2. Penyebab penyakit
Penyakit yang disebabkan jamur Colletotrichum ini tersebar di semua
negara penghasil kakao, dan dikenal sebagai penyakit antraknosa. Di Asia
penyakit terdapat di Malaysia, Brunei, Filipina, Sri Lanka, dan India Selatan. Dan
pada tahun 1980-an di Jawa Timur serangan jamur ini tampak meningkat,
sehingga menarik cukup banyak perhatian. Sebenarnya penyakit ini sudah lama
dan Sri Sukamto (1987) dalam Semangun (2000) menyatakan bahwa disamping
curah hujan perkembangan penyakit dipengaruhi pula oleh suhu, untuk
perkecambahan, infeksi, dan sporulasi memerlukan suhu optimum 29,5 0C.
Patogen ini dapat bertahan pada ranting-ranting sakit atau pada daundaun sakit di pohon atau di permukaan tanah. Pada cuaca lembab atau berkabut
patogen membentuk spora (konidium). Infeksi pada buah dapat terjadi melalui inti
sel pada buah yang matang dan pori-pori pada buah yang masih hijau. Keadaan
cuaca yang sangat lembab sangat cocok untuk pembentukan spora dan
terjadinya infeksi. Patogen tidak tumbuh pada kelembapan kurang dari 95 %.
Pengaruh pohon pelindung terhadap penyakit ini sangat jelas. Jika
pohon pelindung kurang, daur hidup penyakit ini akan menjadi lebih pendek,
kakao membentuk flush lebih banyak dan sangat rentan. Di samping itu
pembentukan flush ini akan memperlemah tanaman (Junianto, 1993).
Flush ini terbentuk berulang-ulang yaitu 4-5 kali dalam satu tahun.
Pembentukan flush sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Faktorfaktor tersebut adalah temperatur, hujan dan penyinaran. Bila hujan tidak turun
banyak flush tidak terbentuk. Hujan juga mendorong pembentukan daun bila
flush sudah terbentuk. Pada tanaman kakao yang tidak mempunyai penaungan
atau intensitas sinar mataharinya relatif agak tinggi flush akan lebih sering
terbentuk dibandingkan tanaman kakao yang ternaungi atau intensitas sinar
mataharinya rendah. Itulah sebabnya pada tanaman yang tidak mempunyai
naungan kerusakan kelihatan lebih tinggi (Vedemecum Kakao, PTPN V).
Klon kakao mulia yang banyak diusahakan (DR2 dan DR38) rentan
terhadap Colletotrichum. DRC 16 agak rentan. Diantara kakao lindak yang tahan
adalah Sca 6 dan Sca 12 (Junianto, 1993) (Lihat Lampiran 2).
4. Penyebaran penyakit Antraknosa
Konidium jamur dipencarkan oleh percikan air, dan oleh angin. Jamur
tersebar luas diseluruh dunia, dan dapat bermacam-macam tumbuhan. Dengan
demikian sumber infeksi dapat dikatakan selalu ada (Junianto dan Sri Sukamto,
1992).
Di Sumatera Utara diduga bahwa infeksi pada semai kakao di
pembibitan berasal dari kebun karet yang ada didekatnya, yang sedang
terserang penyakit gugur daun Colletotrichum (Semangun, 2000).
Ringan
Sedang
Berat
metode
pengendalian
suatu
penyakit
juga
merupakan
metode
pengendalian penyakit lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Menurut Sulistiowati, dkk, 2003 cara pengendalian penyakit ini dilakukan
dengan memadukan teknik pengendalian kultur teknis, mekanis, dan kimiawi.
Cara pengendalian tersebut berbeda untuk setiap intensitas serangan. Untuk
lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 1 berikut.
Cara Pengendalian
Perlu diwaspadai
Ringan (5-15%)*
Sedang (16-35%)*
Berat (36-75%)*
Eradikasi
Gambar 6. Pemupukan
Sumber: Foto Lab. Lapangan
2. Naungan
Naungan adalah pemberian pohon penaung yang cukup disesuaikan dengan
kondisi tanaman dan kondisi lingkungan setempat. Misalnya untuk tanaman
kakao yang sudah menghasilkan di daerah bertipe curah hujan C diberi
naungan 25 persen (1:4) dengan jenis pohon penaung lamtoro.
