Anda di halaman 1dari 19

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT

: RS Pelabuhan Jakarta

NAMA MAHASISWA

: Liliani Labitta

NOMOR MAHASISWA

: 406152050

IDENTITAS PASIEN
PASIEN :
Nama lengkap : By. Ny. Eva Jaya
Tanggal lahir : 2 Mei 2016
Jenis kelamin : Laki-laki
AYAH :
Nama lengkap : Tn. Sulaiman
Umur
: 35 tahun
Suku bangsa : WNI
Alamat
: Jl. Kalibaru Barat II A/01 RT/ RW 09/10, Kalibaru, Cilincing
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Buruh
IBU
:
Nama lengkap : Ny. Eva Jaya
Umur
: 32 tahun
Suku bangsa : WNI
Alamat
: Jl. Kalibaru Barat II A/01 RT/ RW 09/10, Kalibaru, Cilincing
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama

: Bayi merintih 3 jam pasca lahir SC atas indikasi riwayat SC sebelumnya

Keluhan tambahan : Riwayat Perjalanan penyakit :


Pada tanggal 2 Mei 2016, pasien masuk rawat inap di Pavilium Perinatologi RS
Pelabuhan Jakarta pasca lahir sectio caesaria (SC) atas indikasi riwayat SC sebelumnya, 3 jam
kemudian terlihat merintih, akral sianosis dan teraba dingin. Dilakukan pengukuran saturasi
oksigen menggunakan pulse oximetry dan didapatkan saturasi oksigen 70-74 %, gula darah
sewaktu 81 mg/dL.
Ibu pasien mengatakan riwayat hal serupa pada saudara kandung atau sanak keluarga
pasien disangkal, dan pasien belum mendapatkan imunisasi sejak kelahiran.
Riwayat Penyakit Dahulu : -

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


KEHAMILAN
Perawatan antenatal :

Rutin periksa kehamilan 5 kali ke puskesmas dan 4 kali ke ke poli dokter spesialis
(sejak usia kehamilan 5 bulan)

Janin terasa lincah selama dalam kandungan

Nafsu makan ibu meningkat selama kehamilan

Oleh dokter spesialis direncanakan untuk operasi SC selektif pada hari perkiraan lahir
(HPL) tanggal 20 Mei atau ketika taksiran berat janin mencapai 2700 gram, namun
operasi dilakukan pada tanggal 2 mei dengan taksiran berat janin 2660 gram dikarenakan
ibu pasien sudah tidak kuat berjalan

Penyakit kehamilan

Keputihan banyak selama kehamilan

Gejala asma & sesak napas

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

Obat selama kehamilan:

Vitamin

Suntikan obat untuk sesak napas yang didiagnosa sebagai masalah lambung (menurut ibu
pasien wadah obat berupa ampul berwarna coklat) 1x

KELAHIRAN
Tempat kelahiran

: Rumah sakit

Penolong persalinan : Dokter


Cara persalinan

: Sectio caesaria a/i riwayat SC

Masa gestasi

: 38 minggu

Keadaan bayi

Berat badan lahir


: 2885 gram
Panjang badan lahir
: 48 cm
Lingkar kepala
: 36 cm
Menangis
: langsung menangis
Warna
: kemerahan
Skor APGAR
: 8/9
Kelainan bawaan
:Keterangan lain
: Riwayat kelahiran didapatkan bayi baru lahir cukup bulan, aktif
menangis, caput (+) sefalohematoma (+), jantung dan paru dalam batas normal, abdomen flat
supel, ketuban jernih, tali pusat segar, dan Apgar score menit ke-1 dan ke-5 adalah 8/9.

