Anda di halaman 1dari 46

Kasus 1

SKENARIO
Dokter andi menerima seorang pasien laki-laki setengah baya, tampak kaheksia,
berjalan tertatih-tatih dan terus batuk di hadapannya. Pasien itu ditemani oleh anak
perempuannya yang kurus. Dokter tersebut enggan melakukan anamnesis dan
langsung memeriksa si pasien. ketika si anak bertanya tentang penyakit ayahnya,
dokter Andi hanya menyarankan minum obat dengan teratur, dan memberikan
resep. Si anak bertanya lagi tentang cara minum obat, tapi dokter Andi
menyarankan bertanya pada tugas apotek tempat mengambil obat. Merasa
diremehkan, sang ayah dan anaknya keluar dari kamar dokter tanpa mengucapkan
salam. Wajah mereka tampak tidak puas.

KLARIFIKASI KATA KUNCI

Seorang pasien laki laki setengah baya

Berjalan tertatih-tatih dan terus batuk dihadapannya.

Dokter enggan melakukan anamnesis dan langsung memerikasa pasien.

Dokter hanya menyarankan minum obat dan memberikan resep.

Wajah mereka tampak tidak puas.

Merasa diremehkan, sang ayah dan anaknya keluar dari ruang dokter tanpa
mengucapkan salam.

Dokter menyarankan bertanya pada apoteker

PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1.

Rumuskan beberapa dilema etik pada kasus di atas?

2.
Dari dilema etik yang ada, cobalah anda analisis berdasarkan kaidah dasar
bioetik,prima facia,( gunakan tabel kriteria KDB).
3.
Bagaimana jika kasus tersebut di atas, kita melihatnya dalam perspektif islam
(Etika Islam).
4.

Jelaskan isu lain (jika ada isu hukum dan HAM).

JAWABAN PERTANYAAN
1.

KDB yang terkait dalam scenario


Beneficence

pada skenario kita dapat mengetahui bahwa dokter tidak menghargai hak-hak
pasien secara keseluruhan dan tidak maksimalisasi pemuasan
kebahagiaan/preferensi pasein, pasien serta anaknya tidak puas dengan pelayanan
yang diberikan dokter Andi .

Non maleficence

pada skenario kita dapat mengetahui bahwa dalam mengobati pasien dokter
sangatlah tidak proporsional dan menghindari misrepresentasi dari pasien.

Justice:

pada skenario kita tidak dapat menentukan justice tidaknya dokter tersebut karena
tidak ada 2 atau lebih hal yang bisa dibandingkan.

Autonomy

dokter tidak memanfaatkan autonomi pasien dan tidak melaksanakan imformed


consent dengan baik, dokter tersebut langsung memeriksa pasiennya tanpa
menganamnesis terlebih dahulu.

2.

Prima Facia

AUTONOMI
Pada skenario pasien tidak mendapatkan haknya secara keseluruhan dimana
dokter enggan melakukan anamnesi dan langsung memeriksanya dan dokter lebih
menyarankan pasien untuk bertanya pada petugas apotek, sehingga pasien merasa
diremehkan dan tidak puas dengan pelayanan dokter.
TABEL KDB (Kaidah dasar bioetik)

1. BENEFICIENCE

2. NONMALEFICIENCE

3. AUTONOMY

4.

JUSTICE

PERSPEKTIF ISLAM
Prinsip niat / intention (qaidat al qasd)
Tiap tindakan dinilai berdasarkan niatnya. Prinsip ini meminta dokter untuk
berkonsultasi dengan hati nuraninya. Seorang dokter dapat melakukan suatu
prosedur dengan alasan mungkin masuk akal namun sesungguhnya memiliki niatan
yang berbeda namun tersembunyi
2

2.

Prinsip kepastian / certainty (qaidat al yaqeen)

Ketidak pastian dalam kedokteran : baik pada diagnosis,pemilihan terapi tdk


mencapai standar YAQEEN yang diminta oleh hukum. Kepastian (yaqeen) yang
merupakan suatu situasi dimana sama sekali tidak ada keraguan, tidak ada dalam
kedokteran.

Kemungkinan dan relativitas: Semua hal (dalam Kedokteran) bersifat suatu


kemungkinan dan relatif.
Prinsip kerugian / harm( qaidat al dharar)
Intervensi Medis: Intervensi medis dibolehkan dengan prinsip dasar bahwa jika
muncul suatu kelainan, seharusnya dihilang kan. Namun, dokter sebaiknya tidak
menyebabkan adanya kerugian pada saat melakukan pekerjaannya.

Menyebabkan luka untuk menghilangkan luka: suatu luka/kelainan sebaiknya tidak


boleh dihilangkan dengan prosedur medis yang akan menyebabkan luka dengan
derajat yang sama sebagai efek samping.
Prinsip kesukaran / difficulty (qaidat al mashaqqat)
Keperluan melegalisir yang dilarang: intervensi medis yang awalnya dilarang akan
dibolehkan atas nama prinsip kesulitan jika ada keperluan darurat. Kesulitan (dalam
hal medis) diartikan sebagai kondisi apapun yang akan menyebabkan adanya
gangguan serius pada kesehatan fisik dan mental jika tidak segera disembuhkan
5

5.

Prinsi kebiasaan / custom

( qaidat al aaadat)

Standar perawatan yang diterima secara umum: Telah menjadi kebiasaan


umum untuk menuliskan suatu panduan praktik untuk perawatan klinis (standar
pelayanan)

Kebiasaan memiliki Autoritas: prinsip dasar adalah bahwa kebiasaan memiliki


kekuatan hukum, dengan demikian standar yang diterima secara umum untuk
perawatan klinis dianggap kuat oleh hukum.
BERBUAT BAIK
1
:



Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah Shallallahualaihi wasallam
bersabda : Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mumin dari berbagai
kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya
hari kiamat.
3

ISU HAM
Amandemen II Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945

menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal. dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Dalam Pasal 12 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and


Cultural Right (ICESCR) hak atas kesehatan dijelaskan sebagai hak setiap orang
untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan
mental tidak mencakup area pelayanan kesehatan.

PASAL 2

Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan


standar profesi yang tertinggi.

PASAL 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan semua ilmu dan
keterampilan untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib


merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

KESIMPULAN
Bedasarkan hasil diskusi yang kami lakukan khususnya pada scenario 4 kami dapat
menyimpulkan bahwa kaidah dasar bioetik ( KDB) yang paling menonjol dari
skenario tersebut yaitu AUTONOMY yang dimana terdapat banyak pelanggaran
yang dilakukan oleh dokter yaitu tidak menghargai pendapat maupun kedatangan
pasien,misalnya dr. Andy enggan melakukan anamnesis,tidak melakukan informed
consent dokter Andy langsung memberikan resep dan tidak memberi tahu cara
minum obat kepada pasien

KASUS 2
BAB III
KASUS DILEMA ETIK

Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah
Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari.
Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak
sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A
badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg
dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk yang sering pergi
keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2
minggu sekali bahkan sebulan sekali.
Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam
karena kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang
menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada
perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel
darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya meminta perawat
tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil
pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh
perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn.
A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil
keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter
dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan
penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter
terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A.
Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan
dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi
permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan

kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu
didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan
moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu
kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada
dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat
menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini
khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak
rintangan untuk melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik
merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan
atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir rasional
dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai
dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien
dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai
perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan
informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan penyakitnya.
Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut
American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada
pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat
hubungan ini penting karena merupakan faktor utama dalam menentukan hasil
pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan
keinginan pasien tersebut maka perawat harus memikirkan alternatif-alternatif atau
solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan berbagai konsekuensi dari
masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu
memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar
manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak
hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi

semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika perawat melandasi perawat
dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan,
perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya
karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim
medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan
pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama
antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak
ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai
model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini
antara lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy, model
Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson
dan thompson.
Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang
merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1.

