LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT
: RS Pelabuhan Jakarta
NAMA MAHASISWA
: Liliani Labitta
NOMOR MAHASISWA
: 406152050
IDENTITAS PASIEN
PASIEN :
Nama lengkap : By. Ny. Eva Jaya
Tanggal lahir : 2 Mei 2016
Jenis kelamin : Laki-laki
AYAH :
Nama lengkap : Tn. Sulaiman
Umur
: 35 tahun
Suku bangsa : WNI
Alamat
: Jl. Kalibaru Barat II A/01 RT/ RW 09/10, Kalibaru, Cilincing
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Buruh
IBU
:
Nama lengkap : Ny. Eva Jaya
Umur
: 32 tahun
Suku bangsa : WNI
Alamat
: Jl. Kalibaru Barat II A/01 RT/ RW 09/10, Kalibaru, Cilincing
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
LAPORAN KASUS
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama
Rutin periksa kehamilan 5 kali ke puskesmas dan 4 kali ke ke poli dokter spesialis
(sejak usia kehamilan 5 bulan)
Oleh dokter spesialis direncanakan untuk operasi SC selektif pada hari perkiraan lahir
(HPL) tanggal 20 Mei atau ketika taksiran berat janin mencapai 2700 gram, namun
operasi dilakukan pada tanggal 2 mei dengan taksiran berat janin 2660 gram dikarenakan
ibu pasien sudah tidak kuat berjalan
Penyakit kehamilan
LAPORAN KASUS
Vitamin
Suntikan obat untuk sesak napas yang didiagnosa sebagai masalah lambung (menurut ibu
pasien wadah obat berupa ampul berwarna coklat) 1x
KELAHIRAN
Tempat kelahiran
: Rumah sakit
Masa gestasi
: 38 minggu
Keadaan bayi
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : Psikomotor
Tengkurap
Duduk : Berdiri
Berjalan
Berbicara
::::-
LAPORAN KASUS
Membaca
:-
RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN
JUMLAH
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
RIWAYAT MAKANAN
UMUR (bulan)
02
24
46
68
8 10
10 12
ASI/PASI
JENIS MAKANAN
Biskuit/buah
-
Bubur Susu
-
Nasi Tim
-
Nasi / Pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu (merk/takaran)
LAPORAN KASUS
UMUR
PENYAKIT
UMUR
Asma
Morbili
Radang paru
Varisela
Tuberkulosis
Demam berdarah
Diare
Demam tifoid
Kejang
Cacingan
Ginjal
Alergi
Jantung
Kecelakaan
Darah
Operasi
Difteri
Lain lain
RIWAYAT KELUARGA
Corak reproduksi
No.
Tanggal lahir
(umur)
Jenis
kelamin
Hidup
Lahir mati
Abortus
Mati (sebab)
1.
2.
Dimas (4 thn)
Laki - laki
Ya
Ya
-
Lemah kandungan
-
3.
2/5/2016
(pasien)
kembar
IUFD
Laki - laki
Ya
4.