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : Psikomotor

Tengkurap
Duduk : Berdiri
Berjalan
Berbicara

::::-

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

Membaca

:-

RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN

JUMLAH

BCG

DPT

Polio

Campak

Hepatitis B

RIWAYAT MAKANAN
UMUR (bulan)
02
24
46
68
8 10
10 12

ASI/PASI

JENIS MAKANAN

Biskuit/buah
-

Bubur Susu
-

Nasi Tim
-

FREKUENSI DAN JUMLAHNYA

Nasi / Pengganti

Sayur

Daging

Telur

Ikan

Tahu

Tempe

Susu (merk/takaran)

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


PENYAKIT

UMUR

PENYAKIT

UMUR

Asma

Morbili

Radang paru

Varisela

Tuberkulosis

Demam berdarah

Diare

Demam tifoid

Kejang

Cacingan

Ginjal

Alergi

Jantung

Kecelakaan

Darah

Operasi

Difteri

Lain lain

RIWAYAT KELUARGA
Corak reproduksi
No.

Tanggal lahir
(umur)

Jenis
kelamin

Hidup

Lahir mati

Abortus

Mati (sebab)

1.
2.

Dimas (4 thn)

Laki - laki

Ya

Ya
-

Lemah kandungan
-

3.

2/5/2016
(pasien)

kembar

IUFD

Laki - laki

Ya

4.

DATA KELUARGA
AYAH

IBU

29 tahun

25 tahun

Konsanguinitas

Keadaan kesehatan / penyakit

Perkawinan ke
Umur saat menikah

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA :


Riwayat alergi, kencing manis, darah tinggi disangkal.
Terdapat riwayat gejala asma sebelum kehamilan yang ke-4 (pasien)

RIWAYAT PENYAKIT PADA ANGGOTA KELUARGA LAIN / ORANG LAIN


SERUMAH : -

DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah : Pribadi
Keadaan rumah

: Ventilasi baik, pekarangan luas, 1 kamar bertiga

Keadaan lingkungan: Perumahan, sanitasi lingkungan baik

PEMERIKSAAN FISIS
Tanggal : 3 Mei 2016
Jam

: 17.55 WIB

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum

: TSS

Kesadaran

: compos mentis, menangis

Tanda vital
Frekuensi nadi

: 132x/menit

Tekanan darah

:-

Frekuensi napas

: 84x/menit

Suhu tubuh

: 36,8C

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

DATA ANTROPOMETRI
Berat badan

: 2790 gr

Tinggi badan

: 49 cm

LK

: 36 cm

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA

Bentuk dan Ukuran


: Caput (+) Sefalhematoma (+)
Rambut dan kulit kepala
: Dalam batas normal
Mata
: CA -/- SI -/Telinga
: Discharge -/Hidung
: Epistaksis -, sekret -/-, PCH +
Bibir
: Sianosis -, mukosa kering +
Gigi geligi
:Mulut
: Dalam batas normal
Lidah
: Dalam batas normal
Tonsil
: Dalam batas normal
Faring
: Dalam batas normal

LEHER
Pembesaran KGB

: tidak ada pembesaran KGB

TORAKS

Dinding Toraks Depan


o Inspeksi
o
Dinding toraks belakang
o Inspeksi
o
Paru
o
o
o
o

Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
Frekuensi

: Simetris, massa , deformitas


Palpasi : massa , tidak dilakukan pemeriksaan stem
fremitus & nyeri tekan
: Simetris, massa , deformitas
Palpasi : massa , tidak dilakukan pemeriksaan stem
fremitus & nyeri tekan
: Retraksi dada (+)
:: Suara dasar vesikuler +/+ , wh -/-, rh -/: 84x / menit, irreguler, takipnea

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

Jantung
o Bunyi Jantung
o Bunyi tambahan
o Irama
o Frekuensi

ABDOMEN

: BJ I dan II normal
: S3 - , S4 -, murmur -, gallop : Reguler
: 134x / menit
: Datar, supel, BU +
hepatomegali -, splenomegali