Mengkaji situasi

Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi
dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau
situasi sebagai berikut :
Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang
dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan
informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya.
Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat
menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta
perawat untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan
keluarga takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang
c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia
harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi
haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau
kondisinya.
2.

Mendiagnosa Masalah Etik Moral

Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan
etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada Tn. A terkait
dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan
informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.

3.

Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan

Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat


bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti
ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :

a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi


hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu
yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung.

Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika mendapatkan
informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan
oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk
motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani
Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun
perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn. A
akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat dan tim medis
akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang
kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat
tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim
medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan
informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya
perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah
tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.

b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi


hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika
hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka
perawat akan langsung menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai
pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga dapat
berdampak pada psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A
secara lambat laun mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota
keluarga yang membocorkan informasi, maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim
medis terutama perawat dan keluarganya sendiri berbohong kepadanya. Dia bisa
beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa perawat dan
keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) merupakan
aib yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti inilah
yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk
keadaan Tn. A. Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn.
A perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut.
Kendala-kendala yang mungkin timbul :
1)
Tn. A

Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada

Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn. A
frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika Tn.
A tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapananggapan yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa memperburuk
kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. A dan menjelaskan
tentang dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga
tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa
menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak yang
terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan
bahwa perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang
bertentangan dengan kode etik dan profesi keperawatan.
2)
Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi yang
diberikan perawat.
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang
mendapatkan permasalahan yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap
melakukan pendekatan-pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat
juga meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan tidak
menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini perlu proses adaptasi
sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima kondisinya dan
mempunyai semangat untuk sembuh.

4.

Melaksanakan Rencana

Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan


dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan.
Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil
keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada prinsip-prinsip
moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan
dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ), yang
meliputi :
a.

Autonomy / Otonomi

Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan
keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka
perawat harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi
tentang kondisinya.
b.

Benefesience / Kemurahan Hati

Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang
baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif
diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn.
A
c.

Justice / Keadilan

Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti
Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak
tersebut yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai
dengan konteksnya/kondisinya.
d.

Nonmaleficience / Tidak merugikan

Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian


pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e.

Veracity / Kejujuran

Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A


tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab
perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur
sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
f.

Fedelity / Menepati Janji

Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum
dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan
menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah
selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak
seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A
terhadap perawat tersebut nantinya.
g.

Confidentiality / Kerahasiaan

Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan
segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa


diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara
langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan
selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan
membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun
kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing. Hasil keputusan
tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-pendekatan
dan caring serta komunikasi terapeutik.

5.

Mengevaluasi Hasil

Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn.
A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka
pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus
diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan
disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.

KASUS 3
Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif
KASUS :

Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal


dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi.
Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi
diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan
adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu
mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta
diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan
penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat dilakukan diskusi perawat
disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian
klien.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma).
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak
diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan /
pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut :

Mengembangkan data dasar

Mengidentifikasi konflik

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan


mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut

Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat

Mendefinisikan kewajiban perawat

Membuat keputusan

PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK


1. Mengembangkan data dasar :

a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat


b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan
penambahan dosis morphin.
c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien
d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis
morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien
kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :


Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase
mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan.
Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan
nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri.
Konflik yang terjadi adalah :
a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien.
b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan


konsekuensi tindakan tersebut

a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang


nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian klien
2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri

4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut


b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian pasien
2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan
ambang nyeri)
3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan
apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat
tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.

Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat
cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :


Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah
yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini
perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang
dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan
keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi
pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi
mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan
manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat


a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri
b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri
c.Mengoptimalkan sistem dukungan
d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap
masalah yang sedang dihadapi

e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan keyakinannya

6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi
masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan
pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya
alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri
(relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi
efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan
tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan
klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun
dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut
sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undangundang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien.
Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan
penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang
lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian klien.
Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh petugas
kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun hal
tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu.
Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat
kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri
dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK :

Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau
pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkan
kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapan
dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung
kehidupan lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas kedua
tindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan.

Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda,
diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi
penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk
mempercepat kematiannya.

Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non


maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien
merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang
mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya.
Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat
membahayakan klien, dan tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakan
yang tepat (doing good).

DAFTAR PUSTAKA:

Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J, (2004), Fundamentals of Nursing
Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line

Taylor C., Lilies C., & Lemone P. (1997), Fundamentals of Nursing, Philadelphia :
Lippincott

KASUS 4
SELEKSI PENERIMAAN POLISI
Tahun 2010 telah diadakan seleksi penerimaan Taruna kepolisian AKPOL,
dan rumah sakit Bayangkara kepolisian ditunjuk sebagai tempat pelaksanaan tes
kesehatan. Sebelumnya telah dibentuk panitia pelaksanaan kesehatan di rumah
sakit tersebut dan dr. Bogel salah satu dokter spesialis interna di rumah sakit
tersebut ditunjuk sebagai panitia pelaksanaannya. Pada hari pemeriksaan pertama
dr. Bogel memeriksa pasien calon Taruna yang bernama Andika pratama, yang
kebetulan keluarga dekat dari dr. Bogel, setelah diperiksa ternyata Andika
menderita penyakit Tuberkulosis / TB, dr. Bogel dihadapkan oleh dua pilihan yaitu
demi kepentingan seleksi penerimaan atau mempertahankan silaturahmi dengan
keluarga calon taruna tersebut yang sebelumnya telah dititipkan oleh orang tuanya
kepada dr. Bogel untuk kelancaran pemeriksaannya. Dr. Bogel kemudian memilih
untuk tidak meluluskan calon taruna tersebut dengan alasan selain sebagai
tuntutan profesi panitia penerimaan, dr. Bogel juga mementingkan keselamatan
calon taruna tersebut, sebab apabila diluluskan itu akan sangat berbahaya bagi
konsisi keselamatan pasien, sebab stamina dan daya tahan tubuh calon taruna
kurang, hal ini tentu berbahaya, mengingat bahwa ini merupakan tes untuk menjadi
polisi yang nantinya akan banyak menggunakan fisik, dan juga dr. Bogel tidak ingin

penyakit tersebut menular diantara taruna yang basis pendidikannya adalah


asrama. Meskipun dokter sudah menjelaskan semua kepada keluarganya, dan
meminta agar melakukan pengobatan kepada Andika, namun keluarga sangat
kecewa dengan keputusan dr. Bogel.

