Anda di halaman 1dari 10

CONTOH KASUS KEPERAWATAN DASAR

KELOMPOK 1

VHINOLIA PERMATA BAMBA (R011191006)

HIKMA YANTI AMELIA ISHAQ (R011191012)

SELVIANI RAHMASARI (R011191014)

HANIFAH SYADZA ALIYAH (R011191032)

ERNI YUSNITHA (R011191034)

ANDI ZHAFIRAH HAMID (R011191036)

RACHMAT FAJAR (R011191086)

ALIFIA ISMA RACHMINI (R011191092)

KHASATUN PRASASTI SAPUTRI (R011191118)

EGI TRISNAYANTI PUTRI (R011191122)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
CONTOH KASUS

Kasus I

Tn. C berusia 40 tahun. Seeorang yang menginginkan untuk dapat mengakhiri hidupnya

(Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis).

Ketika Tn. C mengalami henti jantung, dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya.

Hal ini dilakukan oleh pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam

penanganan pasien di rumah sakit tersebut.

Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong. Namun keluarga

menuntut atas tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk kepentingan hak

meninggal klien. Saat ini klien mengalami koma. Rumah sakit akhirnya menyerahkan kepada

pengadilan untuk kasus hak meninggal klien tersebut.

Tiga orang perawat mendiskusikan kejadian tersebut dengan memperhatikan antara

keinginan/hak meninggal Tn. C dengan moral dan tugas legal untuk mempertahankan kehidupan

setiap pasien yang diterapkan dirumah sakit.

Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang memilih untuk mati.

Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf yang berada dirumah sakit tidak mempunyai

hak menjadi seorang pembunuh. Perawat C mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan

adalah dokter.

Untuk kasus yang diatas perawat manakah yang benar dan apa landasan moralnya?
PEMBAHASAN KASUS I

1. Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar

Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar yang terkait dengan kasus eutanasia

meliputi orang yang terlibat klien, keluarga klien, dokter, dan tiga orang perawat dengan

pendapat yang berbeda yaitu perawat A, B dan C. Tindakan yang diusulkan yaitu perawat A

mendukung keputusan tuan C memilih untuk mati dengan maksud mengurangi penderitaan

tuan C, perawat B tidak menyetujui untuk melakukan eutanasia karena tidak sesui dengan

kebijakan rumah sakit. Dan perawat C mengatakan yang berhak memutuskan adalah dokter.

2. Mengidentifikasi munculnya konflik

Penderitaan tuan C dengan kebutaan akibat diabetik, menjalani dialisis dan dalam

kondisi koma menyebabkan keluarga juga menyetujui permintaan tuan C untuk dilakukan

tindakan eutanasia. Konflik yang terjadi adalah pertama, eutanasia akan melanggar peraturan

rumah sakit yang menyatakan kehidupan harus disokong, kedua apabila tidak memenuhi

keinginan klien maka akan melanggar hak-hak klien dalam menentukan kehidupannya, ketiga

adanya perbedaan pendapat antara perawat A, B dan C.

3. Menentukan tindakan alternatif yang direncanakan

Adapun tindakan alternatif yang direncanakan dari konsekuensi tindakan eutanasia

adalah

1. Setuju dengan perawat A untuk mendukung hak otonomi tuan C tetapi hal inipun harus

dipertimbangkan secara cermat konsekuensinya, sebab dokter dan perawat tidak berhak

menjadi pembunuh meskipun klien memintanya. Konsekuensi dari tindakan ini: hak klien

terpenuhi, mempercepat kematian klien, keinginan keluarga terpenuhi dan berkurangnya


beban keluarga. Namun pihak rumah sakit menjadi tidak konsisten terhadap peraturan

yang telah dibuat.

2. Setuju dengan perawat B karena sesuai dengan prinsip moral avoiding killing.

Konsekuensi dari tindakan ini: klien tetap menderita dan kecewa, klien dan keluarga akan

menuntut rumah sakit, serta beban keluarga terutama biaya perawatan meningkat.

Dengan demikian rumah sakit konsisten dengan peraturan yang telah dibuat

3. Setuju dengan perawat C yang menyerahkan keputusannya pada tim medis atau dokter.

Namun konsekuensinya perawat tidak bertanggung jawab dari tugasnya. Selain itu dokter

juga merupakan staf rumah sakit yang tidak berhak memutuskan kematian klien.

