Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

Daftar Isi.iii
Daftar Tabel....iv
Daftar Gambar....iv
Kata Pengantar.....v
Bab I Pendahuluan..1
I.1

Latar Belakang..1

I.2

Tujuan2

I.3

Manfaat..3

Bab II Tinjauan Pustaka..4


II.1

Sifat Fisik CO....4

II.2

Sumber CO.4

II.3

Cara kejadian keracunan karbon monoksida6

II.4

Pathofisiologi.7

II.5

Gejala dan tanda keracunan karbon monoksida...9

II.6

Sebab kematian12

II.7

Penatalaksanaan keracunan karbon monoksida.....13

II.8

Pencegahan keracunan karbon monoksida....................14

II.9

Pemeriksaan TKP15

II.10 Pemeriksaan Jenasah...16


Bab III Kesimpulan....21
Daftar Pustaka24

Daftar Tabel

Tabel I.I Hubungan % saturasi Hb oleh CO (%CO-Hb) dan akibatnya..10


Tabel I.2 Hubungan konsentrasi CO di udara, waktu pajanan dan akibatnya.....11
Daftar Gambar
Gambar 1. Oksihemoglobin dan karboksihemoglobin......4
Gambar 2. Alur masuk CO..7
Gambar 3. Gambaran korban kebakaran..17

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkatNya tugas referat kami yang berjudul Intoksikasi Karbon Monoksida sebagai
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD dr. Soetomo
Surabaya dapat terselesaikan dengan baik.
Atas selesainya penyusunan referat ini, penyusun menyampaikan banyak
terima kasih kepada:
Dr.dr.Ahmad Yudianto, SpF, SH, M.Kes sebagai Kepala Instalasi
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo Surabaya.
Dr. Hoediyanto, SpF (K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Prof. dr. H. Soedjari Soelichin, Sp.F(K) sebagai Guru Besar pada Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga .
Prof. Dr. Med. Dr. H. M. Soekry Erfan Kusuma, Sp.F(K), DFM sebagai
Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Drs. Putu Sudjana, Apt., SH., selaku Dosen Pembimbing dan Pembuatan
Referat.
Seluruh dosen dan dokter PPDS I dan PPDS II Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU D Dr.
Soetomo Surabaya atas ilmu yang telah diberikan kepada kami.
Rekan-rekan dan pihak-pihak yang telah memberikan

pinjaman

kepustakaan, dukungan, motivasi dan semangat sehingga referat ini dapat selesai
pada waktunya.
Demi kesempurnaan penyusunan referat selanjutnya, saran dan kritik
terhadap referat ini sangat kami harapkan. Semoga referat ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Surabaya, 14 Maret 2014
Penyusun

iii

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Racun adalah suatu zat yang berasal dari alam maupun buatan yang bekerja

pada tubuh baik secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksik dapat
menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh serta dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam tubuh manusia, racun dibagi menjadi yang
bekerja lokal, sistemik, dan lokal sekaligus sistemik. Racun yang bekerja lokal
dapat bersifat korosif, irritant, atau anestetik. Racun yang bekerja sistemik
biasanya mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem, contohnya barbiturat,
alkohol, digitalis, asam oksalat, dan karbon monoksida. Adapun racun yang
bekerja lokal maupun sistemik misalnya arsen, asam karbol, dan garam Plumbum.
Karbon monoksida (CO) adalah salah satu jenis gas yang berbahaya. Gas
ini tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak mengiritasi, mudah

terbakar dan sangat beracun. Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tidak
sempurna dari senyawa organik yang umumnya terjadi dalam mesin berbahan
bakar fosil seperti bensin dan batubara. Gas Karbon monoksida merupakan bahan
yang umum ditemui di industri. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak
sempurna dari kendaraan bermotor, alat pemanas, asap dari kereta api, pembakaran
gas, asap tembakau. Namun sumber yang paling umum berupa sisa pembakaran
mesin. Sumber alami lain gas CO adalah gunung berapi dan juga kebakaran hutan.
Di samping itu, dari kegiatan rumah tangga juga turut menyumbang produksi gas
CO dari kegiatan masak memasak. Hal lainnya yang sangat sering ditemukan di
masyarakat, yaitu kegiatan merokok.
Misdiagnosis tidak jarang terjadi karena gejala yang tidak khas dan banyak
manifestasi klinis yang timbul, sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi dalam
menangani pasien dengan intoksikasi gas CO.
Dalam referat kami ini, kami hendak menjelaskan apa itu gas CO secara
umum. Mulai dari bagaimana strukturnya, bagaimana cara kerjanya, pencegahan,
dan cara penanganannya.

