Anda di halaman 1dari 37

Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan mengenai Tugas dan Tanggung Jawab

Departemen HRD.

Berikut adalah Struktur Organisasi untuk Departemen HRD

Berdasarkan Struktur Organisasi masing-masing posisi memiliki tugas dan tanggung jawab.
Maka Job Deskripsi nya adalah

HRD ( Human Resources of Development ) Manager

HRD (Human Resources of Development) Manager ini mempunyai fungsi dan lingkup
pekerjaan yaitu :

1. Bertanggung jawab di dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia,


yaitu dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan sumber daya
manusia, termasuk pengembangan kualitasnya dengan berpedoman pada
kebijaksanaan dan prosedur yang berlaku di perusahaan.
2. Bertanggung jawab terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
pembinaan government & industrial serta mempunyai kewajiban memelihara dan
menjaga citra perusahaan.

Sedangkan uraian tugas dari HRD (Human Resources of Development) Manager adalah
sebagai berikut:

1. Menyusun, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi anggaran biaya kegiatan


secara efektif dan efisien serta bertanggung jawab terhadap setiap pengeluaran hasil
kegiatan
2. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengawasan dan melaksanakan evaluasi
terhadap jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan.
3. Melaksanakan seleksi, promosi, transfering, demosi terhadap karyawan yang
dianggap perlu.
4. Melaksanakan kegiatan-kegiatan pembinaan, pelatihan dan kegiatan lain yang
berhubungan dengan pengembangan mental, keterampilan dan pengetahuan 
karyawan sesuain dengan standard perusahaan.
5. Bertanggung jawab terhadap kegiatan yang berhubungan dengan rekapitulasi absensi
karyawan,perhitungan gaji, tunjangan dan bonus.

HRD ( Human Resources of Development ) Recruitment

Tugas Pokok dan Tanggung Jawab:

1. Bertanggung jawab dalam membantu dan melaporkan kepada HRD (Human


Resources Of Development) Manager dalam bidang hiring & firing tenaga kerja.
2. Menyusun prosedur seleksi recruitment karyawan baru.
3. Melakukan koordinasi ke departemen lain untuk mengumpulkan rencana permintaan
karyawan setiap tahun dan membuat status data karyawan dan turnover setiap bulan
dari masing-masing divisi.
4. Memasang iklan lowongan kerja, melakukan sortir lamaran, melakukan tes psikologi
dan interview awal untuk mendapatkan calon karyawan yang sesuai.
5. Merekomendasikan kandidat berdasarkan hasil tes psikologi dan interview awal, serta
mengatur jadwal interview lanjutan (user, hrd, presdir), agar proses rekrutmen dapat
berjalan dengan baik sesuai rencana.
6. Menyiapkan perjanjian kerja dan kontrak kerja karyawan serta mengupdate masa
berlakunya kontrak kerja.
7. Menginput data karyawan dan ke sistem agar semua terdata dengan baik
8. Membuat laporan rekapitulasi mutasi, promosi dan status karyawan (tambahan anak,
menikah, berhenti).

General Affair Supervisor

Tugas Pokok dan Tanggung Jawab:

1. Mendukung seluruh kegiatan operasional kantor dengan melakukan proses pengadaan


seluruh peralatan kebutuhan kerja (seperti; ATK, komputer, meja/kursi kerja, AC,
dst), maupun sarana atau fasilitas penunjang lain (seperti; kendaraan operasional,
office boy, satpam, operator telpon, dst.) dengan cepat, akurat/berkualitas serta sesuai
dengan anggaran yang ditentukan.
2. Melakukan analisa kebutuhan anggaran atas pengadaan dan pemeliharaan seluruh
fasilitas dan sarana penunjang aktivitas kantor untuk kemudian diajukan kepada
bagian keuangan dan manajemen perusahaan untuk dianggarkan dan disetujui.
Melakukan aktivitas pemeliharaan atas seluruh fasilitas dan sarana penunjang, serta
melakukan proses penggantian atas fasiltias/sarana penunjang yang rusak.
3. Membina hubungan dengan para vendor atau supplier barang dan jasa
fasilitas/prasarana kantor serta membantu dalam menangani komplain atas
vendor/supplier termasuk tindak lanjut atas penanganan nota pembayaran/invoice
maupun kontrak kerja dengan pihak terkait.
4. Membuat, menjalankan dan mengembangkan sistem kerja/prosedur atas pengadaan
dan pemeliharaan fasilitas penunjang kerja.
5. Melakukan survei tingkat kepuasaan atas pelayanan yang diberikan kepada seluruh
karyawan/unit dalam perusahaan untuk tujuan peningkatan kualitas/mutu, ketepatan
dan kecepatan pelayanan yang diberikan.
6. Menyiapkan laporan bulanan untuk keperluan rapat anggaran, laporan keuangan atas
aset dan beban biaya kantor.

Non Material Warehouse Staff

Tugas Pokok dan Tanggung jawab:

1. Melakukan kontrol stock barang-barang keperluan kantor, seperti ATK, Alat


Kebersihan, dsb.
2. Bertangung jawab atas keluar masuknya barang- barang keperluan perusahaan, seperti
ATK, Alat Kebersihan, dan barang-barang yang dibutuhkan baik untuk keperluan
dalam maupun luar kantor.

Compensation and Benefit Supervisor

Tugas Pokok dan Tanggung jawab:

1. Menganalisis dan mengembangkan sistem remunerasi di perusahaan sebagai


rekomendasi untuk meningkatkan motivasi karyawan dan mendukung pencapaian
target kinerja perusahaan.
2. Memaintain dan memverifikasi data / pencatatan kehadiran pekerja, Surat Perintah
Kerja Lembur, shift, cuti, training, dinas dan medical sehingga dapat dipakai sebagai
dasar yang benar dalam membayarkan kompensasi dan benefit (salary, allowance,
incentive, iuran pensiun/asuransi)
3. Melakukan proses payroll berdasarkan data yang benar sehingga pembayaran gaji
dapat dilakukan dengan jumlah yang benar dan tepat waktu
4. Memverifikasi expense report yang diajukan pekerja atas perjalanan dinas, cuti,
medical, training, sehingga pembayaran dapat dilakukan dengan jumlah yang benar
5. Memproses administrasi perjalanan dinas didalam dan diluar negeri (reservation,
advance, formalitas), sehingga perjalanan dapat dilakukan dengan tepat waktu dan
lancar.
6. Memaintain fasilitas perusahaan (perumahan, kendaraan, telepon, komputer) sesuai
dengan policy dalam rangka program retensi dan peningkatan produktivitas pekerja
7. Menyelenggarakan administrasi pensiun / asuransi / pajak dan pengakhiran pekerja
sesuai dengan ketentuan, agar setiap proses pembayaran dilaksanakan dengan benar &
tepat waktu.
Payroll Staff

Uraian tugas :

1. Melakukan proses pengambilan cuti tahunan dan mempersiapkan laporan-laporannya.


2. Melakukan proses pengambilan “Day Off Payment”, tukar “Day Off” dan tukar shift
karyawan.
3. Melakukan perhitungan “meal coupon” karyawan.
4. Membantu HRD (Human Resources of Development) Administrator dalam
pengarsipan dan pembuatan surat-surat.