DATA KELUARGA
AYAH
IBU
29 tahun
25 tahun
Konsanguinitas
Perkawinan ke
Umur saat menikah
LAPORAN KASUS
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah : Pribadi
Keadaan rumah
PEMERIKSAAN FISIS
Tanggal : 3 Mei 2016
Jam
: 17.55 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum
: TSS
Kesadaran
Tanda vital
Frekuensi nadi
: 132x/menit
Tekanan darah
:-
Frekuensi napas
: 84x/menit
Suhu tubuh
: 36,8C
LAPORAN KASUS
DATA ANTROPOMETRI
Berat badan
: 2790 gr
Tinggi badan
: 49 cm
LK
: 36 cm
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
LEHER
Pembesaran KGB
TORAKS
Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
Frekuensi
LAPORAN KASUS
Jantung
o Bunyi Jantung
o Bunyi tambahan
o Irama
o Frekuensi
ABDOMEN
: BJ I dan II normal
: S3 - , S4 -, murmur -, gallop : Reguler
: 134x / menit
: Datar, supel, BU +
hepatomegali -, splenomegali
DIAGNOSIS KERJA
Distres pernapasan suspek TTN
DIAGNOSIS BANDING
Proses adaptasi neonatus
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Analisa gas darah
Saturasi oksigen dengan pulse oximetry
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016
LAPORAN KASUS
Radiografi dada
Ekokardiografi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Non-medikamentosa
o IVFD D10% 80 cc/kg/jam
o CPAP PEEP 7, FiO2 30% 21%
o Puasa sementara
TINDAK LANJUT
Monitor tanda-tanda vital
Observasi keadaan fisik
Observasi saturasi oksigen
LAPORAN KASUS
10
LAPORAN KASUS
Paru-paru in utero berisi cairan yang jumlahnya terus meningkat hingga mendekati usia
kelahiran. Cairan ini berasal dari paru-paru dan berkontribusi dalam sepertiga hingga setengah
volume cairan amnion. Cairan bergerak ke atas trakea kemudian ditelan atau menjadi cairan
amnion. Volume cairan ini diregulasi oleh laring yang berperan sebagai katup satu arah untuk
keluarnya cairan dan menciptakan gradien tekanan kira-kira 1 cmH2O antara lumen saluran
napas dan rongga amnion untuk menjaga paru-paru tetap terdistensi. Distensi ini penting untuk
pertumbuhan paru-paru. Penurunan cairan paru fetal (terlihat dari oligohidramnion) dapat
menyebabkan hipoplasia paru-paru.
Epitel pulmonal dalam paru-paru fetus mensekresi klorida ke alveolus yang kemudian memasuki
paru-paru melewati membran basolateral melalui kotransporter Na+/K+/2Cl- (target furosemid).
Ion klorida disekresi ke alveolus melalui kanal klorida, kalium masuk melalui kanal kalium
basolateral, natrium mengikuti klorida melalui jalur paraselular bersamaan dengan air mengalir
diantara atau melalui sel via aquaporin sehingga membantu mempertahankan kecukupan cairan
di paru-paru.
Ketika akan lahir, epinefrin kadar tinggi yang bersirkulasi mengaktivasi paru-paru dari sekresi ke
reabsorpsi. Mekanisme konvensional yang terkait dengan pemerasan toraks saat melahirkan dan
gaya Starling juga berkontribusi dalam proporsi kecil terhadap resorpsi cairan paru.
Pada gambar 1, mekanisme transpor cairan paru fetus dan neonatus. Bagian sebelah kiri
menunjukkan sekresi aktif klorida dari sel alveolus ke ruang alveolar. Natrium dan air
mendampingi klorida. Mendekati masa kelahiran (bagian kanan), kanal natrium epitel (eNaC)
apikal tipe II teraktivasi oleh stimulasi adrenergik. Na+/K+ ATPase basolateral membantu
mentranspor natrium ke insterstisium sehingga membawa klorida dan air secara pasif melalui
jalur paraselular dan intraselular. Kebanyakan cairan paru interstisial bergerak ke sirkulasi
pulmonal, beberapa melalui limfatik paru.
Mekanisme yang sementara ini diterima adalah perpindahan cairan paru transepitelial saat
kelahiran secara pasif melalui kanal natrium epitel (eNaC) yang dipercaya menutup saat
kehidupan intrauterin namun teraktivasi oleh stimulasi adrenergik saat mendekati kelahiran.
Stimulasi epinefrin akibat hilangnya cairan alveolar melalui eNaC yang sensitif amilorid
dimediasi oleh siklik adenosin monofosfat dan Ca2+ yang berperan sebagai second messenger
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016
11
LAPORAN KASUS
12
LAPORAN KASUS
FAKTOR RISIKO
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa TTN terjadi pada 3.6-5.7 per 1000 bayi cukup bulan.
