Anda di halaman 1dari 119

SEPTI DIANA

( 211 324 839 )


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Quran sebagai sumber hukum pertama dan utama dalam ajaran
agama Islam tentunya menempati posisi yang signifikan. Mengingat
posisinya yang signifikan itu maka diperlukan adanya pemahaman yang
komprehensif terkait dengan eksistensi Al- Quran. Selain Al-Quran, setiap
muslim juga mengenal adanya sumber hukum yang kedua yakni Hadits atau
Sunnah, baik Hadits Qudsi maupun Hadits Nabawi. Keduanya menjadi
sumber hukum Islam yang diyakini dan dipedomani oleh seluruh umat
muslim. Keduanya memiliki perbedaan-perbedaan, perbedaan di antara
keduanya harus diketahui oleh setiap muslim sebagai landasan awal dalam
memahami keduanya lebih lanjut.
Pemahaman yang baik terhadap keduanya akan mempengaruhi
kualitas ibadah dari setiap muslim. Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk
kaum muslim atau suatu kelompok suku tertentu semata, tetapi
kehadirannya juga menjadi rahmat bagi seluruh makhluk. Al- Quran
merupakan kitab yang sangat lengkap tentunya dia memiliki kelebihankelebihan. Di antara kelebihan-kelebihan Al-Quran ini adalah adanya namanama dan sifat-sifat yang telah dijelaskan oleh Allah SWT. Al-Quran adalah
kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui
Nabi Muhammad SAW, untuk dijadikan sebagai pedoman hidup.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam kajian ini adalah
sebagai berikut :
1.

Apa pengertian dan kandungan Al-Quran?

2.

Apa saja nama lain dari Al-quran?

3.

Apa perbedaan antara al-quran,hadist qudsi dan hadist nabawi?

C.

Tujuan
1

1.

Untuk mengetahui kandungan dari al-quran

2.

Untuk mengetahui nama-nama dari al-quran

3.

Untuk mengetahui perbedan al-quran,hadist qudsi dan hadist nabawi.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Al-Quran yang secara harfiah berarti "bacaan sempurna "merupakan


suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satubacaan pun
sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yangdapat
menandingi Al-Quran Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu. Menurut
sebagian ulama, Al-Quran adalah sebuah nama khas bagi kitab
yangditurunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw seluruhnya bisa
dinamakan Al-Quran, tetapi bisa juga dimaknakan satu ayat itu Al-Quran,
sehingga kalau ada yang baca satu ayat dari Al-Quran, bisa dibilang bahwa
dia membaca Al-Qur`an. Definisi Al-Quran secara Bahasa / Etimolog
Sebagian Ulama mengatakan kata Al-Quran tidak ada akar katanya, ia
adalah nama bagi kalam Allah
Al-Quran muncul bukan dari hasil pemikiran manusia, namun nama Al
Quran muncul dari dalam kitab itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka
muncul sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Al Quran bukanlah hasil
definisi dari sebuah kata, namun Al Quran adalah sebuah isim alam yang
diberikan Allah kepada kitab suci ini. Beberapa ulama memiliki perbedaan
pendapat, mereka berusaha menggali makna dan asal usul kata Al Quran,
diantaranya adalah:
1.
Al-Syafii salah seorang imam mazhab yang terkenal [150-204H]
berpendapat bahwa kata al-quran ditulis dan dibaca tanpa hamzah dan tidak
diambil dari kata lain. Ia adalah nama yang khusus dipakai untuk kitab suci
yang diberikan kepada nabi Muhammad, sebagaimana kitab injil dan taurat
dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang diberikan kepada nabi Isa dan
Musa.
2.
Al-Fara seorang ahli bahasa yang terkenal, pengarang kitab Maanil
Quran (144-207), dalam kitabnya Maanil Al-Quran berpendapat bahwa lafal
al-quran tidak memakai hamzah, dan diambil dari kata qarain, jama dari
qarinah, yang berarti indikator (petunjuk). Hal ini disebabkan karena
2

sebagian ayat-ayat al-quran itu serupa satu sama lain, maka seolah-olah
sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh
ayat lain yang serupa itu.
3.
Al-Asyari [260H-324H] berpendapat bahwa lafal al-quran tidak
memakai hamzah dan diambil dari kata qarana, yang berarti
menggabungkan. Hal ini disebabkan karena surat-surat dan ayat-ayat alquran dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
4.
Al-Zajjaj nama Aslinya adalah Ibrahim bin as-Sirri, dijuluki Abu Ishaq,
penulis bukutifaanil-Quran. Wafat 311 H berpendapat bahwa lafal al-quran
itu berhamzah, mengikuti wazan fulan dan diambil dari kata al-qaru yang
berarti menghimpun. Halini karena al-quran merupakan kitab suci yang
menghimpun inti sari ajaran-ajaran dari kitab-kitab suci sebelumnya.
5.
Al-Lihyani ahli bahasa Arab terkenal, berpendapat bahwa lafal al-quran
berhamzah. Bentuk mashdar-nya diambil dari kata qaraa yang berarti
membaca. Hanya saja,lafal al-quran ini menurut al-Lihyani berbentuk
mashdar dengan makna isim maful.Jadi, Al-quran artinya maqru(yang
dibaca).
6.
Al-zarkasi dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Quran berpendapat bahwa Al
Quran berasal dari kata al qoryu yang berarti al-jamu atau kumpulan.
Alasannya, karena Al Quran merupakan kumpulan buah kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya
7.
Al Qurthuby berpendapat, menurut beliau kitab suci agama Islam ini
disebut Quran(tanpa hamzah). Karena diangkat dari kata qoroin yang
berarti partner. Alasannya karena antara satu ayat dan ayat lainnya
merupakan partner yang saling mendukungdan saling membenarkan

B. Isi kandungan Al-quran


Pokok-pokok isi kandungan Al-Quran ada lima:
1. Tauhid, kepercayaan pada allah swt, Malaikat-malaikatnya, Kitabkitabnya, para Rasul-Nya, hari kemudian, Qadla dan Qadar yang baik
dan buruk.
2. Tuntunan ibadat sebagai perbuatan yang menghidupkan jiwa tauhid.
3. Janji dan ancaman:Al-Quran menjanjikan pahala bagi orang yang mau
menerima dan mengamalkan isi Al-Quran dan mengancam mereka
yang mengingkarinya dengan siksa.
3

4. Hukum yang dihajati pergaulan hidup bermasyarakat untuk


kebahagian dunia dan akhirat.
5. Inti sejarah orang-orang yang tunduk kepada allah,yaitu orang-orang
yang shaleh seperti Nabi-nabi dan Rasul-rasul, juga sejarah mereka
yang mengingkari agama allah dan hukum-hukumnya. Maksud sejarah
ini ialah sebagai tuntunan dan tauladan bagi orang-orang yang hendak
mencari kebahagian dan meliputi tuntunan akhlaq.
C. Nama Lain Al-Quran
1.
Al-Huda (Petunjuk). Dalam Al-Quran terdapat tiga kategori tentang
posisi Al-Quran sebagai petunjuk.
a.

Petunjuk bagi manusia secara umum (Q.S. Al-Baqarah [2]:185)

b.
Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (Q.S AlBaqarah[2]:2). ayat lain diantaranya (Q.S Ali Imran [3]:138)
c.
Petunjuk bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Fushshilat [41]:44).
ayat lain diantaranya (Q.S Yunus[10]:57)
2.
Al-Furqan (Pemisah). Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia adalah
ugeran/norma untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak
dan yang batil, atau antara yang benar dengan yang salah. (Q.S. Al-Baqarah
[2]:185)
3.
Al-Syfa (obat), dalam Al-Quran yang mashur ada 6 ayat yang di sebut
Ayat syfa (ayat-ayatyang bisa menjadi obat) walaupun sebenarnya semua
ayat dalam Al Quran bisa menjadi obat. (Q.S. Al-Isro [17]:82),(Q.S. Yunus
[10]:57), (Q.S. An Nahl [16]:69), (Q.S. As Shuara[26]:80), (Q.S. Fussilat
[41]:44), (Q.S. Al-Taubah [9]:14).
4.
Al-Mauidlah (Nasihat). Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia berfungsi
sebagai nasihat bagi orang-orang bertakwa. (Q.S. Ali Imran [3] : 138
5.
Al Kitab atau Kitabullah merupakam synonim dari Al Quran, (Q.S. Al
Baqoroh [2]
6.
Adz Dzikr: artinya peringatan, sebagaimana yang tersebut dalam
surat
(Q.S Al Hijr:9)

7.
Ar Rahman, Al Quran disebut juga Ar Rahman karena ia berfungsi
sebagai petunjuk dankarunia bagi umat manusia dan alam semesta. (QS. An
Naml [27] : 77).
8.
Ar Ruuh, Al Quran disebut juga Ar Ruuh karena ia mampu
menghidupkan akal pikiran danmembimbing manusia kepada jalan yang
lurus.(QS.Asy Syura [42] :52).
9.

Al Haq: yang artinya kebenaran

10. Al Hikmah, disebut Al Hikmah karena segala yang terkandung di dalam


Al Quran adalah kebijaksanaan. (QS. Al Israa[17]:39).
11. Al Tanzil. Al Quran disebut juga Al Tanzil karena ia kitab suci yang
diturunkan. (QS. AsySyuaraa [26] : 192).
12. Al Bayaan. Al Quran disebut juga Al Bayaan karena ia berfungsi
sebagai penjelas dan penerang kebenaran dari Allah SWT.(QS. Ali Imraan
[3] : 138).
13. Al Kalam. Al Quran disebut juga Al Kalam karena ia adalah firman Allah
dan merupakankitab suci yang diucapkan.(QS. At Taubah [9] :6).
14. Al Busyraa. Al Quran disebut juga Al Busyraa karena ia berfungsi
sebagai pembawa kabar gembira. (QS. An Nahl [16] :102).
15. An Nuur. Al Quran disebut juga An Nuur karena ia mampu membawa
manusia memperolehcahaya ketuhanan. (QS. An Nisaa [4] 174).
16. Al Basaair. Al Quran disebut juga Al Basaair karena ia berfungsi
sebagai pedoman. (QS. AlJaasiyah [45] : 20).
17. Al Balaag. Al Quran disebut juga Al Balaag karena ia berfungsi sebagai
penyampai kabar atau penjelasan bagi manusia. (QS. Ibrahim [14] : 52).
18. Al Qaul. Al Quran disebut juga Al Quran karena ia merupakan
perkataan atau ucapan yangdapat menjadi pelajaran bagi manusia. (QS. Al
Qasas [28] : 51).

D. Perbedaan al-quran ,hadist qudsi dan hadist nabawi


Al Quran dan Al Hadits adalah dua sumber hukum yang pertama yang
dijadiakan rujukan oleh para ulama untuk menentukan sebuah hukum. Al
5

Quran dan Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, Al Quran dan Al
Hadits juga mempunyai banyak perbedaan, diantaranya adalah :
1.
Al Quran adalah wahyu dari allah kepada nabi Muhammad yang
kandungan dan kata-katanya berasal dari Allah, sedngkan Al Hadits isi
kandungannya dari Allah tapi struktur kalimatnya dari nabi Muhammad
sendiri.
2.
Al Quran sebagai sumber hukum yang pertama sedangkan Al Hadits
adalah sumber hukum yang kedua setelah Al Quran.
3.
Kandungan Al Quran bersifat global, sedangkan Al Hadits lebih banyak
bersifat terperinci
4.
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan
persetujuan dari NabiMuhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama
Islam selain Al Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini,kedudukan
hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al Qur'an.
Perbedaan Al-quran dengan hadist nabawi diantaranya sebagai berikut :
1.
Al-Quran mukjizat Rasul sedangkan Hadis bukan mukjizat sekalipun
Hadis Qudsi.
2.
Al-Quran terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian
tangan orang-orang jahil (lihat QS. Al-Hijr) sedangkan hadis tidak terpelihara
seperti Al-Quran. Namun hubungan keduanya tidak bisa dipisahkan antara
satu dengan yang lain. Maka terpeliharanya Al-Quran berarti pula
terpeliharanya Hadis.
3.
Al-Quran diriwayatkan seluruhnya secara mutawatir sedangkan Hadis
tidak banyak diriwayatkan secara mutawatir. Mayoritas Hadis diriwayatkan
secara Ahad.
4.
Kebenaran ayat-ayat Al-Quran bersifat qathi al-wurud (pasti atau
mutlak kebenarannya) dan kafir yang menginkarinya. Sedangkan hadis
kebanyakan bersifat zhanni al-wurud (relatif kebenarannya) kecuali yang
mutawatir.
5.
Al-Quran memiliki redaksi dan lafal nya dari Allah dan Hadis Nabawi
dari Nabi sendiri berdasarkan Wahyu Allah atau Ijtihad yang sesuaidengan
Wahyu.
6

6.
Kewahyuaan Al-Quran disebut dengan wahyu matluw (wahyu yang
dibacakan
sedangkan
kewahyuan
sunnah
disebut
wahyu
ghayr
matluw(wahyu yang tidak dibacakan) tetapi terlintas dalam hati secara
jelasdan yakin kemudian diungkapkan nabi dengan redaksinya sendiri.

Perbedaan al-quran dengan hadist qudsi adalah sebagai berikut:


Qudsi adalah kata yang dinisbahkan kepada kata quds, Nisbah ini
mengandung makna pengagungan. Dalam arti bahasa, kata ini menunjukkan
kebersihan dan kesucian.Hadits Qudsi adalah apa-apa yang disandarkan oleh
Nabi SAW kepada Allah. Maksudnya Nabi SAW meriwayatkan hadits tersebut
dan mengatakan bahwa itu adalah kalamnya Allah. Rasulullah SAW menjadi
rawi untuk kalam Allah tersebut dengan lafal beliau sendiri.
Ada beberapa perbedaan antara Quran dengan Hadis Qudsi dan yang
terpenting ialah :
1.
Al-Qur`an adalah kalam Allah yang diturunkan dengan lafal Allah
sendiri. Orang-orang Arab ditantang untuk membuat semisal Al-Quran.
Tetapi mereka tak mampu membutnya meskipun hanya satu surat saja.
Maka dari itu, Al-Qur`an adalah mukjizat. Sedangkan, Hadits Qudsi bukan
merupakan mukjizatdan orang-orang Arab tidak ditantang untuk membuat
yang semisalnya.
2.
Al-Qur`an itu hanya dinisbatkan kepada Allah. Maka dari itu,
penyandarannya langsung kepada Allah, Sedangkan Hadits Qudsi terkadang
diriwayatkan oleh Rasulullah SAW dengan dinisbatkan kepadaAllah.
Penisbatan ini menggunakan cara orang yang mengarang sehingga disebut
dengan nisbat insya`/ nisbat yang dibuatkan seperti ucapan. Terkadang pula
diriwayatkan dengan dinisbatkan kepada Rasulullah tetapi nisbatnya adalah
nisbat khabar karena nabi yang menyampaikan Hadis itu dari Allah. Maka
dikatakan Rasulullah mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari
Tuhannya.
3.
Seluruh
isi
Al-Quran
semuanya
dinukil
secara
mutawatir
sehinggakepastiannya
sudah
mutlak.
Sedang
hadis-hadis
Qudsi
kebanyakannyaadalah khabar ahad, sehingga kepastiannya masih
merupakan dugaan. Adakalanya hadis Qudsi itu shahih, terkadang hasan dan
terkadang pula dhaif.

4.
Al-Quran dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka ia adalah
wahyu, baikdalam lafal ataupun maknannya. Sedang hadis Qudsi maknanya
saja dariAllah sedangkan lafalnya dari Rasulullah SAW. Hadis Qudsi adalah
wahyudalam makna tetapi bukan dalam makna. Oleh sebab itu, menurut
sebagian besar ahli hadis diperbolehkan meriwayatkan hadis Qudsi dengan
maknanya saja.
5.
Membaca Al-Quran merupakan ibadah Barang siapa membaca satu
huruf dari
Al-Quran, dia akan memperoleh satu kebaikan . Dan kebaikan itu akan
dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf.
Tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. Sedangkan hadis
Qudsi tidak disuruh membacanya dalam shalat. Allah memberikan pahala
membaca hadis Qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis Qudsi tidak
akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai
membaca Al-Quran bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan

Perbedaan antara hadist nabawi dan hadist qudsi:


Hadis nabawi itu ada dua. Pertama, tauqifi. Yang bersifat tauqifi yaitu
yang kandungannya diterima oleh Rasulullah saw. dari wahyu. Lalu, ia
menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini
meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi
pembicaraan lebih layak dinisbahkan kepada Rasulullah saw., sebab katakata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya meskipun di dalamnya
terdapat makna yang diterima dari pihak lain. Kedua, taufiqi. Yang bersifat
taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah saw. menurut pemahamannya
terhadap Alquran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Alquran atau
menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulan
yang bersifat ijitihad ini diperkuat oleh wahyu jika ia benar. Dan, bila
terdapat kesalahan di dalamnya, turunlah wahyu yang membetulkannya.
Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti. Dari sini, jelaslah bahwa hadis
nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi atau yang taufiqi dengan
ijtiihad yang diakui dari wahyu itu bersumber dari wahyu. Inilah makna dari
firman Allah tentang Rasul-Nya, Dia (Muhammad) tidak berbicara menurut
hawa nafsunya. Apa yang diucapkannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang
diturunkan kepadanya. (An-Najm: 34).

Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah


saw. melalui salah satu cara penuturan wahyu, sedang lafalnya dari
Rasulullah saw. Inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi
kepada Allah Taala adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai
lafalnya. Sebab, seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, tidak ada
lagi perbedaan antara hadis qudsi dan Alquran, dan tentu pula gaya
bahasanya menuntut untuk ditantang, serta membacanya pun akan
dianggap ibadah.
Mengenai hal ini timbul dua macam syubhat. Pertama bahwa hadis
nabawi juga wahyu secara maknawi yang lafalnya dari Rasulullah saw.,
tetapi mengapa hadis nabawi tidak kita namakan juga hadis qudsi. Jawabnya
adalah, kita merasa pasti tentang hadis qudsi bahwa ia diturunkan
maknanya dari Allah karena adanya nas syara yang menisbahkannya kepada
Allah, yaitu kata-kata Rasulullah saw. Allah Taala telah berfirman, atau Allah
Taala berfirman. Itu sebabnya kita namakan hadis itu hadis qudsi. Hal ini
berbeda dengan hadis nabawi, karena hadis nabawi tidak memuat nas
seperti ini. Di samping itu, masing-masing isinya boleh jadi diberitahukan
kepada Nabi melalui wahyu, yakni secara tauqifi, namun mungkin juga
disimpulkan melalui ijtihad, yaitu secara taufiqi. Oleh sebab itu, kita
namakan masing-masing dengan nabawi sebagai terminal nama yang pasti.
Seandainya kita mempunyai bukti untuk membedakan mana wahyu tauqifi,
tentulah hadis nabawi itu kita namai pula hadis qudsi. Kedua, apabila lafal
hadis qudsi itu dari Rasulullah saw., maka dengan alasan apakah hadis itu
dinisbahkan kepada Allah melalui kata-kata Nabi: Allah Taala telah berfirman
atau Allah Taala berfirman. Jawabnya ialah bahwa hal yang demikian ini
biasa terjadi dalam bahasa Arab, yang menisbahkan kalam berdasarkan
kandungannya, bukan berdasarkan lafalnya. Misalkan ketika kita mengubah
sebait syair menjadi prosa, kita katakana bahwa penyair berkata demikian.
Juga ketika kita menceritakan apa yang kita dengar dari seseorang, kita pun
mengatakan si Fulan berkata demikian. Begitu juga Alquran menceritakan
tentang Musa, Firaun, dan sebagainya, isi kata-kata mereka dengan lafal
yang bukan lafal mereka dan dengan gaya bahasa yang bukan gaya bahasa
mereka, tetapi dinisbahkan kepada mereka.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

Al-Quran merupakan kalam Allah swt yang berisikan makna-makna


sebagai pedoman hidup manusia.Al-quran merupakan kitab yang
diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. Selain disebut Al-quran, kitab suci
ini juga memiliki nama-nama indah lainnya. Al-quran, hadist nabawai dan
hadist qudsi memiliki perbedaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
B.

Saran

Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan, maka dari itu pemakalah


mengharapkan kritik dan saran dari pembaca maupun pendengar demi
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

10

MannaKhalil., Studi Ilmu-ilmu Al-Quran,Cet. 8,Bogor : Pustaka Litera Antar


Nusa,2004.
Al-in Utsaimin,Muhammad., Ushuul Fii at-Tafsiir, Hal.9-11)Shihab,
Muhammad Quraish, Wawasan Al-Quran, Cet. XIX,PT Mizan Pustaka, Jln.
Cinambo No. 135 CisarantenWetan Ujungberung : Bandung, 2007.
Khon, Abdul Madjid,Ulumul Hadis, Cet. II, Jln Sawo Raya No18. Jakarta :
Amzah, 2009

NOVAYANTI
( 211 222 398 )
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril
sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa,
bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah
kitab Taurat, Zabur dan Injil yang diturunkan melalui para rasul.
Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril
sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
di gua hira pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41
11

tahun. Yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alquran
turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah Al-Maidah
ayat 3.
Al-Quran turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik
beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya.
Turunnya ayat dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai
dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi
Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati orang
yang menerimanya. Lama al-quran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih
sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Nama-nama Al-Quran?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan Kandungan Al-Quran?
3. Apa Perbedaan Al-Quran dengan hadist Qudsi dan hadis Nabawi?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Quran
Ditinjau dari bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa Arab, yaitu
bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u
- qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulangulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah
satu surah Al-Qur'an yaitu pada surah Al Qiyamah ayat 17 - 18.1
Secara istilah, Al-Qur'an diartikan sebagai kalam Allah swt, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat,
disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan
1 Kamaluddin Marzuki, Uhon Al-quran,op. cit hal 101
12

perantara malaikat jibril dan mambaca al Qur'an dinilai ibadah kepada


Allah swt.
Al Qur'an adalah murni wahyu dari Allah swt, bukan dari hawa
nafsu perkataan Nabi Muhammad saw. Al Qur'an memuat aturanaturan kehidupan manusia di dunia.
Al-Qur'an merupakan
petunjuk bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Di dalam AlQur'an terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang
yang beriman.
Al Qur'an merupakan petunjuk yang dapat
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.2
Berikut ini pengertian Al-Qur'an menurut beberapa ahli :
1. Muhammad Ali Ash-Shabun
Al-Qur'an adalah Firman Allah swt yang tiada tandingannya,
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw penutup para nabi dan rasul
dengan perantaraan malaikat Jibril as, ditulis pada mushaf-mushaf
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir.
2. Dr. Subhi as-Salih
Al Qur'an adalah kalam Allah swt merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ditulis dalam mushaf dan
diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
3. Syekh Muhammad Khudari Beik
Al Qur'an adalah firman Allah yang berbahasa arab diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw untuk dipahami isinya, disampaikan
kepada kita secara mutawatir ditulis dalam mushaf dimulai surat al
Fatihah dan diakhiri dengan surat an Nas.3
B. Nama-nama Al-Quran
Al-Quran memiliki sejumlah nama lain sebagaimana Allah
sebutkan dalam al-Quran itu sendiri. Masing-masing nama
memberikan gambaran yang jelas mengenai fungsinya bagi kehidupan
manusia.
Nama-nama al-Quran adalah:
2 Ahmad Syams Madyan, Lc, MA, Peta Pembelajaran Al-quran,op,cit, hal 68
3 Gus Arifin. Al-Quran sang Mahkota Cahaya, (Jakarta. Elex Media Komputindo.
2010). Hal 23-24
13

Kitab, karena ia ditulis, diambil dari kata kataba (menulis). Kitaab


sama dengan maktuub berarti yang ditulis. Disamping dihafal
oleh Rasulullah dan para hafidz, sejak awal al-Quran sudah
ditulis oleh team pencatat al-Quran dari kalangan shahabat. hal
itu dimaksudkan untuk menjamin keasliannya. Nama ini
memberikan pesan agar kita membacanya.
Al-Huda (petunjuk) bagi orang-orang yang beriman. Bagi mereka,
al-Quran adalah yang memberi komando. Bila al-Quran
mengatakan mereka melakukannya, bila al-Quran mengatakan
berhenti mereka berhenti. Sesungguhnya petunjuk Allah-lah
yang sebenar-benar petunjuk.
Al-Furqaan (pembeda) karena ia membedakan yang benar [haq]
dengan yang batil. Al-Quran yang dibaca, dipahami dan
diamalkan dalam kehidupan akan membentuk kepribadian yang
khas dengan identitas yang berbeda dengan seseorang yang
tidak membaca al-Quran. Generasi pertama umat Islam
dikatakan oleh sebagian penulis sebagai generasi al-Quran.
Mereka adalah al-Quran yang berjalan, artinya kandungan alQuran teraplikasi dalam keseharian mereka.
Ar-Rahmah (rahmat) karena keberadaannya merupakan wujud
rahmat Allah bagi umat manusia. Dengan al-Quran, mereka
tidak terhindar dari kebimbangan dalam mencari petunjuk.
An-Nuur (cahaya) karena ia menerangi jalan hidup manusia.
Orang yang beriman menjadikannya sebagai obor penerang jalan
hidup mereka agar tidak sesat.
Asy-Syifaa (obat) karena ia mengobati penyakit-penyakit yang
ada di dalam dada.
Al-haq (kebenaran) karena al-Quran adalah kebenaran haqiqi
yang diturunkan dari Allah, al-haq kepada Nabi-Nya melalui
malaikat Jibirl al-Amin dan sampai kepada kita melalui haditshadits mutawatir.
Al-Bayan (penjelasan) karena ia menjelaskan berbagai hal.
Bahkan hal-hal yang tidak pernah dijelaskan di kitab lain.
Al-Mauizhah (nasehat) karena isinya merupakan nasehatnasehat dan wejangan yang sangat berguna bagi umat manusia.
Adz-Dzikr (peringatan) karena ia memberikan peringatan kepada
orang-orang kafir akan akibat penolakan dan pendustaan yang
mereka lakukan.4

4 Rosihon Anwar, Ulumul Quran, (pustaka Setia, Bandung,2009) hal 49


14

C. Kandungan Al-Quran
Al-Quran berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat
manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan
tersebut tidak berbeda dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Adam,
Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai kepada Nabi Isa, risalah
itu adalah mentauhidkan Allah. Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh
Al-Quran tidak berbeda dengan konsep ketuhanan ang diajarkan oleh
rasul yang pernah Allah utus didunia ini.hanya persoalan huum atau
syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan perubahan situasi
dan kondisi dimana nabi itu diutus.
Bagaimanapun juga, kita sering membaca perbincangan AlQuran mengeni bumi, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, jagat
raya, fenomena alam, dan sejarah. Perbincangan tersebut dalam kitab
Suci
ini,
merupakan
rangkaian
pembelajaran
bagi
umat
manusiamengenai tauhid dan ketundukan kepada Allah.
Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam AlQuran. Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya membacanya saja
tanpa mau memahami isi yang terkandung di dalamnya. Di bulan
Ramadhan, banyak orang-orang berlomba mengkhatamkan Al-Quran.
Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang diutamakan akan tetapi
menelaah dan mempelajari Al-Quran yang sangat dianjurkan agar
tidak terjadi kesalahpahaman memaknai Islam seperti yang terjadi
belakangan ini dimana banyak timbul aliran-aliran sesat yang
mengatasnamakan Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya
adalah tidak memahami kandungan ayat Al-Quran seperti yang telah
penulis katakan di atas. Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi
tidak mempelajari. Itulah gambaran umum isi kandungan Al-Quran.
Para ahli telah banyak mengkaji dan memperinci kandungannya. Hasil
kajiannya menunjukan perbedaan-perbedaan, sesuai dengan sudut
pandang mereka masing-masing.5
Al-Quran adalah kitab suci agama islam untuk seluruh umat
muslim di seluruh dunia dari awal diturunkan hingga waktu
penghabisan spesies manusia di dunia baik di bumi maupun di luar
angkasa akibat kiamat besar.
5 Acep Hermawan, Ulumul Quran, ( PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011) hal 67
15

Di dalam surat-surat dan ayat-ayat Al-quran terkandung


kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa
hal pokok atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari
masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :

1. Aqidah
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai
kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia.
Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan
keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan
tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir
rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun
iman disebut sebagai orang-orang kafir.
2. Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari
pengertian fuqaha ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang
dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang
tercantum dalam lima butir rukum islam. Mengucapkan dua kalimah
syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci
ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu
menjalankannya.
3. Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak
yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul
madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan
tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus
mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.
4. Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau
perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan
penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti

16

bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Alquran ada beberapa jenis


atau macam seperti jinayat, muamalat, munakahat, faraidh dan jihad.
5. Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi
peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa
neraka atau waaid. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi
orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat
surga jannah atau waaad. Di samping itu ada pula gambaran yang
menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan
kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya
tarhib.
6. Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang
terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah
SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau
ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa
lalu atau dengan istilah lain ikibar.
7. Dorongan Untuk Berpikir
Di dalam Al-quran banyak ayat-ayat yang mengulas suatu
bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan
manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai
alam semesta.6
D. Perbedaan Al-Quran dan Hadist, Qudsi dan Nabawi
Perbedaan dari segi bahasa dan makna adalah sebagai berikut:

Al-Quran diturunkan dengan bahasa da maknanya langsung dari


Allah swt

6 Manna khalil Khattan, studi ilmu al-quran, (Bogor: lentera AntarNusa, 2012), hal
234
17

Hadist Qudsi adalah hadis yang maknanya dari Allah swt,


sedangkan bahasanya dari Nabi saw

Hadist Nabawi adalah bahasa dan maknanya dari Nabi saw.

