Komposisi
montmorillonite (%)
0

2.

2,60 x 10-10

3.

5,18 x 10-10

4.

10

2,29 x 10

5.
6.

15
20

2,74 x 10-10
-10
5,66 x 10

Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit.Evi Yulianti dkk

8,16 x 10-10

-10

79

Berdasarkan data pada Gambar 1 dan


Tabel 1 terlihat bahwa nilai konduktivitas ionik
membran untuk berbagai variasi komposisi
montmorillonite masih berada pada orde 10-10.
Penambahan montmorillonite tidak meningkatkan
nilai konduktivitas secara signifikan dikarenakan
struktur dari montmorillonitei walaupun kaya akan
ion-ion seperti Al atau Mg tetapi ionnya terikat
dalam bentuk senyawa koordinasi dalam struktur
oktahedral (Hartono 2011). Konduktivitas ionik
kitosan awal yaitu sebesar 8,16 x 10-10 S/cm. Nilai
konduktivitas
ionik
membran
cenderung
mengalami
penurunan
setelah
ditambah
montmorillonite. Penurunan nilai konduktivitas
ionik terjadi saat komposisi montmorillonite 2 %
yaitu sebesar 2,60 x 10-10 S/cm. Penurunan ini
disebabkan karena adanya penggumpalan
(aglomerasi) yang justru akan menghalangi
loncatan atau transport ion pada membran. Ini
terlihat dari hasil gambar mikroskop optik yang
dapat dilihat pada Gambar 2.
Penambahan garam Lithium Perklorat
(LiClO4) dilakukan guna meningkatkan nilai
konduktivitas ionik bahan. Komposisi LiClO4 yang
ditambahkan adalah 5%, 10%, 20%, 30% dan 40
% berat dari polimer kitosan. Hasil pengukuran
konduktivas ionik membran dengan variasi
komposisi garam lithium disajikan pada gambar 3
dan Tabel 2.

50 m

50 m

Gambar 2. Hasil mikroskop optik membran a). kitosan


dan b). kitosan + montmorillonite

Gambar 3. Pengaruh frekuensi terhadap konduktivitas


ionik membran kitosan /montmorillonite
pada variasi komposisi LiClO4

Tabel

No.

2:

Konduktivitas DC membran kitosan /


montmorillonite
dengan
penambahan
LiClO4 pada berbagai komposisi

Komposisi LiClO4 (%)

Konduktivitas dc
-9

1.

1,43 x 10

2.

10

3,05 x 10

3.

20

4,79 x 10

4.

30

5,16 x 10

5.

40

2,38 x 10

-9
-7
-7
-5

Dari Gambar 3. dan Tabel 2. terlihat secara


umum terjadi perubahan nilai konduktivitas setelah
ditambah garam LiClO4. Nilai konduktivitas ionik
membran setelah ditambah LiClO4 mengalami
perubahan yang sangat signifikan dari nilai
konduktivitas awal sekitar 10-10 menjadi 10-5
Konduktivitas membran mengalami kenaikan
hingga 100.000 kali lipat. Kenaikan konduktivitas
ionik setelah penambahan garam lithium
dikarenakan permukaan yang kaya akan ion - ion
lithium yang dimiliki oleh membran. Semakin
banyak komposisi garam yang ditambahkan,
konduktivitas ionik membran juga semakin
meningkat. Hal ini berarti semakin banyak ion
yang bergerak akibat penambahan garam lithium
dalam membran. Secara keseluruhan nilai
Konduktivitas optimum diperoleh pada komposisi
LiClO4 40% yaitu sebesar 2,38 x 10-5 S/cm.
2. Analisis Kuat Tarik membran Kitosan
Kekuatan tarik berperan penting terhadap
sifat mekanik nanokomposit polimer yang
dihasilkan. Kekuatan tarik di ukur dari besarnya
gaya
maksimum
yang
digunakan
untuk
memutuskan/mematahkan spesimen awal bahan
dengan luas penampang tertentu
Pada penelitian sebelumnya (Costa, et. al
2010), penambahan garam LiClO4 pada fabrikasi
membran kitosan dengan teknik casting ternyata
menghasilkan sampel yang bersifat higroskopis.
Penambahan garam justru menyebabkan sampel
menjadi rapuh dan lembek sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan uji tarik. Pada
penelitian ini telah ditambahkan montmorillonite ke
dalam matriks kitosan guna meningkatkan
kekuatan
mekanik
membran.
Dari
hasil
karakterisasi uji tarik, dapat diketahui pengaruh
penambahan montmorillonite pada berbagai
komposisi terhadap kekuatan tarik nanokomposit
polimer yang ditunjukan pada Gambar 4.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 77-83

80

Gambar 4. Pengaruh penambahan montmorillonite


terhadap kuat tarik film kitosan.

Pengaruh penambahan montmorillonite


terhadap nanokomposit polimer yang dihasilkan
ditunjukan pada Gambar 4. Tampak bahwa
penambahan
montmorillonite
mampu
meningkatkan kekuatan tarik nanokomposit.
Peningkatan kuat tarik disebabkan karena sifat
dasar montmorillonite yang memiliki kekakuan
tinggi sehingga membatasi gerakan molekul
polimer. Luas kontak permukaan struktur
nanokomposit yang besar juga menyebabkan
ikatan yang kuat antara matriks polimer kitosan
dengan lapisan montmorillonite. Kuat tarik
optimum
diperoleh
pada
komposisi
montmorillonite 5% yaitu sebesar 93,1 MPa.
Pada Gambar 4 juga terlihat adanya
penurunan kuat tarik nanokomposit. Penurunan
terjadi
saat
penambahan
konsentrasi
montmorillonite 10% yaitu sebesar 64,98 MPa.
Penurunan kuat tarik disebabkan adanya
aglomerasi montmorillonite. Penggumpalan ini
menyebabkan terbentuknya daerah antarmuka
(interface) atau daerah kosong antara kitosan dan
montmorillonite. Hal ini disebabkan karena
montmorillonite yang dicampur masih berupa
serbuk sedangkan kitosan yang berperan sebagai
pengikatnya sudah dalam bentuk larutan. Adanya
daerah yang kosong, ketika sampel nanokomposit
ditarik akan lebih cepat patah dan bersifat lebih
getas. Hasil ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rudi Hartono yang melakukan
penambahan montmorillonite pada matriks
polipropilen (Hartono 2011).
Pengaruh penambahan LiClO4 terhadap
besarnya kuat tarik membran juga dianalisis.
Pengaruh penambahan garam lithium terhadap
kuat tarik membran disajikan pada gambar 4.
Berdasarkan hasil pengukuran rata rata
kekuatan tarik membran diperoleh bahwa semakin

Gambar 5. Pengaruh penambahan LiClO4 terhadap


kuat
tarik
membran
kitosan
montmorillonite

banyak LiClO4 yang ditambahkan maka nilai kuat


tarik membran semakin menurun.
Peningkatan jumlah LiClO4 akan menurunkan
kekuatan gaya antar molekul sehingga mobilitas
antar rantai molekul kitosan meningkat. Hal ini
memungkinkan LiClO4 yang merupakan molekul
higroskopis kecil dapat dengan mudah masuk
diantara rantai rantai polimer. Penurunan kuat
tarik ini kemudian merubah sifat rigid membran
menjadi lebih fleksibel. Fenomena di atas merujuk
kepada hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufik
Nurkalih bahwa penambahan garam LiClO4
dalam matriks polimer PEO juga menurunkan kuat
tarik membran yang dihasilkan (Nurkalih, 2009)
Penurunan kuat tarik juga berkaitan dengan
perubahan kristalinitas yang dimiliki oleh polimer
akibat penambahan garam. Material yang amorf
tentunya akan memiliki kekuatan mekanik yang
lebih rendah dibandingkan dengan material yang
bersifat kristalin. Penambahan garam LiClO4 telah
merubah struktur polimer kitosan yang bersifat
semikristalin menjadi lebih amorf. Perubahan
struktur polimer ditunjukan pada pola difraksi yang
disajikan pada Gambar 6.
3. Identifikasi Pergeseran Puncak Difraksi
dan Kristalinitas Membran KitosanMontmorillonite
Identifikasi pergeseran puncak difraksi dan
kristanilitas
membran
dikarakterisasi
menggunakan XRD. Selain itu analisis XRD
dilakukan
untuk
memonitor
pembentukan
nanokomposit. Hasil karakterisasi XRD disajikan
dalam bentuk pola difraksi yang ditampilkan pada
Gambar 6 dan Gambar 7

Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit.Evi Yulianti dkk

81

001
Kitosan + Mont 20 %

001

Kitosan + Mont 15 %

Intensitas

001

Kitosan + Mont 5 %

001

Kitosan + Mont 2 %

001

Montmorillonit

Intensitas

001

Kitosan + Mont 10 %

10

Dua Tetha

Kitosan + Mont 5 % + LiClO4 40 %

Kitosan + Mont 5 % + LiClO4 20 %

Kitosan + Mont 5 % + LiClO4 5 %

Kitosan

Gambar 6. Pola difraksi membran nanokomposit


polimer kitosan-montmorillonite

Gambar 6 menunjukan pola difraksi sinar-X


untuk
montmorillonite
dan
kitosan
+
montmorillonite dengan berbagai komposisi yang
diukur pada sudut 2 theta (3-15). Puncak
montmorillonite muncul pada sudut 2 theta 8,96
merupakan puncak refleksi pada bidang 001
dimana jarak antar bidang (d001) 9,87 yang
dihitung menggunakan persamaan Bragg (Cullity
1978). Pada Gambar 6 ditunjukkan bahwa terjadi
sedikit pergeseran puncak puncak difraksi ke
arah sudut yang lebih rendah pada film kitosan +
montmorillonite dengan komposisi (2-15)%. Hal ini
menunjukkan terjadi interkalasi polimer ke dalam
antar lapisan montmorillonite. Salah satu atau
beberapa rantai polimer berhasil masuk atau
menyisip di antara lapisan montmorillonite yang
jaraknya berada pada orde nanometer. Akibatnya
jarak antar kisi pada montmorillonite menjadi
semakin
besar.
Pola
ini
menunjukkan
terbentuknya nanokomposit. Sedangkan pada
penambahan montmorillonite lebih lanjut (20%)
ternyata menggeser puncak 001 ke sudut yang
lebih besar. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Dillip K. Pradhan
mengenai pembuatan membran nanokomposit
dengan menambahkan montmorillonite pada
matriks polimer PEO (Pradhan 2008).
Gambar 7. merupakan pola difraksi kitosan
dan kitosan yang telah ditambah montmorillonite
dan garam LiClO4 pada berbagai komposisi. Pola
difraksi kitosan (spektrum paling bawah) memiliki
puncak-puncak yang tidak tajam pada posisi sudut
2 theta 11,97 dan 18,52 dimana pola difraksi ini
umumnya dimiliki oleh bahan yang bersifat
semikristalin. Semakin banyak garam LiClO4 yang
ditambahkan ke dalam matriks kitosan, tentunya
akan mempengaruhi struktur kristal kitosan.

400
380
360
340
320
300
280
260
240
220
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
10

20

30

40

50

60

70

Sudut dua Theta

Gambar 7. Pola Difraksi Membran Nanokomposit


Polimer Kitosan-Montmorillonite-LiClO4 (:
puncak montmorillonite, : puncak
kitosan)

Pada penambahan LiClO4 sebesar 20%


puncak kitosan sudut 2 theta 11,97 tidak muncul,
hanya tinggal satu puncak. Sedangkan pada
penambahan LiClO4 40%, puncak kitosan hilang
sama sekali, dan pola difraksi seperti ini biasanya
dijumpai pada bahan yang bersifat amorf.
Penambahan garam LiClO4 ke dalam matriks film
kitosan telah mengubah struktur polimer yang
bersifat semikristalin menjadi lebih amorf. Pada
sudut dua tetha 27,05 terdapat puncak yang
sangat tajam. Puncak ini berasal dari silikat yang
merupakan
salah
satu
kandungan
dari
montmorillonite (Purwaningsih, et.al 2012).
KESIMPULAN
Telah berhasil dibuat membran polimer
elektrolit
berbasis
nanokomposit
kitosan
montmorillonite. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa
penambahan montmorillonite pada polimer kitosan
sampai komposisi tertentu dapat meningkatkan
kekuatan tarik film kitosan sampai 93,11 MPa.
Selain itu penambahan garam LiClO4 juga terbukti
dapat meningkatkan konduktivitas ionik film
kitosan dengan sangat signifikan. Kondisi optimum
diperoleh pada film nanokomposit kitosan dengan
komposisi montmorillonite 5% persen berat dan
LiClO4 40% dengan nilai konduktivitas ionik
-5
sebesar 2,382x10 S/cm dan kuat tarik sebesar
15,19 MPa.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 77-83

82

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, S. B., Z.H.Z Abidin and A.K Arof. 2010.
Effect of silver nanoparticles on the DC
conductivity in chitosan silver triflate polymer
electrolyte. Physica B 405 (21): 4429 - 4433
Costa, M.M., A.J. Terezo, A.L. Matos, W.A.
Moura, J.A. Giacometti, and A.S.B. Sombra.
2010. Impedance spectroscopy study of
dehydrated chitosan and chitosan containing
LiClO4. Physica B: Condensed Matter 405
(21): 4439-444
Cullity, B.D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction.
Reading, Massachusetts -Menlo Park,
California London Amsterdam - Don
Mills, Ontario - Sydney: Addison-Wesley
Publishing Company Inc.
Fonseca, C. Polo and S. Neves. 2006.
Electrochemical
properties
of
a
biodegradable polymer electrolyte applied to
a rechargeable lithium battery. Journal of
Power Sources. 159: 712-716
Hartono,
R.
2011.
Pengaruh
Komposisi
Montmorillonite
pada
Pembuatan
Polipropilen Nanokomposit terhadap
Kekuatan
Tarik
dan
Kekerasannya.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia,
UGM. Yogyakarta.
Kadir, M.F.Z, Z. Aspanal, S.R Majid and A.K. Arof
2011. FTIR studies of plasticized poly(vinyl
alcohol)chitosan blend doped with NH4NO3
polymer
electrolyte
membrane.
Spectrochimica Acta Part A 78 (3): 10681074
Kurian, M., M.E. Galvin, P.E Trapa, D.R Sadoway,
and
Mayes
A.M.
2005.
Single-ion
Conducting Polymer-silicate Nanocomposite
electrolytes for Lithium Battery applications.
Electrochimica Acta 50: 21252134
Kusmono. 2010. Studi Kuat tarik Dan Morfologi
Nanokomposit
Berbasis
Poliamid
6/Polipropilen/Clay.
Seminar
Nasional

Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9.UGM.


Yogyakarta.
Munshi, M.Z.A. 1995. Handbook of Solid State
Batteries and Capacitors. Singapore: World
Scientific Publishing.
Muzzarelli, R.A.A and C. Muzzarelli. 2005.
Chitosan chemistry: relevance to the
biomedical sciences. Adv. Polym. Sci. 186:
151-209
Nurkalih, Taufik. 2009. Pembuatan Polielektrolit
Padat untuk Aplikasi Baterai dari Polimer
yang dapat Terbiodegradasi. Skripsi S1.
Bandung: Departemen Kimia. FMIPA-ITB.
Pradhan, Dillip K., R. N. P. Choudhary, and B. K
Samantaray. 2008. Studies of Dielectric
Relaxation and AC Conductivity Behavior of
Plasticized
Polymer
Nanocomposite
Electrolytes. Int. J. Electrochem. Sci. 3(5):
597 608
Purwaningsih, Eka, Supartono dan Harjono. 2012.
Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa
Dengan Metanol Menggunakan Katalis
Bentonit. Indo. J. Chem. Sci. 1 (2): 133139.
Rinaudo, M. 2006. Chitin and chitosan: Properties
and application. Prog. Polym. Sci. 31: 603632
Yahya, M.Z.A and A.K. Arof. 2002. Characteristics
of Chitosan-Lithium Acetate-Palmitic Acid
Complexes. Journal of New Materials for
Electrochemical Systems 5(2): 123-128
Yahya, M.Z.A and A.K. Arof. 2003. Effect of oleic
acid plasticizer on chitosanlithium acetate
solid polymer electrolytes. Eur Polym. J. 39:
897-902
Yuan, Xiao Zi et al. 2009. Electrochemical
Impedance Spectroscopy in PEM fuell Cells.
London, Dordrecth, Heidelberg. New York:
Springer International Publisher.
Yulianti, E., A. Karo Karo, L. Susita, and
Sudaryanto. 2012. Synthesis of Electrolyte
Polymer Based on Natural Polymer
Chitosan by Ion Implantation Technique.
Procedia
Chemistry
4:
202-207

Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit.Evi Yulianti dkk

83

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-146

84

ANALISIS STRUKTUR KRISTAL LiFePO4 OLIVINE


SEBAGAI BAHAN KATODA BATERAI Li-ION
(CRYSTAL STRUCTURE ANALYSIS OF OLIVINE LiFePO4
AS CATHODE MATERIALS FOR Li-ION BATTERY)

Indra Gunawan, Ari Handayani, dan Saeful Yusuf


Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN
Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan
E-mail: gindra@lycos.com
Received : 22 Mei 2013; revised : 17 September 2013; accepted : 18 September 2013

ABSTRAK
Sintesis LiFePO 4 dilakukan dengan pencampuran LiCl, FeCl2.4H2O dan H3PO4 ekuimolar ke dalam air.
o
Homogenasi larutan dilakukan dengan pengaduk magnetik pada suhu 60 C. Prekursor LiFePO4 diperoleh
o
setelah pemanasan 200 C dengan furnace selama 2 jam. Sintering prekursor LiFePO4 dilakukan pada suhu
700o C dengan furnace selama 4 jam dengan aliran N2 untuk membentuk fasa kristalit LiFePO4. Kemurnian fasa
dan struktur kristal dianalisis dengan menggunakan XRD. Analisis struktur kristal dari pola difraksi sinar-X
dilakukan dengan perangkat lunak FULLPROF. Pengamatan morfologinya dilakukan dengan menggunakan
SEM dengan kombinasi Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan pengukuran gugus fungsional dengan FTIR. Hasil analisis struktur kristal menunjukkan bahwa senyawa LiFePO4 memiliki struktur Kristal orthorhombic,
space group 62, simbol Pnma (Hermann-Mauguin) dengan parameter kisi a= 6.0019999, b= 10.330000, c=
4.6999998.
Kata kunci : LiFePO4, Katoda, Baterai Li-ion

ABSTRACT
Synthesis of LiFePO4 was done by mixing of LiCl, FeCl2.4H 2O and H 3PO 4 at equimolar amount in water as
solvent.
Homogenization
of solution
was performed with a
hot
plate-magnetic stirrer at
a
o
o
60 C. LiFePO4 precursor was obtained after heating at 200 C for 2 hours in a furnace while solvent removal.
o
Sintering of LiFePO4 precursor was heat treated at 700 C for 4 hours in a furnace in N 2 gas flow to form LiFePO4
crystallites phase. The phase purity and crystal structure were confirmed by using XRD. Structural model
analysis of X-ray diffraction patterns was performed with the software of FULLPROF. Morphology observations
were performed by using SEM with combination of Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), and the functional
groups analysis by FTIR. The results of analysis showed that the LiFePO4 compound has a crystal structure of
orthorhombic, Space group 62, Symbol P nma (Hermann-Mauguin), Cell parameter a= 6.0019999, b= 10.330000,
c= 4.6999998.
Keywords : LiFePO4, Cathode, Li-ion battery

PENDAHULUAN
Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian energi baru dan terbarukan yang
dapat diisi ulang dari sumber energi lain yang
murah dan berkelanjutan. Sebagai bagian dari
program
penelitian
PTBIN
di
bidang
pengembangan sumber enrgi baru dan
terbarukan untuk mendukung penguasaan
teknologi di bidang energi. Pembuatan bahan
katoda LiCoO2 telah dilakukan (Panjaitan 2010;
Nugraha 2010). Pada penelitian ini akan
dikembangkan lithium ferophospat (LiFePO4)

sebagai alternatif lain dari bahan katoda untuk


sel baterai berbasis lithium. Penggunaan
senyawa lithium dalam bentuk fosfat akan
mudah dipasangkan dengan lithium elektrolit
padat, gelas atau polimer.
Lithium iron phospat telah menjadi salah
satu kandidat yang paling menjanjikan sebagai
bahan katoda untuk baterai sekunder lithium
interkalasi berdasarkan penelitian Padhi, dkk
(1997) dibandingkan dengan bahan katoda
konvensional, seperti LiCoO2 dan LiNiO2.

Analisis Struktur Kristal LiFePO4..Indra Gunawan dkk

85

LiFePO4 menunjukkan banyak keuntungan


seperti tidak beracun, murah, berstruktur stabil
sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan
katoda baterai lithium ukuran besar di kendaraan
listrik dan hibrida dengan kapasitas teoritis tinggi
(170 mAh/g). Lihium iron phospat memiliki ikatan
kovalen kuat antara oksigen dan fosfat
membentuk satuan polianion yang kuat
sehingga memiliki kestabilan yang lebih baik
dibanding oksidanya. Pembentukan polianion
juga memperbesar ruang bebas yang tersedia
bagi lithium. Ikatan logam P-O- membantu
menstabilkan energi redoks dari kation logam
dan memungkinkan perpindahan ion lebih cepat.
Di samping itu ikatan antara atom oksigen dalam
fosfat lebih kuat dibanding dengan cobalt,
sehingga beberapa sel LiFePO4 memiliki sifat
tahan panas dalam pemakaiannya (Jayaprakash
2008; Mai 2008; Wang 2007).
Komposisi tipikal film katoda adalah
substrat logam LiFePO4 72 wt%, asetilena hitam
8 wt%, dan 20 wt% polietilena oksida sebagai
pengikat.
Acetylene
black
memastikan
konduktivitas listrik sepanjang film (Doeff, 2003),
dan pengikat membuat film utuh selama
pemrosesan. Bahan-bahan ini dilarutkan pada
substrat logam menggunakan asetonitril.
Kapasitas elektrokimia bahan adalah 85 mAh/g
(Koichi 2007; Levi 1997).
Konduktifitas katoda utamanya ditentukan
oleh kandungan besi. Pemilihan garam fospat
dikarenakan
ukuran
molekul
yang
memungkinkan ion lithium bergerak dari dan ke
elektrolit dalam proses penggunaan (discharge)
dan pengisian ulang (recharge). Kandungan
lithium dalam katoda dapat diharapkan sebagai
sumber ion dari komponen baterai berbasis
lithium.
Pengembahan baterai lithium ini
diharapkan menjadi solusi permasalahan energi
terkait dengan isu lingkungan.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk
menentukan struktur kristal terbentuk dan
impuritasnya dengan menggunakan XRD,
pengamatan
morfologi
permukaan
dan
pengukuran FTIR dari LiFePO4 yang diperoleh.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Percobaan
dilakukan
dengan
menggunakan bahan-bahan: lithium chloride
(LiCl) (Merck, Jerman), ferrochloride tetrahidrat
(FeCl2.4H2O) (Merck, Jerman), asam fospat
(H3PO4) (Merck, Jerman), air suling sebagai
pelarut. Sedangkan alat-alat yang digunakan
antara lain X-ray diffractometry (XRD, Shimadzu
XD 610) yang digunakan untuk menentukan
kemurnian fasa dan struktur kristal. Morfologi
permukaan diamati dengan Scanning Electron
Microscope
dengan
kombinasi
Energy

Dispersive Spectrometry (SEM-EDS, JEOL JSM


6510 LA), dan gugus fungsional diukur dengan
FTIR (FT-IR Tensor 27 Bruker).
Metode
Bahan-bahan LiCl, FeCl2 dan H3PO4
dicampur dengan perbandingan stoikiometris
dan dilarutkan dengan air. Pemanasan dilakukan
pada 60 C dengan plat pemanas dan pengaduk
magnetik agar homogen. Penguapan pelarut
sekaligus pemanasan awal (presinter) dilakukan
o
pada suhu 200 C selama 2 jam. Prekursor
o
dipanaskan dengan furnace pada suhu 700 C
selama 4 jam dengan mengalirkan gas N2 untuk
membentuk fasa kristalit LiFePO4. LiFePO4 yang
diperoleh dikarakterisasi dengan XRD, SEMEDS dan FTIR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penghalusan pola difraksi dilakukan
pertama sekali dengan menggunakan prosedur
Lebail (1988), dengan memperkirakan struktur
kristal dari fase yang mungkin ada dan memberi
nilai awal parameter kisi. Setelah itu hasil pola
difraksi yang disimulasikan oleh program
digunakan untuk penghalusan berikutnya mirip
dengan yang digunakan dalam metode Rietveld,
yaitu : penghalusan latar belakang, parameter
dan konstanta kisi. Gambar 1a dan 1b
menunjukkan pola difraksi hasil simulasi dan
penghalusan Rietveld untuk serbuk prekursor
dan LiFePO4 terbentuk. Pola difraksi untuk
intensitas teramati (Yobs), intensitas yang
dihitung (Ycalc), posisi Brag dan deviasi (YobsYcalc) terlihat dengan jelas di gambar tersebut.
Pada Gambar 1a pola difraksi prekursor terdiri
dari dua fasa yaitu Li3PO4 sebanyak 21,1 % dan
LiFePO4 sebanyak 79,9 %. Puncak utama
difraksi Li3PO4 terjadi pada sudut 2 = 16,9o;
o
o
o
o
o
o
19,8 ; 23,1 ; 29,2 ; 30,4 ; 35,5 ; dan 40,4
bersesuaian dengan bidang [020], [011], [101],
[200], [210], [211] dan [022]. Puncak utama
o
difraksi LiFePO4 terjadi pada sudut 2 = 17,04 ;
o
o
o
o
o
o
20,7 ; 24 ; 29,6 ; 30,98 ; 35,5 dan 42,2 sesuai
dengan bidang kristal [020], [011], [101], [200],
[210], [201] dan [112]
Hal ini menunjukkan bahwa rute sintesis
yang dikembangkan di sini memberikan reaktan
yang sangat reaktif, karena pada tahap
presintering LiFePO4 sudah terbentuk.
Pada pencampuran LiCl, FeCl2 dan
H3PO4
kemudian
dilakukan
pemanasan
sehingga pelarutnya menguap, dari pola
XRDnya dapat diasumsikan reaksi yang terjadi
adalah :
3LiCl + H3PO4

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 85 - 89

Li3PO4 + 3HCl

.(1)

86

Setelah dilakukan pemanasan pada 700


C selama 4 jam reaksi yang terjadi adalah
Li 3PO4 + 3FeCl

3LiFePO4+ Cl2

berat. Unsur Li tidak dapat teramati oleh EDS


karena berat atomnya rendah
FTIR adalah instrumen yang cukup
memadai untuk menyelidiki struktur ikatan suatu
bahan. Spektrometri FTIR dari sampel prekursor
dan LiFePO4 ditunjukkan pada Gambar 4 dan
Gambar 5. Dari spektroskopi FTIR prekursor,
spectrum absorbsi berasal dari getaran
intramolekular
(PO4) ,
yang
melibatkan
perpindahan atom oksigen pada bilangan
-1
-1
gelombang 898 - 1094 cm dan 551-680 cm .
Dari Gambar 5, spektrum FTIR untuk getaran
intramolekular (PO4) sampel LiFePO4 terlihat
lebih halus dan sempit, dibandingkan dengan
Gambar 4, yang berada dalam kisaran bilangan
gelombang 966-1103 cm-1 dan 538-625 cm-1.
Pada kurva Gambar 5, jika dibandingkan
dengan kurva Gambar 4, terdapat perbedaan
pada penyerapan panjang gelombang di kisaran
-1
650-950 cm dimana getaran anion fosfat lain
seperti (P2O7)- dan (P3O10)- tampak di Gambar 5
namun tidak di Gambar 4. Tidak adanya struktur
ini didalam prekursor menunjukkan bahwa tidak
terdapat kompleks tersebut didalam prekursor
LiFePO4. Absorbsi pada bilangan gelombang
-1
1113 cm berasal dari vibrasi peregangan
simetris dan anti-simetris O-P-O. Absorbsi pada
-1
1059 dan 1103 cm berasal dari vibrasi antisimetris peregangan P-O. Absorbsi di 966 dan
-1
625 cm berasal dari vibrasi peregangan P-O.
Absorbsi pada 569 cm-1 berasal dari vibrasi antisimetris O-P-O. Absorbsi di 538 cm-1 berasal
dari vibrasi simetris O-P-O.

(2)

Secara keseluruhan reaksi (1) dan (2) jika


dijumlahkan adalah:
LiCl + H3PO4 + FeCl
LiFePO4 + HCl
+H2 +1/2 Cl2
.....(3)
Gambar
1b
memperlihatkan
pola
penghalusan dan menghasilkan profile LiFePO4
orthorombik dengan parameter kisi a= 6.02 ,
b= 10.2999 , c= 4.70 . Parameter lain dan
faktor realibility hasil penghalusan analisis
struktur tertera di Tabel1
Gambar 2 adalah peta densitas Fourier.
Program Fourier
menghitung kepadatan
hamburan di dalam sel satuan simetri kristal
apapun dengan satuan jumlah elektron per
ngstrom kubik. Gambar 3 adalah foto SEM dari
LiFePO4. Partikel LiFePO4 berbentuk polihedral,
berpori dan sedikit teraglomerasi, partikel
polihedral diperkirakan berukuran antara 1 dan 5
m. Di sini dapat diamati beberapa void masih
bisa ditemukan diantara partikel, karena gas-gas
yang
menguap
keluar
dari
reaktan
menyebabkan serbuk terbentuk porous. Hasil
komposisi kimia permukaan komposit LiFePO4
ditunjukkan
juga
dengan
Gambar
3.
Pengamatan dilakukan dengan SEM-EDS pada
perbesaran 350 X. Pengamatan mode spot
memperlihatkan distribusi unsur-unsur Fe
sebesar 6,51 % berat, P sebesar 9,04 % berat,
O sebesar 58,6 % berat dan C sebesar 25,04 %
Tabel 1. Hasil-hasil analisis struktur (metode Rietveld)
Parameter
a()

Fase1 : LiFePO4
6.020000

Fase 2: Li3PO4
6.122093

b()
c()
Rp, %

10.299992
4.700005
1.86

10.482502
4.943085
1.86

Rwp, %
RE, %

4.29
4.30

4.29
4.30

RF, %

1,19

0,72

Fraksi, %
Densitas, g/cm3

79,9
1,79

21,1
0,544
pd67

precursor_instrm0

.9
.8
.7

y/b

.6
.5
.4
.3
.2
.1
0
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1
x/a

(a)

4.805
4.383
3.961
3.539
3.117
2.695
2.273
1.851
1.429
1.007
0.585
0.163
-0.259
-0.681
-1.103
-1.525
-1.947
-2.369
-2.791
-3.212

1
.9
.8
.7
.6
y/b

1.837
1.715
1.593
1.472
1.350
1.228
1.106
0.984
0.862
0.740
0.618
0.496
0.375
0.253
0.131
0.009
-0.113
-0.235
-0.357
-0.479

.5
.4
.3
.2
.1
0
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1
x/a

(b)

Gambar 2. Peta densitas grafik Fourier (a) prekursor, (b) LiFePO4

Analisis Struktur Kristal LiFePO4..Indra Gunawan dkk

87

Gambar 3. Foto SEM dari komposit LiFePO4

Gambar 4. Spektrum prekursor dengan FTIR

Gambar 5. Spektrum LiFePO4 dengan FTIR


Gambar 5. Spektrum LiFePO4 dengan FTIR

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 85-89

88

KESIMPULAN
Pola XRD prekursor hasil pemanasan
o
pada 200 C selama 2 jam menunjukkan dua
fasa yaitu Li3PO4 sebanyak 21,1 % dan LiFePO4
sebanyak 79,9 %. Pola penghalusan LiFePO4
hasil sintering menghasilkan profile orthorombik
dengan parameter kisi a= 6.02 , b= 10.2999 ,
c= 4.70 . Partikel komposit LiFePO4 berbentuk
polihedral, berpori dan sedikit teraglomerasi,
beberapa void masih bisa ditemukan diantara
partikel. Dari spektrometri FTIR prekursor,
spectrum absorbsi
berasal
dari vibrasi
intramolekular
(PO4)-,
yang
melibatkan
perpindahan atom oksigen pada bilangan
gelombang 898-1094 cm-1 dan 551-680 cm-1.
Spektrum vibrasi intramolekular (PO4) sampel
LiFePO4 terlihat lebih halus dan sempit, yang
muncul pada kisaran bilangan gelombang 966-1
-1
1103 cm
dan 538-625 cm . Terdapat
perbedaan pada absorbsi bilangan gelombang
-1
pada kisaran 650-950 cm dimana getaran
anion fosfat lain seperti (P2O7)- dan (P3O10)-,
tidak terdapat didalam prekursor LiFePO4.
DAFTAR PUSTAKA
Doeff, M., Y. Hu, Q.F. McLarnon, and R.
Kostecki. 2003. Effect of surface
carbon
structure
on
the
electrochemical
performance
of
LiFePO4. Electrochem. Solid-State
Lett., 6:207-209.
Jayaprakash, N., N. Kalaiselvi, and P.
Periasamy. 2008. Synthesis and
characterization
of
LiMxFe1-xPO4
(M=Cu, Sn; x=0.02) cathodes : study
on the effect of carbon substitution in
LiFePO4 material. Int. J. Electrochem.
Sci.3: 476-488.
Jin, En Mei, Bo Jin, Dae-Kyoo Jun, Kyung-Hee
Park, Hal-Bon Gu, and Ki-Won Kim.
2008. A study on the electrochemical
characteristic of LiFePO4 cathode for
lithium
polymer
batteries
by

hydrothermal method. J. Power


Sources 178 : 801-806.
Ju, S., Hongrui Peng, Guicun Li, and Kezheng
Chen.
2012.
Synthesis
and
electrochemical properties of LiFePO4
single-crystalline nanoplate dominated
with bc-planes. Materials Letters. 74:
22-25.
Koichi, U., K.K Shinei, M. Fuminobu, K.
Yoshihiro, and K. Naoaki. 2007.
Improvement
of
electrochemical
characteristic of natural graphite
negative
electrode
coated
with
polyacrylic-acid in pure propylenecarbonate electrolyte.
J. Power
Sources, 173: 518-521.
Konarova, S., and I. Taniguchi. 2009. Physical
and electrochemical properties of
LiFePO4 nanoparticles synthesized by
a combination of spray pyrolisis with
wet ball-milling. J. Power Sources 194:
1029-1035.
LeBail, A., H. Duroy , and J.L. Fourquet J. L.
1988. Ab-initio structure determination
of LiSbWO6 by x-ray powder
diffraction. .Mat. Res.Bull. 23:447-452.
Nugraha, T., E. Kartini, E. Panjaitan, H. Jodi, H.
Wagiyo, M. Ihsan, S. Supandi, dan R.
Salam. 2010. The use of DC sputtering
technique for the development of thin
film battery using LiCoO2 as cathode.
Dalam: Prosiding Presentasi Hasil
Penelitian dan Pengembangan Iptek
Bahan.
Padhi, K., K.S. Nanjundaswamy, and J.B.
Goodenough. 1997. Phospo-olivine as
positive
electrode
material
for
rechargeable
lithium
batteries.J.
Electrochem. Soc 144:1189-1194.
Panjaitan, E., E. Kartini, Wagiyo, T. Nugraha,
dan M. Ihsan. 2010. Development of
Thin Film Electrode LiCoO2 by DCSputtering.
Dalam:
Prosiding
International Conference on Materials
Science and Technology. Serpong.