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat

Pada kasus tuan C, yang dapat membuat keputusan adalah manajemen rumah sakit dan

keluarga. Rumah sakit harus menjelaskan seluruh konsekuensi dari pilihan yang diambil

keluarga untuk dapat dipertimbangkan oleh keluarga. Tugas perawat adalah tetap

memberikan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar klien.

5. Menjelaskan kewajiban perawat

Kewajiban perawat seperti yang dialami oleh tuan C adalah tetap menerapkan asuhan

keperawatan sebagai berikut: memenuhi kebutuhan dasar klien sesuai harkat dan martabatnya

sebagai manusia, mengupayakan suport sistem yang optimal bagi klien seperti keluarga,

teman terdekat, dan peer group. Selain itu perawat tetap harus menginformasikan setiap

perkembangan dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan perawat. Perawat

tetap mengkomunikasikan kondisi klien dengan tim kesehatan yang terlibat dalam perawatan

klien Tuan C.
6. Mengambil keputusan yang tepat

Pengambilan keputusan pada kasus ini memiliki resiko dan konsekuensinya kepada klien.

Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling tepat dan

menguntungkan untuk klien. Namun sebelum keputusan tersebut diambil perlu diupayakan

alternatif tindakan yaitu merawat klien sesuai dengan kewenangan dan kewajiban perawat. Jika

tindakan alternatif ini tidak efektif maka melaksanakan keputusan yang telah diputuskan oleh

pihak manajemen rumah sakit bersama keluarga klien (informed consent).


Kasus II

Seorang pria tua datang ke poliklinik dengan keluhan perdarahan gastrointestinal, dia

mengaku mengkonsumsi alkohol setiap hari , dia kotor dan kasar .dia akan memerlukan beberapa

trasnfusi darah . anda mendonorkan darah kepada palang merah amerika. Apakah hal ini

membuat dilema bagi anda ?

Anda mendengar perawat lain bahwa mereka tidak mau mendonorkan darah untuk pasien

seperti dia . apakah anda bersimpati dan merasa kasihan pada pasien ini ?

Secara profesional anda dapat bergabung untuk menangani keadaan kritis pada pasien ini.

Temukan saat yang tepat untuk melakukan pengarahan / bertanya padanya untuk membuatnya

merasa bermakna, apakah pasien ini depresi ? banyak lansia yang depresi dan berpaling ke

alkohol . mencari cara untuk mengubah pola hidupnya. Meminta bantuan kepada anda sebagai

pekerja sosial. mengingat dalam pendidikan keperawatan ketika mereka membahas mengingat

bahasa? pasien ini dapat mengambil manfaat dari mengingat masa lalu dan saat pertumbuhan

pribadi layanan agamawan akan sesuai untuk seseorang yang membutuhkan sentuhan terapeutik .

apakah pasien ini mengalami defisit perawatan diri ? ini bisa memberi kontribusi untuk persaan

sedih dan marah, mungkin konsultasi terapi okulpasi bisa membantunya menemukan cara

alternatif untuk memenuhi ADL nya. Mengingat kan diri sendiri mengapa anda menyumbangkan

darah itu adalah untuk menyelamatkan nyawa keduanya. Anda memilih untuk memperbaiki

kehidupan mereka melalui intervensi keperawatan merupakan tantangan etis.


Kasus III

Pasien Tn. M, umur 60 tahun dengan diagnose dokter suspek syok kardiogenik, dirawat di

icu RSUD “PB” baru beberapa jam, kesadaran koma, terpasang ventilator, obat-obatan sudah

maksimal untuk mempertahankan fungsi jantung dan organ vital lainnya. Urine tidak keluar

sejak pasien masuk icu. Keluarga menginginkan dicabut semua alat bantu yang ada pada pasien.

Penjelasan sudah diberikan kepada keluarga, dokter meminta kesempatan kepada keluarga untuk

mencoba menyelamatkan nyawa pasien, tetapi keluarga tetap pada pendiriannya. Keluarga

menandatangani surat penolakan untuk diteruskannya perawatan di icu dan surat penolakan

dilakukannya tindakan. Akhirnya ventilator dimatikan oleh anak pasien dan semua alat dicabut

dari pasien dengan disaksikan oleh keluarga, dokter dan perawat icu dan pasien meninggal dunia.
Kasus IV

Seorang pasien (72 tahun) sudah tidak bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian lagi,

jatuh sakit. Hidupnya tergantung dari para saudara yang tidak bisa menolong banyak.