Perbedaan dari segi periwayatannya adalah sebagai berikut:

Al-Quran tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja sebab


dapat mengurangi kemukjizatannya

Hadis qudsi dan hadis nabawi boleh diriwayatkan dengan


maksudnya saja, yang penting dalam hadis adalah penyampaian
maksudnya.

Perbedaan dari segi kemukjizatannya

Al-Quran, baik lafal maupun maknanya merupakann mukjizat

Hadis qudsi dan hadis nabawi bukan merupakan mukjizat.

Perbedaan dari segi nilai membacanya adalah sebagai berikut:

Al-Quran diperintahkan untuk dibaca, baik pada waktu shalat


(surat al-fatihah) maupun diluar shalat sebagai ibadah, baik
orang yang dibacanya itu mengerti maksudnya maupun tidak.

Hadis qudsi atau hadis nabawi dilarang dibaca ketika shalat dan
membacanya tidak bernilai ibadah. Yang terpenting dalam hadis
adalah untuk dipahami dan dihayati.7

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:

7 Kahar Masyhur, Pokok-pokok ulumul Quran( jakarta rineka cipta 2002) hal 12
18

Ditinjau dari bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk
jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang.
Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah AlQur'an yaitu pada surah Al Qiyamah ayat 17 - 18.
Secara istilah, Al-Qur'an diartikan sebagai kalam Allah swt, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan
dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara malaikat
jibril dan mambaca al Qur'an dinilai ibadah kepada Allah swt.
Perbedaan Al-quran dengan hadist qudsi dan hadis Nabawi
-

Al-Quran diturunkan dengan bahasa da maknanya langsung dari Allah


swt

Hadist Qudsi adalah hadis yang maknanya dari Allah swt, sedangkan
bahasanya dari Nabi saw

Hadist Nabawi adalah bahasa dan maknanya dari Nabi saw.

Al-Quran tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja sebab dapat


mengurangi kemukjizatannya

Hadis qudsi dan hadis nabawi boleh diriwayatkan dengan maksudnya


saja, yang penting dalam hadis adalah penyampaian maksudnya.

Al-Quran, baik lafal maupun maknanya merupakann mukjizat

Hadis qudsi dan hadis nabawi bukan merupakan mukjizat.

MUNANDAR
( 211 222 446 )
A.

Pengertian Wahyu
Wahyu, secara bahasa artinya adalah, pemberitahuan secara rahasia
nan cepat. Secara syar'i, wahyu berarti pemberitahuan dari Allah kepada
para nabi Nya dan para rasulNya tentang syari'at atau kitab yang hendak
disampaikan kepada mereka, baik dengan perantara atau tanpa perantara.
Wahyu secara syar'i ini jelas lebih khusus, dibandingkan dengan makna

19

wahyu secara bahasa, baik ditinjau dari sumbernya, sasarannya maupun


isinya.8
Para pakar ilmu bahasa Arab mengatakan bahwa Wahyu secara
etimologi atau bahasa artinya suatu isyarat yang cepat dan rahasia.
Contohnya: seperti perkataan rahasia yang menggunakan kode dan tekateki, juga bahasa isyarat yang menggunakan badan atau suara yang hanya
dipahami oleh orang-orang tertentu saja.
Dalam Alquran penggunaan kata Wahyu ditujukan untuk beberapa arti,
di antaranya:
1. Wahyu yang berarti Ilham yang bersifat Fitrah kepada manusia.
Ilham, sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu
Nabi Musa,

Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia..

2. Wahyu yang berarti Ilham naluriyah kepada binatang


Ilham berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah,


Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia",
3. Wahyu dalam pengertian berbicara dengan bahasa isyarat.
Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria
yang diceritakan Al quran,


Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat
kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
4. Wahyu dalam pengertian inspirasi-inspirasi atau bisikan-bisikan
kejahatan dari syetan

Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Quran, Raja Grafindo Persada, Jakarta,


2002, hal, 69
8

20

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut


nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu
membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah
kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik.
5. Wahyu Al-quran kepada para malaikat berupa intruksi untuk
dilaksanakan.
Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu
perintah untuk dikerjakan. Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan
kepada para malaikat sebagai mana firman Allah swt :




(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orangorang yang telah beriman". kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke
dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan
pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka
Al-wahyu adalah kata masdar/infinitif, dan materi kata itu
menunjukkan dua dasar, yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, maka
dikatakan bahwa wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan
cepat yang khusus diberikan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui
orang lain. Inilah pengertian masdarnya. Tetapi, kadang-kadang juga bahwa
yang dimaksudkan adalah al-muha, yaitu penger tian isim maful yang
diwahyukan.
Sedang Wahyu Allah kepada para nabi-Nya secara syari mereka
definisikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada seorang nabi.
Definisi
ini
menggunakan
pengertian maful,
yaitu al
muha (yang
diwahyukan).
Rasul kita, Muhammad SAW, bukan rasul pertama yang diberi wahyu.
Allah juga telah memberikan wahyu kepada rasul-rasul sebelumnya. Seperti
firman Allah, Sesungguhnya Kami telah menyampaikan wahyu kepadamu
21

seperti Kami telah menyampaikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan Kami telah menyampaikan wahyu pula kepada Ibrahim,
Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, Isa, Ayub,Yunus,Harun,Sulaiman.

B. Macam-Macam Wahyu
Diterimanya wahyu oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam
merupakan peristiwa yang sangat besar. Turunnya merupakan peristiwa
yang tidak disangka-sangka. Begitulah Allah memberikan titahNya kepada
manusia terpilih, yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.
Ada bermacam-macam wahyu syar'i, dan yang terpenting ialah
sebagaimana penjelasan berikut: :
Pertama : Taklimullah (Allah SWT berbicara langsung) kepada NabiNya dari
belakang hijab. Yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyampaikan apa yang
hendak Dia sampaikan, baik dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan
tidur. Sebagai contoh dalam keadaan terjaga, yaitu seperti ketika Allah Azza
wa Jalla berbicara langsung dengan Musa Alaihissallam, dan juga dengan
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pada peristiwa isra' dan
mi'raj. Allah berfirman tentang nabi Musa :
Kedua : Allah SWT menyampaikan risalahNya melalui perantaraan Malaikat
Jibril, dan ini meliputi beberapa cara, yaitu :
1. Malaikat Jibril menampakkan diri dalam wujud aslinya. Cara seperti ini
sangat jarang terjadi, dan hanya terjadi dua kali. Pertama, saat
Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam setelah
masa vakum dari wahyu, yaitu setelah Surat al 'Alaq diturunkan, lalu
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menerima wahyu beberapa
saat. Masa ini disebut masa fatrah, artinya kevakuman. Kedua,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Malaikat Jibril dalam
wujud aslinya, yaitu saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
dimi'rajkan.
2. Malaikat Jibril Alaihissallam terkadang datang kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam wujud seorang lelaki. Biasanya dalam wujud
seorang lelaki yang bernama Dihyah al Kalbiy. Dia adalah seorang
sahabat yang tampan rupawan.
3. Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun ia
tidak terlihat.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui
kedatangan Malaikat Jibril dengan suara yang mengirinya. Terkadang
seperti suara lonceng, dan terkadang seperti dengung lebah. Inilah
yang terberat bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga
22

dilukiskan saat menerima wahyu seperti ini, wajah Rasulullah


Shallallahu 'alaihi wa sallam berubah. Meski pada cuaca yang sangat
dingin, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bermandikan keringat, dan
pada saat itu bobot fisik Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
berubah secara mendadak.
Berdasarkan riwayat dan penjelasan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam ini, maka dapat dipahami bahwa saat menerima semua wahyu,
Rasulullah merasa berat. Namun, yang paling berat ialah cara yang
semacam ini.

C. Cara Penyampaian Wahyu


Wahyu Allah kepada para Nabi-Nya itu adakalanya tanpa perantaraan,
seperti yang telah kami sebutkan di atas, misalnya mimpi yang benar di
waktu tidur dan kalam ilahi dan balik tabir dalam keadaan jaga yang
disadari; dan adakala melalui perantaraan malaikat wahyu. Wahyu dengan
perantaraan malaikat wahyu inilah yang hendak kami bicarakan dalam
topik ini, karena Quran diturunkan dengan wahyu macam ini.9
Ada dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul:
Cara pertama : Datang kepadanya suara seperti dencingan Ionceng
dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran,
sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara
ini yang paling berat buat Rasul. Apabila wahyu yang turun kepada
Rasulullah s.a.w. dengan cara ini, maka ia mengumpulkan segala -kekuatan
kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dan suara
itu mungkin sekali suara kepakan sayap-sayap para malaikat, seperti
diisyaratkan di dalam hadis:
Cara kedua : malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang lakilaki dalam bentuk manusia. Cara yang demikian itu Iebih ringan daripada
cara yang sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara
dengan pendengar. Rasul merasa senang sekali mendengarkan dari utusan
pembawa wahyu itu, karena merasa seperti seorang manusia yang
berhadapan dengan saudaranya sendiri.

Abdul Halim M, Memahami Al-Quran, Marja, Bandung, 1999, hal. 120

23

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Quran, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002
Abdul Halim M, Memahami Al-Quran, Marja, Bandung, 1999

NANDA MULYANI
( 211 222 338 )
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rasmul quran merupakan salah satu bagian disiplin ilmu AL-Quran
yang mana di dalamnya mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Quran
yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya
maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Quran dikenal juga
dengan nama Rasm Utsmani.
Tulisan al-Quran Utsmani adalah tulisan yang dinisbatkan kepada
sayyidina utsman ra. (Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah rampungnya
penyalinan al-Quran yang dilakukan oleh team yang dibentuk oleh Ustman
pada tahun 25H. oleh para Ulama cara penulisan ini biasanya di istilahkan
dengan Rasmul Utsmani. Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul
Mukminin Ustman ra.
24

Para Ulama berbeda pendapat tentang penulisan ini, diantara mereka


ada yang berpendapat bahwa tulisan tersebut bersifat taufiqi (ketetapan
langsung dari Rasulullah), mereka berlandaskan riwayat yang menyatakan
bahwa Rasulullah menerangkan kepada salah satu Kuttab (juru tulis wahyu)
yaitu Muawiyah tentang tatacara penulisan wahyu. diantara Ulama yang
berpegang teguh pada pendapat ini adalah Ibnul al-Mubarak dalam kitabnya
al-Ibriz yang menukil perkataan gurunya Abdul Aziz al-Dibagh, bahwa
tlisan yang terdapat pada Rasm Utsmani semuanya memiliki rahasia-rahasia
dan tidak ada satupun sahabat yang memiliki andil, sepertihalnya diketahui
bahwa al-Quran adalh mujizat begitupula tulisannya. Namun disisi lain, ada
beberapa ulama yang mengatakan bahwa, Rasmul Ustmani bukanlah tauqifi,
tapi hanyalah tatacara penulisan al-Quran saja.10

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Rasm Quran?
2. Apa pendapat para ulama tentang Rasm Quran?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami pengertian Rasm Quran.
2. Bagaimana pendapat para ulama mengenai Rasm Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rasm Quran
Rasmul Al-Quran atau Rasm Utsmani atau Rasm Utsman adalah tata
cara menuliskan Al-Quran yang ditetapkan pada masa khlalifah bin Affan.
Istilah rasmul Quran diartikan sebagai pola penulisan al-Quran yang
digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan
membukukan Al-Quran. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang
terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits.
Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Para ulama meringkas kaidah
itu menjadi enam istilah, yaitu :
a. AlHadzf (membuang,menghilangkan,
atau
meniadakan
huruf).

Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya nida (


) , dari

ha tanbih (
) , pada lafazh jalalah (

) , dan dari kata na (()

) .

10 Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, (Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, Cetakan ketujuh, Februari 2012), hlm 150
25

b. Al

Jiyadah (penambahan),
seperti
menambahkan
huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hokum jama (

dan
menambah alif
setelah hamzah
)


marsumah (hamzah yang terletak di atas lukisan wawu (
) .
c. Al Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelunya,
) .
contoh idzan(

) dan utumin (

d. Badal
(penggantian),
seperti alif ditulis
dengan wawu sebagai
penghormatan pada kata


e. Washal dan fashl
(penyambungan
dan
pemisahan),seperti
kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis dengan disambung
(
) .
f. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua
bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di
dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan
menghilangkan alif, contohnya,(
) . Ayt ini boleh dibaca


dengan menetapkan alif(yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan
hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca satu alif).11

B. Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm Al-Quran


Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasm Al-Quran
(tatacara penulisan Al-Quran):
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm quran bersifat
tauqifi.yang mana mereka merujuk pada sebuah riwayat yang
menginformasikan bahwa nabi pernah berpesan kepada muawiyah,salah
seorang seketarisnya, Ambillah tinta, tulislah huruf dengan qalam (pena),
rentangkan huruf baa, bedakan huruf siin, jangan merapatkan lubang
huruf miim, tulis lafadz Allah yang baik, panjangkan lafadz Ar-Rahman,
dan tulislah lafadz Ar-Rahim yang indah kemudian letakkan qalam-mu pada
telinga kiri, ia akan selalu mengingat Engkau. Merekapun mengutip
pernyataan Ibnu Mubarak :Tidak seujung rambutpun dari huruf Qurani yang
ditulis oleh seorang sahabat Nabi atau lainnya. Rasm Qurani adalah tauqif
dari Nabi (yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari Rasulullah
SAW). Beliaulah yang menyuruh mereka (para sahabat) menulis rasm qurani
itu dalam bentuk yang kita kenal, termasuk tambahan huruf alif dan
pengurangannya, untuk kepentingan rahasia yang tidak dapat dijangkau akal
fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi kitab-kitab suci lainnya.
11 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, (Babdung: Pustaka Setia, 2008), hal 48-49
26

Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasm quran bukan


tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh
ustman dan diterima umat,sehingga wajib diikuti dan di taati siapapun yang
menulis alquran. Tidak yang boleh menyalahinnya, banyak ulama
terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasm
ustmani.
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Quran versi
Mushaf Utsmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib,
dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola
itu harus dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah
penulisan yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam
Malik berpendapat haram hukumnya menulis Al Quran menyalahi rasm
Utsmani. Bagaimanpun, pola tersebut sudah merupakan kesepakatan ulama
mayoritas (jumhur ulama).
Ulama yang tidak mengakui rasm Utsmani sebagai rasm tauqifi,
berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Quran ditulis dengan pola
penulisan standar (rasm imlai). Soal pola penulisan diserahkan kepada
pembaca. Kalau pembaca lebih mudah dengan rasm imlai, ia dapat
menulisnya dengan pola tersebut, karena pola penulisan itu hanya simbol
pembacaan, dan tidak mempengaruhi makna Al Quran.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rasm quran atau rasm ustmani adalah tata cara menuliskan Al-quran
yang ditetapkan pada masa khalifah ustman bin affan dengan kaidah-kaidah
tertentu. Sebagian para ulama berpendapat bahwa rasm quran bersifat
tauqifi, tapi sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasm quran
bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui
ustman dan diterima umatnya,sehingga wajib wajib diikuti dan di taati siapa
pun ketika menulis al-quran. Tidak boleh ada yang menyalahinya.
Hubungan antara rasm quran dan qiraah sangat erat sekali Karena
semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula
27

kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung


didalam Al-quran.Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan
mushaf ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih
membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qiraat. Hal itu di
buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Quran.
B. Saran
Dari pemaparan kami di atas mungkin banyak kekeliruan atau
kesalahan dalam penuliasan, oleh karna itu kami mohon kritik dan sarannya
agar kami bisa belajar dan memperbaiki kesalahan kami. Atas
kekurangannya kami mohon maaf.

DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Jakarta :


Pustaka Al-Kautsar, Cetakan ketujuh, Februari 2012.
Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, Babdung: Pustaka Setia, 2008.

28

RINI RAHMANIAR
( 211 323 805 )
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rasmul quran merupakan salah satu bagian disiplin ilmu al quran yang mana
di dalamnya mempelajari tentang penulisan mushaf al quran yang dilakukan
dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafadz lafadznya maupun bentukbentuk huruf yang digunakan. Rasimul quran dikenal juga dengan nama
rasm ustmani. tulisan al quran ustmani adalah tulisan yang di istbatkan
kepda sayyidina ustman ra. (khalifah ke tiga). Istilah ini muncul setelah
rampungnya penyalinan al quran yang dilakukan oleh team yang di bentuk
oleh ustman pada tahun 25H. oleh para ulama cara penulisan ini biasanya di
istilahkan dengan rasmul ustmani. Yang kemudian di nisbatkan kepada
amirul mukminin ustman ra. para ulama berbeda pendapat tentang
penulisan ini, di antara mereka ada yang berpendapat bahwa tulisan
tersebut bersifat taufiqi (ketetapan langsung dari rasulullah). Mereka
berlandaskan riwayat yang menyatakan bahwa rasulullah menerangkan
kepada salah satu kuttab (juru tulis wahyu) yaitu muawwiyah tentang tata
cara penulisan wahyu. Diantara para ulama yang berpegang teguh pada
pendapat ini adalah ibnul al-mubarrak dalam kitabnya al-ibriz yng menukil
perkataan gurunya abdul Aziz al-dibagh. bahwa tulisan yang terdapat
pada rasm ustmani semuanya memiliki rahasia-rahasia dan tidak ada
satupun sahabat yang memiliki andil, sepertihalnya di ketahui bahwa alquran adalah muzizat begitu pula tulisannya. Namun disisi lain, ada
beberapa ulama yang mengatakan bahwa, rasmul usmani bukanlah tauqifi,
tapi hanyalah tatacara penulisan al-quran saja.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian rasm al-quran
2. Bagaimana pendapat para ulama tentang rasmil quran
3. Bagaimana pengertian rasmul ustmani dan rasmul imlai

29

C. Tujuan penulisan
Makalah ini dimaksudkan agar kita lebih mengerti tentang ilmu alquran, khususnya tentang ilmu rasmul Quran

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN RASM AL-QURAN


Rasmul quran atau yang lebih di kenal dengan Ar-rasm AlUstmani lil mushaf (penulisan mushaf ustmani) adalah: suatumetode
khusus dalam penulisan Al-Quran yang ditempuh oleh zaid bin Stabit
bersama tiga orang Quraisy yang di setujui oleh oleh ustman.
Rasmul Al-Quran yaitu : penulisan al Quran yang dilakukan oleh
4 sahabat yang dikepalai oleh Zaid bin Stabit, dibantu tiga sahabat
yaitu ubay bin kaab, Ali bin Abi Thalib, dan ustman bin Afffan yang
dilator belakangi dari saran umar bin Khattab kepada Abu Bakar,
kemudian kedunya memint kepada zaid bin Stabit selaku penulis
wahyu pada zaman Rasulullah SAW untuk mengumpulkan (menulis) AlQuran karena banyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal
Al-Quran syahid pada perang yamamah.
Istilah rasmul quran di artikan sebagai pola penulisan al-quran
yang digunakan ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika
menulis dan membukukan Al-Quran. Yaitu mushaf yang di tulis oleh
panitia empat yang terdiri dari, mus bin zubair, said bin al-ash, dan
Abdurrahman bin al-harist, mushaf usman di tulis dengan kaidah
2. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG RASMUL QURAN
Para ulama telsh berbeda pendapat mengenai status rasmul
quran ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa quran bersifat
tauqifi. Yang mana mereka berujuk pada sebuah riwayat yang
menginformasikan bahwa nabi pernah berpesan kepasa muawwiyah,
salah seorang sekretarisnya, Ambillah tinta, tulislah huruf baa,
bedakan huruf siin, jangan merapatkan lubang huruf miim, tulis
lafadz Allah yang baik, panjangkan lafadz Arrahman, dan tuliskan
30

lafadz Arrahim yang indah kemudia letakkan qalammu pada telinga


kiri, ia akan selalu mengingat engkau. Mereka pun mengutup
pernyataan ibnu mubarrak : tidak seujung rambutpun dari huruf
qurani yang ditulis oleh seorang sahabat nabi atau lainnya. Rasm
Qurani adalah tauqif dari nabi (yakni atas dasar petunjuk dan
tuntunan langsung dari Rasulullah SAW). Beliaulah yang meyuruh para
sahabat menulis rasm Qurani itu dalam bentuk yang kita kenal,
termasuk tambahan huruf alif dan penggunaanya, dijangkau akal
fikiran, yaitu rahasia yang di khususkan Allah bagi kitab-kitab suci
lainnya.12
Sebagian para ulama berpendapat bahwa rasmul quran bukan
tauqifi, tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang yang
disetujui oleh ustman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti dan di
taati siapapun yang menulis Al-Quran. Tidak yang boleh
menyalahinya, banyak ulama terkemuka yang menyatakan perlunya
konsistensi menggunakan tasmul ustmani.
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al-Quran
versi mushaf usmani diperselisihkan para ulama. Ada yang
mengatakan wajib, dengan alas an bahwa pola tersebut merupakan
petunjuk nabi (tauqifi). Pola itu harus dipertahankan walaupun
beberapa di antaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah di
bakukan. Bahkan imam ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik
berpendapat haram hukumnya menulis Al-Quran menyalahi rasm
ustmani. Bagaimanapun, pola tersebut sudah merupakan kesepakatan
ulama mayoritas (jumhur ulama)
Ulama yang tidak mengakui rasm ustmani sebagai rasm tauqifi,
berpendapat bahwa tidak ada masalah jika al-quran ditulis dengan
pola penulisan standar (rasm imlai) soal pola penulisan di serahkan
kepada pembaca. Kalau pembaca lebih mudah dengan rasm imla'13

3. RASMUL USTMANI DAN RASMUL IMLAI

12 Syaikh manna Al-qaththan, pengntar studi ilmu al-Quran, Jakarta;pustaka Alkautsar, cetakan ketujuh, febuari 2012, hal 150
13 M.hasbi ash shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al-Quran /Tafsir. Jakarta:
bulan bintang, cetakan ketiga belas, tahun 1990, hal 83-86
31