Karena referat ini merupakan tugas di bidang Ilmu Kedokteran Forensik,


kami akan menjelaskan dengan hubungannya dengan Ilmu Kedokteran Forensik
terutama dalam hal otopsi klinik yang berhubungan dengan toksikologi.
Dalam referat ini, kami hendak memberikan contoh mengenai beberapa
kasus keracunan gas CO yang menyebabkan kematian dan dapat terjadi dimana
saja.
Beberapa kasus ditemukan pada kejadian bunuh diri. Pada tanggal 21 Mei
2013, ditemukan seorang perempuan meninggal di dalam mobil milik Son Ho
Yung, seorang penyanyi. Penyebab kematian perempuan ini karena bunuh diri. Ia
sengaja meracuni dirinya sendiri dengan karbon monoksida dari hasil membakar
briket di dalam mobil.(2)
Dibandingkan kasus yang baru-baru ini terjadi di Indonesia yang
merupakan kecelakaan yang menyebabkan lima orang tewas di klinik Sapta Mitra,
Rawalumbu, Kota Bekasi pada tanggal 17 Februari 2014 akibat genset yang
dihidupkan menghadap ke ruangan yang tertutup rapat. (3)
Dilihat dari kasus diatas, kematian yang disebabkan oleh keracunan CO
dapat terjadi secara sengaja ataupun tidak disengaja.
Semoga referat ini dapat berguna bagi pembaca.
I.2

Tujuan
Adapun tujuan dari referat yang kami susun, yaitu:
1. Menjelaskan definisi gas karbon monoksida.
2. Menjelaskan tanda-tanda dan gejala keracunan
3.
4.
5.
6.

gas

karbon

monoksida.
Menjelaskan patofisiologi keracunan karbonmonoksida
Menjelaskan bagaimana cara mendiagnosa intoksikasi CO.
Menjelaskan cara penanggulangan dan pertolongan intoksikasi CO.
Menjelaskan tanda-tanda seseorang yang meninggal karena

keracunan karbon monoksida.


7. Menjelaskan cara melakukan tes-tes berkaitan dengan mendiagnosa
adanya gas karbon monoksida.
I.3

Manfaat
2

Adapun manfaat dari referat ini, diantaranya:


1. Mampu menangani pasien yang keracunan.
2. Mampu mengenali tanda-tanda yang ditinggalkan orang yang
meninggal karena keracunan karbon monoksida.
3. Kita dapat mencegah atau memberi penyuluhan mengenai bahayanya
gas ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Sifat Fisik CO (4,5)


Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa

dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. (4) Keberadaan gas
CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas itu akan menggantikan
posisi oksigen yang berikatan dengan haemoglobin dalam darah. Afinitas CO yang 200-

250 kali lebih besar dari afinitas oksigen terhadap Hb dan karboksihemoglobin yang
terbentuk lebih stabil dibandingkan dengan oksihemoglobin. Seperti ilustrasi gambar
dibawah ini:

Gambar 1. Oksihemoglobin dan Karboksihemoglobin


II. 2

(4,5)

Sumber CO (4,5)
Karbon monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi

metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Walaupun
dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan
manusia.
Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang
menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber
buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini
berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan
sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan
minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO
(1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi
kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para
perokok dapat memajan dirinya sendiri dan asap rokok yang sedang dihisapnya.
Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah
tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO
yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus.
Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan
kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya
ditemukan kadar CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam
4

hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan
bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan
dalam bentuk kadar karboksi-harmoglobin (HbCO) dalam darah yang berbentuk
dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya
keseimbangan antara kadar CO di udara dan HbCO dalam darah. Oleh karena itu
kadar CO didalam lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam
8 jam pengukuran sepanjang hari (moving 8 hour average concentration) adalah
lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali
pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan
tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia terhadap
keracunan CO dari udara.
Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama
berasal dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku
masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak
memadai ventilasinya. Namun umumnya pemajanan yang berasal dari dalam
ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemajanan asap
rokok.
Berbagai macam individu dapat terpapar oleh CO karena lingkungan
kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpapar oleh CO termasuk polisi lalu
lintas atau tukang parkir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam, industri
bahan bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran.
Pemaparan CO dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu
mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan
mencapai setinggi 600mg/m 3 udara dan didalam darah para pekerja bengkel
tersebut bisa mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari kadar normal
(kadar normal sekitar 0,2-1%). Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui
mengandung HbCO dengan kadar 4-7,6 % (perokok) dan 1,4-3,8% (bukan
perokok) selama sehari bekerja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum
jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di
Amerika Utara menunjukkan bahwa 45% dari masyarakat bukan perokok yang
terpajan oleh CO udara, didalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5%.
Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses

metabolisme yang normal. Produksi CO didalam tubuh bisa sekitar 0,1+1% dari
total HbCO dalam darah.
Beberapa sumber di bawah ini menunjukkan konsentrasi CO:
1.

0.1 ppm

- kadar latar alami atmosfer

2.

0.5-5 ppm

- rata-rata kadar latar di rumah

3.

5-15 ppm

- kadar dekat kompor gas rumah

4.

100-200 ppm

- daerah pusat kota Meksiko

5.

5,000 ppm

- cerobong asap rumah dari pembakaran kayu

6.

7,000 ppm

- gas knalpot mobil yang tidak diencerkan tanpa

pengubah katalitik
7.