Welfare Staff

1. Mengajukan dana untuk penggantian obat rawat jalan setiap 2 kali seminggu, bagi
karyawan yang telah menyampaikan resep pengobatan dari dokter.
2. Membuat laporan dana iuran Pensiun / astek setiap bulan.
3. Memeriksa dan mendata ijin sakit karyawan.
4. Mengurus administrasi ke asuransi / rumah sakit.

Trainning & Development Supervisor

1. Melakukan proses trainning new comer.


2. Melakukan proses trainning motivasi kepada seluruh karyawan setiap 1 tahun sekali.
3. Melakukan proses trainning sesuai dengan masing-masing departemen.
4. Menyiapkan segala administrasi yang berhubungan dengan trainning.
5. Mendata karyawan yang butuh trainning khusus.
6. Membuat laporan rekapitulasi pelaksanaan training dan evaluasi pelaksanaan untuk
dikirimkan ke direksi.
Kepuasan Kerja

Pengertian Kepuasan Kerja


Kepuasan dalam bekerja merupakan keinginan yang wajar bagi setiap karyawan.
Secara sederhana kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap
pekerjaannya (Robbins 1996).
Bisa juga dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan karyawan
tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan yang mereka lakukan. Umumnya mengacu
pada sikap seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Dalam hal ini kepuasan kerja
menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan
oleh pekerjaan . Lebih lanjut , Lock dalam Luthans (1995) memberikan definisi bahwa:
“job satisfaction is a pleasurable or positive emotional state resulting from the appraisal of
one’s job or job experience.”( kepuasan kerja adalah suatu ungkapan emosional yang
bersifat positip atau menyenangkan, sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan
atau pengalaman kerja)

Sementara itu, Porter dalam teori Discepency menyatakan bahwa:

“ job satisfaction is difference between how much of something there should be and how
much there is now” (kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak segala sesuatu
yang seharusnya diterima dengan segala sesuatu yang senyatanya ada saat ini).
 
Elemen / Indikator dari Kepuasan Kerja :

a.       Kepuasan pada Pekerjaan itu sendiri (Satisfaction with the Work Itself).
Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan akan dapat menghasilkan
kepuasan kerja, motivasi intern, prestasi kerja yang tinggi, tingkat kemangkiran yang rendah
dan tingkat labour turn over yang rendah . Hal ini bisa dicapai apabila :
         Pekerjaan itu dialami sebagai sesuatu yang berarti, bermanfaat atau penting.
         Pekerja menyadari bahwa dirinya bertanggungjawab atas hasil pekerjaan itu secara pribadi.
         Pekerja dapat memastikan dengan cara yang teratur dan terandalkan mengenai hasil
usahanya; apa saja yang telah dicapai, dan memuaskan atau tidak.

Robbins (1996) memperjelas bahwa salah satu penentu kepuasan kerja adalah
pekerjaan yang secara mental bersifat menantang. Artinya memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka, dan menawarkan
berbagai macam tugas, kebebasan, dan umpan balik pekerjaan. Pada saat tantangan tersebut
mampu dilampaui secara baik oleh karyawan, maka kepuasan terhadap pekerjaan akan
terasakan.
Sementara itu pendapat yang dikemukakan oleh Wall dan Martin dalam Spector
(1997), bahwa “ job characteristic refer to the content and nature of job tasks themselves “
(karakteristik pekerjaan mengacu pada isi dan kondisi dari tugas-tugas itu sendiri). Dapat
disimpulkan bahwa karakteristik pekerjaan merupakan ciri yang terkandung dalam suatu
pekerjaan, yang terdiri dari berbagai dimensi inti dari suatu pekerjaan.

b. Kepuasan pada Pembayaran (Satisfaction with Pay)

Kepuasan pada pembayaran merupakan hal yang bersifat multi dimensional. Hal ini
berarti bahwa kepuasan karyawan bukan hanya terletak pada jumlah gaji/ upah semata,
namun lebih dari itu kepuasan pada pembayaran dibentuk dari empat dimensi yaitu:
         Kepuasan terhadap administrasi dan kebijakan penggajian.
         Kepuasan terhadap berbagai jenis tunjangan yang ada .
         Kepuasan terhadap tingkat gaji /upah
         Kepuasan terhadap kenaikan gaji/ upah

c. Kepuasan pada Promosi ( Satisfaction with Promotion)


Kesempatan untuk dipromosikan merupakan hal yang dapat memberikan kepuasan
pada karyawan. Kesempatan ini merupakan bentuk imbalan yang bentuknya berbeda dengan
imbalan yang lain. Promosi bisa dilakukan berdasarkan senioritas karyawan maupun
berdasarkan kinerja. Promosi dengan kenaikan gaji 20% lebih memuaskan daripada promosi
yang kenaikan gajinya hanya 10 % . Maka wajar apabila promosi di kalangan eksekutif lebih
dirasa memuaskan daripada promosi dikalangan karyawan level bawah. (Luthans 1992).
Patchen dalam Fieldmand & Arnold (1983) menemukan hasil penelitian bahwa
karyawan yang merasa berhak mendapat promosi tetapi tidak jadi dipromosikan, ternyata
lebih sering absen daripada karyawan lain yang memang belum mendapat kesempatan
dipromosikan.

d.  Kepuasan pada Supervisi ( Satisfaction with Supervision  )

Supervisi merupakan salah satu hal yang cukup penting sebagai sumber kepuasan
kerja. Kepuasan terhadap supervisi sangat berkaitan dengan gaya kepemimpinan supervisi.
Cukup banyak penelitian yang membahas pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
maupun produktivitas kerja (Berry 1998)
Sehubungan dengan hal itu, setidaknya terdapat dua dimensi gaya supervisor yang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja:
1.     Supervisor yang berorientasi pada karyawan (Employee Centeredness).
Dimensi ini diukur dari tingkat seberapa sering supervisor memberikan perhatian secara
personal pada karyawan, dalam hubungannya dengan kesejahteraan karyawan. Hal ini
ditunjukkan dengan tindakan mengecek seberapa baik karyawan melaksanakan pekerjaannya;
memberikan arahan/ nasehat/ bantuan secara individual, dan berkomunikasi dengan karyawan
secara wajar sebagaimana berkomunikasi dengan atasan maupun karyawan yang
tingkatannya lebih tinggi.
2.     Supervisor yang mengutamakan partisipasi karyawan (employee participation).
Dimensi ini digambarkan sebagai tindakan para manajer yang mengajak karyawannya untuk
berpartisipasi dalam membicarakan berbagai persolan yang akan mempengaruhi pekerjaan
mereka. Dalam banyak kasus, pendekatan kepemimpinan seperti ini telah memberikan
tingkat kepuasan yang tinggi. Hasil penelitian telah menyebutkan bahwa partisipasi karyawan
berdampak positip pada kepuasan kerja. Iklim partisipatif yang dikembangkan oleh
supervisor di tempat kerja, ternyata memberikan efek substansial bagi kepuasan karyawan.
e. Kepuasan pada Rekan Kerja (Satisfaction with Coworkers)