PERTANYAAN
1.

Rumuskan dilema etik sentral pada kasus ini

2.
Dari kasus yang ada , cobalah anda analisis berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik,
Prima fascia, dan Etika Klinik Jonsen Siegler. (gunakan table criteria KDB dan
pertanyaan etik Klinik Jonsen S)
3.
Bagaimana anda melihat kasus ini jika kita melihatnya dalam perspektif Islam
(etika islam)

KATA SULIT DALAM SKENARIO


*
Tuberkulosis / TB : adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan dapat menular
melalui udara yang tercemar. Organ tubuh yang paling sering terkena adalah paru paru.
*

Taruna : calon, kader, kandidat,aspiran

Akpol : Akademi Kepolisian

KALIMAT KUNCI
1.

Dr. Bogel sebagai panitia seleksi penerimaan taruna kepolisian

2.

Andika pratama merupakan keluarga dekat dr. Bogel

3.

Tuntutan profesi dr. Bogel

4.

Kekecewaan keluarga Andika pratama terhadap dr. Bogel

DILEMA CENTRAL
*
dr. Bogel mengutamakan kesehatan dan keselamatan Andika serta calon
taruna lain atau tetap membiarkan Andika lulus demi tercapainya cita cita Andika.
*
dr. Bogel tetap menjalankan aturan penerimaan taruna atau mengutamakan
hubungan kekeluargaan

KAIDAH DASAR BIOETIK 1 (ALTRUISME DALAM BERPRAKTEK )


BENEFICENCE

KRITERIA

ADA

1)
Mengutamakan altruism yaitu menolong
tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain.

TIDAK
ADA

Analisa

Dr. Bogel tidak


membantu
permintaan
keluarganya

2)
Menjamin nilai pokok harkat dan martabat
manusia.

dr. Bogel tidak


meluluskan
Andika demi
kebaikan Andika
dan calon Taruna
lain yang
nantinya tingal
di asrama

3)
Memandang pasien / keluarga / sesuatu tak
hanya sejauh menguntungkan dokter.

dr. Bogel tidak


memanfaatkan
kekurangan
Andika unuk
memperoleh
keuntungan,
namun semata
mata untuk
kebaikan

4)
Mengusahakan agar kebaikan / manfaatnya
lebih banyak dibandingkan dengan
keburukannya.

dr. Bogel tidak


meluluskan
Andika dengan
berbagai
pertimbangan
kebaikan

5)
Paternalism bertanggung jawab / berkasih
sayang .

Dr. Bogel
memegang
kendali, dan
peduli terhadap
kesehatan orang
lain.

6)

dr. Bogel tidak


membiarkan
Andika yang
sedang sakit
untuk mengikuti
pendidikan
militer

Menjamin kehidupan-baik-minimal manusia.

7)

Pembatasan goal-based.

8)
Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan /
preferensi pasien.
9)

Minimalisasi akibat buruk.

dr. Bogel
menjalankan
prosedur
kedokteran
dengan baik dan
benar

Tidak dijelaskan
dalam skenario
dr. Bogel
khawatir jika
Andika
diluluskan malah
akan membuat
masalah baru,
yang
membahayakan
orang banyak

10) Kewajiban menolong pasien gawat-darurat.

Tidak disinggung
dalam skenario

11) Menghargai hak-hak pasien secara


keseluruhan.

Tidak disinggung
dalam skenario

12) Tidak menarik honorarium diluar kepantasan.

Tidak disinggung
dalam scenario

13) Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara


keseluruhan.

dr. Bogel lebih


mengutamakan
baik dan
buruknya, bukan
tentang
kepuasan pasien

14) Mengembangkan profesi secara terusmenerus.

Tidak di
singgung dalam
skenario

15) Memberikan obat berkhasiat namun murah.

Tidak di
singgung dalam
scenario

16)menerapkan Golden Rule Principle.

Dr. Bogel
menjalankan
tugasnya
sebagai panitia
penerimaan
calon taruna
kepolisian

dengan benar

KAIDAH DASAR BIOETIK 2 ( DO NO HARM DALAM SITUASI EMERGENSI DAN


PRAKTEK KLINIK )
NONMALEFICENCE
KRITERIA
1)

Menolong pasien emergensi.

2)
Kodisi untuk menggambarkan criteria ini adalah :
pasien dalam amat bernahaya atau berisiko hilangnya
sesuatu yang penting (gawat), dokter sanggup
mencegah bahaya atau kehilangan tersebut, tindakan
kedokteran tersebut terbukti efektif, manfaat bagi
pasien kerugian dokter atau hanya mengalami risiko
minimal.
3)

ADA

TIDAK
ADA

Analisa

Tidak
disinggung
scenario
Dengan tidak
meluluskan
Andika, dokter
sudah
meminimalkan
akibat yang
lebih buruk

Mengobati pasien yang luka.

Tidak
disinggung
dalam scenario

4)
Tidak membunuh pasien (tidak melakukan
euthanasia).

Jelas dalam
skenario

5)
Tidak menghina/ mencaci maki, memanfaatkan
pasien.

Dokter
menghargai
pasien sebagai
keluarga

6)

Tidak memandang pasien hanya sebagai objek.

Dokter
melakukan
prosedur
dengan benar

7)

Mengobati secara tidak proporsional.

Tidak dibahas
dalam scenario

8)

Tidak mencegah pasien dari bahaya.

Dokter
mencegah
pasien dari
bahaya akan
penyakit yang
bisa bertambah

parah
9)

Menghindari misrepresentasi dari pasien.

Dr. Bogel
menjelaskan
semua kepada
keluarganya

10) Tidak membahayakan kehidupan pasien karena


kelalaian.

Tidak
disinggung
dalam scenario

11) Tidak memberikan semangat hidup

Tidak
disinggung
dalam scenario

12) Tidak melindungi dari seragam

Tidak
disinggung
dalam scenario

13) Tidak melakukan white collar, dalam bidang


kesehatan / kerumah sakit yang merugikan pihak pasien
dan keluarganya

Tidak dijelaskan
langsung dalam
scenario

KAIDAH DASAR BIOETIK 3


( OTONOMI PASIEN DALAM BERBAGAI SITUASI )
AUTONOMI
KRITERIA

AD
A

TIDAK
ADA

Analisa

1)
Menghargai hak menenukan nasib sendiri,
menghargai martabat pasien.

Dr. Bogel lebih


mementingkan
kondisi kesehatan
pasien

2)
Tidak mengintervensi pasien dalam
membuat keputusan ( pada kondisi elektif)

Tidak disinggung
dalam scenario

3)

Berterus terang.

Dr. Bogel berterus


terang kepada
keluarga mengenai
penyakit Andika

4)

Menghargai privasi.

Tidak ada dalam


skenario

5)

Menjaga rahasia pasien.

Tidak ada dalam

skenario
6)

Menghargai rasionalitas pasien.

7)

Melaksanakan informed consent.

Tidak ada dalam


skenario
Dr. Bogel memberikan
pejelasan mengenai
diagnose penyakit
dan keputusan
pemeriksaan kepada
keluarga Andika

8)
Membiarkan pasien dewasa dan kompeten
mengambil keputusan sendiri.