30,000 ppm

- asap rokok yang tidak diencerkan

Sedang dengan kadar COHb di atas 60% dalam darah cepat menimbulkan
kematian (parameter pencemar udara dan dampaknya terjadap kesehatan). (4,5)
II. 3

Cara kejadian keracunan karbon monoksida

(13)

Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun)


maka gas CO dijuluki sebagai silent killer (pembunuh diam-diam). Keberadaan
gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas itu akan
menggantikan posisi oksigen yang berikatan dengan haemoglobin dalam darah.
Gas CO dalam darah akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta organ vital.
Ikatan kerbosihaemoglobin jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan
antara oksigen dan haemoglobin. Akibatnya fatal. Pertama, oksigen akan kalah
bersaing dengan CO saat berikatan dengan molekul haemoglobin. Ini berarti kadar
oksigen dalam darah akan berkurang. Padahal seperti diketahui oksigen sangat
diperlukan oleh sel-sel dan jaringan tubuh untuk melakukan fungsi metabolisme.
Kedua, gas CO akan menghambat komplek oksidasi sitokrom. Hal ini menyebabkan
respirasi intraseluler menjadi kurang efektif. Terakhir, CO dapat berikatan secara
langsung dengan sel otot jantung dan tulang. Efek paling serius adalah terjadi keracunan
secara langsung terhadap sel-sel tersebut, juga menyebabkan gangguan pada sistem
saraf. Berikut akan dijelaskan mengenai alur masuk CO secara inhalasi sehingga terjadi
keracunan.

Gambar 2. Alur masuk CO

(4,5)

.
II. 4 Pathofisiologi

(16)

Jumlah CO yang diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada ventilasi semenit,


durasi paparan, dan konsentrasi relatif karbon monoksida di lingkungan ikatan CO
dengan haemoglobin menimbulkan terjadinya penurunan kapasitas oksigen
terhadap haemoglobin dan penurunan pengiriman oksigen ke sel.
Mekanisme kerja CO adalah per inhalasi. Mekanisme nya adalah
didasarkan atas afinitas CO yang 200-250 kali lebih besar dari afinitas oksigen
terhadap Hb dan karboksihemoglobin yang terbentuk lebih stabil dibandingkan
dengan oksihemoglobin. Akibatnya, CO akan mengikat Hb secara cepat dan
lengkap, dan menghambat oksigen berikatan dengan Hb. Sehingga akibat
terbentuknya COHb dalam jumlah yang tinggi dalam darah, suplai oksigen ke
organ vital tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya. Maka, akan menimbulkan
anoksemia. Secara tidak langsung pula akibat dari mekanisme diatas akan

menyebabkan penurunan kemampuan Hb melepaskan oksigen ke jaringan. Dua


faktor yang menyebabkan asfiksia dalam keracunan CO:
-

Penurunan kadar Hb yang dapat membawa oksigen dalam sirkulasi.

Penurunan kemampuan Hb untuk melepas oksigen ke dalam jaringan.

Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas


transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di
tingkat seluler.
Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ
yang paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar,
seperti otak dan jantung.

(7)

Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia

ensefalopati yang terjadi akibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi
dimana peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan
mortalitas dan morbiditas. (8)
Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan
oleh gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible,
yang menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 200-250 kali
lebih kuat daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala
klinis. CO yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk
jaringan menurun.

(7,8)

CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin


yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia
jaringan. Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang
menyebabkan kegagalanrespirasi di tingkat seluler.
CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih
lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa
penelitian mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan
perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat
dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien
menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba.
Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal. ( 8 )
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric
oxide dari platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO

pada konsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema
serebri.(8)
CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur
ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh
menjadi 30 90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm
dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.( 9)
Jadi asphyxia dengan kegagalan pernapasan atau sirkulasi merupakan
sebab kematian dari kematian karbon atau kombinasi dari kedua hal tersebut di
atas.

(10, 11)

II.5 Gejala dan Tanda Keracunan Karbon Monoksida

(14)

Misdiagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada pasien.
Gejala-gejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa
secara spesifik didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul
sering tidak sesuai dengan kadar HbCO dalam darah.
Gejala keracunan gas karbon monoksida didahului dengan sakit kepala,
mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan meningkat,
confusion, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan
kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang yang menderita
nyeri dada. (4,14)
Studi oleh Haldane dn Kilick mungkin memberikan penjelasan paling baik
dari efek keterpaparan karbon monoksida (CO). Gejalanya, pada saat muncul
biasanya bersifat progesif dan kira-kira sebanding dengan kadar CO darah. Pada
awalnya, tanda dan gelaja seringkali sulit dipisahkan. Pada kadar saturasi
karbolsihemoglobin 0-10%, umumnya tanpa gejala. Pada seseorang yang istirahat,
kadar CO dari 10 sampai 20% sering tidak bergejala, kecuali sakit kepala, akan
tetapi, jika diuji orang ini akan menunjukkan pelemahan dalam melakukan tugastugas kompleks. Haldane mengamati tidak ada efek nyeri pada kadar 18-23%.
Gelaja Kellick dapat diabaikan pada kadar di bawah 30%, meskipun demikian
kadar antara 30-35%, dia menunjukan sakit kepala disertai denyutan dan perasaaan
penuh di kepala.

(12).