Rekan kerja dapat menjadi sumber kepuasan karyawan, manakala antar karyawan
diberi kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam sebuah penelitian di industri
mobil, Walter & Guest dalam Feldman & Arnold (1983) menemukan fakta bahwa karyawan
yang terisolasi ternyata tidak menyukai pekerjaannya, dan sengaja mengisolasi diri dari
lingkungan sosial karena ada alasan pribadi.
Beberapa penelitian lainnya (Kerr et al. dalam Feldman & Arnold 1983) telah
menemukan bahwa manakala kesempatan yang diberikan pada karyawan untuk
berkomunikasi hanya sedikit, maka kepuasan mereka rendah dan cenderung terjadi turn over.
Rekan kerja bahkan merupakan sumber kepuasan kerja yang lebih kuat ketika
anggotanya memiliki kemiripan dalam nilai-nilai dan perilaku. Berjumpa dengan orang-orang
yang memiliki kemiripan nilai menyebabkan bertambahnya rasa persahabatan. Nilai perasaan
dari suatu kelompok kerja berkaitan erat dengan kepuasan kerja.

Teori -Teori Kepuasan Kerja:


Beberapa teori yang menjelaskan masalah kepuasan kerja diuraikan sebagai berikut :
a.      Opponent – Process Theory .
Teori yang dikemukakan oleh Landy (1978) ini menekankan pada upaya seseorang
dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya. Artinya, baik kepuasan maupun
ketidakpuasan merupakan masalah emosional. Rasa kepuasan seseorang sangat ditentukan
oleh sejauhmana penghayatan emosionalnya terhadap situasi yang dihadapi. Bila situasi yang
dihadapi dapat memberikan keseimbangan emosional bagi dirinya, maka orang tersebut akan
merasa puas. Namun apabila situasi tersebut menimbulkan ketidakstabilan emosional, maka
orang tersebut merasa tidak puas.

b.      Discrepancy Theory


Konsep yang dikemukakan oleh Porter (1961) menjelaskan bahwa kepuasan kerja
adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada (harapan), dengan sesuatu yang
sesungguhnya ada (fakta).
Ditambahkan oleh Locke (1969) bahwa seseorang akan merasa terpuaskan apabila
kondisi faktual sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Semakin sesuai antara kondisi faktual
dengan kondisi yang diinginkan, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasannya. Sebaliknya,
semakin banyak ketidaksesuaian antara kondisi faktual dengan kondisi yang diharapkan,
maka akan semakin tinggi pula rasa ketidakpuasannya.

c.       Equity Theory


Teori keadilan yang dikemukakan oleh Adam (1963) menjelaskan bahwa individu akan
merasa puas terhadap aspek-aspek khusus dari pekerjaan mereka. Aspek tersebut misalnya :
gaji / upah, rekan kerja, dan supervisi. Individu akan merasa puas apabila jumlah aspek yang
senyatanya diperoleh sesuai dengan jumlah aspek yang semestinya diterima. Implikasi dari
teori ini adalah pekerja akan menyesuaikan kontribusinya sesuai dengan tingkat kepuasan dan
keadilan yang diperolehnya. Individu yang memperoleh kompensasi yang tidak sepadan
dengan kontribusinya pada perusahaan, maka hal itu akan mempengaruhi kualitas dan
kuantitas kerjanya .

d.      Two – factor Theory


Teori Dua Faktor yang dikemukakan oleh Herzberg (1966) disebut juga teori Motivasi
- Higiene. Faktor hygiene atau faktor ekstrinsik membuat orang merasa “sehat”. Sedangkan
faktor motivasi atau faktor intrinsik membuat orang merasa terpacu/ termotivasi untuk
mencapai sesuatu. Herzberg memaparkan kesimpulan penelitiannya :
1.      Ada serangkaian faktor ekstrinsik (atau job context) yang menyebabkan rasa tidak puas
andaikata faktor tersebut tidak ada. Namun, bila faktor tersebut ada, maka tidak
menimbulkan motivasi bagi karyawan. Faktor yang dimaksud adalah kebijaksanaan dan
administrasi perusahaan, supervisi, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, gaji , status, dan
keamanan.
2.      Serangkaian faktor ekstrinsik (atau job content) yang apabila ada dalam pekerjaan , maka
akan dapat menimbulkan kepuasan kerja. Namun , bila faktor ini tidak ada, maka tidak
menimbulkan ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor ini adalah prestasi, pengakuan,
tanggung jawab, kemajuan, kemungkinan untuk berkembang, dan pekerjaan itu sendiri.

Pengukuran Kepuasan Kerja


Ada beberapa cara pengukuran kepuasan kerja. Diantaranya dengan menggunakan
skala indeks deskripsi jabatan (Job Description Index ), dengan kuesioner kepuasan kerja
Minnesota (Minnesota Satisfaction Questionare ), maupun dengan pengukuran berdasarkan
gambar ekspresi wajah. (Mangkunegara 2000).
a.      Pengukuran kepuasan kerja dengan skala Job Description Index.
Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969. Cara
penggunaannya, diajukan pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan atau jabatannya,
yang mencakup tingkat kepuasan terhadap aspek pekerjaan, pengawasan, upah, promosi,
dan rekan kerja . Setiap pertanyaan yang diajukan, harus dijawab oleh karyawan dengan
menandai jawaban : ya, tidak, atau ragu-ragu (tidak dapat memutuskan). Dengan cara ini
akhirnya dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.

b.      Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionaire


Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss dan England pada tahun 1967.
Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari
alternatif jawaban : sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, atau sangat puas terhadap
berbagai pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui
tingkat kepuasan kerja karyawan.

c.       Pengukuran Kepuasan Kerja Berdasarkan Gambar Ekspresi Wajah.


Pengukuran kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955 ini terdiri dari
gambar-gambar wajah orang, mulai dari gambar wajah yang sangat gembira, gembira, netral,
cemberut, dan sangat cemberut. Karyawan diminta untuk memilih gambar ekspresi wajah
yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan. Kepuasan kerja dapat diketahui dari
pilihan-pilihan karyawan terhadap gambar-gambar tersebut.