Arti rasm ustmani menurut bahasa adalah atsar (bekas) . rasm


usmani disebut juga rasmul quran atau rasm Ustman adalah tata cara
menuliskan Al-quan yang di tetapkan pada masa khalifah Usman bin
Affan. Istilah rasmul quran di artikan sebaga pola penulisan al-Quran
yang digunakan ustman bin affan dan sahabat-sahabatnya ketika
menulis dan membukukan al-quran. Yaitu mushaf yang di tulis oleh
panitia empat yaitu terdiri dari mus bin zubair, Said bin Al Ash, dan
Abdurrahman bin Al harist.
a. Karakteristik rasm ustmani
Karakteristik adalah cara atau identitas khas yang membedakan
identitas satu dengan yang lain. Dan rasm Ustmani mendapatkan
kedudukan yang tinggi, disamping karena khalifah telah
menyetujuinya dan menetapkan pelaksanaannya. Bahkan ada yang
menetapkan bahwa rasm Ustmani adalah RASM TAUFIQI yang cara
penulisannya ditentukan oleh nabi sendiri.
Selain karena keindahan tulisan rasm Ustmani, penulis rasm
Ustmani ini juga memenuhi kaidah sabatu Ahruf. Dan mereka dapat
menegnali dengan baik huruf-huruf dan kata-kata, baik bentuk,
harakat, kondisi-kondisi huruf dengan memperhatikan indikasi setiap
kalimat yang ada sehingga mereka dapat membacanya dengan baik
dan benar.
Sebagaimana sebagiaan bahasa seperti bahasa Persia dan pada
mulanya disertai dengan tanda baca. Jenis tulisan disebabkan oleh
masalah-masalah yang disebutkan di atas dan seiring dengan
kemajuan islam di kalangan kaum-kaum lainnya, memerlukan
perbaikan yang pada akhirnya setelah berlalunya beberapa dekade
terjadi perubahan serius pada tulisan-tulisan berbahasa arab
sehingga kekurangan-kekurangan ini dapat teratasi.
Dalam sebuah pandangan global, beberapa karakteristik rasm
ustmani dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Tulisan-tulisan pada masa itu tidak memiliki titik, baris dan tanda
baca.tipologi tulisan arab seperti ini pada masa itu dapat kita saksikan
pada manuskrip-manuskrip kuno berbahasa arab pada hari ini.
2. Kebanyakan huruf khususnya huruf-huruf alif belum lagi di tulis seperti
kata-kata al-rahman.
a. Hukum menulis al-quran sesuai dengan rasm ustmani
Sebagian ulama berpendapat bahwa keharusan kita mengikuti
rasm ustmani adalah untuk memelihara persatuan, supaya tetap
berpegang pada syiar dan satu istilah. Karena pembuat keputusan
32

adalah ustman dan pelaksanaannya zais ibnu tsabit, seorang prnulis


wahyu dan kepercayaan rasul. Ahmad ibn Hanbal berkata :
haram menyalahi tulisan mushaf Ustman, baik pada waw, alif, ya
atau yang lain
Imam malik berpendapat mengenai orang yang menulis alquran dengan qaidah Hijaiyyah (qaidah imla)
saya tidak berpendapat demikian, akan tetapi hendaklah ditulis
menurut tulisan yang pertama
Kewajiban mengikuti pola penulisan Al-Quran versi mushaf
Ustmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib,
dengan alas an bahwa pola tersebut merupakan petunjuk nabi
(tauqifi). Pola itu harus dipertahankan walaupun beberapa di
antaranya menyalahi kaidah tulisan yang telah dibakukan. Bahkan
Imam Ahmad ibn Hanbal dan imam Malik berpendpat haram
hukumnya menulis Al-Quran menyalahi rasm Ustmani.
Dengan demikian ulama yang tidak mengakui rasm ustmani
sebgai rasm tauqifi, berpendapat bahwa tidak ada masalah jika AlQuran ditulis dengan pola penulisan standar (rasm imlai) soal pola
penulisan diserahkan kepada pembaca. Kalau pembaca lebih
mudah kepada rasm imlai, ia dapat menulisnya dengan pola
tersebut, karena pola penulisan itu hanya symbol pembacaan, dan
tidak mempengaruhi makna Al-Quran.
Al-bukhari meriwayatkan hadist dari Abdullah bin Abbas, beliau
berkata bahwa rasulullah bersabda. jibril membacanya kepadaku bahwa
satu huruf (bacaan) al-quran lalu saya mengikutinya. Tidak henti-hentinya
saya memintanya mengulangi . dan dia mengulanginya hingga sampai tujuh
(macam) bacaan. (HR. Bukhari).
Hadist ini adalah dalil bahwa al-quran memang di turunkan dengan tujuh
macam qiraah. Ketujuh macam qiraah tadi adalah sahih berdasarkan
pengajaran jibril kepada rasulullah dan ketujuh macam qiraah tadi juga
disampaikan kesemuanya kepada sahabat.
Pada kenyataanya umat islam di maroko, Tunisia, Aljazail, dan Afrika
barat, seperti Sinegal, Negaria dan lain-lain, bacaan mereka tidak sama
dengan bacaan quran di Indonesia. Sebab Negara tersebut memakai versi
bacaan yang biasa disebut riwayat warsy. Demikian juga al-quran umat
islam Libya, yang berbeda dengan bacaan umat islam sudan, maroko, dan

33

Indonesia, sebab bacaan mereka di sebut dengan versi riwayat Al-dury. 14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rasm ustmani disebut juga rasm quran atau rasm ustman atau tata
cara menuliskan Al-Quran yang ditetapkan pada masa khalifah
Ustman bin Affan. Istilah rasm quran diartikan sebagai pola penulisan
al-Quran yang digunakan ustman bin affan dan sahabat-sahabatnya
ketika menulis dan membukukan Al-quran.
2. Hukum menulis al-quran dengan rasm ustmani adalah wajib karena
kaidah penulisan rasm ustmani telah disepakati para jumhurul ulama.
3. Penjelasan mengenai apakah rasm ustmani mencakup 7 ahruf itu ada
dua pendapat:
a. Mencakup 7 ahruf
b. Tidak mencakup 7 ahruf dan berpendapat rasm ustmani itu
hanya 1 bagian dari 7 ahruf tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad malik hammad, miftah al aman
Al-qathan, manna, pengantar studi ilmu Al quran, Jakarta: pustaka Alkautsar, cetakan ketujuh, febuari 2012
m.hasbi ash shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al-Quran /tafsir. Jakarta:
bulan bintang, cetakan ketigabelas, tahun 1990

14 Manna al-qathan, mabaahits fi ulumil quran, (mansyuraat AlAshril hadist, riyad, 1393
H/1973M.) hal.169

34

LAYYINA
( 211 222 491 )
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-quran merupakan salah satu sumber hukum islam yang
kebenarannya dapat di pertanggung jawabkan baik dari segi lafaz
maupun maknanya karena Al-quran adalah wahyu Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara bertahap atau
berangsur angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Al-quran tidak
terlepas dari aspek ilmu qiraat, karena pengertian Al-quran itu sendiri
secara bahasa berarti Bacaan atau yang dibaca.
Qiraat Al-quran disampaikan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW
kepada para sahabat. Kemudian sahabat meneruskan kepada para
tabiin. Demikian seterusnya dari generasi ke generasi. Ilmu qiraat
tidak berhubungan langsung dengan kehidupan manusia sehari hari
berbeda dengan ilmu fiqh, hadis dan tafsir yang berhubungan
langsung dengan kehidupan manusia sehari hari. Sedangkan Alquran berhubungan erat dengan segala macam hukum dan kegiatan
manusia.
Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam Ulumul Quran,
namun tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orangorang tertentu saja, biasanya kalangan akademik. Banyak faktor yang
menyebabkan hal itu, di antaranya adalah ilmu ini tidak behubungan
langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari,
seperti ilmu fiqh, hadis dan tafsir misalnya, yang dapat dikatakan
berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini
dikarenakan ilmu qiraat tidak mempelajari masalah-masalah yang
berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau hukum-hukum
dalam kehidupan manusia.
Selain itu, ilmu ini jaga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal
yang harus diketahui oleh peminat ilmu qiraat ini. Yang terpenting
adalah pengenalan Al-Quran secara mendalam dalam banyak seginya.
Bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat Al-Quran merupakan salah
satu kunci memasuki gerbang ilmu ini, pengetahuan bahasa Arab yang
35

mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat


pokok dalam mengguluti ilmu ini. Pengenalan berbagai macam qiraat
dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Halhal inilah barang kali yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.15
Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa
dalam menggali, menjaga dan mengajarkan berbagai cara membaca
Al-quran yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah
saw. Para ahli qiraat telah mencurahkan segala kemampuannya demi
mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah
menjadikan
Al-Quran
terjaga
dari
adanya
kemungkinan
penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak
kemurnian Al-Quran. Tulisan singkat ini akan memaparkan secara
global tentang ilmu qiraat Al-Quran, yang dikatakan sebagai
pengenalan awal terhadap ilmu qiraat Al-Quran.
Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengetahuan
mengenai ilmu qiraat agar kita dapat mengetahui pengertian dan latar
belakang perbedaan ilmu qiraat selain itu ilmu qiraat sangat diperlikan
dalam mempelajari Al-quran serta pengaruhnya terhadap hukum yang
terkandung di dalam Al-quran.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Qiraat
2. Syarat-syarat Qiraat Muktabar
3. Pengaruh Qiraat terhadap istimbat hukum
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Qiraat
2. Untuk mengetahui syarat-syarat Qiraat Muktabar
3. Untuk mengetahui pengaruh Qiraat terhadap Istimbat Hukum

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qiraat
15Gus Arifin dan Suhendri Abu Faqih, Al-Quran Sang Mahkota Cahaya, ( Jakarta,
Elex Media Komputindo: 2010). Hal. 20
36

Secara etimologi atau bahasa Qiraat ( ) adalah jamak


dari qiraah (), yang berarti bacaan. Sedangkan Menurut istilah
ilmiah, qiraat adalah salah satu mazhab ( aliran ) pengucapan quran
yang dipilih oleh salah seorang imam sebagai suatu mazhab yang
berbeda dengan mazhab yang lainnya. Secara istilah, Ilmu Qira-at
adalah Ilmu yang mengenai cara melafadzkan Al-Quran yang disertai
perbedaan
pembacaannya
menurut
versi
orang
yang
16
mengucapkannya.
Pengertian qiraat menurut istilah cukup beragam. Hal ini
disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh
ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian qiraat
menurut istilah.
Qiraat menurut az- Zarkasyi merupakan perbedaan lafadz-lafadz
Al-quran, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan
huruf-huruf tersebut, takhfif, tasydid, dan lain-lain.
Dari pengertian di atas, tampaknya az-Zarkasyi hanya terbatas
pada lafadz-lafadz Al-Quran yang memiliki perbedaan qiraat saja. Ia
tidak menjelaskan bagaimana perbedaan qiraat itu dapat terjadi dan
bagaimana pula cara mendapatkan qiraat itu.
Ada pengertian lain tentang qiraat yang lebih dari pada
pengertian dari az-Zarkasyi di atas, yaitu pengertian qiraat menurut
pendapat al-Zarqani.
Al-Zarqani memberi pengertian Qiraat sebagai suatu mazhab
yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra yang berbeda
dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Quran al-Karim dengan
kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam
pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.17
B. Tokoh-tokoh Imam Qiraat
Berikut ini adalah pembagian tingkat qiraat para imam qiraat
berdasarkan kemutawatiran qiraat tersebut,

16 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu Ilmu Quran, ( Bogor : Lentera AntarNusa, 2012 ), hal :
247

17 Gus Arifin dan Suhendri Abu Faqih, Al-Quran Sang Mahkota Cahaya, ( Jakarta, Elex Media
Komputindo: 2010). Hal. 27-29

37

Qiraat yang telah disepakati kemutawatirannya tanpa ada


perbedaan pendapat di antara para ahli qiraat, yaitu para imam qiraat
yang tujuh orang (Qiraat Sabah).
a. Nafi al-Madai
Ia mempelajari Qiraat dari Abu Jafar Yazid bin Qaqa bin
Abdurrahman bin Hurmuz. Murid-murid Imam Nafi banyak
sekali,antara lain: imam Malik bin Anas, al-Lais bin Said, Abu Amar
ibn Al-Alla, Isa bin Wardan, dan Sulaiman bin Jamaz. Perawi qiraat
imam Nafi yang terkenal ada dua orang, yaitu Qalun dan Warasy.
b. Ibn Katsir al-Makki
Beliau mempelajari qiraat dari Abu as-Saib, Abdullah bin Saib
al-makhzumi, Mujahid dan Diryas. Mereka semua masing-masing
menerima dari Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit dan Umar bin
Khattab, ketiga sahabat ini menerima langsung dari Rasulullah saw.
Murid-murid Ibn Katsir banyak sekali, namun perawi qiraatnya
yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi dan Qunbul.
c. Abu Amr al-Basri
Murid beliau sangat banyak yang terkenal adalah Yahya bin
Mubarak bin Mughirah al-Yazidi. Dari Yahya inilah kedua perawi
qiraat Abu Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri dan al-suusi.
d. Abdullah bin Amir al-Syami
Di antara muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yaitu yang
terkenal adalah Hisyam dan Ibn Zakwan.
e. Asim al-Kufi
Di antara muridnya yang menjadi perawi qiraat adalah Syubah
dan Hafas.
f. Hamzah al-Kufi
Di antara para murid yang menjadi perawinya adalah Khalf dan
khallad.
g. Al-Kisai al-Kufi
Murid sekaligus perawi dari qiraat Imam Yaqub yang terkenal
adalah Ruwas dan Ruh.
h. Khalaf al-Asyir
Murid-murid yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah
Ishaq dan Idris.18
C. Syarat-syarat Qiraat Muktabar

18 Gus Arifin dan Suhendri Abu Faqih, Al-Quran Sang Mahkota Cahaya, (Jakarta, Elex Media
Komputindo: 2010), hal. 35-41

38

Dalam Qiraat, dikenal sistem seleksi, persis seperti seleksi


kesahihan suatu hadits, hanya saja seleksi Qiraat ini lebih ketat,
karena disyaratkan adanya kekuatan hukum yang mutawatir, sehingga
Qiraat itu bisa diterima sebagai bacaan Al-Quran yang sah. Berbeda
dengan hadits, yang cukup dinilai kesahihan jalur transmisi (sanad)
dan matannya, tanpa harus ada syarat tawatur ini.
Adanya syarat harus mutawatir ini dikarenakan Al-Quran
adalah kitab yang kesahihannya tidak diragukan lagi (la raiba fihi).
Maka jenis periwayatannya yang tidak diragukan validitasnya sama
sekali hanyalah periwayatan mutawatir ini. Oleh karenanya, syarat
tawatur ini masuk dalam definisi Al-Quran, bahwa Al-Quran adalah
firman Tuhan yang diriwayatkan hambanya secara mutawatir.
Namun demikian, ada sebagian kalangan yang juga menerima bacaan
masyhur (sahih namun tidak sampai pada derajat mutawatir).19
Untuk menentukan diterimanya sebuah Qiraat, para ulama
menetapkan krriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Mutawatir, yaitu Qiraat yang diturunkan dari beberapa orang dan
tidak mungkin terjadi kebohongan.
2. Sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
3. Sesuai dengan tulisan Mushhaf Utsman.
4. Mempunyai sanad yang shahih.
Seperti halnya didalam menetapkan hukum syara ulama beristinbath kepada riwayat-riwayat yang bersanad shahih, demikian pula
didalam penerimaan sebuah Qiraat. Qiraat hanya diterima apabila
terbukti terdapat narasumber (diambil dari sumber utama) dari
generasi sebelumnya melalui belajar membaca Qiraat tersebut-cara
ini dikenal dengan istilahmusyafahah, mendengar, sehingga sanadnya
benar-benar menyambung dengan sahabat Rasulullah SAW yang
mengambil (belajar) Qiraat pada Rasulullah SAW. Dengan sanad yang
menyambung dengan Rasulullah SAW ini membuat para ulama
menganggap Qiraat-qiraat yang dapat diterima itu tauqify.
Adapun Qiraat-qiraat yang sekalipun sesuai dengan kaidah
bahasa Arab, tetapi tidak diriwayatkan melalui sanad yang shahih,
dianggap tidak abash, karena itu ditolak. Sebaliknya, tak sedikit Qiraat
19 Ahmad Syams Madyan, Lc., MA., Peta Pembelajaran Al-Quran, op.cit hal.141

39

yang oleh ahli Ilmu Nahwu (gramatika bahasa Arab) tidak dibenarkan,
tetapi tetap dianggap shahih karena mempunyai sanad yang shahih.
Sebagai contoh, para ahli Qiraat pernah bersikap keras terhadap
Abu Bakar bin Miqsam. Tokoh ini memilih Qiraat yang dianggap shahih
karena sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Tetapi oleh karena Qiraat
pilihan Abu Bakar itu berbeda dengan naqliy yang diturunkan dengan
sanad yang shahih, maka Abu Bakar bin Miqsam dikecam pedas. Sikap
keras terhadap Abu Bakar ini diambil oleh para ahli Qiraat setelah
mereka bersidang. Keputusannya, sidang sepakat tidak membenarkan
Qiraat Abu Bakar bin Miqsam yang hanya sesuai dengan kaidah
bahasa Arab tetapi menyalahi naqliy itu.20
D. Pengaruh Qiraat terhadap Istimbat Hukum
Perbedaan antara satu qiraat dan qiraat lainnya bisa terjadi pada
perbedaan huruf, bentuk katam susunan kalimat, Irab, penambahan
dan pengurangan kata. Perbedaan-perbedaan ini sudah tentu memiliki
sedikit atau banyak perbedaan makna yang selanjutnya berpengaruh
terhadap hukum yang diistinbathkannya.21
Dalam hal istimbat hukum, qiraat dapat membantu menetapkan
hukum secara lebih jeli dan cermat. Perbedaan qiraat al-Qur'an yang
berkaitan dengan substansi lafaz atau kalimat, adakalanya
mempengaruhi makna dari lafaz tersebut adakalanya tidak. Dengan
demikian, maka perbedaan qiraat al-Qur'an adakalanya berpengaruh
terhadap istimbat hukum dan adakalanya tidak.

E. Memahami Waqaf dan Ibtida


1. Waqaf
Waqaf artinya berhenti di suatu kata ketika membaca Al Quran
baik di akhir ayat maupun di tengah ayat.22

20 Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Quran,op.cit. hal.107

21 https://pintania.wordpress.com/qiraatul-quran/diakses pada tanggal 13 April 2016,


pukul 23:09 wib

40

Kata al-Waqaf biasa dipakai untuk dua makna, makna yang


pertama adalah titik atau tanda di mana seseorang yang membaca alQuran diam (menghentikan bacaannya) pada tanda tersebut. Makna
yang kedua adalah tempat-tempat (posisi) yang ditunjukkan oleh para
imam ahli Qiraat. Dengan demikian setiap tempat (posisi) dari tempattempat tersebut dinamakan waqaf, sekalipun seorang pembaca alQuran tidak berhenti di tempat (posisi) tersebut.23
Untuk mengetahui tempat-tempat berhenti yang tepat
diperlukan pemahaman terhadap ayat-ayat yang dibaca, sehingga
setiap pemberhentian memberi kesan arti yang sempurna walaupun
tanpa terikat dengan tanda-tanda waqaf karena mengikuti tanda-tanda
waqof dalam AlQuran tidak dihukumi wajib syari bagi yang
melanggarnya. Sebagaimana perkataan Imam Ibnu Jazari:24

Di dalam Al Quran tidak ada waqof yang berhukum wajib syari, juga
tidak ada yang berhukum haram syari, kecuali karena suatu sebab.
Dan menurut Umi Salamah r.a bahwa Nabi Muhammad SAW
ketika membaca Al Quran, berhenti pada setiap ayat dan ibtida
terusnya. Jadi diperbolehkan secara mutlak berhenti pada setiap ayat
tanpa melihat makna.25
2. Ibtida
Ibtida ( )menurutbahasa: Bermula, menurut istilah:
Menyambung bacaan semula sesudah menghentikan bacaan
sementara kerana bernafas.
22 Abdul Aziz Abdur Rauf Al Hafidz, Pedoman Dauroh Al Quran, Dzilal Press,
Jakarta, 1995, hlm. 94
23 Al Haaj Maftuh bin Basthul Birri, Fathul Mannan, Al Ihsan, Lirboyo, 1979, hlm. 132
24 Ibid. hlm. 134
25 H.A. Djohansjah, Kursus Cepat Dapat Membaca Al Quran, Cemerlang, Surabaya,
1993, hlm. 91

41

Ibtida[
] adalah memulai bacaan kembali sesudah waqaf
dari awal suku kata pada ayat berikutnya.
Memulai membaca itu pasti dalam keadaan ikhtiyar dan bebas
bisa memilih dari mana. Dengan ini maka kalau ibtida harus dari kalam
yang mafhum dan tidak menjadikan rusaknya makna.
Aturan ibtida ini sama dengan waqof dalam macam-macamnya
dan perbedaan-perbedaannya. Ada ibtida yang tam, kaf, hasan dan
qabih. Kalau waqafnya bisa tam atau kaf, ibtida terusnya itu juga bisa
tam atau kaf. Kalau waqafnya qabih, ibtidanya harus mengulang dan
memilih darimana yang boleh dan baik, tidak cukup hanya asal
mengulang.26

BAB III
PENUTUP

A. kesimpulan
Dari pembahasan tentang qiraat di atas dapat diambil beberapa
kesimpulan, sebagai berikut:
Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan lafadz-lafadz AlQuran baik menyangkut hurufnya atau cara pengucapan hurufhurufnya.
Umat Islam sangat mementingkan masalah Al-Quran beserta
qiraatnya yang bermacam-macam itu sehingga banyak ulama
mengkhususkan diri dalam masalah qiraat dan mendalaminya,
mengajarkannya dan menulis kitab-kitab tentang qiraat. Hal ini
merupakan salah satu upaya untuk menjaga kemurnian Al-Quran.

26 H.A. Djohansjah, Kursus Cepat Dapat Membaca Al Quran, Cemerlang, Surabaya,


1993, hlm. 91
42

Perbedaan qiraat yang ada mempunyai banyak manfaat bagi


umat Islam, terutama dalam memudahkan membaca Al-Quran dan
mengambil hukum dalam Al-Quran.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini tentunya masih banyak yang
kurang di dalamnyai maka dari itu saya mengharapkan kritikan dan
saran yang sifatnya membangun dari Bapak
dosen yang
membawakan mata kuliah ini.
Selanjutnya selaku Penyusun makalah ini saya hanya
memberikan himbauan khususnya kepada teman-teman mahasiswa
karena seperti yang kita ketahui bahwa mahasiswa agent social of
change dan agent social of control, maka untuk mengaplikasikannya
itu maka kita dituntut untuk mengadakan inovasi dan tidak lupa kita
harus membenahi diri kekurangan yang ada untuk menuju
kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Gus Arifin dan Suhendri Abu Faqih, Al-Quran Sang Mahkota Cahaya,
Jakarta, Elex Media Komputindo: 2010
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu Ilmu Quran, Bogor : Lentera Antar
Nusa, 2012 , Ahmad Syams Madyan, Lc., MA., Peta Pembelajaran AlQuran, op.cit
Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Quran,op.cit.
Abdul Aziz Abdur Rauf Al Hafidz, Pedoman Dauroh Al Quran, Dzilal
Press, Jakarta, 1995
Al Haaj Maftuh bin Basthul Birri, Fathul Mannan, Al Ihsan, Lirboyo, 1979
https://pintania.wordpress.com/qiraatul-quran/diakses pada tanggal 13
April 2016, pukul 23:09 wib
43

SRI INTAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat
menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip
pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa
ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan
peristiwa tersebut kedalam hati. Dan nasihat dengan tutur kata yang
disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal bahkan
semua isinya pun tidak akan bias dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu
dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam
realita kehidupan dan rasa ingin tahu, dan pada gilirannya akan terpengaruh
dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara
seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan kisah yang benar telah
membuktikan kondisi ini dalam ushlub arabi secara jelas dan
menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah
Quran.
Oleh karena itu kisah atau sejarah dalam Al-Quran memiliki makna
tersendiri bila dibandingkan isi kandungan yang lain. Maka perlu kiranya kita

44

sebagai umat islamuntuk mengetahui isi sejarah yang ada dalam Al-Quran
sehingga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari qashashul Quran ?
2. Apa saja macam-macam dari qashashul Quran ?
3. Apa saja hikmah dari qashashul Quran ?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian dari qashashul Quran.
2. Untuk mengetahui macam-macam dari qashashul Quran.
3. Untuk mengetahui hikmah dari qashashul Quran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qashashul Quran


Secara etimologi, kata Qashash merupakan bentuk jama dari lafadz
Qishah yang mempunyai makna penjelasan. Namun, ada juga yang
memaknai Qashash dengan mengikuti jejak atau menelusuri bekas, cerita
atau kisah.27 Pemaknaan seperti ini sebagaimana tercermin dalam Q.S. AlKahfi: 64


Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula.
Dalam Q.S. Al-Qashash: 11


Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan:
"Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka
tidak mengetahuinya,
27 DEPAG RI, Ulumul Quran III, (Jakarta : DEPAG RI, 2001), hal.52
45

Ia juga berarti berita yang diikuti karena kebenarannya, sebagaimana


firman Allah dalam Q.S. Ali Imran: 62 yang artinya Sesungguhnya ini adalah
berita yang benar. Dan dalam firman Allah Q.S. Yusuf: 111 yang artinya
Sesungguhnya pada berita mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang berakal.28
Qashash Al-Quran adalah pemberitaan Quran tentang hal Ihwal umat
yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi. Quran banyak mengandung keterangan tentang kejadian
pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan
peninggalan atau jejak setiap umat.
Adapun tujuan kisah Al-Quran adalah untuk memberikan pengertian tentang
sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran)
untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang
baik dan benar.