Retensi cairan paru fetal lebih sering pada bayi prematur (hingga 10 per 1000 kelahiran), tetapi
biasanya terdapat masalah yang menyertai seperti respiratory distress syndrome yang dapat
menutupi presentasi klinisnya. TTN merupakan salah satu penyebab distres napas neonatus yang
tersering dan dapat tak terdiagnosa. Faktor risiko TTN termasuk kelahiran secara sectio caesaria
elektif, jenis kelamin laki-laki, riwayat asma pada keluarga (terutama pada ibu), usia gestasi yang
rendah, makrosomia, dan diabetes maternal. Ada tidaknya rasa mulas sebelum tindakan SC serta
waktu kelahiran secara signifikan mempengaruhi kemunculan morbiditas respiratorik. Insiden
morbiditas respiratorik pada bayi dengan kelahiran SC sebelum awitan persalinan adalah 35.5
per 1000, dan sebesar 12.2 per 1000 pada kelahiran SC diawali rasa mulas. Kelahiran
pervaginam memiliki angka morbiditas sebesar 5.3 per 1000 kelahiran. Kelahiran prematur
antara usia gestasi 34-37 minggu meningkatkan risiko TTN. Sectio caesaria yang dilakukan
setelah usia gestasi 39 minggu dapat menurunkan morbiditas respiratorik.
13
LAPORAN KASUS
DIAGNOSIS
Diagnosis TTN berdasarkan temuan klinis dan radiologis. Seringkali merupakan diagnosis
eksklusi dimana kondisi lain seperti RDS, pneumonia, dan pneumotoraks harus dieksklusi. TTN
biasanya terlihat dalam beberapa jam setelah kelahiran dengan takipnea, retraksi, merintih dan
terkadang butuh oksigen tambahan. Laju napas >60 kali per menit, seringkali antara 80-100 kali
per menit, dan bisa lebih tinggi. Takipnu dengan periode yang lebih singkat setelah kelahiran
disebut sebagai transitional delay dan TTN merupakan bentuk yang lebih berat. Batas waktu
maksimum suatu takipnu disebut sebagai normal beragam dengan jarak antara 2 hingga 12
jam. Pilihan yang memungkinkan adalah 6 jam karena pada waktu ini bayi tidak dapat
mendapatkan asupan peroral dan memerlukan tatalaksana lain.
Tabel 1. Diagnosis TTN
Gejala muncul dalam 6 jam pertama setelah kelahiran
Takipnu, dan pada beberapa kasus terdapat retraksi, merintih, pernapasan cuping hidung;
desaturasi/sianosis jarang terjadi; respon baik terhadap oksigen tambahan (diverifikasi
secara klinis atau dengan pulse oximetry); jarang diperlukan ventilasi mekanik
Radiografi toraks konsisten dengan adanya cairan paru-paru, menunjukkan kongesti,
corakan perihilar, cairan pada fisura interlobar.
Gejala dan temuan radiografik bersifat sementara dan self-limited, menghilang dalam
minggu pertama pasca-natal (biasanya dalam beberapa hari)
Diagnosa lain telah dieksklusi (contoh: pneumonia, RDS, penumotoraks)
Takipnea akibat TTN menghilang dalam 72 jam pada kebanyakan kasus tetapi dapat menetap
lebih lama. Suatu penelusuran retrospektif pada 95 bayi baru lahir dengan TTN membandingkan
temuan klinis dan laboratorium antara 2 kelompok: bayi dengan takipnu <72 jam dan >72 jam.
Ditemukan laju pernapasan puncak yaitu 90 kali/menit pada usia 36 jam merupakan prediksi
yang kuat terhadap takipnu berkepanjangan (prolonged). Prolonged TTN terkait dengan sel
leukosit dan hematokrit rendah, waktu rawat inap lebih lama, dan penggunaan antibiotik sebagai
tatalaksana dalam studi ini.