IMAM GUNAWAN

03 Februari 2011
KEPUASAN KERJA

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Newstrom mengemukakan bahwa job satisfaction is the favorableness or


unfavorableness with employes view their work. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung
atau tidak mendukung yang dialami (pegawai) dalam bekerja. Wexley dan Yukl mengartikan
kepuasan kerja sebagai the way an employee feels about his or her job. Artinya bahwa
kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri
pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya.

Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya,


kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan
struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain
berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Handoko menyatakan keadaan
emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam
sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya.

Robins menyatakan kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah


terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai;
merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-
imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan.
Apabila dilihat dari pendapat Robins tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan
yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah
kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai makan nasi goreng

Kepuasan kerja (job satisfaction) menunjukkan sikap umum seorang individu


terhadap pekerjaannya. Seorang dengan sikap kepuasan tinggi menunjukkan sikap yang
positif terhadap kerja, seseorang yang tidak puas terhadap pekerjaannya menunjukkan sikap
yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robins, 2003:68). Kepuasan kerja yang tinggi
menandakan bahwa sebuah organisasi sekolah telah dikelola dengan baik dengan manajemen
yang efektif. Menurut Riggio dalam Hadjam dan Nasiruddin (2003) kepuasan kerja banyak
didefinisikan sebagai perasaan dan perilaku individu berkenaan dengan pekerjaannnya.
Semua aspek dari pekerjaan yang baik maupun buruk, positif maupun negative akan berperan
menciptkan perasaan kepuasan ini.

Davis dan Newstroom (2002) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah seperangkat
perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Hasibuan (2001)
mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Ada
perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan unsur lainnya dari sikap pegawai.
Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif yang berbeda dari
pemikiran obyektif dan keinginan perilaku.

Kepuasan kerja (Job Satisfaction) adalah suatu keadaan emosional guru dimana
terjadi atau tidak terjadi titik temu antara batas jasa guru dengan tingkat nilai balas jasa baik
finansial maupun nonfinansial. Kepuasan kerja adalah tingkat di mana seseorang merasa
positif atau negatif tentang berbagai segi dari pekerjaan, tempat kerja, dan hubungan dengan
teman kerja (Donely, 1985). Enam jenis sasaran yang harus dicapai sebelum kepuasan kerja
dapat diperoleh adalah :

1. Uang,
2. Wibawa,

3. Kedudukan,

4. Keamanan,

5. Pengakuan,

6. Rasa memiliki,

7. Kreativitas (Frase, 1993).

Tiffin (1974) mengatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap guru
terhadap pekerjaannya sendiri, karena makin tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang akan
tercermin dari sikap kerja ke arah yang positif. Hal ini tidak berarti apa yang dilakukan oleh
guru yang ada pada saat ini arahnya negatif. Sebaliknya ketidak puasan kerja akan
menimbulkan sikap kerja yang negatif. Bahwa positif dan negatifnya sikap kerja seseorang
mengikuti tingkat kepuasan kerja yang dirasakan.

Untuk mengukur kepuasan kerja seseorang biasanya dilihat dari besaran gaji atau
upah yang diberikan, tetapi ini sebenarnya bukan satu-satunya faktor ada faktor lain seperti
suasana kerja, hubungan atasan dan guru ataupun rekan sekerja, pengembangan karier,
pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, fasilitas yang ada dan diberikan.
Muhammad (1996) menyebutkan ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang tidak puas
dengan pekerjaannya. Hal pertama, apabila orang tersebut tidak mendapatkan informasi yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya. Yang kedua, apabila hubungan sesama teman
sekerja kurang baik.

Atau dengan kata lain ketidakpuasan kerja ini berhubungan dengan dengan masalah
komunikasi. Sedang Hasibuan menyebutkan bahwa kepuasan kerja guru dipengaruhi faktor-
faktor: (1) balas jasa yang adil dan layak; (2) penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian;
(3) berat-ringannya pekerjaan; (4) suasana dan lingkungan pekerjaan; (5) peralatan yang
menunjang pelaksanaan pekerjaan; (6) sikap pimpinan dalam kepemimpinannya; dan (7) sifat
pekerjaan monoton atau tidak.

Selanjutnya Hasibuan menjelaskan bahwa tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak
tidak ada karena setiap individu guru berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja
hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover besar maka secara relatif
kepuasan kerja guru baik. Sebaliknya jika kedisiplinan. Moral kerja, dan turnover kecil maka
kepuasan kerja guru di sekolah bertambah. Kepuasan kerja adalah bagian dari kepuasan
hidup. Sifat lingkungan seseorang di luar pekerjaan mempengaruhi perasaan di dalam
pekerjaan. Demikian juga halnya karena pekerjaan merupakan bagian penting kehidupan,
kepuasan kerja mempengaruhi kepuasan hidup seseorang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral,
kedisiplinan dan prestasi kerja guru dalam mendukung terwujudnya tujuan pendidikan.
Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja guru adalah perasaan
guru tentang menyenangkan atau tidak mengenai pekerjaan berdasarkan atas harapan guru
dengan imbalan yang diberikan oleh sekolah/organisasi.

2. Teori-Teori Kepuasan Kerja


Wexley (1996) telah mengategorikan teori-teori kepuasan kerja kepada tiga kumpulan
utama, yaitu: teori ketidaksesuaian (discrepancy), teori keadilan (equity theory), dan teori dua
faktor.

1. Teori Ketidaksesuaian

Menurut Locke kepuasan atau ketidak puasan dengan aspek pekerjaan tergantung
pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang
diinginkan. Jumlah yang diinginkan dari karakteristik pekerjaan idefinisikan sebagai jumlah
minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan anda. Seseorang akan terpuaskan jika
tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin
besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar
ketidak puasannya, Jika lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang diterima secara minimal
dan kelebihannya menguntungkan (misalnya: upah ekstra, jam kerja yang lebih lama) orang
yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.

Proter mendefiniskan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang


“seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini pada dasarnya sama
dengan model Locke, tetapi “apa yang seharusnya ada” menurut Locke berarti penekanan
yang lebih banyak pada pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekurangan atas
kebutuhan-kebutuhan karena determinan dari banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai.
Studi Wanous dan Laler menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang
berbeda-beda menurut bagaimana kekurangan/selisih itu didefinisikan.

Keduanya menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan
terhadap pekerjaannya, dan tidak ada “cara yang terbaik” yang tersedia untuk mengukur
kepuasan kerja. Kesimpulannya teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi yang
diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara keinginan dan
kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang menjadi tidak puas. Tetapi
jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan
kenyataan yang didapat maka ia akan puas.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)


Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang bekerja akan
menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam pekerjaannya. Teori ini telah
dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan variasi dari teori proses perbandingan
sosial. Komponen utama dari teori ini adalah “input”, ‘hasil”, ‘orang bandingan” dan
‘keadilan dan ketidak adilan’.