ANUS DAN REKTUM


: Dalam batas normal
GENITALIA
: Dalam batas normal
ANGGOTA GERAK
: Akral hangat, Edema (-)
TULANG BELAKANG
: Dalam batas normal
KULIT
: Dalam batas normal
RAMBUT
: Dalam batas normal
KGB
: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN RADIOLOGI RINGKASAN
Anamnesis
- Bayi merintih 3 jam pasca lahir via SC selektif, akral sianosis & dingin
- Tidak ada riwayat penyakit serupa pada saudara kandung
- Belum mendapat imunisasi
- Pengukuran saturasi oksigen 70-74%
- Gula darah sewaktu 81 mg/dL
Pemeriksaan Fisik
-

Pernapasan cuping hidung (+)


Mukosa bibir kering (+)
Retraksi dada (+)

DIAGNOSIS KERJA
Distres pernapasan suspek TTN
DIAGNOSIS BANDING
Proses adaptasi neonatus
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Analisa gas darah
Saturasi oksigen dengan pulse oximetry
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

Radiografi dada
Ekokardiografi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa
Non-medikamentosa
o IVFD D10% 80 cc/kg/jam
o CPAP PEEP 7, FiO2 30% 21%
o Puasa sementara

TINDAK LANJUT
Monitor tanda-tanda vital
Observasi keadaan fisik
Observasi saturasi oksigen

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

TINJAUAN PUSTAKA TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN


PENDAHULUAN
Kelahiran seorang bayi didahului beberapa perubahan untuk mempersiapkan transisi dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Lima kejadian utama yang membuat paru-paru sebagai
organ pertukaran udara setelah kelahiran antara lain: hilangnya cairan paru, terjadinya
pernapasan spontan, penurunan resistensi vaskular paru, pelepasan surfaktan, berhentinya pirau
kanan ke kiri aliran balik darah ke jantung.
Selama dalam janin, cairan disekresi ke alveolus untuk mempertahankan pertumbuhan
dan fungsi normal. Volume paru-paru janin memperkirakan kapasitas residual fungsional yang
akan terbentuk saat pernapasan dimulai. Hilangnya cairan paru dapat dipengaruhi beberapa
faktor. Gangguan pada proses ini bermanifestasi sebagai takipnu dan memerlukan unit perawatan
intensif untuk bantuan napas dan monitor.
Transient tachypnea of the newborn (TTN) dipercaya sebagai hasil dari resorpsi
inkomplit cairan paru pada bayi baru lahir (BBL), disebut juga sebagai wet lung syndrome atau
retained fetal lung liquid syndrome. TTN bersifat self-limiting dan banyak ditemukan BBL dalam
beberapa jam pertama kehidupan dengan manifestasi takipnu serta tanda distres pernapasan
lainnya seperti peningkatan kebutuhan oksigen dan analisa gas darah yang tidak menunjukkan
retensi karbon dioksida (CO2). Penting untuk memantau adanya perkembangan kelelahan
respiratorik dan tanda-tanda deteriorasi klinis yang dapat mengindikasikan diagnosa lain.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat kurang lebih 1% bayi mengalami distres pernapasan yang tidak terkait
dengan infeksi, termasuk Respiratory distress syndrome (RDS) dan TTN. TTN menempati 3350% dari jumlah 1% ini. TTN umumnya membaik dengan prognosis sangat baik dalam waktu 24
72 jam. Namun juga dapat terkait dengan morbiditas respiratorik dengan peningkatan risiko
gangguan mengi yang signifikan pada anak. Tidak dilaporkan adanya predileksi ras. BBL lakilaki lebih rentan mengalami TTN daripada perempuan. Secara klinis TTN muncul sebagai distres
pernapasan pada bayi cukup bulan atau mendekati cukup bulan.
FISIOLOGI CAIRAN PARU FETUS
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016