Merintih sering ditemukan segera setelah lahir dan dianggap sebagai bagian dari transisi. Pada
suatu penelitian kohort terhadap 466 bayi baru lahir, 17.4% ditemukan pernapasan merintih saat
kelahiran tetapi sebagian besar hilang dalam waktu 2 jam. Apabila merintih dan tanda-tanda
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016
14
LAPORAN KASUS
distres menetap, bayi kemungkinan memerlukan penilaian dan intervensi lebih lanjut. Tanda
klinis lain dari TTN adalah barrel-shaped chest akibat hiperinflasi sehingga hepar dan limpa
terdorong dan dapat dipalpasi. Auskultasi dada terdengar bising paru yang sering terkait dengan
takikardi. Tekanan darah tidak terpengaruh kecuali bayi menjadi simptomatik berat. Beberapa
bayi yang dengan TTN mengalami hipoksemia berat dan memerlukan oksigen konsentrasi tinggi
(>60%) untuk mempertahankan saturasi. Bayi seperti ini dapat memerlukan bantuan napas
tambahan (intubasi dan ventilasi mekanik). Hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri
melalui duktus atau foramen ovale dapat terjadi akibat peningkatan resistensi vaskular pulmonal
yang terkait dengan tersisanya cairan paru fetal. Sangat jarang kebocoran udara dilaporkan.
FITUR RADIOGRAFIK
Radiografi dada umumnya menunjukkan tanda vaskular perihilar yang prominen akibat
pembengkakan limfatik periarterial, edema septa interlobar, dan cairan di fisura. Dapat
ditemukan hiperinflasi dan cairan dapat terlihat pada sudut kostofrenikus dengan ruang
interkostal yang melebar. Temuan ini biasanya kembali normal dalam 2 hari, tetapi corak
perihilar memerlukan 3 hingga 7 hari untuk hilang total.
Gambar 3. Radiografi 2 bayi dengan TTN berbeda derajat keparahan. Perhatikan garisgaris opasitas paru dan cairan pada fisura minor di sebelah kanan.
15
LAPORAN KASUS
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis definitif dati TTN sering kali bersifat retrospektif karena gejalanya bersifat sementara
dan kondisi lain sudah dieksklusi. Penyebab tersering takipnu pada neonatus dapat diingat
dengan mnemonik TRACHEA. Selain RDS dan pneumonia, gangguan penting lain yang harus
dipertimbangkan berdasarkan riwayat tambahan adalah takipnu yang terkait dengan iritasi
serebral dari perdarahan subaraknoid atau jejas otak hipoksik (hypoxic brain injury atau disebut
jua hiperventilasi serebral). Bayi dengan diagnosis yang lebih telat cenderung mengalami
alkalosis respiratorik, dan radiografi dada dapat menunjukkan kardiomegali dengan lapang paru
normal. Takipnu akibat asidosis metabolik harus dipertimbangkan dan dapat dikesampingkan
dengan pengukuran gas darah arteri kapiler. Karena sulit untuk mengeksklusi pneumonia, banyak
bayi yang mendapatkan terapi antibiotik pada 24 hingga 48 jam pertama hingga kultur darah
dinyatakan negatif; pada saat itu, gejala klinis dan temuan radiologis biasanya sudah membaik
secara signifikan, menunjukkan kemunkinan tinggi TTN, sehingga tatalaksana antibiotik dapat
dihentikan.
Tabel 2. Penyebab takipnu pada bayi baru lahir
Transient tachypnea of newborn
Respiratory infections (pneumonia)
Aspiration syndromes (meconium, blood, or amniotic fluid)
Congenital malformations (congenital diaphragmatic
adenomatoid
malformations),
and
Central
nervous
hernia,
system
cystic
irritation
16
LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN
Hein dan kolega merekomendasikan rule of 2 hours dimana bayi baru lahir diobservasi selama
2 jam pasca awitan distres pernapasan. Apabila tidak ada perbaikan derajat distres, lakukan
radiografi dada. Banyak bayi baru lahir diperiksa menggunakan pulse oximetry sebagai tambahan
untuk monitor klinis. Apabila bayi mengalami desaturasi dengan udara ruangan, lakukan
pengukuran gas darah. Bayi kemudian dapat dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi apabila
radiografi dada menunjukkan abnormalitas, bayi memburuk secara klinis, memerlukan >40%
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen, atau tidak ada perbaikan setelah 2 jam dengan
semua intervensi yang memungkinkan.