Kadar CO antara 30-40%, ada sakit kepala berdenyut, mual, muntah,


pingsan, dan rasa mengantuk pada saat istirahat. Pada saat kadarnya mencapai
40%, pengunaan tenaga sedikit pun menyebabkan pingsan. Denyut nadi dan
pernafasan menjadi cepat, tekanan darah turun. Kadar antara 40-60%, ada suatu
kebingungan mental, kelemahan, dan hilangnya koordinasi. Haldane pada kadar
56% tidak mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Pada kadar CO 60% dan
seterusnya, seseorang akan hilang kesadaran, pernapasan menjadi Cheyne-Stokes,
terdapat kejang intermitten, penekanan kerja jantung dan kegagalan pernafasan,
dan kematian, dapat disertai peningkatan suhu tubuh.

(12).

Tabel 1.1 Hubungan % saturasi Hb oleh CO (%CO-Hb) dan akibatnya


% satd / %
CO-Hb
<10
10-20
20-30

(16)

Akibat / Efek
Dahi rasa tertekan, headache, sesak nafas dalam aktifitas
Kepala berdenyut, emosi tidak stabil, iritabilitas meningkat,
kelelahan, letargi (sering ditafsirkan sebagai bukan sebab

30-40

keracunan)
Severe headache, nausea, vomiting, dizziness, pandangan

40-50
50-60
60-70
70-80
>80

kabur
Confusion, ataxia, dyspneu
Syncope, takikardia, mulai koma
Derajat koma lebih dalam
Koma yang dalam
Kematian yang cepat karena respiratory arrest

Akan tetapi perlu diketahui untuk beberapa kasus, kadar COHb tidak
berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala. Pada orang tua dan pada mereka yang
menderita penyakit berat seperti penyakit arteri koroner atau penyakit paru
obstruktif kronik, kadar COHb 20-30% sudah dapat bersifat fatal. Selain itu, pada
studi yang dilakukan terhadap binatang, tranfusi darah dengan kadar COHb yang
tinggi namun dengan kadar CO bebas yang minimal tidak menghasilkan gejala
klinis atau gejalanya minimal. Hal ini mengidikasikan bahwa adanya CO bebas
yang terlarut dalam plasma berperan penting dalam menimbulkan gejala pada
intoksikasi karbon monoksida.

10

Walaupun keracunan gas CO tersebut dapat diatasi, namun keterlambatan


penanganan masalah ini dapat berakibat fatal karena otak dan jantung manusia
organ tubuh sangat vital yang paling peka terhadap kekurangan oksigen dalam
darah.
Tabel 1.2 Hubungan konsentrasi CO di udara, waktu pajanan dan
akibatnya (16)
% [CO]
0,02

Waktu pajanan
2-3 jam

Akibat / Efek
Mungkin terdapat headache

0,04

1-2 jam
2 - 3 jam
jam
2 jam
20 menit
2 jam

frontal
Headache frontal
Headache, oksipital
Headache, dizziness, nausea
Kolaps, mungkin tidak sadar
Headache, dizziness, nausea
Kolaps, tidak sadar, mungkin

5-10 menit
30 menit
1-2 menit
10-15 menit

mati
Headache, dizziness
Tidak sadar dan bahaya mati
Headache, dizziness
Tidak sadar dan bahaya mati

0,08
0,16

0,32
0,64

II.6 Sebab kematian

(12)

Keracunan gas CO dapat terjadi akibat kebakaran, sumber karbon


monoksida kedua tersering yang bersifat fatal adalah inhalasi asap knapot mobil.
Kebanyakan kematian akibat hal ini adalah karena bunuh diri, tetapi juga akibat
kecelakaan maupun pembunuhan. ( 12)
a.

Kecelakaan
Penyebab utama dari kematian monoksida karena struktur kebakaran
dirumah atau gedung lain, penyebab terbesar kematian pada kebakaran rumah
tidak disebabkan karena terbakar tapi karena menghirup asap. Keadaan fatal ini
disebabkan karena keracunan CO, walaupun gas-gas lain seperti sianida,

11

phosgene dan acrolein sebagian turut berperan. Kebanyakan korban dari


kebakaran rumah, mati jauh dari pusat api, yang mungkin terdapat pada
ruangan berbeda atau lantai yang berbeda, karbon monoksida pada jarak jauh
dapat membunuh manusia walaupun sedang tidur atau terperangkap pada saat
didalam gedung.

(4,14)

Sumber karbon monoksida kedua tersering yang bersifat fatal adalah


inhalasi asap knalpot mobil. Hal ini hampir semata-mata disebabkan karena
kerusakan pada mesin, meskipun kematian sudah pernah terjadi pada saat mobil
terjebak di salju. Beberapa kematian pernah terjadi ketika mesin sedang
menyala, dan beberapa lagi dengan kondisi jendela mobil terbuka sebagian (2-4
inchi). (12)
b.

