Sindrom Rubella Kongenital
Sindrom Rubella Kongenital
OLEH
D. Irsat Syafardi
PEMBIMBING
dr. Risman F. Kaban, M. Ked(OG), SpOG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
1
1.1.
Latar Belakang....................................................................................
1.2.
1
Tujuan..................................................................................................
2
1.2.1. Tujuan Umum......................................................................................
2
1.2.2. Tujuan Khusus....................................................................................
1.3.
2
Manfaat...............................................................................................
2
Definisi.................................................................................................
2.2.
3
Epidemiologi........................................................................................
2.3.
3
Penyebab............................................................................................
4
2
2.4.
Patogenesis.........................................................................................
2.5.
6
Manifestasi Klinis.................................................................................
2.6.
8
Diagnosis.............................................................................................
2.7.
11
Penatalaksanaan................................................................................
2.8.
13
Pencegahan........................................................................................
14
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................
14
3.1.
Kesimpulan..........................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.......................................................................................................
5
DAFTAR TABEL
Tabel 1.........................................................................................
10
Tabel 2.........................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom
Rubella Kongenital (SRK) terjadi setiap tahun di negara-negara
berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi
epidemi. Sebelum vaksin Rubella ditemukan, epidemik Rubella di
negara maju muncul pada interval 3-10 tahun. Setelah penemuan
vaksin pada tahun 1969, insidensi Rubella menurun drastis menjadi
hanya 4 penderita per 100.000 populasi per tahun di dunia dengan
237-2450 kasus per tahun.1,2
Sindrom Rubella Kongenital (SRK) adalah infeksi transplasenta
pada janin dengan Rubella, biasanya pada kehamilan trimester
pertama, yang disebabkan oleh infeksi maternal. Masalah utama
adalah risiko kecacatan pada bayi dalam insidensi yang sangat
tinggi. Infeksi maternal pada trimester pertama 80% akan
SRK
sulit
dikonfirmasi
akibat
gejalanya
yang
Tujuan
Manfaat
Menambah pengetahuan mengenai SRK.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Sindrom Rubella Kongenital (SRK) adalah infeksi transplasenta
pada janin dengan Rubella, biasanya pada kehamilan trimester
pertama, yang disebabkan oleh infeksi maternal. SRK ketika bayi
berada dalam kandungan yang dapat menyebabkan infeksi kronik
intrauterin dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin
sampai meyisakan cacat bawaan pada janin. Kata Rubella diambil
dari bahasa Latin yang berarti sedikit merah. Rubella ditemukan
pada tahun 1814 di pada literatur berbahasa Jerman sehingga
disebut campak Jerman. Pada tahun 1938, Hiro dan Tosaka
mengonfirmasi penyebabnya adalah virus melalui penularan droplet
pernapasan. Epidemik Rubella terjadi pada tahun 1940 dan vaksin
baru ditemukan pada tahun 1969.3
2.2.
Epidemiologi
Sebelum vaksin Rubella ditemukan, epidemik Rubella di negara
maju muncul pada interval 3-10 tahun. Setelah penemuan vaksin
pada tahun 1969, insidensi Rubella menurun drastis menjadi hanya
4 penderita per 100.000 populasi per tahun di dunia dengan 2372450 kasus per tahun.1
Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus SRK
terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang dan dapat
meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi. Risiko SRK
bervariasi bergantung pada usia gestasi ibu hamil saat terkena.