Analisis Struktur Kristal LiFePO4..Indra Gunawan dkk

89

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-146

90

PEMBENTUKAN STRUKTUR NANOPARTIKEL CORE-SHELL


Fe/OKSIDA Fe DENGAN PROSES KIMIA DAN FISIKA
(FORMATION of Fe/Fe OXIDE CORE/SHELL STRUCTUREPREPARED BY
CHEMICAL AND PHYSICAL PROCESS)
Ari Handayani
Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Badan Tenaga Nuklir Nasional ( BATAN),
Kawasan Puspiptek , Serpong, Tangerang Selatan, Banten
E-mail : arimulyono2@gmail.com
Received: 17 Mei 2013; revised: 16 September 2013; accepted: 17 September 2013

ABSTRAK
Saat ini nanopartikel magnetik dalam bentuk sistem core-shell banyak dikembangkan untuk mendapatkan
nanopartikel dengan magnetisasi tinggi. Core berupa bahan logam transisi murni (Fe atau Co) dan shell
berbentuk oksida maupun bahan anorganik/logam lain, diharapkan akan diperoleh nanopartikel yang tahan
terhadap pengaruh oksidatif dengan permukaan yang siap untuk modifikasi lanjut. Pada penelitian ini, proses
sintesis nanopartikel core-shell Fe/oksida Fe dilakukan dengan proses kimia presipitasi-reduksi maupun fisis
dengan proses milling energi tinggi. Pada makalah ini dibahas struktur nanopartikel yang terbentuk dari kedua
proses ini. Hasil pengamatan dengan Transmission Electron Microscope (TEM) menunjukkan struktur core-shell
yang lebih jelas pada nanopartikel hasil proses kimia dibanding proses fisis.
Kata kunci : Nanopartikel magnetik, core-shell, Fe/oksida Fe

ABSTRACT
Recently, the core-shell system of magnetic nanoparticles had been developed to obtain nanoparticles with high
magnetization. Usage core of pure transition metal (Fe or Co) and shell of the oxide and inorganic or other metal,
expectedly is obtained oxidative resistance nanoparticle which ready for further modification. The synthesis of
core-shell nanoparticle of Fe/Fe-oxide has been done either by chemical precipitation-reduction method and
physically by high energy milling process. In this paper was discussed the microstructure of nanoparticles formed
from both of these processes. The observation by Transmission electron Microscope (TEM) showed that the
image of structure of core-shell Fe/Fe-oxide nanoparticles were more pronounced by chemical process than
physical process.
Key words : magnetic nanoparticles, core-shell, Fe/Fe oxide

PENDAHULUAN
Nanopartikel magnetik dalam bentuk sistem
core-shell akhir-akhir ini banyak dikembangkan
untuk mendapatkan nanopartikel dengan
magnetisasi tinggi. Core berupa bahan logam
transisi murni (Fe atau Co) dan shell baik
berbentuk
oksidanya
maupun
bahan
anorganik/logam lain, sehingga diharapkan
diperoleh nanopartikel yang tahan terhadap
pengaruh oksidatif serta dengan permukaan
yang siap untuk modifikasi lebih lanjut.
Nanopartikel berbasis besi (Fe) memiliki potensi
aplikasi yang luas dalam bidang teknologi

seperti sebagai penyimpan magnetik, untuk


remediasi air dan sebagai katalis (Khurshid, et
al. 2010; Lee, et al. 2008; Popvici, et al. 2007;
Singh, et al. 2013; Masoudi, et al 2012). Sistem
ini juga mulai banyak dikembangkan untuk
aplikasi dalam bidang kesehatan misalkan
sebagai pendukung dalam proses pengiriman
obat untuk terapi, proses hipertermia dalam
terapi kanker serta penajam kontras untuk MRI
(Lee, et al. 2008; Singh, et al. 2013; Masoudi, et
al. 2012, Sulungbudi, et al. 2012).

Pembentukan Struktur NanopartikelAri Handayani

91

Proses sintesis nanopartikel core/shell


Fe/Fe oksida dapat dilakukan dengan metode
kimia, antara lain dengan metode reduksi kimia
(Lee, et al. 2008; Masoudi, et al. 2012;
Sulungbudi,
et
al.
2012;
Glavee,
et
al.1995;Singh, et al. 2011; Mujamilah, et al.
2012) atau dengan metode fisis, antara lain
dengan proses milling (Lee, et al. 2001; Wang,
et al. 2007; Mujamilah, et al. 2012). Dalam
proses-proses ini banyak parameter yang dapat
mempengaruhi karakteristik baik morfologi
maupun sifat nanopartikel yang dihasilkan.
Preparasi nanopartikel dengan metode kimia
melibatkan reaksi atau proses penggabungan
atom-atom penyusun menjadi suatu struktur
kristal tertentu dan selanjutnya tumbuh menjadi
partikel. Proses pembentukan struktur ini akan
dipengaruhi oleh parameter suhu, komposisi dan
sifat bahan awal/prekursor serta katalis yang
diberikan.
Untuk preparasi secara fisis dengan teknik
milling, proses kadang hanya melibatkan
pengecilan butir tanpa menimbulkan perubahan
struktur dan sifat bahan baik secara kimia
maupun fisis yang berarti. Namun dengan
kondisi milling yang lebih ekstrim misal pada
proses milling dengan energi tinggi serta dalam
lingkungan
yang
reaktif,
memungkinkan
terjadinya reaksi kimia pada permukaan bahan
yang akhirnya dapat menimbulkan perubahan
struktur dan sifat partikel yang dihasilkan. Pada
proses ini selain dua faktor tersebut, parameter
lama waktu milling juga akan sangat
menentukan sifat partikel yang dihasilkan.
Pada
penulisan
sebelumnya
telah
dilaporkan hasil sintesis nanopartikel core/shell
Fe/oksida Fe dengan proses reduksi kimia
(Sulungbudi, et al. 2012; Glavee, et al.1995;
Singh, et al. 2011; Mujamilah, et al. 2012).
Dalam penulisan tersebut, disampaikan analisis
pembentukan core/shell yang dilakukan dengan
proses reduksi FeCl 3 oleh NaBH4 untuk
membentuk bagian core yang diikuti dengan
pembentukan fasa oksida besi dengan pereaksi
TMNO (Trimethylamine N-oxide). Morfologi,
komposisi fasa dan sifat magnetik struktur
core/shell yang terbentuk dioptimalisasi dengan
memvariasikan perbandingan komposisi FeCl 3
dan NaBH4. Data yang diperoleh menunjukkan
adanya korelasi antara komposisi dengan
pembentukan tiga karakteristik nanopartikel
yang dihasilkan yang dibahas terutama dari sisi
kesetimbangan dan kesempurnaan reaksi kimia
yang terjadi
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
membandingkan morfologi struktur nanopartikel
core/shell yang terbentuk dari proses kimia
dengan struktur core/shell yang terbentuk dari

proses fisis milling energi tinggi serbuk Fe dalam


media air destilasi. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah variasi waktu milling.
Analisis dilakukan pada data foto dan pola
SAED hasil pengamatan TEM.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi
FeCl3.6H2O, NaHBH4, Trimethylamine N-oxyde
(TMNO), (CH3)3NO , etanol dan metanol dengan
grade pro analysis dari Merck. Gas N2 dan
Argon dengan grade UHP.
Metode
Pembuatan nanopartikel Core/shell Fe/oksida
Fe dengan proses kimia.
Proses pembuatan diawali
dengan
penyiapan core Fe atau NZVI dan tahap
selanjutnya pembentukan shell oksida Fe.
Tahap pertama yaitu pembuatan core Fe.
FeCl3.6H2O dilarutkan dalam larutan campuran
etanol/air (4:1 v/v) dan diaduk hingga diperoleh
larutan homogen. Larutan NaHBH4 diteteskan
sambil diaduk secara konstan dengan adukan
yang kuat. Seluruh proses dilakukan dalam
suasana gas N2 untuk mencegah terjadinya
oksidasi
pada
NZVI.
Selanjutnya
endapan/presipitat hitam yang terbentuk disaring
dan dicuci beberapa kali dengan etanol murni.
Endapan hasil cucian kemudian dikeringkan
semalam dalam oven pada suhu 75C.
Perbandingan mol antara FeCl 3.6H2O dan
NaHBH4 divariasikan dalam 6 rasio, yaitu 1:1,2;
1:1,4; 1:1,6; 1:1,8; 1:2,0; 1:3,0. Tahap kedua,
pembuatan shell oksida Fe. Endapan kering dari
tahap pertama sebanyak 130 mg ditambahkan
ke dalam larutan 15 mg TMNO yang dilarutkan
dalam isopropyl alcohol. Larutan disonikasi
selama 40 menit. Endapan yang diperoleh dicuci
2 kali dengan metanol dan kemudian
dikeringkan dengan tiupan gas Argon. Sampel
kering baik sebelum maupun sesudah oksidasi,
selanjutnya ditempatkan dalam botol dan
disimpan dalam vacuum desicator untuk proses
dan karakterisasi selanjutnya [Sulungbudi,et al.
2012; Mujamilah, et al.2012,].
Pembuatan nanopartikel Core/shell Fe/oksida
Fe dengan proses fisika.
Bahan awal serbuk Fe 10 m (Merck
99,5%) dicampur dengan bola SS (stainless
steel) (diameter 5 mm) dengan perbandingan
berat sampel dan bola 1:5 dimasukkan dalam
vial SS (diameter 2,2 cm dan panjang 6,7 cm).

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 91 - 96

92

Larutan media air ditambahkan dalam vial


sehingga serbuk dan bola terendam sempurna
untuk mengendalikan proses oksidasi. Proses
milling dilakukan pada fasilitas milling energi
tinggi (High Energy Milling) SPEX 8000M
dengan variasi waktu 30 jam, 40 jam dan 50 jam
dengan siklus 90 menit proses (ON) dan 30
menit OFF untuk menghindari panas berlebih
(overheating). Hasil akhir diperoleh serbuk nano
dan disimpan dalam botol sampel untuk
karakterisasi selanjutnya [Mujamilah et al.2012,
Handayani, et al 2013].
Karakterisasi strukturmikro nanopartikel
yang
terbentuk
dilakukan
menggunakan
Transmission Electron Microscope (TEM), JEM
1400, Jeol. Sebelum sampel nanopartikel
diamati dengan TEM dilakukan tahapan
preparasi. Sampel nanopartikel diencerkan
dalam
etanol,
kemudian
didispersikan
menggunakan ultrasonik hingga diperoleh
sampel nanopartikel yang tidak menggumpal
lagi. Selanjutnya dengan menggunakan pipet
tetes, sampel nanopartikel diambil dan
diteteskan pada grit Formvar Coated 200 mesh
Cu PK/50, SPI, dilanjutkan dengan pelapisan
tipis dengan karbon untuk menghindari charging
ketika pengambilan citra. Pengamatan struktur
nanopartikel menggunakan TEM dilakukan pada
tegangan operasi (Acceleration Voltage) 120 kV
dan pada perbesaran 100.000X dan 250.000X.

proses milling ini juga ditemukan peneliti lain


yang mendapatkan nanopartikel hematit dengan
morfologi kubik setelah proses milling Fe dalam
medium.CTAB selama 40 jam (Handayani, et al.
2013). Pada perubahan pola foto TEM tersebut
diperoleh gambaran pola pembentukan partikel
hasil milling yang diawali dengan penghalusan
serbuk Fe pada tahap awal proses yang
dilanjutkan dengan proses oksidasi dari
permukaan partikel yang tumbuh dengan
peningkatan waktu milling baik dengan makin
memperbesar ukuran partikel maupun dengan
mengoksidasi lanjut bagian dalam serbuk (core
Fe). Pola perubahan struktur yang terjadi
ditampilkan pada Gambar 2
a

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari data-data foto hasil pengamatan
dengan TEM yang ditampilkan pada Gambar 1,
terlihat bahwa setelah 30 jam proses milling,
serbuk dengan warna masih dominan hitam
berukuran ~ 20 nm telah terbentuk, namun
dengan distribusi ukuran yang tidak homogen.
Struktur core/shell juga tidak teramati dengan
jelas. Peningkatan waktu milling menjadi 40 jam,
selain menghomogenkan ukuran serbuk juga
memberikan gambaran partikel sferis dengan
struktur core/shell meski dengan kontras antara
core (bagian gelap) dan shell (bagian terang)
yang kurang jelas. Ukuran total nanopartikel
juga meningkat pada kisaran ~ 40 nm. Bagian
shell dengan fasa oksida Fe cukup tebal
melingkupi bagian core dengan fasa Fe.
Pembentukan dua fasa ini juga teramati
pada pola SAED untuk sampel ini (Gambar
1(b)). Pada proses milling 50 jam, memberikan
gambaran perubahan morfologi dari bentuk
sferis menjadi bentukan kubik dengan warna
terang yang merepresentasikan fasa oksida Fe
makin dominan. Struktur core/shell juga semakin
sulit teramati. Pembentukan struktur kubik dalam

Gambar 1. Foto hasil pengamatan TEM untuk sampel


hasil milling serbuk Fe dalam medium air
selama 30 jam (a); 40 jam (b) ; 50 jam (c)
dan pola SAED untuk serbuk milling 40
jam (d).

Waktu milling

Gambar 2. Gambaran tahapan dan pola perubahan


struktur serbuk Fe dengan makin
meningkatnya waktu milling.

Pada proses preparasi core/shell dengan


metode kimia, diawali dengan pembentukan bibit
core Fe dari reaksi reduksi garam FeCl3 oleh
reduktor NaBH4. Jumlah dan morfologi bibit
yang terbentuk ditentukan oleh perbandingan
komposisi FeCl3 dan NaBH4

Pembentukan Struktur NanopartikelAri Handayani

93

metode fisis dan komposisi non-stoikiometris


pada metode kimia, memberikan hasil partikel
non core/shell dengan fasa dominan oksida Fe
yang tentunya memiliki sifat magnetik lebih
rendah. Namun demikian terlihat bahwa metoda
kimia memberikan struktur core/shell yang lebih
jelas dibanding metode fisika. Demikian pula
fasa core Fe cenderung lebih stabil dibanding
fasa core pada partikel hasil milling.

(a)

(b)

(c)

(d)

Tahapan proses

Tahapan proses

Gambar 3.Foto TEM (pada perbesaran 50.000 dan


250.000) dan pola SAED nanopartikel
magnetik NZVI5 setelah proses reduksi
(a), setelah pemanasan (b) dan setelah
proses oksidasi (c) (Grace Tj S et al.2012).
Gambar (d) menampilkan foto untuk
nanopartikel dengan parameter optimal
(Mujamilah et al.2012).

Waktu milling

Proses
pemanasan
dan
oksidasi
menumbuhkan bibit-bibit tersebut dan menjadi
bentukan core yang lebih jelas yang dilingkupi
shell oksida Fe. Pembahasan sistematis efek
komposisi dan berbagai parameter proses ini
pada laporan sebelumnya (Glavee, et al. 2012;
Mujamilah, et al. 2012) memberikan rasio 1 : 2
sebagai
komposisi
yang
menghasilkan
karakteristik bahan yang optimal. Gambaran
TEM partikel hasil berbagai tahapan reaksi
reduksi-oksidasi untuk rasio 1:2 ini ditampilkan
kembali pada Gambar 3.
Secara umum data morfologi pada
Gambar 3 menunjukkan pola pertumbuhan
diawali dari pembentukan core Fe dengan fasa
kristalin yang belum sempurna pada proses
reaksi reduksi. Data pola SAED memberikan
garis difraksi Fe yang lebih jelas dibanding garis
difraksi oksida Fe namun masih belum
menampilkan
titik-titik
terang
yang
merepresentasikan pembentukan bidang-bidang
kristal. Fasa oksida Fe amorf juga mulai
terbentuk. Proses pemanasan menumbuhkan
ukuran dan kristaliasi core Fe yang terkonfirmasi
pada pola SAED dengan data titik-titik yang
lebih jelas pada lingkaran difraksi Fe dan
memperjelas bagian shell dengan fasa oksida
Fe yang masih berstruktur amorf. Tahapan
oksidasi memaksimalkan pertumbuhan ukuran
maupun kristalisasi kedua fasa dengan
gambaran optimal yang tertampak baik pada
foto TEM maupun pola SAED pada Gambar
3(d).
Dibanding pola pembentukan struktur
core/shell dengan metode fisika, pada proses
kimia core Fe berfasa amorf terbentuk terlebih
dahulu yang dilanjutkan dengan proses
penumbuhan fasa
oksida
Fe
sebelum
terbentuknya fasa oksida Fe amorf pada
permukaan core.
Pada
tahapan
selanjutnya
terjadi
penyempurnaan dan kristalisasi kedua fasa
hingga mencapai optimal pada akhir proses.
Pada metode fisika, mekanisme pembentukan
shell diawali dengan proses oksidasi pada
permukaan core yang berlanjut dengan difusi
atom oksigen ke dalam bagian core dan pada
akhir proses akan terjadi pelenyapan fasa core
Fe menjadi keseluruhan fasa oksida Fe. Urutan
pembentukan fasa untuk kedua metode ini
digambarkan secara skematis pada Gambar 4.
Dari data dan analisis Gambar 4, struktur
core/shell memungkinkan untuk terbentuk
dengan kedua metoda preparasi tersebut.
Dalam konsep faktor waktu proses atau tahapan
reaksi, struktur core/shell optimal akan diperoleh
pada parameter tertentu. Kondisi over-proses,
misal waktu milling yang terlalu lama pada

Proses Fisika

Proses Kimia

Gambar 4. Perbandingan pola pembentukan struktur


core/shell Fe/oksida Fe dengan metode
fisika (milling) dan metode kimia (reduksioksidasi)

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 91 - 96

94

Secara
umum,
proses
preparasi
nanopartikel
dengan
metode
fisis
bila
dibandingkan dengan dengan metoda kimia,
lebih memberikan prospek kemudahan proses
terutama untuk preparasi dalam jumlah yang
besar. Seperti telah dibahas pada literatur
(Mujamilah, et al. 2012), pada preparasi
nanopartikel core/shell dengan metode kimia,
proses dilakukan secara bertahap yang meliputi
proses pembentukan core Fe dengan reaksi
borohidrid dan pemanasan yang dilanjutkan
dengan pembentukan shell dengan pemberian
TMNO. Reaksi lanjutan yang juga berpengaruh
terhadap
kesempurnaan
pembentukan
core/shell ini adalah tahap pencucian dan
pengeringan hasil reaksi (Mujamilah, et al.
2012). Pada setiap tahapan proses ini
melibatkan bahan-bahan kimia dengan volume
yang
makin
meningkat
dengan
makin
banyaknya jumlah nanopartikel yang akan
dipreparasi. Proses-proses ini juga akan
menghasilkan
bahan
sisa
reaksi
yang
cenderung tidak ramah lingkungan. Di lain pihak,
proses milling hanya melibatkan bahan awal
berupa serbuk Fe dan air destilasi tanpa bahan
tambahan/katalis lain. Peningkatan jumlah
nanopartikel yang dipreparasi memungkinkan
untuk dilakukan dengan meningkatkan volume
wadah meski harus ada optimalisasi waktu dan
kendali proses.
KESIMPULAN
Hasil analisis data morfologi pada
nanopartikel Fe hasil milling dengan variasi
waktu dan hasil reaksi kimia pada berbagai
tahapan reaksi menunjukkan kemungkinan
terbentuknya struktur core/shell Fe/oksida Fe.
Kesempurnaan
struktur
core/shell
yang
terbentuk akan bergantung pada lama waktu
milling dan tahapan proses reaksi. Proses kimia
memberikan nanopartikel dengan struktur
core/shell yang lebih jelas dan lebih stabil
dibanding proses milling. Namun demikian,
proses kimia cenderung kurang efisien untuk
produksi skala besar karena membutuhkan
banyak bahan kimia dan menghasilkan banyak
limbah. Optimalisasi proses, misal dengan
melakukan milling dalam medium surfaktan yang
sesuai untuk proses fisis serta pengembangan
katalis proses yang lebih ramah lingkungan
pada proses kimia, diharapkan dapat memberi
solusi untuk kelemahan untuk masing-masing
metoda ini.

DAFTAR PUSTAKA
Glavee, G.N., K.J Klabunde, C M Sorensen and
G.C Hadjipanayis. 1995. Chemistry of
Borohydride Reduction of Iron (II) and Iron
(III) Ion in Aqueous and Nonaqueous
Media. Formation of Nanoscale Fe, FeB
and Fe2B Powder. Inorganic Chemistry 34
(1) : 28-35.
Handayani, A., M Rifai, E.Y Pramono dan
Mujamilah. 2013. Morfologi dan Sifat
Magnetik
Nanopartikel
Core/Shell
Fe/Oksida Fe Hasil Proses Milling Energi
Tinggi Pada Berbagai Medium. Jurnal
Sains Materi Indonesia, 14 (2) : 151-155.
Khurshid, H., V. Tzitzios, L Colak, F Fang and
G.C. Hadjipanayis 2010. Metallic IronBased Nanoparticles for Biomedical
Application.
Journal
of
Physic
:
Conference Series, 200 : 1-8.
Lee, J., J Kim, Jae-hwan Kim, H Lee, and Y
Chang. 2008. Synthesis of Fe-nano
Particles by Borohydride Reduction with
Solvent. Procceding of Sixth International
Conference on Remediation of Chlorinated
and Recalcitrant Compounds.
Lee, J.S., C.S Lee, Sung-Tag Oh, and Jung-Gi
Kim. 2001. Phase Evolution of Fe2O3
Nanoparticle During High Energy Ball
Milling. Scripta Materialia 44 : 2023-2026.
Masoudi, A., H Reza, M Hosseini, S Morteza, S
Reyhani, A Shokrgozar, A Oghabian, and
A. Ahmadi 2012. Long-term investigation
on phase stability, magnetic behavior,
toxicity, and MRI characteristics of
superparamagnetic Fe/Fe-oxide core/shell
nanoparticles. International Journal of
Pharmaceutics 439 : 28-40.
Mujamilah, G.T Sulungbudi, E Sukirman, Y
Sarwanto, dan E.Y Pramono. 2012.
Struktur dan Sifat Magnetik Nanopartikel
Magnetik (Fe-R) (R= Fe, Tb, Dy, Co) dari
Hasil Proses Milling Energi Tinggi. Jurnal
Sains Materi Indonesia, 13 (3) : 159-167.
Mujamilah, G.T Sulungbudi, Z.L Wildan dan A
Salim. 2012. Modifikasi Sintesis dan
Peningkatan
Karakteristik
Magnetik
Nanopartikel Core/Shell Reaksi Reduksi
Borohidrada.
Jurnal
Sains
Materi
Indonesia, Vol. 14 (1) : 1-7.
Popovici, E., F Dumitrache, I Morjan,
Alexandrescu Rodica, V Ciupina, G.P.L
Vekas, D Bica, O Marinica, and E. Vasile
2007.
Iron/iron
oxides
core-shell
nanoparticles by laser pyrolysis :
Structural characterization and enhanced
particle dispersion. Applied Surface
Science 254 : 1048-1052.

Pembentukan Struktur NanopartikelAri Handayani

95

Singh M, P Ulbrich, V Prokopec, P Svoboda, E


Santava, and F Stepanek. 2013. Vapour
phase approach for iron oxide nanoparticle
synthesis from solid precursors. Journal of
Solid State Chemistry 200 : 150-15
Singh, V., M.S. Seehra, S. Bali, E.M Eyring, N.
Shah, F.E Huggins, and G.P Huffman.
2011. Magnetic Properties of (Fe, Fe-B/Fe2O3 core shell nanostructure. Journal of

Physics and Chemistry of Solid, 72 (11) :


1373-1376.
Sulungbudi, G.T., Mujamilah, dan A. Handayani
2012. Sintesis Nanopartikel Magnetik
Core/Shell Fe/Oksida Fe Dengan Metode
Reduksi Kimia. Jurnal Sains Materi
Indonesia 13 (3) : 182-187.
Wang, L., and J.S Jiang. 2007. Preparation of Fe2O3 nanoparticles by high-energy ball
milling. Physica B 390 : 23-27.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 91 - 96

96

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLIMER BLEND POLI BUTILEN


SUKSINAT/POLI ETILEN TEREFTALAT
(SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF POLYBUTYLENE
SUCCINATE/POLYETHYLENE TEREPHTHALATE POLYMER BLENDS)
Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita dan Guntarti Supeni
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI
Jl. Balai Kimia No.1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
E-mail : me.aurora.2646@gmail.com
Received 22 Juli 2013; revised 17 September 2013; accepted 18 September 2013

ABSTRAK
Penelitian tentang pembuatan komposit PBS yang bersifat biodegradable dengan polimer poliester sintetik (PET)
telah dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi masalah lingkungan akibat penggunaan plastik
sintetis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh polimer blend yang bersifat biodegradable dan mempelajari
kompatibilitasnya. PET dan polimer biodegradable polibutilen suksinat (PBS) dicampur dengan metode blending
menggunakan extruder rheomix Haake. Variasi yang dilakukan adalah variasi komposisi PBS sebesar 2%, 5%
dan 10%. Karakterisasi bahan baku dan masing-masing sampel dari berbagai variasi pembuatan dilakukan
dengan FT-IR, SEM, dan sifat termal (STA/TG, DSC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa spektrum polimer
-1
blend pada bilangan gelombang 1955,82 cm diperoleh yang menunjukkan adanya gugus benzena PET pada
polimer blend, meningkatnya nilai kekerasan seiring dengan bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend,
dan analisis pencampuran yang sempurna dari PET dan PBS menjadi satu matriks/fasa. Hasil analisis DSC juga
menunjukkan adanya sedikit kenaikan kristalinitas polimer blend dengan jumlah PBS 2%, penurunan titik leleh
PET sebanding dengan bertambahnya jumlah PBS dan akan naik kembali ketika jumlah PBS 10%.
Kata kunci: Polimer blend, Polibutilen suksinat, Polietilen tereftalat.

ABSTRACT
Preparation of biodegradable PBS with synthetic polyester polymer (PET) was carried out to reduce the
environmental problems caused by the use of synthetic plastic. This research aim is to obtain a biodegradable
polymer blend and to study their compatibility. PET and biodegradable polybutylene succinate (PBS) mixed using
blending method using Haake extruder rheomix. Variation of the composition of PBS used were 2%, 5%, and
10%. The samples were characterized by FT-IR, SEM, and thermal properties (STA/TG, DSC). The results show
that FT-IR spectrum of the polymer blend at wave numbers 1955.82 cm-1 indicating benzene groups of PET in
the polymer blend. Hardness of polymer blend increase by increasing number of PBS in the polymer blend. In
meanwhile, observation of surface morphology show homogenous PET and PBS into one matrix/phase. DSC
analysis show a slight increasing crystallinity of the polymer blend with the number of PBS 2%, the melting point
of PET tends to decrease by increasing number of PBS and increase by number of PBS 10%, as well as for the
energy required.
Key words: polymer blend, polybutylene succinate, polyethylene terephthalate

PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk mengurangi
masalah lingkungan akibat penggunaan plastik
sintetis yang saat ini sedang berkembang pesat
adalah penggunaan polimer yang bersifat
biodegradable. Menurut Matsumura (2005),
material polimer biodegradable sudah banyak
dikembangkan berdasarkan berbagai jenis

faktor, seperti struktur polimer, modifikasi


kimia/enzimatik, blending, dan perlakuan
mekanik. Faktor-faktor tersebut berhubungan
dengan mekanisme biodegradasinya. Beberapa
jenis polimer biodegradable yang sudah banyak
diproduksi adalah asam polilaktat (PLA),
polihidroalkanates (PHAs), polibutilen suksinat
(PBS), dan polimer berbahan baku pati, seperti
jagung, kentang, dan sagu. Salah satu polimer

Sintesis dan Karakterisasi PolimerArie Listyarini dkk

97

biodegradable
sintetik
adalah
polibutilen
suksinat atau PBS. PBS diproduksi dari hasil
reaksi polikondensasi glikol seperti etilen glikol
dan butanediol-1,4, dengan asam dikarboksilat
alifatik seperti asam suksinat dan asam adipat
(Fujamaki 1998). PBS biasa dikenal dengan
nama
Biodegradable
Aliphatic
Polyester
(Bionolle) ini bersifat termoplastik dengan titik
o
leleh sebesar 90 120 C, suhu transisi gelas
o
sekitar -45 10 C. PBS mempunyai nilai
kekerasan berkisar antara 70 100. PBS dapat
diproses dengan menggunakan mesin proses
o
poliolefin pada suhu 160 200 C menjadi
berbagai macam produk (Fujamaki 1998).
Permasalahan utama yang muncul dari
biopolimer polibutilen suksinat
menurut
Fujamaki (1998) pada kemasan pangan adalah
masih diperlukan pengembangan penelitian
untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik yang
dimiliki oleh biopolimer ini, seperti ketahanan
pada gas oksigen.
Berbagai penelitian saat ini mengenai
polimer blend atau poliblend dari PBS telah
dikembangkan (Listyarini 2008; Pivsa-Art 2013;
Frollini 2013; Imre 2013; Tsi 2009). Poliblend
adalah suatu campuran dua atau lebih polimer
dengan metode blending (Nikham dkk 2000).
Menurut Nikham dkk (2000), poliblend
menunjukkan
sifat-sifat
unggul
melebihi
komponen murninya, seperti kekuatan, lebih
fleksibel, tahan terhadap pengaruh lingkungan,
dan sifat-sifat lain yang disyaratkan. Hingga saat
ini poliblend yang bersifat biodegradable atau
biopolimer blend masih terus dikembangkan, hal
ini dikarenakan keuntungan yang didapat selain
memperbaiki sifat sifat mekanis dan aman
bagi lingkungan, serta memiliki biaya produksi
yang
lebih
rendah
daripada
polimer
biodegradable murni itu sendiri.
Mengingat hal tersebut di atas, perlu
dilakukan penelitian mencampur PBS yang
bersifat biodegradable dengan polimer poliester
sintetik (PET) dengan metode blending dan
mempelajari kompatibilitasnya.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Pada penelitian ini digunakan polibutilen
suksinat (PBS) atau bionolle yang diperoleh dari
Showa High Polymer Jepang dan polietilen
tereftalat (PET) dari PT Kharisma.
Metode
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:

a. Pembuatan Polimer Blend PBS-polietilen


tereftalat (PET)
PET
dicampur
dengan
polimer
biodegradable polibutilen suksinat (PBS) dengan
metode blending menggunakan extruder
o
rheomix Haake pada suhu 270 C yang
merupakan suhu titik leleh PET. Waktu kontak
antara resin PET dan PBS diusahakan tidak
terlalu lama karena dapat membuat PBS
menjadi gosong yang mengakibatkan hasil
polimer blend berwarna hitam. Pada penelitian
ini didapatkan waktu optimum 5 menit. Variasi
yang dilakukan adalah variasi komposisi PBS
sebesar 2%, 5% dan 10%. Sebelum proses
blending, PET dan PBS dikeringkan dalam oven
vakum pada suhu 60oC dengan tekanan vakum
76
mmHg
untuk
menghindari
proses
pemotongan rantai oleh reaksi hidrolitik akibat
adanya air.
b. Karakterisasi
Bahan baku dan masing-masing sampel
dari berbagai variasi pembuatan diamati
morfologinya dengan menggunakan Scanning
Electron Microscope (SEM), diamati perubahanperubahan gugus fungsinya dengan pengujian
FT-IR, diuji sifat kekerasannya dengan uji
hardnes, dan sifat termalnya menggunakan
DSC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terjadinya perubahan-perubahan gugus
fungsi baik pengurangan atau penambahan dari
polimer blend dibandingkan dengan polimer
murni (PET dan PBS) dilakukan pengujian FT-IR
yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1,
Gambar 2, dan Gambar 3. Perbedaan yang
nyata dari kedua struktur kimia antara PBS dan
PET adalah terletak pada gugus benzena. Hal
ini dapat dilihat pada spektrum di bilangan
gelombang sekitar 1955 cm-1. Pada spektrum
PBS tidak ditemui spektrum pada bilangan
gelombang 1955 cm-1 (Gambar 2) sedangkan
pada spektrum PET ditemui spektrum pada
bilangan gelombang 1953,89 cm-1 (Gambar 1).
Begitu juga pada spektrum polimer
blend pada bilangan gelombang 1955,82 cm-1
dijumpai spektrum yang menandakan kalau
terdapat gugus benzena dari PET pada polimer
blend.
Untuk
membandingkan
sifat
kekerasannya maka dilakukan uji hardness
sesuai dengan ASTM E 23. Hasil kekerasan
dapat dilihat pada Gambar 4.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104