10

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

Paru-paru in utero berisi cairan yang jumlahnya terus meningkat hingga mendekati usia
kelahiran. Cairan ini berasal dari paru-paru dan berkontribusi dalam sepertiga hingga setengah
volume cairan amnion. Cairan bergerak ke atas trakea kemudian ditelan atau menjadi cairan
amnion. Volume cairan ini diregulasi oleh laring yang berperan sebagai katup satu arah untuk
keluarnya cairan dan menciptakan gradien tekanan kira-kira 1 cmH2O antara lumen saluran
napas dan rongga amnion untuk menjaga paru-paru tetap terdistensi. Distensi ini penting untuk
pertumbuhan paru-paru. Penurunan cairan paru fetal (terlihat dari oligohidramnion) dapat
menyebabkan hipoplasia paru-paru.
Epitel pulmonal dalam paru-paru fetus mensekresi klorida ke alveolus yang kemudian memasuki
paru-paru melewati membran basolateral melalui kotransporter Na+/K+/2Cl- (target furosemid).
Ion klorida disekresi ke alveolus melalui kanal klorida, kalium masuk melalui kanal kalium
basolateral, natrium mengikuti klorida melalui jalur paraselular bersamaan dengan air mengalir
diantara atau melalui sel via aquaporin sehingga membantu mempertahankan kecukupan cairan
di paru-paru.
Ketika akan lahir, epinefrin kadar tinggi yang bersirkulasi mengaktivasi paru-paru dari sekresi ke
reabsorpsi. Mekanisme konvensional yang terkait dengan pemerasan toraks saat melahirkan dan
gaya Starling juga berkontribusi dalam proporsi kecil terhadap resorpsi cairan paru.
Pada gambar 1, mekanisme transpor cairan paru fetus dan neonatus. Bagian sebelah kiri
menunjukkan sekresi aktif klorida dari sel alveolus ke ruang alveolar. Natrium dan air
mendampingi klorida. Mendekati masa kelahiran (bagian kanan), kanal natrium epitel (eNaC)
apikal tipe II teraktivasi oleh stimulasi adrenergik. Na+/K+ ATPase basolateral membantu
mentranspor natrium ke insterstisium sehingga membawa klorida dan air secara pasif melalui
jalur paraselular dan intraselular. Kebanyakan cairan paru interstisial bergerak ke sirkulasi
pulmonal, beberapa melalui limfatik paru.
Mekanisme yang sementara ini diterima adalah perpindahan cairan paru transepitelial saat
kelahiran secara pasif melalui kanal natrium epitel (eNaC) yang dipercaya menutup saat
kehidupan intrauterin namun teraktivasi oleh stimulasi adrenergik saat mendekati kelahiran.
Stimulasi epinefrin akibat hilangnya cairan alveolar melalui eNaC yang sensitif amilorid
dimediasi oleh siklik adenosin monofosfat dan Ca2+ yang berperan sebagai second messenger
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016

11

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

intraselular. Natrium kemudian bergerak ke interstisium melalui Na+/K+ ATPase basolateral


yang sensitif terhadap ouabain, dan inhibisi dari kanal ini menurunkan hilangnya cairan.
Pergerakan natrium ke interstisium membantu pergerakan klorida dan air secara pasif melalui
jalur paraselular dan intraselular. Kebanyakan cairan paru bergerak ke dalam sirkulasi pulmonal,
beberapa keluar melalui sistem limfatik paru.