Tidak ada dalam


skenario

9)
Tidak mengintervensi atau menghalangi
autonomi pasien.

Dokter mengikuti
aturan pemeriksaan
rumah sakit sesuai
dengan standar
kebutuhan AKPOL

10) Mencegah pihak lain mengintervensi pasien


dalam membuat keputusan, termasuk keluarga
pasien sendiri.

Tidak ada dalam


skenario

11) Sabar menunggu keputusan yang akan


diambil pasien pada kasus non emergensi.

Tidak ada dalam


skenario

12) Tidak berbohong ke pasien meskipun demi


kebaikan pasien.

Dr. Bogel
menjelaskan dengan
jujur mengenai
penyakit dan hasil
pemeriksaan

13) Menjaga hubungan ( kontrak ).

Tidak dijelaskan
dalam skenario

KAIDAH DASAR BIOETIK 4


( PRINSIP KEADILAN DALAM KONTEKS HUBUNGAN DOKTER - PASIEN )
JUSTICE
KRITERIA

ADA

TIDAK
ADA

Analisa

1)
Memberlakukan segala
sesuatu secara universal.

Tidak disinggung dalam


scenario

2)
Mengambil porsi terakhir dari
proses membagi yang telah ia

Tidak disinggung dalam


scenario

lakukan.
3)
Memberi kesempatan yang
sama terhadap pribadi dalam
posisi yang sama.

Tidak disinggung dalam


scenario

4)
Menghargai hak sehat pasien
( affordability, equality,
accessibility, and quality.

Tidak disinggung dalam


scenario

5)
Menghargai hak hukum
pasien.

Tidak disinggung dalam


scenario

6)

Menghargai hak orang lain.

7)
Menjaga kelompok yang
rentan ( yang paling dirugikan)

Dr. Bogel melakukan


informed consent
kepada Andika dan
keluarga

Tidak disinggung dalam


scenario

8)
Tidak melakukan
penyalahgunaan.

Dokter melaksanakan
semua prosedur dengan
benar

9)

Dr. Bogel mengambil


keputusan dengan
mempertahankan
beneficence

Bijak dalam makro alokasi.

10) Memberikan kontribusi yang


relative sama dengan kebutuhan
pasien.

Tidak disinggung dalam


scenario

11) Meminta partisipasi pasien


sesuai dengan kemampuannya.

Tidak disinggung dalam


scenario

12) Kewajiban mendistribusikan


keuntungan dan kerugian ( biaya,
beban, dan sanksi ) secara adil.

Tidak disinggung dalam


scenario

13) Mengembalikan hak kepada


pemiliknya pada saat tepat dan
kompeten.

Tidak disinggung dalam


scenario

14) Tidak memberi beban berat


secara tidak merata tanpa alasan
sah/ tepat.

Tidak disinggung dalam


scenario

15) Menghormati hak populasi


yang sama-sama rentan penyakit /

Selain demi
kesembuhan Andika

gangguan kesehatan.

dokter juga mencegah


agar penyakit tersebut
tidak menular kepada
calon taruna lain

16) Tidak membedakan pelayanan


pasien atas dasar SARA, status
social, dan lain-lain.

Tidak disinggung dalam


scenario

DINAMIKA KEPUTUSAN KLINIS YANG ETIS ( KONSEP PRIMA FACIE )


General benefit result, most of people

Elective educated, bread winner,


mature person

vulnerable, emergency, life saving


minor

>1 person, others similarity,


community/socials rights

DAFTAR TILIK PERTANYAAN ETIKA KLINIK JONSENS, SIEGLER DAN


WINSLIDE
MEDICAL INDICATION
No.

PERTANYAAN ETIK

ANALISA

1.

Apakah masalah medis pasien? Riwayat?


Diagnosis? Prognosis?

Atas diagnosis dokter, pasien


menderita penyakit
Tuberkulosis / TB

2.

Apakah masalah tersebut akut ? Kronik ?


Kritis ? Gawat darurat ? Masih dapat
disembuhkan ?

Penyakit tersebut dalam


keadaan kritis

3.

Apakah tujuan akhir pengobatannya ?

Untuk kesembuhan dan


keselamatan pasien

Berapa besar kemungkinan


keberhasilannya ?

Adakah rencana lain bila terapi gagal ?

Sebagai tambahan, bagaimana pasien ini


diuntungkan dengan perawatan medis,
dan bagaimana kerugian dari pengobatan
dapat dihindari ?

Quality of life
No.

Pertanyaan Etik

Analisa

1.

Bagaimana prospek, dengan atau tanpa


pengobatan untuk kembali ke kehidupan
normal?

2.

Apakah gangguan fisik, mental, social


yang pasien alami bila pengobatannya
berhasil?

3.

Apakah ada prasangka yang mungkin


menimbulkan kecurigaan terhadap
evaluasi pemberi pelayanan terhadap
kualitas hidup pasien ?

4.

Bagaimana kondisi pasien sekarang atau


masa depan, apakah kehidupan pasien
selanjutnya dapat dinilai seperti yang
diharapakan ?

5.

Apakah ada rencana alasan rasional untuk


pengobatan selanjutnya ?

6.

Apakah ada rencana untuk kenyamanan


dan perawatan paliatif ?

Patient preferences
No.

Pertanyaan Etik

Analisa

1.

Apakah pasien secara mental mampu dan


kompeten secara legal ? apakah ada
keadaan yang menimbulkan
ketidakmampuan ?

2.

Bila berkompeten, apa yang pasien


katakan mengenai pilihan
pengobatannya ?

3.

Apakah pasien telah diinformasikan


mengenai keuntungan dan risikonya,
mengerti atau tidak terhadap informasi
yang diberikan dan memberikan
persetujuan?

Dokter menjelaskan tentang


penyakit yang diderita pasien,
serta baik dan buruk yang
akan terjadi

4.

Bila tidak berkompeten, siapa yang pantas


menggantikanya apakah orang yang
berkompeten tersebut menggunakan
standar yang sesuai dalam pengambilan
keputusan ?

5.

Apakah pasien tersebut telah


menunjukkan sesuatu yang lebih
disukainya ?

6.

Apakah pasien tidak berkeinginan / tidak


mampu untuk bekerja sama dengan
pengobatan yang diberikan ? kalau iya,
kenapa ?

Tidak, sebab pasien dan


keluarganya kecewa terhadap
keputusan dokter

7.

Sebagai tambahan, apakah hak pasien


untuk memilih untuk dihormati tanpa
memandang etnis dan agama?

Ya, karena dokter memberikan


hak pasien dengan
memberikan penjelasan
terhadap penyakitnya

Contextual features
No.

Pertanyaan Etik

Analisa

1.

Apakah ada masalah keluarga yang


mungkin pengambilan keputusan
pengobatan?

2.

Apakah ada masalah sumber data ( klinisi


dan perawat ) yang mungkin
mempengaruhi pengambilan keputusan
pengobatan?

3.

Apakah ada masalah factor keuangan dan


ekonomi?

4.

Apakah ada factor religious dan budaya?

5.

Apakah ada batasan kepercayaan?

6.

Apakah ada masalah alokasi sumber


daya?

7.

Bagaiamana hukum mempengaruhi


pengambilan keputusan pengobatan?