98

Gambar 1. Spektrum FT-IR dari PET

Gambar 2. Spektrum FT-IR dari PBS

Gambar 3. Spektrum FT-IR dari polimer blend

Gambar 4. Grafik nilai kekerasan

Sintesis dan Karakterisasi PolimerArie Listyarini dkk

99

Kekerasan (hardness) adalah salah satu


sifat mekanik (mechanical properties) dari suatu
material. Kekerasan suatu material harus
diketahui khususnya untuk material yang dalam
penggunaannya akan mengalami pergesekan
(frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat
mekanis material yang diperoleh dari deformasi
plastis (deformasi yang diberikan dan setelah
dilepaskan tidak kembali ke bentuk semula
akibat tekanan yang diberikan oleh alat uji)
(Kroschwitz 1991). Berdasarkan Gambar 4,
dapat dilihat bahwa nilai kekerasan akan
semakin
bertambah
seiring
dengan
bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend.
Nilai kekerasan juga dapat memberikan
gambaran keadaan proses pada saat blending.
Bila proses blending tidak dalam keadaan kering
maka akan terjadi reaksi hidrolitik yang
mengakibatkan pemotongan rantai sehingga
nilai kekerasan akan menurun. Nilai kekerasan
merupakan parameter untuk menentukan reaksi
atau proses blending berjalan dalam keadaan
kering atau tidak (La Mantia 2012). Oleh karena
itu sebelum proses blending dilakukan
pengeringan
terlebih
dahulu.
Tujuan
pengeringan ini adalah untuk mencegah

terjadinya
reaksi
hidrolitik
sehingga
mengakibatkan rantai terpotong atau terjadi
degradasi menjadi molekul-molekul yang lebih
rendah berat molekulnya. Reaksi hidrolitik atau
reaksi degradasi ini ditandai dengan penurunan
sifat-sifat mekanisnya seperti kerapuhan (La
Mantia 2012)
Gambar 5 menunjukkan morfologi PET,
PBS, dan polimer blend. Baik PET maupun PBS
menunjukkan partikel yang seragam, semua
dalam satu fasa. Polimer blend yang ditunjukkan
pada Gambar 5c dan Gambar 5d juga
menunjukkan bahwa polimer blend berada pada
satu fasa, yang berasal dari dua fasa (PET dan
PBS) bercampur. Hal ini menunjukkan PET dan
PBS bercampur sempurna menjadi satu
matriks/fasa.
PET, PBS, dan polimer blend dianalisis
dengan menggunakan Differential Scanning
Calorimetry (DSC) dan menghasilkan spektrum
seperti pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar
8. Untuk nilai lengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 1

(a)

(c)

(b)

(d)

Gambar 5. Analisis morfologi SEM.dari (a) PET, (b) PBS, (c) PBS 5%, dan (d) PBS 10%

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104

100

(a)

(b)

Gambar 6. Spektrum DSC dari PET pada (a) pemanasan pertama dan (b) pemanasan kedua

(a)

(b)

Gambar 7. Spektrum DSC dari PBS pada (a) pemanasan pertama dan (b) pemanasan kedua

Sintesis dan Karakterisasi PolimerArie Listyarini dkk

101

(a)

(b)

Gambar 8. Spektrum DSC dari polimer blend 10% PBS pada (a) pemanasan pertama dan
(b) pemanasan kedua
Tabel 1. Nilai Tm, Hm dan Onset dari hasil DSC pemanasan pertama

PET

PBS 2%

PBS 5%

PBS 10%

PBS

Tm ( C)

250,99

237,33

243,65

244,73

115,05

Hm

34,8316

18,7606

28,9694

19,6557

30,7574

Onset

238,27

231,50

232,29

234,57

109,59

Area

233,372

112,563

217,270

94,6557

141,484

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104

102

Tabel.2. Nilai Tm dan Hm dari hasil DSC pemanasan kedua

PET

PBS 2%

PBS 5%

PBS 10%

PBS

Tm ( C)

249,07

228,66

238,63

236,70

113,48

Hm

32,8811

24,2462

17,2011

29,2373

36,9363

Onset

234,54

212,29

228,38

221,00

107,31

Area

220,304

145,477

129,008

140,339

169,907

Tm menunjukkan titik leleh dan


menunjukkan reaksi endotermik atau reaksi
membutuhkan energi yang ditunjukkan oleh
bentuk puncak ke atas. Onset adalah titik atau
suhu mulai meleleh. Hm adalah energi yang
dibutuhkan untuk meleleh atau berubah fasa
dari padatan ke cairan (Kroswitz 1991). Analisis
DSC pada Tabel 1 menunjukkan sedikit
kenaikan pada sifat kristalinitas polimer blend
dengan jumlah PBS 2%. Titik leleh PET
menurun sebanding dengan bertambahnya
jumlah PBS dalam polimer blend tetapi akan
naik kembali ketika jumlah PBS 10%. Hal ini
berlaku juga untuk energi yang diperlukan. Hal
ini dapat disebabkan karena campuran PET dan
PBS atau polimer blend sendiri merupakan
emulsifier yang dapat meningkatkan adhesi dari
kedua fasa dan menurunkan ukuran dimensi
partikel. Dengan semakin bertambahnya jumlah
polimer blend,
sifat adhesi akan semakin
meningkat dan polimer akan bercampur
sempurna walau dibandingkan dengan jumlah
PBS yang sedikit (Homklin et.al. 2013). Hal ini
juga sesuai dengan hasil SEM pada Gambar 5c
dan Gambar 5d, yang menunjukkan morfologi
polimer blend 10% PBS lebih bercampur
daripada polimer blend 5% PBS. Pemanasan
kedua DSC diperiksa spektrumnya setelah
pendinginan
pada
pemanasan
pertama,
didapatkan perbedaan nilai titik lelehnya dari
pemanasan pertama. Titik leleh yang didapatkan
pada pemanasan kedua akan bergeser ke kiri
atau lebih kecil dari pemanasan pertama karena
telah dilalui proses pemanasan pertama dan
pendinginan sehingga zat-zat kontaminan telah
lepas dan hasil yang didapatkan lebih akurat.
Seperti pada pemanasan pertama, pemanasan
kedua menunjukkan titik leleh yang menurun
dengan ditambahkan PBS 2% dan perlahan
meningkat lagi setelah ditambahkan PBS 5%
dan PBS 10% karena adanya sifat adhesi yang
meningkat. Walaupun dengan bertambahnya
PBS pada akan meningkatkan sifat adhesi
polimerblend yang akan meningkatkan

pencampuran tetapi juga meningkatkan sifat


kristalinitas yang akan menyebabkan warnanya
menjadi tidak transparan seperti halnya PET
100%.
KESIMPULAN
Hasil
analisis
spektrum
polimer
blend
menggunakan FT-IR menunjukkan bahwa pada
bilangan gelombang 1955,82 cm-1 dijumpai
adanya spektrum yang menandakan kalau
terdapat gugus benzena dari PET pada polimer
blend. Nilai kekerasan dari hasil uji hardness
akan semakin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend
dan hasil analisis morfologi menggunakan SEM
menunjukkan PET dan PBS bercampur
sempurna menjadi satu matriks/fasa. Dari hasil
analisis tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
PBS compatible terhadap PET sehingga
pembuatan polimer blend yang bersifat
biodegradable
dapat
dilakukan
dengan
mencampur polibutilen suksinat (PBS) dan
polietilen tereftalat (PET) tetapi seiring
bertambahnya PBS akan meningkatkan sifat
kristalinitas yang menyebabkan warna tidak
transparan lagi sehingga untuk aplikasinya
penambahan PBS yang disarankan adalah
hanya 2%.
DAFTAR PUSTAKA
Fujamaki, T. 1998. Processability and Properties
of aliphatic polyesters, BIONOLLE,
synthesized by polycondensation reaction.
Polymer Degradation and Stability. 59.
Hal. 209 214.
Frollini, E., 2013. Poly (butylene succinate)
reinforced with different lignocellulosic
fibers. Industrial Crops and Products. 45.
Hal. 160 169
Imre, B and Pukanszky. 2013. Compatibilization
in biobased and biodegradable polymer
blends. European Polymer Journal. 49.
Hal. 1215 1233.

Sintesis dan Karakterisasi PolimerArie Listyarini dkk

103

Kroschwitz, J.I. 1991. Polymer : High


Performance Polymer and Composites.
Ensyclopedia Reprint Series, A Wiley
Interscience Publications John & Sons Inc.
USA
La Mantia, L. Botta, M. Morreale, R. Scaffaro.
2012. Effect of small amounts of
poly(lactic acid) on the recycling of
poly(ethylene
terephatalate)
bottles.
Polymer Degradation and Stability. 97.
Hal. 21 24.
Listyarini, A. 2008. Biodegradable Poly(butylene
succinate) blended with biorenewable
derivatives
from
polysaccharides.
Transactions of the Materials Resesarch
Society of Japan. 33 (4). Hal. 1159
1164.
Matsumura,
S.
2005.
Mechanism
of
Biodegradation. Didalam. Biodegradable
Polymers for Industrial Applications. R.
Smith. CRC Press, New York.
Nikham, F. Yoshii., dan K. Makuuchi. 2000.
Studi Perbandingan Degradasi Secara

Enzimatik Campuran CPP/BIONOLLE dan


CPP/PCL
dengan
Modic.
Risalah
Pertemuan
Ilmiah
Penelitian
dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan
Radiasi.
Pivsa-Art, Weraporn. 2013. Preparation of
polymer blends between poly(lactic acid),
poly(butylene
adipate-co-terephthalate)
and
biodegradable
polymers
as
compatibilizers. Energy Procedia. 34. Hal.
549 554.
Rungsima, H and Nattakarn, H. 2013.
Mechanical and Thermal Properties of
PLA/PBS Co-continuous Blends Adding
Nucleating agent. Energy Procedia. 34.
Hal. 871 879.
Tsi,
Hung-Yi.
2009.
Compatibility
and
characteristics of poly(butylene succinate)
and propylene-co-ethylene copolymer
blend. Polymer Testing. Vol. 28. Issue 8.
Hal. 875 885.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104

104

KARAKTERISASI MIGRASI KEMASAN DAN PERALATAN RUMAH


TANGGA BERBASIS POLIMER
(MIGRATION CHARACTERIZATION OF PACKAGING AND
HOUSEHOLD HOME APPLIANCES POLYMER BASED)

Suryo Irawan dan Guntarti Supeni


Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI
Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
E-mail : irawan21172@yahoo.com
Received : 15 Mei 2013; revised : 29 Agustus 2013; accepted : 30 Agustus 2013

ABSTRAK
Kemasan makanan dan peralatan rumah tangga pada saat ini sangat beragam. Masyarakat dihadapkan pada
banyak pilihan, namun diindikasikan adanya bahaya migrasi dibalik penggunaan produk tersebut. Oleh karena
itu perlu dilakukan studi tentang karakterisasi migrasi kemasan dan peralatan rumah tangga berbasis polimer.
Penelitian telah dilaksanakan di Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK). Metode penelitian dilakukan dengan
pengambilan contoh di pasaran yaitu pasar modern maupun tradisional dengan pengujian rutin di laboratorium.
Selanjutnya contoh diuji global migrasi dan kandungan logam termigrasinya. Contoh dikategorikan ke dalam 3
(tiga) kategori yaitu melamin (melamine formaldehyde), kemasan multilayer, dan contoh produk yang berbasis
atau berbahan baku polimer (kemasan dan peralatan rumah tangga). Tujuan dari studi ini adalah melakukan
analisis serta membuat database produk kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbahan dasar polimer
yang beredar di masyarakat. Standar acuan yang digunakan untuk menentukan ambang batas migrasi yang
diperbolehkan adalah Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK
03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan makanan dan peralatan rumah
tangga yang beredar di pasaran masih dalam batas aman digunakan untuk produk makanan. Hal ini ditunjukkan
dari hasil uji global migrasi, formaldehid terekstrak, dan kandungan logam termigrasi masih berada di bawah
ambang batas maksimal yang diperbolehkan.
Kata kunci : Kemasan, Polimer kemasan, Melamin, Kemasan multilayer

ABSTRACT
Food packaging and household appliances at the moment is very diverse. Communities are faced with many
choices, but indicated the dangerous of migration behind the use of these products. Therefore it is necessary to
do study on the migration characterization of packaging and household appliances polymer based. Research
have been conducted in Packaging Material and Retail Laboratory of Center for Chemical and Packaging (CCP).
In the research was conducted the global test on metal content migration and heavy metal content. Samples
were obtained from supermarkets, traditional markets, and routine laboratory testing. Samples were categorized
into 3, namely, melamine sample (urea formaldehyde), multilayer packaging, and sample based product or raw
material polymer (packaging and household appliances). The purpose of this study is to analyze and create a
data base, about some product packaging and housewares made from polymers that commercially available.
Reference standards used in determining the allowable threshold migration, guided by the regulatory Food and
Drug Monitoring Agency (BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 on 2011. Based on the results of the research, food
packaging and household appliances on the market are still within safe limits to be used for food products. It is
shown from the test results global migration, extractable formaldehyde, and migrated metal content is still below
the maximum limit allowed.
Key words: Packaging, Packaging polymers, Melamine, Multilayer packaging

PENDAHULUAN
Plastik sebagai wadah makanan dan
minuman memang sudah biasa digunakan.
Namun sebaiknya kita tidak sembarang memilih

plastik sebagai wadah makanan. Jika tidak


berhati-hati, jenis material yang digunakan akan
berdampak buruk bagi kesehatan. Plastik terdiri

Karakterisasi Migrasi Kemasan.Suryo Irawan dan Guntarti Supeni

105

atas berbagai polimer atau monomer-monomer.


Pada kondisi tertentu, kontak antara plastik dan
makanan
bisa
menyebabkan
migrasi
(perpindahan) bahan-bahan kimia dari wadah ke
makanan. Migrasi terjadi akibat pengaruh suhu
panas makanan, waktu penyimpanan, dan
proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu
maka semakin tinggi kemungkinan terjadi
migrasi (Koswara 2006). Lamanya waktu
penyimpanan makanan juga berpengaruh
terhadap perpindahan materi berbahan kimia ini.
Semakin lama kontak antara makanan dengan
kemasan plastik, semakin tinggi jumlah bahan
kimia yang bermigrasi ke makanan. Jika hal ini
terjadi
terus-menerus akan mengganggu
kesehatan dan akan meningkatkan resiko
kanker serta beberapa penyakit berbahaya
lainnya.
Pada suhu kamar, dengan waktu kontak
yang cukup lama, senyawa berberat molekul
kecil dapat masuk ke dalam makanan secara
bebas, baik yang berasal dari aditif maupun
plasticizer. Migrasi monomer maupun zat-zat
pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu
dapat larut ke dalam makanan padat atau cair
berminyak maupun cairan tak berminyak
(Koswara 2006). Semakin panas makanan yang
dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya
migrasi (perpindahan) karena monomer dapat
bermigrasi ke dalam makanan dan berisiko bagi
kesehatan dan apabila terakumulasi di dalam
tubuh, dalam jumlah besar membahayakan
kesehatan konsumen. Ada beberapa cara
menghindari bahaya kemasan plastik pada
kesehatan manusia. Pada prinsipnya, gunakan
produk
plastik
yang
terdaftar
sesuai
peruntukkannya. Perhatikan suhu dan lemak
atau minyak ketika menggunakan plastik.
Hindari memasukkan makanan panas (> 80C)
dalam plastik atau styrofoam.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis dan
membuat database mengenai produk kemasan
atau alat rumah tangga yang berbahan dasar
polimer yang beredar di masyarakat. Sehingga
diharapkan dapat menekan resiko yang
diakibatkan dari penggunaan kemasan plastik
yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Plastik dibuat dengan cara polimerisasi
yaitu menyusun dan membentuk secara
sambung menyambung bahan-bahan dasar
plastik yang disebut monomer. Misalnya, plastik
jenis PVC (Polyvinyl Chloride), sesungguhnya
adalah monomer dari vinil klorida. Disamping
bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik
juga terdapat bahan non plastik yang disebut
aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifatsifat plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut

berupa zat-zat dengan berat molekul rendah,


yang dapat berfungsi sebagai pewarna,
antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti lekat,
dan masih banyak lagi (Koswara 2006; Pipit
2008).
Plastik memang pilihan favorit untuk
kemasan makanan. Plastik sudah menjadi
bagian kehidupan manusia sehari-hari. Hampir
setiap kesempatan kita bersentuhan dengan
barang maupun piranti terbuat dari bahan yang
memiliki nama ilmiah polimer ini. Sebagai
pengemas, baik yang bersifat fleksibel maupun
kaku, plastik memiliki banyak keunggulan
dibandingkan pengemas lain yang terbuat dari
logam, gelas, keramik, maupun kertas. Plastik
jauh lebih ringan, kuat, dan aman sebagai
pengemas makanan karena relatif tahan dengan
bahan kimia, air, maupun impak atau patahan.
Harganya pun murah. Pertanyaannya sekarang,
apakah semua plastik aman? Ternyata tidak.
Menurut Ir. Wawas Swathatafrijiah dari Sentra
Teknologi Polimer Kementerian BPPT, secara
umum plastik memang aman sebagai pengemas
makanan, asalkan dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku. Sebagai pengemas makanan, harus
dipilih plastik yang terbuat dari bahan virgin atau
bukan plastik daur ulang. Selain itu tidak
mengandung bahan tambahan yang melebihi
batas ambang yang ditentukan, memiliki
ketahanan kimia yang tinggi, dan dibuat dengan
proses yang baik (Koswara 2006).
Ir. Wawas Swathatafrijiah menambahkan,
banyak
plastik
yang
dalam
proses
pembuatannya tercampur berbagai bahan kimia
seperti monomer dan plasticizer. Beberapa
diantaranya berbahaya bagi kesehatan manusia.
Contoh monomer berbahaya adalah vinil klorida,
stiren, dan akrilonitril. Sedangkan plasticizer
yang seharusnya tidak mencemari kemasan
adalah dibutyl phthalate (DBP) dan di-2ethylhexyl phthalate (DEHP) (Koswara 2006).
Pada penelitian ini akan dilakukan uji
migrasi terhadap beberapa kemasan dan
peralatan rumah tangga yang berbahan baku
polimer (plastik dan karet), contoh diperoleh dari
pasar dan dari contoh uji yang masuk ke
laboratorium kemasan BBKK. Sebagai syarat
mutu didasarkan pada peraturan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No.
HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. Data hasil
penelitian diharapkan dapat diperoleh informasi
mengenai karakteristik migrasi dari contoh yang
diteliti pada penelitian ini. Hasil penelitian juga
dapat dijadikan sebagai rujukan mengenai
kandungan logam berat dan karakter migrasi
dari contoh yang beredar di pasar, sehingga
dapat dijadikan informasi guna melindungi
konsumen pengguna kemasan dan peralatan

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112

106

rumah tangga yang berbahan baku plastik dan


karet.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan non kimia yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain kemasan plastik dan
alat rumah tangga berbahan dasar polimer.
Contoh ini berupa bahan plastik (PE, PP, HDPE,
LLDPE, PC, PS, PVC, OPP, multilayer,
metalized, karet, dan lain-lain) yang diperoleh
dari pasar dan produsen kemasan. Sedangkan
bahan kimia yang digunakan antara lain asam
asetat glasial, etanol, n-heksana, asam asetat,
silena, dan akuades.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu peralatan gelas, oven, unit alat uji migrasi
(sel migrasi, total imersi/celup, perendaman),
dan instrumen untuk analisis logam termigrasi
(HPLC, GC-MS, spektrofotometer)
Metode
Kegiatan ini dilaksananakan dengan cara
melakukan pengujian migrasi terhadap contoh
yang diambil secara acak dari supermarket,
pasar tradisional, maupun dari pengujian contoh
rutin yang dilakukan di laboratorium bahan
kemasan dan ritail BBKK. Tahap-tahap yang
dilakukan dalam penelitian ini diantaranya tahap
persiapan, tahap percobaan, tahap evaluasi
bahan, dan tahap pelaporan. Metode pengujian
yang dilakukan adalah dengan cara menguji
contoh berupa pengujian global migrasi dan
kandungan logam termigrasi. Metode pengujian
yang dilaksanakan menggunakan metode dan
cara uji serta syarat mutu yang ditentukan
berdasarkan pada peraturan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No.
HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Contoh dibagi dalam dua kategori yaitu
contoh produk melamin dan contoh produk yang
berbasis atau berbahan baku polimer. Standar
acuan yang digunakan dalam menentukan
ambang
batas
toleransi
migrasi
yang
diperbolehkan, berpedoman pada peraturan
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011.
Peraturan ini berisi tentang batas toleransi
migrasi dari produk polimer yang kontak
langsung dengan makanan yang dikonsumsi
manusia. Untuk bahan kontak pangan yang
diijinkan sebagai kemasan makanan, dalam hal

ini plastik lapis tunggal (monolayer), migrasi


spesifik untuk semua jenis plastik, total logam
berat, timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium VI
(Cr VI), merkuri (Hg) dengan pelarut asam
asetat 4%, 95C, 30 menit dengan batas
maksimal 1 bpj (total).
Polimer atau plastik ketika digunakan
sebagai pengemas makanan, pada suhu tinggi
(panas) mengakibatkan lemak bahan kimia
monomer dapat bermigrasi ke dalam makanan
dan
beresiko
bagi
kesehatan,
apabila
terakumulasi di dalam tubuh dalam jumlah besar
membahayakan kesehatan konsumen. Ada
beberapa cara menghindari bahaya kemasan
plastik pada kesehatan manusia. Prinsipnya,
gunakan produk plastik yang terdaftar sesuai
peruntukkannya. Perhatikan suhu dan lemak
atau minyak ketika menggunakan plastik.
Hindari memasukkan makanan panas (> 80C)
dalam plastik atau styrofoam. Berikut ini adalah
data hasil pengujian global migrasi dan
kandungan logam termigrasi dari beberapa
bahan pengemas dan peralatan rumah tangga
yang berbasis polimer (Tabel 1).
Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam
pembuatan plastik plasticizer, stabilizer, dan
antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan
pangan yang dikemas dengan kemasan plastik
dan mengakibatkan keracunan. Monomer plastik
yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan
manusia adalah vinil klorida, akrilonitril,
methacrylonitrile, viniliden klorida, dan stirena.
Monomer vinil klorida dan akrilonitril berpotensi
untuk menyebabkan kanker pada manusia,
karena dapat bereaksi dengan komponen DNA
yaitu guanin dan sitosin (pada vinil klorida),
sedangkan denin dapat bereaksi dengan
akrilonitril (vinil sianida).Metabolit vinil klorida
yaitu
epoksi
kloretilenoksida
merupakan
senyawa yang bersifat karsinogenik. Tetapi
metabolit ini hanya dapat bereaksi dengan DNA
jika adenine tidak berpasangan dengan sitosin
(Syarif 2009).
Migrasi merupakan perpindahan yang
terdapat dalam kemasan ke dalam bahan
makanan. Migrasi dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu luas permukaan yang kontak dengan
makanan,
kecepatan migrasi, jenis bahan
plastik, dan suhu serta lamanya kontak. Menurut
Vander Herdt penyimpanan selama 10 hari pada
suhu 45C menghasilkan migrasi yang tak
berbeda nyata dengan penyimpanan selama 6
hari pada suhu 25C, Mc. Gueness melaporkan
bahwa semakin panas bahan makanan yang
dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya
migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan
(Sulchan 2007; Winarno 1994)

Karakterisasi Migrasi Kemasan.Suryo Irawan dan Guntarti Supeni

107

Tabel 1. Hasil uji migrasi produk berbasis polimer


Hasil uji

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

Jenis produk

Kantong kresek putih


Cetakan agar
Cup plastik minuman
Plastik tempat kue
Polystyrene
dengan
additive oxium
Botol PET
Piring melamine (GD)
Styrofoam eks PKB
Plastik LLDPE
Pipa PVC
Tutup botol plastik
CPB white
EPS cup/bowl MD
Film
plastik
nylon
15/Print/LLDPE 45
Alumunium foil (LDPE)
Film
plastik
OPP20/Print/VM.CPP 25
Cup (gelas) bahan PP
Plastic transparan
(2 kg) AVT
PET Preform 53 gr
CPL yellow
Stick candy
Drum C plastik
12 cm tinggi 62 cm
Allucap
HF 10 TQ
HY 2.0 FY
HD roll buah 30x40 + B
Karung plastik inner PE
Gelas plastik OKD
HDPS 47/30x50x23
mic CF
PET kode E HOT 1
EPS foam NC-15 oz
Foam sheet
Biji plastik HF 2.9
BO 90204 BIA
Pipa HDPE
Pipa PVC
Pipa PE
Teflon coating
Water cup
Allu foil SCM sachet
FC 2 g
Polycellonium bag three
Side seal polos PET 12
/ AL 7 / LLDPE
Plastik kemasan (PP)
Pipa PP R
Cup berwarna putih (PP)
Kaleng permen
Plastik polycelo bag
Plastik PE HD Roll buah
Embos

Migrasi global (mg/kg)


Aquabidest
Ethyl
Asam
o
49 C, 24
alcohol
asetat
jam
10%,
3%
o
o
49 C, 24
49 C, 24
jam
jam
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0

Kandungan logam berat (mg/kg)

Cr

6+

Pb

Cd

Hg

<3,3
1,90
0,31
<0,0025

<1,31
2,04
< 0,003
<0,0025

0,047
<0,0001

<1,5
<0,001

2,63
0
0
0
0
0
0
0
-

0
0
0
0
0
0
0
2,0620
-

0
0,5682
0
0
0
0
-

<0,0025
<0,003
<0,0025
0,0048
0,192
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025

<0,0025
<0,003
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025

<0,0025
<0,025
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001

0,001
<0,17
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,0018
0,006
<0,001

<0,0025
<0,0025

<0,0025
<0,0025

<0,0001
<0,0001

<0,001
<0,001

<0,0025
<0,0025

<0,0025
<0,0025

<0,0001
<0,0001

<0,001
<0,001

<0.0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025

<0.0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025

0.061
<0,0001
<0,0001
<0,0001

<1.5
<0,001
<0,001
0,001

0
0

157.4679
450,83

0,026
<0,0025

<0,0001
<0,0025

<0,0001

<0,001

0
-

0
-

40,188.6
8
130,76
59,68
-

<0,0025
0,84
<0,0025
<0,0025
0,7

<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0.0025
<0,0025

<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
0.061

<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
0,0026

0
2,4
-

0
1,92
-

0,015
<0,0025
0,0045
0,032

<0,0025
, 0,0001
<0,0031
<0,0001

<0,0001
<0,0001
0,0002
<0,0031

0,0027
0,0065
, 0,031
<0,031

235,2941
0
0
5,28

0
0
0
-

0
0
0
3,12

<0,0001
<0,0025
0,031
32,40
0,0012
0,0078

<0,0025
<0,0001
2,78
<0,0001
<0,0001

<0,0001
<0,0025
<0,0001
<0,0001
<0,0001

<0,001
1,25
<0,001
<0,001
<0,001

<0,0001

<0,0001

0,0022

0
0,24
0,24

0
28,8

0
-

<0,0001
<0,05
<0,0025
0,011
0,011

<0,0025
<0,00016
<0,00016

<0,0001
<0,002
<0,0001
0,00203
0,00203

0,001
<0,02
<0,001
0,0074
0,0074

<0,0025

<0,0025

<0,0001

<0,001

<0.0001

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112

<0,0001
<0,05

108

Hasil uji

No

49
50
51
52

53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63

64
65
66
67

68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79

Jenis produk

OPP / PP
IFA cookware (PP)
Sedotan JDO
Botol HDPE Cypress
kemasan lamintae PET
12/
Adh/Ny
15/Adh/LLDPE 140
Benang jahit
Kantong plastik klip
Botol HDPE C
Bottom film 130
Top film plain PET
Top film SSG
Standing pouch A
1000 ml
Plastik VSA
PET / VMCPP
Galon plastik (wadah air
minum) bahan recycle
PET / LLDPE
PET / ONY / PE
PET / PE /AF /EAA
Inner karung plastik
Cup berwarna transparan
(PP)
Plastik
ON
15/DRY/LLDPE 60
Kemasan perm en
LLDPE CSB
Sample Opaque
SH susu coklat bubuk
Inner PE 60x108 cm
Jerry can 30 Ltr TL
FMN/MANE
Lid cup Milkyo
Lid cup Activia
PP cup polos
Lid cup noodle (SPE)
Lid botol

Migrasi global (mg/kg)


Aquabidest
Ethyl
Asam
o
49 C, 24
alcohol
asetat
jam
10%,
3%
o
o
49 C, 24
49 C, 24
jam
jam
-

Kandungan logam berat (mg/kg)

Pb

Cd

Hg

0,028
<0,025
<0,0025
<0,0025

<0,0001
<0,025
<0,0025
<0,0025

<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001

6+

Cr

<0,000
1
<0,001

1,92
0
0
-

5,04
0
0
-

<0,0025
<0,0025
0,042
0,0092
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025

<0.0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025

<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001

0,0017
0,0017
<0,001
<0,001

<0,0025
0,011
<0,05

<0,0025
<0,0001
<0.05

<0,0001
<0,0001
<0,003

<0,001
<0,001
<0,03

0,0059
0,081
0,0052
0,044
<0,0025

<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0025
<0,0025

<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,001
<0,0001

0,0048

<0,0025

<0,0001

0,001
<0,001
<0,001
<0,000
1
<0,001
<0,001

<0,0025
<0,0025
0,0034
<0,0025
<0,0025
<0,0025

<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0.0025

<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001

<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001

<0,0025
<0,0025
0,012
0,012
0,0061

<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025
<0,0025

<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001

<0,001
<0,001
<0,001
<0,001
<0,001

Telah diketahui bahwa plastik bukanlah


material yang bersifat inert dan residu monomer
serta aditif lain yang digunakan dalam
pembuatan suatu polimer plastik dapat
bermigrasi ke dalam pangan yang dikemas.
Dekomposisi dan migrasi komponen plastik
dapat berlangsung cepat dengan meningkatnya
suhu (Syamsir 2008; Andriewongso 2008). Ada
tiga faktor dominan yang memicu migrasi, yaitu
panas, minyak, dan waktu. Semakin tinggi suhu,
proses migrasi semakin cepat dan semakin
banyak. Minyak termasuk bahan yang cepat
melarutkan komponen-komponen plastik, oleh
karena itu berhati-hati bila menyimpan makanan
yang mengandung minyak dalam kemasan
plastik apalagi dalam waktu lama. Semakin lama
kontak antara makanan dan kemasan, maka
semakin banyak komponen yang bermigrasi.

Pada makanan yang dikemas dalam kemasan


plastik, adanya migrasi ini tidak mungkin dapat
dicegah (terutama jika plastik yang digunakan
tidak cocok dengan jenis makanannya). Migrasi
monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu
makanan atau penyimpanan dan proses
pengolahannya. Demikian pula dengan lamanya
makanan tersebut disimpan. Semakin lama
kontak antara makanan tersebut dengan
kemasan plastik, maka jumlah monomer yang
bermigrasi dapat semakin tinggi jumlahnya
(Koswara 2006; Sulchan 2007; Koswara 2010).
Migrasi
monomer
maupun
zat-zat
pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu
dapat larut ke dalam makanan padat atau cair
berminyak maupun cairan tak berminyak.
Semakin panas makanan yang dikemas,
semakin tinggi peluang terjadinya migrasi

Karakterisasi Migrasi Kemasan.Suryo Irawan dan Guntarti Supeni

109

(perpindahan) ke dalam bahan makanan


(Koswara 2006; Sulchan 2007; Koswara 2010).
Dengan adanya kontak antar muka antara
bahan kemasan makanan yang dapat larut
dalam produk makanan, pada Tabel 2.
menjelaskan daftar polimer yang umum
digunakan dan kontak dengan makanan serta
contoh aditif dan monomer yang dapat
bermigrasi (Brody & Marsh 1997; Brydson
1995). Di Eropa terdapat sejumlah regulasi
internasional tentang makanan dengan melihat
tingkat toksisitas dari migran, sebagai contoh
senyawa yang diperbolehkan kontak dengan
makanan Commission Directive 90/128/EEC
(2001)
dan
amandemennya.
Senyawa

dinyatakan sebagai Specific Migration Limit


(SML), batas maksimal senyawa yang dapat
bermigrasi ke dalam makanan. Pada peraturan
Kepala BPOM No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun
2011 ditetapkan kandungan total logam berat
timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium VI (Cr VI),
dan merkuri (Hg) untuk semua jenis plastik
adalah 1 bpj (bagian per juta). Sedangkan untuk
migrasi global dan formaldehid terekstrak
mengacu pada SNI 7322-2008 tentang Produk
Melamin Perlengkapan Makan dan Minum yang
tercantum dalam Tabel 3. yang memuat syarat
mutu migrasi global dan formaldehid terekstrak
dan hasil uji migrasi produk melamin (melamin
formaldehid) tercantum pada Tabel 4.

Tabel 2. Daftar polimer yang umum digunakan dan kontak dengan makanan serta contoh aditif dan monomer
yang dapat bermigrasi (Brody & Marsh 1997; Brydson 1995)
No
1.
2.
3.

Jenis polimer
Low Density Polyethylene
(LDPE)
High Density Polyethylene
(HDPE)
Polyethylene (PE)

Senyawa yang mungkin dapat bermigrasi


antioksidan, antistatik, pelumas, zat perantara
slip
antioksidan, antistatik, pelumas, zat perantara
slip
antioksidan, zat pewarna, penyerap UV

4.

Polistirena (PS)

stirena, penyerap UV. high impact modifier

5.
6.
7.

Polyethylene (PET)
Polivinil klorida (PVC)
Polikarbonat (PC)

asam tereftalat, cyclic PET timer, katalis


penstabil, pemlastis, zat pewarna, vinil klorida
Bisfenol A, emulsifier, antioksidan

Penggunaan polimer
film, kantong, tutup, pelapis, botol
semprot
Botol, tutup, kantong, kemasan
sereal
Kemasan kembang gula, pot
makanan kecil, mangkok margarin
dan tutupnya
Nampan daging dan biskuit, wadah
makanan cepat saji, botol
Nampan yang dapat dioven
Film untuk daging dan keju
Botol, nampan yang dapat dioven

Tabel 3. Syarat mutu migrasi global dan formaldehid terekstrak


No
1.

Uraian

Satuan

Migrasi global
-Air suling (simulan A)

mg/dm
ppm
2
mg/dm
ppm
2
mg/dm
ppm
2
mg/dm
ppm
ppm

-Asam asetat 3% (simulan B)


-Alkohol 15% (simulan C)
-n-Heptan/minyak zaitun/ minyak biji bunga matahari (simulan D)
2.

Syarat mutu

Formaldehid terekstrak

Maks. 10
Maks. 60
Maks. 10
Maks. 60
Maks. 10
Maks. 60
Maks. 10
Maks. 60
Maks.3

Tabel 4. Hasil uji migrasi produk melamin (melamin formaldehid)


Hasil uji
2

No

Jenis produk

1.

Mangkok

2.

Piring ceper bulat

3.

Piring ceper oval

4.

Piring cekung

5.
6.
7.
8.
9.