Gambar 1. Fisiologi cairan paru fetus


K+ = kalium, NKCC = kotransporter natrium, kalium, 2 klorida

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

12

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

FAKTOR RISIKO
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa TTN terjadi pada 3.6-5.7 per 1000 bayi cukup bulan.
Retensi cairan paru fetal lebih sering pada bayi prematur (hingga 10 per 1000 kelahiran), tetapi
biasanya terdapat masalah yang menyertai seperti respiratory distress syndrome yang dapat
menutupi presentasi klinisnya. TTN merupakan salah satu penyebab distres napas neonatus yang
tersering dan dapat tak terdiagnosa. Faktor risiko TTN termasuk kelahiran secara sectio caesaria
elektif, jenis kelamin laki-laki, riwayat asma pada keluarga (terutama pada ibu), usia gestasi yang
rendah, makrosomia, dan diabetes maternal. Ada tidaknya rasa mulas sebelum tindakan SC serta
waktu kelahiran secara signifikan mempengaruhi kemunculan morbiditas respiratorik. Insiden
morbiditas respiratorik pada bayi dengan kelahiran SC sebelum awitan persalinan adalah 35.5
per 1000, dan sebesar 12.2 per 1000 pada kelahiran SC diawali rasa mulas. Kelahiran
pervaginam memiliki angka morbiditas sebesar 5.3 per 1000 kelahiran. Kelahiran prematur
antara usia gestasi 34-37 minggu meningkatkan risiko TTN. Sectio caesaria yang dilakukan
setelah usia gestasi 39 minggu dapat menurunkan morbiditas respiratorik.

Gambar 2. Faktor risiko TTN


Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016

13

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

DIAGNOSIS
Diagnosis TTN berdasarkan temuan klinis dan radiologis. Seringkali merupakan diagnosis
eksklusi dimana kondisi lain seperti RDS, pneumonia, dan pneumotoraks harus dieksklusi. TTN
biasanya terlihat dalam beberapa jam setelah kelahiran dengan takipnea, retraksi, merintih dan
terkadang butuh oksigen tambahan. Laju napas >60 kali per menit, seringkali antara 80-100 kali
per menit, dan bisa lebih tinggi. Takipnu dengan periode yang lebih singkat setelah kelahiran
disebut sebagai transitional delay dan TTN merupakan bentuk yang lebih berat. Batas waktu
maksimum suatu takipnu disebut sebagai normal beragam dengan jarak antara 2 hingga 12
jam. Pilihan yang memungkinkan adalah 6 jam karena pada waktu ini bayi tidak dapat
mendapatkan asupan peroral dan memerlukan tatalaksana lain.
Tabel 1. Diagnosis TTN
Gejala muncul dalam 6 jam pertama setelah kelahiran
Takipnu, dan pada beberapa kasus terdapat retraksi, merintih, pernapasan cuping hidung;
desaturasi/sianosis jarang terjadi; respon baik terhadap oksigen tambahan (diverifikasi
secara klinis atau dengan pulse oximetry); jarang diperlukan ventilasi mekanik
Radiografi toraks konsisten dengan adanya cairan paru-paru, menunjukkan kongesti,
corakan perihilar, cairan pada fisura interlobar.
Gejala dan temuan radiografik bersifat sementara dan self-limited, menghilang dalam
minggu pertama pasca-natal (biasanya dalam beberapa hari)
Diagnosa lain telah dieksklusi (contoh: pneumonia, RDS, penumotoraks)
Takipnea akibat TTN menghilang dalam 72 jam pada kebanyakan kasus tetapi dapat menetap
lebih lama. Suatu penelusuran retrospektif pada 95 bayi baru lahir dengan TTN membandingkan
temuan klinis dan laboratorium antara 2 kelompok: bayi dengan takipnu <72 jam dan >72 jam.
Ditemukan laju pernapasan puncak yaitu 90 kali/menit pada usia 36 jam merupakan prediksi
yang kuat terhadap takipnu berkepanjangan (prolonged). Prolonged TTN terkait dengan sel
leukosit dan hematokrit rendah, waktu rawat inap lebih lama, dan penggunaan antibiotik sebagai
tatalaksana dalam studi ini.
Merintih sering ditemukan segera setelah lahir dan dianggap sebagai bagian dari transisi. Pada
suatu penelitian kohort terhadap 466 bayi baru lahir, 17.4% ditemukan pernapasan merintih saat
kelahiran tetapi sebagian besar hilang dalam waktu 2 jam. Apabila merintih dan tanda-tanda
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016