Bunuh Diri
Di Maio dan Dana melaporkan tiga kasus kematian akibat menghirup
karbon monoksida dari gas kanlpot mobil ketika berada di luar ruangan.
Konsentrasi karboksihemoglobin korban berkisar dari 58% (pada karbon yang
sudah membusuk) samapai 81%. Seluruh korban ditemukan bergeletak dekat
dengan pipa knalpot mobil. Dua meninggal karena bunuh diri. Kasus ini
menggambarkan kenyataan bahwa meskipun di luar ruangan, kematian karena
menghirup karbon monoksida dapat terjadi jika seseorang dekat dengan sumber
karbon monoksida dalam jangka waktu yang lama.

c.

(4,14,12)

Pembunuhan
Kasus keracunan CO karena pembunuhan jarang terjadi namun
sebaiknya jangan diabaikan. Karena korban sebelumnya dapat dibuat tidak
sadar atau mabuk lalu dibunuh oleh ibu yang memberi gas pada anaknya dan
kemudian bunuh diri. Pola kematian pada kasus CO harus dievaluasi dengan
perhatian penuh karena tindakan bunuh diri dapat dianggap sebagai kematian
akibat kecelakaan atau kematian yang wajar.

(12)

II.7 Penatalaksanaan keracunan karbon monoksida

(12)

Individu yang mengalami keracunan karbon monoksida harus pindah dari


daerah tersebut ke tempat dengan cukup pasokan udara segar. Jika seseorang
berhenti bernapas, CPR (cardiopulmonary resuscitation) mungkin harus diberikan.
12

Setiap orang harus dites apakah benar mengalami keracunan karbon monoksida untuk
mendapatkan penanganan yang tepat.
Penanganan akan meliputi:
1.

Tindakan penanggulangan dan tindakan gawat darurat


a.

Memberikan oksigen dosis tinggi menggunakan masker wajah dari


tabung oksigen.. Oksigen kadar tinggi akan membantu karbon
monoksida untuk memisahkan diri dari hemoglobin.

b.

Ketika seseorang menghirup karbon monoksida dosis tinggi dan


menderita keracunan berat, dosis oksigen yang lebih tinggi harus
diberikan menggunakan ruang hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik
ditujukan untuk mempercepat proses penguraian ikatan
carboxyhemoglobin. Oksigen hiperbarik juga akan langsung
menyediakan oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

c.

Jika terjadi depresi pernapasan, berikan pernapasan buatan


dengan oksigen 100% sampai pernapasan kembali normal.

2.

Tindakan Umum
a.

Usahakan suhu badan normal. Turunkan suhu badan, jika terjadi


hiperthermia.

b.

Perhatikan tekanan darah penderita.

c.

Untuk mengurangi edema serebral, berikan manitol 1 g / kg


sebagai larutan 20% secara IV dalam waktu lebih dari 20 menit.
Untuk mengatasi edema serebral, berikan prednisolon 1 mg / kg
secara IV atau IM tiap 4 jam, atau obat golongan kortikosteroid
lain yang setara.

d.

Jika terjadi radang paru karena infeksi bakteri, berikan obat


kemoterapi yang spesifik.

e.

Untuk mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi neurologik


yang timbul kemudian, perlu istirahat di tempat tidur selama 2-4
minggu.

f.

Atasi konvulsi atau hiperaktivitas yang terjadi dengan diberi


diazepam 0,1 mg / kg secara IV perlahan-lahan.

13

3.

Follow Up
a.

b.

Pasien rawat inap

Memerlukan monitoring yang berkala

Pada beberapa kasus yang berat perlu dirawat di ICCU

Pasien rawat jalan

Penderita tanpa gejala dengan tingkat COHb dibawah 10%

Bisa dilakukan terapi O 2 hiperbarik untuk membersihkan


kadar CO dalam darah.

II.8 Pencegahan keracunan karbon monoksida

(15)

1. Pastikan alat pembakar kayu, alat pemanas ruangan, perapian dan peralatan
bakar telah terpasang dengan benar. Disetel, dioperasikan dan diberi lubang
pembuangan dengan benar.
2. Yakinkan untuk membuka jendela untuk medapatkan ventilasi yang baik
3. Jangan memakai alat yang dinyalakan dengan gas di ruangan yang sempit
4. Jangan membakar arang di dalam rumah.
5. Miliki alat deteksi karbon monoksida di rumah Anda. Alat deteksi ini akan
mengeluarkan bunyi peringatan bila jumlah karbon monoksida di rumah
atau bangunan sampai melebihi tingkat yang aman.
6. Secara rutin periksa sistem pembuangan kendaraan anda setiap tahunnya,
kebocoran kecil bisa memicu gas karbonmonoksida masuk ke dalam mobil
7. Jangan menjalankan mobil di dalam garasi kendaraan yang sedang tertutup,
gas karbon monoksida bisa dengan cepat memenuhi ruangan
8. Jika beristirahat di dalam mobil, jangan menutup semua kaca dan pintu
dengan penyejuk udara masih menyala. Banyak kasus kematian di dalam
mobil karena keracunan gas karbonmonoksida
9. Periksa sistem AC mobil anda apakah ada kebocoran yang mungkin
terjadi (15)
II.9 Pemeriksaan TKP (16)
Salah satu kewajiban dokter ahli forensik atau ahli toksologi forensik
adalah melakukan pemeriksaan TKP pada kematian-kematian tidak wajar, karena

14

pemeriksaan TKP sangat membantu dalam penentuan proses lebih lanjut. Demikian
pula pada peristiwa keracunan gas karbon monoksida, dalam hal ini tugas seorang
dokter ahli adalah:
1.

