C
BAB I
PENDAHULUAN
A. Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril, dapat berupa larutan atau suspensi yang
dikemas sedemkian rupa sehingga cocok untuk diberikan dalam bentuk injeksi hypodermis
dengan pembawa atau zat pensuspensi yang cocok. Sediaan parenteral volume kecil diartikan
sebagai obat steril yang dikemas dalam wadah dengan ukuran di bawah 100 ml. Untuk
mendapatkan formula sediaan parenteral yang baik harus mempunyai data praformulasi yang
meliputi sifat kimia, sifat fisika dan sifat biologis sehingga didapatkan :
1. Pembawa yang tepat, yaitu pembawa larut air, pembawa yang tidak larut air atau pelarut
campur.
2. Zat penambah yang diperlukan, meliputi zat anti mikroba (pengawet), komplekson, zat
pengisotoni, anti oksidan, dapar dan sebagainya.
3. Wadah dan jenis wadah yang sesuai.
4. Tersatukan tanpa terjadi reaksi
5. Isotoni dan isohidri
6. Bebas pirogen dan bebas partikel melayang
B. Pengertian Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, disuntikan
dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
C. Komponen Larutan Injeksi
1. Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa
pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum
arachidis, pelarut campur (alkohol, propilenglikol, gliserin, polietilenglikol).
3. Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat
Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan :
- Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol, propilenglikol, gliserin.
- Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara
aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan
steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
3. Sterilisasi panas dengan tekanan atau Sterilisasi uap (autoklaf)
Dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu
objek, sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan
mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi ini
dilakukan dengan suhu 121C selama 30 menit. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan alat-alat
persisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.
4. Sterilisasi panas kering (oven)
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan alat yang
disterikan lalu merambat kebagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi
tercapai. Udara panas oven akan mematikan jasad renik meluli mekanisme dehidrasi-oksidasi
terhadap mikroorganisme. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 170C selama 30 menit.
Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas non-persisi seperti beaker glass, elenmeyer, kaca
arloji, cawan penguap, pinset logam, batang pengaduk.
E. Pengujian atau Evaluasi Obat Suntik
Parameter yang dievaluasi untuk uji kestabilan sediaan parenteral meliputi:
1. Potensi/kadar
Evaluasi dilakukan dengan bantuan alat seperti HPLC, spektrometri massa, spektrometri UV,
sinar X, sinar tampak, inframerah dan lain lain. Dosis yang ada tidak boleh kurang dari 90% dari
yang tertera dalam label.
2. pH
Perubahan pH dalam sediaan parenteral dapat menjadi indikasi bahwa telah terjadi penguraian
obat atau telah terjadi interaksi antara obat dengan wadah (gelas, plasatik, atau tutup karet).
3. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (>
40oC), karena suhu tinggi dapat mempercepat terjadinya penguraian. Pencegahan umumnya
dengan menghilangkan oksigen di atas permukaan larutan atau penambahan komplekson.
4. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap atau memantulkan sinar.
Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi
70% setelah 3-5 tahun. Ada tiga penyebab terjadinya kekeruhan sediaan parenteral, yaitu benda
asing, terjadinya endapan dan pertumbuhan mikroorganisme.
5. Bau
Pemerikasaan kemungkinan terjadinya bau harus dilakukan secara periodic, terutama larutan
yang mengandung sulfur atau anti oksidan.
6. Benda asing
Sediaan parenteral tidak boleh mengandung benda asing dengan diameter >m.10
7. Toksisitas
Lakukan uji LD50 atau LD0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan.
8. Wadah
Evaluasi wadah (gelas, plastik, atau tutup karet) dilakukan secara periodik untuk mengetahui
Kadar Bahan Aktif : Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99% C6H8O6. Injeksi vit C
mengandung asam askorbat tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 115% dari jumlah yang
tertera pada etiket.
2. Sifat Organoleptis
Bentuk : Serbuk atau hablur
Warna : Putih atau agak kuning
Bau : Tidak berbau
Rasa : Asam
3. Sifat Fisika
Kelarutan : Larut dalam 3-3,5 bagian air, dalam 25 bagian alcohol dan 10 bagian methyl
alcohol ; larut dalam acetone ; praktis tidak larut dalam kloroform, eter, dan light petroleum.