3. Sanitasi
Sanitasi dilakukan dengan cara pemangkasan ranting-ranting sakit dan
pemetikan buah-buah busuk kemudian di bakar atau dipendam dalam tanah.
Pangkasan sanitasi bertujuan menghilangkan ranting atau cabang sakit yang
terserang jamur dan untuk mengurangi kelembapan kebun agar tidak sesuai
untuk perkembangan penyakit.
Pemangkasan tunas air (mewiwil) pada batang atau cabang, karena bila
infeksi terjadi pada daun tunas air (wiwilan) cabang dan batang yang berada
dekat tunas air (wiwilan) juga akan terinfeksi dan mati lebih cepat.
4. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan agen hayati antara lain
dengan menggunakan larutan bakteri Pseudomonas flourescent (PF).
5. Penyemprotan Fungisida
Penyemprotan fungisida dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan
(preventif) yang dilaksanakan pada saat pembentukan daun-daun baru
(flush) setelah mencapai 10 % dengan daun pertama kira-kira berumur satu
minggu (panjang daun 5 cm). Interval penyemprotan 7 hari atau disesuaikan
dengan munculnya daun-daun baru. Fungisida yang digunakan adalah yang
berbahan aktif prokloras dengan konsentrasi 0,1% formulasi atau fungisida
berbahan
aktif
karbendazim
dengan
konsentrasi
0,2%
formulasi.
6. Melakukan Eradikasi
Eradikasi ini dilakukan dengan pembongkaran tanaman sakit.
7. Menanam tanaman tahan/toleran.
Menanam tanaman toleran atau tahan bertujuan untuk mengurangi
perkembangan penyakit antraknosa. Untuk penanaman baru dianjurkan
menggunakan klon tahan atau hibridanya seperti Sca 6, Sca 12, ICS 13 X
Sca 6, ICS 13 X Sca 12, ICS 60 X Sca 6, ICS 60 X Sca 12, GC 7 X Sca 6,
GC 7 X Sca 12, DR1 X Sca 6, DR1 X Sca 12, dan DR2 x Sca 12.
Selain pengendalian di atas dapat juga dilakukan dengan:
a.
Gambar 9. Pengamatan/monitoring
Sumber: Foto Lab. Lapangan
10
kultur
teknis/budidaya
tanaman
yang
kurang
baik
menentukan
KESIMPULAN
1. Serangan penyakit antraknosa pada tanaman kakao dapat meningkat
disebabkan oleh kebun kakao tanpa penaung.
2. Pengendalian penyakit antraknosa dapat dilakukan dengan pemupukan
berimbang,
membuat
naungan,
sanitasi
kebun,
memperbaiki
kultur
DAFTAR PUSTAKA
Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Third
Edition. Burgess Publishing Company. Minneapolis, Minnesota.
Junianto, 1993, Teknik Pengendalian Penyakit Utama pada Kakao Mulia
(Theobroma cacao L.)di Kaliwining. Pelita Perkebunan.
dan Sri-Sukamto, 1992, Colletotrichum outbreak on cocoa in East
Java. Dalam P.J. Keane and C.A.J.Putter (Ed.), Cocoa Pest and
Disease Management in Southeast Asia and Australia, FAO.
Mahneli, R, 2007. Pengaruh Pupuk Organik Cair dan Agensia Hayati Terhadap
Pencegahan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides
(Penz.)Sacc.) pada Pembibitan Tanaman Kakao (Theobromae
cacao L.)
http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/7712/0
9E00239.pdf?sequence=1
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM
Press. Yogyakarta.
11
12
Penyakit
VSD
Gangguan OPT
Penyakit Busuk
Penyakit
Buah dan
Antraknosa
Kanker batang
Penyakit
percabangan
13
Jenis
kakao/warna
biji
Mulia/putih
Rentan
Rentan
Rentan
Moderat
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Moderat
Rentan
Moderat
Rentan
Lindak/ungu
Agak Rentan
-
Moderat
Moderat
Hibrida
Tahan
Tahan
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
PBK
Rentan
Tahan
Rentan
Tahan
Tahan
Tahan
Rentan
Tahan
Moderat
Moderat
Moderat
Tahan
Tahan
Tahan
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Moderat
Tahan
Tahan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Moderat = toleran
*
**
***
****
*****
******
= Semangun (2000)
14