Input adalah sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung
pekerjaannya, seperti: pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang
dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan
untuk pekerjaannya. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang
diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol status,
penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

Menurut teori ini, seorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan hasilnya
rasio inputnya dengan hasil dengan rasio input seseorang/sejumlah orang bandingan. Orang
bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi maupun organisasi lain dan
bahkan dengan dirinya sendiri dengan pekerjaan-pekerjaan pendahulunya. Teori ini tidak
memerinci bagaimana seorang memilih orang bandingan atau berapa banyak orang
bandingan yang akan digunakan. Jika rasio hasil input seorang pekerja adalah sama atau
sebanding dengan rasio orang bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh para
pekerja.

Jika para pekerja menganggap perbandingan tersebut tidak adil, maka keadaan
ketidakadilan dianggap adil. Ketidakadilan merupakan sumber ketidakpuasan kerja dan
ketidakadilan menyertai keadaan tidak berimbang yang menjadi motif tindakan bagi
seseorang untuk menegakkan keadilan. Tabel berikut ini merinci kondisi-kondisi dimana
ketidakadilan karena kompensasi lebih, dan ketidakadilan karena kompensasi kurang,
menganggap bahwa input total dan hasil total dikotomi pada skala nilai sebagai ‘tinggi” atau
‘rendah”.

Tingkat ketidakadilan akan ditentukan atas dasar besarnya perbedaan antar rasio hasil
input seseorang pekerja dengan rasio hasil dengan input orang bandingan, dianggap semakin
besar ketidakadilan. Teori keadilan memiliki implikasi terhadap pelaksanaan kerja para
pekerja disamping terhadap kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang pekerja
akan mengubah input usahanya bila tindakan ini lebih layak daripada reaksi lainnya terhadap
ketidakadilan.

Seorang pekerja yang mendapat kompensasi kurang dan dibayar penggajian


berdasarkan jam kerja akan mengakibatkan keadilan dengan menurunkan input usahanya,
dengan demikian mengurangi kualitas atau kuantitas dari pelaksanaan kerjanya, jika seorang
pekerja mendapatkan kompensasi kurang dari porsi substansinya gaji atau upahnya terkait
pada kualitas pelaksanaan kerja (misalnya upah perpotong) ia akan meningkatkan pendapatan
insentifnya tanpa meningkatkan usahanya. Jika pengendalian kualitas tidak ketat, pekerja
biasanya dapat meningkatkan kuantitas outputnya tanpa usaha ekstra dengan mengurangi
kualitasnya.

Kesimpulannya teori keadilan ini memandang kepuasan adalah seseorang

terhadap keadilan atau kewajaran imbalan yang diterima. Keadilan diartikan sebagai rasio
antara input (misalnya, pendidikan guru, pengalaman mengajar, jumlah jam mengajar,
banyaknya usaha yang dicurahkan pada sekolah) dengan output (misalnya upah/gaji,
penghargaan, promosi/kenaikan pangkat) dibandingkan dengan guru lain di sekolah yang
sama atau di sekolah lain pada input dan output yang sama.

3. Teori Dua Faktor

Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg (1959) berdasarkan atas penelitian yang
dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah perusahaan di Pittsburg. Dalam
penelitian tersebut Herzberg ingin menguji hubungan kepuasan dengan produktivitas.
Menurut Herzberg dalam Sedarmayanti (2001) mengembangkan teori hierarki kebutuhan
Maslow menjadi teori dua faltor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas
(motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor
pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation.

Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan fakor pendorong
seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi
intrinsik) antara lain: (1) prestasi yang diraih (achievement); (2) Pengakuan orang lain
(recognition); (3) tanggungjawab (responsibility); (4) Peluang untuk maju (advancement); (5)
kepuasan kerja itu sendiri (the work it self); dan (6) kemungkinan pengembangan karir (the
possibility of growth).

Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor


merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara
keberadaan guru sebagai manusia, pemeliharaan ketenteraman dan kesehatan. Faktor ini juga
disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan
tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi: (1) kompensasi; (2)
keamanan dan keselamatan kerja; (3) kondisi kerja; (4) status; (5) prosedur perusahaan; dan
(6) mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman, sejawat, dengan
atasan, dan dengan guru.

Kesimpulannya dalam teori dua faktor bahwa terdapat faktor pendorong yang
berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa kepuasan kerja, dan
yang kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan

kerja. Kepuasan kerja adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri,
sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan

anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan dengan
lingkungan.

Guru yang merasa puas dengan pekerjaaanya akan memiliki sikap yang positif dengan
pekerjaan sehingga akan memacu untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya,
sebaliknya adanya kemangkiran, hasil kerja yang buruk, mengajar kurang bergairah,
pencurian, prestasi yang rendah, perpindahan/pergantian guru merupakan akibat dari
ketidakpuasan guru atas perlakuan organisasi terhadap dirinya.

Guru akan merasa puas bekerja jika memiliki persepsi selisih antara kondisi yang
diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi aktual (kenyataan), guru akan puas
jika imbalan yang diterima seimbang dengan tenaga dan ongkos individu yang telah
dikeluarkan, dan guru akan puas jika terdapat faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier)
lebih dominan daripada faktor pencetus ketidakpuasan kerja (disatisfier).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Davis dan Newstroom (2002) merinci faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan


kerja seseorang, yaitu:

1. Usia. Ketika para guru makin bertambah lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit
lebih puas dengan pekerjaannya. Guru yang lebih muda cenderung kurang puas
karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai sebab lain,
2. Tingkat pekerjaan. Orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat lebih tinggi cenderung
merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka.. Mereka biasanya memperoleh gaji dan
kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk
merasa lebih puas,

3. Ukuran organisasi. Pada saat organisasi semakin besar, ada beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil
tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu.