Melamin GU
Melamin GFS
Melamin GD
Melamin ADS
Produk Melamin G

Migrasi global(mg/dm )
(mg/l)
Akuades
Alkohol
Asetat
0,2239
1,25
1,9870
33,3333
4,8876
40
0,9344
12,6667
0
0,73
0,48
0
0

2,5076
14,0
3,1793
53,3333
3,0547
25
3,0547
25
0,49
0,92
1,45
0,30
0,29

2,8208
15,75
3,1793
53,3333
2,8104
23
2,8104
23
0,63
0,23
0
0,68
0,35

nHeptan
0,2686
1,5
0

Kadar
formalin
(mg/l)

Kandungan logam berat (mg/kg)


6+

Pb

Cd

Hg

0,7939

< 3,3

< 1,31

0,097

< 1,5

1,8045

< 3,3

< 1,31

0,077

< 1,5

4,6383

< 3,3

< 1,31

0,077

< 1,5

0,9836
13,3333
0
0,92
0
0
0

0,3276

< 3,3

< 1,31

0,055

< 1,5

0,56
0,20
1,66
0,58
0,38

0,92
0,83
0,73
1,23
0,64

<0,017
<0,017
<0,017
<0,017
<0,017

<0,025
0,15
0,18
2,39
<0,025

0,35
0,79
1,69
0,52
<0,17

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112

Cr

110

Monomer vinil klorida dan akrilonitril cukup


tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker
pada manusia. Vinil klorida dapat bereaksi
dengan guanin dan sitosin pada DNA,
sedangkan akrilonitril bereaksi dengan adenin.
Vinil asetat telah terbukti menimbulkan kanker
tiroid, uterus, dan liver pada hewan. Akrilonitril
menimbulkan cacat lahir pada tikus-tikus yang
memakannya. Monomer-monomer lain seperti
akrilat, stirena, dan metakrilat serta senyawasenyawa turunannya, seperti vinil asetat, polivinil
klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol,
isosianat
organik,
heksa
metilendiamin,
melamin, epodilokkloridrin, bispenol, dan
akrilonitril dapat menimbulkan iritasi pada
saluran
pencernaan
terutama
mulut,
tenggorokan, dan lambung. Aditif plastik jenis
plasticizer, stabilizer, dan antioksidan dapat
menjadi sumber pencemaran organoleptik yang
membuat makanan berubah rasa serta aroma,
dan bisa menimbulkan keracunan (Koswara
2006; Pipit 2008). Plasticizer seperti ester
posporik, ester ptalik, glikolik, chlorinated
aromatic, dan ester asam adipatik dapat
menyebabkan timbulnya iritasi (Syarif 2009).
Monomer akrilat, stirena, dan metakrilat
serta senyawa turunannya seperti vinil asetat,
polivinil
klorida
(PVC),
kaprolaktan,
formaldehida, kresol, isosianat organik, heksa
metilendiamin,
melamin,
epidiklorohidrin,
bisfenol, dan akrilonitril dapat menyebabkan
iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut,
tenggorokan, dan lambung. Aditif plastik dibutil
ptalat (DBP) dan dioktil ptalat (DOP) pada PVC
termigrasi cukup banyak ke dalam minyak
zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas, dan
minyak kedelai pada suhu 30C selama 60 hari
kontak. Jumlah aditif DBP dan DOP yang
termigrasi tersebut berkisar dari 155 mg sampai
dengan 189 mg. DEHA (di-2-etil-heksil-adipat)
pada PVC termigrasi ke dalam daging yang
dibungkusnya, pada daging yang berkadar
lemak antara 20% sampai dengan 30%, DEHA
yang termigrasi 14,5 mg sampai dengan 23,5
2
mg tiap dm (desimeter persegi) pada suhu 4C
selama 72 jam (Syarif 2009; Sulchan 2007).
Laju migrasi monomer ke dalam bahan
yang dikemas tergantung dari lingkungan.
Konsentrasi residu vinil klorida awal 0,35 ppm
termigrasi sebanyak 0,020 ppm selama 106 hari
kontak pada suhu 25C. Monomer akrilonitril
keluar dari plastik dan masuk ke dalam makanan
secara total setelah
80 hari kontak pada
suhu 40C. Oleh karena itu perlu penetapan
tanggal kadaluarsa pada bahan yang dikemas
dengan kemasan plastik (Syarif 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Nerin, et al.

(2002) menyebutkan bahwa sebagian besar


plastik mengalami peningkatan suhu sampai
sekitar 90C dan beberapa akan mencapai suhu
lebih dari 180C jika dipanaskan di dalam oven
microwave selama 5 menit. Dalam kondisi ini
plastik yang dipanaskan juga terdeteksi
membentuk komponen volatil dan semivolatil
yang bisa bermigrasi ke dalam makanan.
Sehingga sangat penting untuk menjamin bahwa
pemanasan plastik tidak akan membentuk
komponen lain dan komponen yang dihasilkan
tidak masuk kedalam fase uap atau kedalam
pangan yang dikemasnya (Syamsir 2008; Nerin,
et al. 2002).
Pemanasan plastik bisa terjadi dalam
bentuk pellet atau sebagai kemasan. Pellet
mungkin mengalami pemanasan selama proses
pencetakan. Diketahui bahwa pemanasan
contoh pellet menghasilkan methylene benzene,
ethyl benzene, 1-oktena, dan styrene sementara
wadah kemasan yang dipanaskan selain
mengandung 4 komponen ini juga mengandung
xylene
dan
1,4-dichlorobenzene.
Semua
komponen ini bersifat toksik dan dibatasi
keberadaannya secara ketat tidak boleh
melebihi limit migrasi spesifik (Syamsir 2008).
Ambang batas maksimum dari monomer
yang ditoleransi keberadaannya di dalam bahan
pangan ditentukan oleh hasil tes toksisitas (LD
50) serta jumlah makanan yang dikonsumsi per
hari. Di Belanda, toleransi maksimum yang
diijinkan adalah 60 ppm migran dalam makanan
2
atau 0,12 mg/ cm permukaan plastik. Di
Jerman, toleransi maksimum yang diijinkan
adalah 0,06 mg/ cm2 lembaran plastik. Batas
toleransi untuk monomer vinil klorida 0,05 ppm
(di Swedia 0,01 ppm). Kantong plastik polietilen
dan polipropilen mempunyai daya toksisitas
yang rendah yaitu dengan ambang batas
maksimum 60 mg/kg bahan pangan (Syarif
2009). Di negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, regulasi plastik sebagai pengemas
makanan sangat ketat. Merujuk pada aturan
FDA, pengemas makanan yang aman ditandai
dengan gambar garpu gelas pada kemasan.
KESIMPULAN
Dari penelitian karakterisasi migrasi
kemasan dan peralatan rumah tangga berbasis
polimer, dapat diambil kesimpulan, kemasan
makanan dan peralatan rumah tangga yang
beredar di pasaran masih dalam batas aman
untuk digunakan untuk produk makanan. Hal ini
ditunjukkan dari hasil uji global migrasi,
formaldehid terekstrak, dan kandungan logam
termigrasi masih berada di bawah ambang batas

Karakterisasi Migrasi Kemasan.Suryo Irawan dan Guntarti Supeni

111

maksimal yang diperbolehkan. Pemakaian


kemasan plastik dan peralatan rumah tangga
berbasis polimer sintetik mempunyai aspek
positif maupun negatif terhadap kesehatan
manusia dan pelestarian lingkungan. Aspek
negatif penggunaan kemasan dan peralatan
rumah tangga yang berbasis polimer perlu
mendapatkan perhatian, penggunaan polimer
sebagai bahan kemasan dan peralatan rumah
tangga dengan suhu tinggi, waktu kontak yang
lama
dan
kontaminasi
minyak
dapat
menyebabkan migrasi. Migrasi dari monomer
bahan dasar plastik akan bercampur dengan
bahan makanan, sehingga tanpa kita sadari, kita
mengkonsumsi zat-zat yang bermigrasi tersebut.
Kemasan dan peralatan rumah tangga yang
berbahan
baku
polimer
sintetik
tidak
menimbulkan kekhawatiran akan adanya migrasi
logam berat, dengan catatan untuk produk
tertentu selama pemakaian tidak pada
temperatur yang tinggi (>80C).
SARAN
Dengan semakin pesatnya kemajuan
teknologi pengolahan proses polimerisasi bahan
baku menjadi produk jadi, mengakibatkan
semakin banyaknya variasi produk yang dapat
dibuat. Dengan semakin banyaknya variasi
produk kemasan dan peralatan rumah tangga
yang
berbasis
polimer
sintetik,
kami
menyarankan untuk melengkapi database dari
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Koswara, Sutrisno. 2006. Bahaya di balik
kemasan plastik. Buletin Kesehatan.
http://ebookpangan.com.
(Accessed
August 23, 2010)
Pipit. 2008. Bahaya kemasan makanan.
http://kabarinews.com/bahayakemasan-makanan/31729. (Accessed
August 30, 2010).
Syarif, R. 2009. Interaksi bahan pangan dengan
kemasan.
http://ocw.usu.ac.id/.
(Accessed September 15, 2010).
Sulchan, M. dan E. Nur. 2007. Keamanan
pangan kemasan plastik styrofoam.
Majalah Kedokteran Indonesia 57(2):
54-59.
Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan
tambahan
untuk
pangan
dan
kontaminan. Jakarta: Pusat Sinar
Harapan.
Syamsir, Elvira. 2008. Potensi migrasi
komponen volatil plastik selama
pemanasan dalam oven microwave.
http://id.shvoong.com/tags/migrasi-

plastik/. (Accessed September 28,


2010).
Andriewongso. 2009. Bahan plastik memicu
kanker.
http://bahayaplastik.blogspot.com/.
(Accessed September 15, 2010).
Nerin, C., D. Acosta, and C. Rubio. 2002.
Potential migration release of volatile
compounds from plastic containers
destined for food use in microwave
ovens.
Food
Additives
and
Contaminants 19 (6): 594 601.
BPOM (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan). 2011. Peraturan Kepala
Badan
Pengawasan
Obat
dan
Makanan (BPOM) Republik Indonesia
No. HK 03.1.23.07.11.6664 tentang
Pengawasan
Kemasan
Pangan.
Jakarta.
Ashby, R., I. Cooper, S. Harvey, and P. Tice.
1997. Food packaging migration and
nd
legislation.
2
ed.
UK:
Pira
International.
Brody, A.L. and K.S. Marsh. 1997. The Wiley
encyclopedia of packaging technology.
nd
2 ed. New York: John Wiley & Sons.
Brydson, J.A. and K.S. Marsh. 1995. Plastic
th
materials. 6 ed. Oxford: Butterword
Henemann
Commission Directive 97/48/EC of 29 July1997
amending for 2nd time Council
Directive 82/711/EEC laying down the
basic rules necessary for testing
migration of the constituents of plastic
materials and article intended to come
into contacts with foodstuffs. 2001.
Official Journal of the Eurepean
Communities. 1221/ 18-36.
Commission Directive 85/572/EEC of 19
December 1985 laying down the list of
be used for testing migration of the
constituents of plastic materials and
article intended to come into contacts
with foodstuffs. 1985. Official Journal
of the European Communities. 1372/
14-21.
Hernandez, R.J. and R. Gevara. 1999. Plastics
packaging, methods to evaluate food
packaging interactions. Surrey : Pira
International
Pirringer, O.G. and A.L. Baner. 2000. Plastic
packaging materials for food barrier
function,
mass
transport,
quality
assurance and legislation. Weinheim
and New York: Wiley-VCA.
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2008.
Produk melamin-perlengkapan makan
dan minum, SNI 7322-2008.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112

112

VALIDASI METODE ANALISIS KANDUNGAN SPESIFIK RESIDU


TOTAL MONOMER STIREN PADA KEMASAN POLISTIREN
(ANALITYCAL METHOD VALIDATION OF THE TOTAL RESIDUAL STYRENE
MONOMER IN POLYSTYRENE PACKAGING)

Dina Mariana1,2 Nuri Andarwulan,1,3 dan Hanifah Nuryani Lioe1


1)

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut


Pertanian Bogor, Bogor
2)
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM)
3)
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST
Center), Institut Pertanian Bogor, Bogor
E-mail : nuri@seafast.org
Received: 5 Juni 2013; revised: 12 September 2013; accepted: 13 September 2013

ABSTRAK
Monomer stiren merupakan bahan dasar kemasan pangan yang menjadi isu perhatian terkait keamanan
pangan. Saat ini di dalam peraturan nasional maupun internasional, peraturan persyaratan pada total residu dari
monomer stiren dalam kemasan pangan. Dalam rangka menunjang pengawasan kemasan pangan polistiren,
maka diperlukan peningkatan kapasitas pengujian kandungan spesifik residu total monomer stiren di
laboratorium sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode
analisis pengujian kandungan spesifik residu total monomer stiren pada kemasan polistiren dengan heptana
sebagai simulan pangan menggunakan kromatografi gas dengan pendeteksi ionisasi nyala, sesuai prosedur uji
yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang
Pengawasan Kemasan Pangan. Hasil validasi metode analisis adalah linieritas dengan persamaan regresi y =
2
0,186x nilai R = 0,999, presisi dengan nilai Relatif Standar Deviasi (RSD) = 0,93 %, akurasi dengan persen
perolehan kembali (% recovery) 98,04 2,62 %, pada konsentrasi stiren yang ditambahkan 502 g/g dan
selektivitas yang baik.
Kata kunci : Stiren, polistiren, heptana, simulan pangan, kromatografi gas

ABSTRACT
Styrene monomer is one of the food contact substances that becomes a concern in food packaging safety.
Currently the national and international regulation of styrene monomer in polystyrene is on the total residual
styrene monomer and not for a Specific Migration Limit (SML).In order to support the food safety control of
polystyrene as food packaging, it is necessary to increase the capacity of national testing laboratories to conduct
the analysis of total residual styrene monomer according to the existing regulations. This research aim was to
conduct the analytical method validation of the determination of total residual styrene monomer in polystyrene
packaging by gas chromatography - flame ionization detector (GC-FID) with heptane as a food simulant in
accordance to the Decree of The Head of National Agency of Drug and Food Control Republic of Indonesia No.
HK.03.1.23.07.11.6664 2011 on Food Packaging Control. Results of analytical method validation exhibited the
method linearity with regression equation of y = 0.186x and coefficient of determination (R2) at 0.999, precision
with a Relative Standard Deviation (RSD) at 0.93 %, accuracy at 98,04 2,62 %, by recovery test with spiking
concentration of styrene 502 g/g sample and having good selectivity.
Keywords: Styrene, polystyrene, heptane, food stimulant, gas chromatography

Validasi Metode AnalisisDina Mariana dkk

113

PENDAHULUAN
Isu
keamanan
kemasan
pangan
merupakan salah satu isu penting keamanan
pangan yang mendapat perhatian di dunia. Isu
keamanan
kemasan
pangan
tersebut
dikarenakan adanya kemungkinan perpindahan
komponen dari kemasan ke dalam pangan
(migrasi) dan dapat menimbulkan efek negatif
terhadap kesehatan konsumen. Regulasi
beberapa negara di Eropa menetapkan tiga
persyaratan bahan yang bermigrasi dari
kemasan ke dalam bahan pangan yang dikemas
yaitu tidak membahayakan kesehatan manusia,
tidak menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan terhadap komposisi pangan (sebagai
kontaminan) dan tidak menyebabkan perubahan
karakteristik organoleptik pangan (Grob, et al.
2009).`
Salah satu jenis kemasan plastik yang
banyak digunakan di Indonesia adalah polistiren.
Polistiren merupakan senyawa polimer dengan
bahan dasar stiren sebagai monomernya.
Kemasan polistiren mempunyai keuntungan
dapat berbentuk kaku, film dan busa. Polistiren
dalam aplikasinya digunakan antara lain sebagai
kemasan pelindung untuk telur, wadah, tutup
gelas, cangkir, piring, botol, dan nampan
makanan (Marsh and Bugusu 2007). Dalam
penelitian, stiren dan senyawa aromatik lainnya
ditemukan pada air panas dalam kemasan
polistiren busa dan polistiren gelas (Ahmad and
Bajahlan 2006). Selain faktor suhu, peningkatan
migrasi bahan kemasan pangan ke dalam
pangan juga dipengaruhi oleh lamanya kontak
dengan
pangan
selama
penyimpanan
(Amirshaghaghi, et al. 2011). Migrasi stiren juga
dipengaruhi oleh jenis pangan yang kontak
langsung dengan wadah polistiren, sehingga
dalam menentukan kajian paparan stiren dalam
suatu kelompok masyarakat, diperlukan data
jenis pangan yang dikemas dalam kemasan
polistiren tersebut (Duffy, et al. 2006). Dalam
penelitian migrasi stiren dalam minyak kedelai,
dihasilkan bahwa residu stiren dalam minyak
kedelai tersebut terdeteksi sekitar 0,1 %, dan
hasil penelitian dapat lebih besar jika
dibandingkan dengan hitungan teoritis dari
diffusion-type equations (Miltz and Rosen-Doody
2007).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
konsentrasi senyawa stiren yang bermigrasi ke
dalam pangan dapat dianalisis antara lain
dengan menggunakan kromatografi gas dengan
pendeteksi nyala ion (Gas ChromatographyFlame
Ionization
Detector/
GC-FID),
kromatografi cair kinerja tinggi (High Performance
Liquid
Chromatography/
HPLC)
maupun

kromatografi gas-spektrometri massa (Gas


Chromatography Mass Spectrometry/ GC-MS)
(Sanagi, et al. 2008; Choi, et al. 2005; Saim, et
al. 2012; Ahmad and Bajahlan 2006).
Senyawa stiren yang bermigrasi tersebut
berpotensi membahayakan kesehatan manusia
antara lain merupakan senyawa karsinogen
kelompok 2B (IARC 1994). Monomer stiren juga
berpotensi melemahkan aktivitas estrogen, yang
dapat mengganggu jalur diferensiasi seks gonad
pada hewan spesies Rana rugosa (Ohtani, et al.
2001)
dan
meningkatkan
nekrosis
sel
mononuklear tali pusar manusia (Diodovich, et
al. 2009). Paparan stiren pada dosis tinggi juga
dapat menyebabkan efek genotoksik. Efek
terhadap Deoxyribonucleic Acid (DNA) tersebut
tergantung pada tingkat paparan dari sel target,
aktivasi metabolisme oksida dari stiren dan
efisiensi detoksifikasinya (Speit and Henderson
2005). Dalam penelitian pemberian stiren trimer
pada tikus yang sedang hamil dapat
menyebabkan aktivitas estrogenik, sehingga
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
organ genital pada keturunan tikus jantan
(Ohyama, et al. 2007), penelitian lain juga
menyebutkan bahwa stiren trimer dapat
meningkatkan hormon tiroid (Yanagiba, et al.
2008).
Berdasarkan fakta tersebut, maka
pengawasan terhadap kemasan pangan sangat
diperlukan, karena terkait langsung dengan
keamanan pangan yang beredar. Pengawasan
tersebut dilakukan melalui sampling dan
pengujian laboratorium. Badan Pengawas Obat
dan Makanan telah menerbitkan Peraturan
Kepala
Badan
POM
Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang
Pengawasan Kemasan Pangan. Di dalam
peraturan tersebut antara lain mengatur bahan
yang dilarang dan diizinkan digunakan sebagai
kemasan pangan berikut persyaratan migrasi
dan prosedur pengujiannya serta simulan
pangan yang digunakan. Pengujian dengan
menggunakan
simulan
pangan
tersebut
merupakan metode pendekatan dengan pangan
(Grob 2008).
Dalam rangka mendukung pengawasan
kemasan
pangan
tersebut
diperlukan
peningkatan kemampuan pengujian kemasan
pangan di laboratorium, salah satunya dengan
menetapkan metode analisis untuk pengujian
kemasan pangan sesuai dengan persyaratan
dalam peraturan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melakukan validasi metode analisis

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122

114

pengujian kandungan spesifik residu total


monomer stiren pada kemasan polistiren
dengan heptana sebagai simulan pangan sesuai
dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang
Pengawasan
Kemasan
Pangan
dengan
menggunakan instrumen kromatografi gas
dengan pendeteksi ionisasi nyala (gas
chromatography-Flame Ionization Detector/ GCFID).
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan adalah sampel
kemasan kosong polistiren busa berbentuk
gelas (cup) dengan kapasitas 300 mL yang
digunakan untuk mengemas mi instan; baku
pembanding stiren (PT. Asahimas Chemicals,
Cilegon-Indonesia);
1,2,4,5-tetrametilbenzena
sebagai baku pembanding internal (Merck,
Jerman); heptana proanalisis (Merck, Jerman)
sebagai simulan pangan.
Metode
Metode penelitian yang digunakan terbagi
menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu (1) tahap persiapan,
(2) tahap orientasi prosedur uji dan (3) tahap
validasi metode.

hingga tanda batas 10 mL dalam labu takar 10


mL dan dianalisis ke GC-FID sebanyak tiga kali
(triplo). Kurva linieritas instrumen dengan
memplotkan rasio area (stiren dan baku
internalnya) sebagai sumbu y terhadap
konsentrasi stiren sebagai sumbu x, sehingga
diperoleh persamaan linier y = ax + b.
Presisi dilakukan dengan memilih satu
konsentrasi baku kerja pada penentuan
liniearitas, dipilih konsentrasi 5,02 g/mL,
kemudian diinjeksikan ke GC-FID sebanyak 7
(tujuh) kali pengulangan. Kondisi dan parameter
GC-FID yang digunakan mengacu pada EU
project PIRA (2003) untuk kondisi suhu oven
dan jenis kolom, dimodifikasi dengan penelitian
Paraskevopoulou (2011) untuk suhu detektor
dan injektor seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi GC-FID yang digunakan untuk
pengujian monomer stiren dalam kemasan
polistiren

Kolom

Rtx-5 fused-silica coloumn,


30 m x 0,25 mm ID,
ketebalan film 0,25 m R
(Varian)

Split ratio

1:10 (setelah 5 menit)

Suhu oven
:

Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi penyiapan
bahan dan pengecekan unjuk kerja instrumen
GC-FID. Penyiapan bahan dilakukan dengan
membuat larutan baku stiren induk 1004 g/mL
dan larutan baku internal induk 1024 g/mL.
Sedangkan pengecekan unjuk kerja instrumen
GC-FID digunakan sebagai orientasi awal untuk
mendeteksi stiren dengan kondisi dan parameter
tertentu yaitu menentukan kurva linieritas dan
presisi dengan persyaratan linieritas r > 0,995
2
atau R > 0,990 (AOAC 2012) dan persyaratan
presisi adalah RSD < 2,0% (JECFA 2006).
Kurva linieritas instrumen dibuat dari
larutan baku kerja dengan 5 (lima) konsentrasi
yang berbeda berturut-turut 1,00 g/mL; 2,01
g/mL; 5,02 g/mL; 10,04 g/mL dan 20,08
g/mL. Pemilihan konsentrasi terendah tersebut
dilakukan dengan uji coba hingga diperoleh
konsentrasi dengan luas area yang terdeteksi
cukup baik dan dapat terukur oleh GC-FID
(Shimadzu, Jepang). Masing-masing larutan
dengan serial konsentrasi tersebut dibuat
dengan memipet 10 L, 20 L, 50 L, 100 L
dan 200 L dari larutan baku stiren induk
konsentrasi 1004 g/mL, ditambah larutan baku
internal 50 L dari larutan baku internal induk
1024 g/mL, kemudian ditambah heptana

Gas pembawa

Aliran gas

40C selama 2 menit


pertama
kemudian
meningkat
10C/menit
hingga 80C, 20C/menit
hingga suhu akhir 180C
dan pertahankan selama 1
menit
Helium,
14 mL/menit

Aliran udara

400 mL/menit

Aliran
hydrogen

40 mL/menit

Volume Injeksi

1 L

Suhu FID

250C.

Suhu injector

230C

Dalam pengecekan unjuk kerja instrumen


GC-FID juga ditentukan Limit Of Detection
(LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) yang
diperoleh dari penentuan kurva linieritas
instrumen tetapi yang diukur adalah rasio signal
to noise (S/N) dari respon GC-FID untuk
masing-masing konsentrasi larutan baku kerja

Validasi Metode AnalisisDina Mariana dkk

115

stiren yang berbeda. Selanjutnya besarnya rasio


S/N (sebagai sumbu y) tersebut diplotkan
terhadap konsentrasi stiren (sebagai sumbu x)
dan dibuat persamaan kurva linier: y = ax + b.
Berdasarkan kurva tersebut, kemudian dihitung
nilai LOD yaitu nilai x pada S/N= 3,00,
sedangkan nilai LOQ yaitu nilai x pada
S/N=10,00.
Tahap Orientasi Prosedur Uji Persiapan
sampel
kemasan
polistiren
dan
uji
kandungan spesifik residu total monomer
stiren
Sampel kemasan kosong polistiren busa
bentuk gelas pada bagian yang tidak
mengandung tinta pewarna dipotong kecil
2
dengan ukuran 0,50 0,50 cm , kemudian
ditimbang sebanyak 0,50 gram dalam gelas
beaker 250 mL. Larutan simulan pangan dibuat
dengan mencampurkan baku internal 250 L
dari baku internal induk 1024 g/mL dan pelarut
heptana sebagai simulan pangan hingga tanda
batas 50 mL dalam labu ukur. Larutan simulan
pangan tersebut kemudian dituangkan ke dalam
gelas beaker 250 mL dan dimasukkan ke dalam
o
waterbath pada 49 C. Setelah sekitar 10 menit
o
larutan simulan sudah mencapai suhu 49 C
(diukur dengan termometer untuk memastikan),
kemudian dituangkan ke dalam gelas beaker
yang berisi sampel polistiren, tutup dengan
gelas arloji dengan diameter hampir sama
dengan diameter gelas beaker, sehingga sampel
dalam keadaan terendam sempurna dalam
larutan simulan pangan. Gelas beaker tersebut
kemudian ditutup dengan menggunakan cawan
petri yang berdiameter lebih besar daripada
diameter gelas beaker dan segera dimasukkan
ke dalam waterbath pada 49 oC suhu selama 15
menit. Kemudian sampel dipisahkan dari larutan
simulan pangan. Larutan simulan pangan ini
kemudian disebut larutan uji. Persiapan larutan
uji tersebut dilakukan ulangan sebanyak 3 (tiga)
kali.
Analisis konsentrasi stiren dalam sampel
dari larutan uji
Larutan uji dianalisis dengan GC-FID
sebanyak 2 (dua) kali analisis. Rasio luas area
stiren dan luas area baku internal dari larutan uji
digunakan untuk menghitung konsentrasi stiren
dalam larutan sampel dengan menggunakan
persamaan kurva linieritas dari hasil unjuk kerja
instrumen.
Tahap Validasi Metode Uji Selektivitas
(Selectivity)
Selektivitas dilakukan dengan membuat
larutan sampel kemasan polistiren dalam pelarut

heptana, larutan sampel kemasan polistiren


dengan penambahan baku internal dalam
pelarut heptana dan larutan sampel kemasan
polistiren dengan penambahan baku stiren dan
baku internal dalam pelarut heptana. Kemudian
ke 3 (tiga) larutan tersebut dianalisis dengan
GC-FID
dan
hasil
kromatogramnya
dibandingkan. Selektivitas metode analisis
dinyatakan baik jika puncak senyawa stiren
maupun baku internal terpisah dengan baik dan
kedua puncak tersebut tidak diganggu oleh
puncak senyawa cemaran dalam sampel yang
terdeteksi dalam kromatogram.
Linieritas (Linearity)
Kurva linieritas metode diperoleh dari
analisis larutan baku kerja stiren dengan
perlakuan sama seperti larutan uji yaitu
o
perendaman di dalam waterbath pada 49 C
selama 15 menit. Larutan baku kerja stiren
dibuat dengan 6 konsentrasi baku kerja stiren
yang berbeda yaitu 5 konsentrasi sesuai dengan
konsentrasi untuk kurva linieritas unjuk kerja
instrumen (1,00 g/mL; 2,01 g/mL; 5,02 g/mL;
10,04 g/mL dan 20,08 g/mL) dan 1
konsentrasi di bawah hasil pengukuran sampel
pada tahap orientasi prosedur uji yait 0,50
g/mL.
Masing-masing
larutan
tersebut
mengandung baku internal dengan konsentrasi
tetap yaitu sekitar 5 g/mL. Kurva linieritas
metode dibuat dengan memplotkan rasio area
(stiren dan baku internalnya) sebagai sumbu y
terhadap konsentrasi stiren sebagai sumbu x,
sehingga diperoleh persamaan linier y = ax + b.
Linieritas
metode
analisis
mempunyai
2
persyaratan R > 0,990 atau r > 0,995 (AOAC
2012).
Presisi (Precision)
Penentuan presisi metode dilakukan
dengan melakukan analisis kadar stiren pada
larutan uji dari 0,5 gram sampel kemasan
polistiren. Larutan uji dibuat sebanyak 7(tujuh)
ulangan dan dianalisis dengan GC-FID masingmasing sejumlah 2 (dua) kali. Masing- masing
larutan tersebut mengandung baku internal
dengan konsentrasi tetap yaitu sekitar 5 g/mL.
Konsentrasi stiren dalam sampel ditentukan dari
kurva linieritas metode kemudian ditentukan nilai
rata-rata konsentrasinya dan nilai RSD-nya.
Persyaratan presisi metode adalah mempunyai
nilai RSD sampel kurang dari atau sama dengan
2/3 RSD Horwitz dengan rumus RSD Horwitz
sebagai berikut :
SD (%) = 2 (1-0,5 log C)
dimana C adalah fraksi konsentrasi dari analit
yang terukur dalam sampel

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122

116

Akurasi (Accuracy)
Penentuan akurasi metode ditentukan dari
metoda penentuan presisi, namun selain larutan
baku internal juga ditambahkan larutan baku
stiren 250 L dari baku stiren induk kemudian
ditambahkan
heptana
hingga
50
mL.
Konsentrasi baku stiren yang ditambahkan
tersebut adalah 502 g/g sampel. Pembuatan
larutan tersebut dilakukan 7 (tujuh) ulangan, dan
analisis dengan GC-FID sebanyak 2 (dua) kali.
Konsentrasi
stiren
dihitung
dengan
menggunakan
metode
kurva
linieritas.
Perbandingan nilai konsentrasi stiren yang
terukur (setelah dikurangi dengan konsentrasi
stiren dalam sampel) dengan konsentrasi baku
stiren yang ditambahkan merupakan recovery.
Persyaratan recovery berdasarkan AOAC
(2012) pada konsentrasi 100 g/g adalah 85
110 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Unjuk Kerja Instrumen GC-FID
Unjuk kerja instrumen GC-FID yang
dievaluasi terdiri dari penentuan linieritas, presisi
dan LOD/LOQ. Sebelum melakukan linieritas,
maka terlebih dahulu mengetahui profil
kromatogram dari pelarut heptana, baku stiren
dari beberapa konsentrasi dan baku internal.
Profil kromatogram baku stiren pada berbagai
konsentrasi dan baku internal tersebut untuk
mengetahui dan memastikan waktu retensi dari
puncak
yang
dihasilkan.
Berdasarkan
kromatogram yang dihasilkan, waktu retensi (Rt)
dari baku Stiren sekitar menit ke 7 dan waktu
retensi (Rt) dari Baku Internal 1,2,4,5tetrametilbenzena menit ke 10.
Kurva linieritas hasil unjuk kerja instrumen
mempunyai persamaan y = 0,206x 0,001
2
dengan nilai R = 0,999. Kurva linieritas ini
memenuhi syarat kriteria linieritas instrumen
(AOAC 2012). Profil kromatogram dari linieritas
unjuk kerja instrumen seperti pada Gambar 1.
Dari kromatogram Gambar 2 terlihat beberapa
puncak lain selain stiren dan baku internal.
Puncak tersebut berasal dari pelarut heptana,
karena pelarut heptana yang digunakan pada
penelitian ini mempunyai grade pro analisis
bukan
grade
kromatografi,
sehingga
kemungkinan terdapat puncak pengotor yang
dapat terdeteksi oleh GC-FID. Hasil analisis
unjuk
kerja instrumen secara lengkap
ditampilkan pada Tabel. 2
Orientasi Prosedur Uji
Orientasi prosedur uji mengacu pada
Peraturan Kepala Badan POM Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang

Pengawasan
Kemasan
Pangan
dengan
prosedur pengujian yang dipilih pada penelitian
ini adalah kondisi pengisian panas atau
pasteurisasi diatas 66C, dengan simulan
pangan heptana. Hasil analisis kadar stiren
dalam kemasan pangan polistiren pada orientasi
prosedur uji sebanyak 3 ulangan, diperoleh
konsentrasi stiren dalam sampel masing-masing
adalah 92,61 g/g; 91,10 g/g dan 101,4 g/g
dengan rata-rata konsentrasi 94,63 4,73 g/g
sampel.
Tabel 2 Hasil analisis unjuk kerja instrumen
Unjuk
Kerja
Instrumen
GC-FID
Linieritas
(y = ax +b
)
Presisi
(RSD %)

LOD
LOQ

dan

Hasil

Persyaratan

y = 0,206x 0,001;
2
R = 0,999

R > 0,990
(AOAC
2012)
RSD (%) <
2,0
%
(JECFA
2006)

Stiren : RSD
waktu retensi =
0,01 %, RSD
luas area = 0,61
%
Baku internal :
RSD waktu
retensi = 0,01 %,
RSD luas area =
0,45 %
LOD = 0,40 g/mL
LOQ = 1,34 g/mL

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan


POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun
2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan,
batas migrasi spesifik stirena tidak ditetapkan.
Dalam peraturan tersebut persyaratan yang
ditetapkan adalah kandungan spesifik residu
total monomer stiren adalah 1,0 % atau 10000
g/g dan 0,5 % berat atau 5000 g/g, sehingga
untuk menentukan keamanan suatu kemasan
pangan polistiren perlu dihitung nilai asupan
harian atau paparan monomer stirena, kemudian
hasilnya dibandingkan terhadap nilai [Provisional
Asupan Harian Maksimum yang Ditoleransi
Provitional Maximum Tolerable Daily Intake
(PMTDI)] yang ditetapkan oleh Joint FAO/WHO
Expert Committee on Food Additives tahun
1984, untuk stiren sebesar 0,04 mg/kg berat
badan/hari. Perhitungan asumsi paparan
sebagai berikut :
Paparan = (kadar zat kimia dalam kemasan x konsumsi per hari)
per hari
Berat badan

Asumsi paparan monomer stiren :


Misalkan setiap hari perorang konsumsi 3 cup
mi instan, berat kemasan polistiren cup mini
kemasan tersebut 5 gram, sehari jumlah

Validasi Metode AnalisisDina Mariana dkk

117

kemasan polistiren cup 15 gram (0,015 kg).