Menentukan korban masih hidup atau sudah meninggal.

2.

Apabila didapati korban dalam keadaan masih hidup segera beri


pertolongan. Pertolongan yang dapat diberikan pada korban keracunan CO
antara lain:
a. Segera korban dipindahkan dari sumber keracunan (penolong memakai
masker gas oksigen).
b. Berikan pernafasan buatan dengan pemberian oksigen atau campuran
oksigen dengan 5 7 % CO 2 untuk merangsang pernafasan.
c. Terapi simptomatis lain seperti:
-

Transfusi darah
Infus glukosa untuk mengatasi koma atau pemberian infus i.v.500 ml
mannitol 20 % dalam waktu 15 menit diikuti dengan 500 ml dextrose 5
% selama kurang lebih 4 jam berikutnya untuk mengatasi cerebral

3.

odema.
Analgetika, antibiotika, antikonvulsi.

Mencari sumber-sumber gas karbon monoksida (bila memungkinkan


diambil contoh udara untuk test isolasi gas).

4.

Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk pemeriksaan toksologi


melalui analisis bahan yang terbakar).

5.

Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari informasi dari orangorang terdekat korban atau yang berada di sekitar TKP.

6.

Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar atau tidak.

7.

Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et repertum


(SPVR), maka jenasah segera diangkut ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, diharapkan pemeriksaan di

TKP dapat membantu dalam pemeriksaan toksikologi yang akan dilakukan.


II.10 Pemeriksaan Jenazah

(16)

a. Pemeriksaan luar

15

Khas warna lebam mayat merah terang (cherry red) baik permukaan
tubuh, membran mukosa, kuku jari, namun warna ini tidak sama di seluruh
tubuh misal tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih terang
dibanding dengan yang lain. Warna cherry red ini khususnya terdapat di daerah
hipostasis post mortem dan menunjukkan kejernihan kadar COHb telah
melampaui 30%. Pada pemeriksaan warna cherry red ini dibutuhkan
pencahayaan yang baik karena tidak semua warna cherry red yang ditemukan
dalam pemeriksaan luar jenasah sebagai indikator pasti untuk menentukan
adanya keracunan gas karbon monoksida. Warna cherry red tidak akan
ditemukan pada jenasah yang diawetkan.
Pada keracunan gas karbon monoksida juga ditemukan pel epuhan kulit
pada area tertentu yang dikenal dengan pelepuhan barbiturat, misal pada betis,
pantat, sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil edema kulit akibat
koma yang lama, dimana terdapat immobilitas total serta tidak adanya darah
vena yang kembali dari gerakan otot. Hal ini merupakan tanda spesifik pada
keracunan gas CO akan tetapi karena sebagian besar kematian karena gas CO
relatif cepat maka pelepuhan ini jarang terjadi.
Eritema dan vesikel / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota
gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan.
Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.
(16)

Pada kasus yang meragukan, jenasah korban diperiksa dengan


pencahayaan yang baik, sehingga tingkat ketelitian dalam menentukan apakah
ada atau tidaknya warna cherry red pada permukaan tubuh dapat lebih baik.
Berikut merupakan salah satu contoh gambar korban kebakaran:

16

Gambar 3. Gambaran korban kebakaran (17)


b.

Pemeriksaan dalam
Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO,

walau hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan


keracunan CO dan kehilangan oksigen.
Pada pemeriksaan dalam penting untuk diperhatikan dalam pengambilan
sampel :
1. Pengambilan sampel darah --- lebih baik mengambil bahan dalam
keadaan segar dan lengkap, pengambilan darah dari jantung
dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri bila
darah masih dapat ditemukan.

(16)

2. Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum


terjadi proses pembusukan sebab:

Post mortem tidak terbentuk ikatan CO-Hb yang baru.

Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan COHb yang telah terjadi.

Perubahan yang dapat terjadi antara lain:


1. Warna cherry red seluruh organ dalam, otot, terkadang pulpa gigi
dan sumsum tulang
2. Bintik bintik perdarahan (tanda asphyxia) pada otot jantung, jaringan
otak, conjunctiva, endocard.

17

3. Degenerasi anoksida terlokalisir (hepar, jantung, ginjal dan paru)


4. Odema paru dan bronkopneumonia
5. Nekrosis otot
6. Gagal ginjal akut
7. Nekrosis bilateral dari globus pallidus
8. Edema pada globus pallidus dan subthalamicus
9. Ptechie dari substansia alba otak
10. perlunakan korteks dan nucleus sentralis
11. Fatty degrenation dan nekrosis pada ginjal
c. Pemeriksaan Penunjang
Tes kimia terhadap korban keracunan CO (Analisa darah):
1. Analisa kualitatif
Alkali dilution test
Penentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-Hb
dengan kadar lebih 10% dalam darah.
- Masukan darah korban 2-3 tetes dalam tabung reaksi I,
encerkan dengan aquadest sampai volume 15ml. Tabung
reaksi II sebagai kontrol teteskan 2-3 tetes darah orang sehat
dewasa, encerkan seperti pada tabung reaksi I.
- Pada

masing-masing

tabung

reaksi

(setelah

homogen)

tambahkan 5 tetes larutan natrium hidrosikda 10% amati


perubahan yang terjadi.
Penilaian:
-

Darah normal (tabung reaksi II) kontrol segera berubah warna


dari merah muda menjadi coklat kehijauan dalam waktu
kurang dari 30 menit, karena terbentuknya alkali hematin.