8.

Apakah penelitian klinik atau

pembelajaran terlibat?
9.

Apakah konflik kepentingan didalam


bagian pengambilan keputusan didalam
suatu institusi?

Daftar Tilik prinsip etika dasar islam


No.

PRINSIP ETIKA

ANALISIS

1.

Prinsip niat / intention


(qaidat al qasd)

Dapat kita lihat di skenario, dokter Bogel


melaksanakan tugas profesi dengan benar dan
dokter mengutamakan keselamatan pasien dan
orang lain

2.

Prinsip kepastian /
Certainty (qaidat al
yaqeen)

Secara teori dokter yakin bahwa penyakit TB


dapat menular kepada orang lain

3.

Prinsip kerugian / Harm


(qaidat al dharar)

Kerugian bagi Andika karena tidak dapat lulus


dalam tes kesehatan penerimaan POLISI

4.

Prinsip kesukaran/
difficulty (qaidat al
mashaqqat)

Dokter mengalami dilema saat pengambilan


keputusan dengan dihadapkan masalah profesi
dan keluarga

5.

Prinsip kebiasaan /
Custom (qaidat al aadat)

TABEL INDUK

No
.

Masalah

KDB/EKJ/EDI

Kriteria

Analisa

1.

dr. Bogel
mengutamakan
kesehatan dan
keselamatan Andika
serta calon taruna
lain atau tetap
membiarkan Andika
lulus demi
tercapainya cita
cita Andika dan
menjaga hubungan
keluarganya.

Autonomi

A3, dan A7

Beneficence

Nonmaleficence

Justice

Patient
preferences

B2,B3,B4,B5,B6,B7,B
9,B16

N2,N4,N5,N6,N9

J6,J8,J9,J15

Dokter Bogel
mengutamakan kesehatan
dan kesembuhan Andika,
serta menghindari adanya
penularan penyakit
terhadap taruna POLISI
lainnya, dari pada tetap
membiarkan Andika lulus
yang nantinya justru akan
merugikan banyak pihak,
sehingga dokter memilih
keputusan yang terbaik
dan benar.
( beneficence )

3,6,7

Dalam etika kedokteran islam tercantum nilai-nilai bahwa Quran dan Hadits adalah
sumber segala macam etika yang dibutuhkan untuk mencapai hidup bahagia dunia
akhirat. Etika kedokteran mengatur kehidupan, tingkah laku seorang dokter dalam
mengabdikan dirinya terhadap manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika
kedokteran islam terkumpul dalam Kode Etik Kedokteran Islam yang bernama
Thibbun Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter
dengan rekannya.

Perspektif Islam (etika islam)

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya (QS. Al-Maidah (5): 2)

Dari Abu Said, Saad bin Sinan Al Khudri radhiallahuanhu, sesungguhnya


Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda : Tidak boleh melakukan
perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah).


Itulah fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu.
( Ar-Rum (30): 30)

PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam scenario diatas, dokter dihadapkan atas dua kondisi yang sangat rumit,
dalam hal ini pengambilan keputusan klinis yang etis ( konsep prima facia ) dengan
memperhatikan prinsip beneficence, autonomy, non maleficence, dan justice.
Dilema etisnya yaitu apakah dokter harus membiarkan Andika ( sebagai calon
taruna ) dan merupakan keluarga dekatnya lulus tes kesehatan, demi memenuhi
permintaan keluarga dan demi cita cita Andika, atau dokter tidak meluluskan
andika dengan berbagai pertimbngan beneficence, yaitu dokter menjaga agar
penyakit andika tidak bertambah parah dan dokter menghindari agar tidak terjadi
penularan yang dapat merugikan banyak pihak dalam hal ini yaitu penularan
kepada taruna kepolisian lainnya, sikap para dokter pasti berbeda, namun dengan
melihat pertimbangan PRIMA FACIE, langkah atau keputusan yang diambil oleh
dokter Bogel itu sudah sangat benar, dan sesuai dengan prosedur, yaitu dengan
mengutamakan lebih banyak kebaikan dari pada keburukannya ( beneficence ).

KASUS 4
OLEH :
FIFIT ERVITA HASIRUDDIN
K1A1 11 007

PROGRAM STUDI PEND. DOKTER


UNIVERSITAS HALUOLEO
2012

A. SKENARIO
SELEKSI PENERIMAAN INSTITUD PEMERINTAHAN DALAM NEGERI (IPDN)

Kasus dilema etik yang saya temui adalah pada saat seleksi penerimaan mahasiswa
baru di institud pemerintahan dalam negeri (IPDN). Tempat pelaksanaan tes
dilaksanakan di Rumah Sakit Korem. Dr Z merupakan salah satu dokter yang
ditunjuk sebagai panitia pelaksana dibagian spesialis interna. Pada hari
pemeriksaan pertama dr. Z memeriksa pasien calon peserta yang bernama Fatur
Rahman yang merupakan kemenekan dari dr. Z, setelah diperiksa ternyata Fatur
menderita penyakit Tuberkulosis / TB, dr. Z mengalami kesulitan dalam mengambil
keputusan . ia dihadapkan oleh dua pilihan yaitu menjunjung tinggi amanah yang
diberikan kepadanya sebagai panitia penyeleksi atau amanh yang diberikan oleh
keluarganya atas kelulusan keponakannya tersebut yang dititipkan kepadanya .
Dr. Z kemudian memilih untuk tidak meluluskannya dengan alasan selain sebagai
tuntutan profesinya sebagai panitia pelaksana, dr. Z juga mementingkan
keselamatan keponakannya tersebut, sebab apabila diluluskan itu akan sangat
berbahaya bagi kondisi keselamatannya, sebab stamina dan daya tahan tubuh fatur
sangat kurang, hal ini tentu berbahaya, mengingat bahwa ini merupakan tes yang
nantinya akan banyak menggunakan fisik, dan juga dr. Z tidak ingin penyakit
tersebut menular diantara peserta yang basis pendidikannya adalah asrama.
Meskipun dokter sudah menjelaskan semua kepada keluarganya, dan meminta agar
melakukan pengobatan kepada Fatur, namun keluarga sangat kecewa dengan
keputusan dr. Z.

B. PERTANYAAN
1.

Rumuskan dilema etik sentral pada kasus ini

2.
Dari kasus yang ada , cobalah anda analisis berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik,
Prima fascia, dan Etika Klinik Jonsen Siegler. (gunakan table criteria KDB dan
pertanyaan etik Klinik Jonsen S)
3.
Bagaimana anda melihat kasus ini jika kita melihatnya dalam perspektif Islam
(etika islam)

C. KATA SULIT DALAM SKENARIO


Tuberkulosis / TB : adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan dapat menular
melalui udara yang tercemar. Organ tubuh yang paling sering terkena adalah paru paru.

D. KALIMAT KUNCI
1.

Dr. Z sebagai panitia seleksi penerimaan taruna IPDN

2.

Fatur Rahman merupakan keluarga dekat dr. Z

3.
4.