Rata-rata kandungan spesifik residu total
monomer stiren hasil percobaan adalah 94,63
g/g sampel (94,63 mg/kg sampel) merupakan
hasil perendaman dua sisi dari kemasan (two
side contact). Untuk menghitung paparan,
sesuai dengan kondisi nyata yaitu kemasan
kontak satu sisi dengan pangan (one side
contact), sehingga kadar monomer stiren
diperkirakan menjadi setengah dari 94,63 mg/kg
sampel yaitu 47,31 mg/kg sampel. Dengan berat
badan konsumen rata-rata 55,5 kg (Badan POM
2011).
Paparan
per hari
Paparan
per hari

47,31 mg/kg kemasan pangan x 0,015 kg/hari


55,5 kg berat badan

0,013 mg/kg berat badan/hari

Paparan per hari monomer stiren dibandingkan


dengan PMTDI :
0,013
0,04

0,32 kali nilai PMTDI

Validasi Metode Analisis


Selektivitas
Selektivitas suatu metode analisis adalah
kemampuan metode analisis dapat mengukur
konsentrasi analit dengan adanya komponenkomponen lain dalam sampel. Selektivitas
dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada
Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut,
puncak stiren dan baku internal dalam
kromatogram sampel baik yang ditambahkan
baku stiren maupun baku internal menunjukkan
puncak yang terpisah dari puncak lainnya dalam
sampel sehingga stiren dapat diukur dengan
menggunakan metode analisis ini.
Linieritas
Hasil pengukuran baku kerja stiren pada
linieritas metode seperti pada Tabel 3 dan kurva
liniertias metode dengan persamaan y = 0,186x,
2
2
dengan R = 0,999 (persyaratan R > 0,990),
memenuhi persyaratan.
Presisi
Hasil uji presisi pada validasi metode
analisis seperti pada Tabel 4. Dari tabel 4
diperoleh nilai RSD (Relative Standard
Deviation) dari konsentrasi stiren dalam sampel
dengan 7 (tujuh) kali pengulangan yaitu 0,93 %.
Perhitungan RSD Horwitz, memberikan nilai
8,17 %. Persyaratan presisi validasi metode
analisis adalah RSD hasil pengukuran analit <
2/3 RSD Horwitz,dalam hal ini nilai 2/3 RSD
Horwitz
adalah
5,44
%.
Berdasarkan
persyaratan tersebut RSD hasil pengukuran

stiren dalam sampel 0,93 % nilainya masih


kurang dari 2/3 RSD Horwitz (5,44 %), sehingga
memenuhi syarat presisi validasi metode
analisis.
Tabel 3 Konsentrasi baku kerja dan rasio area (stiren
dan baku internal) pada uji linieritas metode
analisis stiren dengan instrumen GC-FID
untuk sampel kemasan polistiren
Baku kerja

Konsentrasi
baku kerja
(g/mL )
(Sumbu x)

Baku kerja 1

0,50

Rasio area
stiren dan
area baku
internal
(Sumbu y)
0,12

Baku kerja 2

1,00

0,20

Baku kerja 3

2,01

0,41

Baku kerja 4

5,02

0,87

Baku kerja 5

10,04

1,82

Baku kerja 6

20,08

3,78

Tabel 4 Nilai presisi (RSD) hasil uji validasi metode


analisis stiren dengan instrumen GC-FID
untuk sampel kemasan polistiren.
Pengulangan

Sampel 1

Konsentrasi stiren
dalam sampel
(g/g)
86,92

Sampel 2

85,63

Sampel 3

87,15

Sampel 4

88,53

Sampel 5

86,79

sampel 6

88,36

Sampel 7

87,47

rata-rata

87,26

SD

0,81

RSD (%), sebagai presisi

0,93

Akurasi
Akurasi
menunjukkan
derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit
sebenarnya yang biasanya dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery). Nilai
perolehan kembali (recovery) yang diperoleh
rata- rata sebesar 98,04 2,62 %, dengan
rentang 93,37- 101,61 % dengan konsentrasi
spike baku stiren sebesar 502 g/mL. Setiap
ulangan dihitung % recovery-nya seperti pada
Tabel 5. Persyaratan persen perolehan kembali
(recovery) pada validasi metode untuk
kandungan analit dalam sampel 100 g/g
adalah 85-110 % (AOAC 2012), sehingga hasil
validasi memenuhi persyaratan.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122

118

A
Baku
internal
Stiren
g/mL

1,00

B
Baku
internal
Stiren
g/mL

2,01

Respon detektor

C
Stiren
g/mL

Stiren
g/mL

Baku
internal

5,02

10,04
Baku
internal

Stiren
g/mL

20,08

E
Baku
internal

Waktu

retensi

Gambar 1 Kromatogram larutan baku stiren dalam pelarut heptana pada uji linieritas unjuk kerja
instrumen yang dianalisis dengan instrumen GC-FID pada konsentrasi : (A) 1,00
g/mL, (B) 2,01 g/mL, (C) 5,02 g/mL, (D) 10,04 g/mL dan (E) 20,08 g/mL

Validasi Metode AnalisisDina Mariana dkk

119

Stiren

Respon detektor

B
Baku internal

Stiren

C
Baku internal
Stiren

Waktu rentensi (Menit)

Gambar 2 Kromatogram yang diperoleh dari pengujian selektivitas metode analisis stiren dalam sampel
kemasan polistiren dengan instrumen GC-FID : (A) kromatogram sampel kemasan polistiren
dalam pelarut heptana, (B) kromatogram sampel kemasan polistiren dengan penambahan baku
internal dalam pelarut heptana, (C) kromatogram sampel kemasan polistiren dengan
penambahan baku stiren dan baku internal dalam pelarut heptana

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122

120

Tabel 5 Nilai persentase perolehan kembali (%


recovery) pada uji akurasi metode analisis
stiren
dengan
instrumen
GC-FID
menggunakan sampel kemasan
Sampel

Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7

Rasio
area stiren
dan baku
internal

Konsentr
asi stiren
dalam
sampel
(g/g)

% Perolehan
kembali (%
recovery)

1.03

555.98

93,37

1.04

557.46

93,66

1.07

576.23

97,40

1.07

574.36

97,03

1.07

577.73

97,70

1.07

575.16

97,19

1.10

590.99

100,34

1.11

594.90

101,12

1.06

571.94

96,55

1.06

571.32

96,43

1.09

587.01

99,55

1.09

588.30

99,81

1.11

597.36

1.10

593.54

101,61
100,85

Rata-rata

98,04

SD
Range

2,62
93,37- 101,61
%

KESIMPULAN
Tahap validasi metode analisis adalah
tahap yang paling menentukan dalam penelitian
ini. Tahap tersebut dilakukan dengan selektivitas
metode analisis, uji linieritas, presisi dan akurasi.
Hasil validasi metode analisis tersebut adalah
selektivitas stiren yang baik untuk diukur secara
2
kuantitatif, linieritas dengan nilai R = 0,999
2
(persyaratan R > 0,990), presisi dengan nilai
RSD = 0,93 % (persyaratan RSD < nilai 2/3 RSD
Horwitz yaitu 5,44 %) dan akurasi persen
perolehan kembali (% recovery) = 98,04 2,62 %,
dengan konsentrasi stiren yang dispike 502 g/g
sampel (persyaratan AOAC pada konsentrasi 100
g/g = 85-110 %). Berdasarkan hasil tesebut,
maka metode analisis stiren dalam kemasan
polistiren dengan instrumen GC-FID dinyatakan
valid.

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada


Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan
(PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI atas ijin dan penggunaan fasilitas penelitian di
Laboratorium Pangan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Loise Sirait, Riswahyuli dan
Leliwaty yang membantu mengoperasikan
instrumen GC-FID.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC (Association
of
Official
Analytical
Chemists). 2012. Official Methods Of
Analysis, Appendix K : Guidelines For
Single Laboratory Validation Of Chemical
Methods For Dietary Supplements And
Botanical.
Ahmad, M and A.S Bajahlan. 2006. Leaching Of
Styrene And Other Aromatic Compounds
In Drinking Water From PS Bottles.
Journal of Environmental Sciences 19:
421426.
Amirshaghaghi, Z., Z.E Djomeh, and Oromiehie.
2011. Studies Of Migration Of Styrene
Monomer From Polystyrene Packaging
Into The Food Simulant. Iranian Journal of
Chemical Engineering 8 (4):
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
2011. Peraturan Kepala Badan POM
Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun
2011 tentang Pengawasan Kemasan
Pangan. Jakarta.
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
2011. Laporan Kajian Risiko Zat Kontak
Pangan Berisiko Tinggi. Jakarta
Choi, J.O., F. Jitsunari , F. Asakawa, and D.S Lee.
2005. Migration Of Styrene Monomer,
Dimers And Trimers From Polystyrene To
Food Simulants. Food Additives and
Contaminants 22 (7) : 693-699.
Department of Health and Human Services. 2011.
National Toxicology Program. Report on
Carcinogen.
Twelfth
Edition
http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/twelfth/pro
files/styrene.pdf [6 Mei 2013].
Diodovich, C., M.G. Bianchi, G. Bowe, F. Acquati,
R. Taramelli, D. Parent-Massin, and L.
Gribaldo . 2009. Response Of HumanCord
Blood Cells To Styrene Exposure:
Evaluation Of Its Effects On Apoptosis
And Gene Expression By Genomic

UCAPAN TERIMA KASIH


Validasi Metode AnalisisDina Mariana dkk

121

Technology. Toxicology 200 (23): 145


157. DOI: 10.1016/j.tox.2009.08.001.
Duffy, E., A.P. Hearty, M.B Gilsenan, M.J Gibney.
2006. Estimation Of Exposure To Food
Packaging Materials. 1: Development Of A
Food
Packaging
Database.
Food
Additives And Contaminants 23:23-633.
DOI : 10.1080/02652030600977833
EU project. 2003. EU Project-Spesific Migration
Styrene In Polystyrene. Method Prepared
by PIRA 22 (1) : 3- 6.
Grob, K., Stocker J, and Colwell R. 2009.
Asssurance Of Compliance Within The
Production Chain Of Food Contact
Materials By Good Manufacturing Practice
And Documentation Part 1: Legal
Background In Europe And Compliance
Challenges. Food Control 20 (5) : 476482. DOI: 10.1016/j.foodcont.2008.07.021.
Grob, K. 2008. The Future Of Simulants In
Compliance Testing Regarding The
Migration From Food Contact Materials
Into Food. Food Control 19 (3) : 263-268.
DOI: 10.1016/j.foodcont.2007.04.001.
IARC (International Agency for Research on
Cancer). 1994. IARC Monographs On The
Evaluation Of The Carcinogenic Risk Of
Chemicals To Humans. Lyon, France:
International Agency for Research on
Cancer, 233-320.
JECFA (Joint Expert Committee on Food
Additives). 1984. Summary of Evaluations
Performed by the Joint FAO/WHO Expert
Committee
on
Food
Additives.
http://www.inchem.org/documents/jecfa/jec
eval/jec_2204.htm. (12 November 2001)
JECFA (Joint Expert Committee on Food
Additives). 2006. Combined Compendium
of Food Additive Specifications Volume 4.
Analytical Methods, Test Procedures And
Laboratory Solutions Used By And
Referenced In The Food Additive
Specifications. Rome : Food and
Agriculture Organization of The United
Nations.
Marsh, K. and B. Bugusu. 2007. Food PackagingRoles, Materials, And Environmental
issues. J. Food Sci. 72 (3) : 39-55.
DOI: 10.1111/j.1750-3841.2007.00301.x
Miltz, J., and Rosen-Doody V. 2007. Migration Of
Styrene Monomer From Polystyrene
Packaging Materials Into Food Simulants.
Journal of
Food Processing and

Preservation
8
(3-4):151161.
DOI:10.1111/j.1745-4549.1985.tb00694.x.
Ohtani, H., Y. Ichikawa , E. Iwamoto, and Miura I.
2011. Effects Of Styrene Monomer And
Trimer On Gonadal Sex Differentiation Of
Genetic Males Of The Frog Rana Rugosa.
Environmental Research A (87) : 175-180.
Ohyama, K., K. Satoh , Y. Sakamoto , A. Ogata,
and Nagai F. 2007. Effects of Prenatal
Exposure To Styrene Trimers On Genital
Organs And Hormones In Male Rats.
Experimental Biology and Medicine 232
(2) : 301-308.
Paraskevopoulou, D. 2011. Migration of Styrene
From Plastic Packaging Based On
Polystyrene Into Food Simulants. Polimer
International
61
(1):141-148.
DOI:
10.1002/pi.3161.
Saim, N., Osman R, Abi Sabian HAW, Zubir MRM,
and Ibrahim N. 2012. A Study On The
Migration Of Styrene From Polystyrene
Cups To Drinks Using Online Solid-Phase
Extraction Liquid Chromatography (SPELC). The Malaysian Journal of Analytical
Sciences (16)1 : 49 55.
Sanagi, M.M., S.L Ling, Z. Nasir, W.A.W Ibrahim,
and A.A Naim. 2008. Determination Of
Residual Volatile Organic Compounds
Migrated
From
Polystyrene
Food
Packaging Into Food Simulant By
Headspace Solid Phase MicroextractionGas Chromatography. The Malaysian
Journal of Analytical Sciences, 12 (3): 542
551.
Speit, G. and Henderson L. 2005. Review Of The
In Vivo Genotoxicity Tests Performed With
Styrene. Mutation Research/Reviews in
Mutation Research 589 (1) : 6779. DOI:
10.1016/j.mrrev.2004.10.001.
Yanagiba, Y., Y. Ito, O. Yamanoshita, S. Zhang,
Watanabe G, Taya K, Mei Li C, Inotsume
Y, Kamijima M, J. Gonzalez F et al. 2008.
Styrene Trimer May Increase Thyroid
Hormone Levels Via Down-Regulation Of
The Aryl Hydrocarbon Receptor (AhR)
Target
Gene
UDPGlucuronosyltransferase. Environ Health
Perspect
116(6):
740745.
DOI:
10.1289/ehp.10724

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122

122

PENGARUH DIAMETER PARTIKEL TERHADAP KONSENTRASI


L-DOPA, kC DAN De PADA EKSTRAKSI L-DOPA DARI BIJI KARA
BENGUK (Mucuna pruriens DC.)
(EFFECT OF PARTICLES DIAMETER TO L-DOPA CONCENTRATION, kC, AND De IN
THE EXTRACTION L-DOPA FROM Mucuna prurienss SEED)

Eni Budiyati1, Panut Mulyono2, dan Suryo Purwono2


1)Teknik Kimia UMS, Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta, Indonesia
2)Teknik Kimia UGM, Jl. Grafika Yogyakarta, Indonesia
E-mail: eni.budiyati@gmail.com
Received: 12 April 2013; revised: 19 September 2013; accepted: 20 September 2013

ABSTRAK
Mucuna pruriens (biji kara benguk) merupakan tanaman penghasil bahan obat-obatan karena mengandung
senyawa L-Dopa. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk pengobatan penyakit gangguan syaraf, anti bisa
ular, meningkatkan bobot dan kekuatan otot, vitalitas seksual pria, zat anti-aging dan obat cacing pada manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi L-Dopa dari biji kara benguk dengan menggunakan pelarut air. Di
samping itu, penelitian ini juga mengevaluasi pengaruh dari diameter partikel terhadap konsentrasi L-dopa hasil
ekstraksi, koefisien transfer massa (kC), dan difusivitas efektif (De). Tahapan yang digunakan pada penelitian ini
adalah, persiapan bahan baku, proses ekstraksi, dan analisis L-Dopa. Proses ekstraksi dilakukan dalam tangki
yang dilengkapi dengan thermometer. Analisis L-Dopa dilakukan dengan dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil diameter partikel maka konsentrasi
L-Dopa terekstrak semakin besar. Konsentrasi tertinggi diperoleh pada diameter partikel 0,5 mm yaitu 1739,56
ppm. Nilai difusivitas efektif (De) untuk variabel diameter partikel (0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm) hampir sama
5
5
2
yaitu 2,99.10 sampai 3,07.10 cm /menit. Sedangkan nilai koefisien transfer massa (kC) berbanding terbalik
-2
-2
2
dengan diameter partikel. Nilai k C berkisar antara 2,83.10 sampai 3,98.10 g/cm .menit.
Kata kunci : Biji Kara Benguk, Difusivitas, Ekstraksi, Koefisien Transfer Massa, L-Dopa.

ABSTRACT
Mucuna pruriens is a producer of pharmaceuticals ingredients, because it contains L-Dopa compound. That
compound can be used for the treatment of neurological disorders, anti-snake venom, increase weight and
muscle strength, male sexual vitality, as well as an anti-aging and de-worming in humans. This research
objective was to extract L-Dopa from the Mucuna prurienss seeds by use water as solvent. In addition, this study
also evaluated the effect of particle diameter on the concentration of extracted L-dopa, mass transfer coefficient
(kC), and effective diffusivity (De). The stages used in this study are raw material preparation, extraction and
analysis of L-Dopa. Extraction process was carried out in a stirred tank equipped by termometer. The analysis of
L-Dopa was done by measuring the absorbance use High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The
results showed that the smaller the particle diameter increasing the concentration of extracted L-Dopa. The
highest concentration obtained in particle diameter of 0.5 mm is equal to 1739.56 ppm. Value of effective
diffusivity (De) for various particle diameters (0.5, 0.675; 2.18, and 2.5 mm) is almost similar, De values aruond
-5
-5
2
2.99 x10 to 3.07x10 cm / minutes. While the value of mass transfer coefficient (kC) is inversely proportional to
-2
-2
2
the particle diameter. Range of kC values between 2.83 x10 to 3.98 x10 g/cm .minutes.
Key words : Mucuna prurienss seed, diffusivity, Extraction, Mass transfer coefficient, L-Dopa.

PENDAHULUAN
Mucuna pruriens mempunyai kandungan
nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan kacangkacangan yang lain. Berdasarkan hasil analisis
nutrisi pada beberapa varietas Mucuna yang
tersebar di seluruh Indonesia, Mucuna pruriens

memiliki kandungan protein sekitar 20,99%


hingga 36,98%. Di samping itu, biji Mucuna
pruriens juga mengandung senyawa L-Dopa
yang bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal,
untuk pengobatan penyakit gangguan syaraf

Pengaruh Diameter PartikelEni Budiyati dkk

123

(parkinson), anti bisa ular, meningkatkan bobot


dan kekuatan otot, vitalitas seksual pria, serta
sebagai zat anti-aging dan obat cacing pada
manusia (Eilitt, dkk. 2000).
Pengambilan L-Dopa dari biji kara benguk
(Mucuna pruriens) bisa dilakukan dengan proses
ekstraksi.
Ekstraksi
merupakan
proses
pemindahan suatu komponen di padatan atau
cairan ke dalam cairan yang lain atau zat
pelarut. Ekstraksi padat-cair sering disebut
dengan
leaching.
Kecepatan
leaching
menunjukkan kecepatan perpindahan zat
terlarut dari satu fase ke fase yang lain.
Beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain
ukuran partikel; jenis pelarut; suhu; dan
pengadukan. Menurut Pinelo, et. al. (2005),
beberapa variabel yang mempunyai pengaruh
cukup signifikan terhadap efisiensi kecepatan
transfer massa antara lain ukuran partikel, flow
rate solvent dan sample quantity.
Hasil proses ekstraksi merupakan suatu
fungsi seberapa cepat komponen dapat terlarut
dan kesetimbangan di dalam fase cair tercapai.
Ada empat tahap transfer massa yang terjadi di
dalam proses perpindahan zat terlarut dari
padatan ke badan utama cairan. Tahapan
tersebut adalah (1) perpindahan massa dari
mesopores ke macropores, (2) perpindahan
massa dari macropores ke permukaan padatan,
(3) perpindahan massa dari permukaan padatan
ke lapisan film cairan, dan (4) perpindahan
massa dari lapisan film cairan ke badan utama
cairan. Namun, berdasarkan besarnya tahanan
transfer massa maka dua tahapan bisa
diabaikan. Dalam hal ini difusi zat terlarut dari
padatan ke dalam pelarut memegang peranan
penting (Gertennbach 2001).
Beberapa
sistem
dipakai
untuk
menjalankan berbagai macam proses ekstraksi.
Pada umumnya leaching akan terjadi dalam
keadaan tidak ajeg (unsteady state) dan
keadaan ajeg (steady state). Proses leaching
yang ajeg (steady state) biasanya akan didapati
pada sistem kontinu. Proses leaching dapat
ditingkatkan dengan menggunakan aliran
berlawanan arah antara pelarut dan padatan,
sehingga menaikkan intensitas dan kesempatan
kontak antar kedua fase tersebut. Sistem yang
relatif sederhana adalah proses leaching batch,
yang termasuk kategori sistem tidak mantap.
Bentuk proses ekstraksi yang paling sederhana
adalah ekstraksi di dalam sebuah tangki
berpengaduk (Yogiswara 2008).
Berdasarkan penelusuran dan studi
pustaka yang telah dilakukan, sudah cukup
banyak penelitian yang membahas pengambilan
L-Dopa dari biji kara benguk dari tinjauan ilmu
pertanian, farmasi dan ilmu pangan. Di mana
penelitian-penelitian tersebut biasanya lebih
menitik-beratkan pada pembahasan mengenai

kandungan nutrisi, pemanfaatannya dalam


pengobatan maupun banyaknya L-Dopa yang
terambil dalam proses ekstraksi (belum
dilakukan pembahasan dari sisi engineering).
Myhrman et. al. (2000) melakukan ekstraksi
(diulang sebanyak empat kali) L-Dopa dari biji
kara benguk dengan pelarut air. Szabo et. al.
(2001) mengekstraksi L-Dopa dari biji kara
benguk dengan 0,1 N HCl dan etanol. Laurent
et. al. (2000) menggunakan air sebagai pelarut
di dalam sonication bath untuk mengekstraksi LDopa.
Siddhuraju
and
Becker
(2001)
mengekstraksi L-Dopa dengan pelarut 0,1 N HCl
di dalam sonication bath. Sedangkan penelitian
tentang L-Dopa dari sisi engineering dilakukan
oleh Yogiswara (2008) dengan pembahasan
mengenai persamaan prediksi konsentrasi LDopa, koefisien transfer massa volumetrik
berdasarkan korelasi bilangan tak berdimensi
dan prosentase berat (pelarut yang digunakan
adalah air).
Mucuna pruriens merupakan tanaman
yang tersebar luas dan dapat tumbuh dengan
baik di daerah tropis. Tanaman ini mempunyai
daun yang lebar dan merambat, panjang batang
hampir mencapai ukuran lengan orang dewasa.
Bentuk biji Mucuna pruriens seperti biji kacangkacangan yang lain, tetapi berukuran lebih
besar. Selain itu bijinya mempunyai warna yang
cukup banyak, yaitu: hitam, merah, merah
muda, cokelat, putih dan lain-lain (Ezeagu, et. al.
2003). Tanaman kara benguk ditunjukkan pada
Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Tanaman Kara Benguk

L-Dopa
dapat
digunakan
untuk
pengobatan
parkinson.
Senyawa
yang
mempunyai rumus kimia C9H11NO4 merupakan
senyawa amino non protein yang mempunyai
berat molekul 197,19 g/mol, titik leleh 270
o
sampai 284 C (Owen 2006). Pada keadaan
atmosferis, L-Dopa berupa padatan berwarna
putih, tidak berbau dan tidak berasa. L-Dopa

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 123-129

124

merupakan senyawa yang mudah larut dalam


suasana asam kuat seperti asam hidroklorida 3
N dan asam format, larut dalam air dan tidak
larut dalam etanol, benzen, kloroform dan etil
asetat . Sedangkan kelarutan L-Dopa dalam air
adalah 66 mg/ 40 mL dengan panjang
gelombang (UV) 220,5 nm dan 280 nm. Struktur
molekul L-Dopa ditunjukkan pada Gambar 2

O
H
O
H
O

NH2

O
H

Gambar 2. Struktur molekul L-Dopa

Ukuran partikel mempunyai pengaruh


yang signifikan terhadap ekstraksi atau leaching,
yaitu semakin kecil ukuran partikel, maka
kecepatan ekstraksi akan meningkat sehingga
yield total produk akan semakin besar. Hal ini
disebabkan karena semakin kecil ukuran partikel
(massa sama) maka luas permukaan kontak
antara padatan dan pelarut akan bertambah dan
jarak lintasan difusi zat terlarut di dalam partikel
padat semakin pendek sehingga zat terlarut
membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk
mencapai permukaan padatan (Landbo dan
Meyer 2001). Menurut Texeira (dalam Eilitt dkk.
2000), ukuran partikel (biji kara benguk)
mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap kecepatan ekstraksi L-Dopa. Dengan
ukuran partikel sekitar 1 mm, waktu ekstraksi 2
jam, jumlah L-Dopa yang terekstrak bisa
mencapai 80%.
Proses ekstraksi levodopa (L-dopa) dari
biji kara benguk pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan air sebagai pelarut,
dijalankan di dalam reaktor tangki berpengaduk
dengan pemanasan. Koefisien transfer massa
padat-cair dan difusivitas efektif diperlukan untuk
data perancangan alat-alat proses seperti
pelarutan, kristalisasi, ekstraksi dan fermentasi
(Fogler
2006).
Difusi
adalah
peristiwa
mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dari
bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah. Difusi merupakan salah
satu peristiwa perpindahan massa yang
prosesnya sering juga dilakukan dalam industriindustri. Proses difusi minimal melibatkan dua
zat, salah satu zat berkonsentrasi lebih tinggi
daripada zat lainnya atau dapat dikatakan dalam
kondisi belum setimbang, Keadaan ini dapat

menjadi driving force dari proses difusi. Difusi


akan terus terjadi hingga seluruh partikel
tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan, dimana perpindahan
molekul tetap terjadi walaupun tidak ada
perbedaan konsentrasi.
Perhitungan difusivitas efektif cukup
penting karena tidak semua area normal dari
padatan
memungkinkan
molekul
untuk
mendifusi, dan juga adanya kemungkinan variasi
porositas bahan. Koefisien transfer massa dan
difusivitas efektif tidak dapat diukur secara
langsung,
namun
dapat
dievaluasi
menggunakan model matematis yang sesuai
untuk mensimulasikan sistem. Data laboratorium
yang diambil adalah konsentrasi zat A (L-Dopa
terekstrak) sebagai fungsi waktu.
Dalam menyusun model matematis ini,
diambil beberapa asumsi antara lain: a).
Padatan berbentuk bola dengan jari-jari R
seperti terlihat pada Gambar 3, b). Proses
berlangsung pada suhu tetap, c). Ukuran
padatan tidak berubah, dan d). Pengadukan
dalam tangki sempurna sehingga konsentrasi
zat terlarut dalam larutan seragam.

r
r
r

Gambar 3. Elemen Volume pada Biji Kara Benguk

Neraca massa zat terlarut pada padatan di


dalam elemen volum (bidang yang diblok):
kecepaan

massa
masuk

4 r 2 NA

kecepaan

massa

keluar

4 r 2 NA

r r

kecepa tan


akumulasi

C A
(1)
4 r 2 r
t

Dan apabila Persamaan (4) tersebut dibagi


dengan 4r, akan diperoleh :
r 2 NA

r 2 NA
r

r r

r 2

Pengaruh Diameter PartikelEni Budiyati dkk

C A
t

(2)

125

Jika diambil limit r 0, maka Persamaan (2)


menjadi :

2
r N A r 2 C A
r
t

(3)

Berdasarkan hukum Fick :


NA D e

C A
r

(4)

Dan jika persamaan (4) tersebut disubstitusikan


ke Persamaan (3), diperoleh

2 C A 2 C A
1 C A

r 2
r r
D e t

(5)

Dengan kondisi batas sebagai berikut:


Initial condition
(6)

Boundary Condition:

C A
r

( R ,t )

CA (r, 0) = CA0

C A
r

(7)

kC *
C Ax C Ax
De

(8)

( 0, t )

C *Ax H C A (R, t)

(9)

Dengan C*Ax = konsentrasi zat terlarut yang


menempel pada permukaan padatan
Sehingga Persamaan (8) menjadi:

( R ,t )

kC
H C A (R, t ) C Ax
De

(10)

Neraca massa zat terlarut di dalam pelarut


dan padatan:
massa zat
massa zat
massa zat

terlarut
terlarut
di


terlarut di
dalam pelarut
fasepadat
fase padat

saat t

mula mula
saat t

W CAx W CAx 0 VS CA 0

3 VS
4 R3

Penyelesaian Persamaan (5), (6), (7)


dan (10) menggunakan metode Finite Difference
dengan metode eksplisit (Everstine 2010),
sedangkan Persamaan (12) dengan metode
Trapezoidals Rule (Fogler 2006). Nilai kC dan
De dioptimasi menggunakan metode HookeJeeves (Chapra and Canale 2009). Nilai kC dan
De dinyatakan optimal apabila memberikan
harga Error minimum. Error dihitung dengan
Persamaan berikut:

C data - C Ax hasil hitungan

Error Ax

C Ax data

(13)

BAHAN DAN METODE

Harga CAx dihitung dengan persamaan:

C A
r

Dengan:
3
CA = konsentrasi L-Dopa dalam padatan, g/ cm
CAx = konsentrasi L-Dopa dalam pelarut,
g L-Dopa /g pelarut
CAx0 = konsentrasi L-Dopa dalam pelarut,
mula-mula, g L-Dopa /g pelarut
R
= jari-jari partikel padatan, cm
T
= waktu, menit
2
De
=difusivitas efektif, cm /menit
2
kC
= koefisien transfer massa, g/ cm .menit
W
= massa solvent, g
3
VS
= volume padatan, cm

C A 4 r 2 dr (11)

Atau dapat disederhanakan sebagai berikut:


V
3 R

C Ax C Ax 0 S C A 0 3 C A r 2 dr (12)
W
R 0

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah biji kara benguk (Mucuna
pruriens DC.) dan akuabides. Akuabides
bdiperoleh dari CV. Asia Lab Yogyakarta,
sedangkan biji kara benguk diperoleh dari
daerah Boyolali.
Metode Percobaan
Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan,
yaitu tahap persiapan bahan baku, proses
ekstraksi, dan analisis hasil.
Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku dimulai dengan
proses pembersihan biji kara benguk untuk
menghilangkan kotoran yang terikut. Kemudian
digiling dan selanjutnya dimasukkan ke dalam
ayakan untuk memisahkan partikel padat (biji
kara benguk yang sudah digiling) berdasarkan
ukurannya. Sebelum digunakan dam proses
ekstraksi partikel padat tersebut dikeringkan
sampai diperoleh kadar air 8,8 %.
Proses Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan dengan
memasukkan 15 gram biji kara benguk dengan

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 123-129

126

diameter tertentu (sebagai variabel digunakan


diameter partikel 0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm) dan
500 mL air sebagai solvent ke dalam ekstraktor
(beaker glass). Kemudian proses ekstraksi
o
dijalankan pada suhu tetap (32 C) dengan
kecepatan pengadukan 470 rpm selama 1 jam.
Pada menit ke-5, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60
diambil sampel masing-masing sebanyak 5 mL.
Sampel tersebut kemudian disaring dengan
kertas saring dan disimpan dalam botol sampel.
Setelah itu sampel dianalisis kadar L-Dopanya.
Analisis Produk
Konsentrasi L-Dopa dalam sampel yang
diambil dari proses ekstraksi dianalisis dengan
mengukur absorbansinya menggunakan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC)
TM
Shimadzu
dengan jenis kolom adsorbosi
o
C18, suhu operasi 28 C, fase gerak 15%
asetonitril dalam aquades, detektor Shimadzu
SPD-10AV, kecepatan alir 1 mL/menit, dan
volume injeksi 20 L (Szabo and Tebbett 2000).
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan variabel
tetap tekanan (1 atm), kecepatan putaran
o
pengaduk (470 rpm), suhu (32 C), massa biji
kara benguk (15 gram), dan volume air sebagai
pelarut (500 mL). Data-data tersebut diambil
berdasarkan hasil penelitian sebelumnya.
Variabel bebas yang diambil dalam
penelitian proses ekstraksi L-Dopa dari biji kara
benguk ini adalah diameter biji kara benguk
yaitu 0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Pengaruh diameter biji kara benguk


o
(T = 32 C, S/L = 15 g/ 500 mL, N = 470
rpm)
No

Waktu
(menit)

1
2
3
4
5
6
7
8

0
5
10
20
30
40
50
60

Konsentrasi L-Dopa , ppm


0,50
mm
0
655
1200
1511
1608
1689
1723
1739

0,675
mm
0
605
1051
1363
1481
1558
1672
1702

2,18
mm

2,50
mm

0
501
825
927
1132
1262
1388
1435

0
466
654
832
1026
1214
1251
1384

Dari Tabel 1 dan Gambar 4 terlihat bahwa


secara keseluruhan, semakin kecil ukuran biji
kara benguk yang digunakan, konsentrasi LDopa dalam air (sebagai pelarut) semakin besar.
Hal ini disebabkan karena dengan ukuran biji
kara benguk yang semakin kecil, maka luas
permukaan kontak antara biji kara benguk
dengan pelarut semakin besar sehingga
kecepatan transfer massa juga semakin besar.
Disamping itu, semakin kecil diameter biji kara
benguk yang digunakan, maka jarak atau
lintasan difusi dari dalam biji kara benguk ke
permukaan biji kara benguk juga semakin
pendek sehingga akan memperbesar kecepatan
perpindahan massa. Hasil ini sesuai dengan
yang dilakukan oleh Yogiswara (2008) yang
memvariasikan diameter biji kara benguk,
dimana L-Dopa terekstrak akan meningkat
dengan semakin kecil ukuran biji kara benguk
yang digunakan.

