Referat Stenosis
Referat Stenosis
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS) adalah
salah satu penyakit gastrointestinal yang paling sering terjadi pada bayi yang baru
lahir, dengan insidensi satu sampai dua per seribu kelahiran hidup. Hal ini paling
sering ditemkan saat bayi berumur 2 8 minggu, dan berdasarkan jenis keamin
kecenderungan insidensi pria : wanita (4 : 1). HPS jarang terjadi pada anak berusia
lebih dari 6 bulan (Croteau, 2007; Patel, 2005)
Stenosis pylorus hipertrofi (hypertrophic pyloric stenosis atau HPS)
merupakan suatu kelainan yang terjadi pada otot pylorus yang mengalami
hipertrofi pada lapisan sirkuler sehingga menyebabkan penyempitan pada pylorus.
HPS pertama kali dikemukakan oleh Hirschsprung pada 1888, menurutnya HPS
merupakan
penyakit
kongenital
dan
dapat
menyebabkan
kegagalan
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI
Pylorus, adalah bagian dari gaster yang terhubung ke duodenum, merupakan
suatu daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk membentuk musculus
sphincter pylori. Sfingter pylorus merupakan suatu cincin otot polos yang
berfungsi untuk mengatur pengosongan isi gaster melalui ostium pyloricum ke
dalam duodenum. (Snell, 2000)
pilorus juga dapat terjadi pada orang dewasa dimana penyebabnya biasanya akibat
jaringan parut dari ulkus peptikum kronis. (Patel, 2005)
Pada stenosis pylorus, lapisan otot sirkular menebal, yang mempersempit
saluran pylorus & menyebabkan pylorus memanjang. Selama proses ini mukosa
menjadi berlebihan dan menjadi hipertrofi. Akibat dari perpanjangan dan
penebalan otot, pylorus menyimpang ke atas mendekati kantong empedu, hal ini
berfungsi sebagai penanda, dimana pylorus dapat dilihat berdekatan dengan
kantong empedu dan anteromedial ginjal kiri. (Nazer, 2012)
Pylorus
yang
menebal
mempersempit
saluran
pylorus
sehingga
dengan
gejala
muntah
baru
yang
usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pilorus menjadi
hipertofi sebagai kompensasi dari lemahnya gerakan peristaltik. (Nazer, 2012)
Hipertrofi difus dan hiperplasia otot polos antrum dan pylorus akan
mempersempit saluran, yang kemudian menyebabkan mudah terjadi obstruksi.
Regio antrum memanjang dan menebal dua kali dari ukuran normal. (Nazer, 2012)
Sebagai respon dari obstruksi aliran keluar dan gerak peristaltik yang kuat,
otot-otot perut hipertrofi dan melebar. Hal tersebut menyebabkan
gangguan
oleh
dimuntahkan
gaster
akan
dimuntahkan
tidak mengandung
kembali.
cairan empedu
Makanan
yang
karena makanan
hanya
tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai ke duodenum. (Nazer, 2012)
Hal
ini menyebabkan
hilangnya
asam
lambung
dan
akhirnya
senantiasa menangis
sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini disebabkan
karena obstruksi pylorus. Terkadang dijumpai muntah berwarna hijau
dan
dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi pada mukosa
lambung. Penurunan berat badan yang disertai dengan penurunan turgor kulit
merupakan tanda adanya dehidrasi. (Nazer, 2012)
Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya jumlah
cairan yang melalui pilorus menuju usus halus. Anak juga tampak gelisah dan
terus menangis. (Nazer, 2012)
di
daerah
epigastrium
atau
hipokondrium kanan. Keadaan ini mudah terlihat dan teraba waktu bayi
diberikan minum sewaktu pemeriksaan. (Nazer, 2012)
Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah bayi selalu rewel dengan kesan
lapar dan selalu ingin minum lagi setelah muntah,muntah dapat bercampur darah
hingga berwarna kecoklatan akibat perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya
pembuluh darah kapiler
Gambar 4. caterpillar sign, berupa gambaran lusen pada bagian kiri atas abdomen
Pemeriksaan saluran cerna atas merupakan pilihan yang tepat untuk stenosis
pylorus hipertrofi. Hasil yang didapatkan adalah: (Reid, 2011)
Filling defect pada antrum diciptakan oleh prolaps dari otot yang
hipertrofik.