14

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

distres menetap, bayi kemungkinan memerlukan penilaian dan intervensi lebih lanjut. Tanda
klinis lain dari TTN adalah barrel-shaped chest akibat hiperinflasi sehingga hepar dan limpa
terdorong dan dapat dipalpasi. Auskultasi dada terdengar bising paru yang sering terkait dengan
takikardi. Tekanan darah tidak terpengaruh kecuali bayi menjadi simptomatik berat. Beberapa
bayi yang dengan TTN mengalami hipoksemia berat dan memerlukan oksigen konsentrasi tinggi
(>60%) untuk mempertahankan saturasi. Bayi seperti ini dapat memerlukan bantuan napas
tambahan (intubasi dan ventilasi mekanik). Hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri
melalui duktus atau foramen ovale dapat terjadi akibat peningkatan resistensi vaskular pulmonal
yang terkait dengan tersisanya cairan paru fetal. Sangat jarang kebocoran udara dilaporkan.
FITUR RADIOGRAFIK
Radiografi dada umumnya menunjukkan tanda vaskular perihilar yang prominen akibat
pembengkakan limfatik periarterial, edema septa interlobar, dan cairan di fisura. Dapat
ditemukan hiperinflasi dan cairan dapat terlihat pada sudut kostofrenikus dengan ruang
interkostal yang melebar. Temuan ini biasanya kembali normal dalam 2 hari, tetapi corak
perihilar memerlukan 3 hingga 7 hari untuk hilang total.

Gambar 3. Radiografi 2 bayi dengan TTN berbeda derajat keparahan. Perhatikan garisgaris opasitas paru dan cairan pada fisura minor di sebelah kanan.

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

15

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis definitif dati TTN sering kali bersifat retrospektif karena gejalanya bersifat sementara
dan kondisi lain sudah dieksklusi. Penyebab tersering takipnu pada neonatus dapat diingat
dengan mnemonik TRACHEA. Selain RDS dan pneumonia, gangguan penting lain yang harus
dipertimbangkan berdasarkan riwayat tambahan adalah takipnu yang terkait dengan iritasi
serebral dari perdarahan subaraknoid atau jejas otak hipoksik (hypoxic brain injury atau disebut
jua hiperventilasi serebral). Bayi dengan diagnosis yang lebih telat cenderung mengalami
alkalosis respiratorik, dan radiografi dada dapat menunjukkan kardiomegali dengan lapang paru
normal. Takipnu akibat asidosis metabolik harus dipertimbangkan dan dapat dikesampingkan
dengan pengukuran gas darah arteri kapiler. Karena sulit untuk mengeksklusi pneumonia, banyak
bayi yang mendapatkan terapi antibiotik pada 24 hingga 48 jam pertama hingga kultur darah
dinyatakan negatif; pada saat itu, gejala klinis dan temuan radiologis biasanya sudah membaik
secara signifikan, menunjukkan kemunkinan tinggi TTN, sehingga tatalaksana antibiotik dapat
dihentikan.
Tabel 2. Penyebab takipnu pada bayi baru lahir
Transient tachypnea of newborn
Respiratory infections (pneumonia)
Aspiration syndromes (meconium, blood, or amniotic fluid)
Congenital malformations (congenital diaphragmatic
adenomatoid

malformations),

and

Central

nervous

hernia,
system

cystic

irritation

(subarachnoid hemorrhage) or disease (hypoxic-ischemic encephalopathy)


Hyaline membrane disease (RDS)
Edema, pulmonary (left-to-right shunts with failure, anomalous venous
drainage)
Air leaks (pneumothorax) and Acidosis (metabolic)