Konsentrasi L-Dopa dalam pelarut


(sampel) ditentukan dengan membandingkan
luas area kurva pada hasil analisis sampel
dengan luas area kurva pada grafik kurva
standar. Grafik kurva standar merupakan grafik
hubungan luas area kurva larutan standar
dengan konsentrasi.
Pengaruh Ukuran (Diameter) Biji Kara
Benguk
Ukuran (diameter) biji kara benguk
berpengaruh pada luas permukaan padatan
sehingga akan berpengaruh pada luas kontak
antara biji kara benguk dan pelarut. Variasi
ukuran partikel yang dilakukan pada penelitian
ini adalah 0,50; 0,675; 2,18; dan 2,50 mm. Hasil
laboratorium yang menunjukkan pengaruh
diameter biji kara benguk terhadap konsentrasi
L-Dopa hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1
dan Gambar 4 berikut:

Gambar 4. Hubungan antara konsentrasi L-Dopa


dalam pelarut dengan waktu pada
berbagai ukuran biji kara benguk

Pengaruh Diameter PartikelEni Budiyati dkk

127

Gambar 4 juga menunjukkan adanya


penurunan gradien kurva terhadap waktu. Hal ini
disebabkan karena semakin lama konsentrasi di
cairan semakin mendekati konsentrasi jenuhnya
(gradien konsentrasi semakin kecil) sehingga
kecepatan transfer massa semakin kecil.
Kecepatan transfer massa ditentukan oleh
adanya perbedaan (driving forc) dari keadaan
kesetimbangan (Smith and Van Ness 2001).
Dari kurva dapat disimpulkan waktu optimal
untuk proses ekstraksi L-Dopa dari biji kara
benguk adalah 20-40 menit.
Hasil Perhitungan CAx, error, De dan kc pada
Berbagai Diameter Biji Kara Benguk
Nilai De dan kc dapat ditentukan dengan
menggunakan model matematis yang sesuai
untuk mensimulasikan sistem yang ditinjau
berdasarkan data fisik di laboratorium. Data
laboratorium yang diambil adalah konsentrasi
zat A (L-Dopa terekstrak) sebagai fungsi waktu.
Perhitungan CAx menggunakan metode Finite
Difference (eksplisit) dan Trapezoidals Rule .
Sedangkan nilai kC dan De dioptimasi
menggunakan metode Hooke-Jeeves. Nilai kC
dan De dinyatakan optimal apabila memberikan
harga Error minimum. Konsentrasi L-Dopa
terlarut dalam air hasil perhitungan matematis,
nilai De, kc dapat dilihat pada Tabel 2.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa rerata error
yang dihasilkan cukup kecil, yaitu 0,0118. Hal ini
berarti bahwa model matematis yang digunakan
sudah cukup sesuai. CAx hitungan digunakan
untuk menentukan nilai De dan kc. Nilai
difusivitas efektif (De) untuk variabel diameter
biji kara benguk (0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm)
yang dihasilkan dalam optimasi secara umum
5
5
hampir sama yaitu 2,99.10 sampai 3,07.10
2
cm /menit. Jadi diameter biji kara benguk relatif
tidak mempengaruhi nilai difusifitas efektif (De)
karena De hanya dipengaruhi oleh sifat fisis biji
kara benguk dan suhu.
Gambar 5 menunjukkan untuk diameter
0,0675 cm diperoleh hasil konsentrasi L-Dopa
terekstrak yang tidak jauh berbeda dengan 0,05
cm (slope di awal naik drastis). Peristiwa ini
terjadi karena untuk ukuran biji kara benguk
yang relatif sangat kecil, lintasan atau jarak
difusi dari dalam biji kara benguk sangat kecil
dan transfer massa secara konveksi lebih
menentukan atau mengontrol.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
nilai atau harga koefisien transfer massa (kc)
berbanding terbalik dengan diameter biji kara
benguk. Pengaruh diameter biji kara benguk
terhadap kc dapat dilihat pada Gambar 6
berikut.

Tabel 2. Hasil perhitungan CAx, error, De dan kc pada


berbagai diameter biji kara benguk (suhu =
o
32 C, S/L = 15 g/ 500 mL, N = 470 rpm)
Konsentrasi L-Dopa, ppm
Waktu
(menit) 0,5 mm
CAx hit

0,675
mm

2,18 mm

2,5 mm

CAx hit

CAx hit

CAx hit

0,0

0,0

0,0

0,0

707,7

622,1

521

459,7

10

1088,6

987,1

728,5

647,1

20

1452,7

1375,5

985,5

886,1

30

1583,9

1539,0

1151,2

1045,8

40

1631,2

1607,8

1269,5

1163,9

50

1648,3

1636,8

1357,8

1255,6

60

1654,4

1649,0

1425,1

1328,5

error

0,0223

0,0091

0,0201

0,0175

De
kc

2,99E05
3,98E02

3,06E-05
3,58E-02

3,04E3,07E-05
05
3,08E2,83E-02
02

Total error

0,0473

Rerata error

0,0118
2

De dalam cm /menit dan kc dalam g/cm .menit

Gambar 5. Hubungan antara CAx data dan CAx


hit dengan waktu pada berbagai
diameter biji kara benguk.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 123-129

128

Gambar 6. Hubungan antara koefisien tansfer massa


(kc) dengan diameter biji kara benguk

Dari Gambar 6 terlihat bahwa nilai


koefisien transfer massa turun dengan kenaikan
ukuran (diameter) biji kara benguk. Hal ini
dikarenakan dengan
semakin kecil butiran
partikel (untuk massa padatan yang sama),
maka jumlah butiran partikel semakin banyak
sehingga luas permukaan kontak dan olakan
(turbulensi) partikel lebih besar. Turbulensi yang
besar akan menurunkan tebal lapisan film,
sehingga tahanan transfer massa pada lapisan
film turun yang artinya koefisien transfer massa
(kc) menjadi lebih besar. Sebagai dampak
kenaikan koefisien transfer massa diperoleh
konsentrasi L-Dopa yang terekstrak akan
meningkat. Hal ini dikarenakan dengan adanya
kenaikan kc berarti laju perpindahan massa
senyawa L-Dopa dari dalam biji kara benguk ke
dalam pelarut (air) menjadi lebih cepat.
KESIMPULAN
Diameter biji kara benguk mempunyai korelasi
berbanding terbalik terhadap konsentrasi LDopa terekstrak. Demikian pula hubungan
antara diameter biji kara benguk dengan
koefisien transfer massa (k C). Sedangkan nilai
difusivitas efektif cenderung konstan dengan
perubahan ukuran biji kara benguk. Pada
penelitian diperoleh nilai De berkisar antara
2,99.105
sampai
3,07.105
cm2/menit
sedangkan nilai kC berkisar antara 2,83.10-2
-2
2
sampai 3,98.10 g/cm .menit.
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, S. dan Canale, R., 2009, Numerical
Methods for Engineers, McGraw-Hill
Education

Eilitt, M., Bressani, R., Carew, L. B., Carsky, R.


J., Flores, M., Gilbert, R., Huyck, L., StLaurent, L., dan Szabo, N. J., 2000,
Mucuna pruriens asa a Food and Feed
Crop: An Overview, International Cover
Crops Clearinghouse, 1, 18-45.
Everstine, G. 2010. Numerical Solution of Partial
Differential Equations : Finite Difference
Method, Gaithersburg, Maryland
Ezeagu, I.E., Maziya-Dixon, B., and Tarawali, G.
2003. Seed Characteristics and Nutrient
and Antinutrient Composition of 12
Mucuna pruriens Accessions from Nigeria,
Tropical and Subtropical Agroecosystems,
1, 129-139.
Fogler, H.S. 2006. Elements of Chemical
Reacton Engineering, 4rd ed., Pearson
Education, Inc., Upper Saddle River, New
Jersey
Gertennbach, D. D. 2001. Solid-Liquid Extraction
Technologies
for
Manufacturing
Nutraceuticals from Botanical, CRC Press
Inc., Boca Raton, FL.
Landbo, A. K., and Meyer, A. S. 2001. EnzymeAssisted Extraction of Antioxidative
Phenols from Black Currant Juice Press
Residues (Ribes ningrum), Journal of
Agricultural and Food Chemistry, 49,
3169-3177.
Myhrman, R. 2000. Detection and Removal of LDopa in the Legume Mucuna pruriens,
International Cover Crops Clearinghouse,
1, 142-162
Owen, Sonia. 2006. Material Safety Data Sheet,
Spectrum Chemical, New Jersey.
Pinelo, M., Del Fabbro, P., Manzocco, L.,
Nez, M. J., dan Nicoli, M. C. 2005.
Optimization of Continuous Phenol
Extraction from Vitis Vinivera Byproducts,
Food Chemistry, 92, 109-117.
Sediawan, W.B., Prasetya, A. 1997. Pemodelan
Matematis dan Penyelesaian Numeris
dalam Teknik Kimia, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Szabo, N. J. and Tebbett, I. R. 2000. The
Chemistry and Toxicity of Mucuna pruriens
Species, International Cover Crops
Clearinghouse, 1, 120-141.
rd
Treybal, R. E. Mass Transfer Operation., 3 ed.,
McGraw_Hill Book Company, Ltd., Tokyo.
Yogiswara, D. 2008. Pengambilan Levodopa
pada Biji Kara Benguk (Mucuna proriens)
dengan Cara Ekstraksi, Tesis diajukan
pada Fakultas Teknik Pascasarjana UGM,
Yogyakarta.

Pengaruh Diameter PartikelEni Budiyati dkk

129

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71 146

130

PEMBUATAN SARUNG TANGAN DARI LATEKS ALAM YANG


DIVULKANISASI RADIASI DAN BELERANG
(PREPARATION OF GLOVES FROM RADIATION PRE-VULCANIZED AND SULPHURVULCANIZED NATURAL RUBBER LATEX)

Marsongko
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-BATAN
Jl. Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta-Selatan
E-mail : marsong@batan.go.id
Received : 3 Mei 2013; revised : 2 Agustus 2013; accepted : 19 Agustus 2013

ABSTRAK
Pembuatan sarung tangan dari lateks vulkanisasi radiasi dan belerang telah dilakukan. Kondisi optimal
pembuatan sarung tangan yang meliputi kadar bahan penggumpal, formulasi kompon lateks, proses
pemanasan, dan pencucian disesuaikan dengan kondisi peralatan yang ada. Pengeringan sarung tangan
dilakukan dalam oven pada suhu 130C selama 0 menit, 4 menit, 8 menit, 12 menit, 16 menit, 20 menit, 24
menit, dan 28 menit. Parameter yang diamati meliputi sifat fisik dan mekanik sarung tangan. Sarung tangan yang
dihasilkan baik dari lateks alam vulkanisasi radiasi maupun vulkanisasi belerang kualitasnya memenuhi Standar
Nasional Indonesia, yaitu sarung tangan karet sekali pakai untuk pemeriksaan kesehatan (SNI 16-2623-2002)
dan sarung tangan karet steril sekali pakai untuk keperluan pemeriksaan bedah (SNI 16-2622-2002).
Kata kunci : Sarung tangan, Lateks pra-vulkanisasi radiasi, Lateks vulkanisasi belerang

ABSTRACT
Preparation of gloves from radiation pre-vulcanized and sulphur-vulcanized natural rubber latex have been
carried out. The optimum condition processing of gloves such as concentration of coagulant, formulation of latex
compound, heating, and leaching process were carried out according to the condition of equipment facilities.
Heating of gloves were carried out at 130C for 0 minutes, 4 minutes, 8 minutes, 12 minutes, 16 minutes, 20
minutes, 24 minutes, and 28 minutes in the oven. The parameters such as physical and mechanical properties
have been evaluated. Gloves are produced either from radiation pre-vulcanized and sulphur-vulcanized natural
rubber latex quality meets the Indonesia National Standard disposable rubber gloves for medical inspection (SNI
16-2623-2002) and rubber gloves disposable sterile surgery for the purposes of inspection (SNI 16-2622-2002).
Key word : Gloves, Radiation pre-vulcanization latex, Sulphur vulcanized latex

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara produsen karet
alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand.,
Luas perkebunan karet pada tahun 2011
mencapai 3,456 juta hektar dengan produksi
diperkirakan mencapai 3,088 juta ton (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2012). Karet alam
merupakan sumber devisa negara, disamping
untuk kebutuhan dalam negeri. Pada tahun
2012, nilai ekspor karet alam sebesar 2,45 juta
ton (GAPKINDO 2013).
Karet alam diperoleh dari getah pohon
karet (Hevea brasiliensis) yang disebut lateks.
Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan
bukan karet yang terdispersi dalam air, yaitu

fraksi karet 30% sampai dengan 40%, air 58%


sampai dengan 68%, dan sisanya bahan-bahan
bukan karet yang terdiri dari protein, lemak, ionion logam, dan lain-lain. Lateks kebun
mengandung kadar karet kering (KKK) berkisar
antara 20% sampai dengan 40%. Untuk
pembuatan barang-barang dari lateks, misalnya
sarung tangan, kondom, tensimeter, dan lainlain, lateks kebun perlu diolah terlebih dahulu
menjadi lateks pekat agar diperoleh KKK yang
lebih tinggi, sehingga produk barang jadi karet
mempunyai sifat-sifat yang lebih baik (Sugianto
1983). Barang jadi karet yang meliputi sarung
tangan, kondom, balon udara, dan karet untuk

Pembuatan Sarung Tangan.Marsongko

131

tensimeter adalah barang karet yang dibuat dari


lateks alam maupun sintetis dengan cara
pencelupan. Barang jadi karet yang dibuat dari
lateks mentah mempunyai sifat fisika yang
kurang baik, misalnya tidak tahan perubahan
suhu dan pelarut, kekuatan mekanik rendah,
perpanjangan putus terlalu tinggi, dan mudah
lengket. Agar lateks alam dapat dibuat menjadi
barang-barang karet untuk keperluan industri,
maka lateks karet alam harus divulkanisasi
terlebih dulu. Vulkanisasi terhadap lateks alam
dapat
meningkatkan
tegangan
putus,
perpanjangan putus, dan ketahanan terhadap
panas maupun pelarut. Proses vulkanisasi
secara konvensional dibuat dengan cara
menambahkan dispersi belerang sebagai bahan
pemvulkanisasi,
ZDBC
(Zinc
Dibutyl
Dithiocarbamate) sebagai bahan pencepat, zeng
oksida (ZnO) sebagai bahan penggiat, dan
diperam pada suhu 40C selama 3 hari sampai
dengan 4 hari (Gordon 1995)
Permasalahan yang timbul dari produk
barang jadi lateks karet alam khususnya sarung
tangan adalah adanya nitrosamin dan protein
alergen yang terkandung di dalamnya.
Nitrosamin adalah
salah
satu
kelompok
senyawa nitroso yang mengandung gugus NN=O yang mudah larut dalam air dan bersifat
karsinogen (Hasan 1997) atau bahan penyebab
kanker yang berasal dari bahan pencepat yang
digunakan pada vulkanisasi belerang. Protein
dalam lateks karet alam dapat menyebabkan
protein alergen. Protein alergen dalam sarung
tangan yang dibuat dari lateks vulkanisasi
radiasi lebih banyak dapat dihilangkan atau
diekstraksi dibandingkan dengan yang terbuat
dari lateks vulkanisasi yang ditambah aditif
(Parra, et al. 2005). Senyawa nitrosamin dan
protein alergen tersebut dapat mengganggu
kesehatan manusia, antara lain penyebab
kanker dan alergi. Hal ini merupakan kendala
pemasaran barang jadi lateks karet alam
khususnya untuk ekspor (Utama 1995). Oleh
karena itu untuk mengurangi kadar protein pada
barang jadi karet dapat dilakukan dengan 3
metode, yaitu klorinasi, enzym, dan metode
radiasi (Utama dkk 2003).
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan
Radiasi
(PATIR)-BATAN,
Jakarta
telah
mempunyai
iradiator lateks (1983) dengan
60
menggunakan sumber radiasi Co yang dapat
mengolah lateks alam menjadi lateks alam
iradiasi dengan kapasitas 1500 kg setiap 20 jam.
Takasaki
Radiation
Chemistry
Research
Establishment,
JAERI,
Jepang,
telah
menggunakan mesin berkas elektron (MBE)
dengan energi 250 keV dan arus 10 mA sebagai
sumber radiasi untuk memproduksi lateks karet
alam iradiasi (Makuuchi 2003).

Pengaruh dosis iradiasi terhadap lateks


alam iradiasi telah diteliti melalui uji kuat tarik,
kelarutan, dan struktur materi menggunakan
atomic force microscopy. Beberapa formulasi
campuran menunjukkan peningkatan yang
signifikan terhadap keuletan campuran dengan
PMMA murni tanpa menurunkan modulus dan
tegangan putusnya (Cangialosi, et al. 2002).
Penggunaan
lateks
alam
iradiasi
mempunyai keunggulan karena disamping tidak
memakai bahan vulkanisasi yang mengandung
senyawa penyebab nitrosamin, lateks yang
dihasilkan lebih stabil dalam penyimpanannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
makalah ini akan dibahas tentang perbandingan
proses pembuatan sarung tangan dari lateks
alam yang divulkanisasi radiasi maupun
belerang serta evaluasi sifat-sifat fisik dan
mekanik sarung tangan tersebut. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan proses
pembuatan sarung tangan yang lebih sederhana
dan lebih murah, namun sifat fisik dan mekanik
sarung tangan yang dihasilkan tetap memenuhi
Standar Nasional Indonesia.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang dipakai adalah lateks kebun
dari PTPN VIII, Jalupang, Subang, Bandung,
yang telah divulkanisasi radiasi di PATIRBATAN, Jakarta dan kemudian dipekatkan di
PTPN VIII, Jalupang.
Iradiasi lateks alam
dilakukan pada dosis 25 kGy, dengan sumber
radiasi gamma 60Co. Spesifikasi lateks alam
vulkanisasi radiasi (lateks pekat pra-vulkanisasi)
terlihat pada Tabel 1.
Bahan kimia untuk pembuatan sarung
tangan dari lateks vulkanisasi belerang antara
lain
belerang,
ZDBC
(Zinc
Dibutyl
Dithiocarbamate),
BHT
(2,6-Di-tert.butyl-4methyl-phenol), Ca(NO3)2 (kalsium nitrat), dan
KOH (kalium hihroksida).
Alat
Gilingan peluru (ball mill) diperlukan untuk
mendispersikan zat-zat ramuan lateks yang
berupa serbuk dan tidak larut dalam air. Alat
pengaduk untuk pembuatan kompon lateks.
Cetakan sarung tangan yang terbuat dari
porselin dan tensile tester Strograph-R1 buatan
Toyoseiki Jepang untuk uji sifat fisik dan
mekanik film karet sarung tangan.
Metode
1.
Pembuatan
kompon
lateks
alam
vulkanisasi belerang
Bahan kimia yang dipakai untuk membuat
kompon lateks belerang terdiri dari belerang

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 131-136

132

(vulkanizat), ZnO (penggiat), ZDBC (pencepat),


BHT (anti oksidan), KOH (pemantap), pewarna,
dan larutan Darvan. Bahan-bahan kimia tersebut
dicampur dengan menggunakan gilingan peluru
dan diputar selama 24 jam.Setelah digiling,
campuran serbuk ramuan lateks dan air akan
menjadi dispersi. Dispersi
selanjutnya
ditambahkan ke dalam lateks pekat, diaduk
dengan kecepatan 25 rpm selama 1 jam dan
dibiarkan (diperam) selama 4 hari pada suhu
40C, sehingga menghasilkan kompon lateks
vulkanisasi belerang untuk pembuatan sarung
tangan.
Tabel 1. Spesifikasi teknis lateks pekat (LP) dan
lateks pekat pra-vulkanisasi radiasi (LPVR)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sifat lateks
Kadar amonia, %
Kadar karet kering (KKK), %
Kadar jumlah padatan (KJP), %
KJP-KKK
Bilangan VFA
Bilangan KOH
pH
Kadar Mg, %
Kekentalan, cp.

LP
0,70
60,0
61,5
1,5
0,0226
0,06
10,00
0,15
90

LPVR
0,83
60,59
61,82
1,23
0,0223
0,63
10,12
0,12
90

2. Pembuatan kompon lateks alam iradiasi


Lateks alam iradiasi dicampur dengan
dispersi antioksidan BHT dan diaduk sampai
homogen, selanjutnya kompon lateks ini siap
dipakai untuk pembuatan sarung tangan dengan
proses pencelupan.

3. Proses pembuatan sarung tangan


Diagram alir pembuatan sarung tangan
tertera pada Gambar 1. Cetakan sarung tangan
sebelum dipakai dicuci lebih dahulu (a),
dikeringkan
(b),
dicelupkan
ke
dalam
penggumpal (c), dikeringkan (d), dicelupkan ke
dalam kompon lateks (e), pengeringan (f), dibuat
ring (g), pencucian (h), diberi bedak (i), dikupas
(j), divulkanisasi dalam pemanas putar (tumbler)
(k), dan yang terakhir uji kualitas (l).
Gambar 1. adalah diagram alir proses
pencelupan pembuatan sarung tangan. Diagram
ini menunjukkan bahwa untuk membuat sarung
tangan dari kompon lateks baik dari kompon
lateks yang divulkanisasi belerang maupun
kompon lateks iradiasi ada 11 tahap yang harus
dilalui, mulai dari pencucian cetakan sampai ke
pengujian sarung tangan yang dihasilkan.
Vulkanisasi
radiasi
lateks
alam
tidak
membutuhkan penambahan bahan pencepat
seperti yang digunakan pada proses vulkanisasi
belerang. Lateks alam yang diradiasi akan
terbentuk lateks karet alam yang berikatan
silang.
Tabel 2. menunjukkan perbandingan
komposisi kompon lateks alam vulkanisasi
belerang dan lateks alam vulkanisasi radiasi.
Selanjutnya, proses pembuatan sarung tangan
dengan menggunakan lateks vulkanisasi
belerang dan lateks vulkanisasi radiasi dari
proses pencelupan relatif sama.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan sarung tangan dengan cara vulkanisasi belerang dan vulkanisasi radiasi

Pembuatan Sarung Tangan.Marsongko

133

Tabel 2.

Komposisi Lateks Alam Vulkanisasi


Belerang (LAVB) Dan Lakes Alam
Vulkanisasi Radiasi (LAVR)

Bahan kimia, psk

LAVR
LAVB

1. Dispersi 50% Belerang


2. Dispersi 50% ZnO
3. Dispersi 50% ZDBC
4. Dispersi 30% BHT
5. Larutan 20% KOH
6. Larutan Darvan (pendispersi)
7. Pewarna

Sb

Si

Sb

Si

1,5
0,5
1,5
1,0
0,2
0,1
0,1

1,0
0,4
1,0
1,0
0,2
0,1
-

1,0
0,1

1,5
-

psk = per seratus berat karet;


Sb=sarung tangan bedah,
Si=Sarung tangan industri.

4. Uji sifat fisik dan mekanik Film karet


sarung tangan
Pengujian sifat fisik dan mekanik film karet
sarung tangan seperti modulus, perpanjangan
putus, tegangan putus dilakukan pada
kecepatan 10 mm/menit dengan alat Tensile
Tester Strograph-R1, buatan Toyoseiki, Jepang,
sesuai dengan metode ASTM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Pembuatan Sarung Tangan
Sebelum dilakukan pencelupan cetakan
sarung tangan ke dalam lateks, ada beberapa
tahapan penting untuk persiapan bahan-bahan,
yaitu:
1. Lateks pekat
Dua jenis lateks pekat yang digunakan
yaitu lateks pekat pusingan berbahan pengawet
amonia tinggi (high ammonia latex) dan lateks
pekat pusingan berbahan pengawet amonia
rendah (low ammonia latex) dicampur dengan
bahan pengawet sekunder TMTD (Tetramethyl
Thiuram Disulfide) atau ZnO (Low Ammonia
Latex LA-TZ). Dalam hal ini, pembuatan barang
jadi karet sebaiknya menggunakan lateks pekat
pusingan berbahan pengawet amonia tinggi,
karena lebih dari 90% lateks pekat yang ada di
pasaran menggunakan lateks pekat cara
pemusingan. Disamping itu, dengan cara
pemusingan, bahan kimia bukan karet lebih
sedikit dari pada cara yang lain.
2. Bahan kimia vulkanisasi
Pada umumnya, bahan kimia yang
dibutuhkan untuk proses vulkanisasi belerang
(Gambar 1. dan Tabel 2.) ada 7 macam, yaitu
bahan
vulkanisasi
(belerang),
pencepat,
penggiat, antioksidan, pendispersi, penstabil,
dan pewarna (kalau diperlukan), yang menurut

James (2000) tidak saja dapat menimbulkan


karsinogen tetapi juga berpotensi menimbulkan
alergi tipe IV pada kulit manusia. Pada proses
pembuatan sarung tangan dengan lateks
vulkanisasi radiasi hanya ada penambahan
bahan
antioksidan
yang
diyakini
tidak
menimbulkan karsinogen dan alergi tipe II. Hal
ini mencirikan bahwa lateks pekat pravulkanisasi radiasi di samping aman, juga lebih
hemat bahan kimia.
3. Pembuatan kompon lateks
Kompon lateks adalah campuran lateks
pekat atau lateks iradiasi dengan bahan kimia.
Tujuh bahan kimia yang telah dibuat dispersi
dicampurkan dengan lateks dan diaduk hingga
homogen. Tabel 2. adalah contoh formulasi
pembuatan kompon lateks baik dari lateks pekat
maupun dari lateks iradiasi. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa ada 7 macam bahan kimia
yang dibutuhkan untuk membuat kompon lateks
belerang, sedangkan kompon lateks iradiasi
hanya memerlukan 2 macam. Hal yang sangat
penting pada penyusunan formulasi untuk
pembuatan kompon lateks adalah pembuatan
dispersi bahan kimia sebelum dicampur dengan
lateks. Pembuatan kompon lateks pekat pravulkanisasi radiasi caranya lebih sederhana,
yaitu lateks pekat pra-vulkanisasi radiasi setelah
ditambah dengan bahan antioksidan berupa
dispersi dibiarkan selama 1 malam dan langsung
dapat digunakan untuk pembuatan sarung
tangan.
Ikatan silang yang dihasilkan dengan
vulkanisasi radiasi terjadi jauh lebih kuat
daripada yang dihasilkan dengan vulkanisasi
belerang, karena pada vulkanisasi radiasi
pengikatan silang terjadi langsung antara atom
karbon tanpa melalui atom belerang (energi ikat
C-C = 58,6 kkal/mol dan C-S = 27,5 kkal/mol)
(Gambar 2.) (Sundardi, et al. 1987).

Gambar 2. Ikatan silang hasil vulkanisasi belerang


dan vulkanisasi radiasi

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 131-136

134

Pencucian lapisan lateks / film karet sarung


tangan
Lapisan lateks/film karet yang dihasilkan
sangat berpengaruh terhadap sifat fisik film karet
tersebut. Pencucian dapat dilakukan sebelum
atau sesudah pembuatan cincin, bahkan setelah
pencelupan ke lateks pun juga dapat dilakukan,
misalnya pada pembuatan sarung tangan
bedah, pencucian dilakukan setelah pencelupan
ke kompon lateks. Pada pembuatan sarung
tangan secara manual, pencucian dilakukan
setelah pengeringan dan pembuatan cincin.
Sifat fisik dan mekanik film karet sarung tangan
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. ini menunjukkan bahwa waktu
perendaman di dalam air panas 100C selama
30 menit meningkatkan tegangan putus dan
modulus 600%, yaitu untuk film karet vulkanisasi
2
belerang masing-masing dari 291,03 kg/cm
2
2
menjadi 315,61 kg/cm dan dari 24,52 kg/cm
2
menjadi 25,43 kg/cm , sedangkan untuk film
karet vulkanisasi radiasi masing-masing dari
199,88 kg/cm2 menjadi 263,42 kg/cm2 dan dari
16,56 kg/cm2 menjadi 21,69 kg/cm2. Tujuan
pencucian adalah mengurangi kotoran dan
bahan kimia, bukan karet yang berada dalam
lapisan lateks atau film karet. Pencucian dengan
air panas disamping film karetnya lebih

transparan, juga tegangan putusnya lebih tinggi


dibandingkan tanpa perlakuan pencucian. Hal ini
karena adanya vulkanisasi tambahan setelah
perendaman dalam air panas.
Sarung tangan yang diproduksi dari lateks
vulkanisasi radiasi, disamping memiliki sifat
mekanik yang cukup memenuhi standar
pemakaian, juga kekerasannya rendah yaitu
sekitar 35 Shore A sebelum perendaman dan 38
Shore A sesudah perendaman dalam air panas.
Selain itu, sarung tangan yang dihasilkan dapat
dipakai lebih nyaman karena lebih lunak. Sarung
tangan baik yang dibuat dari lateks vulkanisasi
radiasi maupun vulkanisasi belerang mempunyai
tegangan putus yang memenuhi standar karena
nilainya lebih tinggi dibandingkan yang terdapat
pada SNI 16-2622-2002 dan SNI 16-2623-2002
(Tabel 4).
Pengeringan di dalam tumbler
Pengeringan yang dilakukan di dalam
tumbler
tujuannya
adalah
untuk
menyempurnakan vulkanisasi dan mengurangi
bedak yang masih banyak dalam sarung tangan.
Suhu operasional tumbler sekitar 80C sampai
dengan 100C, dengan waktu 10 menit sampai
dengan 30 menit tergantung jenis kompon lateks
yang digunakan.

Tabel 3. Sifat fisik dan mekanik film karet sarung tangan dari lateks vulkanisasi belerang dan radiasi,
sebelum dan sesudah perendaman dalam air panas 100C selama 30 menit.
Vulkanisasi belerang
Sebelum
Sesudah
perendaman perendaman

Jenis pengujian
2

Modulus 300%, kg/cm


2
Modulus 600%, kg/cm
2
Tegangan putus, kg/cm
Perpanjangan putus, %
Permanen set, %
Kekerasan, Shore A

8,83
24,52
291,03
1000
6,67
37

Vulkanisasi radiasi
Sebelum
Sesudah
perendaman perendaman

8,11
25,43
315,61
1000
6,67
40

5,93
16,56
199,88
973
6,67
35

7,02
21,69
263,42
997
6,67
38

Tabel 4. Kualitas sarung tangan menurut SNI 16-2622-2002 dan SNI 16-2623-2002
SNI 16-2622-2002

Sifat

Tegangan
putus,
2
Mpa ( kg/cm )
Perpanjangan
putus, %

Sebelum
pengusangan

SNI 16-2623-2002

Pengusangan
(70 2C), 7 hari

Sebelum
Pengusangan

Pengusangan
(70 2C),
7 hari

Tipe1

Tipe 2

Tipe1

Tipe 2

23/(230)

17/(170)

17/(170)

12/(120)

21/(210)

16/(160)

700

550

560

490

700

500

Pembuatan Sarung Tangan......................................................Marsongko

135

Untuk mendapatkan tegangan maksimum


film karet sarung tangan dengan menggunakan
kompon lateks vulkanisasi belerang memerlukan
waktu sekitar 20 menit pada suhu 130C,
sementara itu dengan menggunakan kompon
lateks vulkanisasi radiasi hanya 8 menit pada
suhu 130C (Gambar 3). Hal ini karena kompon
lateks pra-vulkanisasi radiasi merupakan lateks
yang sudah divulkanisasi awal lebih sempurna
daripada kompon lateks vulkanisasi belerang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses
pembuatan sarung tangan menggunakan
kompon lateks pra-vulkanisasi radiasi lebih
hemat energi panas.

Tegangan putus, kg/cm 2

280

Vulkanisasi radiasi

240
200
160
120

Vulkanisasi
belerang

80
40
0
0

12

16

20

24

28

Waktu pengeringan (130 C), menit

Gambar 3. Pengaruh waktu pengeringan terhadap


tegangan putus film karet sarung tangan
yang divulkanisasi belerang dan radiasi.

KESIMPULAN
Pada pembuatan sarung tangan dari
kompon lateks iradiasi, pemakaian bahan kimia
dan energi panas lebih sedikit bila dibandingkan
dengan kompon lateks vulkanisasi belerang,
serta pelaksanaan pengolahan lebih sederhana
dan mudah dikontrol. Untuk mendapatkan
tegangan maksimum film karet sarung tangan
dengan
menggunakan
kompon
lateks
vulkanisasi belerang memerlukan waktu sekitar
20 menit pada suhu 130C, sementara itu
dengan
menggunakan
kompon
lateks
vulkanisasi radiasi hanya 8 menit pada suhu
130C. Perendaman di dalam air panas 100C
selama 30 menit, meningkatkan tegangan putus
dan modulus 600%, baik film karet vulkanisasi
belerang maupun film karet vulkanisasi radiasi.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM D. 412. Test for rubber properties in
tension.
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2002.
Sarung tangan karet, sekali pakai

untuk
keperluan
pemeriksaan
kesehatan, SNI. 16-2623-2002.
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2002.
Sarung tangan karet steril, sekali
pakai untuk keperluan pemeriksaan
bedah. SNI. 16-2622-2002).
Cangialosi, D., P. Fuochi, M. Lavalle, P.T.
Mcgrail, G. Emmerson, and Spadaro.
2002.
Electron
beam
induced
polymerization of MMA in the presence
of rubber a novel process to produce
tough materials. Radiation Physics and
Chemistry 63: 63-68.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik
perkebunan karet Indonesia 20072012.
GAPKINDO. 2013. Ekspor karet : Gapkindo
proyeksikan ekspor karet tahun ini naik
5,3%. Http://www.bumn.go.id. (Diakses
26 Pebruari 2013)
Gordon, B. 1995. Blue Book. Akron: Lipocont &
Peto Inc.
Hasan, M. 1997. Indentifikasi protein alergen
pada lateks dan sarung tangan asal
lateks dengan teknik Elisa dan
Imunobloting. Skripsi. Jurusan Kimia F.
MIPA, IPB. Bogor.
James, S., M.D. Tailor, and Y.H. Leong. 2000.
Cutaneus reaction to rubber. Rubber
Chemistry and Technology 73(3): 428479.
Makuuchi, K. 2003. An introduction to radiation
vulcanization of natural rubber latex.
Bangkok: T.R.I Global Co., Ltd.
Parra, D.F., C.F.P. Martin, H.D.C Collantes, and
A.B. Lugao. 2005. Extractable proteins
from field radiation vulcanized natural
rubber latex. Nucl. Inst. Meth. Phys.
Res. 236: 508-512.
Sugianto. 1983. Pembuatan barang-barang
karet dari lateks. Balai Penelitian
Perkebunan Bogor. Tidak dipublikasi.
Sundardi, F., M. Utama, M. Sumarti, dan S.U.
Sholikhati. 1987. Test production of
condom from irradiated latex natural
rubber. Third expert advisory group
meeting on radiation vulcanization of
natural rubber latex. Jakarta.
Utama, M. 1995. Teknlogi polimerisasi radiasi
siap pakai untuk industri yang
berwawasan lingkungan. Kampanye
Teknologi, Kantor Menristek: 13-23.
Jakarta.
Utama, M., Herwinarni,
M. Sumarti, dan
Siswanto. 2003. Trial production of
gloves from INRL. Jakarta: P3TIRBATAN.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 131-136

136

DENDRIMER : SINTESIS DAN POTENSI APLIKASI


(DENDRIMER: SYNTHESIS AND APPLICATION POTENTIAL)

Dwinna Rahmi
Balai Besar Kimia dan Kemasan
Jl. Balai Kimia No. 1, Pekayon Pasar Rebo, Jakarta Timur
E-mail: dwinna2002@yahoo.com
Received : 2 September 2013; revised : 25 Oktober 2013; accepted : 26 Oktober 2013

ABSTRAK
Dendrimer merupakan makrostruktur monodisperse dengan banyak cabang yang homogen dan degree of
branching (DB) 100%. Dua cara sintesis dendrimer yaitu convergent dan divergent dilakukan. Convergent
dilakukan dengan reaksi kovalen antara dua dan lebih monomer. Divergent dimulai dengan pembentukan inti
dilanjutkan dengan pembentukan cabang yang merupakan group fungsional yang aktif. Sejauh ini dendrimer
sudah banyak diterapkan pada bidang farmasi yaitu drug delivery dan non farmasi pada proses industri sebagai
katalis. Katalis dendrimer dapat dikembangkan lagi pada teknologi membran, penyangga katalis, membran
reaktor, katalis yang selektif dan menjadi fasa pemindahan katalis. Dendrimer dengan struktur yang unik
berpotensi dikembangkan pada bidang lain seperti pigmen/pewarna, perekat, dan bahan tambahan dalam bahan
kimia. Selain itu dendrimer juga dapat diaplikasi pada bidang elektronik, LCD, dan berbagai biodendrimer.
Sumber alam Indonesia seperti mineral dan hayati dapat dikembangakan menjadi dendrimer seperti glicerol
menjadi hyperbranch glycerol yang dapat diaplikasinya menjadi peyangga katalis.
Kata kunci : Dendrimer, Convergent, Divergent, Potensi Aplikasi

ABSTRACT
Dendrimer is monodisperse macrostructure with many homogen branches with degree of branching 100%. Two
methods for synthesis of dendrimer are divergent and convergent. Convergent carried out by covalent reaction
between two and more monomers. Divergent start by forming of core followed by forming of branches as a
funtional active. Recently a dendrimer has been applied in the pharmaceutical field as drug delivery and nonpharmaceutical as catalyst in industrial process. A catalyst dendrimer could be developed to membrane
technology, supporting catalyst, membrane reactor, selective catalyst and phasa transfer of a catalyst. Dendrimer
with a unique structure potentially developed in other fields such as pigments/dyes, adhesives and chemical
additives. In addition a dendrimer can also apply in electronic field, LCD and other biodendrimer. Indonesian
natural resources such as minerals and natural resources such a glicerol to hyperbranch glycerol can be applied
as catalyst support.
Keywords : Dendrimer, Convergent, Divergent, Application Potential

PENDAHULUAN
Kata dendrimer berasal dari bahasa
Yunani dendros (pohon) dengan molekul yang
menyerupai munculnya cabang pada pohon
(Meise et al. 2009). Dendrimer terbentuk dari
satu inti, kulit dalam dan kulit luar. Dendrimer
termasuk salah satu bidang makromolekul
dengan makrostruktur monodisperse dengan
banyak cabang. Awal tahun 1980 Donald
Tomalia dan tim menyebut dendrimer untuk
produk makromolekul mereka yang dinamai
dendron dalam Greek (Barbara Klajnert et al.