Suatu hari dia jatuh pingsan dan dibawa ke suatu rumah sakit dan dimasukkan ke High

Care Unit. Pasien diberikan oksigen. Pemeriksaan laboratorium menujukkan bahwa kedua

ginjalnya sudah tidak berfungsi, sehingga harus dipasang kateter. Setelah dilakukan observasi

beberapa jam, sang dokter menganjurkan memasukkan ke ICU karena perlu diberi bantuan

pernafasan melalui ventilator. Dokter jaga meminta persetujuan anggota keluarganya.

Saudaranya memutuskan untuk menolak menandatangani surat penolakan. Mengapa ? karena

atas pertimbangan manfaat dan finansial walaupun dirawat di ICU, belum tentu pasien tersebut

akan bisa disembuhkan dan bisa normal kembali seperti sedia kala. Apakah keputusan untuk

menolak ini salah ? Penolakan ini tentu sudah diperhitungkan dan dipikirkan matang-matang.

Suatu hari dirawat diruang HCU dengan obat-obat saja sudah menelan biaya beberapa juta.

Bagaimana jika harus diteruskan di ICU ? pembiayannya akan tidak bisa terbayar dan bagaimna

pemecahannya kelak ? Apakah saudara itu dapat dipersalahkan karena tega tidak mau menolong

saudaranya dengan memasukkan ke ICU ? masalah yang dipertimbangkan : apakah bisa terbayar

biaya-biaya ICU dan obat-obatannya yang mahal itu yang setiap hari harus dikeluarkan? Brapa

lama pasien itu harus dirawat ? Apakah masih bisa dikembalikan kesehatanya seperti semula,

sedangkan umurnya sudah 72 tahun ? seandainya bisa tertolong bagaimana selanjutnnya ? bukan

kah fungsi ginjalnya sudah tidak bekerja ? ini berarti ia harus dilakukan dialisis seminggu dua

kali yang perkalinya kurang lebih berjumlah beberapa ratus ribu rupiah. Bagaimana bissa

membiayainya terus-menerus, sedangkan saudaranya juga orang bekerja dan mana mungkin

membiayai cuci darah disamping mengongkosi rumah tangganya sendiri ?Apa salah jika ia
menolak saudaranya dirawat di ICU ? dan jika ia harus berbaring terus di tempat tidur, buang air

harus ditolong, siapa yang bias mengurusnya dan bagaimana membiayainya ? Rumusan dilema

etik dilema keluarga yang tidak setuju dengan pemasangan ventilator dilema pasien yang ingin

dimasukkan ke ICU dilema keluarga tentang biaya ICU dan obat-obatan yang mahal

Dilema dokter tentang pemasangan ventilator dilema keluarga tentang masa depan pasien.

Suatu hari dia jatuh pingsan dan dibawa ke suatu rumah sakit dan dimasukkan ke High Care

Unit. Pasien diberikan oksigen. kedua ginjalnya sudah tidak berfungsi, sehingga harus dipasang

kateter. Sang dokter menganjurkan memasukkan ke ICU karena perlu diberi bantuan pernafasan

melalui ventilator.

Dokter jaga meminta persetujuan anggota keluarganya. ANALISIS: Pada kasus ini

seorang dokter ingin melakukan yang terbaik buat pasiennya dan tidak ingin lebih memperburuk

keadaan pasien dimana memasukkan pasien ke HCU dan memberikan bantuan oksigen serta

memberikan informasi tentang apa yang yang sebaiknya dilakukan pasien. Menurut JOHNSON

SIEGLER saudaranya memutuskan untuk menolak menandatangani surat penolakan. Apakah

masih bisa dikembalikan kesehatanya seperti semula, sedangkanJ umurnya sudah 72 tahun ?

seandainya bisa tertolong bagaimana selanjutnnya ? bukan kah fungsi ginjalnya sudah tidak

bekerja ? ini berarti ia harus dilakukan dialisis seminggu dua kali yang perkalinya kurang lebih

berjumlah beberapa ratus ribu rupiah.


DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=2ah
UKEwjjsLXP9ozlAhUT7HMBHQu_DlAQFjACegQIAhAC&url=https%3A%2F%
2Fcurrikicdn.s3uswest2.amazonaws.com%2Fresourcefiles%2F54d377d1ee049.doc
&usg=AOvVaw03mo8XBr2cZakDhIA04zoG

Anda mungkin juga menyukai