Apabila takipnea terkait dengan peningkatan usaha napas dan tidak membaik, bayi tidak boleh
diberikan makanan per oral (nil per os/ NPO) dan memerlukan cairan intravena (10% dekstrosa
dalam air 60 hingga 80 ml/kg per hari). Setelah periode transisi (beberapa jam setelah kelahiran),
adanya peningkatan usaha napas menunjukkan bahwa TTN mungkin bukan diagnosis yang tepat.
Bayi cukup bulan biasanya diobservasi di radiant warmer terbuka. Radiografi dada biasanya
dilakukan untuk menunjang diagnosis TTN dan mengeksklusi kondisi lain (misalnya
penumotoraks). Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis dan analisa gas darah (terutama
apabila ditemukan peningkatan usaha napas atau kebutuhan oksigen) perlu dipertimbangkan.
Meskipun laju pernapasan tinggi pada bayi dengan TTN tipikal, tanda lain dari meningkatnya
kerja napas (merintih, napas cuping hidung, retraksi) menghilang lebih awal daripada takipnu.
Seiring membaiknya TTN, dan apabila diagnosisnya benar dan laju pernapasan <80 kali/menit,
makanan enteral dapat mulai diberikan. Makanan tersebut harus dimulai dengan volume yang
semakin lama semakin besar dengan peningkatan sedikit-sedikit (sambil melanjutkan cairan IV)
hingga bayi tidak menunjukkan takipnu dan laju pernapasan <60 kali/menit. Pada bayi-bayi yang
tetap menunjukkan takipnu dan NPO atau menerima makanan volume rendah >1 hari, elektrolit
harus ditambahkan melalui cairan IV dan nutrisi parenteral harus di pertimbangkan. Bayi dengan
TTN harus dipantau secara ketat; 74% gejala menghilang pada usia 48 jam.
Apabila pulse oximetry atau kadar oksigen darah menunjukkan kebutuhan oksigen tambahan,
metode awal yang digunakan adalah dengan menggunakan oxygen hood. Konsentrasi
disesuaikan untuk mempertahankan pengukuran pada pulse oximetry sekitar 90%. Dengan
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016
17
LAPORAN KASUS
pemberian kanul nasal, konsentrasi oksigen yang diberikan sebenarnya sulit ditentukan; bentuk
pemberian oksigen ini dapat digunakan setelah usia 24 jam, ketika diagnosis lebih pasti. Pada
beberapa kejadian tidak biasa dimana bayi TTN membutuhkan intubasi dan konsentrasi oksigen
yang lebih tinggi, bayi harus tetap NPO dan selang arteri mungkin diperlukan. Bayi tersebut
memiliki risiko hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, terkadang bakan memerlukan
bantuan Extracorporeal membrane oxygenator (ECMO). Meskipun jumlah bayi yang
memerlukan ECMO untuk gagal napas telah menurun sejak 1989 hingga 2006, proporsi bayi
dengan kelahiran SC diantaranya meningkat. Karena ada peningkatan kejadian morbiditas
respiratorik pada bayi prematur lambat dan bayi cukup bulan yang dilahirkan melalui SC, jumlah
relatif dari bayi dengan TTN dan memerlukan ECMO menunjukkan kecenderungan yang perlu
diperhatikan.