2001). Pada waktu bersamaan group Newkome


juga memperkenalkan makromolekul yang
disebut dengan arborol dalam bahasa Latin.
Pada tahun 1978 Vogtle dan group sudah
menghasilkan makromolekul cascade yang
memperlihatkan struktur cabang seperti pohon
seperti pada Gambar 1. Pada tahun 1985
Tomalia
mengembangkan
poliamidoamine/
PAMAM dengan bentuk yang lebih stabil

Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi..Dwinna Rahmi

137

dibanding cascade yang diberi nama dendrimer


(Barbara Klajnert et al. 2001; F. Vogtle et al.
2009).

a)

a)
b)

c)

b)

Gambar 2. a) Polimer Linier b) Dendrimer c)


Polimer Hyperbranch
Gambar 1. a) Cascade molekul
b) Polyaminoamine

Pengulangan cabang dengan molekul


dikenal dengan dendritic molekul. Pada
dasarnya
dendritic
molekul
dibagi
tiga
pengertian yaitu cascadane, dendrimer dan
hyperbranch molekul. Cascadane terdiri dari
molekul dengan jenis dan berat yang sama
sehingga menghasilkan struktur lebih sempurna.
Sebaliknya hyperbranch molekul merupakan
pengulangan cabang yang bisa dibentuk dari
molekul yang berbeda jenis dan beratnya.
Frechet 1989 membuat persamaan untuk
menghitung DB (degree of branching) dendritic
sebagai berikut:
DB = (l + l) / (l + l + l)
l adalah jumlah unit monomer pangkal
l adalah jumlah unit monomer dendritic
l adalah jumlah unit monomer linier

Dendrimer dikenal juga sebagai polimer


baru dimana bentuk struktur dan aplikasinya
berbeda dengan polimer konvensional. Secara
struktur
Peter
E.
Froehling
2001
menggambarkan perbedaan antara polimer
linier, hyperbranch dan dendrimer seperti
ditampilkan pada Gambar 2.
Polimer linier pertama kali ditemukan oleh
Staudinger pada tahun 1920 yang merupakan
ilmu makromolekul yang pertama. Polimer linier
dibagi
tiga
yaitu
termoplastik
seperti
polyethylene, elastis polimer seperti karet dan
termoset. Dendrimer merupakan polimer dengan
cabang yang homogen dimana DB nya adalah
100%,
sedangkan
hyperbranch
polimer
merupakan polimer dengan banyak cabang yang
tidak sama. Untuk lebih jelasnya perbedaan
antara polimer dengan dendrimer dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan dendrimer dan polimer (*)

No

Properti

Dendrimer

Polymer

1.
2.

Struktur
Sintesis

Tdk beraturan
Sekali proses polimerisasi

3.
4.
5.

Kontrol struktur
Bentuk
Kekristalan

6.

Kelarutan dalam
air
Kelarutan dan
nonpolar
Reaktifitas
Tekanan
Polydispersity

Tersusun rapi
Hati-hati dan pembentukan
bertahap
Tinggi
Teratur
Tdk kristal, amorphous
Suhu > suhu kaca
Tinggi
Tinggi

Rendah

Tinggi
Rendah
Monodisperse

Rendah
Tinggi
Polydisperse

7.
8.
9.
10.

Rendah
Tidak teratur
Semi dan bahan kristal
Suhu < suhu kaca
Rendah

(*) Sumber : M.J. Frechet and Donald A. Tomalia (2002)

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144

138

PEMBAHASAN
Sintesis Dendrimer
Secara umum ada dua pendekatan metoda
sintesis dendrimer yang dikenal dengan
convergent dan divergent dendrimer seperti
pada Gambar 3. Sintesis dendrimer secara
convergent dimulai dengan reaksi kovalen
antara satu monomer dengan monomer yang
sama. Kemudian dilakukan reaksi yang sama
berulang untuk membentuk lapisan-lapisan yang
merupakan kulit dalam dan kulit luar. Setelah
kulit terbentuk secara homogen maka dengan
sendirinya terbentuk inti. Sebaliknya sintesis
secara divergent dimulai dengan pembentukan
inti yang multifungsi, kemudian dengan reaksi
Michael direaksikan dengan monomer dendritic
yang merupakan group fungsional yang aktif.
Setiap langkah sintesis dilakukan dengan
sempurna untuk menghindari terbentuknya
cabang pendek. Ketidaksempurnaan (tingkat
kemurnian rendah) menimbulkan dampak
kepada fungsi dan bentuk yang tidak simetri.
Beberapa jenis dendrimer sudah diproduksi
dan diaplikasikan diantaranya dendrimer PolyAmidoamine
(PAMAM),
dendrimer
PolyPropylene Imine (PPI), dendrimer PolyAmidoamine-Organosilicon (PAO) seperti pada
Gambar 4. Dendrimer PAO terdiri dari PAMAM

sebagai interior yang bersifat hidrophilik dan


organosilikon sebagai eksterior yang bersifat
hidrophobik. Pada Gambar 4 memiperlihatkan
sintesis dendrimer PAMAM secara divergent
(You Lianf Zhao et al. 2002; Nunzio Denora et
al. 2013). Dilain pihak dendrimer PPI disintesis
seacara convergent (Froehling et al. 2001).
Pembentukan PAMAM dimulai dengan ammonia
atau ethyleneamine sebagai inisiator inti dengan
berat molekul lebih 930,000 g/mol lalu
7
diteruskan pembentukan kulit sebanyak 10
generasi. Saat ini PAMAM sudah diproduksi
secara komersial. PPI dibentuk dari poli-alkil
amin yang terdiri dari empat tris-propilen amin.
Secara komersial PPI tersedia dalam 5 generasi.
a)

b)

Gambar 3. Sintesis dendrimer a) convergent


b)
divergent

a)

b)

Gambar 4. a) Sintesis dendrimer PAMAM secara divergent


b) Sintesis dendrimer PPI secara convergent

Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi..Dwinna Rahmi

139

Tabel 2. Bimetallic sistem: metoda sintesis dan reaksi katalis (*)


Logam
PdPt
PdPt
PdRh
PdAu
PdAu
PtAu

Sintesis
Co-complexation
Co-complexation
Co-complexation
Co-complexation
Galvanic
Seq. Red

PtCu

Co-complexation

PdAg
AuAg

Co-complexation
Sequential Reduction

AuAg
Sequential Reduction
AuPd
Sequential Reduction
PdAu
Sequential Reduction
AuAg
Sequential Reduction
AuAg Sequential Reduction
Au
(*) Sumber : L.H. Gade (2006)

Dendrimer
G4-OH
G4-OH
G4-OH
G6-Q116
G4-NH 2
G5-OH
G5-OH
G4-NH 2, G3-NH 2
G3.5-NH2,G5NH 2,G5.5-NH2
G6-OH, G8-OH
G6-Q116
G6-OH
G6-OH
G6-OH

Karakter dari semua jenis dendrimer


ditentukan oleh banyaknya ujung lapisan luar
yang biasanya bersifat reaktif dan mempunyai
inti ditiap cabang yang terbentuk. Jumlah lapisan
luar dendrimer sama dengan group fungsional
dan ujung cabangnya. Sifat kimia fisik dendrimer
seperti reaktifitas, stabilitas dan solubilitas
dipengaruhi oleh sifat ujung cabang asli. Ujung
cabang dapat dimodifiksi sesuai dengan
kebutuhan penerapan nantinya.
Dendrimer encapsulation Cu nanopartikel
mempunyai beberapa tipe mono dan bimetallic
yang dikomersialisasikan oleh Zhao M, Crooks
RM et al. 1998. Bimetallic disintesis dengan tiga
cara co-complexation logam yaitu pemindahan
secara
galvanik
dan
reduksi
bertahap
(sequential reduction). Beberapa bimetallic
sistem yang dimasukkan ke dalam rongga
dendrimer PAMAM ditampilkan pada Tabel 2.
Saat ini peneliti lebih fokus pada aspek fungsi
dan aplikasi dalam mensintesis organometallic
dendrimer seperti (Ipe J. Mavunkal et al. 2000)
mensintesis secara convergent generasi 1 dari
organometallic dendrimer yang mengandung 6
atom rhenium.
Karakterisasi dan Analisis
Dengan
struktur
yang
komplek,
karakterisasi dan analisis dendrimer tidak hanya
menentukan ukuran molekul tapi juga beberapa
analisis lainnya seperti struktur dan bentuk
struktur. Beberapa macam metoda spektrometri
dapat digunakan untuk mengetahui karakter
dendrimer yaitu chromatography (Lois J. Hobson
et al. 1999) untuk mengetahui berat molekul dan
kemurnian produk seperti liquid chromatography
(LC) (Junhong Zhaou et al. 2011; Wen-Yan
Wang et al 2011), High Performance Liquid

Katalis
Allyl alkohol hidrogenasi
1,3 COD hydrogenasi
1,3 COD hydrogenasi
Allyl alkohol hidrogenasi
CO
oksidasi
dengan
katalis heterogen
CO oksidasi dengan katalis
heterogen
CO oksidasi dengan katalis
heterogen
Toluen hidrogenasi
Reduksi p-nitrophenol
Reduksi p-nitrophenol
Allyl alkohol hidrogenasi
Allyl alkohol hidrogenasi
Allyl alkohol hidrogenasi
Allyl alkohol hidrogenasi

Chromatography (HPLC), Gel Permeation


Chromatography (GPC), Nuclear Magnetic
Resonace (NMR) (Helena Dodziuk et al. 2004)
untuk mengetahui struktur seperti
one
dimensional (ID NMR), multidimensional NMR,
diffusion NMR, dynamic NMR, spektrometri
lainnya seperti mass spectrometry, MALDI dan
ESI (Bilge Baytekin et al. 2006), x-ray, small
angle scattering, microscopy (Nunzio Denora et
al. 2013) untuk mengetahui bentuk permukaan
susunan struktur yang terbentuk seperti
scanning probe microscopy, Transmission
Electron Microscopy (TEM).
Potensi Aplikasi
Dendrimer yang berbasis uniform molekul,
multifungsi permukaan yang biasanya reaktif
dan dengan adanya rongga pada internal
berpotensi diterapkan diberbagai bidang. Bentuk
yang spesifik dan unik ini menjadikan dendrimer
dapat diterapkan pada bidang farmasi dan non
farmasi. Di bidang farmasi penerapan dendrimer
adalah sebagai pengantar obat (drug delivery)
(Subheet et al. 2010 ; Christoper et al. 2012),
sebagai peningkat kelarutan obat, pengantar sel,
sebagai nano-drugs, dan dapat diterapkan pada
terapi
photodynamic
(Elizabeth
et
al.
2005;Stephanie at al. 2011) dan transfer gen.
Sebagai drug delivery dendrimer bekerja secara
enkapsulasi dan satu senyawa dengan obat
(drug conjugete). Ikatan antara obat dan
dendrimer merupakan ikatan non kovalen.
Sebaliknya pengembangan fungsi dendrimer
sebagai drug delivery adalah terjadinya satu
senyawa antara obat dan dendrimer dengan
ikatan kovalen. Pada sistem ini obat direaksikan
pada kulit luar dendrimer secara kovalen. Selain
itu dendrimer juga dapat bersenyawa dengan

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144

140

berbagai aktifitas biologi molekul seperti


antibodi, bagian diantara gula dan lemak.
Beberapa jenis dendrimer seperti PAMAM,
PETIM, PPI sudah dipakai sebagai drug delivery
(H. Namazi et al. 2005;Subheet Jain et al. 2010;
Duriraj Chandrasekar et al. 2007; Zili Sideratou
et al. 2010)
Aplikasi pada non farmasi adalah pada
industri kimia seperti sebagai katalisis (Manuel
et al. 2011; Bethany et al. 2008) dan proses
industri. Dengan keunikan struktur dendrimer
dapat berfungsi sebagai katalis yang bersifat
selektif. Beberapa katalis yang sudah dipublikasi
yaitu katalis logam dendrimer (metallodendritic)
(Francisco et al 2012; Rehana et al 2012;
Manuel A.Albiter et al 2011), katalis dendrimer
berbasis pospat (phosphine-based dendrimer)
(Loic Ropart et al. 2000 dan 2002), katalis logam
dendrimer dengan ligan, non logam katalis
dendrimer (Eagambaran Murugan et al. 2012).
Beberapa tahun lalu bimetallic atau multimetallic
katalitik sudah diterapkan di berbagai industri
karena katalis ini sangat aktif dan selektif.
Biasanya untuk meningkatkan kinerja katalis
dapat dikombinasikan dengan metoda geometri,
elektronik dan efek fungsi ganda. Sintesis katalis
bimetallic atau multimetallic biasanya dengan
impregnasi. Akan tetapi metoda impregnasi ini
mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat
mengontrol dispersi dari inti atom sehingga
mempengaruhi homogenisasi aktivasi katalis.
Dongxia Liu 2010 mencoba metoda baru dalam
sintesis katalis logam dendrimer ini yaitu dengan
reaksi komplek yang menghasilkan garam yang
terendap. Gambar 5 memberikan contoh skema
reaksi komplek dendrimer dengan logam Pt-Ru.
Sebagai
katalis
dendrimer
dapat
dimodifikasi sehingga penggunaannya semakin
luas di berbagai proses industri. Dendrimer di
bidang katalisis dapat dikembangkan pada
teknologi
membran,
penyangga
katalis,
membran reaktor, selektif katalis, dan phasa
pemindahan katalis.
Dendrimer juga dapat diaplikasikan dalam
bidang analitik. Hendrik Neubert et al. 2002
mensintesis dendron dan dendrimer secara
convergent dan berpotensi diterapkan pada
Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionization
Mass Spectrometry (MALDI MS). Asam sinamat
sebagai
bahan
dasar
dendrimer
yang
ditempatkan pada MALDI MS serta cabangnya
berupa asam acrylic dengan tiga inti sebagai
pembentukan generasi ke 2 dendrimer.Gambar
6 memberikan contoh dendrimer dengan
berbagai ujung cabang.
Dendrimer sangat berpeluang untuk
dikembangkan dalam bidang pewarnaan atau
pigmen (Ivo Grabchev et al. 2009), perekat dan
bahan tambahan dalam bahan kimia. Selain itu

dendrimer juga dapat diaplikasi pada elektronik,


LCD dan berbagai biodendrimer (Junhong Zhau
et al. 2011).
Secara komersial Xerox Corp sudah
menpatentkan
bahan
tambahan
berupa
senyawa dendrimer kedalam toner kering dan
toner liquid. Secara umum aditif dendrimer
mempunyai efektifan yang tinggi dengan
penggunaan dalam jumlah kecil. Penggunaan
dendrimer juga berpotensi sebagai bahan
tambahan tinta, cat, formula pigmen dan
nanokapsul dalam pigmen (Seul-Ong Kim et al.
2011). Potensi
pengembangan
teknologi
dendritic polymer adalah pada industri furnitur
dan otomotif (Omid Zabihi et al. 2012).
Potensi Penggunaan Sumber Daya Alam
Lokal Dalam Sintesis Dendrimer
Kekayaan sumber alam lokal seperti
sumber hayati, minyak bumi dan bahan mineral
dapat dikembangakan menjadi suatu jenis
dendrimer yang dapat diaplikasikan di bidang
industri. Salah satu contoh bahan alam lokal
yaitu glycerol yang berasal dari sumber hayati
(oleokimia) dan minyak bumi (petrokimia) dapat
diolah menjadi penyangga katalis dalam bentuk
hyperbranch polyglycerol seperti terlihat pada
Gambar 7 (Xiujun Gao et al. 2010). Dengan cara
impregnasi atau pengendapan, hyperbranch
plyglycerol diolah menjadi katalis logam (L.H.
Gade, 2006). Sumber mineral lokal seperti Au,
Pt, Cu, Ni, Zn, Sn, Ag, Fe dapat dijadikan
sumber logam untuk katalis. Data dari ESDM
tercatat sumber mineral lokal sebanyak 199,4
miliar ton dengan cadangan sebanyak 28,9
miliar ton berupa Zn, Cu, Sn, Au, Ag, Pt, Ni, Fe,
Ni, Cu, Mg dan Cr (Syawaludin Lubis 2013).
Belum ada data yang akurat tentang kondisi
katalis di Indonesia saat ini. Sampai saat ini baru
satu industri yang memproduksi katalis di
Indonesia yaitu PT. Kujang Sud Chemie
Catalyst. Akan tetapi katalis yang diproduksi
masih terbatas. Sebagian besar katalis seperti
katalis Ni masih merupakan bahan impor.

Gambar 5. Contoh skema reaksi komplek dendrimer


dengan logam Pt-Ru

.
Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi..Dwinna Rahmi

141

a)

b)

Gambar 6. Contoh dendrimer dengan ujung cabang a) amin b) hidroxi (F. Vogtle et al 2009)

Gambar 7. Sintesis hyperbrance polyglycerol (Markus Meise et al. 2009)

KESIMPULAN
Dendrimer merupakan makrostruktur
monodisperse dengan banyak cabang. Kata
dendrimer berasal dari bahasa Yunani yang
artinya cabang tiga yaitu terdiri dari satu inti, kulit
dalam dan kulit luar. Ada dua metoda umum dari
sintesis dendrimer yaitu dengan convergent dan
divergent dendrimer. Sifat fisik dan kimia dari
dendrimer ditentukan oleh jenis dendrimer itu
sendiri
dan
banyaknya
ujung
lapisan
luar.Struktur dendrimer yang spesifik dan unik ini
menjadikan dendrimer dapat diterapkan pada
bidang farmasi dan non farmasi. Penerapan
dendrimer dibidang non farmasi adalah sebagai
katalis dan pada proses kimia. Dendrimer

berpotensi dikembangkan di berbagai bidang


selain farmasi, industri kimia juga otomotif dan
elektronik. Sumber daya alam lokal berupa
oleokimia, petrokimia dan mineral dapat dioleh
menjadi katalis dendrimer.
DAFTAR PUSTAKA
Albiter, Manuel A., Ricardo Morales, Francisco
Zaera.
2011.
Dendrimer-Based
Synthesis Of Pt Catalysts For
Hydrocarbon Conversion.
Applied
Catalysis A: General. 391(1): 386-393.
Auten, B.J., Huifang Lang, Bert D. Chandler.
2008. Dendrimer Templates For

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144

142

Heterogeneous Catalysts: Bimetallic


PtAu Nanoparticles on Oxide
Supports. Applied Catalysis B: Environmental.
81 (3): 225-235.
Baytekin, B., et al. 2006. How Useful Is Mass
Spectrometry for The Characterization
of Dendrimers: Fake Defects In The
ESI And MALDI Mass Spectra Of
Dendritic Compounds. International
Journal of Mass Spectrometry. 249:
138-148.
Chandrasekar, D., Ramakrishna Sistla, Farhan
J. Ahmad, Roop K. Khar, Prakash V.
Diwan. 2007. The Development of
Folate-PAMAM Dendrimer Conjugates
For Targeted Delivery of Anti-arthritic
Drugs and Their Pharmacokinetics and
Biodistribution
In Arthritic
Rats.
Biomaterials. 28(3): 504-512.
Denora, N., et al. 2013. In Vitro Targeting and
Imaging The Translocator Protein
TSPO 18-kDa Through G(4)-PAMAM
FITC Labeled Dendrimer. Journal of
Controlled Release. 172(3):1111-1125.
Dodziuk, H., Oleg M Demchuk, Wojciech Schilf,
Grigory Dolgonos. 2004. Synthesis and
NMR Study Of A First Generation
Dendrimer Having Four Branches
Involving Four Glycine And One
Carbomoyl-(3,7-dimethoxy-2naphthalene) Groups And Attempts To
Complex It with -, - or cyclodextrins. Journal of Molecular
Structure. 693 (13):145-151
Enus, Rehana M., Selwyn F. Mapolie. 2012. A
Novel Nickel (II) Complex Based On a
Cyclam-Cored
Generation-One
Dendrimeric Salicylaldimine Ligand
and Its Application as a Catalyst
Precursor
In
Norbornene
Polymerization: Comparative Study
With Some Other First Generation
DAB-Polypropyleneimine
Metallodendrimers. Polyhedron. 47( 1):
87-93.
Frechet, Jean M.J. and Craig J. Hawker.1989.
Synthesis
and
Properties
of
Dendrimers
and
Hyperbranched
Polymers. Comprehensive Polymer
Science and Supplements. 71-132.
Frechet,Jean M.J. and Donald A. Tomalia. 2002.
Dendrimers and Other Dendritic
Polymers. Hoboken: Wiley.
Froehling, Peter E. 2001. Dendrimers and Dyes.
Dyes and Pigments. 48(3): 187-195.
Gade,L.H.
2006.
Dendrimer
Catalysis.
Heidelberg: Springer.
Gao, X., Xinge Zhang, Xuejiao Zhang, Cui
Cheng,
Zhen
Wang.
2010.

Encapsulation of BSA in Polylactic


Acidhyperbranched
Polyglycerol
Conjugate Nanoparticles: Preparation,
Characterization,
and
Release
Kinetics. Polymer Bulletin. 65(8): 787805.
Gillies, Elizabeth R., Jean M. J. Frchet. 2005.
Dendrimers and Dendritic Polymers In
Drug Delivery Review Article. Drug
Discovery Today. 10 (1): 35-43.
Grabchev, I., Paula Bosch, Mark McKenna, D.
Staneva. 2009. A New Colorimetric
And Fluorimetric Sensor For Metal
Cations Based On Poly(Propilene
Amine) Dendrimer Modified with 1,8Naphthalimide.
Journal
of
Photochemistry and Photobiology A:
Chemistry. 201(1): 75-80
Herlambang, S., et al. 2011. Disulfide
Crosslinked Polyion Complex Micelles
Encapsulating
Dendrimer
Phthalocyanine Directed To Improved
Efficiency Of Photodynamic Therapy.
Journal of Controlled Release. 155(3):
449-457.
Hobson, Lois J., W.James Feast. 1999.
Poly(amidoamine)
Hyperbranched
Systems: Synthesis, Structure And
Characterization.
Polymer.
40(5):
1279-1297.
Holden,C.A., Puneet Tyagi, Ashish Thakur,
Rajendra Kadam, Gajanan Jadhav,
Uday B. Kompella, Hu Yang. 2012.
Potential
Clinical
Relevance
Polyamidoamine Dendrimer Hydrogel
For
Enhanced
Delivery
Of
Antiglaucoma Drugs. Nanomedicine:
Nanotechnology,
Biology
and
Medicine. 8 (5): 776-783.
Jain, S., et al. 2010. Poly Propyl Ether Imine
(PETIM) Dendrimer: A Novel NonToxic Dendrimer For Sustained Drug
Delivery.
European
Journal
of
Medicinal Chemistry. 45(11):49975005.
Kim, Seul-Ong., Qinghua Zhao, K. Thangaraju,
Jang Joo Kim, Yun-Hi Kim, Soon-Ki
Kwon.
2011.
Synthesis
And
Characterization
Of
SolutionProcessable Highly Branched Iridium
(III) Complex Cored Dendrimer Based
On Tetraphenylsilane Dendron For
Host-Free Green Phosphorescent
Organic Light Emitting Diodes. Dyes
and Pigments. 90(2):139-145.
Klajnert, B., and Maria Bryszewska. 2001.
Dendrimers:
Properties
and
Applications.
Quarterly
Acta
Biochimica Polonica. 48 (1):199-208.

Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi..Dwinna Rahmi

143

Liu,

D.,
et
al.
2010.
Preparation,
Characterization,
And
Kinetic
Evaluation
Of
Dendrimer-Derived
Bimetallic
PtRu/SiO2
Catalysts.
Journal of Catalysis. 269: 376387.
Lubis, S. 2013. Indonesian Mining Police
Update.
Dalam:
Prosiding
30th
International
Trade
Fair
for
Construction
Machinery,
Building
Material Machines, Mining Machines,
Construction
Vehicles
and
Construction Equipment. Serpong:
Ministry Of Energy and Mineral
Resources
Mavunkal, Ipe J., John R. Moss, John Bacsa.
2000. Synthesis And Characterization
Of A First Generation Organorhenium
Dendrimer. Journal of Organometallic
Chemistry. 593: 361368.
Meise, M. and Rheda-Wiedenbrck. 2009.
Modular Synthesis of Hyperbranched
Polyglycerol Supported N-heterocyclic
Carbene Ligands for Application in
Catalysis.
Dissertation.
Freie
Universitat, Berlin. Germany.
Murugan, E., Iqbal Pakrudheen. 2012. New
Amphiphilic
Poly
(Quaternary
Ammonium) Dendrimer Catalyst For
Effective Reduction Of Citronella.
Applied Catalysis A: General. 439:
142-148
Namazi, H., M. Adeli. 2005. Dendrimers of Citric
Acid And Poly (Ethylene Glycol) As
The New Drug-Delivery Agents.
Biomaterials. 26(10): 1175-1183.
Neubert, H., Andrew T. Kicman, David A. Cowan
and Sukhvinder S. Bansal. 2002.
Synthesis of a Dendron And Dendrimer
Consisting Of MALDI Matrix Like
Branching Units. Tetrahedron Letters.
43: 67236727.
Richard M. Crooks, Mingqi Zhao, et al. 2001.
Dendrimer-Encapsulated
Bimetallic
Metal
Nanoparticles;
Syntesis,
Characterization, and Applications to
Catalysis. Accounts of Chemical
Research. 34(3) 181-190.

Ropartz,L., Russell E. Morris, Gary P. Schwarz,


Douglas F. Foster, David J. ColeHamilton. 2000. Dendrimer-bound
Tertiary
Phosphines
for
Alkene
Hydroformylation. Inorganic Chemistry
Communications. 3(12): 714-717.
Ropartz,L., Russell E. Morris, Douglas F. Foster,
David
J.
Cole-Hamilton.
2002.
Phosphine-containing
carbosilane
dendrimers based on polyhedral
silsesquioxane cores as ligands for
hydroformylation reaction of oct-1-ene.
Journal of Molecular Catalysis A:
Chemical. 182: 99-105.
Sideratou, Z., Christina Kontoyianni, Garyfalia I.
Drossopoulou,
Constantinos
M.
Paleos. 2010. Synthesis of a Folate
Functionalized
PEGylated
Poly(propylene imine) Dendrimer as
Prospective Targeted Drug Delivery
System.
Bioorganic & Medicinal
Chemistry Letters. 20 (22): 6513-6517.
Vogtle, F., G. Richardt and N. Werner. 2009.
Dendrimer Chemistry. Berlin: WileyVCH.
Wang, Wen-Y., Chen Yao, Yu-Feng Shao,
Hong-Jie Mu, Kao-Xiang Sun. 2011.
Determination Of Puerarin In Rabbit
Aqueous
Humor
By
Liquid
Chromatography
Tandem
Mass
Spectrometry
Using
Microdialysis
Sampling After Topical Administration
Of Puerarin PAMAM Dendrimer
Complex. Journal of Pharmaceutical
and Biomedical Analysis. 56(4):825829.
Zhao, You-L., et al. 2002. Synthesis and thermal
properties of novel star-shaped poly( lactide)s with starburst PAMAMOH
dendrimer macroinitiator.
Polymer.
43(22): 5819-5825.
Zhou, J., Na Ai, Lei Wang, Hua Zheng, Chan
Luo, Zhixiong Jiang, Shufu Yu, Yong
Cao, Jian. 2011. Roughening the
White OLED Substrates Surface
Through Sandblasting To Improve The
External Quantum Efficiency. Organic
Electronics.
12(4):
648-653.

J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144

144

Vol. 35 No. 2 Oktober 2013


ISSN 2088 026X

JURNAL KIMIA DAN KEMASAN

PEDOMAN PENULISAN KTI


JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
1. Sistematika Penulisan
1.1. Naskah dalam bentuk Makalah Lengkap (full paper) atau Original Research meliputi unsurunsur sebagai berikut:
1.1.1.
Judul
1.1.2.
Nama, alamat penulis, dan email
1.1.3.
Abstrak (memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta
kesimpulan)
1.1.4.
Kata kunci
1.1.5.
Pendahuluan (antara lain latar belakang, perumusan masalah, tujuan, teori, ruang
lingkup penelitian, dan hipotesis [opsional]).
1.1.6.
Bahan dan metode (waktu dan tempat, bahan dan alat, metode/cara
pengumpulan data, metode analisis data)
1.1.7.
Hasil dan pembahasan (memuat data atau fakta yang diperoleh dari penelitian
dan ulasan tentang hasil, termasuk tabel dan gambar)
1.1.8.
Kesimpulan
1.1.9.
Saran (optional)
1.1.10.
Ucapan terima kasih (optional)
1.1.11.
Daftar pustaka (minimal 10 daftar pustaka, 80% acuan primer/jurnal, referensi
kemutakhiran 5-10 tahun terakhir)
1.2. Naskah dalam bentuk Ulasan (review) meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
1.2.1.
Judul
1.2.2.
Nama, alamat penulis, dan email
1.2.3.
Abstrak
1.2.4.
Kata kunci
1.2.5.
Pendahuluan
1.2.6.
Pembahasan
1.2.7.
Kesimpulan
1.2.8.
Ucapan terima kasih (optional)
1.2.9.
Daftar pustaka (minimal 25 daftar pustaka, 80% acuan primer/jurnal, referensi
kemutakhiran 5-10 tahun terakhir)
2. Standar Umum Penulisan
2.1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris
2.2. Judul, abstrak, da kata kunci harus ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris).
2.3. Ditulis menggunakan MS Word pada kertas ukuran A4, font Arial ukuran 10, spasi 1, batas
atas 3 cm, batas bawah 2 cm, batas kiri 3 cm, batas kanan 2.1 cm, multiple pages mirror
margin, section start continous, header&footer different odd & even, header 2 cm, dan footer
2 cm.
2.4. Judul, abstrak, dan kata kunci ditulis dalam format satu kolom. Sedangkan bagian-bagian
naskah selanjutnya ditulis dalam dua kolom dengan format justified, first line indent 1 cm,
arial 10, spasi 1, dan jarak antar kolom 0.6 cm.
2.5. Penyebutan istilah diluar bahasa Indonesia atau Inggris ditulis dengan huruf cetak miring
(italic).
2.6. Jumlah halaman maksimal 10 halaman.
3. Cara Penulisan Judul
3.1. Judul mencerminkan inti tulisan, diketik dengan huruf capital cetak tebal (bold), diletakkan
ditengah-tengah (centered) dengan menggunakan font Arial 14, spasi 1.

3.2. Apabila judul ditulis dalam bahasa Indonesia, maka dibawahnya ditulis ulang dalam bahasa
Inggris, dan sebaliknya. Diketik dengan huruf capital cetak tebal (bold), diletakkan ditengahtengah (centered) dengan menggunakan font Arial 11, spasi 1.
3.3. Apabila KTI menggunakan bahasa Indonesia, maka judul dalam bahasa Inggris ditulis
dengan huruf cetak miring (italic), sedangkan judul dalam bahasa Indonesia ditulis tidak
dengan huruf cetak miring, dan sebaliknya.
4. Cara Penulisan Nama, Alamat, dan Email
4.1. Nama penulis diketik di bawah judul, ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar, diletakkan di
tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 12, spasi 1.
4.2. Alamat penulis (nama dan alamat instansi tempat bekerja) ditulis lengkap di bawah nama
penulis, diletakkan di tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan
font Arial 10, spasi 1.
4.3. Alamat Pos-el (e-mail) ditulis di bawah alamat penulis, diletakkan di tengah-tengah
(centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 10, spasi 1.
4.4. Jika penulis terdiri lebih dari satu orang, maka harus ditambahkan kata penghubung dan
(bukan lambang &).
4.5. Jika penulis lebih dari satu orang dan berbeda instansi maka dituliskan angka superscript di
belakang nama berdasar angka urutan instansi
4.6. Jika alamat penulis lebih dari satu, maka harus diberi tanda angka superscript dan diikuti
alamat sekarang.
5. Cara Penulisan Abstrak dan Kata Kunci
5.1. Abstrak ditulis dalam satu paragraf, ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris),
menggunakan font Arial 9, spasi 1, format justified.
5.2. Abstrak dalam bahasa Indonesia paling banyak 250 kata, sedangkan abstract dalam bahasa
Inggris paling banyak 200 kata.
5.3. Penempatan abstrak disesuaikan dengan bahasa yang digunakan dalam KTI. Apabila KTI
menggunakan bahasa Indonesia, maka abstrak didahulukan dalam bahasa Indonesia ditulis
dengan huruf cetak regular (tidak dengan huruf cetak miring), sedangkan abstract dalam
bahasa Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic), dan sebaliknya.
5.4. Kata abstrak (abstract) ditulis dengan huruf kapital cetak tebal (bold), menggunakan font Arial
10.
5.5. Abstrak dalam bahasa Indonesia diikuti kata kunci dalam bahasa Indonesia, sedangkan
abstract dalam bahasa Inggris diikuti keywords dalam bahasa Inggris.
5.6. Kata kunci ditulis menggunakan font Arial 9.
5.7. Kata kunci terdiri dari minimal tiga kata.
6. Cara Penulisan Bab (heading)
6.1. Bab, ditulis dengan format huruf kapital, rata kiri, bold, font Arial 10, spasi 1.
6.2. Sub Bab (Jika ada) ditulis dengan format huruf capitalize each word, rata kiri, bold, font Arial
10, spasi 1.
7. Cara Penyajian Tabel
7.1. Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel, rata kiri halaman, menggunakan font Arial 9.
7.2. Tulisan Tabel, Nomor, dan judul tabel ditulis dengan format huruf sentence case.
7.3. Gunakan angka Arab (1,2,3,dst) untuk penomoran judul tabel.
7.4. Tabel ditampilkan rata kiri halaman.
7.5. Jenis dan ukuran font untuk isi tabel menggunakan Arial ukuran 8-9 dengan spasi 1.
7.6 Tabel yang dicantumkan tanpa menggunakan vertical line, hanya menggunakan horizontal
line pada bagian judul dan bagian bawah tabel.
7.7. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah tabel, rata kiri, italic,
menggunakan font Arial 8.
8. Cara Penulisan Gambar
8.1. Gambar dapat dalam bentuk grafik, matriks, foto, diagram, dan sejenisnya ditampilkan di
tengah halaman (centered).
8.2. Judul gambar ditulis di bawah gambar, menggunakan font Arial 9, ditempatkan rata kiri
gambar.