Gambar 5. Mushroom sign, gambaran seperti jamur karena penebalan otot sfingter
pylorus ke arah duodenum, disertai juga gambaran string sign
Double tract sign yaitu, mukosa berlebihan dalam lumen pylorus yang
sempit, menghasilkan pemisahan kolom barium menjadi 2 saluran.
2. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonography penting dalam mendiagnosis stenosis
pilorus hipertropi, karena pemeriksaan ini menghasilkan gambaran perubahan
dini yang terjadi pada HPS. Ultrasonografi memiliki sensitivitas dan
spesifisitas sekitar 100%. (Reid, 2011)
Dalam sebuah studi oleh Leaphart dkk, ultrasonografi menegaskan
stenosis pilorus hipertropi ketika ketebalan otot pilorus (MT) lebih besar dari 4
mm dan panjang saluran pilorus (CL) lebih besar dari 15 mm. Namun, pada
bayi baru lahir untuk ketebalan otot pylorus (MT) nilai batasnya adalah 3,5
mm. (Reid, 2011)
Teknik pemeriksaan ultrasonografi dilakukan dengan transduser 7,5
menjadi 13,5 MHz linier pada anak terlentang. Gambar melintang di
epigastrium mengidentifikasi pilorus ke kiri dari kantong empedu dan antero
ke ginjal kanan (lihat gambar di bawah). Perut yang membuncit atau distensi
abdomen menyebabkan pilorus terdorong oleh karena itu memerlukan
penempatan tabung nasogastrik untuk mendekompresi perut. (Reid, 2011)
Jika aspirasi lambung lebih dari 5 mL pada bayi yang telah tanpa asupan
oral (NPO) selama beberapa jam menunjukkan obstruksi lambung. Posisi
miring kanan posterior dan memindai dari pendekatan posterior dapat
membantu untuk meningkatkan visualisasi dari pylorus. (Reid, 2011)
Gambar 7.
Gambar ultrasonografi melintang pada pasien dengan stenosis pilorus hipertropi
8
MT lebih dari 4 mm
ultrasonografi
hampir
selalu
menunjukkan
kondisi
ini.
Pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada awal penyakit atau pada pasien
muda yang MT kurang dari 3 mm. (Reid, 2011)
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama stenosis pylorus adalah dengan pembedahan
piloromiotomi yang dikenal sebagai Ramstedts procedure (membagi otot pilorus
untuk membuka outlet lambung). Ini adalah operasi yang relatif mudah yang
mungkin dapat dilakukan melalui sayatan tunggal (biasanya 3-4 cm panjang) atau
laparoskopi.
9
BAB III
KESIMPULAN
1.
2.
3.
Teknik pencitraan yang dapat digunakan adalah foto polos abdomen dan
USG. Namun, yang memiliki spesifisitas dan sensitivitas mendekati 100% adalah
USG.
10
DAFTAR PUSTAKA
Patel, Pradip L. 2005, Lecture Notes Radiologi, Edisi Kedua. Penerbit Erlangga,
Jakarta
Croteau, Lynn. 2007, Evidence Based Clinical Practice Guideline for Hypertrophic
Pyloric Stenosis. Cincinnati Childrens Hospital Medical Center, Ohio, USA
Reid, Janet R. 2011, Imaging in Hypertrophic Pyloric Stenosis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/409621-overview#showall, tanggal
10 Juni 2012
Nazer, Hisham. 2012, Pediatric Hypertrophic Pyloric Stenosis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/929829-overview#showall tanggal
10 Juni 2012
Cronan, Kate M. 2011, Pyloric Stenosis. Diunduh dari
http://kidshealth.org/parent/medical/digestive/pyloric_stenosis.html# tanggal
10 Juni 2012
Singh, Jagvir. 2010, Pediatrics, Pyloric Stenosis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/803489-overview#showall tanggal
10 Juni 2012
Snell, Richard S. 2000, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6, EGC,
Jakarta
11