B. Macam-macam qashash dalam Al-Quran


Kisah-kisah dalam Al-Quran dapat di bagi 2 yaitu:
a. Dari segi waktu
1. Kisah hal gaib yang terjadi pada masa lalu. Contohnya: Kisah tentang
dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi
sebagaimana di jelaskan dalam (Q.S. Al-Baqarah: 30-34).
2. Kisah hal gaib yang terjadi pada masa kini, contohnya: Kisah tentang
turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti di
ungkapkan dalam surat Al-Qodar.
3. Kisah hal ghaib yang akan terjadi pada masa yang akan datang,
contohnya: Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti di jelaskan
dalam Al-Quran Surat Al-Qariah, Surat Az-Zalzalah dan lainnya. Kisah
tentang Abu Lahab kelak di akhirat seperti di ungkapkan dalam Al-Quran
Surat Al-Lahab.
28 Achmad Zuhdi Dh, Studi Al-Quran, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2011),
hal. 356.
46

b. Dari Segi Materi


1. Kisah-kisah para Nabi, seperti: Kisah Nabi Muhammad, Kisah Nabi Adam,
Kisah Nabi Nuh, Kisah Nabi Luth, Kisah Nabi Musa, Kisah Nabi Sulaiman,
Kisah Nabi Ibrahim, Kisah Nabi Ismail, Kisah Nabi Yusuf
2. Kisah tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau ang
tidak dapat di pastikan kenabiannya. Contohnya: Kisah tentang Luqman,
Kisah tentang Ashabul kahfi, Kisah tentang Maryam.
3. Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa
Rasulullah saw.29 Contohnya: Kisah tentang Ababil, Kisah tentang
Hijrahnya Nabi saw, Kisah tentang perang Badar dan Uhud yang di
uraikan dalam Quran surat Ali Imran, Kisah tentang perang Hunain dan
At-Tabuk dan lain sebagainya.
C. Hikmah Qashash Al-Quran
Adapun hikmah qashash al-quran adalah:
1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokokpokok syariah yang dibawa oleh para nabi:


Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan
kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama
Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya
kebenaran dan para pendukungnya seta hancurnya kebatilan dan para
pembelanya.



29 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Quran_Ilmu-ilmu Pokok
Dalam Menafsirkan Al-Quran, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2002),hal.192
47

Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisahkisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman.
3. Membenarkan ajaran para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan
terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya
dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu
di sepanjang kurun dan generasi.
6. Menarik perhatian mereka yeng diberikan pelajaran.30 Firman Allah:



Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Qashash Al-Quran merupakan pemberitaan Quran tentang hal ihwal
umat yang telah lalu, nubuwwat ( kenabian ) yang terdahulu dan peristiwa
peristiwa yang telah terjadi. Quran banyak mengandung keterangan
keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsabangsa,
keadaan negerinegeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia

30 Fuad Hasbi Ash Shidieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002),
hal. 192.

48

menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan


mempesona.
Manfaat Qashash dalam Al-Quran adalah sebagai petunjuk dari Allah
yang diemban para Nabi dan Rasul Allah sebagai penjelasan syariat
keislaman mereka. Pengaruh kisah Al-Quran terhadap pendidikan adalah
paling tepat dengan menyampaikan kisah-kisah Al-Quran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Zuhdi Dh, Studi Al-Quran, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2011)
DEPAG RI, Ulumul Quran III, (Jakarta : DEPAG RI, 2001)
Fuad Hasbi Ash Shidieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2002)
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Quran_Ilmu-ilmu
Pokok Dalam Menafsirkan Al-Quran, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra,2002)

HENDRI MISBAH
( 140 201 116 )

49

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Quran telah banyak menceritakan kisah-kisah orang terdahulu dari para
Nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang mukmin dan orangorang kafir. Al-Quran telah membicarakan kisah-kisah dan menjelaskan
hikmah dari kisah-kisah itu untuk di ambil manfaat dan pelajaran hidup agar
dapat memudahkan kita untuk memahaminya dan berinterakasi
dengannya.31
Dalam kisah atau peristiwa terkadang mengandung nilai seni dan
pesan moral yang akan membuat orang tertarik untuk membacanya serta
mencoba menggali nilai dari peristiwa itu. Semakin dalam makna yang
terkandung dalam kisah, maka semakin kuat naluri kita untuk memahami
dan mengambil hikmah di dalamnya sehingga jika dalam pengisahan
tersebut terdapat nilai positif yang dominan, maka semakin kita terinspirasi
untuk mengeksplorasi sikap dan tingkah laku keseharian sedapat mungkin
tidak bertentangan dengan nilai positif yang terkandung di dalamnya. Juga
menyangkut pengambilan-pengambilan kebijakan hidup adalah sangat
mungkin untuk menyadarkan pada peristiwa yang telah dibaca dan dipahami
untuk selanjutnya menjadi ilham dalam hidup kita. Untuk itu membaca,
mengamati dan memahami kisah-kisah dalam Al-Quran adalah salah satu
yang utama dan merupakan karya illahi dari sekian banyak karya seni yang
dapat di jadikan pedoman positif kehidupan kita.
B. RUMUSAN MASALAH
1) Apakah pengertian Qashashul Quran itu?
2) Apa macam-macam Qashashul Quran?
3) Apa faedah mempelajari Qashashul Quran?
C. TUJUAN PEMBAHASAN MASALAH
1) untuk mengetahui pengertian dari qashashul quran.
2) untuk mengetahui macam-macam qashashul quran.
3) untuk mengetahui faedah mempelajari qashashul quran.

31 Dr. Shalah Abdul Fattah Al Khalidy, Kisah kisah Al Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.
21
50

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN QASHASHUL QURAN


Secara etimologi, kata Qashash merupakan bentuk jama dari lafadz
Qishah yang mempunyai makna penjelasan.32 Namun, ada juga yang
memaknai Qashash dengan makna mengikuti jejak atau menelusuri bekas,
atau cerita atau kisah.33 Menurut al-Azhary, al-Qashash adalah mashdar dari
kata kerja Qashasha yang artinya mengisahkan.34 Jadi suatu kisah adalah
cerita dari suatu kejadian yang sudah diketahui sebelumnya. Di dalam AlQuran lafal Qashash memiliki 3 arti:
Dalam surat Al-Kahfi ayat 64, Qashash memiliki makna
:jejak


Dia (Musa) berkata, itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya
kembali, mengukuti jejak mereka semula.(QS. Al-Kahfi: 64)35
Dan pada surat Al-Qashash ayat 11, Qashash memiliki makna
mengikuti:


Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan:
"Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka
tidak mengetahuinya(QS. Al-Qashas: 11)
Dan dalam surat Ali-Imran ayat 62, Qashash memiliki makna kisah:


Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Ali Imran: 62)

32 Ibnul Mandzur, Lisanul Arab, (Beirut: dar al fikr, 1990), juz 7, hal.73
33 DEPAG RI, Ulumul Quran III, (Jakarta : DEPAG RI, 2001), hal.52
34 Ibnu Mandzur, op.cit, hal. 74
35 M. Said, Tarjamah Al Quran Al Karim,(Bandung: Al Maarif, 1987), hal. 62
51

Adapun secara terminologis, Qashashul Quran adalah kabar-kabar


dalam Al Quran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan
kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. 36 Manna
al-Khalil al-Qaththan mendefinisikanQashashul quran sebagai pemberitaan Al
Quran tentang hal ihwal umat-umat terdahulu dan para nabi, serta peristiwaperistiwa yang terjadi secara empiris. Dan sesungguhnya Al quran banyak
memuat peristiwa-peristiwa masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu,
negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum dengan cara shuratan
nathiqah.37
B. MACAM-MACAM QASHASHUL QURAN
Kisah-kisah di dalam Al-Quran bermacam-macam, ada yang
menceritakan para Nabi dan umat-umat terdahulu, ada yang mengisahkan
berbagai macam peristiwa dan keadaan dari masa lampau sampai masa kini
atau masa yang akan datang.
1. Ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
Al-Quran maka qashash Al-Quran itu ada tiga macam:
a. Kisah yang ghaib masa lalu (al qashashul al madhiyah)
Yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah
tidak dapat ditangkap oleh panca indera, yang terjadi di masa lampau.
Contohnya:
Kisah tentang dialog Malaikat dengan Tuhannya mengenai
penciptaan khalifah bumi.
Kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan kehidupannya ketika di
surga.
b. Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al qashashul ghuyub al hadhirah)
Yaitu kisah yang menceritakan hal-hal ghaib pada masa sekarang
atau masa yang akan datang dan menyingkap rahasia orang-orang
munafik.
Contohnya:
Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul
Qadar.
Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk ghaib seperti jin, iblis,
setan.
c. Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al qashashul
ghuyub al mutaqibilah)
36 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al Quran. (Jakarta : Bulan Bintang, 1972), hal. 176
37 Manna Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1973), hal. 306
52

Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peistiwa-peristiwa yang


akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya Al-Quran ,
kemudian peristiwa tersebut benar-benar terjadi.
Contohnya:
Kisah tentang akan datangnya hari kiamat
Kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat
Kisah tentang kehidupan orang-orang disurga dan orang-orang
yang hidup di dalam neraka.38
2. Ditinjau dari segi materi
Ditinjau dari segi materi yang diceritakan, kisah Al-Quran terbagi
menjadi tiga macam:
a. Kisah para nabi, mujizatnya, fase dakwahnya, serta penentang dan
pengikutnya,.
b. Kisah tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau
ang tidak dapat di pastikan kenabiannya.
c. Kisah kejadian-kejadian di zaman Rasulullah.39
C. FAEDAH QASHASHUL QURAN
Al-quran telah mengisyaratkan melalui pembahasannya tentang kisahkisah yang telah terjadi atau pun yang akan terjadi, dan juga mengisahkan
tentang para Nabi. Ada beberapa faedah dari Qashash Al-Quran:
1. Supaya mereka berfikir
Mendengar
kisah-kisah
Al-Quran,
merenungkan
dan
memperhatikannya akan mengiringi kita untuk berfikir. Berfikir merupakan
kerja akal dimana manusia mengaktifkan daya pikirnya dan
mendayagunakan akalnya, lalu merenungkan episode-episode kisah yang
memuat nasehat dan pelajaran. Al-Quran menginginkan kita untuk
senantiasa berfikir dan mengambil pelajaran, sebagaimana dalam firman
Allah:




Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu
suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas)
berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang
Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia
38 Syadali Ahmad dan RofiI Ahmad, Ulumul Quran II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 28
39 M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Quran, (Pati: PPASS, 2000), hal. 43
53

tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi)


azab yang keras[1244]. (QS. Saba:46)40
[1244] Berdua-dua atau sendiri-sendiri Maksudnya ialah bahwa dalam
menghadap kepada Allah, kemudian merenungkan Keadaan Muhammad
s.a.w. itu Sebaiknya dilakukan dalam Keadaan suasana tenang dan ini
tidak dapat dilakukan dalam Keadaan beramai-ramai.
2. Dapat meneguhkan hati
Peneguhan hati atas kebenaran, superioritasnya dengan kebenaran
atas semua kekuatan batin, rangsangannya terhadap apa yang ada di sisi
Allah, keyakinannya terhadap musuh-musuh Allah, konsistennya dengan
konsep jalan hidup ini sampai bertemu dengan Allah. Semua nilai ini di
dapatkan oleh orang-orang mukmin dari kisah-kisah orang terdahulu dan
kisah para rasul. Sebagaimana firman Allah:



Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisahkisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orangorang yang beriman(QS. Hud:120)
Ayat ini diturunkan kepada rasulullah saw pada masa krisis dan berat,
termasuk masa-masa yang paling krisis yang di lalui dakwah ummat islam
di makkah, maka rasul dan ummat islam membutuhkan hiburan untuk
membersihkan diri, menentramkan, dan meneguhkan hati. 41
3. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal
Tujuan ketiga dari kisah-kisah Al-Quran adalah terdapat dalam firman
Allah:




Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman (QS. Yusuf:111)42

40 Ibid, hal. 29
41 Manna Khalil Al Qattan, Studi Ilmu Ilmu Quran, (Jakarta: Halim Jaya , 2002), hal. 437
54

Telah disebutkan sebelumnya ayat yang menjelasakan konsep kisah


Al-Quran dalam permulaan surat yusuf, yaitu tentang karakteristik kisah
Al-Quran adalah kisah yang terbaik. Ketika mengamati kedua ayat
tersebut maka akan di temukan suatu hal yang menarik. Ayat yang
terdapat dalam permulaan kisah nabi yusuf as tersebut menjelaskan
kepada kita sumber kisah-kisah Al-Quran. Adapun ayat terakhir ini
mengisyaratkan kepada kita akan tujuan dari penyebutan kisah ini dalam
Al-Quran seolah-seolah mengajak kita untuk mewujudkan tujuan ini dalam
diri kita.
4. Menjelaskan asas-asas dakwah munuju Allah dan menerapkan pokokpokok yang di syariatkan para Nabi.43
Sebagaimana yang di firmankan Allah :


Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan
Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku"(QS. AlAnbiya: 25)
5. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap
mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya.
6. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya,
dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu.
7. Menyingkap
kebohongan-kebohongan
ahli
kitab
yang
telah
menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi
pendapat mereka.44
8. Menanamkan akhlakul karimah.
9. Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada
mereka
Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang dapat menarik
perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang
terkandung di dalamnya ke dalam jiwa.
Firman Allah:

42 M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Quran, (Pati: PPASS, 2000), hal. 48
43 http://alghoit.weebly.com/blog/ilmu-qashash-al-quran
44 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu ilmu Al Quran, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 59
55

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang-orang yang berakal (QS. Yusuf: 111)45

D.

IBRAH DARI PENGGUNAAN NAMA DAN GELAR TOKOH DALAM


QASHASHUL QURAN
Tidak jarang pelaku kisah dalam Al-Quran disebutkan namanya
langsung contohnya:
1. Nama Nabi, seperti:
a) Adam (QS. Al-Baqarah (2) ayat 31, 33, 34, 35, 37) dan lain-lain.
b) Nuh (QS. Hud (11) ayat 25, 32, 42, 45, 46, 48, 89) dan lain-lain.
2. Nama Malaikat, seperti
a) Jibril (QS. At-Tahrim (66) ayat 4 dan QS. Al-Baqarah (2) ayat 97, 98).
b) Harut Marut (QS. Al-Baqarah (2) ayat 102).
3. Nama Sahabat, seperti Zaid bin Harist (QS. Al-Ahzab (33) ayat 37).
4. Nama tokoh terdahulu non-Nabi dan Rasul, seperti:
a) Imran (QS. Ali-Imran (3) ayat 33, 35 dan lain-lain.
b) Uzair (QS. Yunus (10) ayat 30).
5. Nama Wanita, seperti:
a. Maryam (QS. Ali-Imran (3) ayat 36, 37, 42, 43, 44, 45)
Di samping nama pelaku, Al-Quran pun menuturkan gelar pelaku
kisah, seperti Abu Lahab pada Q.S Al-Lahab (111) ayat 1, namanya sendiri
adalah Abu Al-Uza.






1. binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan
binasa[1607]. 2. tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa
yang ia usahakan.. 3. kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
4. dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar[1608]. 5. yang di
lehernya ada tali dari sabut.
[1607] Yang dimaksud dengan kedua tangan Abu Lahab ialah Abu Lahab
sendiri.
[1608] Pembawa kayu Bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi
penyebar fitnah. isteri Abu Lahab disebut pembawa kayu Bakar karena Dia
selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-burukkan Nabi
Muhammad s.a.w. dan kaum Muslim.
45 Ahmad Syadali dan Ahmad RofiI, Ulumul Quran II, hal. 31
56

Sebagaimana di jelaskan di atas, kisah-kisah dalam Al-Quran


menyingkap beberapa peristiwa baik yang telah terjadi sebelum Al-Quran
di turunkan, terjadi bersamaan dengan turunnya Al-Quran ataupun
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi .
Dalam suatu kisah paling tidak ada empat hal yang terdapat di
dalamnya. Empat hal tersebut, yaiut: jenis perisyiwa itu sendiri, pelaku
peristiwa, tempat peristiwa dan waktu peristiwa. Keempat ha tersebut
akan selalu berkaitan dan menyatu dalam setiap peristiwa.
Di dalam Al-Quran banyak di kisahkan tentang berbagai jenis
peristiwa yang pernah terjadi di bumi yang kita injak ini, seperti kisah
tentang banjir bandang pada masa Nabi Nuh, kisah hujan batu dan gempa
dahsyat pada masa Nabi Luth, kisah perang Badar, kisah tentang Isra
Miraj, kisah tentang kehidupan di surga yang penuh nikmat, kisah
kehidupan di neaka yang penuh derita, dan lain sebagainya.
Dalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang sudah dan akan
terjadi, Al-Quran menyebutkan beberapa pelaku atau tokoh dari suatu
peristiwa. Beberapa tokoh atau peristiwa yang di sebutkan dalam AlQuran seperti para Nabi dan utusan Allah yang di beri tugas dalam
menyampaikan risalah, orang-orang saleh yang tidak dapat di pastikan
kenabiannya, seperti: Firaun, Jalut, Qarun, Abu Lahab, dan lain
sebagainya. Terkadang dalam beberapa kisah, pelaku peristiwa tidak
disebutkan secara langsung dalam Al-Quran, tetapi hanya di ungkapkan
secara maknawi, terutama kisah-kisah yang pelakunya secara kolektif,
maka hanya disebutkan secara simbolis, seperti: kaum Ad, kaum Luth,
Bani Israil, kaum Quraisy dan lain sebagainya.
Adapun mengenai tempat dan waktu kejadian peristiwa hanya di
ungkapka secara global, di samoing itu tempat kejadian, setiap saat dapat
di rubah secara alamiah, dan rata-rata mur masing-masing generasi
manusia relatif singkat. Naun demikian di dalam Al-Quran juga terungkap
beberapa tempat sejarah yang pernah terjadi suatu peristiwa sperti: Safa
dan Marwa, Bukit Tursina, Masjidil Haram di Mekkah, Masjidil Aqsa di
Palestina dan lain sebagainya. Pengungkapan Al-Quran yang berkaitan
dengan waktu terjadinya peristiwa seperti di jelaskan pada kisah tentang
turunnya Al-Quran yang pertama kali ke bumi, kisah tentang turunnya
wahyu terakhir dan lain sebagainya.
Dengan ungkapan-ungkapan Al-Quran yang mengisahkan. Beberpa
kejadian (peristiwa) dengan menyebutkan para tokoh atau pelaku
peristiwa akan sangat berfaedah bagi orang yang menggunakan Al-Quran
sebagai pedoman hidupnya. Karena dari kisah-kisah tersebut banyak Ibrah
yang dapat diambil manfaat dan hikmahnya.
57

Kisa dapat mencontoh kisah-kisah yang dapat di jadikan teladan,


seperti kisah kehidupan para Nabi, orang-orang yang beriman dan
beramal saleh. Dan dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah
dapat mengambil hikmah darinya.
Dengan menyebut beberapa tokoh peristiwa sebagaimana terdapat
dalam Al-Quran, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut,
selain itu akan memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan AlQuran. Namun kita perlu menyayangkan, terkadang di antara kita dalam
memahami ayat-ayat Al-Quran kaitannya dengan kisah suatu peristiwa
hanya menekan pada jenis peristiwa, mengabaikan waktu kejadian dan
pelaku peristiwa, sehingga kurang dapat menyentuh maksud dan tujuan
apa yang di kehendaki dalam Al-Quran.
Mereka
mneggunakan
berbagai
dalil
untuk
memperkuat
pendapatnya. Dan kaidah ini menjadi pegangan jumhur ulama, terutama
mereka dari golongan Usuliyah. Adapun di antara ayat Al-Quran yang di
jadikan pegangan antara lain: ayat zihar dalam (Q.S. Al-Mujaddalah: 2)
yang berbunyi:




orang-orang yang menzihar (menganggap) isteri sebagai ibunya,
isterunya di antara kamu, padahal isteri mereka itu bukan ibunya. Ibu-ibu
mereka tidak lain adalah mereka yang melahirkan mereka. Dan
sesungguhnya mereka benar-benar mengucapkan perkataan yang munkar
dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf bagi lagi maha
penyayang. (Q.S. Al-Mujaddalah: 2)
Ayat di atas turun sehubungan dengan peristiwa atau kasus Salamah
binShakhr, tetapi hukumnya tidak hanya pada Salamah bin Shakhr,
berlaku untuk umum.
Kedua, berpendapat bahwa Ibrah (pesan) itu hanya terbatas bagi
tokoh pelakunya saja. Mereka mengambil kaidah sebagai berikut:
hukum yang di kandung oleh sesuatu ayat berlaku terbatas untuk tokoh
yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut. Bukan untuk umumnya lafad
Misalnya pada yat 188 surat Ali Imran yang berbunyi:



58

Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang


gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka
supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah
kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka
siksa yang pedih (QS. Ali-Imran:188)
Ayat di atas tidak di tunjukkan untuk masyarakat umum, tetapi hanya
terbatas bagi kaum ahli kitab. Demikianlah dipersepsikan dari Ibnu
Abbas.46

D. PENGULANGAN QASHASHSUL QURAN DAN HIKMAHNYA


Al-Quran banyak mengandung kisah yang pengungkapannya diulangulang di beberapa tempat. Berikut ini dikemukakan contoh pengulangan itu:
1) Kisah Iblis tidak mau tunduk kepada Adam: surat Al-Baqarah (2) ayat
34, surat Al-Araf (7) ayat 11:, surat Al-Kahfi (18) ayat 50, surat Thaha
(20) ayat 116, surat Shad (38) ayat 74.
2) Kisah kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseks: surat AlAraf (7) ayat 80, 81: surat Hud (11) ayat 78: surat An-Naml (27) ayat
54-55: surat Al-Ankabut (29) ayat 29.
3) Kisah istri Nabi Luth yang dibinasakan: surat Al-Araf (7) ayat 83; surat
Hud (11) ayat 81; surat Al-Hijr (15) ayat 60; surat Asy-Syura (26) ayat
171; surat An-Naml (27) : 57.
Adapun hikmah pengulangan qashash Al-Quran, yaitu:47
a) Menandaskan kebalaghahan Al-Quran dalam bentuk yang paling
tinggi. Diantara keistimewaan balaghah ialah menerangkan sebuah
makna dalam berbagai macam susunan. Dan tiap-tiap tempat disebut
dengan susunan kalimat yang berbeda dari yang telah disebutkan.
Dengan demikian selalu terasa nikmat kita mendengar dan kita
membacanya.
b) Menampakkan kekuatan ijaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai
bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang salah satunya
oleh sastrawan-sastrawan arab, menjelaskan bahwasanya Al-Quran
itu benar-benar dari Allah.
c) Memberikan perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi
kisah adalah salah suatu cara takid dan salah satu dari tanda-tanda
besarnya perhatian, seperti keadaannya kisah Musa dan Firaun.
46 http://abumuslimalbugisy.blogspot.com/2009/06/qashash-al-quran.html
47 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Quran_Ilmu-ilmu Pokok Dalam
Menafsirkan Al-Quran, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), 193.
59

d) Karena berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Disuatu


tempat diterangkan sebagiannya, karena itu saja yang diperlukan dan
di tempat-tempat yang lain disebut lebih sempurna karena yang
demikianlah yang dikehendaki keadaan
Dalam hal ini, Manna Al-Qaththan menjelaskan hikmah pengulangan
kisah-kisah Al-Quran sebagai berikut:
Menjelaskan ketinggian kualitas Al-Quran.
Memberikan perhatian yang besar terhadap kisah untuk menguatkan
kesan dalam jiwa.
Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Quran.
Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah
tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa Qashashul Quran adalah kabar-kabar
dalam Al Quran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan
kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Macam-macam Qashashul Quran:
1) Ditinjau dari segi waktu
a) Kisah yang ghaib masa lalu (al qashashul al madhiyah)
b) Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al qashashul ghuyub al
hadhirah)
c) Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al qashashul
ghuyub al mutaqibilah).
2) Ditinjau dari segi materi
a) Kisah para nabi, mujizatnya, fase dakwahnya, serta penentang dan
pengikutnya,.
b) Kisah orang-rang yang belum tentu Nabi dan kelompok manusia
tertentu.
c) Kisah kejadian-kejadian di zaman Rasulullah.
3) Faedah yang dapat kita ambil dari mempelajari Qashashul:
a) Supaya mereka berfikir
b) Dapat meneguhkan hati
c) Pelajaran bagi orang-orang yang berakal
60

d) Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan


terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya
e) Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan
terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya
f) Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya,
dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu
g) Menyingkap kebohongan-kebohongan ahli kitab yang telah
menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi
pendapat mereka
h) Menanamkan akhlakul karimah
i) Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada
mereka.
B. KRITIK DAN SARAN
Demikian makalah yang dapat kami paparkan, mungkin masih ada
banyak salah. Kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini
bisa menjadi sempurna. Semoga makalah yang kami buat ini bisa
bermanfaat bagi kita semua. Amin
DAFTAR PUSTAKA

DEPAG RI, Ulumul Quran III, (Jakarta : DEPAG RI, 2001)


Dr. Shalah Abdul Fattah Al Khalidy, Kisah kisah Al Quran, (Jakarta:
Gema Insani
Press, 2000)
http://abumuslimalbugisy.blogspot.com/2009/06/qashash-al-quran.html
http://alghoit.weebly.com/blog/ilmu-qashash-al-quran
Ibnul Mandzur, Lisanul Arab, (Beirut: dar al fikr, 1990), juz 7
Manna Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah alAsyr, 1973)
Manna Khalil Al Qattan, Studi Ilmu Ilmu Quran, (Jakarta: Halim Jaya ,
2002)
M. Said, Tarjamah Al Quran Al Karim,(Bandung: Al Maarif, 1987)
M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Quran, (Pati: PPASS, 2000)
M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Quran, (Pati: PPASS, 2000)
Syadali Ahmad dan RofiI Ahmad, Ulumul Quran II, (Bandung: Pustaka
Setia,
1997)
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Quran_Ilmuilmu Pokok
Dalam Menafsirkan Al-Quran, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2002)
61

T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al Quran. (Jakarta : Bulan Bintang,


1972)
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al Quran, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra,
2002)

ZULFIKAR
( 211 222 483 )
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengkaji Al-Quran merupakan kebutuhan bagi setiap muslim untuk
meningkatkan ketaqwaan dan keilmuannya dalam upaya melaksanakan
segala perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya, serta dalam
konteks implementasi menjadikan al-Quran sebagai sumber pokok bagi
perjalanan hidup umat Islam di dunia.
Sebagai bagian dari Study Al-Quran ( Ulumul Quran) adalah ilmu I`jaz
Al-Quran yang memiliki peran penting dalam memahami Al-Quran
62

secara konferhensif. Hal ini apabila dilihat perannya di dalam memahami


maksud-maksud yang terkandung di dalam Al-Quran sangat berguna
dalam menguatkan keimanan umat Islam terhadap wahyu Allah SWT.
yang diturunkan kepada utusan-Nya Muhammad SAW.
Dalam pembicaraan kaum muslimin, Ijazul Quran adalah konsep yang
menakjubkan dari Al-Quran, dipercaya bahwa Al-Quran adalah mukjizat
Nabi Muhammad SAW.48 Posisi Al-Quran selalu penting bagi umat Islam
karena Al-Quran telah dijadikan sumber pokok di dalam hukum Islam.
Tidak hanya itu, Al-Quran telah membuktikan kekuatannya yang tidak
dapat dikalahkan oleh siapapun, semenjak Nabi Muhammad SAW hidup
hingga sekarang ini.
Untuk memahami Ijazul Quran, maka perlu dipahami terlebih dahulu
mengenai kaedah al-Mujizat. Dikatakan bahwa Al-Ijaz merupakan suatu
kejadian luas adat (biasa) disetai dengan penghadangan, tapi lulus dari
hadangan itu.49 Sehingga, keberadaan Al-Quran sebagai mukjizat bagi
kenabian Muhammad SAW dijelaskan dengan baik agar dapat dimengerti
secara lengkap. Karena, pernah terjadi perbedaan sengit (di kalangan
ulama) mengenai dua masalah pokok (terkait dengan Ijazul Quran),
apakahIjazul Quran terletak pada nazm (susunan kata) atau pada sarfah
(pengalihan), atau keduanya saling melengkapi satu sama lain.50

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Ijazul Quran ?
2. Dasar dan Urgensi Ijazul Quran ?
3. Macam-macam Ijazul Quran ?