8.3. Tulisan Gambar, Nomor, dan judul tabel ditulis dengan format huruf sentence case.
8.4. Gunakan angka Arab (1,2,3,dst) untuk penomoran judul gambar.
8.5. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah judul gambar, rata kiri, italic,
menggunakan font Arial 8.
9. Cara dan Contoh Penulisan Kutipan (Sitasi)
9.1. Penulisan kutipan (Sitasi) menggunakan metode Chicago Style
9.1.1. Nama belakang atau nama keluarga pengarang pertama, kedua dan ketiga. Untuk
karya yang ditulis oleh lebih dari 3 (tiga) orang pengarang, gunakan "et al." atau dkk
setelah nama belakang pengarang pertama (hanya pengarang pertama yang
disebutkan).
9.1.2. Tahun terbit. Antara nama pengarang atau badan korporasi dengan tahun terbit
hanya dibatasi dengan satu spasi (tanpa tanda baca lainnya).
9.1.3. Jika dalam satu paragraph/kalimat menggunakan lebih dari 1(satu) kutipan/sitasi
maka digunakan tanda penghubung berupa (;)
Contoh :
a. Menurut Catur (2012), penambahan pelarut berpengaruh kepada .
b. .. akan berpengaruh kepada kecepatan reaksi (Catur 2012).
c. ..akan berpengaruh kepada kecepatan reaksi (Catur 2012; Winarno
2009; Raffi, et.al 2007))
10. Cara dan Contoh Penulisan Daftar Pustaka
10.1. Urutan dalam daftar pustaka ditulis sesuai dengan urutan huruf abjad nama penulis yang
dikutip dalam naskah (berdasarkan alfabetis).
10.2. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan metode Chicago Style.
10.3. Berikut adalah contoh cara penulisan daftar pustaka dari berbagai sumber yang berbeda.
10.2.1. Jurnal dengan volume dan nomor
Pengarang. Tahun. Judul naskah. Nama jurnal. Volume (nomor) : Halaman
Setiap huruf awal nama jurnal ditulis dengan huruf kapital.
Contoh : Obaidat, I.M., B. Issa, and Y. Haik. 2011. The role of aggregation of ferrite
nanoparticles on their magnetic properties. Journal of nanoscience and
nanotechnology 11 (5) : 3882-3888.
10.2.2. Buku (satu orang pengarang)
Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit
Contoh : Suprapto, H. 2004. Petani bangkit: napak tilas perjuangan kaum tani Indonesia.
Jakarta : Kuntum Satuhu.
10.2.3. Buku (dua atau tiga orang pengarang)
Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit
Contoh : Domsch, K.H., W. Garns, and T.H. Anderson. 1980. Compendium of soil fungi.
Vol. 1. London : Academic Press.
10.2.4. Buku (lebih dari tiga orang pengarang)
Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit
Contoh : Lim, M.S., Y.D. Yun, C.W. Lee, S.C. Kim, S.K. Lee, and G.S. Chung. 1991.
Research status and prospects of direct seeded rice in Korea. Los Banos: IRRI.
10.2.5. Skripsi, Tesis, dan Disertasi
Pengarang. Tahun. Judul skripsi/tesis/disertasi. Skripsi/tesis/disertasi. Nama perguruan
tinggi, Kota. Negara.
Contoh : Raffi, M. 2007. Synthesis and characterization of metal nanoparticles. PhD
Dissertation. Pakistan Institute of Eng. And Applied Sciences, Islamabad. Pakistan
10.2.6. Artikel dalam Prosiding
Pengarang. Tahun. Judul artikel. Dalam : Penulis. Judul buku/prosiding. Kota : Penerbit :
Halaman

Contoh : Afifah, N. dan E. Sholichah. 2009. Pemanfaatan virgin coconut oil (VCO)
dalam sediaan hand body lotion dan uji stabilitasnya. Dalam : Prosiding seminar
nasional Teknik Kimia Universitas Parahyangan : 178 184.
10.2.7. Website
Pengarang. Tahun. Judul artikel. URL yang terdiri dari protocol/site/path/file. Tanggal
akses
Contoh : Wolman, David. 2008. Fossil feces is earliest evidence of an America
humans.
http://news.nationalgeographic.com/news/2008/04/080403first-americans.html. (Accessed April 4, 2008)
Pranamuda, H. 2001. Pengembangan plastik biodegradable berbahan
baku pati tropis. http://bersihplanet.multiply.com/journal. (diakses pada
21 Desember 2010)

Redaksi akan memberikan cetak cuplik kepada


penulis sebanyak lima (5) eksemplar

PEDOMAN PENULISAN NASKAH


21 cm

Header 2 cm

Top 2 cm

SINTESIS NANOPARTIKEL PERAK (Arial, 14 pt, Bold)


Arial, 14 pt, 1 baris

(SYNTHESIS OF SILVER NANOPARTICLE) (Arial, 11 pt, Bold, Italic)


Arial, 14 pt, 1 baris

Rahyani Ermawati dan Siti Naimah (Arial, 12 pt)


Arial, 12 pt, 1 baris

Left
3 cm

Right
2,1 cm

Balai Besar Kimia dan Kemasan, Departeman Perindustrian RI


Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
Arial, 10 pt, 1 baris

E-mail: ermakyoto@yahoo.com
2 baris (10 pt)

ABSTRAK (Arial, 10 pt, Bold)


(1 baris, 9 pt)
Indonesia berpeluang untuk mengembangkan nanoteknologi dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam
(justify, Arial, 9 pt, spasi single)..
(1 baris, 9 pt)
Kata kunci : Nanopartikel, Bottom-up, Reduksi kimia, Particle Size Analyzer (PSA), Scanning Electron Microscope (SEM)
(1 baris, 9 pt)
ABSTRACT (Arial, 10 pt, Bold)
(1 baris, 9 pt)
Indonesia has a chance in develop the nanotechnology using the natural resources and it will give added value in high
price (justify, Arial, 9 pt, spasi single).....
(1 baris, 9 pt)
Key words : Nanoparticles, Bottom-up, Chemical reduction

2 baris (9 pt)
PENDAHULUAN
(1 baris, 10 pt)

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau


bahasa Inggris dengan Ms Word dan jumlah
halaman maksimal 10 halaman.
Naskah disusun dalam 5 subjudul, yaitu
PENDAHULUAN, BAHAN DAN METODE, HASIL
DAN
PEMBAHASAN,
KESIMPULAN
dan
DAFTAR PUSTAKA.
Penulisan
kutipan
di
dalam
teks
menggunakan nam a penulis, bukan nomor, dan
nama penulis atau korporasi yang dikutip harus
tercantum di dalam daftar pustaka.
Judul
Judul
harus
singkat,
jelas
dan
menggambarkan isi naskah. Judul ditulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Abstrak atau Kata Kunci
Abstrak m emuat latar belakang secara
ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan
suatu penelitian.
Footer 2 cm

Abstrak berbahasa Inggris dan bahasa


Indonesia dan di bawah dicantumkan kata kunci
paling banyak 5 (lima) kata terpenting dalam
naskah.
Pendahuluan
Pendahuluan mencakup latar belakang, tujuan,
ruang lingkup penelitian, temuan terdahulu yang
akan dikembangkan, disanggah, hipotesis dan
pendekatan umum.
BAHAN DAN METODE
Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang bahan,
metode, rancangan percobaan dan rancangan
analisis data, waktu dan tempat penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN

0,6
cm

Memuat data atau fakta yang diperoleh dari


penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat
dinarasikan dengan jelas dapat disajikan dalam
bentuk tabel, gambar ataupun ilustrasi lain.
Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil,
menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian
dengan hasil atau penelitian terdahulu dan peran
hasil tersebut terhadap pemecahan masalah yang
disebutkan dalam pendahuluan.
Simbol Matematis
Simbol atau persam aan
dikemukakan secara jelas.

Bottom 2 cm

matematis

harus

29,7 cm

Awal paragraf menjorok ke dalam 1 cm.


Semua kalimat ditulis dengan huruf Arial 10 pt,
jarak baris 1 spasi. Format penulisan terdiri dari 2
kolom dengan jarak kolom 0,6 cm.
Kertas
: A4
Multiple pages : Mirror margin
Top
: 2 cm
Bottom
: 2 cm
Left (Inside)
: 3 cm
Right (Outside) : 2,1 cm
Section start
: Continous
Header & Footer : Different Odd & Even
Header : 2 cm
Footer : 2 cm

Tabel
Tabel diberi nomor urut sesuai dengan
keterangan di dalam teks. Setiap tabel diberi judul
yang singkat dan jelas diletakkan di atas tabel,
sehingga setiap tabel dapat dipandang berdiri sendiri
sedangkan untuk gambar atau grafik judulnya
diletakkan di bawah gambar/ grafik. Singkatan kata
perlu diberi catatan kaki atau keterangan.
Keterangan tabel diletakkan di bawah tabel.
Pengolahan Naskah
Redaksi melakukan penilaian, koreksi dan
perbaikan. Kriteria penilaian meliputi : kebenaran isi,
tingkat keaslian, kejelasan uraian dan kesesuaian
dengan misi publikasi. Redaksi akan mengembalikan naskah kepada penulis untuk diperbaiki
sesuai dengan saran redaksi dan naskah yang tidak
dapat diterbitkan akan diberitahukan.
Ulasan dan tinjauan ilmiah
Ulasan sebaiknya merupakan tinjauan mengenai
masalah yang terkini (up to date) dari industri kimia,
kemasan,
cemaran,
rancang
bangun
dan
perekayasaan.
KESIMPULAN
Ditulis dengan ringkas hasil-hasil yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan ditulis
sesuai penulisan daftar pustaka dengan metode
Chicago Style.

Vol. 35 No. 2 Oktober 2013

JURNAL KIMIA DAN KEMASAN

ISSN 2088 026X

LEMBAR ABSTRAK
1,2

Sugik Sugiantoro , Sudirman , Mashadi , A.


3,4
Mahendra
1)
Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN
Gedung 71-BATAN Kawasan Puspiptek Serpong,
Tangerang Selatan15314
2)
Jurusan Kimia , FMIPA UI
Kampus Baru UI, Depok
3)
Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) BPPT
Gedung Teknologi II-BPPT
Kawasan Puspiptek
Serpong, Tangerang Selatan15314
4)
Jurusan Ilmu Bahan, FMIPA UI
Kampus Baru UI, Depok
E-mail: ssugiantoro72@yahoo.com

Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik


Dan Termal Komposit Metil Metakrilat-Pb3 o4

paling baik. Teknik pembuatan membran dilakukan


menggunakan metode casting. Terdapat dua seri sampel
yang akan di uji, yaitu membran dengan variasi komposisi
montmorillonite dan variasi komposisi LiClO4. Komposisi
kitosan dan montmorillonite yang digunakan pada sampel
seri kedua diperoleh dari komposisi optimal membran
kitosan-montmorillonite pada sampel seri pertama.
Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji tarik, pengukuran
konduktivitas ionik dan identifikasi menggunakan difraksi
sinar X. Penambahan montmorillonite meningkatkan kuat
tarik membran dan konduktivitas ionik setelah ditambah
LiClO4. Pada kondisi optimal diperoleh konduktivitas ionik
2,383 x 10-5 S/cm dan kuat tarik 15,19 Mpa pada
komposisi montmorillonit 5% b/b dan LiClO4 40%. Hasil
analisis difraksi sinar X menunjukkan terjadi proses
interkalasi polimer kitosan ke dalam montmorillonite.
Kata kunci : nanokomposit, kitosan, montmorillonite,
polimer elektrolit

J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 71-76


Telah dipelajari pengaruh penambahan stiren terhadap
sifat mekanik dan termal dari komposit methyl
methacrylate (MMA)-Pb3O4. Pembuatan komposit stirenMMA dengan Pb3O4 sebagai bahan perisai radiasi yang
fleksibel dilakukan dengan pencampuran 0% sampai
dengan 50% berat karet Standard Indonesian Rubber
(SIR)-20 dengan 100 gram MMA, dengan mesin mixing
mill pada suhu 100C, 148 rpm selama 15 m enit.
Penambahan serbuk Pb3O4 dilakukan secara perlahanlahan untuk mendapatkan hasil yang homogen.
Berdasarkan sifat mekanik dan termal, menunjukkan
bahwa penambahan stiren sampai dengan 30% berat
merupakan kondisi optimal yang mengakibatkan
peningkatan sifat mekanik, sedangkan sifat termal
mengalami proses degradasi menjadi dua tahap yaitu
pada suhu 310C sampai dengan 440C dan suhu 450C
sampai dengan 520C. Hal tersebut diakibatkan karena
stiren memiliki ketahanan termal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan MMA.
Kata kunci : Struktur mikro, Stiren, Methyl methacrylate,
Pb3O4

Evi Yulianti, Rosiana Dwi Saputri, Sudaryanto, Heri


1
Jodi dan Rohmad Salam
1)
Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklit-BATAN
Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314,
Indonesia
2)
Jurusan Fisika-FMIPA Universitas Jenderal Sudirman,
Purwokerto
E-mail: yulianti@batan.go.id
Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit Padat Berbasis
Nanokomposit Kitosan Montmorillonite Untuk Aplikasi
Baterai
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 77-83
Telah dilakukan pembuatan bahan polimer elektrolit padat
berbasis nanokomposit kitosan montmorillonite yang
diaplikasikan dalam sistem baterai. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan komposisi
optimal antara kitosan, montmorillonite dan LiClO4
sehingga diperoleh membran dengan karakteristik yang

Indra Gunawan, Ari Handayani dan Saeful Yusuf


PTBIN Batan
Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang 15310
E-mail: gindra@lycos.com
Analisis Struktur Kristal Lifepo4 Olivine Sebagai Bahan
Katoda Batere Li-Ion
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 85-89
Sintesis LiFePO4 dilakukan dengan pencampuran LiCl,
FeCl2.4H2O dan H3PO4 ekuim olar ke dalam air.
Homogenasi larutan dilakukan dengan pengaduk
magnetic pada suhu 60o C. Prekursor LiFePO4 diperoleh
setelah pem anasan 200o C dengan furnace selama 2
jam. Sintering prekursor LiFePO4 dilakukan pada suhu
700o C dengan furnace selama 4 jam dengan aliran N2
untuk membentuk fasa kristalit LiFePO4. Kemurnian fasa
dan struktur kristal dianalisis dengan menggunakan XRD.
Analisis struktur kristal dari pola difraksi sinar-X dilakukan
dengan perangkat lunak FULLPROF. Pengamatan
morfologinya dilakukan dengan menggunakan SEM
dengan kombinasi energy dispersive spectroscopy (EDS)
dan pengukuran gugus fungsional dengan FT-IR. Hasil
analisis struktur kristal menunjukkan bahwa senyawa
LiFePO4 memiliki struktur Kristal orthorhombic, space
group 62, simbol Pnma (Hermann-Mauguin) dengan
parameter kisi a= 6.0019999, b= 10.330000, c=
4.6999998.
Kata kunci : LiFePO4, Katoda, Baterai Li-ion

Ari Handayani
Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, Badan Tenaga
Nuklir Nasional
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15340
E-mail : arimulyono2@gmail.com
Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida
Fe Dengan Proses Kimia Dan Fisika
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 91-96

Saat ini nanopartikel magnetik dalam bentuk sistem coreshell banyak dikembangkan untuk mendapatkan
nanopartikel dengan magnetisasi tinggi. Core berupa
bahan logam transisi murni (Fe atau Co) dan shell
berbentuk oksida maupun bahan anorganik/logam lain,
diharapkan akan diperoleh nanopartikel yang tahan
terhadap pengaruh oksidatif dengan permukaan yang siap
untuk modifikasi lanjut.
Pada penelitian ini, proses
sintesis nanopartikel core-shell Fe/oksida Fe dilakukan
dengan proses kimia presipitasi-reduksi maupun fisis
dengan proses milling energi tinggi. Pada makalah ini
dibahas struktur nanopartikel yang terbentuk dari kedua
proses ini. Hasil pengamatan dengan Transmission
Electron Microscope (TEM) menunjukkan struktur coreshell yang lebih jelas pada nanopartikel hasil proses kimia
dibanding proses fisis.
Kata kunci : Nanopartikel magnetik, core-shell, Fe/oksida
Fe
Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita
dan Guntarti Supeni
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian
Perindustrian RI
Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
E-mail: me.aurora.2646@gmail.com
Preparasi Dan Karakterisasi Polimer Blend Poli Butilen
Suksinat (Pbs)/Poli Etilen Tereftalat (Pet)
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 97-104
Penelitian tentang pembuatan komposit PBS yang bersifat
biodegradable dengan polimer poliester sintetik (PET)
telah dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
mengurangi masalah lingkungan akibat penggunaan
plastik sintetis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
polimer blend yang bersifat biodegradable dan
mempelajari kompatibilitasnya. PET dan polimer
biodegradable polibutilen suksinat (PBS) dicampur
dengan metode blending menggunakan extruder rheomix
Haake. Variasi yang dilakukan adalah variasi komposisi
PBS sebesar 2%, 5% dan 10%. Karakterisasi bahan baku
dan masing-masing sampel dari berbagai variasi
pembuatan dilakukan dengan FT-IR, SEM, dan sifat
termal (STA/TG, DSC). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa spektrum polimer blend pada bilangan gelombang
1955,82 cm-1 diperoleh yang menunjukkan adanya gugus
benzena PET pada polimer blend, meningkatnya nilai
kekerasan seiring dengan bertambahnya jumlah PBS
dalam polimer blend, dan analisis pencampuran yang
sempurna dari PET dan PBS menjadi satu matriks/fasa.
Hasil analisis DSC juga menunjukkan adanya sedikit
kenaikan kristalinitas polimer blend dengan jumlah PBS
2%, penurunan titik leleh PET sebanding dengan
bertambahnya jumlah PBS dan akan naik kembali ketika
jumlah PBS 10%.
Kata kunci: Polimer blend, Polibutilen suksinat, Polietilen
tereftalat.

Suryo Irawan dan Guntarti Supeni


Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian
Perindustrian RI
Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
Email : irawan21172@yahoo.com
Karakteristik Migrasi Kem asan Dan Peralatan Rumah
Tangga Berbasis Polimer
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 105-112

Kemasan makanan dan peralatan rum ah tangga pada


saat ini sangat beragam. Masyarakat dihadapkan pada
banyak pilihan, namun diindikasikan adanya bahaya
migrasi dibalik penggunaan produk tersebut. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian tentang karakterisasi migrasi
kemasan dan peralatan rumah tangga berbasis polimer.
Penelitian telah dilaksanakan di Balai Besar Kimia dan
Kemasan (BBKK). Metode penelitian dilakukan dengan
pengambilan contoh di pasaran yaitu pasar modern
maupun
tradisional dengan pengujian rutin
di
laboratorium. Selanjutnya contoh diuji global migrasi dan
kandungan logam termigrasinya. Contoh dikategorikan ke
dalam 3 (tiga) kategori yaitu melamin (melamine
formaldehyde), kemasan multilayer, dan contoh produk
yang berbasis atau berbahan baku polimer (kemasan dan
peralatan rumah tangga). Tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan analisis serta membuat database produk
kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbahan
dasar polimer yang beredar di masyarakat. Standar acuan
yang digunakan untuk menentukan ambang batas migrasi
yang diperbolehkan adalah Peraturan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK
03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemasan makanan dan peralatan
rumah tangga yang beredar di pasaran masih dalam
batas aman digunakan untuk produk makanan. Hal ini
ditunjukkan dari hasil uji global migrasi, formaldehid
terekstrak, dan kandungan logam termigrasi masih berada
di bawah ambang batas maksimal yang diperbolehkan.
Kata kunci : Kemasan, Polimer kemasan, Melamin,
Kemasan multilayer

1,2

1,3

Dina Mariana , Nuri Andarwulan , Hanifah Nuryani Lioe


1
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
2
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya,
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)
3
Southeast Asian Food and Agricultural Science and
Technology Center (SEAFAST Center), Institut
Pertanian Bogor, Bogor
E-mail: nuri@seafast.org
Validasi Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total
Monom er Stiren Pada Kemasan Polistiren
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 113-122
Monom er stiren merupakan bahan dasar kemasan
pangan yang menjadi isu perhatian terkait keamanan
pangan. Saat ini di dalam peraturan nasional maupun
internasional, peraturan persyaratan pada total residu dari
monom er stiren dalam kemasan pangan. Dalam rangka
menunjang pengawasan kemasan pangan polistiren,
maka diperlukan peningkatan kapasitas pengujian
kandungan spesifik residu total monomer stiren di
laboratorium sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode
analisis pengujian kandungan spesifik residu total
monom er stiren pada kemasan polistiren dengan heptana
sebagai simulan pangan menggunakan kromatografi gas
dengan pendeteksi ionisasi nyala, sesuai prosedur uji
yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan
Kemasan Pangan. Hasil validasi metode analisis adalah
linieritas dengan persamaan regresi y = 0,186x nilai R2 =
0,999, presisi dengan nilai relatif standar deviasi (RSD) =
0,93 %, akurasi dengan persen perolehan kembali (%
recovery) 98,04 2,62 %, pada konsentrasi stiren yang
ditambahkan 502 g/g dan selektivitas yang baik.

Kata kunci : Stiren, polistiren, heptana, simulan pangan,


krom atografi gas
1

Kata kunci : Sarung tangan, Lateks pra-vulkanisasi


radiasi, Lateks vulkanisasi belerang

Eni Budiyati , Panut Mulyono , dan Suryo Purwono


1
Teknik Kimia UMS, Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta,
Indonesia
2
Teknik Kimia UGM, Jl. Grafika Yogyakarta, Indonesia
E-mail : eni.budiyati@gmail.com

Dwinna Rahmi
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian
Perindustrian RI
Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
E-mail : dwinna2002@yahoo.com

Pengaruh Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi


L-Dopa, Kc Dan De Pada Ekstraksi L-Dopa Dari Biji Kara
Benguk (Mucuna Pruriens Dc.)

Review Dendrimer : Definisi, Sintesis, Aplikasi Dan


Prospektif

J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 123-129

J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 137-144

Mucuna pruriens (biji kara benguk) merupakan tanaman


penghasil bahan obat-obatan karena mengandung
senyawa L-Dopa. Senyawa tersebut dapat digunakan
untuk pengobatan penyakit gangguan syaraf, anti bisa
ular, meningkatkan bobot dan kekuatan otot, vitalitas
seksual pria, zat anti-aging dan obat cacing pada
manusia. Penelitian ini bertujuan untuk m engekstraksi LDopa dari biji kara benguk dengan menggunakan pelarut
air. Di samping itu, penelitian ini juga m engevaluasi
pengaruh dari diameter partikel terhadap konsentrasi Ldopa hasil ekstraksi, koefisien transfer m assa (kC), dan
difusivitas efektif (De). Tahapan yang digunakan pada
penelitian ini adalah, persiapan bahan baku, proses
ekstraksi, dan analisis L-Dopa. Proses ekstraksi dilakukan
dalam tangki yang dilengkapi dengan therm ometer.
Analisis L-Dopa dilakukan dengan dengan High
Performance Liquid Chrom atography (HPLC). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil diameter
partikel maka konsentrasi L-Dopa terekstrak semakin
besar. Konsentrasi tertinggi diperoleh pada diameter
partikel 0,5 mm yaitu 1739,56 ppm. Nilai difusivitas efektif
(De) untuk variabel diameter partikel (0,5; 0,675; 2,18; dan
2,5 mm) hampir sam a yaitu 2,99.105 sampai 3,07.105
cm2/menit. Sedangkan nilai koefisien transfer massa (kC)
berbanding terbalik dengan diameter partikel. Nilai kC
berkisar antara 2,83.10-2 sampai 3,98.10-2 g/cm2.menit.

Dendrimer merupakan makrostruktur monodisperse


dengan banyak cabang yang homogen dan degree of
branching (DB) 100%. Dua cara sintesis dendrimer yaitu
convergent dan divergent dilakukan. Convergent
dilakukan dengan reaksi kovalen antara dua dan lebih
monomer. Divergent dimulai dengan pembentukan inti
dilanjutkan
dengan
pembentukan
cabang
yang
merupakan group fungsional yang aktif. Sejauh ini
dendrimer sudah banyak diterapkan pada bidang farmasi
yaitu drug delivery dan non farmasi pada proses industri
sebagai katalis. Katalis dendrimer dapat dikembangkan
lagi pada teknologi membran, penyangga katalis,
membran reaktor, katalis yang selektif dan menjadi fasa
pemindahan katalis. Dendrimer dengan struktur yang unik
berpotensi dikembangkan pada bidang lain seperti
pigm en/pewarna, perekat, dan bahan tambahan dalam
bahan kimia. Selain itu dendrimer juga dapat diaplikasi
pada bidang elektronik, LCD, dan berbagai biodendrimer.
Sumber alam Indonesia seperti mineral dan hayati dapat
dikembangakan menjadi dendrimer seperti glicerol
menjadi hyperbranch glycerol yang dapat diaplikasinya
menjadi peyangga katalis.

Kata kunci : Biji Kara Benguk, Difusivitas, Ekstraksi,


Koefisien Transfer Massa, L-Dopa.
Marsongko
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN
Jln Lebak Bulus No. 49, Jakarta 12440, Indonesia
E-mail: marsong@batan.go.id
Perbandingan Pembuatan Sarung Tangan Dari Lateks
Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan Belerang
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 131-136
Pembuatan sarung tangan dari lateks vulkanisasi radiasi
dan belerang telah dilakukan. Kondisi optimal pembuatan
sarung tangan yang meliputi kadar bahan penggumpal,
formulasi kompon lateks, proses pemanasan, dan
pencucian disesuaikan dengan kondisi peralatan yang
ada. Pengeringan sarung tangan dilakukan dalam oven
pada suhu 130C selama 0 menit, 4 menit, 8 menit, 12
menit, 16 menit, 20 menit, 24 menit, dan 28 m enit.
Parameter yang diamati meliputi sifat fisik dan mekanik
sarung tangan. Sarung tangan yang dihasilkan baik dari
lateks alam vulkanisasi radiasi maupun vulkanisasi
belerang kualitasnya memenuhi Standar Nasional
Indonesia, yaitu sarung tangan karet sekali pakai untuk
pemeriksaan kesehatan (SNI 16-2623-2002) dan sarung
tangan karet steril sekali pakai untuk keperluan
pemeriksaan bedah (SNI 16-2622-2002).

Kata kunci : Dendrimer, Convergent, Divergent, Potensi


Aplikasi

Indeks Kata Kunci


Jurnal Kimia dan Kemasan
Vol.35, No.1 dan No.2, 2013
A
Aktivasi zeolit, 58
B
Batere Li-ion, 85
Batu apung, 45
Berkas elektron, 52
Biji Kara Benguk, 123
Bioplastik, 20
C
Convergent, 137
Core-shell, 91
D
Dendrimer, 137
Difusivitas, 123
Divergent, 137
E
Ekstraksi, 123
F
Fenol, 45
Fe/oksida Fe, 91
Fotokatalisis, 45
G
Glukosa, 52
H
Heptana, 113
I
Iradiasi, 52
K
Katoda, 85
Kekuatan tarik, 20
Kemasan multilayer, 105
Kemasan pangan, 6
Kemasan, 105
Kesadahan, 58
Kitosan, 65, 77
Koefisien Transfer Massa, 123
Koloid, 65
Krim nanopartikel, 30
Kromatografi gas, 113
L
Laju transmisi uap air, 1
Lateks Pra-vulkanisasi Radiasi, 131

Lateks vulkanisasi Belerang, 131


L-Dopa, 123

LiFePO4, 65
Linier Low Density Polyethylene, 1
Low density poly ethylene, 20
M
Melamin, 113
Metil Metakrilat, 71
Montmorillonite, 77
N
Nanokomposit, 6, 77
Nanopartikel, 37
Nanopartikel magnetik, 91
Nanopartikel oksida Fe, 65
P
Pati biji durian, 20
Pati sagu, 20
Perpanjangan putus, 20
Pertukaran ion, 58
Polibutilen suksinat, 97
Polietilen tereftalat (PET).97
Polimer blend, 97
Polimer elektrolit, 77
Polimer kemasan, 105
Polimer, 6
Polistiren, 113
Potensi aplikasi, 137
Presipitasi, 37
S
Sakarifikasi, 52
Sarung tangan, 131
Sifat magnetik, 65
Sifat mempertahankan kelembaban kulit, 30
Simulan pangan, 113
Stabilitas emulsi, 30
Stiren, 71, 112
Struktur mikro,71
T
Teknologi nano, 30
Timbal oksida, 71
TiO2, 45
Z
Zeolit, 58
Zeolit alam, 58
Zero Valent Iron, 37
145

Indeks Pengarang
Jurnal Kimia dan Kemasan
Vol.35, No.1 dan No.2, 2013
A
Adel Fisli, 37
Agung Sri Hendarsa, 45
Agus Sudibyo, 6
Agustina A. Cahyaningtyas, 97
Ari Handayani, 85, 91
Arie Listyarini, 1, 97
A. Mahendra, 71
B
Budi Nurtama, 20
C
Catur Nitya V.N, 45
D
Darsono, 52
Dina Mariana, 113
Dwinna Rahmi, 30,137
E
Emmy Ratnawati, 30
Eni Budiyati, 123
Evana Yuanita, 97
Evi Yulianti, 77
F
G
Grace Tj. Sulungbudi, 65
Guntarti Supeni, 97, 105
H
Hanifah Nuryani Lioe, 113
Harsojo
Hefni Effendi, 20
Heri Hermansyah, 45
Heri Jodi, 77
I
Indra Gunawan, 85

J
Jessica Tanuwijaya, 45
M
Made Sumarti Kardha, 52
Marsongko, 131
Mashadi, 71
Melanie Cornelia, 20
Muhammad Idham Rizki, 1
Mujamillah, 65
N
Novi Nur Aidha, 58
Nuri Andarwulan, 113
P
Panut Mulyono, 123
R
Retno Yunilawati, 30
Rizal Syarief, 20
Rohmad Salam, 77
Rosiana Dwi Saputri, 77
S
Saeful Yusuf, 37, 85
Siti Wardiyati, 37
Slamet, 45
Sudaryanto, 77
Sudirman, 71
Sugiarto Danu, 52
Sugik Sugiantoro, 71
Suryo Irawan, 105
Suryo Purwono, 123
T
Tiurlan F.Hutajulu, 6
W
Wiwik Pudjiastuti, 1

146

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari sebagai reviewer
yang telah menelaah dan memberi masukan serta rekomendasi dalam rangka
menjaga mutu jurnal ini sesuai kaidah-kaidah karya tulis ilmiah. Adapun namanama mitra bestari sebagai berikut :

NO

NAMA

Drs. Sudirman, MSc, APU

DR. Rike Yudianti

Prof. DR. Slamet, MT

DR. Etik Mardliyati

DR. Sunit Hendrana

INSTANSI
BATAN
LIPI
UI
BPPT
LIPI

ISSN 2088 026X

JURNAL KIMIA DAN KEMASAN

Volume 35 Nomor 2 Oktober 2013


DAFTAR ISI
Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik Dan Termal Komposit Metil
Metakrilat-Pb3O4 ..............

71 76

Sugik Sugiantoro, Sudirman, Mashadi, dan A. Mahendra


Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit Padat Berbasis Nanokomposit Kitosan
Montmorillonite Untuk Aplikasi Baterai ...........

77 83

Evi Yulianti, Rosiana Dwi Saputri, Sudaryanto, Heri Jodi, dan Rohmad Salam
Analisis Struktur Kristal LiFePO4 Olivine Sebagai Bahan Katoda Baterai Li-Ion ........

85 89

Indra Gunawan, Ari Handayani, dan Saeful Yusuf


Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida Fe Dengan Proses Kimia
dan Fisika .............

91 96

Ari Handayani
Sintesis Dan Karakterisasi Polimer Blend Poli Butilen Suksinat/Poli Etilen
Tereftalat .............................................................................................................................

97 104

Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita, dan Guntarti Supeni


Karakterisasi Migrasi Kemasan Dan Peralatan Rumah Tangga Berbasis Polimer ..

105 112

Suryo Irawan dan Guntarti Supeni


Validasi Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monomer Stiren Pada
Kemasan Polistiren ..........................

113 122

Dina Mariana, Nuri Andarwulan, dan Hanifah Nuryani Lioe


Pengaruh Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi L-DOPA, kc, Dan De Pada
Ekstraksi L-DOPA Dari Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens DC.).

123 129

Eni Budiyati, Panut Mulyono, dan Suryo Purwono


Pembuatan Sarung Tangan Dari Lateks Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan
Belerang ..............................................................................................................................

131 136

Marsongko
Dendrimer : Sintesis Dan Potensi Aplikasi ..

137 144

Dwinna Rahmi
Indeks Kata Kunci ...

145

Indeks Pengarang ...

146

Anda mungkin juga menyukai