Stabilitas dalam larutan : Asam askorbat sangat stabil pada pH 6-6,5 dan sodium bicarbonat
lebih baik daripada TEA untuk mengatur pH. Propilenglikol mempunyai efek stabilizing.
Larutan sebaiknya terlindung dari cahaya. Ion-ion logam berat seperti Cu2+,Fe 3+, Zn2+, dan
Mn2+ menurunkan stabilitas dari asam askorbat, tetapi Fe2+ dan Mg 2+ hanya sedikit
mempengaruhi. Karbondioksida lebih efektif daripada nitrogen untuk mengganti oksigen
dalam air.
Khasiat : Antiskorbut
Dosis Lazim : Injeksi untuk anak dan bayi : 1xhp = 200 mg-300 mg
dibagi dalam 3-4 dosis.
Injeksi untuk dewasa : 1xhp = 75 mg - 1 g, biasanya 500 mg.
Sterilisasi : Larutan di sterilisasi dengan pemanasan 98-100C selama 30 menit dengan
bakterisid atau dengan filtrasi ; udara pada wadah akhir digantikan oleh nitrogen atau gas
lainnya yang cocok. Pada larutan, terutama yang dibuat alkalin, diperburuk dengan cepat oleh
udara, perubahan tersebut oleh pemanasan dan cahaya dengan pH optimum 5,4. Tingkat
pertama pada reaksi oksidasi adalah formasi dari dehydroaskorbat acid yang reversible. Asam
askorbat sangat mudah rusak selama pembuatan. Umumnya kehilangan sekitar 50%, tetapi
dapat dilakukan pencegahan yang tepat, misalnya mengurangi kontak dengan oksigen,
menggunakan air seminimal mungkin serta ketika dimasak pada kondisi panas, mungkin
kehilangan asam askorbat sekitar 30%.
OTT : Dengan garam-garam besi, oxidising agent, dan garam-garam dari logam berat terutama
tembaga. Simpan pada wadah kedap udara non-logam dan terlindung dari cahaya. Injeksi dari
asam askorbat telah dilaporkan OTT dengan aminophylline, bleomicin sulphate, etrytromycin
lactobionate, nafcillin sodium, nitrofurantoin sodium, estrogen konjugasi, sodium bicarbonat,
dan sulphafurazole diethanolamine. Kadang-kadang ketidakcocokan bergantung pada pH atau
konsentrasi terjadi dengan kloramfenikol sodium suksinat, chlorotiazide sodium dan
hydrocortisone sodium suksinat.
Efek Samping : Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare, serta
meningkatkan bahaya terbentuknya batu ginjal, karena sebagian vitamin C dimetabolisme dan
di ekskresi sebagai oksalat. Penggunaan kronik vitamin C dosis sangat besar dapat
menyebabkan ketergantungan.
Interaksi Obat : Vit C-pil KB : Resiko hamil dapat meningkat jika digunakan vit C 1g/hari dan
menghentikan penggunaan vit C secara tiba-tiba.
Vit C-Vit B12 : Aktivitas vitamin B12 menurun
Vit C-Besi : Penyerapan besi meningkat
Sebagai pH adjuster : Larutan NaOH
Berat Molekul : 40
Pemerian : Batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras,
rapuh dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh oleh basah. Sangat alkalis dan
korosif. Segera menyerap karbondioksida.
Fungsi : pH adjuster
Sebagai Pelarut : Aqua pro injection bebas O2 (API)
Pemerian : Berupa larutan, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa
Cara Pembuatan : Air aquadest didihkan di dalam elenmeyer tertutup
selama 40 menit terhitung sejak mulai mendidih, kemudian ditambahkan atau dialirkan gas
inert seperti karbondioksida.