48 Kusmana & Syamsuri (ed), Pengantar Kajian al-Quran : Tema Pokok, SeWacana
Kajian (Jakarta : Pustaka al-Husna Baru, 2004), hlm. 65
49 Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul(Jakarta :Quran,RienekaCipta,2004), hlm.
143
50 Ibid., hlm. 139

63

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Ijazul Quran


Dari segi bahasa kata Ijaz berasal dari kata ajaz-yujizu-Ijaz yang
berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan
kelemahan
atau
memperlemah.
Secara
umum
Ijaz
adalah
ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan
dari ketidakberdayaan51.Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah
terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat. Sedangkan yang
dimaksud dengan Ijaz secara terminologi ilmu Al-Quran adalah
sebagaimana yang dikemukakan oleh beberpa ahli sebagai berikut :
Menurut Manna Khalil Al Qaththan
Ijaz adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan
orang lain sebagai rasul utusan Allah SWT dengan menampakan
kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi
mukjizat yang abadi, yaitu Al-Quran dan kelemahan-kelemahan generasi
sesudah mereka.52
Menurut Ali al Shabuniy mengemukakan :
Ijaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara individu
maupun kelompok untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka
mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah SWT yang diberikan
kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan
kenabianya.

Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai


dengan tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun
dan kapanpun.
51Usman, Ulumul Quran, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal 285
52Manna Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al Quran (terjemahan dari Mubahits fi Ulumul
Quran), (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004), hal. 371

64

Muhammad Bakar Ismail menegaskan:


Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti tantangan
yang diberikan oleh Allah swt kepada nabi-nabiNya sebagai hujjah dan
bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya
yang bersumber dari Allah swt.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami antara Ijaz dan mukjizat itu
dapat dikatakan melemahkan. Hanya saja pengertian Ijaz di atas
mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu Al-Quran. Sedangkan
pengertian mukjizat menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan
hanya berupa Al-Quran, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak
mampu dijangkau manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam
konteks ini antara pengertian Ijaz dan mukjizat itu saling melengkapi,
sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang
khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti
kebenaran misi kerasulan yang dibawanya.
Ditampilkan Ijaz atau mukjizat itu bukanlah semata-mata bertujuan
untuk menampakkan kelemahan manusia untuk menandinginya tetapi
untuk menyakinkan mereka bahwa Muhammad SAW adalah benar-benar
utusan Allah dan Al-Quran itu benar-benar diturunkan dari sisi Allah SWT
kepada Muhammad yang mana Al-Quran itu sama sekali bukanlah
perkataan manusia atau perkataan lainnya.
Al-Quran digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang
orang-orang pada masa beliau dan generasi sesudahnya yang tidak
percaya akan kebenaran Al-Quran sebagai firman Allah dan tidak percaya
akan risalah Nabi SAW dan ajaran yang di bawanya. Terhadap mereka
sesungguhnya mereka memiliki tingkat fashahah dan balaghah
sedemikian tinggi dibidang bahasa Arab. Nabi meminta mereka untuk
menandingi Al-Quran dalam tiga tahapan.
1) Menantang mereka dengan seluruh Quran dalam uslub umum yang
meliputi orang Arab sendiri dan orang lain, manusia mereka secara
padu melalui Firman Allah :

65

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk


membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun sebagian mereka
menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al-Isra : 88)
2) Menantang mereka dengan sepuluh surah saja dari Quran dalam
firman Allah :

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al


Quran itu", Katakanlah: "(kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh
surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah
orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika
kamu memang orang-orang yang benar". Jika mereka yang kamu seru
itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka Ketahuilah,
Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan
bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, Maka maukah kamu berserah
diri (kepada Allah)? (QS. Hud: 13-14)
3) Menantang mereka dengan satu surah saja dari Quran dalam firman
Allah:

Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya."


Katakanlah: "(kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah
datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa
yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu
orang yang benar." (QS. Yunus : 38)
Kelemahan orang Arab untuk menandingi Quran padahal mereka
memiliki faktor-faktor dan potensi untuk itu, merupakan bukti tersendiri bagi

66

kelemahan bangsa Arab di masa bahasa ini berada pada puncak keremajaan
dan kejayaannya.
Kemukjizatan Quran bagi bangsa-bangsa lain tetap berlaku di sepanjang
zaman dan akan selalu ada dalam posisi tantangan yang tegar. Misterimisteri alam yang disingkap oleh ilmu pengetahuan modern hanyalah
sebagian dari fenomena hakikat-hakikat tinggi yang terkandung dalam
misteri alam wujud yang merupakan bukti bagi eksistensi pencipta dan
perencanaannya.

2. Dasar-dasar dan Urgensi Ijazul Quran


A. Dasar pembahasan Ijaz Al-Quran
Di antara faktor yang mendasari urgensi pembahasan Ijaz Al-Quran
adalah kenyataan bahwa persoalan ini merupakan salah satu diantara
cabang-cabang pokok pembahasan ulumul Quran.
B. Urgensi pembahasan Ijaz Al-Quran
Urgensi pembahasan Ijaz Al-Quran dapat di lihat dari dua tataran
1. Tataran teologis
Mempelajari Ijaz Al-Quran akan semakin menambah keimanan
seseorang muslim. Terutama ketika isyarat-isyarat ilmiah, yang
merupakan salah satu aspek Ijaz Al-Quran sudah dapat di buktikan.
2. Tataran akademis
Mempelajari Ijaz Al-Quran akan semakin memperkaya khasanah
keilmuan keislaman.

3. Macam-macam Ijazul Quran


Perbedaan tinjauan masing-masing, di antaranya yaitu :
1.

Dr. Abd.Rozzaq Naufal, dalam kitab Al-Ijazu al-Adadi Lil


Quranil Karim menerangkan bahwa Ijazil Quran itu ada 4
macam, adalah sebagai berikut :
a. Al-Ijazul
Balaghi
yaitu
kemukjizatan
segi
sastra
balaghahnya, yang muncul ada pada masa peningkatan
mutu sastra Arab.

67

2.

3.

4.

b. Al-Ijazut Tasyrii yaitu kemukjizatan segi pensyariatan


hukum-hukum ajarannya yang muncul pada masa
penetapan hukum-hukum syariat Islam.
c. Al-Ijazul Ilmu yaitu kemukjizatan segi ilmu pengetahuan,
yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains di
kalangan umat Islam.
d. Al-Ijazul Adadi, yaitu kemukjizatan segi Quantity /
Matematis, statistik yang muncul pada abad ilmu
pengetahuan dan teknologi sekarang.
Imam al-Khotthoby (wafat 388 H) dalam buku al-Bayan fi Ijazil
Quran mengatakan bahwa kemukjizatan al-Quran itu terfokus
pada bidang kebalaghahan saja.
Imam Al-Jahidh (w. 255 H) di dalam kitab Nudzumul Quran dan
Hujajun Nabawiyah serta Al-Bayan Wa At-Tabyin menegaskan
bahwa kemukjizatan Al-Quran itu terfokus pada bidang
susunan lafal-lafalnya saja, maksudnya, ijazul Quran itu
hanya satu macam saja, yaitu kemukjizatan susunannya.
Moh. Ismail Ibrahim dalam buku yang berjudul Al-Quran wa
Ijazihi al-Ilmi mengatakan, orang yang mengamati al-Quran
dengan cermat, mereka akan mengetahui bahwa kitab itu
merupakan gudang berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan,
baik ilmu-ilmu lama maupun ilmu-ilmu baru.53

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
53S. Agil Husain Munawar, dkk, IJaz Al-Quran dan Metodologi Tafsir. (Semarang:
Dunia Utama. 1996).hlm.85-88.
68

Ijazul Quran adalah melemahkannya Al-Quran. Alquran melemahkan


manusia seluruhnya, tak ada seorangpun yang bisa menandingi
tantangannya. Sehingga Al-Quran merupakan mukjizat yang luar biasa.
Selanjutnya dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa poin yg
menjadi inti pembahasan diatas yaitu :
a.

b.
c.
d.

Membuktikan bahwa nabi Muhammad SAW yang membawa


mujizat kitab Al-Quran itu adalah benar-benar seorang Nabi/Rasul
Allah.
Membuktikan bahwa kitab Al-Quran itu adalah benar-benar wahyu
dari Allah SWT.
Menjukan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasan
manusia.
Menunjukan kelemahan daya upaya rekayasa manusia yang tidak
sebanding dengan kesombongannya dan keangkuhanya.

B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami buat, tentunya masih banyak
kekurangan yang ada dalam pembahasannya. Maka saran dan kritik kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Dan akhirnya pemakalah
meminta maaf apabila ada kesalahan dalam makalah ini baik berupa
sistematika penulisan maupun dari isinya.Wallahu alam bisshawab.

DAFTAR PUSTAKA

Djazuli Acep, Kaidah-kaidah Fiqih, Jakarta: Kencana, 2007.


Syafei, Rachmat Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Yahya Mukhtar danFatchrur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum
Fiqh Islami, Bandung: PT Almaarif. 1986.

69

MUHAMMAD KAUTSAR
( 211 222 448 )
A.

Bukti Historis Kegagalan Menandingi Al-Quran


Al-Quran digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang
orang-orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak
mempercayai kebenaran Al-Quran sebagai firman Allah dan risalah serta
ajaran yang dibawanya. Terhadap mereka, sungguhpun memiliki tingkat
fashahah dan balaghah yang tinggi di bidang bahasa Arab, Nabi memintanya
untuk menandingi Al-Quran dalam beberapa tahapan. Paling tidak ada
empat ayat yang merupakan tantangan bagi mereka yang tidak
mempercayai kebenaran Alquran saat itu, keempat ayat itu adalah [1]:
1. Mendatangkan semisal Al-Qur'an secara keseluruhan, sebagaimana
dijelaskan pada surat Al-Isra (17) ayat 88:



Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain".
2. Mendatangkan sepuluh surat yang menyamai surat-surat yang ada
dalam Al-Quran, sebagaimana dalam surat Hud (11) ayat 13:

70


[1]
Manna Qatthan, Mabahits Fi Ulumil Quran,(Mesir: Mansyuroti asril
Hadist,1992), hal.259

bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran


itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat
yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang
kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang
yang benar".

3. Mendatangkan satu surat, sebagaimana pada surat Al-Baqarah (2) ayat


23:



dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika
kamu orang-orang yang benar.
4. Mendatangkan satu kalimat (ayat) sebagaimana dijelaskan dalam surat
Thur (52) ayat 34

Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu
jika mereka orang-orang yang benar.
Al Quran secara tegas menantang semua sastrawan dan orator Arab
untuk menandingi ketinggian Al Quran, namun tidak ada satu pun yang
sanggup. Meskipun mereka menentang dan memusuhi Al Quran serta Nabi
Muhammad SAW. tetapi sebenarnya mereka mengagumi ketinggian bahasa
dan sastra yang ada pada Al Quran. Memang banyak tokoh Arab pada saat

71

itu yang mencoba menandingi Al-Quran bahkan beberapa ada yang


mengaku sebagai Nabi palsu diantaranya adalah:
1. Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu Al-Walid, seorang sastrawan
ulung yang tiada bandingannya untuk membuat sesuatu yang mirip
dengan Al-Quran ketika Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah
SAW. yang membaca surat Fushilat, ia tercengang mendengar kehalusan
dan keindahan gaya bahasa Al-Quran dan ia pun kembali pada kaumnya
dengan tangan hampa.
2. Nadlar bin Harits, salah satu pembesar Quraisy yang sangat membenci
Islam, pada suatu hari setelah ia mendengar ayat-ayat Al Quran yang
dibacakan oleh Nabi SAW., ia berkata kepada kaumnya:
Hai kaumku, sesungguhnya kalian telah mengetahui, bahwa aku belum
pernah meninggalkan sesuatu, melainkan mesti aku mengetahui dan
membacanya serta mengatakannya lebih dahulu kepada kalian. Demi
Allah sungguh aku telah mendengar sendiri bacaan yang biasa diucapkan
oleh Muhammad. Demi Allah, katanya, aku sama sekali belum pernah
mendengar perkataan seperti itu. Itu bukan syiir, bukan sihir dan bukan
pula ramal.
3. Musailamah Al-kazzab mencoba membuat beberapa kalimat. Adapun
diantaranya adalah:




















Hai katak anak dari dua ekor katak, bersihkanlah apa yang hendak
engkau bersihkan, bagian atasmu ada di air dan bagian bawahmu ada di
tanah.
Al Jahiz, seorang sastrawan terkemuka dalam karyanya al-hayawan,
menanggapi gubahan Musailamah, saya tidak mengerti apa yang
menggerakkan hati Musailamah al Kadzdzab menyebut katak dan
sebagainya itu. Alangkah kotor gubahan yang dikatakannya sebagai
ungkapan yang sama dengan Al Quran, yang dikatakannya diturunkan
kepadanya sebagai wahyu.
4. Abu al Alla al Maariy juga berusaha menandingi AlQuran tetapi ketika
dia akan memulai tiba-tiba dia gelisah dan bingung, kemudian dia
merusak alat tulisnya dan merobek-robek kertasnnya.
5. Ibnu al Muqaffa, ketika hendak memulai membuat kalimat tandingan
Al Quran, ia mendengar seorang anak membaca firman Allah QS. Hud
ayat 44:


72


dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan)
berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan
bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah
orang-orang yang zalim ."
Mendengar hal itu, ia lalu menyobek-nyobek kertasnya, mengurungkan
niatnya dan berkata: Demi Allah, adalah tidak mungkin ada manusia yang
dapat membuat seperti itu.
Bagi mereka yang tidak mengerti dan mengetahui bahasa Arab, agak sulit
untuk dapat menangkap di mana letak kemujizatan Al Quran, baik dari segi
keindahan susunan maupun gaya bahasanya. Karena untuk mengetahui
ketinggian dan mutu suatu bahasa adalah tidak mungkin tanpa mengetahui
dan menghayati keindahan bahasa itu sendiri.

B. Macam-Macam Ijaz Al-Quran


Dalam sebuah buku yang berjudul Al-Ijaz Qurany fi Wujuhil
Muktasyifah, macam-macam ijaz Al-Quran yang terbagi antara lain:
1. Ijaz Balaghy (Berita Tentang Hal-hal yang Ghaib)
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al-Quran adalah berita
ghaib, contohnya adalah Firaun yang mengejar Nabi Musa as, hal ini
diceritakan dalam QS. Yunus: 92



Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami
2. Ijaz Ilmi (Ilmu Pengetahuan)
Di dalam Al-Quran, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, di
antaranya ilmu falak, ilmu hewan. Semuanya itu menimbulkan rasa takjub.
Beginilah ijaz Al-Quran ilmi itu betul-betul mendorong kaum muslimin
untuk berfikir dan membukakan pintu-pintu ilmu pengetahuan. misalnya
kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas. Hal itu
diisyaratkan dalam firman Allah dalam surat Al-Anam ayat 125:



73

Barangsiapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,


niscaya Dia melapangkan dada orang itu untuk (memeluk agama) Islam. Dan
barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.
3. Ijaz Tasyrii (Perundang-Undangan) Hukum Al-Quran
Al-Quran menetapkan perkara yang sangat dibutuhkan oleh
manusia, yakni agama, jiwa, akal, nasab (keturunan) dan harta benda. Di
atas lima perkara ini disusun sanksi-sanksi hukum yang berdasarkan AlQuran dan Al-Hadits. Contohnya dalam surat An-Nur ayat 2:




perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

4. Ijaz Adady (Jumlah)


Ijaz adady merupakan rahasia angka-angka dalam Al-Quran. Seperti
dikatakan saah disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 24 kali, sama
dengan jumlah jam dalam sehari semalam. Selain itu Al-Quran menjelaskan
bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula
dalam surat Al-Baqoroh: 29, surat Al-Isra: 44, surat Al-Mukminun: 86, surat
Fushshilat: 12, surat Ath-Thalaq: 12, surat Al-Mulk: 3, dan surat Nuh: 15.
Adapula kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan, baik rasul atau
nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi
peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini sama dengan
penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita yakni 518 kali.
5. Ijaz Lughawy (Keindahan Redaksi Al-Quran)
Gaya bahasa Al-Quran membuat orang Arab pada saat itu merasa
kagum dan terpesona, bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga bagi
orang-orang kafir. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak
diantara mereka masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pun yang mulanya
dikenal sebagai orang yang paling memusuhi nabi Muhammad SAW, dan
bahkan berusaha membunuhnya, memutuskan masuk Islam dan beriman
pada kerasulan Muhammad hanya karena membaca petikan ayat-ayat Al-

74

Qur-an. Susunan Al-Qur-an tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apa pun.
[2]

[2] Anwar Rosihan, Ulumul Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2004, hlm 37

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihan, Ulumul Quran. 2004. Bandung. Pustaka Setia
Qatthan, Manna, Mabahits Fi Ulumil Quran:1992. Mesir. Mansyuroti asril
Hadist.

75

DEDEK MELDA IMALIA


( 140 201 249 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaum Yahudi dan Nasrani adalah dua kaum yang kita kenal sebagai
Ahli Kitab. Nasrani Yahudi mempunyai pengetahuan keagamaan yang
bersumber dari Taurat dan kaum Nasrani pun mempunyai pengetahuan yang
bersumber dari Injil. Cukup banyak kaum Yahudi dan Nasrani yang bernaung
dibawah panji-panji Islam sejak Islam lahir, sedangkan mereka tetap
memelihara baik pengetahuan agamanya yang terdahulu.
Sementara itu Alquran banyak mencakup hal-hal yang terdapat
dalam Taurat dan Injil, khususnya yang berhubungan dengan kisah para nabi
dan berita umat terdahulu. Namun dalam Alquran kisah-kisah tersebut hanya
dikemukakan secara singkat dengan menitikberatkan pada aspek-aspek
nasehat dan pelajaran, tidak mengemukakan secara rinci dan mendetail
seperti titimangsa peristiwa, nama-nama negeri, dan nama-nama pribadi.
Sedang Taurat dan Injil mengemukakannya secara panjang lebar dengan
menjelaskan rincian dan bagian-bagiannya. Ketika Ahli Kitab masuk Islam,
mereka membawa pula pengetahuan keagamaan mereka berupa cerita dan
kisah-kisah keagamaan. Dan disaat membaca kisah-kisah dalam Alquran
terkadang mereka paparkan rincian kisah itu yang terdapat dalam kitabkitab mereka.
Karena itu, pada makalah ini pemakalah akan menguraikan sedikit
pengetahuan tentang israiliyat yang mudah-mudahan dapat meluruskan
pemahaman kita terhadap Alquran. Dalam makalah ini akan diuraikan
pengertian israiliyat dan latar belakang muncul serta perkembangannya.
Para ulama pun berbeda pendapat mengenai israiliyat. Sehingga sangat
penting bagi pemakalah untuk menguraikan perbedaan pendapat tersebut
yang disertai pembagian, pengaruh dan beberapa contoh israiliyat.
B.
1.
2.
3.
4.

Rumusan Masalah
Bagaimana yang dimaksud dengan israiiliyat ?
Bagaimana latar belakang dan munculnya israiiliyat ?
Dan apa sebab sebab penggunaan israiiliyat ?
Dan apa pengaruh israiiliyat ?

76

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Israiliyat
Secara etimologi, israiliyat berasal dari kata israil yang merupakan
kata nisbah kepada Bani Israil. Israil berasal dari Bahasa Ibrani yang berarti
hamba Allah, dipakai sebagai nama lain Nabi Yaqub.54
Kata Israiliyat adalah bentuk Jamak dari kata Israi Liyat. Israiliyat
merupakan cerita yang di kisahkan dari sumber Israil, yaitu Yakub dan Ishak
Bin Ibrahim, yang mempunyai keturunan 12, yang dinyatakan sebagai Yahudi
adalah juga Bani Israil.55
Perkataan Israiliyat walaupun pada mulanya menunjukan kisah-kisah
yang diriwayatkan dari sumber Yahudi, tetapi di gunakan juga oleh ulama
Tafsir dan Hadist dengan membenarkan sebagian cerita-cerita Yahudiyah,
bahkan lebih luas dari pada itu. Israiliyat dalam istilah mereka menunjukan
semua cerita lama yang masuk kedalam Tafsir dan Hadist yang bersumber
dari Yahudi dan Nasrani atau selain keduanya.
Sesungguhnya para ulama membenarkan Tafsir dan Hadist yang
menyatakan bahwa Israiliyat itu bersumber dari Yahudi berdasarkan
kebiasaan dan diminannya orang-orang Yahudi dalam menyebar luaskan
cerita-cerita palsu. Orang-orang Yahudi adalah kaum pendusta. Maka sangan
benci dan memusuhi Islam dan kaum Muslimin.
Orang Yahudi adalah ahli kitab yang banyak bergaul dengan orang
Islam. Peradabannya paling tinggi di bandingkan dengan lainnya. Demikian
pula tipu daya yang dugunakan untuk menghancurkan ajaran Islam, yang
merupakan tindakan sangat berbahaya, Abdullah bin Saba adalah tokoh
penyebar fitnah dan kesesatan. Dan masih banyak lagi yang saling
membantu untuk menghancurkan Islam.

54 Muhammad Husein al-Khalaf, al-Yahudiyyah bayna al-Masihiyyah wa al-Islam, (Mesir: alMuassasah al-Mishriyyah, 1962), hlm. 14. Abu Abd Allah Muhammad al-Anshari alQurthhubiy, al-Jami li Ahkam Al-quran, jilid I (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, tp), hlm. 331.