Penyebab
Virus Rubella merupakan jenis virus RNA, genus Rubivirus, dalam
famili Togaviridae, dengan jenis antigen tunggal yang tidak dapat
bereaksi silang dengan sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus
Rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 60-70 nm,
memiliki inti (core) nukleoprotein padat yang dilapisi oleh dua lapis
lipid yang mengandung glikoprotein envelope E1 dan E2. 8
Virus bersifat termolabil, cepat menjadi tidak aktif pada temperatur
37C dan pada temperatur -20C dan relatif stabil selama berbulan
bulan pada temperatur -60C. Virus Rubella dapat dihancurkan oleh
enzim proteinase, pelarut lemak formalin, sinar ultraviolet, PH
rendah, panas dan amantadine tetapi relatif rentan terhadap
pembekuan, pencairan atau sonikasi. 9
Meskipun Virus Rubella dapat dibiakkan dalam berbagai biakan
(kultur) sel, infeksi virus ini secara rutin didiagnosis melalui metode
Patogenesis
Sumber infeksi Rubella janin adalah dari plasenta wanita hamil
yang menderita viremia. Pada saat viremia, dapat terjadi infeksi
transplasenta vertikal. Virus dalam tubuh bayi dengan SRK dapat
bertahan hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah
kelahiran. Viremia maternal bisa dimulai 1 minggu sebelum
serangan ruam dan dapat menimbulkan infeksi plasenta. 11
Infeksi fetus terjadi secara hematogen yang menyebar melalui
aliran darah uteroplasenta. Proses replikasi yang menyebabkan
nekrosis lokal di epitel villi korialis dan endotel dapat menyebabkan
kerusakan pada organ janin yang sedang berkembang. Apalagi
ditambah dengan adanya proses inflamasi yang hebat. Janin yang
terinfeksi Rubella berisiko besar meninggal dalam kandungan, lahir
prematur, dan abortus spontan.1
Pembentukan organ terjadi dalam minggu kedua sampai keenam
setelah konsepsi, sehingga infeksi sangat berbahaya untuk jantung
dan mata pada saat itu. Dalam trimester kedua, janin mengalami
peningkatan kemampuan imunologi dan tidak lagi peka terhadap
10
Aktivitas
komplemen
berhubungan
secara
primer
dengan envelope.13
Sistem imun spesifik akan terangsang akibat interaksi E1 dan
protein pada permukaan sel dendritik. MHC kelas I kemudian akan
mengaktivasi sel T sitotoksik CD8+ dan MHC kelas II akan
mengaktivasi sel T helper CD4+ untuk memicu sel B untuk memulai
respon imun humoral. Sel dendritik akan berjalan sepanjang KGB
untuk aktivasi dan merangsang lebih banyak sel T untuk respon
adaptif. Neutrofil juga akan terpicu oleh sitokin dan meningkatkan
reseptor ICAM pada endotel untuk lebih merespon terhadap
antigen virus.14
Ketiak sel dendritik berjalan di KGB. Mereka mempresentasikan
antigen atau peptide dari envelop virus dan MHCI ke sel T CD4+
serta B7 ke reseptor CD28. Sel T kemudian akan berproliferasi,
differensiasi, dan berkespansi menjadi Th1 dan Th2. Sel T
kemudian dikeluarkan dari limfatik efferen ke sirkulasi sistemik.
11
Manifestasi Klinis
SRK dapat menyebabkan gangguan pada maternal dan fetal. Masa
inkubasi Rubella adalah 12-23 hari. Periode infeksius adalah 5-7
hari sebelum onset munculnya ruam. Pada wanita yang tidak hamil,
Rubella adalah infeksi minor yang asimptomatik atau hanya
menimbulkan sedikit gejala. Walaupun asimptomatik pada 25-50%
kasus, pasien dapat mengalami gejala prodromal ringan seperti
demam subfebris, konjungtivitis, sakit tenggorokan, coryza, nyeri
kepala, malaise, dan limfadenopati (37,2-37,8 C). 1
Gejala prodromal biasanya akan berlangsung 1-5 hari sebelum
terjadinya ruam scarletiniform, yang mungkin agak gatal . Ruam
khas dimulai pada wajah dan menyebar ke tubuh dan ekstremitas.
Ini biasanya akan menyelesaikan dalam waktu tiga hari dalam
urutan yang sama di mana keluhan muncul (wajah kemudian
seluruh tubuh).1
Poliartritis dan polyarthralgia merubapakan berpotensial gejala sisa,
muncul terutama pada remaja dan dewasa perempuan (60-70%)
sekitar satu minggu setelah ruam. Secara klasik, tangan, lutut,
pergelangan tangan, dan pergelangan kaki yang terpengaruh
secara simetris, dan rasa sakit akan berlangsung sekitar 1-4
minggu. Arthritis kronis jarang berkembang. Manifestasi lain,
meskipun langka, termasuk tenosinovitis, carpal tunnel syndrome,
trombositopenia, ensefalitis pasca infeksi, miokarditis, hepatitis,
anemia hemolitik, dan sindrom uremik hemolitik.1
12
pagi
sampai
keluhan
artritis
yang
diikuti
dengan
fetus,
kematian
janin
dalam
rahim, dan
gangguan
13
Late manifestations
Diabetes mellitus
Thyroiditis
Sensorineural deafness
Pulmonary stenosis
Behavioural disorder
Retinopathy
Cataracts
Microphthalmia
Mental retardation
Microcephaly
Meningoencephalitis
Others
Thrombocytopenia
Hepatosplenomegaly
Characteristic purpura
(Blueberry muffin appearance)
Diagnosis
Konfirmasi diagnosis infeksi Rubella akut pada wanita hamil cukup
sulit karena mayoritas penyakti subklinis. Seperti dengan penyakit
eksantema lainnya, diagnosis dapat dibuat dengan anamnesis
yang cermat. Dilakukan konfirmasi pola ruam, hubungan demam
dengan ruam, dan riwayat kontak atau adanya
epidemik.