B. Rancangan Praformulasi
Akan dibuat sediaan injeksi vitamin C yang mengandung 100 mg/ml dengan volume 1 ml per
ampul. Pembuatan 1 batch sebanyak 3 ampul. Metode pembuatan yang direncanakan adalah
dengan cara aseptis. Dengan bahan tambahan yang terdiri atas :
1. PH adjuster : Larutan NaOH
2. Pelarut : Aqua pro injection bebas O2
Injeksi Vitamin C no. III
Daftar Obat Jenis Obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis Sterilisasi Khasiat
Vitamin C
(asam askorbat)
Anak 1xhp 200 mg- 300 mg, dibagi dalam 3 -4 dosis
Dewasa 1xhp 75 mg- 1 g, biasanya 500 mg 1 : 3-3,5 bagian air FI III : 5,5 -7,0
Martindale : 6 - 6,5
Fornas : 5- 6,5 Aseptis antiskorbut
da in amp 1 ml
C. Rangkuman Hasil Pengkajian Praformulasi
No. Masalah Alternatif / Pemecahan Rekomendasi Keputusan Alasan
1. Bentuk sediaan steril yang digunakan secara parenteral ada beberapa macam.
Dibuat bentuk sediaan yang sesuai dengan sifat zat aktif
- Injeksi
- Infus
Injeksi
Merupakan sediaan dalam volume kecil yang digunakan untuk satu kali pakai (dosis tunggal)
2. Zat aktif sangat stabil pada pH 6-6,5 dan mudah teroksidasi Ditambahkan pH adjuster
- NaOH
- Na2CO3
NaOH
Dapat meningkatkan stabilitas zat aktif dan tidak OTT dengan zat aktif
3. Zat aktif yang digunakan mudah teroksidasi oleh cahaya. Digunakan wadah ampul yang dapat
melindungi zat aktif (sediaan) dari cahaya
- Ampul bening
- Ampul gelap
Ampul gelap
Karena cahaya tidak langsung tembus ke dalam sediaan sehingga tetap stabil selama
penyimpanan
4. Rute pemberian secara injeksi ada bermacam-macam. Dipilih rute pemberian yang sesuai
dengan zat aktif
- Intramuskular
- Intravena
- Subkutan
Intramuskular
karena dapat mengurangi iritasi dan nyeri pada saat penyuntikan
5. Zat aktif tidak tahan terhadap pemanasan . Dipilih jenis sterilisasi yang sesuai
- Aseptis
- Sterilisasi akhir
Aseptis
memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan
6. Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam. Diberi penandaan golongan obat
yang sesuai.
- Merah
- Biru
Hijau
Merah
Sediaan injeksi tidak dapat digunakan sendiri dan harus dibantu oleh tim medis
BAB III
FORMULASI
A. Formulasi Standar
Formula standar yang tercantum di Fornas :
Komposisi : Tiap ml mengandung :
Acidum ascorbicum
100 mg
Natrii Subcarbonas
48 mg
Thiocarbamidum
12 g
Aqua pro injection hingga 1 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya
Dosis : Pengobatan : 1-2 kali sehari 1 ml-2 ml
Pencegahan : 1 kali sehari ml
Catatan : - Dapat ditambahkan Diantrium Edetat
- Digunakan air untuk injeksi bebas udara
- Natrium Subcarbonat dapat diganti dengan NaOH.
- pH 5,0 6,5
- Pada pembuatan dialiri nitrogen atau karbondioksida
- Disterilkan dengan cara sterilisasi C (aseptic)
- Sediaan berkekuatan lain : 50 mg.
B. Formulasi Akhir yang Akan Dibuat
R/ Asam askorbat 100 mg e = 0,18
NaOH 100 mg e = 17 x LSI/BM
= 17 x 3,4/40
= 1,445
API ad 1 ml
Perhitungan :
Kesetaraan NaCl
(0,1 x 0,18) + (0,1 x 1,445) = 0,1625
mendidih, kemudian dialiri gas nitrogen. Dan ditambah pemanasan selama 10 menit
B. Pembuatan sediaan
1. Melakukan sterilisasi peralatan yang akan digunakan sesuai dengan prosedur.
2. Menyiapakan API bebas O2 sebanyak 20 ml
3. Menimbang vitamin C dan NaOH dengan kaca arloji, kemudian dimasukkan ke dalam beacker
glass, zat aktif dilarutkan dengan API bebas O2, kemudian bilas kaca arloji dengan beberapa
tetes API bebas O2.
