Anda di halaman 1dari 6

Desita Silvai D.

1. Dasar
Surat Tugas Nomor ST-126/VII/2012, tanggal 5 Juli 2012
2. Petugas yang Mengikuti Pelatihan
Desita Silvia Damayanti
3. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan pelatihan tanggal 12-13 Juli 2012 di Lembaga Pendidikan Perkebunan
Yogyakarta.
4. Nara Sumber
- Elvia Wisudaningrum
- Kesowo Sidi
5. Metode Pelatihan
- Kuliah
- Diskusi kelompok
- Studi Kasus
- Latihan soal
6. Tujuan
- Memahami level evaluasi program pendidikan dan pengembangan, beserta teknik yang
digunakan.
- Mengidentifikasi berbagai benefit yang tidak terlihat.
- Menganalisis dan mengkonversikan data kedalam nilai-nilai keuangan.
- Melakukan tabulasi berbagai biaya dalam suatu program pelatihan.
- Menguasai teknik menghitung tingkat pengembalian investasi atas program pelatihan dan
pengembangan.
- Memahami langkah krusial agar program perhitungan ROTI berhasil.
7. Materi
A. Training and Development
Pelatihan adalah proses yang sistematis untuk mengubah perilaku yang akan mendukung
pencapaian tujuan perusahaan. Pengembangan adalah usaha untuk meningkatkan
kemampuan karyawan untuk kebutuhan jangka panjang.
Pelatihan dan pengembangan memiliki tujuan akhir yang sama yaitu meningkatkan
kompetensi baik soft skill maupun hard skill.
Perbaikan atau peningkatan kompetensi karyawan dapat dilakukan dengan pelatihan.
Tetapi untuk memastikan bahwa pelatihan merupakan satu solusi untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja karyawan, memastikan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang
diajarkan sesuai dengan tuntutan dalam jabatan tertentu, partisipan yang mengikuti
pelatihan benar-benar orang yang tepat dan memperhitungkan untung ruginya
melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah
dana, maka dapat dilakukan analisa kebutuhan pelatihan (Training Need Analysis).
B. Training Evaluation
Evaluasi pelatihan dilakukan untuk memberikan informasi bahwa pelatihan yang
dilaksanakan memang memberikan manfaat bagi perusahaan.

Desita Silvai D.
Proses evaluasi melalui tahapan :
1. Melaksanakan Training Need Analysis (TNA) atau analisa kebutuhan pelatihan.
2. Mengembangkan ukuran hasil belajar dan analisis transfer of training.
3. Mengembangkan pengukuran outcome.
4. Menentukan strategi evaluasi.
5. Merencanakan dan melaksanakan evaluasi.
Hasil pelatihan berpengaruh terhadap :
1. Kognitif : perubahan pengetahuan peserta dari yang tidak tahu menjadi tahu.
2. Keterampilan : peserta memiliki tambahan keterampilan dari hasil workshop.
3. Emosi : Adanya perubahan emosi peserta pelatihan terutama pelatihanpelatihan yang sifatnya pada soft skill atau lebih menitikberatkan pada psikis
seseorang. Misalnya; pelatihan ESQ.
Terdapat 5 level/tingkat dalam melakukan evaluasi pelatihan yaitu :
Leve
l
1
2
3
4
5

Kriteria
Reaksi
Pembelajaran
Perilaku
Hasil
RoTI

Fokus
Kepuasan peserta dalam mengikuti pelatihan
Penguasaan pengetahuan, keterampilan atau sikap/perilaku
Peningkatan perilaku kerja
Keuntungan dari sisi bisnis perusahaan
Perbandingan antara manfaat moneter dari pelatihan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan
pelatihan

Tahap evaluasi pelatihan level 3 dan 4 mempunyai keterkaitan erat dengan Performance
Appraisal (PA), Key Performance Indicator (KPI) individu, sehingga lebih mudah bagi
bagian pelatihan untuk mendapatkan data-data mengenai peningkatan kinerja/kompetensi
peserta pelatihan.
Jenis Pendekatan Pengukuran Kemanfaatan Pelatihan
1. Perhitungan Manfaat Secara Tidak Langsung
Dikatakan tidak langsung karena pendekatan ini tidak memperhitungkan manfaat
nyata dari pelatihan. Manfaat yang diperhitungkan bersifat prediktif, berdasarkan level
dari knowledge acquisition peserta.
2. Analisis Biaya dan Manfaat
Analisis biaya-manfaat (cost benefit) adalah penilaian dari suatu manfaat dan biaya
untuk menentukan pro dan kontra atau keuntungan dan kerugian terhadap pilihan
tertentu.
3. Return on Training Investment
Proses perhitungan ROTI meliputi :
a. Perencanaan evaluasi
b. Pengumpulan data
c. Analisis data
d. Pelaporan