Tuntutan profesi dr. Z


Kekecewaan keluarga Fatur Rahman terhadap dr. Z

E. PEMBAHASAN
1.

Dilema Central
dr. Z mengutamakan kesehatan dan keselamatan Fatur serta calon

taruna lain atau tetap membiarkan Fatur lulus demi tercapainya cita cita Fatur. dr.
Z tetap menjalankan aturan penerimaan taruna atau mengutamakan hubungan
kekeluargaan.

2.

Analisis berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik (KDB)

A. BENEFICENCE
Yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan keuntungan tersebut
dengan resiko dan biaya. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar
daripada sisi buruknya (mudharat).

KRITERIA

ADA

TIDAK ADA

Analisa

1)
Mengutamakan altruism yaitu
menolong tanpa pamrih, rela
berkorban untuk kepentingan orang
lain.

Dr. Z tidak
membantu
permintaan
keluarganya

2) Menjamin nilai pokok harkat dan


martabat manusia.

dr. Z tidak
meluluskan Fatur
demi kebaikan
Fatur dan calon
Taruna lain yang
nantinya tingal di
asrama

3)
Memandang pasien /
keluarga / sesuatu tak hanya
sejauh menguntungkan dokter.

dr. Z tidak
memanfaatkan
kekurangan Fatur
unuk memperoleh
keuntungan,
namun semata
mata untuk
kebaikan

4)
Mengusahakan agar
kebaikan / manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan
keburukannya.

dr. Z tidak
meluluskan Fatur
dengan berbagai
pertimbangan
kebaikan

5)
Paternalism bertanggung
jawab / berkasih sayang .

Dr. Z memegang
kendali, dan peduli
terhadap
kesehatan orang
lain.

6)

dr. z tidak
membiarkan Fatur
yang sedang sakit
untuk mengikuti
pendidikan militer

Menjamin kehidupan-ba

ik-minimal manusia.

7)

Pembatasan goal-based.

dr. Z menjalankan
prosedur
kedokteran dengan
baik dan benar

8)
Maksimalisasi pemuasan
kebahagiaan / preferensi pasien.

9)

Minimalisasi akibat buruk.

10) Kewajiban menolong pasien


gawat-darurat.

Tidak disinggung
dalam scenario

11) Menghargai hak-hak pasien


secara keseluruhan.

Tidak disinggung
dalam scenario

12) Tidak menarik honorarium


diluar kepantasan.

Tidak disinggung
dalam scenario

Tidak dijelaskan
dalam scenario
dr. Z khawatir jika
Fatur diluluskan
malah akan
membuat masalah
baru, yang
membahayakan
orang banyak

13) Maksimalisasi kepuasan


tertinggi secara keseluruhan.

dr. Z lebih
mengutamakan
baik dan buruknya,
bukan tentang
kepuasan pasien

14) Mengembangkan profesi


secara terus-menerus.

Tidak di singgung
dalam scenario

15) Memberikan obat berkhasiat


namun murah.

Tidak di singgung
dalam scenario

16)menerapkan Golden Rule


Principle.

Dr. Z menjalankan
tugasnya sebagai
panitia penerimaan
calon taruna IPDN
dengan benar

Kesimpulan : dari daftar tilik pada criteria beneficience yang memenuhi dapat
disimpulkan bahwa dr.Z berusaha untuk melakukan yang terbaik pada pasien
(merupakan keluarga dokter) dengan tidak menutup-nutupi penyakit calon taruna
yang merupakan keluarga dr. Z, karena apabila ditutu-tutupi akan membahayakan
fatur sendiri dan juga calon taruna yang lain .

B. NONMALEFICENCE
Yaitu prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang
tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum
non nocereatauabout all do no harm.

KRITERIA

ADA

TIDAK ADA

Analisa

1)

Tidak
disinggung
scenario

Menolong pasien emergensi.

2)
Kodisi untuk menggambarkan criteria ini
adalah : pasien dalam amat bernahaya atau
berisiko hilangnya sesuatu yang penting
(gawat), dokter sanggup mencegah bahaya
atau kehilangan tersebut, tindakan kedokteran
tersebut terbukti efektif, manfaat bagi pasien
kerugian dokter atau hanya mengalami risiko
minimal.
3)

Mengobati pasien yang luka.

Dengan tidak
meluluskan
Fatur, dokter
sudah
meminimalka
n akibat yang
lebih buruk

4)
Tidak membunuh pasien (tidak melakukan
euthanasia).

Tidak
disinggung
dalam
scenario
Jelas dalam
scenario

5)
Tidak menghina/ mencaci maki,
memanfaatkan pasien.

Dokter
menghargai
pasien
sebagai
keluarga

6)
Tidak memandang pasien hanya sebagai
objek.

Dokter
melakukan
prosedur
dengan benar

7)

Mengobati secara tidak proporsional.

8)

Tidak mencegah pasien dari bahaya.

Tidak
dibahas
dalam
scenario
Dokter
mencegah
pasien dari
bahaya akan
penyakit
yang bisa
bertambah
parah

9)

Menghindari misrepresentasi dari pasien.

Dr. Z
menjelaskan
semua
kepada
keluarganya

10) Tidak membahayakan kehidupan pasien


karena kelalaian.

Tidak
disinggung
dalam
scenario

11) Tidak memberikan semangat hidup

Tidak
disinggung
dalam
scenario

12) Tidak melindungi dari seragam

Tidak
disinggung
dalam
scenario

13) Tidak melakukan white collar, dalam


bidang kesehatan / kerumah sakit yang
merugikan pihak pasien dan keluarganya

Tidak
dijelaskan
langsung
dalam
scenario

Kesimpulan : dari hasil daftar tilik pada kritesia, dr.Z telah melakukan prosedur
pemeriksaan pada fatur dan tetap sesuai dengan aturan dan tidak memandang
pasien hanya sebagai objek yaitu dengan tidak meloloskan Fatur karena penyakit
yang di deritanya .

C. AUTONOMI

Otonomi adalah prinsip yang mengakui hak setiap pribadi untuk memutuskan
sendiri mengenai masalah kesehatannya. Otonom merupakan bentuk kebebasan
bertindak dimana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang
ditentukannya sendiri. Otonomi dapat dikatakan merupakan hak atas perlindungan
privacy. Dalam hubungan dokter dengan pasien ada otonomi klinis atau kebebasan
professional dari dokter dan kebebasan terepeutik atau kebebasan diagnostik dari
pasien. Kebebasan profesional adalah hak dokter untuk menyarankan tindakan
terbaik bagi penyakitnya berdasarkan ilmu, keterampilan pengalaman dokter
tersebut. Sedangkan kebebasan terapeutik adalah hak pasien untuk memutuskan
terbaik bagi dirinya dari sejumlah alternatif tindakan yang mungkin dilakukan
setelah mendapatkan informasi yang selngkap-lengkapnya. Informasi meliputi

tindakan yang akan dilakukan, maupun untung rugi dan risikonya, sehingga pasien
atau keluarganya dapat memberikan informed consent atau informed refusal.
Informed consent diperlukan sebagai suatu prinsip moral rasa hormat terhadap
manusia dan kepentingannya sebagai prinsip otonomi. Yang dimaksud informed
consent adalah persetujuan yang diberiakan oleh pasien atau walinya yang berhak
kepada dokter untuk melakukan tindakan medis terhadap pasien sesudah pasien
atau wali itu memperoleh informasi lengkap dan memahami tindakan itu.