Menurut Roy dan Raja dalam Pareek (1984:132) faktor yang mendorong kepuasan
kerja dan kekecawaan kerja meliputi:

1. Promosi merupakan perangsang yang paling penting dan juga merupakan penyebab
kekecewaan yang paling penting di antara para penyelia dan para manajer,
2. Pengakuan merupakan faktor pekerjaan yang paling penting dalam kaitan dengan
kepuasan dan kekecewaan kerja,

3. Diantara faktor-faktor yang membantu terjadinya kekecewaan, yang paling sering


disebut-sebut adalah tidak adanya kebijakan organisasi dan admistrasi yang memadai,
tidak adanya penyelia yang simpatik dan cakap secara teknis, sifat tidak ramah dan
sombong dan tidak adanya peluang untuk tumbuh,

4. Faktor-faktor kerja yang menyebabkan kepuasan dan kekecewaan di antara para


manajer dan para penyelia berlainan dengan faktor-faktor di antara para pekerja biasa.
Misalnya gaji dan keamanan kerja menonjol sebagai dua faktor yang penting bagi
kepuasan kerja di antara pekerja, sedangkan para manajer hal ini hampir selalu
tergeser ke urutan paling bawah dalam hirarki kepentingan. Tingkat jabatan rupanya
mempengaruhi persepsi tentang kebutuhan,

5. Tidak terdapat fakta-fakta yang jelas yang membedakan manajer dan penyelia
berkenaan dengan sumber kepuasan dan sumber kekecewaan. Tetapi mereka berbeda
dalam persepsi atas kebutuhan. Para penyelia lini pertama menghargai penghasilan,
promosi, keamanan kerja, dan keadaan kerja. Para manajer menengah paling
menghargai kemajuan, jenis pekerjaan dan penghasilan. Sebaliknya, para manajer
paling atas menghargai rasa mempunyai kecakapan yang berguna, pengakuan atas
pekerjaan baik yang telah dilakukannya dan wewenang untuk mengambil putusan.
Hal ini menunjukkan pergeseran dari faktor hubungan kerja ke faktor isi kerja atau
dari kebutuhan tingkat rendah ke tingkat tinggi,

6. Para manajer dalam industri swasta dan industri pemerintah ternyata tidak berbeda
dalam tingkat kepuasan pekerjaan. Mereka juga secara serupa dipengaruhi oleh
motivator. Motivator dan higine berbeda caranya dalam menambah kepuasan dan
ketidakpuasan jika bagi para manajer sektor pemerintah motivator lebih menambah
kepuasan, bagi para eksekutif dari sektor swasta motivator lebih menimbulkan rasa
kurang puas,

7. Tidak ada bukti yang menunjukkan pengaruh kepuasan kerja terhadap variabel hasil
seperti prestasi keterlibatan kerja,

8. Baik variabel perorangan (misalnya pendidikan, tingkat penghasilan) maupun variabel


organisasi (misalnya jenis pekerjaan lini staf, struktur organisasi yang tinggi/datar)
kelihatan tidak banyak mempengaruhi motivasi, yakni pentingnya kebutuhan,
pemenuhan kebutuhan, harapan, kekurangan (dan pilihan tentang hal yang membuat
puas dan yang membuat tidak puas).

Menurut Eburt faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut:

1. Faktor hubungan antara karyawan:


1. Hubungan langsung antara manajer dengan
karyawan,

2. Faktor psikis dan kondisi kerja,

3. Sugesti teman sekerja,

4. Emosi dan situasi kerja.

2. Faktor individual:

1. Sikap,

2. Umur,

3. Jenis Kelamin.

3. Faktor-faktor luar:

1. Keadaan keluarga,

2. Rekreasi,

3. Pendidikan.

George dan Jones memberikan perbandingan antara kedua nilai kerja sebagai berikut
dalam uraian di bawah ini:

Nilai kerja intrinsik Nilai kerja ekstrinsik


- Kerja yang menarik - Gaji tinggi
- Kerja yang menantang - Keamanan kerja
- Belajar sesuatu yang baru - Keuntungan kerja
- Membuat kontribusi penting - Status komunitas lebih luas
- Berpotensi tinggi - Kontak sosial
- Tanggung jawab dan otonomi - Waktu dengan keluarga
- Menjadi kreatif - Waktu untuk hobi
Jika mengacu pada George dan Jones (2002) kepuasan kerja merupakan kumpulan
feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang pekerjaannya. Sementara itu Ghiselli dan
Borown dalam As’ad (2000) merinci faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan, yaitu:

1. Kedudukan (posisi). Seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan
merasa lebih puas dibandingkan dengan mereka yang bekerja pada pekerjaan yang
lebih rendah,
2. Pangkat (golongan). Pekerjaan yang mendasarkan pada perbedaan pangkat atau
golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang
yang melakukannya. Jika ada kenaikan upah maka sedikit atau banyaknya upah yang
dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru
akan berubah perilaku dan perasaan,

3. Umur. Umur memiliki hubungan dengan kepuasan kerja guru. Umur diantara 25
tahun sampai 34 tahun dan umur 45 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur
yang bisa menimbulkan perasaan puas terhadap pekerjaan,

4. Jaminan finansial dan jaminan sosial. Masalah finansial dan jaminan sosial
kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Seorang guru yang mendapatkan
gaji atau mendapatkan tunjangan tinggi maka akan memperoleh kepuasan,

5. Mutu pengawasan. Kepuasan guru ditentukan oleh perhatian dan hubungan yang baik
dari pimpinan kepada guru, sehingga guru akan merasa bahwa dirinya merupakan
bagian yang penting dari organisasi kerja.

Indikator kepuasan atau ketidakpuasan kerja pegawai dapat diperlihatkan oleh


beberapa aspek diantaranya:

1. Jumlah kehadiran pegawai atau jumlah kemangkiran,


2. Perasaan senang atau tidak senang dalam melaksanakan pekerjaan,

3. Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan,


4. Suka atau tidak suka dengan jabatan yang dipegangnya.

5. Sikap menolak pekerjaan atau menerima dengan penuh tanggung jawab.

Fungsi kepuasan kerja

Menurut Strauss dan Sayles (1980: 5-6) kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri.
Guru yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah untuk mencapai kematangan
psikologis dan akan menjadi frustrasi yang menyebabkan guru akan senang melamun,
mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah atau bosan, emosi tidak stabil, sering absen
dan mengakibatkan turunnya kinerja guru dan sebaliknya. Oleh karena itu kepuasan kerja
mempunyai arti yang penting, baik bagi guru maupun sekolah terutama karena menciptakan
keadaan positif dalam lingkungan kerja (Handoko, 1987: 145-146).

Pengukuran kepuasan kerja

Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi. informasi yang didapat dari kepuasan
kerja ini bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket ataupun dengan
pertemuan suatu kelompok kerja. Kalau menggunakan tanya jawab sebagai alatnya, maka
guru diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-aspek pekerjaan. Cara
lain adalah dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut (As’ad,1987:111). Di
dalam pengukuran kepuasan kerja, metode yang digunakan adalah dengan membuat
kuesioner yang berhubungan dengan masalah kepuasan kerja yang meliputi faktor finansial,
faktor fisik, faktor sosial dan faktor psikologi, yang kemudian disebar pada responden untuk
dijawab atau diisi sesuai keadaan yang sebenarnya.