Desita Silvai D.
Pengukuran ROTI untuk Pelatihan Karyawan di Bagian Produksi
Isolasi efek merupakan upaya yang dilakukan untuk menjamin bahwa manfaat yang
diperhitungkan dalam ROTI adalah murni manfaat yang diperoleh dari pelatihan saja.
Pengukuran ROTI untuk Pelatihan Karyawan di Bagian Pendukung
Karyawan di bagian pendukung (SDM,KEU,SPI,PKBL) tidak memiliki dampak
langsung terhadap kinerja perusahaan. Perannya adalah memberian dukungan kepada
bagian inti (produksi, pemasaran) sehingga mereka dapat berkinerja lebih baik dan
memberikan keuntungan menyeluruh bagi perusahaan.
Kendala utama untuk menghitung ROTI pada kasus ini adalah menentukan dan
mengkonversi benefit dalam bentuk finansial. Dalam hal ini, gaji yang diterima
karyawan Bagian Pendukung diasumsikan sebagai benefit.
Bila karyawan yang mengikuti pelatihan lebih dari satu maka take home pay harus
dikalikan faktor koreksi (FK) yang berasal dari standar deviasi kinerja karyawan
dibagi rerata nilai kinerja.
8. Kesimpulan dan Saran
a. Penyusunan program pelatihan dilakukan dengan melakukan analisa kebutuhan pelatihan
terlebih dahulu (Training Need Analysis/TNA) sehingga pelatihan disusun berdasarkan
kebutuhan dari masing-masing bidang, tepat sasaran dan memudahkan dalam menentukan
anggaran.
Realita di Lapangan
Bagian SDM PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) selain program CBTNA pernah
melakukan proses analisa kebutuhan pelatihan secara sederhana yaitu dengan membuat
form rencana pelatihan bagi masing-masing Kebun/Unit/Bagian dalam 1 tahun. Untuk
menegaskan bahwa form tersebut merupakan salah satu bentuk identifikasi penyusunan
program pelatihan PTPN XII (Persero), maka dibuatlah Surat Edaran No.43/SE/219/2010
tanggal 25 Nopember 2010, perihal Program Pelatihan Karyawan Tahun 2011 (kopi
terlampir).
Setiap Bagian/Unit/Kebun diminta untuk membuat rencana program pelatihan (khususnya
in house training) sesuai dengan kebutuhan masing-masing beserta asumsi biaya yang
diperlukan yang disesuaikan dengan anggaran Diklat di masing-masing
Bagian/Unit/Kebun. Form yang telah terisi lengkap diserahkan kembali ke Bidang Diklat
untuk direkapitulasi dan dijadikan program pendidikan dan pelatihan PTPN XII (Persero).
Tetapi, program yang telah direncanakan tersebut umumnya tidak terealisasi. Hal ini
dimungkinkan karena Bagian/Unit/Kebun dalam menentukan jenis pelatihan kurang
terencana dengan baik sehingga kebutuhan pelatihan yang diprogramkan tidak sesuai
kebutuhan.
Saran
Berdasarkan hal tersebut diatas, agar program pelatihan dapat tersusun sesuai dengan
kebutuhan dan tepat sasaran, maka sebaiknya Bidang Diklat :
1) Dapat menggunakan data hasil CBTNA untuk membuat program pelatihan.
2) Mengevaluasi kembali bentuk form terdahulu dan mensosialisasikan kepada bagian
terkait khususnya bagian SDM di Kebun/Unit.