Darah korban (tabung rekasi I) perubahan warna seperti di


atas membutuhkan waktu lebih besar dari 30 detik, karena
sudah terjadi ikatan CO-Hb.

Tes positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari 30


menit syarat darah kontrol:

18

Bukan darah foetus


Bukan darah perokok sebab darah perokok mempunyai
tendensi kadar CO cukup tinggi.
Katayama test

Dalam rang 2 ml yang telah diencerkan, tambahkan 2 ml


Amonium sulfida kuning dan 2 ml asam asetat 30%

Pada darah normal terjadi perbuhan warna menjadi hijau,


sedang darah korban keracunan CO tetap berwarna merah
muda seperti semula

Pemeriksaan spectroscopy
Penentuan dengan melihat spectrum dari COHb

2. Analisa kuantitatif:

Gettler Freimuth
Sebenarnya merupakan penentuan dengan cara semikuantitatif.
Prinsip kerja:
- Darah + iPottasium ferrisida CO dibebaskan dari Hb
- CO + PdCL 2 + H 2O+ Pd+CO+HCL
- Ion Palladium (Pd) akan diendapkan pada kertas saring warna
hitam
- Dengan membandingkan intentitas warna hitam tersebut dengan
warna standar maka akan didapatkan konsentrasi COHbsecara
semikuantitatif

Spectrophotometry
Merupakan cara terbaik untuk melakukan analisa konsentrasi gas
karbon monoksida pada korban yang masih hidup. Dengan
mengunakan alat septrofotometer ditentukan perbandingan (rasio)
COHb terhadap oxy-Hb.

Chromatography
Cara mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Walaupun kurang
akurat, akan sangat menolong di lapangan. Sering digunakan untuk

19

mengukur kadar COHb pada petugas pemadam kebarakan setelah


memadamkan api.
Pengukuran dilakukan dengan cara kromatografi, udara ditampung
dalam kantong dan kadar CO ditentukan dengan detector, perubahan
ionisasi sesudah hidralasi katalik dengan Tometahne.
Teknik yang lebih canggih termasuk radioimmunassay (RIA), thinlayer chromatography (TLC),serapan ultraviolet (UV), penyerapan
inframerah (IR), performance liquid chromatography (HPLC), dan
kromatografi gas (GC).

(16)

d. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik dan perdarahan
mikrokospis di seluruh tubuh juga terjadi edema dan kongesti hebat pada
otak, hati, ginjal dan limpa.

BAB III
KESIMPULAN
1. Karbon monoksida merupakan suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa yang berbahaya bagi manusia.
2. Karbon monoksida merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari
senyawa karbon dan oksigen.
3. Jumlah CO yang diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada ventilasi semenit,
durasi paparan dan konsentrasi relatif karbon monoksida di lingkungan.
Ikatan CO dengan hemoglobin menimbulkan terjadinya penurunan kapasitas
oksigen tergadap hemoglobin dan penurunan pengiriman oksigen ke sel
berdasarkan tiga mekanisme, yaitu berkaitabn dengan hemoglobin,

20

berkaitan dengan kompleks sitokrom oksidase sehingga terjadi penurunan


respirasi efektif intra sel, berikatan dengan mioglobin membentuk karboksi
mioglobin (COHb).
4. Kadar karboksigemoglobin pada seseorang yang meninggal karena
keracunan CO dapat sangat bervariasi, tergantung pada sumber CO,
keadaan sekitar tempat kematian, dan kesehatan atau penyakit parut
obstruktif kronik.
5. Waktu paruh karbon monoksida, jika menghirup udara ruangan yang rata
dengan air laut, yaitu sekitar 4-6 jam. Tetapi oksigen mengurangi eliminasi
waktu paruh, tergantung pada konsentrasi oksigennya. Eliminasi waktu
paruh dengan terapi oksigen dipendekkan menjadi 40-80 menit dengan
menghirup oksigen 100% pada 1 atm, dan menjadi 15-30 menit dengan
menghirup oksigen hiperbarik.
6. Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit kepala,
mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan
meningkat, confusion, gangguan penglihatan, kebingungan, hipoensi,
takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat
muncul pada orang yang menderita nyeri dada.
7. Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam
mayat berwarna merah terang (cherry pink color) yang tampak jelas bila
kadar COHb menempati 30% atau lebih. Pada mayat yang didinginkan dan
pada keracunan CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah
terang. Juga pada mayat yang didinginkan warna merah terang lebam
mayatnya tidak merata selalu masih ditemukan daerah yang keunguan
(livid). Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga
berwarna merah terang. Kadang-kadang dapat ditemukan petekiae di
substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari jam.
8. CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah di
ekskresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan
lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot,
visera dan darah.
9. Kematian bisa disebabkan bunuh diri dan kecelakaan.
10. Pada kasus kebakaran, salah satu petunjuk akan eksposure carbon
moniksida adalah ditemukan gambaran pink gigi.