4. Menambahkan NaOH ke dalam larutan vitamin C, aduk sampai larut. (cek pH 5-6,5).
5. Larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur, catat volume larutan. Ad-kan dengan API bebas
O2 sampai tepat 10 ml.
6. Tuangkan sedikit API bebas O2 untuk membasahi kertas saring, yang akan digunakan untuk
menyaring.
7. Menyaring larutan ke dalam Erlenmeyer bersih dan kering.
8. Membilas gelas ukur dengan sisa API bebas O2 (sisa 10 ml). Memasukkan larutan bilasan ke
dalam Erlenmeyer.
9. Mengisikan larutan zat ke dalam ampul (dengan spuit) sebanyak 1,1 ml.
C. Evaluasi Sediaan
1. Penampilan
Larutan berwarna kuning bening, homogen, serta tidak ada partikel yang melayang.
2. Kadar pH
Asam askorbat dalam larutan sangat stabil pada pH 5-6,5. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan kertas indicator universal didapatkan pH = 11. Hal ini dikarenakan kami
menambahkan NaOH sebagai adjuster pH terlalu banyak, karena NaOH yang digunakan dalam
bentuk padatan, sedangkan akan lebih efektif jika menggunakan NaOH dalam bentuk larutan.
3. Kebocoran
Sediaan yang dihasilkan tidak dilakukan pengujian kebocoran karena ampul tidak ditutup.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum pembuatan sediaan steril berupa sediaan
injeksi dengan bahan aktif yaitu vitamin C yang dibuat secara aseptis. Tujuan suatu sediaan
dibuat steril, karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh
lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna atau
astrointestinal. Diharapkan dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam
hal ini tidak berlaku relative steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu steril dan
tidak steril. Dan obat injeksi merupakan sediaan yang perlu disterilkan.
Sediaan injeksi memiliki keuntungan dan kelemahan, antara lain :
Keuntungan:
1. Memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
2. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang jika masuk
ke cairan lambung, atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung.
Larutan berwarna kuning bening, homogen, karena tidak ada partikel yang melayang.
2. Kadar pH
Vitamin C dalam larutan sangat stabil pada pH 6-6,5. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
kertas indicator universal didapatkan pH = 11. Hal ini dikarenakan kami menambahkan NaOH
sebagai adjuster pH terlalu bnyak, karena yang digunakan NaOH dalam bentuk padatan.
3. Kebocoran
Uji kebocoran tidak kami lakukan karena ampul tidak ditutup.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Formula injeksi vitamin C yang kami buat
R/ Asam askorbat 100 mg
NaOH 100 mg
API ad 1 ml
Sterilisasi sediaan injeksi vitamin C dilakukan secara aseptis, karena vitamin C stabil pada suhu
pemanasan 98-100oC, sehingga dikhawatirkan masih ada mikroba di dalam sediaan tersebut.
Sediaan injeksi vitamin C yang dibuat tidak stabil, karena pH yang didapat sebesar 11.
Sediaan injeksi vitamin C yang dihasilkan homogen, karena tidak ada partikel yang melayang.
B. Saran
Dalam penyusunan praformulasi injeksi kita harus memperhatikan kecocokan antara bahan aktif
dan zat-zat tambahan. Serta sifat dari bahan aktif tersebut dapat memberikan petunjuk untuk
jenis sterilisasi yang akan digunakan dan perlakuan selama proses pembuatan. Pengecekan pH
sebaiknya dilakukan pada saat volume sediaan mendekati jumlah volume yang dibuat. Sebelum
memulai praktikum, terlebih dahulu membuat API dan menyiapkan oven dan autoklaf untuk
proses sterilisasi agar bisa langsung digunakan, sehingga tidak memakan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
Sulistiawati, Farida dan Suryani Nelly. 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta : Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.