Desita Silvai D.
b. Level evaluasi pelatihan ada 5 yaitu : (1) Reaksi; (2) Pembelajaran; (3) Perilaku; (4) Hasil;
(5) Return on Training Investment.
Realita di Lapangan
Dari 5 level evaluasi pelatihan tersebut, PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) telah
melakukan evaluasi pelatihan sampai pada level 2. Level 1 dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner mengenai pelaksanaan pelatihan secara keseluruhan yaitu dari
segi pengadaan pelatihan, fasilitas, materi, dan pemateri. Pada level 1, kuesioner dibuat
dan dianalisa oleh Bidang Diklat yang selanjutnya dituangkan dalam laporan pelaksanaan
pelatihan (in house training).
Level 2 dilakukan dengan memberikan pre test dan post test. Pre test dan post test berupa
sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelatihan. Pre test bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan peserta sebelum pelatihan sedangkan post test bertujuan untuk
mengetahui perubahan pengetahuan peserta setelah mendapatkan materi pelatihan dan
mengetahui apakah materi pelatihan yang diberikan benar-benar dimengerti (diserap) oleh
peserta. Selama ini, pertanyaan-pertanyaan dalam pre test dan post test dibuat dan
dianalisa oleh pemateri. Bidang Diklat mendapat laporan hasil pre test dan pos test peserta
pelatihan.
Namun, pelaksanaan evaluasi pelatihan tersebut kurang konsisten/kontinyu karena tidak
setiap pelatihan (khususnya in house training) dilakukan evaluasi.
Saran
Perlu adanya evaluasi pelatihan secara konsisten/kontinyu untuk mengetahui paling tidak
apakah ada peningkatan pengetahuan peserta antara sebelum dan sesudah pelatihan dan
sebagai bahan masukan bagi penyelenggara dalam mengadakan pelatihan berikutnya, baik
materi pelatihan maupun pelaksanaannya.
c. Tahap evaluasi pelatihan level 3 (mengevaluasi peningkatan perilaku karyawan), 4
(Keuntungan dari sisi bisnis perusahaan) dan 5 (RoTI) mempunyai keterkaitan erat
dengan Performance Appraisal (PA) atau Key Performance Indicator (KPI) individu,
sehingga lebih mudah bagi bagian pelatihan untuk mendapatkan data-data mengenai
peningkatan kinerja/kompetensi peserta pelatihan.
Realita di Lapangan
PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) belum memiliki Key Performance Indicator
(KPI) individu sebagai pengukuran kinerja individu sehingga untuk melakukan
evaluasi/pengukuran level 3, 4 dan 5 kesulitan. Alternatifnya dapat menggunakan DP2K
sebagai dasar untuk melakukan pengukuran level 3, 4 dan 5 tetapi faktor-faktor dalam
DP2K bias.
Pada DP2K tidak ada tolak ukur yang jelas dan spesifik pada tiap faktor penilaiannya.
Misalnya motivasi kerja, dimana tidak ada pedoman yang jelas mengenai definisi
motivasi kerja dan bagaimana cara mengukurnya atau apa yang dapat dijadikan ukuran
untuk menilai motivasi kerja. Hal ini menyebabkan antara penilai yang satu dengan yang
lain memiliki pengertian yang berbeda. Begitu pula dengan karyawan yang dinilai.
Karyawan yang dinilai juga tidak mengetahui faktor-faktor yang termasuk dalam
penilaian motivasi kerjanya.

Desita Silvai D.
Saran
Untuk melakukan evaluasi pelatihan terutama untuk mengetahui bagaimana peningkatan
perilaku kinerja eks peserta pelatihan, pengaruhnya pada perusahaan dan berapa
keuntungan secara finansial bagi perusahaan dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pelatihan tersebut, maka sebaiknya ada standar yang jelas mengenai
definisi, kriteria pengukuran dan cara mengukurnya. Oleh karena itu, perlu direview
kembali buku Pedoman Pembinaan Dan Pengembangan SDM yang diterbitkan pada Juli
tahun 2006.
TUGAS TAMBAHAN :
Sesuai dengan disposisi Direksi pada memo No.43/165/VII/2012 tanggal 4 Juli 2012
perihal Pelatihan Return On Training Investment (ROTI), kami memberikan simulasi
mengenai ROTI dari pelatihan yang kami ikuti. Adapun jumlah peserta pelatihan
sebanyak 4 (empat) orang.
Analisa Data

Keterangan :
1 : Sangat Rendah
2 : Rendah
3 : Cukup
4 : Tinggi
5 : Sangat Tinggi

Dari data tabel 3 diketahui bahwa isolation effect dari pelatihan ROTI sebesar 16 % (blok
warna kuning). Isolation Effect adalah upaya yang dilakukan untuk menjamin bahwa
manfaat yang diperhitungkan dalam RoTI adalah murni manfaat yang diperoleh dari
pelatihan saja.

Desita Silvai D.
MENGHITUNG NET BENEFIT
Rumus : (Isolation Effect x Benefit) Total Biaya Pelatihan
Perhitungan : (16% x 240.000000) 27.000.000
= 10.402.597,40
MENGHITUNG ROTI
Rumus ROTI Bagian Pendukung :
(Isolation Effect x FK x Employees Pay) Cost x 100%
Cost

= (16% x 1 x 240.000.000) 32.000.000 x 100%


32.000.000
= 38.400.000 32.000.000 x 100%
32.000.000
= 6.400.000 x 100%
32.000.000
= 20%
Dari hasil perhitungan diatas dapat diartikan bahwa pelatihan Return On Training
Investment (ROTI) ini mampu memberikan tingkat pengembalian sebesar 20% dari biaya
yang dikeluarkan. Secara finansial memang tidak terlihat pengaruhnya terhadap
keuntungan perusahaan, tetapi jika karyawan (SDM) dianggap sebagai salah satu aset
perusahaan maka keuntungan yang diperoleh perusahan adalah meningkatnya kompetensi
karyawan dalam bidang kerjanya yang juga akan berpengaruh bagi pencapaian tujuan
perusahaan.

Surabaya, 30 Juli 2012


Peserta

Mengetahui
Kabag SDM

Ir. Benny Waluyo, MM

Desita Silvia D.

Anda mungkin juga menyukai