Beberapa bayi yang pada akhirnya didiagnosa memiliki TTN dapat mengalami takipnea
berkepanjangan. Apabila takipnu menetap lebih dari 5 atau 6 hari, ekokardiografi harus
dipertimbangkan untuk mengeksklusi kemungkinan penyakit jantung bawaan. Secara umum,
bayi dengan TTN tidak dapat didiagnosis secara definitif hingga takipnu menghilang. Maka, bayi
tidak dipulangkan hingga takipnea menghilang (laju pernapasan <60 kali/menit minimal 12 jam).
Furosemid dan epinefrin racemic telah dipelajari manfaatnya bagi pasien TTN. Pengobatan
dengan furosemid dievaluasi pada suatu percobaan acak terkontrol prospektif pada 50 bayi
dengan TTN. Kelompok furosemid diberikan 2 mg/kg peroral pada waktu terdiagnosa, diikuti
dengan 1 mg/kg 12 jam kemudian apabila gejala menetap; bayi kelompok komtrol menerima
placebo. Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada durasi takipnea atau durasi rawat inap.
Suatu percobaan acak blinded dan terkontrol plasebo meneliti keamanan dan efikasi dari
epinefrin racemic untuk terapi TTN berdasarkan hipotesis bahwa bayi dengan TTN memiliki
konsentrasi epinefrin yang relatif rendah untuk memediasi absorpsi cairan paru. Meskipun tidak
ada bayi pada kelompok terapi dan kontrol yang mengalami kejadian tidak diinginkan, termasuk
takikardia atau hipertensi, tidak ditemukan pula perbedaan rerata perbaikan takipnea di kedua
kelompok tersebut.
18
LAPORAN KASUS
PENCEGAHAN
Pendekatan ideal untuk mencegah TTN adalah untuk menurunkan insidensi SC, yang kini mulai
meningkat dan berkontribusi secara signifikan terhadap morbiditas respiratorik pada bayi cukup
bulan. American College of Obstetric and Gynecology (ACOG) merekomendasikan penjadwalan
SC elektif pada usia gestasi 39 minggu atau lebih lambat sesuai dengan hari pertama haid
terakhir (HPHT) atau menunggu awitan persalinan spontan. ACOG juga menyediakan kriteria
untuk membangun maturitas fetus sebelum SC elektif. Namun keamanan dari pendekatan ini
pada ibu dengan riwayat SC sebelumnya belum dipastikan dengan uji coba yang ketat. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa pemberian bethamethasone antenatal sebelum SC elektif
menurunkan insidensi morbiditas respiratorik pada bayi. Meskipun mortalitas bukan suatu
perhatian, TTN sangat sering ditemukan dan merupakan kondisi yang tidak diinginkan dan
terkadang memerlukan rujukan, harus terpisah dari ibu apabila tidak dapat dirujuk, pemeriksaan
diagnostik yang banyak, keterlambatan pemulangan, rawat inap lebih lama, dan peningkatan
biaya pelayanan kesehatan. Bayi ini juga dapat memiliki peningkatan risiko asma. Maka,
penelitian tambahan untuk menjelaskan mekanisme reabsorpsi cairan paru yang disfungsional
pada TTN serta intervensi terapi yang memungkinkan diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Guglani, L., Lakshminrusimha, S., & Ryan, R. M. (2008, Nov 11). Transient Tachypnea
of
the
Newborn.
Pediatrics
in
review.
29(11),
ppe59-e65.
Retrieved
from:
http://pedsinreview.aappublications.org/content/29/11/e59
Subramanian, K. N. S. (2014, Jun 10). Transient Tachypnea of the Newborn. Medscape.
Retrieved from: http://emedicine.medscape.com/article/976914-overview#a6
Weerakkody, Y., & Agrawal, R. Transient Tachypnea of the Newborn. Retrieved from:
http://radiopaedia.org/articles/transient-tachypnoea-of-the-newborn
Hermansen, C. L., & Lorah, K. N. (2007, Oct 1). Respiratory Distress in the Newborn.
Am
Fam
Physician.
76(7),
pp987-994.
Retrieved
from:
http://www.aafp.org
/afp/2007/1001/p987.html
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016
19