Kepuasan kerja merupakan sikap positif yang menyangkut penyesuaian guru terhadap
faktor-faktor yang, mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kerja,
meliputi:

1. Faktor kepuasan finansial, yaitu terpenuhinya keinginan guru terhadap kebutuhan


finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga
kepuasan kerja bagi guru dapat terpenuhi. Hal ini meliputi; sistem dan besarnya gaji,
jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi
(As’ad, 1987:118),
2. Faktor kepuasan fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan
kerja dan kondisi fisik guru. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja
dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan/suhu, penerangan, pertukaran
udara, kondisi kesehatan guru dan umur (As’ad, 1987:117),

3. Faktor kepuasan sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik
antara sesama guru, dengan atasannya maupun guru yang berbeda jenis pekerjaannya.
Hal ini meliputi rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta
pengarahan dan perintah yang wajar (Husnan, 1986:194),

4. Faktor Kepuasan Psikologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan guru.
Hal ini meliputi; minat, ketenteraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan
keterampilan (As’ad,1987:117).

Dari definisi faktor-faktor di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor
tersebut mempengaruhi kepuasan kerja yang memiliki peran yang penting bagi sekolah dalam
memilih dan menempatkan guru dalam pekerjaannya dan sebagai partner usahanya agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau sepantasnya dilakukan.

4. Korelasi Kepuasan Kerja

Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau
negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang
kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya
dengan meningkatkan kepuasan kerja (Kinicki, 2001:226).

Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut:

1. Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan.
Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan
motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka
mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan
motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.

2. Pelibatan kerja

Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan
peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan
peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk
meningkatkan keterlibatan kerja pekerja.

3. Organizational citizenship behavior

Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.

4. Organizational commitment

Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan


mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan
terdapat hubungan yang signifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan
menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi
dapat meningkatkan produktivitas kerja.

5. Ketidakhadiran (absenteisme)

Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata
lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.

6) Perputaran (Turnover)

Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran


dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer
dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran.

6. Perasaan stres
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana
dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres.

7. Prestasi kerja/kinerja

Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu
menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan dan
kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga
pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh
adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan
kepuasan.

5. Mengukur Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa statistik
maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini
biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan
kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner
laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja
dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan.

1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global

Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua
aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan
dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah
kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh
mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai.
Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi
dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan,
iklim sosial organisasi, dan sebagainya.

2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan


Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang
menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda
dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang
dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan
prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek
manajemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan
untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan
dan pengembangan.

3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan

Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan
asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari
situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada
pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan
yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan
aktualisasi diri.

Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap
responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) berapa yang
ada sekarang? (2) berapa seharusnya? (3) bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?
Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut,
kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “berapa yang ada sekarang?” dan “berapa
yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya.

Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan.
Pertanyaan “bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada penyelia ukuran
kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden. Pendapat lain, Greenberg
dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :

1. Rating Scale dan Kuesioner

Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan
rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.

2. Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka
terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap
tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan
situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau
sebaliknya.

3. Interviews

Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap
mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan
kuesioner yang terstruktur.

Menurut Robbins pengukuran kepuasan kerja sebagai berikut:

1. Single global rating, yaitu tidak lain dengan minta individu merespons atas satu
pertanyaan seperti: dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan
pekerjaan anda? Responden menjawab antara highly statisfied dan high dissatisfied,
2. Summation score lebih canggih. Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan
menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang
diperhitungkan adalah : sifat pekerjaan, supervisi, upah, sekarang, kesempatan
promosi dan hubungan dengan coworker. Faktor ini di peringkat pada skala yang
distandarkan dan ditambahkan untuk menciptakan job stratisfiction score (JDI) secara
menyeluruh.

1. Pengaruh Kepuasan Kerja

1. Terhadap Produktivitas

Orang berpendapat produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan kepuasan


kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya.
Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga
kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang
mereka terima (upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang
unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja
seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat
keberhasilan yang diharapkan.

2. Ketidakhadiran (absenteisme)

Menurut Porter dan Steers ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang
mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan
ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan
kemampuan untuk hadir. Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) antara kepuasan dan
ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif. Sebagai contoh perusahaan
memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau denda termasuk kepada
pekerja yang sangat puas.

3. Keluarnya pekerja (turnover)

Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang
besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut
Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara
misalnya selain dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang
milik organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya.

7. Cara Tenaga Kerja Mengungkapkan Ketidakpuasan

Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan Robbins (2003):

1. Keluar (exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain,


2. Menyuarakan (voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah
dengan atasan untuk memperbaiki kondisi,

3. Mengabaikan (neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk
seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan,
4. Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi lebih baik
termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.

8. Dimensi Kepuasan Kerja

Kepuasan merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan
dengan jabatan atau pekerjaan mereka. Ia timbul dari persepsi mereka tentang jabatan atau
pekerjaan mereka. Kepuasan jabatan timbul karena aneka macam aspek dari jabatan atau
pekerjaan seperti misalnya : imbalan berupa uang, peluang untuk promosi, supervisor, para
rekan sekerja. Kepuasan pekerjaan juga berasal dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
lingkungan pekerjaan.

Gaya supervisor, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur, afiliasi kelompok


kerja, kondisi-kondisi kerja, dan imbalan-imbalan lain di luar gaji. Ada lima dimensi yaitu:

1. Gaji atau upah yang diterima adalah jumlah gaji atau upah yang diterima dan
kelayakan imbalan tersebut,
2. Pekerjaan adalah tingkat hingga di mana tugas-tugas pekerjaan dianggap menarik dan
memberikan peluang untuk belajar dan menerima tanggung jawab,

3. Peluang-peluang promosi adalah tersedianya peluang-peluang untuk mencapai


kemajuan dalam jabatan,

4. Supervisor adalah kemampuan sang supervisor untuk menunjukkan perhatian


terhadap karyawan,

5. Para rekan sekerja adalah tingkat hingga di mana para rekan sekerja bersikap
bersahabat, kompeten, dan saling bantu membantu.

Dimana kelima macam dimensi kepuasan jabatan telah diukur dalam studi tertentu
dimana menggunakan apa yang dinamakan Indeks Deskiptif Jabatan (Job Descriptive Index).
Yang diberi hak cipta kepada Bowling Green State University di Amerika Serikat (dalam
Winardi, 2009:217). Dimana dimensi masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pekerjaan:

1. Rutin,

2. Kreatif,

3. Menjemukan.

2. Supervise

1. Meminta pandangan saya,

2. Memuji karya baik,

3. Tidak cukup melaksanakan supervisi,

4. Memberitahukan keadaan saya.

3. Orang-orang

1. Merangsang,

2. Ambisius,

3. Terlampau banyak berbicara,

4. Sulit dihadapi.

4. Gaji atau upah

1. Penghasilan cukup untuk pengeluaran-pengeluaran normal,

2. Terlampau rendah,

3. Kurang dibandingkan dengan apa yang seharusnya saya terima,

4. Pembayaran sangat tinggi.

5. Promosi-promosi
1. Peluang baik untuk maju,

2. Promosi berdasarkan kemampuan,

3. Pekerjaan tanpa harapan maju,

4. Kebijaksanaan promosi tidak fair.

Penelitian oleh Stanton, pengukuran kepuasan kerja menggunakan Job Descriptive


Index. Dengan sampel 636 di universitas dan 1.534 di nasional.