55 Ahmad Khalil Arsyad, Dirash fi Alquran, (Mesir: Dar al-Maarif, 1972), hlm. 15.
77

Menurut Ahmad Khalil Arsyad, israiliyyat adalah kisah-kisah yang


diriwayatkan dari Ahl al-Kitab, baik yang ada hubungannya dengan agama
mereka ataupun tidak.56 Dalam pendapat lain dikatakan bahwa agama
merupakan pembauran kisah-kisah dari agama dan kepercayaan non-Islam
yang masuk ke Jazirah Arab Islam yang dibawa oleh orang-orang Yahudi yang
semenjak lama berkelana ke arah timur menuju Babilonia dan sekitarnya,
sedangkan Barat menuju Mesir. Setelah berita (akhbar) keagamaan yang
mereka jumpai dari negera-negara yang mereka singgahi. Di antara ceritacerita yang termasuk israiliyyat itu kisah Gharaniqah, kisah Zainab bint
Jahsy, cerita kapal Nabi Nuh, warna anjing Ashab al-Kahf, makanan yang
diberikan kepada Maryam, Dajjal dan lain-lain.
Meskipun israiliyat banyak diwarnai oleh kalangan Yahudi, kaum
Nasrani juga turut ambil bagian dalam konstelasi penafsiran versi israiliyat
ini yang disebut Nashraniyat. Hanya saja dalam hal ini, kaum Yahudi lebih
populer dan lebih dominan. Karenanya, kata Yahudi lebih dimenangkan
lantaran selain kaum Yahudi lebih lama berinteraksi dengan umat Islam juga
di kalangan mereka banyak yang masuk Islam. Penukilan dari orang Yahudi
lebih banyak jumlahnya karena percampuran mereka dengan kaum Muslimin
dimulai semenjak kelahiran Islam di samping hijrah pun ke Madinah, tempat
orang Yahudi menentap.
Cerita israiliyat ini sebagian besar diriwayatkan dari empat orang,
yaitu abdUllah bin Salam, Kabul Ahbar, Wahab bin Munabbih, dan Abdul
Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Wahab bin Munabbih adalah orang Yahudi dari
Yaman yang masuk Islam yang banyak meriwayatkan israiliyat dan
nashraniyat seperti yang terdapat dalam tafsir Ibnu Jarir al Thabary.
Kemudian Ibn Juraij adalah pemuka riwayat yang meriwayatkan nashraniyat.
Dia adalah bangsa Romawi yang beragama Nasrani yang kemudian memeluk
Islam.
B. Latar Belakang Muncul dan Berkembangnya Israiliyat
Sejak tahun 70 M kaum Ahli Kitab yang mayoritas orang Yahudi telah
berimigrasi secara besar-besaran ke jazirah arab untuk menghindari tekanan
dan penindasan yang dilakukan oleh Nitus, seorang panglima Romawi. Dan
mereka sering mengadakan perjalanan baik ke arah barat maupun ke arah
timur. Sengan demikian, banyak mempengaruhi orang-orang timur dan
56 Manna Khalil Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, terjemah Mudzakir AS (Jakarta: Litera Antar
Nusa, 1996), hlm. 42
78

sebaliknya juga mempengaruhi orang-orang barat.57 Sementara itu, Bangsa


Arab di zaman Jahiliyah juga banyak melancong ke negeri lain. Kondisi
seperti ini terus berlanjut hingga Islam lahir dan berkembang di jazirah Arab.
Kondisi dua kebudayaan ini, yaitu Yahudi dan muslim melahirkan
pemikiran-pemikiran yang berbeda hingga tidak jarang terjadi dialog antara
keduanya. Mereka saling bertukar pikiran ihwal masalah-masalah
keagamaan. Bahkan, Rasulullah sendiri sering dihujani pertanyaan oleh
orang-orang Yahudi, terutama menyangkut keabsahan beliau sebagai Nabi
dan utusan. Akan tetapi, karena keabsahan Nubuwah dan risalah agama
Islam berikut Alquran sebagai petunjuk hidupnya dapat dibuktikan secara
konkrit, maka Rasulullah dapat menarik mereka masuk ke dalam agama
Islam.
Pada era Rasulullah, informasi dari kaum Yahudi yang dikenal sebagai
israiliyat tidak banyak berkembang dalam penafsiran Alquran, sebab hanya
beliau satu-satunya yang menjelaskan berbagai masalah atau pengertian
yang berkaitan dengan ayat-ayat Alquran. Israiliyat sebenarnya sudah
muncul dan lama berkembang di kalangan bangsa Arab jauh sebelum
Rasulullah lahir, yang kemudian terus bertahan pada era Rasulullah. Hanya
saja, pada waktu itu israiliyat belum menjada khazanah dalam penafsiran
Alquran.58
Permasalahan yang muncul kemudian adalah bahwa sepeninggal
Rasulullah, tidak seorangpun berhak menjadi penjelas wahyu Allah. Oleh
karena itu, jalan yang ditempuh para sahabat adalah dengan ekstra hati-hati
melakukan ijtihad sendiri, manakala mereka menjumpai masalah tersebut,
seperti kisah-kisah nabi atau umat-umat terdahulu. Hal ini terjadi mengingat
kadang-kadang ada persamaan antara, Alquran, Taurat, dan Injil. Hanya saja
Alquran berbicara secara ringkas dan padat, sementara Taurat dan Injil
berbicara dengan panjang lebar. Sumber-sumber israiliyat yang terkenal di
kalangan Yahudi adalah Abdullah bin Salam, Kaab bin Akhbar, Wahab bin
Munabbih, dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Sementara di kalangan
para sahabat adalah Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan Abdullah bin Amr bin Ash.
Mereka ini adalah narasumber kedua.59
57 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: MIzan, 1995), hlm. 46.
58 Ignaz Goldziher, Madzahib at-Tafsir Al-Islami, (Kairo: As Sunnah Al-Muhammadiyah, 1995), hlm.
113.
59 Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, (Yogyakarta, PT Dana Bhakti Primayasa, 1998),
hlm. 77-82.
79

Pada era sahabat inilah kisah israiliyat mulai berkembang dan


tumbuh subur. Hanya saja, dalam menerima riwayat dari kalangan Yahudi
dan Nasrani pada umumnya mereka amat ketat. Mereka hanya membatasi
pada sekitar kisah-kisah dalam Alquran yang diterangkan secara global dan
Nabi sendiri tidak menerangkan kepada mereka mengenai kisah-kisah
tersebut. Di samping itu, mereka terkenal sebagai orang-orang yang
konsisten dan konsekuen pada ajaran yang diterima dari Rasulullah,
sehingga ketika mereka menjumpai kisah-kisah israiliyat yang bertentangan
dengan syariat Islam mereka langsung menentangnya sebaliknya, apabila
kisah-kisah israiliyat itu benar maka merekapun menerimanya. Dan apabila
kisah-kisah itu diperselisihkan kebenarannya, mereka menangguhkannnya.
Namun yang paling disayangkan adalah pada periode tabiin, di
mana seringkali terjadi penafsiran atau periwayatan yang tidak selektif
dalam artian banyak periwayatan hadis tidak melalui jalur kode etik
metodologi penelitian ilmu-ilmu hadis dengan tanpa menuliskan sanadnya
secara lengkap. Akibatnya banyak muncul periwayatan dalam penafsiran
yang terkena ilfiltrasi israiliyat. Tokoh penting yang banyak meriwayatkan
israiliyat pada periode ini, di antaranya adalah Kaab al Akhbar dan Wahab
bin Munabbih.
C. Sebab-sebab Penggunaan Israiliyat
Sebenarnya cerita merembesnya cerita-cerita Israiliyat kedalam Tafsir
dan Hadist di dahului oleh masuknya kebudayaan Arab zaman Jahiliyah.
Bangsa arabpada zaman Jahiliyah sering berpindah-pindah kea rah timur
maupun ke barat. Bangsa Quraisy mempunyai dua tujuan dalam bepergian.
Bila musim panas mereka pergi ke Syam dan bila musim dingin mereka pergi
ke Yaman.60 Pada waktu itu di Yaman dan Syam banyak sekali Ahli kitab yang
sebagian besar adalah bangsa Yahudi. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan bila antara orang Arab dengan Yahudi terjalin hubungan.
Sering terjadi pertemuan antara kaum muslimin dengan orang yahudi
dan sering pula terjadi diskusi dan perdebatandi antara mereka.
Merembesnya Israiliyat dalam Tafsir dan Hadist secara meluas itu karena
diketahui oleh para ulama, bahwa Tafsir dan Hadist itu memiliki periode yang
berbeda, pertama periode periwayatan, kedua periode pembukuan.

60 Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, (Yogyakarta, PT Dana Bhakti Primayasa, 1998),
hlm. 77-82.
80

a. Periode Periwayatan Tafsir


Rasulullah nergaul dengan para sahabatnya dan memberi penjelasan
kepada mereka tentang urusan agama dan dunia yang dianggap penting
oleh mereka atau dianggap penting oleh Nabi. Penjelasan Nabi itu mencakup
Tafsir-tafsir ayat Quran yang dianggap masih samar oleh para Sahabatnya.
Para sahabat, memperhatikan dan menghafal penjelasan Nabi tersebut,
kemudian mereka menyampaikan kepada saudara-saudaranya yang tidak
hadir dalam mejelis Nabi dan juga kepada murid-muridnya dan sampai pada
tabiin. tabiin meriwayatkan apa yang mereka terima dari para sahabat
kepada tabiin lainnya. Dan juga mereka menyampaikan kepada para
muridnya sampai generasi tabiit tabiin.61

b. Periode Pembukuan Tafsir


Periode ini berakhir pada akhir abad pertama dan awal abad kedua
Hijriah.
Awal dari pembukuan Tafsir dan Hadist tersebut adalah :
Ketika Umar bin Abdul Aziz memerintahkan semua biama di seluruh
dunia untuk mengumpulkan Hadist-hadist Rasul yang menurut anggapan
mereka sama.
Pembukuan Tafsir dan Hadist pada periode ini dilakukan dengan cara
mengemukakan riwayat di sertai dengan sanadnya sehingga dimungkinkan
untuk mengetahui mutu yang diriwayatkan, baik sahih maupun daifnya,
dengan cara meneliti Sanadnya.
c.

Periode Periwayatan Hadist


Pada periode ini cerita Israiliyat merembes kedalam Tafsir dan Hadist
atau dalam waktu yang sama secara berbarengan. Hal ini terjadi karena
pada mulanya Tafsir dan Hadist merupakan satu kesatuan yang tidak bisa di
pisahkan masalah ini terjadi pada zaman sahabat, mereka membaca Quran
yang didalamnya terdapat kisah-kisah dan berita-berita mereka melihat,
bahwa Quran menceritakan kisah tersebut hanyalah dalam batas nasihat
dan Ibarah,

61 Al-Imam Muslim, Shahih Muslim, Jilid I (Delhi: Al-Amriyyah, t.t), hlm. 112.
81

Kemudian datanglah periode Tabiin. pada periode ini penukilan dalil


ahli kitab semakin luas dan cerita-cerita Israiliyat di dalam Tafsir dan Hadist
semakin berkembang.
Kemudian setelah masa tabiin tumbuh kecintaan yang luar biasa
terhadap cerita Israiliyat dan diambilnya secara ceroboh sehingga setiap
cerita tersebut tidak ada lagi yang di tolak. Mereka tidak lagi mengembalikan
cerita itu kapada Quran walaupun tidak dimengerti oleh akal.
Perlu juga diperhatikan bahwa mereka yang menekuni Tafsir dan Hadist
pada periode ini adalah mereka yang suka berkisah kepada masyarakat di
mesjid-mesjid dan di tempat-tempat lainnya.
d. Periode Pembukuan Hadist
Pada periode ini. Sebagaimana sudah kita ketahui, hadist dibukukan
dengan bantuan ilmu lain yang bermacam-macam dan tafsir pun termasuk
salah satu bagian di padanya. Secara umum tafsit pada masa ini bersih dari
cerita-cerita Israiliyat, kecuali sedikit saja, itupun itupun tidak bertentangan
dengan Nash Syari.
Tafsir terpisah dari hadist, dan masing-masing di bukukan sendirisendiri, maka tafsir yang dibukukan pertama kalinya diterangkan juga sanadsanadnya, akan tetapi cerita-cerita Israiliyat yang dibukukan jumlahnya tidak
sedikit.
Setelah itu datanglah masa di mana ulama membukukan tafsit dan
hadist dengan membuang sanad-sanadnya dan kelihatannya tidak adan
ketelitian yang mendalam terhadap apa yang mereka tulis itu.
E. Pengaruh israiliyat
Pada konteks tertentu, dalam penafsiran Alquran helas sekali
terdapat kerinduan pada kisah-kisah dan mitologi-mitologi. Oleh karena itu,
kaum mukmin berniat mengetahui cerita tersebut secara lebih dekat. Tidak
diragukan lagi, pengkajian dan penelaahan ilmiah yang mereka lakukan
mempunyai implikasi cukup jauh dalam menjelaskan secara rinci tentang
legislasi-legislasi hukum Islam. Maka lahirlah komunitas orang yang ahli
dalam kitab-kitab terdahulu. Mereka berusaha menutupi celah-celah yang
ada dala alquran dengan apa yang mereka pelajari dari hasil interaksinya
dengan penganut Yahudi dan Nasrani.62

62 Al-Imam Muslim, Shahih Muslim, Jilid I (Delhi: Al-Amriyyah, t.t), hlm. 114.
82

Sudah barang tentu, israiliyat ke dalam penafsiran Alquran terutama


yang bertentangan dengan prinsip asasinya banyak menimbulkan pengaruh
negatif pada Islam. Diantaranya adalah sebagai berikut:63
1) Merusak akidah umat Islam, seperti yang dikemukakan oleh Muqtil
atau Ibn Jarir tentang kisah Nabi Daud a.s. dengan istri panglima (Uria)
dan kisah Nabi Muhammad dengan Zainab binti Jahsyi, yang keduanya
mendiskreditkan pribadi Nabi yang maksum serta mengambarkan Nabi
sebagai pemburu nafsu seksual.
2) Memberi kesan bahwa Islam itu agama khurafat, takhayul dan
menyesatkan.
3) Riwayat-riwayat tersebut hampir menghilangkan rasa kepercayaan
pada sebagian ulama salaf, baik dari kalangan sahabat maupun tabiin
seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Salam, dan Wahab bin Munabbih.
4) Memalingkan perhatian umat Islam dalam mengkaji soal-soal keilmuan
Islam. Dengan larutnya umat Islam ke dalam keasyikan menikmati
kisah-kisah israiliyat, mereka tidak lagi antusias memikirkan hal-hal
makro, seperti sibuk dengan nama dan anjing Ashabul Kahfi, jenis kayu
dari tongkat Nabi Musa as., nama binatang yang diikutsertakan dalam
perahu Nabi Nuh as. Dan sebagainya di mana perincian itu tidak
bermanfaat.
Sekiranya
bermanfaat,
alquran
tentu
akan
menjelaskannya. Dan yang paling memperhatikan adalah bahwa
pengaruh israiliyat dalam penafsiran alquran menimbulkan sikap
apriori peminat almu tafsir pada kitab tafsir, lantaran khawatir bahwa
semua kitab itu berasal dari sumber yang sama.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
63 Supiana dan M. Karman,, Ulum Quran, (Pustaka Islamika, bandung, 2002). hlm.197-208.
83

Israiliyat adalah kabar-kabar yang kebanyakannya dari orang-orang


Yahudi Bani Israil dan sebagian kecil berasal dari orang-orang Nashara.
Meskipun israiliyat banyak diwarnai oleh kalangan Yahudi, kaum Nasrani juga
turut ambil bagian dalam konstelasi penafsiran versi israiliyat ini yang
disebut Nashraniyat. Hanya saja dalam hal ini, kaum Yahudi lebih populer
dan
israiliyat yang berbahaya. Oleh karena itu perlu dicarikan langkah-langkah
pemecahan yang lebih dominan dan memiliki jumlah penukilannya lebih
banyak.
Israiliyat memiliki beberapa macam yang didasarkan pada dua
tinjauan. Israiliyat apabila ditinjau dari syariat Islamiyah, dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a) Kisah yang dibenarkan oleh Islam atau Khabariyah al Shidqu
b) Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah
tersebut adalah dusta atau Khabar al Kidzbu
c) Kisah yang Islam tidak membenarkan tidak pula mengingkarinya atau
Khabar al Shidqu wal Kidzbu
Sedangkan israiliyat apabila ditinjau dari riwayat cerita israiliyat
terbagi menjadi dua, yaitu cerita shahih dan cerita dhoif. Dan banyak terjadi
perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai sikap terhadap
israiliyat. Ada yang menerima dan ada yang menolaknya. Munculnya
israiliyat tidak lepas dari kondisi sosio-kultural masyarakat Arab pra Islam
yang telah lama berinteraksi dengan budaya Yahudi. Selanjutnya Nabi sendiri
memberi lampu hijau untuk meriwayatkan sesuatu dari Ahli Kitab. Oleh
karena itu tidak semua israiliyat mengandung hal yang bathil.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Syadali, Ahmad Rafii, Ulumul Quran I, Bandung, CV. Pustaka Setia,
1997.

84

Al Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu Alquran. Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa,
2009.
Al Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran. Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1994.
Amin Al-Khuli, Manhajut Tajaad fit Tafsir, Kairo, Darul Maarif, 1961.
Hamid, Shalahuddin. Study Ulumul Quran. Jakarta: Intermedia, 2002.
Ignaz

Goldziher, Madzahib
Muhammadiyah, 1995.

at-Tafsir

Al-Islami,

Kairo,

As

Sunnah

Al-

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung, MIzan, 1995.


Manna Khalil Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, Jakarta, Litera Antar
Nusa, 1996.

MUHAMMAD YANI
( 140 201 118 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Israiliyat
Pada masa rasullullah hidup, para sahabat manakala menemukan
kesulitan dalam memahami suatu ayat di dalam al-quran mereka langsung
bertanya kepada rasul. Kemudian rasul menjawabnya dan memberikan
penjelasan terhadap makna kandungan ayat tersebut. Penafsiran al-quran
pada masa rasul adalah penjelasan secara langsung oleh beliau sendiri,

85

karena orang yang memahami al-quran adalah rasullullah. Keadaan ini


berlangsung sampai rasul wafat.
Ketika rasul wafat, para sahabat banyak menemukan kesulitan dalam
memahami suatu ayat. Sumber penafsiran pada masa sahabat yaitu mereka
menggunakan al-quran, hadits rasul, mereka juga menanyakan kepada
sahabat yang terlibat langsung serta yang memahami ayat tersebut. Apabila
hal tersebut tidak ditemukan, mereka melakukan ijtihad yaitu yang dilakukan
oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas intelektual dan juga harus
memenuhi syarat-syarat tertentu.
Sedangkan sumber penafsiran pada masa tabiin adalah dengan
menggunakan al-quran, hadits rasul yaitu apa yang diriwayatkan sahabat
dari rasullulah, dari apa yang diriwayatkan sahabat dari tafsir mereka dan
melakukan ijtihad yang berdasarkan al-quran dan hadits. Dan juga
mengambil dari ahli kitab yang berdasarkan kitab mereka. Selain mereka
bertanya kepada sahabat, mereka juga menanyakan beberapa masalah,
seperti kisah-kisah yang tercantum dalam al-quran dan kisah-kisah umat
terdahulu kepada tokoh-tokoh ahli kitab yang telah memeluk islam yaitu
orang yahudi dan nasrani. Hal inilah yang kemudian menjadi awal lahirnya
israiliyat.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Israiliyat

86

Secara

bahasa kata israiliyat merupakan

kata

jamak.

Mufratnya

diambil dari kata israiliyat, yang dinisbahkan kepada bani israil (keturunan
israil). Kata israiliyat merupakan bentuk kata yang dinisbahkan kepada kata
israil yang berasal dari kata ibrani, isra yang berarti hamba dan berarti
tuhan/allah. Bani israil adalah keturunan dari nabi yaqub a.s. Yang
berkembang hingga nabi musa a.s. Dan seterusnya nabi yang datang silih
berganti sehinggalah keturunan yang terakhir yaitu nabi isa a.s. Keturunan
nabi yakub atau bani israil sejak beberapa zaman lalu disebut dengan nama
yahudi.64 keturunan pada masa nabi isa a.s. Disebut dengan nama nasrani.
Istilah lain yang dipakai dalam al-quran untuk umat yahudi dan nasrani
adalah ahli kitab.
Secara istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan
israiliyat. Menurut syeikh muhammad husein az-zahabi adalah makna
lahiriyah dari israiliyat adalah pengaruh kebudayaan yahudi dan nasrani
terhadap penafsiran al-quran. Kisah yang dimasukkan dalam tafsir yang
periwayatannya kepada sumber yahudi dan nasrani. 65 menurut amin al-khuli
israiliyat adalah informasi-informasi yang berasal dari ahli kitab yang
menjelaskan nash-nash al-quran. Sedangkan menurut sayyid ahmad khalil
mendefinisikan israiliyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari ahli kitab
baik yang berhubungan dengan agama mereka maupun yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengannya. Penisbahan riwayat israiliyat kepada
yahudi karena para perawinya berasal dari kalangan mereka yang sudah
masuk islam.
Orang-orang yahudi kitab mereka yaitu kitab taurat sebagaimana firman
allah dalam q.s. Al-maidah:44 yaitu:







64

Zulkarnaini Abdullah,Yahudi dalam Al-Quran (Depok: ElSAQ Press,2007), hal.75

65

Muhammad Husein Adz-Dzahabi,Tafsir wal Mufassirun (Mesir: Dar al-Kutub wa Al-Hadits.Jilid I, 1976), hal.175

87

Artinya: sungguh, kami yang menurunkan kitab taurat, di dalamnya


terdapat petunjuk dan cahaya... (q.s. Al-maidah:44)
Dan di dalam ayat berikutnya dijelskan hukum yang terdapat di dalam kitab
taurat:

Artinya:kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (taurat) bahwa


nyawa dibalasdengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qisasnya
(balasan yang sama)... (q.s.al-maidah:45)
Kaum yahudi bukan hanya kitab taurat, akan tetapi ada nash-nash dan
teks-teks lainnya yang tidak ditulis yang terdapat pada masa nabi musa akan
tetapi melaluimusyafahah (lisan), sehingga didapatilah kisah-kisah, sejarahsejarah, tasyri,cerita-cerita dan lain sebagainya.66
Sedangkan kaum nasrani kitabnya adalah kitab injil, sebagaimana
firman allah:


















Artinya:kemudian kami susulkan rasul-rasul kami mengikuti jejak mereka
dan kami susulkan (pula) isa putra maryam. Dan kami berikan berikan injil
kepadanya..(q.s.al-hadid:27)
Kitab taurat adalah kitab atau sumber pertama bagi kaum yahudi,
sedangkan injil adalah kitabnya kaum nasrani. Apabila kita perhatikan dalam
kitab taurat dan injil maka akan kita dapati bahwa banyak juga mencakup di
dalam al-quran, khususnya yaitu kisah-kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu.67 perbedaannya terletak pada secara umum dan terperinci. Maka
al-quran apabila ingin mengisahkan salah satu dari kisah para nabi misalnya,
66

Muhammad hal.176

88

maka menceritakannya dari segi lain yang tidak sama dengan kitab taurat
dan injil. Di dalam al-quran tidak disebutkan secara mendetail permasalahan
kisahnya dan tidak disebutkan waktu kejadian sejarahnya dan tidak pula
disebutkan orangnya (pelaku) karena faedah kisah-kisah dalam al-quran
adalah

untuk

mengambil ibrah (pelajaran).

Sebagaimana

firman

allah

q.s.yusuf:111 yaitu:

Artinya: sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang yang mempunyai akal. (al-quran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala
sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
B.Macam-Macam Israiliyat Beserta Contohnya
Macam-macam israiliyat berdasarkan kebenaran dan tidaknya terbagi
menjadi dua yaitu:
Cerita israiliyat yang benar (shahih), yaitu seperti cerita israiliyat yang
membenarkan apa yang ada di dalam al-quran mengenai sifat-sifat
rasullullah. Allah swt berfirman:
















--



-

Artinya:wahai nabi! Sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi,


pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,(45) dan untuk menjadi
penyeru kepada (agama) allah dengan izin-nya dan sebagai cahaya yang
menerangi.(46)
Di dalam kitab ibnu katsir. Imam ahmad meriwayatkan dari atha bin
yasar bahwa ia telah bertemu dengan abdullah bin amr, lalu beliau berkata
67 Manna Al-Qaththan,Mabahits fi Ulum Al-Quran.(Mansyurat Al-Ash Al-Hadits,1973) hal.354
89

kepadanya, beritahukan kepadaku tentang sifat nabi saw dalam taurat.


Abdullah berkata, baik demi allah beliau tersifat dalam taurat seperti
sifatnya dalam al-quran, wahai nabi, sesungguhnya bukan sebagai orang
yang berperangai kasar dan bukan berwatak keras. Allah swt tidak akan
mencabut nyawanya sehingga dengannya ia meluruskan agama yang
bengkok dengan mengatakan, tiada tuhan selain allah,dengannya ia
membuka hati yang tertutup, telinga yang tuli dan mati (hati) yang buta.68
Atha berkata saya telah bertemu wahab bin munabbah lalu saya
menanyainya tentang hal itu, maka tidaklah menyalahi satu huruf pun
dalam menyifati nabi sebagaimana dalam taurat dan al-quran.
Israiliyat yang palsu, seperti legenda gunung qof yang mengitari langit dan
bumi.
Menurut muhammad husein adz-dzahabi, macam-macam cerita
israiliyat itu terbagi menjadi tiga yaitu:
Cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Seperti nama guru nabi
musa a.s yaitu nabi khaidir
Israiliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan
dengan syariat, itu ditolak, tidak boleh diterima.69
Israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu didiamkan,
tidak didustakan dan juga tidak dibenarkan. Jangan mengimaninya dan
jangan pula membohongkannya. Sebagaimana sabda nabi:
"



68 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir


69

Adz-Dzahabi,Tafsir wal Mufassirun...hal.180

90

janganlah kamu membenarkan (keterangan) ahl kitab dan jangan pula


mendustakannya. Tetapi katakanlah kami beriman kepada allah dan kepada
apa yang diturunkan kepada kami...(hr.bukhari)
Seperti nama-nama ashabul kahfi, warna anjing mereka, tongkat nabi
musa dari pohon apa, nama burung yang dihidupkan allah kepada nabi
ibrahim, nama sapi yang dipukul oleh bani israil dan lain sebagainya70
C.Pendapat Ulama Tentang Israiliyat Dalam Tafsir
Adapun pendapat ulama dibagi menjadi dua yaitu ulama klasik dan
kontemporer. Ulama klasik seperti ibnu taimiyah beliau bertolak dari
sudut pandang kedua yaitu bila israiliyat sejalan dengan ajaran islam dapat
dibenarkan dan boleh diriwayatkan, sedangkan israiliyat yang tidak sejalan
dengan ajaran islam harus ditolak dan tidak boleh diriwayatkan dan israiliyat
yang tidak masuk pada keduanya tidak perlu dibenarkan dan tidak perlu
didustakan, tetapi boleh diriwayatkan, dalam masalah agama israiliyat
semacam ini tidak banyak memberikan faidah.
Sementara ulama kontemporer seperti muhammad abduh mengkritik
kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang banyak menggunakan
israiliyat

sebagai

penjelas

al-qurn,

menurutnya

kebiasaan

itu

telah

mendistorsi pemahaman terhadap islam. Sikap keras diperlihatkan oleh


muridnya rasyid ridho, ia mengatakan bahwa riwayat-riwayat israiliyat yang
secara ekstrim diriwayatkan oleh para ulama sebenarnya telah keluar dari
konteks al-qurn.
Sikap

kaum

muslimin

terhadap

syareat

(ajaran)

ahlu

al-kitab

yaitu :bawa syareat ahlu al-kitab itu sudah dinasakh (dihapus), bahwa para
nabi ummat terdahulu seandainya masih hidup maka pasti mereka beriman
kepada islam dan mereka tidak akan menerima selain islam, bahkan mereka

70 Adz-Dzahabi,Tafsir wal Mufassirun...hal.187


91

gembira terhadap kehadiran islam dan akan meminta ummatnya untuk


mentaati islam sebagaimana allah berfirman melalui ucapan nabi isa :
dan

(ingatlah)

ketika

isa

ibnu

maryam

berkata:

"hai

bani

israil,

sesungguhnya aku adalah utusan allah kepadamu, membenarkan kitab


sebelumku, yaitu taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya)
seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya ahmad
(muhammad)." maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "ini adalah sihir yang
nyata." (qs. As-shaff: 6)
Namun orang yahudi mendustakan setelah melihat kebenaran yang
nyata itu. Ibnu taimiyah membagi israiliyat pada tiga bagian (1) bila kita
mengetahui keshohehannya sesuai dengan apa yang kita miliki (ajaran
islam) maka dianggap shoheh, (2) bila kita mengetahui kedustaannya dan
menyalahi apa yang ada pada ajaran islam, maka kita tolak, (3) bila kita
tidak mengetahuinya maka kita tidak mengimani dan tidak mendustakannya
dan boleh meriwayatkannya.
Kita telah mengetahui bahwa yahudi telah merubah taurat sebagaimana
firman allah :
Yaitu orang-orang yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempattempatnya. Mereka berkata : "kami mendengar", tetapi kami tidak mau
menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula) : "dengarlah" sedang kamu
sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan) : "raa'ina",
dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka
mengatakan

"kami

mendengar

dan

menurut,

dan

dengarlah,

dan

perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat,
akan tetapi allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak
beriman kecuali iman yang sangat tipis. (qs. An-nisa: 46)

92

Untuk mendeteksi israiliyat yang sesuai dengan ajaran islam sangat sulit,
karena disampaikan oleh para sejarawan, penceramah, khathib, sebahagian
ahli hadis, ahli tafsir, pembuat hadis maudhu, dan para zindiq. Karena untuk
membersihkan kitab tafsir dari israiliyat perlu memiliki keahlian khusus,
sebab tidak cukup dengan memaparkan israiliyat bahwa sanya bersumber
dari ahli kitab, bahkan harus meneliti sumber dan keasliannya. Ini
memerluakan kesungguhan, kesabaran dan ilmu pengetahuan
Hukum meriwayatkan kisah israiliyat ada 2 pendapat yaitu ada yang
membolehkan dan ada yang melarangnya.