KRITERIA

ADA

TIDAK
ADA

1)
Menghargai hak
menenukan nasib sendiri,
menghargai martabat pasien.
2)
Tidak mengintervensi
pasien dalam membuat
keputusan ( pada kondisi elektif)

Analisa
Dr. Z lebih mementingkan
kondisi kesehatan pasien

Tidak disinggung dalam


scenario

3)

Berterus terang.

Dr. Z berterus terang


kepada keluarga
mengenai penyakit Fatur

4)

Menghargai privasi.

Tidak ada dalam scenario

5)

Menjaga rahasia pasien.

Tidak ada dalam scenario

6)
Menghargai rasionalitas
pasien.

Tidak ada dalam scenario

7)
Melaksanakan informed
consent.

Dr. Z memberikan
pejelasan mengenai
diagnose penyakit dan
keputusan pemeriksaan
kepada keluarga Fatur

8)
Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil
keputusan sendiri.

9)
Tidak mengintervensi atau
menghalangi autonomi pasien.

10) Mencegah pihak lain


mengintervensi pasien dalam
membuat keputusan, termasuk

Tidak ada dalam scenario

Dokter mengikuti aturan


pemeriksaan rumah sakit
sesuai dengan standar
kebutuhan IPDN
-

Tidak ada dalam scenario

keluarga pasien sendiri.


11) Sabar menunggu keputusan
yang akan diambil pasien pada
kasus non emergensi.

12) Tidak berbohong ke pasien


meskipun demi kebaikan pasien.
13) Menjaga hubungan
( kontrak ).

Tidak ada dalam scenario

Dr. Z menjelaskan dengan


jujur mengenai penyakit
dan hasil pemeriksaan

Tidak dijelaskan dalam


scenario

Kesimpulan :
dr. Z melakukan inform consent dan berterus terang tentang apa
yang di alami oleh pasien, beserta baik buruknya .

D. JUSTICE
Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dalam keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya (ditributive justice) atau
pendistribusian dari keuntungan, biaya dan resiko secara adil. Memberi perlakuan
sama untuk setiap orang seperti memberi sumbangan relatif sama terhadap
kebahagiaan dan menunut pengorbanan relatif sama, yang diukur sesuai dengan
kemanpuan mereka.

KRITERIA

ADA

TIDAK
ADA

Analisa

1)
Memberlakukan segala
sesuatu secara universal.

Dr.z tidak melakukan


nepotisme pada calon
taruna yang merupakan
keluarganya

2)
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia
lakukan.

Tidak disinggung dalam


scenario

3)
Memberi kesempatan yang
sama terhadap pribadi dalam
posisi yang sama.

Tidak disinggung dalam


scenario

4)
Menghargai hak sehat pasien ( affordability, equality,
accessibility, and quality.

Tidak disinggung dalam


scenario

5)
Menghargai hak hukum
pasien.

Tidak disinggung dalam


scenario

6)

Menghargai hak orang lain.

Dr. Z melakukan informed


consent kepada Fatur dan
keluarga

7)
Menjaga kelompok yang
rentan ( yang paling dirugikan)

Dr.Z menjaga peserta


kelompok taruna yang lain
agar tidak tertular
penyekit yg di derita oleh
taruna yang merupakan
keluarganya dengan tidak
meloloskannya .

8)
Tidak melakukan
penyalahgunaan.

Dokter melaksanakan
semua prosedur dengan
benar

9)

Dr. Z mengambil
keputusan dengan
mempertahankan
beneficence

Bijak dalam makro alokasi.

10) Memberikan kontribusi yang


relative sama dengan kebutuhan
pasien.

Tidak disinggung dalam


scenario

11) Meminta partisipasi pasien


sesuai dengan kemampuannya.

Tidak disinggung dalam


scenario

12) Kewajiban mendistribusikan


keuntungan dan kerugian ( biaya,
beban, dan sanksi ) secara adil.

Tidak disinggung dalam


scenario

13) Mengembalikan hak kepada


pemiliknya pada saat tepat dan
kompeten.

Tidak disinggung dalam


scenario

14) Tidak memberi beban berat


secara tidak merata tanpa alasan
sah/ tepat.

Tidak disinggung dalam


scenario

15) Menghormati hak populasi


yang sama-sama rentan penyakit /
gangguan kesehatan.

16) Tidak membedakan pelayanan


pasien atas dasar SARA, status
social, dan lain-lain.

Selain demi kesembuhan


Fatur dokter juga
mencegah agar penyakit
tersebut tidak menular
kepada calon taruna lain
Tidak disinggung dalam
scenario

kesimpulan :
dr. Z berusaha untuk menegakkan keadilan dengan tidak meluluskan fatur karena
memang pada dasarnya Fatur tidak ememnuhi syarat untuk lulus. Dan juga keadilan
bagi calon taruna lain untuk tidak tertular penyakit dari Fatur karena telah
diluluskan .

DINAMIKA KEPUTUSAN KLINIS YANG ETIS ( KONSEP PRIMA FACIE )


General benefit result, most of
people

Elective educated, bread winner,


mature person

vulnerable, emergency, life saving


minor

>1 person, others similarity,


community/socials rights

DAFTAR TILIK PERTANYAAN ETIKA KLINIK JONSENS, SIEGLER DAN


WINSLIDE
MEDICAL INDICATION
No. PERTANYAAN ETIK

ANALISA

1.

Apakah masalah medis pasien? Riwayat? Atas diagnosis dokter, pasien


Diagnosis? Prognosis?
menderita penyakit
Tuberkulosis / TB

2.

Apakah masalah tersebut akut ? Kronik ? Penyakit tersebut dalam


Kritis ? Gawat darurat ? Masih dapat
keadaan kritis
disembuhkan ?

3.

Apakah tujuan akhir pengobatannya ?

Untuk kesembuhan dan


keselamatan pasien

Berapa besar kemungkinan

keberhasilannya ?
5

Adakah rencana lain bila terapi gagal ?

Sebagai tambahan, bagaimana pasien


ini diuntungkan dengan perawatan
medis, dan bagaimana kerugian dari
pengobatan dapat dihindari ?

Quality of life
No. Pertanyaan Etik

Analisa

1.

Bagaimana prospek, dengan atau tanpa pengobatan untuk kembali ke kehidupan


normal?

2.

Apakah gangguan fisik, mental, social


yang pasien alami bila pengobatannya
berhasil?

3.

Apakah ada prasangka yang mungkin


menimbulkan kecurigaan terhadap
evaluasi pemberi pelayanan terhadap
kualitas hidup pasien ?

4.

Bagaimana kondisi pasien sekarang atau masa depan, apakah kehidupan pasien
selanjutnya dapat dinilai seperti yang
diharapakan ?

5.

Apakah ada rencana alasan rasional


untuk pengobatan selanjutnya ?

6.

Apakah ada rencana untuk kenyamanan dan perawatan paliatif ?

Patient preferences
No. Pertanyaan Etik
1.

Analisa

Apakah pasien secara mental mampu


dan kompeten secara legal ? apakah ada
keadaan yang menimbulkan
ketidakmampuan ?

2.