1. Pekerjaan

1. Memberikan rasa keberhasilan,

2. Membosankan,

3. Memuaskan,

4. Tidak menarik,

5. Menantang.

2. Gaji

1. Adil,

2. Rendah,

3. Pendapatan yang memadai untuk biaya promosi,

4. Dibayar dengan baik,

5. Aman.

3. Promosi

1. Kesempatan untuk promosi,


2. Pekerjaan buntu,

3. Promosi pada kemampuan,

4. Kesempatan baik untuk promosi,

5. Kebijakan promosi tidak adil.

4. Supervise

1. Memuji kerja yang baik,

2. Menjengkelkan,

3. Bijaksana,

4. Buruk,

5. Up to Date.

5. Rekan sekerja

1. Bermanfaat,

2. Membosankan,

3. Cerdas,

4. Malas,

5. Bertanggung jawab.

9. Meningkatkan Kepuasan Kerja

Greenberg dan Baron (2003:159) memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan


dan meningkatkan kepuasan dengan cara:

1. Membuat pekerjaan yang menyenangkan


Karena pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan akan
membuat orang menjadi lebih puas.

2. Orang dibayar dengan jujur

Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan/penggajian tidak jujur cendrung tidak
puas dengan pekerjaannya.

3. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.

Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya


di tempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya.

4. Menghindari kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang

Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan


pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Karena orang jauh lebih puas dengan
pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan
kontrol atas cara mereka melakukan sesuatu.

Sedangkan menurut Riggio, peningkatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

1. Melakukan perubahan struktur kerja

Misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem
perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang disesuaikan
dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan pemekaran (job
enlargement), atau perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas
pekerjaan. Praktek untuk para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi
dalam usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar
anggota dari organisasi.

2. Melakukan perubahan struktur pembayaran


Perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada keahliannya
(skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan dan
keterampilannya daripada posisinya di perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan
jasanya (merit pay), sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan performance-nya,
pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri.
Dan pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran berdasarkan pada
keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelompok).

3. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel

Dengan memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari


mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat, dimana pekerja
tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab pada
anak-anak. Compressed work week (pekerjaan mingguan yang dipadatkan), dimana jumlah
pekerjaan per harinya dikurangi sedang jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Cara
yang kedua adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan
sejumlah jam khusus per minggu (Flextime), tetapi tetap mempunyai fleksibilitas kapan mulai
dan mengakhiri pekerjaannya.

4. Mengadakan program yang mendukung

Perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan dapat meningkatkan


kepuasan kerja para karyawan, seperti; health center, profit sharing, employee sponsored
child care, dan lain-lain.

10. Kepuasan Kerja Guru

Ada dua pendekatan pokok dalam mengukur kepuasan kerja yaitu pendekatan global
dan pendekatan segi. Pendekatan segi banyak digunakan untuk meninjau masalah kepuasan
kerja (Smith dalam Hadjam dan Nasiruddin, 2003). Disebutkan bahwa kepuasan kerja
disusun oleh aspek-aspek kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, seperti gaji/imbalan yang
diterima, kesempatan untuk promosi dan pengembangan karir, kualitas supervisor dan
hubungan dengan rekan kerja.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja :

1. Kerja yang secara mental menantang, kebanyakan karyawan menyukai pekerjaan-


pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental
menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi
terlalu banyak menantang menciptakan frustrasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan
kepuasan,
2. Ganjaran yang pantas, para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan
promosi yang mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan
mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan
dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia
menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih
diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan
yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci
yang menakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan;
yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang
ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan
promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan
mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka,

3. Kondisi kerja yang mendukung, karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak
berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor
lingkungan lain seharusnya tidak ekstrem (terlalu banyak atau sedikit),

4. Rekan kerja yang mendukung, orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang
atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang
ramah dan menyenangkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan,

5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, pada hakikatnya orang yang tipe


kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih
seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang
tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih
besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari
dalam kerja mereka,

Hal ini sejalan dengan Gibson (2000) yang mengemukakan lima hal yang terutama
mempunyai karakteristik penting berkaitan dengan pengukuran kepuasan

kerja yaitu: (1) pembayaran: suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari
pembayaran; (2) pekerjaan: sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan
memberikan kesempatan untuk belajar dan untuk menerima tanggung jawab; (3) kesempatan
promosi: adanya kesempatan untuk maju; (4) penyelia: kemampuan penyelia untuk
memperlihatkan ketertarikan dan perhatian kepada pekerja.; (5) rekan sekerja: sampai sejauh
mana rekan sekerja bersahabat, kompeten dan mendukung. Dimensi tersebut juga telah
dikembangkan oleh para peneliti dari Cornel University dalam Job Descriptive Index untuk
menilai kepuasan kerja seseorang dengan dimensi kerja berikut: pekerjaan, upah, promosi,
rekan sekerja dan pengawasan (Kreitner, 2003).

Kepuasan kerja guru ditunjukkan oleh sikapnya dalam bekerja/mengajar. Jika guru
puas akan keadaan yang mempengaruhi dia maka dia akan bekerja dengan baik/mengajar
dengan baik. Tetapi jika guru kurang puas maka dia akan mengajar sesuai kehendaknya.
Misalnya seorang kepala sekolah mungkin menyimpulkan bahwa “Pak Daliansyah
tampaknya sangat senang dengan promosinya sebagai wakil kepala sekolah yang sekarang”.
Pak Daliansyah kelihatan puas dengan keadaan yang mempengaruhi dia maka dia mengajar
dengan baik dan bersemangat.
Konsep kepuasan kerja guru dalam hubungannya dalam penelitian ini adalah
pendekatan segi banyak digunakan untuk meninjau masalah kepuasan kerja (Smith dalam
Hadjam dan Nasiruddin, 2003). Jadi kepuasan kerja adalah sikap dan perasaan puas atau
tidak puas seorang guru terhadap pekerjaan yang merupakan hasil penilaian yang bersifat
subyektif terhadap aspek-aspek pekerjaan itu sendiri, gaji yang diterima, kesempatan untuk
promosi dan pengembangan karir, kualitas kepala sekolah sebagai supervisor, dan hubungan
dengan rekan sekerja

Anda mungkin juga menyukai