1.Pendapat yang melarang meriwayatkan israiliyat, dengan alasan :


A.

Dalil al-quran

1. Berkaitan dengan orang-orang yahudi yaitu :


Wahai rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang
bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang
mengatakan dengan mulut mereka:"kami telah beriman", padahal hati
mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang yahudi. (orangorang yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat
suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang
kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (taurat) dari tempattempatnya. Mereka mengatakan: "jika diberikan ini (yang sudah di robahrobah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi
yang bukan ini maka hati-hatilah". Barangsiapa yang allah menghendaki
kesesatannya,

maka

sekali-kali

kamu

tidak

akan

mampu

menolak

sesuatupun (yang datang) daripada allah. Mereka itu adalah orang-orang


yang allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan
di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (qs. Al-maidah:
41)
93

2. Allah secara tegas mengungkapkan perilaku orang-orang nasrani dalam


al-quran:
Dan diantara orang-orang yang mengatakan: "sesungguhnya kami ini
orang-orang nasrani", ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi
mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi
peringatan dengannya; maka kami timbulkan di antara mereka permusuhan
dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak allah akan memberitakan
kepada mereka apa yang mereka kerjakan. (qs. Al-maidah: 14)

2.Pendapat ulama yang membolehkan meriwayatkan israiliyat, dengan


alasan:
A. Dalil Al-Quran
Ayat-ayat al-quran ada yang menunjukkan kebolehan megembalikan
persoalan kepada kitab taurat dan memutuskan hukum dengannya. Allah
berfirman

dalam

al-quran

surat

yunus

ayat

94:

maka

jika

kamu

(muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang kami turunkan


kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab
sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari
tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang
ragu-ragu. (qs. Yunus: 94)
B.

Dalil Hadis
Dari abdullah ibnamr r.a. Ia mengatakan bahwa nabi saw.telah

bersabda, sampaikanlah olehmu apa yang kalian dapat dariku walaupun


satu ayat. Ceritakan tentang bani israil dan tidak ada dosa padanya. Barang
siapa yang sengaja berbohong kepadaku maka bersiaplah dirinya untuk
mendapatkan tempat didalam neraka (h.r. Bukhari)

94

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Al-quran dalam menceritakan kisah-kisah umat terdahulu tidak bersifat
rinci dan mendetail. Al-quran tidak menjelaskan secara runtut tentang nama
tokoh-tokohnya, waktu dan tempat kejadian atau bagian lain dari kisah
tersebut.

Karena

tujuan

kisah-kisah

dalam

al-quran adalah

untuk

memberikan ibrah atau pelajaran dan nilai-nilai yang bisa terwujud dari
pemaparan tersebut. Israiliyat adalah kisah-kisah yang disampaikan oleh ahl
kitab yaitu orang yahudi dan nasrani setelah mereka memeluk islam. Kisahkisah yang mereka sampaikan itu adalah sesuatu yang terdapat didalam
kitab mereka yaitu kitab taurat dan injil. Banyak kisah-kisah yang terdapat di
al-quran memiliki kesamaan di dalam kitab taurat dan injil karena al-quran
adalah membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmah bagi orang-orang yang beriman
kepada allah swt.
Mengenai pendapat ulama tentang israiliyat dalam tafsir, para ulama
para ulama tidak menetapkan hukum secara mutlaq terhadap israiliyat
95

dalam tafsir, boleh mengambil riwayat israiliyat asal tidak berhubungan


dengan aqidah. Hal ini di sebabkan adanya dalil yang membolehkan untuk
mengambil dari ahli kitab dan ada juga hadis rasulullah yang melarang hal
tersebut. Jika berita tersebut berupa kisah-kisah atau cerita umat-umat
tersebut boleh mengambil dari riwayat ahli kitab asal tidak berhubungan
dengan aqidah. Berdasarkan hadits nabi, beliau mengatakan bahwa supaya
berhati-hati

dalam

meriwayatkannya

tidak

mengatakan

bahwa

kisah

israiliyat pasti salah dan demikian juga tidak langsung membenarkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Zulkarnaini.2007.Yahudi dalam Al-Quran.Depok: ElSAQ Press


Adz-Dhahabi,Muhammas Husein, 1976.Tafsir wal Mufassirun.Mesir: Dar alKutub wa Al-Hadits.Jilid I
Ali Ash-Shabuni,Muhammad.1998.Studi Ilmu Al-Quran.Bandung:Pustaka Setia
Al-Qaththan, Manna.1973.Mabahits fi Ulum Al-Quran.Mansyurat Al-Ash AlHadits
Studi Ilmu-Ilmu AL-Quran.terjemah Mudzakkir AS.1996. Bogor:Pustaka Litera
Antar Nusa
Ash-Shiddieqiy,Hasbi.2002.Ilmu
Putra

Al-Quran

Baiden,Nashruddin.2005.Wawasan
Pelajar

Baru

96

Tafsir.Semarang:Pustaka
Ilmu

Riski

Tafsir.Yogyakarata:Pustaka

Ghazali,
Pustaka

Muqsith.dkk.2009.Metodologi

Studi

Al-Quran.Jakarta:Gramedia

Shihab,Quraisy.1992.Membumikan Al-Quran.Bandung:Mizan
Zaini,Muhammad.2005.Ulumul Quran:Studi Pengantar.Banda Aceh:Yayasan
PeNA
Zenrif,M.F.2008.Sintetis Paradigma Studi Al-Quran.Malang:UIN Malang Press

ADE PUTRA AULIA


( 140 201 123 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Quran Al-Karim adalah sumber hukum pertama bagi umat manusia.
Kebahagiaan mereka bergantung pada kemampuan memahami maknanya,
pengetahuan rahasiarahasianya dan pengalaman apa yang terkandung di
dalamnya. Perbedaan daya pikir di antara manusia merupakan suatu hal
yang tidak dapat dipertentangkan. Kalangan awam hanya dapat memahami
makna-makna lahirnya dan bersifat global. Sementara para cendikiawan dan
97

terpelajar akan dapat memahami dan menyingkap makna-maknanya secara


menarik.
Menafsirkan Al-Quran berarti berupaya untuk menjelaskan dan
mengungkapkan maksud dan kandugan Al-Quran. Oleh karena objek tafsir
adalah Al-Quran, dimana ia adalah sumber pertama ajaraan islam sekaligus
petunjuk bagi manusia, maka penafsiran terhadap Al-Quran bukan hanya
hal yang diperbolehkan, bahkan lebih dari itu, suatu keharusan, bagi orangorang yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan ini71
Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai bagi
seorang pengkaji merupakan suatu nilai khusus bagi kematangan kajiannya.
Kajian ilmu-ilmu syariat pada umumnya, ilmu tafsir khususnya merupakan
aktifitas yang harus memperhatikan sejumlah syarat dan etika, demi
menjernihkan sumber dan memelihara keindahan wahyu dan keagungannya.
Studi terhadap al-Quran dan metodologi tafsir sebenarnya selalu
mengalami perkembangan yang cukup signifikan, produk-produk tafsir dari
suatu generasi kepada generasi berikutnya memiliki corak dan karakteristik
yang berbeda seiring dengan akselerasi perkembangan kondisi sosial budaya
dan peradaban manusia, sejak turunnya al-Quran hingga sekarang.
Fenomena tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya keinginan
umat Islam untuk selalu mendialogkan antara al-Quran sebagai teks (nash)
yang terbatas, dengan perkembangan problem sosial kemanusiaan yang
dihadapi manusia sebagai konteks (waqai) yang terus berkembang. Hal itu
juga merupakan salah satu implikasi pandangan teologis umat Islam bahwa
al-Quran itu mengandung banyak makna dan pelajaran. Karenanya,
sebagaimana dikatakan Shahrur, al-Quran harus selalu ditafsirkan sesuai
dengan tuntutan era kontemporer yang dihadapi umat manusia.
Peranan tafsir sangat besar dalam menjelaskan makna kandungan alQuran yang sebagian besar masih bersifat global dan punya makna yang
samar, sehingga muncul kesulitan untuk menerapkanya. Tafsir tidak akan
terlepas dari kreasi mufassir itu sendiri, setiap mufassir memiliki style
tersendiri dalam menafsirkan suatu ayat, oleh karena itu dalam penafsiran
juga diperlukan syarat-syarat dan adab yang harus dipenuhi oleh seorang
mufassir agar ayat al-Quran yang ditafsirkannya tidak hanya berdasarkan
pada pemikiran individu, tapi berdasarkan ilmu yang telah dikompilasikan
sedemikian rupa sehingga menghasilkan tafsir yang berkualitas dan
bermanfaat.
Dalam makalah ini penulis mencoba sedikit membahas mengenai
sejarah perkembangan tafsir, ilmu bantu tafsir syarat dan adab mufassir.
71 Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1991), hal. 7
98

Penulis juga mencoba memberikan analisis terhadap pendapat-pendapat


para ulama klasik mengenai problem tersebut, sehingga akan ditemukan
titik terang dalam pembahasan yang sederhana namun rumit ini.
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana sejarah perkembangan tafsir?
2. Apa-apa saja ilmu bantu tafsir?
3. Apa saja syarat yg harus dipenuhi seorang mufassir?
4. Dan apa saja adab seorang mufassir?
C. TUJUAN PEMBAHASAN MASALAH
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan tafsir.
2. Untuk mengetahui ilmu yg digunakan dalam penafsiran.
3. Untuk mengetahui syarat yg harus dipenuhi seorang mufassir.
4. Dan untuk mengetahui adab seorang mufassir.

BAB II
PEMBAHASAN

A. TAFSIR DAN PENGERTIANNYA


Tafsir menurut lughah (bahasa) ialah menerangkan dan menyatakan.
Sedangkan menurut istilah adalah sebagai berikut:
Al-Qilby dalam At-Tas-hil berkata: Tafsir adalah mensyarahkan AlQuran,
menerangkan
maknanya
dan
menjelaskan
apa
yg
dikehendakinya dengan nash-nya atau dengan isyaratnya ataupun
dengan najwah-nya.
Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan berkata: Tafsir adalah merangkan maknamakna Al-Quran dan mengeluarkan hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
Al-Jurjany bekata: Tafsur padda dasarnya ialah membuka dan
melahirkan. Dalam istilah syara ialah menjelaskan makna ayat,
urusannya, kisahnya dan sebab diturunkannya ayat dengan lafad yg
menunjuk kepadanya secara terang.

99

Kata tafsir diambil dari kata tafsirah dan dirayah yaitu perkakas yg
dipergunakan tabib untuk mengetahui penyakit orang sakit.72
Disamping itu tafsir juga dikemukakan sebagai berikut: Tafsir menurut
bahasa: Penjelasan, Keterangan dan Mengungkapkan pengertiannya yang
dapat dipikirkan . Sedagakan Tafsir menurut istilah semacam ilmu
membahas cara mengucapkan lafal Al-Quran dan kandungannya, hukumnya
yang berkenaan dengan perorangan dan kemasyarakatan dan pengertiannya
yang dilingkupi oleh susunan lafalnya.73
Ghayah (tujuan) tafsir
Tujuan mempelajari tarsir adalah memahamkan makna-makna AlQuran,
hukum-hukumnya,hikmah-hikmahnya,
akhlak-ahlaknya
dan
petunjuk-petunjuk yg lain untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Maka dengan demikian nyata bahwa faedah yg kita peroleh dari mempelajari
tafsir ialah terpelihara dari salah memahami Al-Quran.74
Sedangkan maksud yg diharapkan dari mempelajari tafsir ialah
mengetahui petunjuk-petunjuk Al-Quran, hukum-hukumnya dengan cara yg
tepat.75
B. SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR
1. Tafsir Pada Masa Rasulullah Dan Sahabat
Pada saat Al-Quran diturunkan, Rasul saw, yang berfungsi sebagai
mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya
tentang arti dan kandungan Al-Quran, khususnya menyangkut ayat-ayat
yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai
dengan wafatnya Rasul saw., walaupun harus diakui bahwa penjelasan
tersebut tidak semua kita ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat
tentangnya atau karena memang Rasul saw. sendiri tidak menjelaskan
semua kandungan Al-Quran.
Kalau pada masa Rasul saw. para sahabat menanyakan persoalanpersoalan yang tidak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya, mereka
terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai
72 TM. Hasbi Ash-Shiddeqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir,(Semarang, PT Pustaka Rizki Putra, 2012)
cetqkqn ke lima, hlm, 153-154
73 Drs. H. Kahar Masyur,Pokok-pokok Ulumul Quran,(Jakarta:Rineka Cipta,2001) h. 159-160.
74 TM. Hasbi Ash-Shiddeqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir, hlm, 154
75 TM. Hasbi Ash-Shiddeqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir, hlm, 155
100

kemampuan semacam 'Ali bin Abi Thalib, Ibnu 'Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan
Ibnu Mas'ud.
Sementara sahabat ada pula yang menanyakan beberapa masalah,
khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam AlQuran kepada tokoh-tokoh Ahlul-Kitab yang telah memeluk agama Islam,
seperti 'Abdullah bin Salam, Ka'ab Al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang
merupakan benih lahirnya Israiliyat.
Di samping itu, para tokoh tafsir dari kalangan sahabat yang
disebutkan di atas mempunyai murid-murid dari para tabi'in, khususnya di
kota-kota tempat mereka tinggal. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru
dari kalangan tabi'in di kota-kota tersebut, seperti:
a) Said bin Jubair, Mujahid bin Jabr, di Makkah, yang ketika itu berguru
kepada Ibnu 'Abbas.
b) Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam, di Madinah, yang ketika itu
berguru kepada Ubay bin Ka'ab.
c) Al-Hasan Al-Bashriy, Amir Al-Sya'bi, di Irak, yang ketika itu berguru
kepada 'Abdullah bin Mas'ud.
Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu penafsiran Rasul saw.,
penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran tabi'in, dikelompokkan menjadi
satu kelompok yang dinamai Tafsir bi Al-Ma'tsur. Dan masa ini dapat
dijadikan periode pertama dari perkembangan tafsir.
Berlakunya periode pertama tersebut dengan berakhirnya masa
tabi'in, sekitar tahun 150 H, merupakan periode kedua dari sejarah
perkembangan tafsir.
Pada periode kedua ini, hadis-hadis telah beredar sedemikian
pesatnya, dan bermunculanlah hadis-hadis palsu dan lemah di tengahtengah masyarakat. Sementara itu perubahan sosial semakin menonjol, dan
timbullah beberapa persoalan yang belum pernah terjadi atau dipersoalkan
pada masa Nabi Muhammad saw., para sahabat, dan tabi'in.
Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-Quran berdasarkan ijtihad
masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta artiarti yang dikandung oleh satu kosakata. Namun sejalan dengan lajunya
perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi
peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al-Quran, sehingga
bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam
coraknya. Keragaman tersebut ditunjang pula oleh Al-Quran, yang
keadaannya seperti dikatakan oleh 'Abdullah Darraz dalam Al-Naba'Al-Azhim:
"Bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak

101

mustahil jika anda mempersilakan orang lain memandangnya., maka ia akan


melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat."
Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair kontemporer, menulis
bahwa: "Al-Quran memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tak
terbatas. Kesan yang diberikan oleh ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan
penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak. Dengan demikian ayat selalu
terbuka (untuk interpretasi) baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam
interpretasi tunggal."76
2. Tafsir di Masa Tabiin
Ada beberapa tempat yang oleh tabiin dijadikan sebagai pusat
perkembangan ilmu tafsir. Para tokoh tabiin mendapatkan qaul-qaul sahabat
di tiga tempat yaitu Makkah, Madinah dan di Iraq. Ibnu Taimiyyah
mengatakan: Orang-orang yang paling mengerti tentang tafsir adalah
orang-orang Makkah, karena mereka adalah murid-murid Ibnu Abbas r.a.
seperti Mujahid, Atho ibn Abi Riyah, Ikrimah, Jubair, Thawus, dan lain-lain.
Begitu juga di Kufah ada murid-murid Ibnu Masud. Sedangkan ulama
Madinah di bidang tafsir seperti Zaid Ibnu Aslam.77
Para tabiin juga memberikan perhatian yang sangat besar kepada
Israiliyyat dan Nasraniyyat. Mereka menerima berita-berita dari orang-orang
Yahudi dan Nashrani yang masuk Isam, kemudian mereka memasukkannya
kedalam tafsir. Menurut keterangan yang ditulis Hamka, para mufassir saat
itu sangat berbaik sangka kepada pembawa berita. Mereka menganggap
orang yang telah masuk Islam tidak mau berdusta. Oleh sebab itu, para
mufassir saat itu tidak mengoreksi lagi khabar-khabar yang mereka terima.
3. Tafsir pada Masa Tadwin
Masa tadwin ini dimulai dari awal zaman Abbasiah. Para ulama saat itu
mengumpulkan hadis-hadis yang mereka peroleh dari para sahabat dan
tabiin. Mereka menyusun tafsir dengan menyebutkan sepotong ayat,
kemudian menyebutkan riwayat dari para sahabat dan tabiin. Namun
demikian, ayat-ayat al-Quran yang ditafsiri ini masih belum tersusun sesuai
dengan susunan mushaf.
Untuk memisahkan hadis-hadis tafsir dari hadis yang lain, para ulama
mengumpulkan hadis-hadis yang marfu dan hadis-hadis mauquf tentang
tafsir. Mereka mengumpulkan hadis bahkan dengan mengambilnya dari
berbagai kota. Di antara ulama yang mengumpulkan hadis dari berbagi
76 M. Quraish Shihab. Membumikan al-Quran. (Bandung: Mizan. 1992). hlm. 72.
77 M. Hasbi Ash Shiddieqy. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir. (Jakarta: Bulan Bintang,
1972), hlm, 238
102

daerah ini adalah: Sufyan Ibnu Uyainah, Waki Ibnu Jarrah, Syubah Ibnu
Hajjaj, Ishaq Ibnu Rahawaih.
Pada akhir abad kedua barulah hadis-hadis tafsir dipisahkan dari hadishadis lainnya dan disusun tafsir berdasarkan urutan mushaf. Menurut
penelitian Ibnu Nadim, orang yang pertama kali menafsirkan ayat-ayat alQuran menurut tertib mushaf adalah al-Farra. Ia melakukannya atas
permintaan Umar Ibnu Bakir. Ia mendiktekan tafsirnya kepada muridmuridnya di masjid setiap hari Jumat.
Pada masa Abbasiyah seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan berkembang pula ilmu tafsir. Para ulama nahwu seperti
Sibawaihi dan al-Kisaiy mengirabkan al-Quran. Para ahli nahwu dan bahasa
menyusun kitab yang dinamakan dengan Maani al-Quran.
4. Kodifikasi Ilmu Tafsir
Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima periode yaitu:
Periode Pertama, pada zaman Bani Muawiyyah dan permulaan zaman
Abbasiyah yang masih memasukkan ke dalam sub bagian dari hadits
yang telah dibukukan sebelumnya.78
Periode Kedua, Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan secara
terpisah menjadi satu buku tersendiri. Dengan meletakkan setiap
penafsiran ayat dibawah ayat tersebut, seperti yang dilakukan oleh
Ibnu Jarir At-Thobary, Abu Bakar An-Naisabury, Ibnu Abi Hatim dan
Hakim dalam tafsirannya, dengan mencantumkan sanad masingmasing penafsiran sampai ke Rasulullah, sahabat dan para tabiin.79
Periode Ketiga, Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya dan
menukil pendapat para ulama tanpa menyebutkan orangnya. Hal ini
menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang
dhaif yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir
ini tanpa melihat kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut.80
Periode Keempat, pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku
buku tarjamahan dari luar Islam. Sehingga metode penafsiran bil aqly
(dengan akal) lebih dominan dibandingkan dengan metode bin naqly (
dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir
menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan ayat
78 M. Hasbi Ash Shiddieqy. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, hlm, 239
79 M. Hasbi Ash Shiddieqy. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, hlm, 237-238
80 M. Hasbi Ash Shiddieqy. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, hlm, 238
103

Al-Quran dari segi hukum seperti Alqurtuby. Pakar sejarah melihatnya


dari sudut sejarah seperti ats-Tsalaby dan Al-Khozin dan seterusnya.81
Periode Kelima, tafsir maudhui yaitu membukukan tafsir menurut
suatu pembahasan tertentu sesuai disiplin bidang keilmuan seperti
yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim dalam bukunya At-Tibyan fi Aqsamil AlQuran, Abu Jafar An-Nukhas dengan Nasih wal Mansukh, Al-Wahidi
Dengan Asbabun Nuzul dan Al-Jassos dengan Ahkamul Qurannya.82

C. ILMU BANTU TAFSIR


Kecenderungn mufassir di dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran
terkadang juga difokuskan pada tafsiran ayat-ayat tertentu saja, berdasarkan
berbagai jenis fokus tafsiran yang dilaksanakan para mufassir, maka telah
berkembang barbagai aliran tafsi Al-Quran.83
1. Tafsir Lugawi ( Tafsir Adabi)
Yaitu tafsir Al-Quran yang menjelaskan ayat-ayat suci AL-quran lebih
banyak difokuskan kepada bidang bahasa seperti segi Irab dan harakat
bacaannya, pembentukan kata, kalimat dan kesusastraan.
Contoh tafsir Al-Quran yang termasuk dalam kategori tafsir Lugawi
ialah; Tafsir Al-Kasyasyaff katya Az-Zamakhsyari, Tafsir Bahrul Muhit
karya Al-Andalusi dan lain sebagainya.
2. Tafsir Isyari (Tafsir Sufi)
Tafsir Al-Quran yang didalam kitab tafsirnya banyak difokuskan pada
bidang tasawuf atau kebatinan.Memahami ayat-ayat Al-Quran diperoleh dari
makna-makna yang tersirat atau makna yang diisyaratkan.
3. Tafsir Ilmi (Tafsir Ashri)
Yaitu tafsir Al-Quran yang beraliran ilmiah atau modern.Tafsir ini
banyak difokuskan pada bidang ilmu pemgetahuan umum.Menurut mereka
Al-Quran itu mernghimpun ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan
yang tidak kesemuanya dapat dijangkau oleh akal manusia bahakan lebih
dari itu. Al-Quran mengemukakan hal-hal yang terjadi jauh sebelum ia turun
dan yang akan terjadi. Didalam Al-Quran terdapat kaidah-kaidah yang
menyeluruh dan prinsip-prinsip umum tentang hukum alam yang dapat kita
81 M. Hasbi Ash Shiddieqy. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, hlm, 239
82 M. Hasbi Ash Shiddieqy. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, hlm, 239
83 Drs. H. Kahar Masyur,Pokok-pokok Ulumul Quran,(Jakarta:Rineka Cipta,2001) hlm, 168.
104

saksikan, fenomea fenomena lam yang bias kita lihat dari waktu ke waktu
dan hal-hal lain yang berhasil di ungkap oleh ilmu pegetahuan modern dan
kita menduga itu semua sebagai suatu yang baru.
4. Tafsir Fiqih (Tafsir Ahkam)
Yaitu tafsir Al-Quran yang beraliran fiqih atau hukum atau tafsir yang
dalam penafsirannya banyak difokuskan pada bidang hukum.Kadang-kadang
dalam hal ini yang ditafsirkan hanya ayat-ayat Al-Quran yang menyangkut
hukum saja,84 sedangkan pada ayat-ayat lain yang tidfak memuat hukumhukum fiqih tidak ditafsirkan atau dimuat.
5. Tafsir Falsafi (Tafsir Rumazi)
Yaitu tafsir Al-Quran yang beraliran filsafat atau rasional. tafsir jenis ini
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran banyak difokuskan pada bidang
filsafat atau rasio dengan menggunakan jalan secara filsafat. Akan tetapi
dari mereka banyak yang gagal. Contoh kitab Tafsir Falsafi ialah Tafsirul
Farabi karaya Al-Farabi dan Tafsir Ikhwanus Safa karya Ikhwanus Safa.

D. SYARAT SEORANG MUFASSIR


Menurut Abu Zahrah, syarat adalah sesuatu yang menjadi tempat
bergantung wujudnya hukum. Artinya, ketika syarat itu tidak ada, maka
secara otomatis hukum juga tidak ada.85 Manna al-Qathan menjelaskan
beberapa syarat yang harus dimiliki seorang mufassir, yaitu:
1) Akidah yang benar. Akidah mempunyai peranan yang sangat besar
terhadap jiwa pemiliknya. Ketika ia mempunyai
akidah yang
melenceng, tentu saja ia akan menafsirkan Al-Quran dengan berbagai
penyimpangan, yang nantinya merusak pemahaman akan Al-Quran itu
sendiri.
2) Bisa menguasai hawa nafsu. Tidak jarang hawa nafsu menjadi pemicu
pemiliknya untuk membela kepentingan mazhabnya.
3) Menafsirkan lebih dahulu Al-Quran dengan Al-Quran.
4) Menafsirkan
Al-Quran
dengan
Sunnah,
karenasunnahberfungsisebagaipensyarah Quran danpenjelasnya.
5) Menafsirkan
Al-Quran
dengan
pandangan
para
sahabatjikatidakdidapatkanpenafsirandalam Al-Quran dansunnah.