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

16

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

PENATALAKSANAAN
Hein dan kolega merekomendasikan rule of 2 hours dimana bayi baru lahir diobservasi selama
2 jam pasca awitan distres pernapasan. Apabila tidak ada perbaikan derajat distres, lakukan
radiografi dada. Banyak bayi baru lahir diperiksa menggunakan pulse oximetry sebagai tambahan
untuk monitor klinis. Apabila bayi mengalami desaturasi dengan udara ruangan, lakukan
pengukuran gas darah. Bayi kemudian dapat dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi apabila
radiografi dada menunjukkan abnormalitas, bayi memburuk secara klinis, memerlukan >40%
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen, atau tidak ada perbaikan setelah 2 jam dengan
semua intervensi yang memungkinkan.
Apabila takipnea terkait dengan peningkatan usaha napas dan tidak membaik, bayi tidak boleh
diberikan makanan per oral (nil per os/ NPO) dan memerlukan cairan intravena (10% dekstrosa
dalam air 60 hingga 80 ml/kg per hari). Setelah periode transisi (beberapa jam setelah kelahiran),
adanya peningkatan usaha napas menunjukkan bahwa TTN mungkin bukan diagnosis yang tepat.
Bayi cukup bulan biasanya diobservasi di radiant warmer terbuka. Radiografi dada biasanya
dilakukan untuk menunjang diagnosis TTN dan mengeksklusi kondisi lain (misalnya
penumotoraks). Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis dan analisa gas darah (terutama
apabila ditemukan peningkatan usaha napas atau kebutuhan oksigen) perlu dipertimbangkan.
Meskipun laju pernapasan tinggi pada bayi dengan TTN tipikal, tanda lain dari meningkatnya
kerja napas (merintih, napas cuping hidung, retraksi) menghilang lebih awal daripada takipnu.
Seiring membaiknya TTN, dan apabila diagnosisnya benar dan laju pernapasan <80 kali/menit,
makanan enteral dapat mulai diberikan. Makanan tersebut harus dimulai dengan volume yang
semakin lama semakin besar dengan peningkatan sedikit-sedikit (sambil melanjutkan cairan IV)
hingga bayi tidak menunjukkan takipnu dan laju pernapasan <60 kali/menit. Pada bayi-bayi yang
tetap menunjukkan takipnu dan NPO atau menerima makanan volume rendah >1 hari, elektrolit
harus ditambahkan melalui cairan IV dan nutrisi parenteral harus di pertimbangkan. Bayi dengan
TTN harus dipantau secara ketat; 74% gejala menghilang pada usia 48 jam.
Apabila pulse oximetry atau kadar oksigen darah menunjukkan kebutuhan oksigen tambahan,
metode awal yang digunakan adalah dengan menggunakan oxygen hood. Konsentrasi
disesuaikan untuk mempertahankan pengukuran pada pulse oximetry sekitar 90%. Dengan
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016

17

LAPORAN KASUS

LILIANI LABITTA [406152050]

pemberian kanul nasal, konsentrasi oksigen yang diberikan sebenarnya sulit ditentukan; bentuk
pemberian oksigen ini dapat digunakan setelah usia 24 jam, ketika diagnosis lebih pasti. Pada
beberapa kejadian tidak biasa dimana bayi TTN membutuhkan intubasi dan konsentrasi oksigen
yang lebih tinggi, bayi harus tetap NPO dan selang arteri mungkin diperlukan. Bayi tersebut
memiliki risiko hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, terkadang bakan memerlukan
bantuan Extracorporeal membrane oxygenator (ECMO). Meskipun jumlah bayi yang
memerlukan ECMO untuk gagal napas telah menurun sejak 1989 hingga 2006, proporsi bayi
dengan kelahiran SC diantaranya meningkat. Karena ada peningkatan kejadian morbiditas
respiratorik pada bayi prematur lambat dan bayi cukup bulan yang dilahirkan melalui SC, jumlah
relatif dari bayi dengan TTN dan memerlukan ECMO menunjukkan kecenderungan yang perlu
diperhatikan.
Beberapa bayi yang pada akhirnya didiagnosa memiliki TTN dapat mengalami takipnea
berkepanjangan. Apabila takipnu menetap lebih dari 5 atau 6 hari, ekokardiografi harus
dipertimbangkan untuk mengeksklusi kemungkinan penyakit jantung bawaan. Secara umum,
bayi dengan TTN tidak dapat didiagnosis secara definitif hingga takipnu menghilang. Maka, bayi
tidak dipulangkan hingga takipnea menghilang (laju pernapasan <60 kali/menit minimal 12 jam).
Furosemid dan epinefrin racemic telah dipelajari manfaatnya bagi pasien TTN. Pengobatan
dengan furosemid dievaluasi pada suatu percobaan acak terkontrol prospektif pada 50 bayi
dengan TTN. Kelompok furosemid diberikan 2 mg/kg peroral pada waktu terdiagnosa, diikuti
dengan 1 mg/kg 12 jam kemudian apabila gejala menetap; bayi kelompok komtrol menerima
placebo. Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada durasi takipnea atau durasi rawat inap.
Suatu percobaan acak blinded dan terkontrol plasebo meneliti keamanan dan efikasi dari
epinefrin racemic untuk terapi TTN berdasarkan hipotesis bahwa bayi dengan TTN memiliki
konsentrasi epinefrin yang relatif rendah untuk memediasi absorpsi cairan paru. Meskipun tidak
ada bayi pada kelompok terapi dan kontrol yang mengalami kejadian tidak diinginkan, termasuk
takikardia atau hipertensi, tidak ditemukan pula perbedaan rerata perbaikan takipnea di kedua
kelompok tersebut.

Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta


Periode 28 Maret 4 Juni 2016

18

LILIANI LABITTA [406152050]

LAPORAN KASUS

PENCEGAHAN
Pendekatan ideal untuk mencegah TTN adalah untuk menurunkan insidensi SC, yang kini mulai
meningkat dan berkontribusi secara signifikan terhadap morbiditas respiratorik pada bayi cukup
bulan. American College of Obstetric and Gynecology (ACOG) merekomendasikan penjadwalan
SC elektif pada usia gestasi 39 minggu atau lebih lambat sesuai dengan hari pertama haid
terakhir (HPHT) atau menunggu awitan persalinan spontan. ACOG juga menyediakan kriteria
untuk membangun maturitas fetus sebelum SC elektif. Namun keamanan dari pendekatan ini
pada ibu dengan riwayat SC sebelumnya belum dipastikan dengan uji coba yang ketat. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa pemberian bethamethasone antenatal sebelum SC elektif
menurunkan insidensi morbiditas respiratorik pada bayi. Meskipun mortalitas bukan suatu
perhatian, TTN sangat sering ditemukan dan merupakan kondisi yang tidak diinginkan dan
terkadang memerlukan rujukan, harus terpisah dari ibu apabila tidak dapat dirujuk, pemeriksaan
diagnostik yang banyak, keterlambatan pemulangan, rawat inap lebih lama, dan peningkatan
biaya pelayanan kesehatan. Bayi ini juga dapat memiliki peningkatan risiko asma. Maka,
penelitian tambahan untuk menjelaskan mekanisme reabsorpsi cairan paru yang disfungsional
pada TTN serta intervensi terapi yang memungkinkan diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Guglani, L., Lakshminrusimha, S., & Ryan, R. M. (2008, Nov 11). Transient Tachypnea
of

the

Newborn.

Pediatrics

in

review.

29(11),

ppe59-e65.

Retrieved

from:

http://pedsinreview.aappublications.org/content/29/11/e59
Subramanian, K. N. S. (2014, Jun 10). Transient Tachypnea of the Newborn. Medscape.
Retrieved from: http://emedicine.medscape.com/article/976914-overview#a6
Weerakkody, Y., & Agrawal, R. Transient Tachypnea of the Newborn. Retrieved from:
http://radiopaedia.org/articles/transient-tachypnoea-of-the-newborn
Hermansen, C. L., & Lorah, K. N. (2007, Oct 1). Respiratory Distress in the Newborn.
Am

Fam

Physician.

76(7),

pp987-994.

Retrieved

from:

http://www.aafp.org

/afp/2007/1001/p987.html
Universitas Tarumanagara | Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 Maret 4 Juni 2016

19

Anda mungkin juga menyukai