puncak pada hari ke-6-12 dan bertahan hingga 1-4 minggu. Titer
turun, tidak terdeteksi setelah 6-12 minggu. IgG dapat di deteksi
pada 1-3 hari setelah muncul gejala, bertahan seumur hidup.
3. Laboratorium Hemaglutinasi Pasif
Bila terdapat aglutinasi maka tedapat antibodi spesifik terhadap
Rubella.
4. Uji Hemolisis Radial
Zona >5 mm pada lempengan tes menunjukkan adanya imunitas
antibodi terhadap virus Rubella (Zona hemolisis pada lempengan
kontrol terentang antara 3,5-5 mm).
Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari
darah janin melalui CVS atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi
fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya
antigen spesifik Rubella dan RNA pada CVS.
16
2.7.
Penatalaksanaan
Terapi dari SRK biasanya suportif, self limited disease, tidak dapat
diobati hanya bisa dicegah dengan vaksinasi. Baru-baru ini,
adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in
vitro dalam menghambat stadium awal infeksi Rubella pada sel
yang dibiakkan. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan
hasil
yang
terbatas.
Penggunaan
semua
obat
ini
masih
Pencegahan
Program vaksinasi atau imunisasi merupakan salah satu upaya
pencegahan terhadap Rubella yang diberikan sebagai vaksin MMR.
Sejak tahun 1979 vaksin virus hidup RA 27/3 (fibroblas paru
embrional manusia deretan WI-38) telah digunakan hanya pada
imunisasi aktif terhadap Rubella di Amerika Serikat. Vaksin RA 27/3
menghasilkan antibodi nasofaring dan berbagai variasi antibodi
serum, memberikan proteksi yang lebih baik terhadap reinfeksi.
Vaksin sensitif terhadap panas dan cahaya, karenanya vaksin
17
dapat
diberikan
secara
bervariasi
dengan
injeksi
diperlukan,
tetapi
harus
diberikan
nasehat
mengenai
Kebijakan
imunisasi
sekarang
telah
berhasil
kasus
pada
tahun
1994.
Namun
imunisasi
ini
tidak
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Sindroma
Rubella
Kongenital
(SRK)
adalah
infeksi
6. SRK
hanya
dapat
dicegah
dengan
imunisasi
sebelum
kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dontigny L, Arsenault MY & Martel MJ. Rubella in pregnancy. SOGC
Clinical Practice Guidelines 2008; 203: 1-5.
2. ECDC. Survey on rubella, rubella in pregnancy and congenital rubella
sureillance systems in EU/EEA contries. ECDC 2013; 1-39.
3. CDC. The Pink Book: Course textbook 12 th Edition Second
Printing. CDC 2012; 1: 1-20.
4. Deepika D, Rachna R, Sarman S, Roy KK & Neena M. Diagnosis of
acute rubella infection during pregnancy. J Obstet Gynecol India 2006;
56(1): 44-46.
5. WHO. Eliminating measles and rubella and preventing congenital
rubella infection. WHO 2013; 1-30.
6. MMWR. Prevention of measles, rubella, congenital rubella syndorme,
and mumps. CDC 2013; 1-40.
7. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds. Obstetrics-normal and
problem pregnancies. 4th ed. New York: Churchill Livingstone,
Inc.;2002:132830.
8. Battisti A, Yoser JD, Plevka P, Winkler DC, Prasad VM, Kuhn RJ, et al.
Cryo-electron tomography of rubella virus. J Virol. 2012; 20: 78-85.
9. Kujala. The togavirus RNA Replication Complex. University of Helsinki
2000; 1-20.
10. Greber. Mechanisms of virus uncoating.
20
syndrome
after
rubella
vaccination
in
1-4
weeks
21