84 Drs. H. Kahar Masyur,Pokok-pokok Ulumul Quran, hlm 69


85 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh cetakan ke-12 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 75, lihat
juga Abdul Hamid Hakim, al-Bayan, hlm. 7
105

6) Menafsirkan Al-Quran dengan pandangan tabiin (apabila tidak


menemukan penafsiran dalam Al-Quran, Sunnah maupun dalam
panadangan para sahabat)
7) Mempunyai pengetahuan bahasa Arab.
8) Memliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu yang berkaitan
dengan Al-Quran, seperti qiraat, ushul al-tafsir, asbab nuzul, nasikh
mansukh ayat, dsb.
9) Pemahaman yang cermat.86
Disamping itu Hasbi Ash-Shiddieqy mengemukakan bahwa seorang
mufassir harus menguasai Sembilan ilmu yaitu:
1) Lughah Arabiyah, dengan ilmu ini diketahui syarah kata-kata tunggal
mujahid berkata: Orang tidak mengetahui seluruh Bahasa Arab, tidak
bisa menasirkan Al-Quran.87
2) Gramatika bahasa Arab. Yaitu undang-undang atau aturan-aturan baik
mengenai kata-kata tunggal, maupun mengenai tarkib-tarkibnya.
Tegasnya mengetahui ilmu itasrif idan ilmu nahwu.
3) Ilmu Maani, bayan dan badi, dengan ilmu maani diketahui khasiatkhasiat pembicaraan dari segi memberi pengertian. Dengan ilmu bayan
diketahui khasiat-khasiat susunan perkataan yang berlainan. Dengan
ilmu badi diketahui jalan-jalan keindahan pembicaraan.
4) Dapat menentukan yg mubbam, dapat menjelaskan yg mujmal dan
dapat mengetahui sebab nuzul dan nasakh. Penjelasan-penjelasan ini
diambil dari hadits.
5) Mengetahui ijmal, tabyin, umum, khusus, itlaq, taqyid, petunjuk
suruhan, petunjuk larangan dan yg sepertinya, ini diambil dari Ushul
Fiqh.
6) Ilmu Qalam.
7) Ilmu Qiraat.
Dengan ilmu qiraat dapat diketahui bagaimana kita menyebut
kalimat-kalimat Al-Quran dan dengan ilmu qiraat-lah kita dapat di-tarjih-kan
sebagian ke-muhtamil-an atas sebagainya.88
E. ADAB SEORANG MUFASSIR

86 Mana Khalil al-Qatthan, Mabahis fi Ulum al-Quran (terj.) Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2009), hlm. 463-465
87 TM. Hasbi Ash-Shiddeqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir, hlm, 165
88 TM. Hasbi Ash-Shiddeqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir, hlm, 165
106

Dalam kamus al-Munawiradab mempunyai arti aturan, tata krama


atau kesopanan.89 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia adab sendiri
mempunyai arti budi pekerti yang halus dan akhlak yang baik. 90 Dengan
demikian dapat diartikan bahwa adab yaitu tingkah laku yang baik.
Sedangkan adab mufassir diartikan dengan tingkah laku seseorang yang
hendak menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan kata lain seorang mufassir
boleh menafsirkan ayat-ayat al-Quran apabila memiliki adab yang telah
ditentukan oleh para ulama.
Adab merupakan salah satu syarat bagi mufassir dalam aspek
kepribadian. Yang dimaksud aspek kepribadian adalah akhlak dan nilai-nilai
ruhiyyah yang harus dimiliki oleh seorang mufassir agar menjadi layak dalam
menjelaskan suatu hakikat dari al-Quran terhadap orang yang kurang
mengetahui. Menurut mana al-Qatthan diantara adab mufassir adalah
sebagai berikut:91
1) Berniat baik dan bertujuan benar.
Seorang mufassir harus memiliki niat dan tujuan yang baik, karena
segala sesuatu itu bergantung pada niat, maka dari itu selayaknya
mufassir telah menata niatnya sebelum mulai menafsirkan ayat-ayat alQuran. Hal ini juga di arahkan supaya mufassir menjauhkan diri dari
tujuan-tujuan duniawi yang akan mendatangkan madlorot bagi dirinya
sendiri.
2) Berakhlak baik
Diumpamakan seorang mufassir adalah seorang pendidik atau guru
yang dipanuti, karena itu sebagai seorang yang dianut, maka orang
tersebut harus mempunyai perangauiyang baik dan sopan, agar para
penganutnya merasa benar telah mempercayai apa yang telah diajarkan
oleh guru mereka. Akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, merupakan
dua jenis tingkahlaku yang berlawanan dan terpancar daripada dua sistem
nilai yang berbeda. Kedua-duanya memberi kesan secara langsung kepada
89 Ahmad Warson Munawir, al-Munawir: Kamus Bahasa Arab (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002),
hlm. 13.
90 Tim penyusun kamus pusat bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 9
91 Mana Khalil al-Qatthan, Mabahis fi Ulum al-Quran (terj.) Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2009), hlm. 465
107

kuwaliti individu dan masyarakat. lndividu dan masyarakat yang dikuasai


dan dianggotai oleh nilai-nilai dan akhlak yang baik akan melahirkan
individu dan masyarakat yang sejahtera. Begitulah sebaliknya jika individu
dan masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai dan tingkahlaku yang buruk,
akan porak peranda dan kacau balau.
3) Taat dan beramal
Karena
ilmu
lebih
dapat
diterima
melalui
orang
yang
mengamalkannya. Perilaku mulia sang penafsir akan menjadi panutan
yang baik bagi pelaksanaan masalah-masalah agama yang ditetapkannya.
4) Berlaku jujur dan teliti dalam penukilan.
Karena
ilmu
lebih
dapat
diterima
melalui
orang
yang
mengamalkannya. Perilaku mulia sang penafsir akan menjadi panutan
yang baik bagi pelaksanaan masalahmasalah agama yang ditetapkannya.
5) Tawadlu dan lemah lembut.
Karena kesombongan ilmiah merupakan dinding kokoh
menghalangi antara seorang alim dengan kemanfaatan ilmunya.

yang

6) Berjiwa mulia.
Seharusnyalah seorang alim menjauhkan diri dari halhal yang
remeh serta tidak mendekati dan memintaminta kepada penguasa.
7) Vokal dalam menyampaikan kebenaran
Karena jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat yang
haq kepada penguasa yang zalim.
8) Berpenampilan baik sehingga dapat memberikan kesan wibawayang
dapat menjadikan mufasir berwibawa dan terhormat dalam semua
penampilannya secara umum, juga dalam cara duduk, berdiri, dan
berjalan.
9) Tenang dan mantap
Mufassir hendaknya tidak tergesagesa dalam bicara, tapi
henndaknya ia berbicara dengan tenang, mantap dan jelas kata demi
kata.
10) Mendahulukan orang yang lebih utama dari pada dirinya.
11) Seorang mufassir harus hatihati menafsirkan dihadapan orang yang
lebih pandai, menghargainya dan belajar darinya.

108

12) Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara


ilmiah dan sistematik seperti memulakannya dengan menyebut asbab
al-nuzul, arti perkataan, menerangkan susunan perkataan, memberi
penerangan kepada aspek-aspek balaghah dan i`rab yang mana
penentuan makna bergantung kepadanya, menjelaskan makna umum
dan menghubungkannya dengan kehidupan sebenarnya yang dialami
oleh umat manusia pada masa itu serta membuat kesimpulan dan
menentukan hukum.
Sementara itu Imam suyuti mengatakan ,Ketahuilah bahwa seseorang
yang tidak dapat memahami wahyu Allah dan tidak akan terlihat rahasia
olehnya rahasia-rahasianya sementara didalam hatinya terdapat bidah,
kesombongan dan hawa nafsu, cinta dunia, gemar melakukan dosa, lemah
iman, bersandar pada mufassrir yang tidak memiliki ilmu atau merujuk pada
akalnya. Semua ini merupakan penutup dan penghalang yang sebagiannya
lebih kuat dari pada sebagian yang lain. Inilah makna firman Allah taala:





Akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di
muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.
mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku)[569], mereka tidak beriman
kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk,
mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan
kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah
karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari
padanya. (QS. Al-Araf: 146)
Maksud ayat diatas adalah pemahaman mereka mengenai akal yaitu
penafsiran akan diambil oleh allah karena sifat sombong mereka yang
seharusnya tidak dimiliki oleh seorang mufassir.

BAB III
PENUTUP

109

A. KESIMPULAN
Tafsir menurut bahasa: Penjelasan, Keterangan dan Mengungkapkan
pengertiannya yang dapat dipikirkan . Sedagakan Tafsir menurut istilah
semacam ilmu yg membahas cara mengucapkan lafal Al-Quran dan
kandungannya, hukumnya yang berkenaan dengan perorangan dan
kemasyarakatan dan pengertiannya yang dilingkupi oleh susunan
lafalnya.
Tujuan mempelajari tarsir adalah memahamkan makna-makna AlQuran, hukum-hukumnya,hikmah-hikmahnya, akhlak-ahlaknya dan
petunjuk-petunjuk yg lain untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Maka dengan demikian nyata bahwa faedah yg kita peroleh dari
mempelajari tafsir ialah terpelihara dari salah memahami Al-Quran.
Ilmu bantu tafsir:
Tafsir Lugawi ( Tafsir Adabi)
Tafsir Isyari (Tafsir Sufi)
Tafsir Ilmi (Tafsir Ashri)
Tafsir Fiqih (Tafsir Ahkam
Tafsir Falsafi (Tafsir Rumazi)
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat saya paparkan. Semoga dapat
menambah pengetahuan kita tentang ilmu tafsir al-quran. Saya mohon maaf
bila terdapat banyak kesalahan dalam makalah saya ini, kiranya mohon kritik
dan saran demi kebaikan tugas makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta :


RajaGrafindo Persada,
1991).
Ahmad Warson Munawir, al-Munawir: Kamus Bahasa Arab (Surabaya:
Pustaka
Progresif, 2002).
Drs. H. Kahar Masyur,Pokok-pokok Ulumul Quran,(Jakarta:Rineka
Cipta,2001).
110

Mana Khalil al-Qatthan, Mabahis fi Ulum al-Quran (terj.) Mudzakir AS


(Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 2009).
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh cetakan ke-12 (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008),
M. Hasbi Ash Shiddieqy. Sedjarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir.
(Jakarta: Bulan
Bintang, 1972).
M. Quraish Shihab. Membumikan al-Quran. (Bandung: Mizan. 1992).
Tim penyusun kamus pusat bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta:
Pusat Bahasa,
2008).
TM. Hasbi Ash-Shiddeqy, Ilmu Al-Quran dan Tafsir,(Semarang, PT
Pustaka Rizki Putra,
2012) cetqkqn ke lima.

FERI ANDRIANO
( 140 201 119 )
BAB I
PENDAHULUAN

111

A. Latar Belakang
Sudah menjadi keinginan setiap manusia baik muslim ataupun non
muslim untuk mengetahui apa yang terkandung dalam alquran, sementara
Al-Quran turun dalam bahasa Arab (Quranan arobiyyan), padahal tidak
semua orang dapat mengerti apalagi menguasai Bahasa Arab, maka dengan
alasan itulah penerjemahan Al-Quran sangat dibutuhkan hingga ke dalam
berbagai bahasa di dunia.
Terkadang seorang penerjemah adang yang menerjemahkan berbagai
bahasa yang intinya al- quran turun dari bahasa Arab, terkadang ada yang
menerjemahkan ke bahasa Indonesia, Ingris, dan lain sebagainya, jadi dari
paparan dia atsa mari kita simak penjelasan di bawah ini
Pemakalah di sini akan mencoba menjelaskan
pengertian
terjemah,
syarat-syarat
penerjemah,
tentang puisisasi Al-Quran.

sedikit
dan

tentang
terakhir

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan pembagiannya Terjemah?
2. Apa hikmah terjemah
3. Apa Syarat-syarat penerjemah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian terjemahan itu sendiri
2. Untuk mengetahui bagaimna hikmah itu sendiri
3. Untuk mengetahi syarat-syarat terjemah itu sendiri

BAB II
PEMBAHASAN

112

A. Pengertian Terjemah
Terjemah adalah masdar fiil rubaI,artinya adalah penjelasan. Oleh
karena itu, tulisan-tulisan yang menjelaskan biografi orang orang besar, di
beri nama Kutub at-Tarajin dan biografi masing-masing orang besar disebt
dengan terjemahanya.menurut beberapa pendapat penulis kamus, dapat
dipahami bahwa didalam terjemahan, diisyaratkan beberapa bahasa.
Terjemah adalah pengalih bahasaan dari satu bahasa ke bahasa lain, seperti
bahasa arap ke bahasa parsi.
Dalam mujam al-washith disebutkan bahwa terjemah ialah pengalih
bahasaan perkataan dari satu bahasa ke bahasa lain. Seandainya satu
makna disebutkan berdampingan
dengan dua kalimat, kalimat kedua
menjelaskan kalimat pertama, maka ini tidak
disebut dengan
terjemah,namun disebut menjelaskan kalimat. Syarata penerjemahan yang
benar ialah mendekati makna asalnya dengan sempurna. Terjemah ialah
menjelaskan apa yang diinginkan oleh kalimat dalam bahasa asalnya,
bahkan detail-detail teks aslinya, untuk dialihbahasakan kedalam teks
penerjemah sebagai contoh, kadangkala sebuah ungkapan tidak untuk
menunjukkan makna, melainkan untuk menampakkan penyesalan atau
menampakkan sedih dan lain sebagainya. Seandainya teks seperti ini
diterjemahkan, maka terjemahan itu harus menunjukkan arti-ari tersebut.
Terjemahan itu harus sedemikian akurat hingga bias mengalihbahasakan
makna penyesalan dan kesedihan, tidak hanya memindahkan makna hakiki
atau majazi suatu lafazh.
Terkadang sebuah kata bias dimengerti ketika ketika berada dalam
susunan kalimat. Oleh karena itu syarat penerjemah ialah harusmengerti dua
bahasa
untuk bias mengartikulasikan dengan sempurna. Ringkasnya ,
naskah hasil terjemahan harus mencerminkannaskah aslinya secara
sempurna agar tidak terjadi kekurangan sedikitpun. Tentunya setiap kali teks
asli memiliki kriteria tertentu , seperti teks-teks yang berkaitan dengan
mazhab dan kitab-kitab samawi.

Dibandingakan
dengan
menerjemahkan
teks-teks
lainya,
menerjemahkan teks Al-Quran
sangat sulit karena nilai mukjizatnya.
Karenanya, banyak sekali terjadi kesalahan dalam terjemahan-terjemahan
al-quran yang contoh-contohnya akan kita bahas di akhir buku ini.92
92 Muhammad Hadi Marifat, sejarah Al-Quran, (Jakarta: Penerbit AL HUDA, 2007,
cet ke 2 ) hal 268-269
113

B. Hikmah Terjemahan
Seorang pakar ilmu kelautan Prancis yang bernama Cikarto, dia bisa
masuk Islam Hanya karena perantara membaca quran terjemah bahasa
prancis. Dia telah menjelajahi seluruh lautan di dunia ini, dan setiap dia ganti
laut, airnya tidak bisa bercampur, setelah itu dia membaca al-quran
terjemah bahasa Prancis dari surat ar-rahman ayat 19-20, dan artinya.

Dia membiarkan dua laut menalir kemudian keduanya bertemu,


diantara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masingmasing.
Setelah itu dia sadar, bahwa seluruh kejadian alam di dunia ini
telah di terangkan semua dalam al-quran, dan akhirnya dia masuk
islam.93
Adapun manfaat lainnya banyak sekali, diantaranya :
1. Membantu dalam menghafal al-Quran. Karena salah satu metode
menghafal yang paling efektif dan sudah teruji (diakui oleh para
penghafal al-Quran) adalah dengan memahami terlebih dahulu arti
ayat yang akan dihafal.
1. Mempelajari bahasa arab terutama dalam menambah kosa kata
yang bersumber dari al-Quran.
2. Membantu dalam menyampaikan ceramah, kultum, pengajian.
Adab dan sarat menerjemahkan al-quran :
1. Terjemahan itu tidak boleh dijadikan sebagai pengganti al-Quran
dengan cukup dengannya tanpa al- Quran. Berdasarkan hal ini,
maka harus ditulis dulu teks al-Quran dalam bahasa Arabnya,
kemudian di sampingnya teks terjemahan tersebut agar menjadi
semacam tafsir terhadapnya.

93

Hhtp// www. Google. Com

114

2. Hendaknya penerjemah adalah orang yang mengetahui betul


arahan-arahan lafazh di dalam kedua bahasa tersebut dan hal-hal
yang dituntut di dalam redaksinya.
3. Hendaknya penerjemah adalah orang yang mengetahui benar
makna-makna lafazh-lafazh syariat di dalam al-Quran.
4. Di dalam penerjemahan al-Quran al-Karim, hanya orang-orang
yang amanah saja yang boleh diterima, yaitu seorang Muslim yang
lurus di dalam dirinya94

C. Syarat-syarat Penerjemahan (mutarjim)


Kegiatan menerjemah, lebih-lebih menerjemahkan Al-Quran kedalm
bahasa asing, bukan merupakan perbuatan mudah yang bias
dilakukan sembarang orang, kapan dn dimanapun. Kegiatan
menerjemah tergolong kedalam pekerjaan berat meskipun tidak
berarti mustahil dilakukan seseorang terutama oleh mereka yang
berbakat dan berminat untuk menjadi mutarjim. Bahkan, bagi
penerjemah yang professional , boleh jadi tidak mengalami kesulitan
berarti dalam menerjemahkan buku dan lain-lain, termasuk kitab suci
al-Quran.
Lepas dari soal ringanya kegiatan menerjemah , yang sudah
pasti
bagaimanapun
sederhananya
suatu
perbuatan
pasti
memerlukan sejumlah persyaratan formal yang harus terpenuhi oleh
para pelakunya. Terlebih lagi perbuatan yang tergolong berat dn
memerlukan perhatian serius seperti menerjemahkan Al- Quran
khususnya dan bahasa-bahasa lain umumnya, seorang calon mutarjim
harus memenuhi beberapa persyaratan . diantara syarat-syarat
terpenting yang dimaksudkan menurut al-Dzahabi ialah sebagai
berikut.

1. Mutarjim Al-Quran pada dasarnya harus memenuhi persyaratan


yang dikenakan pada mufassir seperti memiliki itikad baik, niat
yang lurus (husn al-niyyah). Menguasai ilmu-ilmu yang diperluka
semisal ilmu kalam, fikih-usul fikih, ilmu akhlk, dan lain-lain.
Dengan persyaratan ini, seorang penerjemah al-Quran diharapkan
94 Ushuul Fi at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin Shaalih al-Utsaimiin, h.32-33
115

terhindar dari kemungkinan salah/kekeliru dalam menerjemahkan


al-Quran.
2. Mutarjim Al-Quran harus memiliki akidah islamiah yng kuat dan
lurus. Sebab, orang yang tidak memiliki akidah islamiyah yang
sehat, pada dasarnya tidak dibolehkan untuk menerjemahkn
dan/atau menafsirkan al-Quran karena tidak sejalan dengan tujuan
utama dari penurun al-Quran itu sendiri, yakni sebagai buku
petunjuk (kitab hidayah). Jika penerjemah al-Quran diserahkan
kepada orang-orang yang tidak beriman, semisal orientalis dan
tidak berkepentingan dengan pengalaman al-Quran itu sendiri,
maka serba sangat mungkin terjemahannya bercampur aduk
dengan kesalahan dan keracunan.
3. Mutarjim harus menguasai dengan baik dua bahasa yang
bersangkutan, yakni bahasa asal yang diterjemahkan disatu pihaka
dalam konteks ini bahasa al-Quran (arab) dan bahasa terjemahan
itu sendiri dalam hal ini bahasa Indonesia dipihak lain. Jadi
mutarjim al-Quran kedalam bahasa Indonesia misalnya tidak
hanya dituntut supaya menguasai dengan baik bahasa arab AlQuran yang di terjemahkan, akan tetapi juga harus mumpuni
dalam mengunakan bahas Indonesia yang benar dan baik. Apabila
hanya menguasai salah satuya saja, maka tidaklah mungkin dapat
melahirkan terjemahan Al-Quran dan lain-lain dan benar-benar
andal.
Mengenai urgensi penguasaan bahasa terjemahan itu sendiri
oleh mutarjim, di smping bahasa asal yang diterjemahkan olehnya,
sungguh menarik kritik knstruksi yang di lontarkan mutrofin, meskipun
kritik membangunya ini dia kemukakan bukan dalam konteks
penerjemahan Al-Quran. Menurutnya, dalam hal penerjemahan
karya-karya ilmiah yang ditulis dalam bahasa asing (termasuk AlQuran) sebagai bahasa sumber, dan dan diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia sebagai sasaran juga mengalami hal yang sama
( banyak memiliki kelemahan ).
4. Sebelum menerjemahkan Al-Quran, penerjemah harus terlebih
dahulumenuliskan ayat-ayat Al-Quran itu sendiri yang hendak
diterjemahkan dan baru diterjemahkan atau ditafsirkan sekaligus.
116

Selain dimaksudkan untuk memudahkan pembaca memisahkan


makna yang sesunguhnya manakala terdapat terjemahan Al-Quran
yang diragukan kebenaranya, jga terutama dalam rangka
memepertahankan otentisitas teks al-Quran yang wahyu Allah itu.
Sunguhpun demikian, dewasa ini telah ada satu dua penerjemah
Al-Quran yang tidak menyertakan teks aslinya. Conthnya : The
Quran
English Meaningsterjemahan shaheh International,
terjemahan al-Quran ini sama sekali tidak menyertakan aslinya.
Dibandingkan dengan tiga syarat lain yang disebutkan lebih dulu, syarat
yang keempat disebutkan terakhir, tampak paling memperoleh perhatian
serius dari kalangan mutarjim Al-Quran. Semua terjemahan al-Quran
edalam bahasa asing, tidak terkecuali bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa
daerah di Indonesia, selalu menyertakan Al-Quran dalam teks aslinya
(Arab). Dan, beberapa dapat, mereka berupaya menghindarkan diri dari
kemungkinan mentrasliterasikan ayat-ayat Al-quran kedalam bahasa latin
(terjemah), walau dalam beberapa ayat saja, apa lagi keseluruhan Al-quran.
Sekiranya penyalinan teks (transliterasi) Al-quran itu tetap dipaksakan,
ungkap al-Zuhayli lebih lanjut, maka sudah dapat dipastikan bahwa Al-quran
akan menjadi rusak pengertiannya dan susunan kalimatnya menjadi kacau.
Dan, cepat atau lambat, pada gilirannya kesucian Al-quan akan menjadi
kurang , keagungannya dn kepasihannya menjadi hampa. Padahal, seperti
diyakini kaum muslimin, diantra kemukjizatan Al-quran justru terletak pada
keindahan bahasanya selain pada maknanya dan lain sebagainya.
Bahasa adalah merupakan salah satu unsur penting dari sekian banyak
syiar (identitas) yang membedakan antara kelompok umat yang satu
dengan yang lain. Menurutnya, Allah telah memilih bahasa Arab sebagai
bahasa umat islam. Ia menurunkan kitab-Nya (Al-Quran dalam bahasa Arab,
dan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa penutup para Nabi (Nabi
Muhammad SAW).
Masih kata Ibn Taymiyyah, bahasa arab adalah bahasa agama, dan
mengenalinya adalah wajib bahkan fardhu. Alasanya, karena memahami Alquran dan al-Sunnah adalah fardhu (kewajiban mutlak). Dan tidak mungkin
dan tidak bisa memahami keduanya kecuali dengan memahami bahsa Arab
sebagai alat atu sarananya.95
95 Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013
cet ke 1) hal 16-19
117

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terjemah alquran bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu terjemah
harfiah dan terjemah tafsiriyah, menerjemahkan al-quran dapat dilakukan
dengan metode-metode yang harus diketahui sebelumnya, seperti
mengetahui huruf-huruf tambahan, kata sambung, bentuk kalimat dan
mengetahui arti akar kata dalam setiap kalimat. Dengan demikian kita bisa
memulai menerjemahkan al-quran.
Hikmah terjemah alquran dapat kita rasakan dalam kehidupan seharihari, seperti membantu kita untuk memahami ceramah atau pidato yang di
dalamnya bayak terdapat bunyi ayat-ayat al-quran, selain itu banyak sekali
manfaat yang dapat kita rasakan.
Sahabat, pernahkan anda merasakan nikmatnya menangis dalam shalat
atau menangis ketika membaca al-Quran? Subhanallah, itu adalah sebuah
kelezatan yang luar biasa, sebagiamana diilustrasikan secara tepat oleh
seorang ulama salaf, Andai para raja zhalim mengetahui kelezatannya,
maka mereka akan merebutnya dari kita dengan pedang-pedang
mereka Selain itu, menangis dalam shalat dan membaca al-Quran memiliki
keutamaan yang sangat tinggi, di antaranya yaitu diharamkannya mata
tersebut dari jilatan api neraka (HR. Ibnu Abi Dunya), tidak diazab pada hari
kiamat kelak (Hr. Al-Hakim) dan dapat melembutkan hati.
B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Kami selaku penyusun makalah tersebut mengharapkan saran, dan
ide yang bisa membangun, untuk melengkapi makalah ini, kami

118

sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami mohon
kritikan dan saran nya.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Hadi Marifat, sejarah Al-Quran, (Jakarta: Penerbit AL HUDA,


2007, cet ke 2)
Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013 cet ke 1)
Ushuul Fi at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin Shaalih al-Utsaimiin,
Hhtp// www. Google. Com

119

Anda mungkin juga menyukai