21

11. Asap atau jelaga yang terdapat dalam hidung ataupun mulut tidak
membuktikan bahwa orang tersebut meninggal akibat menghirup gas.
12. Api akan membuat sendi kontraksi. Tangan dan kaki akan tertekuk. Ini
adalah bentukan pugilist (boxer) dapat menimbulkan dugaan bahwa dia
berjuang sebelum kematiannya.
13. Janin sangat rendan dengan akumulasi meningkat dalam darah janin 1015% lebih tinggi dari darah ibu dan tingkat PaO 2 rendah. Ibu keracunan
akut tidak mematikan dapat menyebabkan kematian janin.
14. Pemeriksaan toksikologi dari kematian racun dapat dibagi menjadi langkahlangkah yaitu mendapatkan sejarah dari kasus dan spesimen yang cocok,
aktivitas analisis toksikologi, interpretasi hasil analisis.
15. Indikasi terapi hiperbarik oksigen ialah kehilangan kesadaran, kejang,
koma, perubahan status mental, gejala neurologik tidak berubah setelah
terapi oksigen beberapa jam, wanita hamil, iskemia jantung yang persisten,
umur > 50 tahun dan COHb > 25%.
16. Alasan utama penggunaan terapi hiperbarik, yaitu terjadi pengurangan
waktu paruh COHb dari 320 menit menjadi 80 menit dengan menggunakan
HbO dan menurun sampai 22 menit dengan HbO 100%, menginduksi
vasokonstriksi serebral sehingga terjadi penurunan tekanan intrakarnial dan
edema serebral. Terjadi peningkatan pelepasan CO darui sitokrom dan
mioglobin, HbO bisa mengurangi oksidatif injury yang timbul setelah
intoksikasi CO

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Louise W Kao, Kristine A Nanagas. Carbon Monoxide Poisoning.
EmergMedClin N Arn22 (2004) 985-1018.
2. Anonim. Kasus Bunuh diri salam mobil Son Ho Yung. Available at
http://www.chicmagz.com/read/2290/kasus-bunuh-diri-dalam-mobil-son-hoyoung
3. Anonim. Kematian 5 orang di Klinik Rawalumbu karena Keracunan Gas
Karbon Monoksida. Available at
http://news.detik.com/read/2014/02/17/161839/2499874/10/kematian-5orang-di-klinik-rawalumbu-karena-keracunan-gas-karbon-monoksida?
nd772204btr
4. Anonim karbon monoksida: wikipedia;
http://id.wikipedia.org/wiki/karbon_monoksida
5. Anonim. Karbon monoksida;wapedia:
http://wapedia.mobi/id/karbon_monoksida
6. Peter MC DeBlieux, VanDeVoort, John G Benitez, Halamka, Asim Tarabar.
7. Toxicity, Carbon Monoxide. 2006 [cited 2007 jan 02]. Availabel from
:URL:HYPERLINK http:/lwww.emedicine.com
8. Eugene N.Bruce, Margaret C- A multicompanement model of
cartoxyhemoglobin and carboxymyoglobin responses to inhalation of
carbon monoxide. J Appl Physiol95 (2003): 1235-1247.
9. Stephen R Thom, Donald Fisher, Y Anne Xu, Sarah Garner, and Harry
lschiropoulos- Role of nitric oxide-derived oxidants in vascular injury from
carbon monoxide in the rat. Am J of Physiol.0363-6135 (1999),984-90.

23

10. Jurling DN, Buckley NA, Stanbrook MB, Isbister M, McGuigan MA.
Hyperbaric oxygen for carton monoxide poisoning. Cochrane Database of
Systematic Reviews 2005, Issue l, Art. No.:
CD00204l.DOI:10.1002/146518. CD00204l.pub2.
11. McBeth C. Carbon Monoxide Poisoning. Utox Update Utah Poison Control
Center Vol. 6, 2004.
12. Tomaszewksi Christian. Carbon Monoxide Poisoning, Earl Awareness and
Intervention can save live. Postgraduate Medicine online Vol. 105 No. 1
(online) January 1999 [cited March 2008]
13. Chubyo. Keracunan Karbon Monoksida. www.GrameenFoundation.org
14. Anonim. Carbon Monoxide. Avaible at
http://en.wikipedia.org/wiki/carbon_monoxide
15. Anonim.Pencegahan keracunan karbon Monoksida available
http://id.shvoong.com/how-to/health/2249159-keracunan-gas-karbonmonoksida/#ixzz2vzfC63Ev
16. Hoediyanto- Hariadi A.Buku ajar ilmu kedokteran forensikdan medikolegal edisi
ketujuh.2010
17. Dix, Jay. COLOR ATLAS of FORENSIC PATHOLOGY. United States of America.
CRC Press, 2000

24

Anda mungkin juga menyukai