Bila berkompeten, apa yang pasien


katakan mengenai pilihan
pengobatannya ?

3.

Apakah pasien telah diinformasikan


mengenai keuntungan dan risikonya,
mengerti atau tidak terhadap informasi
yang diberikan dan memberikan
persetujuan?

Dokter menjelaskan tentang


penyakit yang diderita pasien,
serta baik dan buruk yang
akan terjadi

4.

Bila tidak berkompeten, siapa yang


pantas menggantikanya apakah orang
yang berkompeten tersebut
menggunakan standar yang sesuai
dalam pengambilan keputusan ?

5.

Apakah pasien tersebut telah


menunjukkan sesuatu yang lebih
disukainya ?

6.

Apakah pasien tidak berkeinginan / tidak Tidak, sebab pasien dan


mampu untuk bekerja sama dengan
keluarganya kecewa terhadap
pengobatan yang diberikan ? kalau iya, keputusan dokter
kenapa ?

7.

Sebagai tambahan, apakah hak pasien


untuk memilih untuk dihormati tanpa
memandang etnis dan agama?

Ya, karena dokter memberikan


hak pasien dengan
memberikan penjelasan
terhadap penyakitnya

Contextual features
No. Pertanyaan Etik

Analisa

1.

Apakah ada masalah keluarga yang


mungkin pengambilan keputusan
pengobatan?

2.

Apakah ada masalah sumber data


( klinisi dan perawat ) yang mungkin
mempengaruhi pengambilan keputusan
pengobatan?

3.

Apakah ada masalah factor keuangan


dan ekonomi?

4.

Apakah ada factor religious dan budaya?

5.

Apakah ada batasan kepercayaan?

6.

Apakah ada masalah alokasi sumber


daya?

7.

Bagaiamana hukum mempengaruhi


pengambilan keputusan pengobatan?

8.

Apakah penelitian klinik atau


pembelajaran terlibat?

9.

Apakah konflik kepentingan didalam


bagian pengambilan keputusan didalam
suatu institusi?

Daftar Tilik prinsip etika dasar islam


No. PRINSIP ETIKA

ANALISIS

1.

Prinsip niat / intention


(qaidat al qasd)

Dapat kita lihat di skenario, dokter Z


melaksanakan tugas profesi dengan benar
dan dokter mengutamakan keselamatan
pasien dan orang lain

2.

Prinsip kepastian /
Certainty (qaidat al
yaqeen)

Secara teori dokter yakin bahwa penyakit TB


dapat menular kepada orang lain

3.

Prinsip kerugian / Harm


(qaidat al dharar)

Kerugian bagi Fatur karena tidak dapat lulus


dalam tes kesehatan penerimaan IPDN

4.

Prinsip kesukaran/
difficulty (qaidat al
mashaqqat)

Dokter mengalami dilema saat pengambilan


keputusan dengan dihadapkan masalah
profesi dan keluarga

5.

Prinsip kebiasaan /
Custom (qaidat al aadat)

TABEL INDUK

No.

Masalah

KDB/EKJ/EDI

Kriteria

Analisa

1.

dr. Z
Autonomi
A3, dan A7
mengutamakan
kesehatan dan
keselamatan fatur Beneficence
serta calon taruna
B2,B3,B4,B5,B6,B7,B9,B1
lain atau tetap
6
membiarkan fatur
lulus demi
tercapainya cita Nonmaleficenc
e
cita Fatur dan
menjaga
N2,N4,N5,N6,N9
hubungan
keluarganya.
Justice

Patient
preferences

J6,J8,J9,J15

Dr. Z mengutamakan
kesehatan dan
kesembuhan fatur,
serta menghindari
adanya penularan
penyakit terhadap
taruna IPDN lainnya,
dari pada tetap
membiarkan Fatur
lulus yang nantinya
justru akan
merugikan banyak
pihak, sehingga
dokter memilih
keputusan yang
terbaik dan benar.
( beneficence )

3,6,7

Dalam etika kedokteran islam tercantum nilai-nilai bahwa Quran dan Hadits adalah
sumber segala macam etika yang dibutuhkan untuk mencapai hidup bahagia dunia
akhirat. Etika kedokteran mengatur kehidupan, tingkah laku seorang dokter dalam
mengabdikan dirinya terhadap manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika
kedokteran islam terkumpul dalam Kode Etik Kedokteran Islam yang bernama
Thibbun Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter
dengan rekannya.

3.

Analisa kasus dalam Perspektif Islam (etika islam)

v Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Maidah (5):
2)





Analisa : dalam ayat kita diperintahkan untuk tolong menolong dalam kebajikan .
bukandalam melakukan dosa . tindakan oleh dokter pada kasus sudahlah baik,
karena ia tetap melakukan sesuai dengan prosedur, tidak meoloskan peserta taruna
yang merupakan anggota keluarganya yang telah nyata tidak memnuhi syarat .

v Dari Abu Said, Saad bin Sinan Al Khudri radhiallahuanhu, sesungguhnya


Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda : Tidak boleh melakukan
perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain

Analisa ; bila dikaitkan dengan scenario, yang dilakukan oleh dr. Z adalah benar, ia
tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain atau orang banyak.
Yaitu dengan tidak meloloskan fatur yang mengidap penyakit TBC berarti telah
menyelamatkan calon taruna lain dari tularan penyakit fatur .

v Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Itulah fithrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. ( Ar-Rum (30): 30)

Analisa : dalam ayat ini kita diperinyahkan untuk bertindak sesuai dengan tuntunan
Allah, tidak melakukan hal-hal yang melanggar dalam artian ini meloloskan peserta
atas unsure kekluargaan (nepotisme)

PENUTUP
KESIMPULAN

Dalam scenario diatas, dokter dihadapkan atas dua kondisi yang sangat rumit,
dalam hal ini pengambilan keputusan klinis yang etis ( konsep prima facia ) dengan

memperhatikan prinsip beneficence, autonomy, non maleficence, dan justice.


Dilema etisnya yaitu apakah dokter harus membiarkan Fatur ( sebagai calon
taruna ) dan merupakan keluarga dekatnya lulus tes kesehatan, demi memenuhi
permintaan keluarga dan demi cita cita Fatur, atau dokter tidak meluluskan Fatur
dengan berbagai pertimbngan beneficence, yaitu dokter menjaga agar penyakit
Fatur tidak bertambah parah dan dokter menghindari agar tidak terjadi penularan
yang dapat merugikan banyak pihak dalam hal ini yaitu penularan kepada taruna
kepolisian lainnya, sikap para dokter pasti berbeda, namun dengan melihat
pertimbangan PRIMA FACIE, langkah atau keputusan yang diambil oleh dokter Z itu
sudah sangat benar, dan sesuai dengan prosedur, yaitu dengan mengutamakan
lebih banyak kebaikan dari pada keburukannya ( beneficence ).

Daftar Pustaka

Andi Mappaware, Nasrudin.2009.Bioetika Hukum Kedokteran Dan Hak Asasi


Manusia.
Makassar.
Depertemen agama RI. 2008. Al-Quran dan Terjemahannya.Bandung:Al
hikmah.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta :
EGC.
Hamdani, Njowito. 1992. Ilmu Kedokteran Kehakiman Edisi Kedua. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai