'Dokumen - Tips - Kinerja Aliran Fluida
'Dokumen - Tips - Kinerja Aliran Fluida
Perbedaan tekanan antara formasi produktif dan lubang bor saat terjadi aliran
Fluida dari reservoir dapat berupa gas, minyak dan air. Pada kondisi
tekanan di atas bubble point, gas masih terlarut dalam minyak sehingga aliran
fluida hanya satu fasa saja (cair). Bila tekanan reservoir sudah berada di bawah
bubble point, maka gas akan memisahkan diri dan ikut mengalir bersama minyak,
sehingga dengan demikian aliran fluida menjadi dua fasa (gas dan minyak).
Persaman aliran fluida dalam reservoir pertama kali dikemukakan oleh
Henry Darcy, sebagaimana dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
q
k dP
A
dL
.............................................................................. ( 4-1 )
dimana :
v
= permeabilitas batuan, mD
= viskositas fluida, cp
= tekanan, atm
= panjang batuan, cm
Akan tetapi Persaman (4-1) tersebut hanya berlaku untuk aliran linier saja
dengan jenis aliran steady state dan fluidanya satu fasa incompressible. Sedangkan
aliran pada rseervoir dianggap sebagai aliran radial dengan lebih dari satu fasa,
sehingga persamaan di atas perlu dikembangkan lagi untuk perhitungan aliran di
reservoir.
Untuk aliran radial, dikembangkan persamaan berdasarkan persamaan 4-1,
yaitu :
k A dP
dr
.................................................................................... ( 4-2 )
r2
r1
r2 k
dr
2h
dP ................................................................
r
1
r
( 4-3 )
q 2h
k ( P 2 P1)
..................................................................... ( 4-4 )
Ln(re / rw)
q 0,007082
k h ( Pe Pwf )
........................................................ ( 4-5 )
Ln( re / rw)
q 0,007082
dimana :
k h ( Pe Pwf )
....................................................... ( 4-6 )
B Ln( re / rw)
Pe
Pwf
re
rw
Gambar 4.1
Model aliran linier 6)
q
dx
A 0
p2
dp ...................................................................... ( 4-7 )
p1
syarat batas x = 0 P = P1
x = L P = P2
qL
k
( P1 P2 ) ............................................................................
A
( 4-8 )
KA ( P1 P2 )
.......................................................................... ( 4-9 )
L
K A P
L
................................................................................. ( 4-10 )
dimana :
q
= viskositas fluida, cp
Gambar 4.2
Model aliran Radial 6)
Bila aliran fluida yang mengalir adalah incompressible, maka persamaannya,
K dP
dr
.................................................................................... ( 4-11 )
q Av
l
dr 2 k h ( Pe Pw ) ......................................................... ( 4-12 )
r
2 k h ( Pe Pw )
..................................................................... ( 4-13 )
o Ln ( ro / rw )
rr
q 7.08
kh ( Pe Pw )
................................................................. ( 4-14 )
o Ln (ro / rw )
dimana :
q
Pe
Pw
re
= jari-jari pengurasan, ft
rw
= jari-jari sumur, ft
= permeabilitas, darcy
= viskositas fluida, cp
k1h1 k 2 h2 k3h3
..................................................................... ( 4-15 )
h1 h2 h3
ln (re / rw )
ln (r1 / rw ) ln (r2 / r1 ) ln (r3 / r2 ) ........................................ ( 4-16 )
k1
k2
k3
PI
q
Ps Pwf .................................................................................. ( 4-17 )
dimana :
PI
Ps
Pwf
Secara teoritis Persamaan (4-17) dapat didekati oleh persamaan radial dari
darcy untuk fluida homogen, incompressible dan horizontal. Dengan demikian
untuk aliran minyak saja berlaku hubungan :
PI
7.082 x 10 -3 x k x h
............................................................ ( 4-18 )
Bo x o x ln (re/rw)
PI
7.082 x 10 -3 h
ln (re/rw)
ko
kw
o Bo w Bw
...................................... ( 4-19 )
dimana :
PI
= permeabilitas batuan, mD
kw
ko
= viscositas minyak, cp
= viscositas air, cp
Bo
Bw
re
rw
= jari-jari sumur, ft
Untuk membandingkan satu sumur dengan sumur yang lainnya pada suatu
lapangan terutama bila tebal lapisan produktifnya berbeda, maka digunakan
Specific Productivity Index (SPI) yang merupakan perbandingan antara
Productivity Index dengan ketebalan lapisan yang secara matematis dapat
dituliskan :
SPI Js
PI 7.082 x 10-3 x k
................................................ ( 4-20 )
h
Bo x ln (re/rw)
Pada beberapa sumur harga Productivity Indek akan tetap konstan untuk
laju aliran yang bervariasi, tetapi pada sumur lainnya untuk laju aliran yang lebih
besar productivity index tidak lagi linier tetapi justru menurun, hal tersebut
disebabkan karena timbulnya aliran turbulensi sebagai akibat bertambahnya laju
produksi, berkurangnya laju produksi, berkurangnya permeabilitas terhadap
minyak oleh karena terbentuknya gas bebas sebagi akibat turunnya tekanan pada
lubang bor, kemudian dengan turunnya tekanan di bawah tekanan jenuh maka
viscositas akan bertambah (sebagai akibat terbebasnya gas dari larutan) dan atau
berkurangannya permeabilitas akibat adanya kompressibilitas batuan.
Dalam praktek di lapangan laju produksi minyak yang melewati batas
maksimum
akan
merugikan
reservoir
dikemudian
hari,
karena
akan
PI
qo qw
Ps Pwf .................................................................................. ( 4-21 )
dimana :
qo
qw
Viscositas
Viscositas adalah ukuran ketahanan fluida untuk mengalir. Bila tekanan
reservoar sudah di bawah tekanan saturasi akan mengakibatkan bertambahnya gas
yang dibebaskan dari larutan, sehingga viscositas akan naik yang akan
menghambat proses produksi dan harga PI akan turun.
Drawdown
Makin besar drawdown, makin besar pula laju alirannya sehingga harga PI
naik. Tetapi dengan makin besar drawdown, yang diakibatkan mengecilnya
tekanan dasar sumur, maka di bawah tekanan saturasi harga PI turun, Hal ini
menyebabkan pressure loss yang besar dalam aliran vertical sehingga tubing head
pressure (THP) yang dihasilkan akan kecil dan tidak mampu untuk mengalirkan
fluida ke separator. Disamping itu laju produksi minyak akan turun karena
terhambat ole aliran gas. Pada formasi yang kurang kompak, membesarnya
drawdown akan menimbulkan masalah terproduksinya pasir.
3). Ketebalan Lapisan
Makin tebal lapisan zona produktif, makin besar pula harga PI yang berarti
laju produksi juga akan naik. Tetapi bila lapisan tersebut diselingi olehlapisan tipis
dari air atau gas, maka laju produksi minyak akan berkurang. Terproduksinya air
dapat menyebabkan terjadinya scale yang dapat mengurangi kapasitas kerja dari
alat-alat atau terjadi korosi pada alat.
4). Mekanisme Pendorong
Kecepatan perubahan tekanan reservoar akibat proses produksi sangat
dipengaruhi oleh jenis mekanisme pendorong yang dimiliki.
4.2.3. Inflow Performance Relationship
Inflow Performance Relationship (IPR) adalah kelakuan aliran air, minyak
dan gas dari formasi ke dasar sumur yang dipengaruhi oleh Produktivitas Index.
Pada perencanaan suatu sumur untuk melihat kelakuan sumur yang sedang
berproduksi, maka PI dinyatakan secara grafis yang disebut grafik IPR.
Untuk membuat grafik IPR diperlukan data laju produksi (qo), tekanan alir
dasar sumur (Pwf) yang diperoleh dari uji produksi dan tekanan static (Ps) dari uji
tekanan.
4.2.3.1. IPR Aliran Fluida Satu Fasa
Perhitungan aliran fluida satu fasa dari formasi ke dasar sumur pertama
kali dikembangkan oleh Darcy untuk aliran non-turbulen dan dikembangkan oleh
Jones, Blount dan Glaze untuk aliran turbulen. Index Produktivitas untuk aliran
steady state bila digunakan konsep tekanan reservoar rata-rata dapat ditentukan
dengan persamaan berikut :
q
Pe Pwf
dimana :
J
= index produktivitas
Pe
Pwf
q 0,007082
ko h ( Pav Pwf )
o Bo {Ln ( re / rw ) 0,5 S }
..................................... ( 4-22 )
q 0,007082
ko h
..................................... ( 4-23 )
o Bo {Ln (re / rw ) 0,5 S }
tan
OB Ps x PI
..................................................................... ( 4-24 )
OA
Ps
Gambar 4.3
IPR satu fasa 19)
4.2.3.2. IPR untuk Aliran Fluida Dua Fasa
Untuk sumur yang telah berproduksi dimana tekanan dasar sumur telah
turun di bawah tekanan gelembung sehingga gas bebas ikut terproduksi, maka
kurva IPR tidak linier lagi tetapi berupa garis lengkung. Hal ini disebabkan karena
kemiringan kurva IPR akan berubah secara kontinyu untuk setiap harga Pwf.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Vogel terhadap sumur-sumur
yang berproduksi dari reservoar dengan mekanisme pendorong solution gas drive,
dibuat kurva IPR yang disebut dimensionless IPR. Untuk tujuan praktis grafis IPR
tak berdimensi tersebut dinyatakan dalam persamaan berikut :
Pwf
P
qo
0,8 wf
1 0,2
qomax
Pr
Pr
..................................................... ( 4-25 )
dimana :
qo
Pr
Persamaan ini digunakan untuk membuat IPR berdasarkan data uji tekanan
dari uji produksi.
Gambar 4.4
IPR dua fasa 8)
4.2.3.3. IPR Untuk Formasi Berlapis
Dalam prakteknya, formasi produktif dari suatu lapangan tidak hanya
terdiri dari satu lapisan melainkan berlapis-lapis, dimana tiap lapisan tersebut
mempunyai permeabilitas yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Adanya perlapisan dengan permeabilitas yang berbeda ini akan
berpengaruh pada PI dan GOR. Untuk menggambarkan pengaruh perlapisan
terhadap IPR dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5
Pengaruh perlapisan terhadap GOR 19)
Dngan anggapan tidak ada suatu lapisan vertikal pada zona tersebut,
kecuali pada sumurnya sendiri. Produksi formasi demikian akan didapatkan
terutama dari zona dengan permeabilitas terbesar, yaitu : 100 mD, sedangkan
tekanan static pada zona ini akan cepat turun, misalnya tekanan zona ini adalah :
100 psig. Untuk lebih mudahnya ditabulasikan sebagai berikut :
Zona Permeabilitas (mD)
10
100
1
Tekanan (psig)
1200
100
1500
Kemudian dimisalkan bahwa sumur tersebut diuji pada berbagai laju produksi
untuk menentukan IPR-nya, dimana tiap lapisan produktif mempunyai kurva IPR
sendiri-sendiri. Selanjutnya kurva IPR seluruh zona tersebut sama dengan jumlah
dari ketiga kurva yang ada. Seperti terlihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6
IPR untuk formasi berlapis 19)
dari
persamaan
kesetimbangan
energi,
yang
merupakan
kesetimbangan energi dua titik di dalam satu sistem aliran, sebagaimana terlihat
pada Gambar 4.6.
T it ik A
m vA2
2 gc
m g zA
gc
p
T itik B
+ q
Z2
pom pa
VA
- W
D a tu m
UB
p ena m b a ha n
pa nas
p a d a fl u id a
k e rja d a ri p o m p a
p a d a fl u id a
Z1
m v B2
2 gc
m g zB
gc
p BVB
Gambar 4.7
Sistem Aliran Fluida dalam Pipa 8)
Gambar 4.7. menyatakan bahwa besarnya energi yang masuk ke dalam
pipa pada titik A, ditambah dengan kerja yang dilakukan fluida sepanjang pipa
antara titik A dan titik B, dikurangi dengan energi yang hilang selama fluida
mengalir antara kedua titik tersebut sama dengan besarnya energi yang keluar dari
pipa pada titik B. Pernyataan tersebut disebut juga hukum konversi energi, yang
secara matematis dapat ditulis dengan persamaan berikut :
UA
m vA2 m g zA
m vB2 m g z B
p A VA q W U B
p B VB .
2 gc
gc
2 gc
gc
( 4-26 )
dimana :
m = massa, lbm
v = kecepatan, ft/sec
p = tekanan, atm
V = volume, cu ft
q = laju alir, cu ft / sec
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = konstanta konversi ( = 32,174 lbm ft / lbf sec2)
Parameter-parameter yang bekerja pada sistem kesetimbangan tersebut
antara lain adalah :
m v2
)
2 gc
mgz
)
gc
Kerja ( work, W )
Menyatakan besarnya kerja yang dilakukan terhadap ataupun oleh sistem.
S 2 S1
q
T
................................................................. ( 4-28 )
dimana :
q = jumlah panas yang dipindahkan pada proses reversible
T = temperatur
Pada kondisi tertentu, dimana perpindahan panas terjadi pada tekanan
yang konstan, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
q m C p T ...................................................................... ( 4-29 )
S 2 S1
m Cp
1
T
T
.................................................... ( 4-30 )
dimana :
m = massa, lbm
Cp = kapasitas panas pada tekanan konstan
Hubungan antara entropi dan energi dalam dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut :
U = pengaruh (panas, kompresi, kimia, permukaan, lain) ........ ( 4-31 )
dimana :
S2
V2
p ( v)
V1
Pengaruh kompresi
S2
U =
Tds
S1
p ( V)
V1
.................................................... ( 4-32 )
m g z pV q W 0
gc
.......... ( 4-33 )
V2
m v2
Tds p V 2 g c
S
V
2
2
m g z p V V p q W 0
V
P
1
( 4-34 )
Dari prinsip thermodinamika diketahui bahwa :
S2
Tds
q lw ............................................................................. ( 4-35 )
S1
dimana, lw (lost work) merupakan jumlah energi yang hilang akibat dari proses
irreversible.
Substitusi Persamaan (4-35) ke dalam Persamaan (4-34) akan menghasilkan
persamaan :
P2
m v2
2 gc
V p
P1
m g z W lw 0
g
....................
( 4-36 )
Jika fluida yang mengalir dianggap 1 (satu) lbm dan satuannya diubah ke dalam
satuan lapangan (ft lbf / lbm) maka Persamaan (4-36) akan menjadi :
gc
g
144
V p
v v
g
z
W (lw ) 0 .............. ( 4-37 )
gc
gc
Konversi faktor 144 digunakan dengan asumsi p diukur dalam satuan lb / sq. in.
Apabila V = 1 / , dimana adalah densitas fluida yang mengalir, maka
Persamaan (4-37) dapat ditulis sebagai berikut :
v v
p
g
z
W (lw ) 0 .............................. ( 4-38 )
gc
gc
Jika diasumsikan tidak ada kerja yang dilakukan aloeh fluida atau terhadap fluida
(W = 0) maka
v v
(lw )
p
g
0
z
gc
g c z
z
................................... ( 4-39 )
z
g c z
z
gc
(a )
(b )
Gambar 4.8
Konfigurasi Aliran Fluida pada Pipa Miring 8)
(a) terhadap bidang horizontal
(b) terhadap bidang vertikal
(lw ) p
=
z
z
(friction) =
f v2
2 gc d
..................................... ( 4-41 )
dimana :
f
sin
z
gc
g c z
2gc d
.................................... ( 4-41 )
cos
z
gc
g c z
2 gc d
..................................... ( 4-42 )
Pada dasarnya persamaan gradien tekanan terdiri dari tiga elemen, yaitu
gradien kemiringan, gradien gesekan dan gradien kecepatan.
a. Gradien Kemiringan (elevation)
p
el
g
sin
gc
f v2
2gc d
acc
v v
g c z
a. Aliran Vertikal
Pada aliran vertikal, maka sudut kemiringan () = 90o, dan sin = 1,
sehingga persamaan penurunan tekanan menjadi :
v v
f v2
p
g
z
gc
g c z
2 gc d
......................................... ( 4-43 )
b. Aliran Horisontal
Pada aliran horisontal, = 0o dan sin = 0, sehingga persamaan menjadi :
v v
f v2
p
z
g c z
2gc d
........................................................ (4-44 )
w
v
2 gc
2 w gc
v2
......................................................... ( 4-45 )
f v2
2gc d
NRe
................................................................................ ( 4-46 )
Penentuan faktor gesekan pada aliran fluida satu fasa, tergantung dari jenis
alirannya. Pada fluida dengan bilangan Reynold kurang dari 2000, maka aliran
yang terjadi adalah aliran laminer, dimana kecepatan alirannya membentuk profil
parabola dengan kecepatan maksimal pada tengah pipa. Untuk fluida dengan
bilangan Reynold labih dari 4000, yang terbentuk adalah aliran turbulen.
Sedangkan aliran yang terjadi pada fluida dengan bilangan Reynold antara 2000
dan 4000 adalah aliran transisi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.
a. Aliran Laminer
Pada aliran laminer, faktor gesekan dapat ditentukan dengan persamaan :
f
64
................................................................................. ( 4-47 )
N Re
Dari persamaan diatas diketahui bahwa pada aliran laminer, besarnya faktor
gesekan hanya dipengaruhi oleh bilangan Reynold fluida, dan tidak tergantung
pada kekasaran pipa.
b. Aliran Turbulen
Pada aliran laminer, faktor gesekan dapat didekati dengan menggunakan
persamaan yang dikembangkan oleh Colebrook and White (1939) berikut :
2 18,7
1
,1 74 2 Log
f
d NRe
............................................................ ( 4-48 )
F r ic t io n F a c t o r
R e la t iv e R o u g h n e s s
R e y n o ld s N u m b e r
Gambar 4.9.
Kurva Faktor Gesekan 8)
0 ,1
,0 5
P ip e D ia m e t e r, f e e t
0 ,5
1
2
3
5
0 ,2 0 ,3
10
20 25
,0 7
,0 6
,0 3
,0 5
CO NCRETE
W O O D
S TA V E
,0 0 5
C
,0 0 3
ST
LT
ER
ED
,0 0 0 3
IA
AS
IR
IR
,0 1 4
,0 1 2
=
6
00
01
IR
,0
HT
,0
,0 1
,0 0 0 0 3
ZE
,0 0 0 0 5
UG
NI
85
,0 0 0 1
RO
00
,0 1 6
LV
,0
03
,0
EE
ST
,0 2
,0 1 8
1
,0 0 0 5
HA
,0
,0 2 5
,0 0 1
R IV E T E D
STEEL
,0
SP
IR
,0 3
R e la t iv e R o u g h n e s s
,0 3 5
,0
5
,0 0 9
4
,0 0 8
,0
,0
IN
,0 0 0 0 1
TU
00
,0
AW
00
00
00
15
00
5
,0 0 0 0 0 5
10
10
2
3
5
P ip e D ia m e t e r, in c h e s
10
Gambar 4.10
Kurfa Faktor Gesekan untuk Aliran Turbulen 8)
F r ic t io n F a c t o r ( f o r c o m p le t e t u r b u le n c e , ro u g h p ip e s )
,0 4
,0 1
Perhitungan gradien tekanan untuk aliran fluida multi fasa dalam pipa
lebih kompleks, dimana semua parameter yang digunakan merupakan parameter
gabungan dari fasa-fasa yang mengalir. Aliran multi fasa dapat berupa aliran
fluida minyak dan air ataupun aliran minyak gas, atau bahkan dari ketiga fasa
tersebut.
Untuk menentukan parameter gabungan digunakan suatu parameter penghubung
yang disebut hold-up, yang jenisnya tergantung dari asumsi kondisi kecepatan
masing-masing fasa yang mengalir.
a. Hold-Up (H)
Asumsi yang digunakan dalam penggunaan parameter ini adalah
kecepatan aliran antara fluida dan fasa gas berbeda.
Hold-up untuk cairan (liquid hold-up, HL) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume pipa yang terisi oleh fluida dengan volume pipa
secara keseluruhan.
Sedangkan untuk gas hold-up, merupakan perbandingan antara volume
pipa yang terisi oleh gas dengan volume pipa secara keseluruhan.
Kedua pengertian tersebut secara matematis dapat dituliskan dengan
persamaan :
VL
HL = V
p
............................................................................... ( 4-49 )
Vg
Hg = V = 1 HL ................................................................. ( 4-50)
p
b. No-Slip Hold-Up ()
Asumsi yang digunakan dalam penggunaan parameter ini adalah fluida
dan gas mengalir dengan kecepatan yang sama. Besarnya no-slip hold-up untuk
cairan (no-slip liquid hold-up, L) dapat ditentukan dengan membandingkan
besarnya laju aliran volumetrik fluida dengan laju aliran volumetrik seluruh fasa
(gas dan fluida).
Sedangkan
harga
no-slip
gas
hold-up
(g)
ditentukan
dengan
membandingkan besarnya laju aliran volumetrik gas dengan laju aliran volumetrik
seluruh fasa.
L = q q
L
g
........................................................................ ( 4-51 )
qL
g = q q = 1 L .......................................................... ( 4-52 )
L
g
................................................ ( 4-53 )
dan
m L HL . g 1 HL .............................................................. ( 4-54 )
Perbandingan hasil perhitungan viskositas campuran dengan kedua
persamaan diatas dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Sedangkan pada kondisi dimana fluida dan gas mengalir dengan kecepatan
yang sama, maka viskositas campuran ditentukan dengan persamaan :
m L L g 1 L ..................................................... ( 4-55 )
keterangan :
L = viskositas cairan, ditentukan dengan persamaan :
L o Fo w Fw
L = cairan (liquid)
o = minyak (oil)
g = gas
w = air (water)
V is k o s it a s C a m p u r a n
1 ,0
0 ,9
(A ) m 1 H L 2 1 H L
(B ) m 1
HL
. 2
1 HL
0 ,5
0 ,0 2
0 ,5
1 ,0
K o n s e n tr a s i C a m p u ra n
Gambar 4.10
Perbandingan Perhitungan Viskositas Campuran 8)
b. Densitas Campuran ( m)
Pada kondisi dimana terdapat perbedaan kecepatan aliran fluida dan gas,
maka densitas campuran ditentukan dengan persamaan :
m L H L g 1 H L
............................................... ( 4-56 )
Sedangkan pada kondisi dimana fluida dan gas mengalir dengan kecepatan
yang sama, maka densitas campuran ditentukan dengan persamaan :
m L L g 1 L
................................................... ( 4-57 )
keterangan :
L = densitas cairan, ditentukan dengan persamaan :
L o Fo w Fw
c. Parameter Aliran
vs = A H
.............................................................................
( 4-58 )
dimana :
vs = kecepatan superfisial fluida, ft/sec
q = laju alir, cu ft/sec
A = luas penampang pipa, ft2
H = hold-up
Besarnya kecepatan superfisial untuk fluida multi fasa (v m) ditentukan
dengan persamaan :
vm = vsL + vsg ............................................................................. ( 4-59 )
keterangan :
vsL = kecepatan superfisial cairan, besarnya ditentukan dengan persamaan
vsL =
qL
A HL
vsL = A H
g
d. Faktor Gesekan (f)
Komponen perhitungan faktor gesekan yang berubah pada aliran multi
fasa adalah bilangan Reynold, yang merupakan gabungan dari fluida yang
mengalir.
Persamaan untuk menentukan bilangan Reynold pada fluida multi fasa
adalah sebagai berikut :
(NRe)m
m v m
m
.................................................................. ( 4-60 )
g 1 L 2
L L 2
HL
1 HL
........................................... ( 3-61 )
fm N
Re m
............................................................................... ( 4-62 )
2 18,7
1
,1 74 2 Log
fm
d NRe m
............................................................... ( 4-63 )
m cos
z g c
g c z
2gc d
..................... ( 4-64 )
Contoh grafik aliran fluida dua fasa dapat dilihat dalam Gambar 4.11. dari
grafik tersebut dapat ditentukan besarnya tekanan aliran dasar sumur dari tekanan
kepala sumur atau tubing (Pwh) atau sebaliknya. Kegunaan metode Gilbert yaitu
untuk memperkirakan laju produksi sumur sembur alam berdasarkan produktivitas
formasi (yang dinyatakan dalam bentuk grafik IPR), ukuran tubing dan GLR
tertentu pada tekanan kepala sumur.
Gambar 4.11
Kurva Distribusi Tekanan Untuk Aliran Dua Fasa 19)
Beberapa macam grafik distribusi tekanan yang dikembangkan oleh
Gilbert untuk laju aliran yang besarnya 0 bpd, 100 bpd, 200 bpd, 400 bpd, dan
600 bpd. Diameter data tubing ukuranya bervariasi yaitu : 1.66, 1.90, 2.375,
2.875, dan 3.5. Masing masing kurva Gilbert dapat menunjukan distribusi
tekanan sepanjang tubing dalam suatu flowing dengan laju aliran dan yang tetap.
Pada Gambar 4.4 merupakan salah satu grafik yang menunjukan tubing yang
berukuran 2.875 dengan laju produksi 600 bpd.
Untuk memperkirakan laju produksi sumur sembur alam terdapat dua cara
yaitu :
Gambar 4.12
Penentuan Pwf dari IPR dan THP Asumsi 19)
Gambar 4.13
Penetuan THP Dari IPR 19)
4.4.2. Kelompok Yang Tidak Memperhatikan Slip Dan Pola Aliran
Poettman dan Carpenter, mengembangkan metoda semi empiris
berdasarkan persamaan kesetimbangan energi serta data dari 34 sumur minyak
flowing dan 15 sumur minyak gas lift yang menggunakan tubing 2 in, 2.5 in, dan
3 in. minyak, air dan gas dianggap sebagai satu fasa dan tidak dilakukan korelasi
liquid hold up. Selain daripada itu juga dianggap bahwa aliran gas, air dan minyak
merupakan aliran turbulen. Kehilangan energi yang terjadi sepanjang aliran
tersebut, oleh Poettman dan Carpenter dikorelasikan dengan pembilang dari
Reynold number, seperti terlihat pada Gambar 4.14 dibawah ini.
Beberapa hal yang perlu diingat dalam menggunakan metode ini adalah :
1. Korelasi ini dapat digunakan untuk pipa pipa yang ukurannya sesuai
dengan ukuran pipa pipa yang digunakan dalam studi ini, yaitu :
2, 2.5, dan 3. Penggunaan metoda ini untuk ukuran pipa yang lain harus
mempertimbangkan mengenai hasil yang diperoleh.
2. Laju aliran total digunakan untuk menghitung densitas pada setiap titik
dalam pipa.
3. Pola aliran diabaikan.
4. Pengaruh viskositas diabaikan.
5. Komponen percepatan dalam persamaan energi diabaikan.
6. Faktor gesekan dianggap merupakan harga rata rata untuk panjang
tubing, sedangkan sebenarnya harga faktor gesekan berubah dari dasar
sumur sampai ke permukaan.
Poettman dan Carpenter mengembangkan korelasinya berdasarkan
persamaan energi umum, yang kemudian diubah dalam bentuk total massa laju
aliran, seperti persamaan berikut :
dP
1
f w2
10
2
dL 144
7,413 x10 d
.. (4-65)
dimana :
w
Gambar 4.14
Korelasi Faktor Gesekan Poettman & Carpenter 19)
Selanjutnya, prosedur perhitungan penurunan tekanan sepanjang pipa
vertikal dengan metoda Poettman dan Carpenter, adalah sebagai berikut :
1. Data yang harus tersedia adalah :
a. Gas Liquid Ratio (GLR)
b. Specific gravity gas
c. Faktor volume formasi berbagai tekanan
d. Kelarutan gas dalam minyak pada berbagai tekanan
e. API gravity minyak
f. Laju aliran minyak dan air
g. Specific gravity air
h. Tekanan aliran di permukaan
.. (4-66)
4. Tentukan berat total dari fluida yang terproduksi setiap hari, yaitu
merupakan perkalian antara langkah 3 dengan laju aliran minyak.
5. Dimulai dari tekanan aliran di permukaan (flowing tubing pressure)
anggap beberapa titik tekanan pada tubing sesuai dengan pertambahan
tekanan. Pertambahan tekanan ini harus cukup kecil, supaya diperoleh
grafik yang baik.
6. Hitung volume campuran minyak, gas, dan air pada tekanan yang sesuai
dengan langkah 5, per STB minyak satuan cuft.
14,7 T Z
P 520 1
m
vm
.. (4-67)
vd
1,4737 x105 qo m
d
.. (4-68)
11. Ulangi prosedur di atas, mulai dari langkah 5 untuk tekanan berikutnya
dan tentukan gradien tekanannya.
12. Rata ratakan hasil perhitungan gradien tekanan tersebut dengan gradien
tekanan rata rata, maka akan dihasilkan jarak antara kedua titik tekanan
tersebut.
13. Plot jarak tersebut kedalam kertas grafik, sesuai dengan tekanannya
14. Ulangi langkah tersebut di atas sampai kedalaman sumur tercapai.
Korelasi Poettman dan Carpenter, masih sering digunakan di lapangan,
dan korelasi ini dapat digunakan dengan cukup memuaskan untuk kondisi
kondisi sebagai berikut :
-
p
fw2
v / 2 gc
144
m
m m
11 5
h
h
2,9652 x10 d m
70)
.. (4-
di mana m
L H L g (1 H L )
.. (4-71)
Metode ini juga menunjukkan hubungan antara liquid hold-up (HL) dengan
empat parameter tak berdimensi (d dalam ft, dalam lb/cu.ft, vsL dan vsg dalam
ft/sec, L dalam cp serta dalam dyne/cm) sebagai berikut:
NLv = 1,938 v
sL
Ngv = 1,938 v
sg
Nd = 120,872
1
4
.. (4-72)
1
4
.. (4-73)
1
2
.. (4-74)
1
4
NL = 1,938 L L
.. (4-75)
Gambar 4.15
Korelasi Faktor Hold Up (After Hagedorn & Brown) 24)
Tetapi harus diingat bahwa korelasi hold up ini merupakan pseudo hold
up. Hal ini disebabkan karena Hagedorn dan Brown tidak melakukan pengukuran
hold up, melainkan hold up ditentukan berdasarkan perhitungan atas dasar data
penurunan tekanan dan faktor gesekan yang ditentukan dengan bilangan Reynold.
Pengaruh viskositas dari cairan, diperhitungkan dalam bentuk harga C NL,
yang merupakan salah satu pembilang dari absis Gambar 4.16. harga CNL ini
ditentukan berdasarkan grafik hubungan antara NL dan CNL, seperti terlihat pada
Gambar 4.16..
Grafik 4.16 dibuat berdasarkan pada viskositas air, yang mana harga C
untuk air sama dengan satu. Grafik juga menunjukan bahwa viskositas cairan
yang rendah tidak memberikan pengaruh yang berarti.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa, Gambar 4.15 merupakan korelasi
pseudo hold up, dengan demikian untuk harga hold up sebenarnya, diperlukan
factor koreksi sekunder () yang grafiknya terlihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.16
Korelasi Faktor Viskositas 24)
Gambar 4.17
Korelasi Untuk Faktor Koreksi Sekunder
(After Hagedorn & Brown) 24)
Berdasarkan parameter parameter tersebut, maka gradien tekanan dapat
ditentukan dengan menggunakan Persamaan (4-70).
Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan metode Hagedorn dan
Brown adalah sebgai berikut :
1.
Hitung tekanan rata rata antara dua titik tekanan dalam satuan psia.
P1 P 2
14,7
2
.. (4-
76)
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan titik tekanan adalah :
-
Apabila dimulai dari dasar sumur, yang tekanannya lebih besar dari 1000
psia, maka perbedaan tekanan antara dua titik tekanan yang berurutan
dapat diambil 200 psia.
2.
3.
m o (350)
w (350)
0,0764(GLR) g
1
WOR
1
WOR
.. (4-77)
4.
5.
Tentukan harga kelarutan gas dalam minyak pada tekanan rata rata dan
temperatur rata rata.
6.
w 62,4
Bo
1 WOR
1 WOR
.. (4-78)
7.
8.
520 1
g 0,0764
14,7 T Z
.. (4-79)
9.
Hitung viskositas rata rata minyak dari korelasi yang telah ada
10.
11.
1
1
WOR
1
WOR
L o
12.
.. (4-80)
WOR
w
1 WOR
1 WOR
L o
.. (4-81)
13.
14.
15.
16.
d2
4
.. (4-82)
Dari korelasi yang tersedia tentukan faktor volume formasi minyak (B o),
pada tekanan dan temperatur rata rata.
17.
(vsL,
ft/sec)
vsL
5,61 qL
86400 AP
WOR
Bo 1 WOR Bw 1 WOR
.. (4-83)
18.
(4-
72)
19.
qL GLR Rs
1 WOR 14,7 520 Z
vsg
86400 AP
P T 1
.. (4-84)
20.
21.
A 1,071
.. (4-85)
.. (4-86)
v sg v sL
Apabila harga (B - A) bernilai positif atau sama dengan no1, maka metode
Hagedorn & Brown ini dapat digunakan. Tetapi bila bemilai negatif; maka
metode Hagedorn & Brown tidak dianjurkan untuk digunakan.
22.
Hitung pipa diameter number (Nd) dengan memakai Persamaan (4- 74).
23.
N Lv
N 0,575
gv
P
14,7
0 ,1
C NL
Nd
.. (4-87)
24.
25.
N gv N Lv 0,38
Nd
2 ,14
.. (4-88)
26.
27.
HL
( )
HL
.. (4-89)
2,2 x10 2 w
H
1 H
( d )( L L)( g
L)
.. (4-
90)
29.
30.
31.
.. (4-91)
32.
33.
34.
.. (4-92)
.. (4-93)
35.
.. (4-94)
36.
vm 2
2
gc
144p m
f w
m
2,9652 x1011 d 5 m
2
.. (4-95)
Mulai dari P2 dan kedalaman titik tekanan P2, anggaplah titik tekanan
yang lain dan ulangi prosedur diatas sampai mencapai kedalaman yang
dimaksud.
p f
p
1
h
144
Wt q g
2
4637 A p p
96)
dimana:
.. (4-
Gambar 4.18
Kurva Faktor Gesekan oleh Orkiszewski 4)
Duns dan Ross membagi aliran menjadi tiga jenis pola aliran dan pada
masing-masing pola aliran dikembang korelasi-korelasi untuk menentukan slip
dan faktor gesekan. Gradien tekanan dP/dh dinyatakan sebagai fraksi dari gradien
cairan hidrostatik (LG), yaitu :
1 dP
dh
G =
LG
(4-97)
pemisahan anara gas dengan cairan yang menyebabkan terbentuknya slug flow.
Pada saat dimana VsL>5000 cm/det, maka pola aliran berubah menjadi mist flow.
Duns dan Ross mengembangkan empat kelompok tidak berdimensi yag
digunakan di dalam korelasinya, yaitu :
1.
Ngv = Vsg r
2.
..(4-98)
NLv = VLv r
3.
..(4-99)
Diameter Number :
L
Nd = d r
4.
(4-100)
3
NL = L L .r
(4-101)
Dimana :
d
= viscositas cairan , cp
sebagainya). Seperti diketahui bahwa menurut Ross gradien tekanan total adalah
penjumlahan dari gradien statik, gradien gesekan dan gradien percepatan.
Sedangkan besarnya gradien statik adalah sebagai berikut :
HL. L.g + (1-HL) g.g
(4-102)
Dimana HL adalah Liquid hold up. Gradien umumnya diabaikan dengan demikian.
dP
= HL. L.g +(1-HL) g.g + (gradien gesekan)
dh
....(4-103)
Apabila gradien tekanan dinyatakan dalam fraksi dari gradien hidrostatik cairan,
Lg , maka Persamaan (4-91) menjadi :
g
1 dP
= HL + (1-HL)
+ (gradien gesekan)
L
dh
G =
LG
(4-104)
Dimana :
G adalah gradien tekanan tidak berdimensi
Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh dapat ditunjukkan bahwa
laju aliran yang rendah gradien tekanan tidak tergantung pada laju aliran gas, akan
tetap pada laju aliran tinggi gradien tekanan sangat dipengaruhi oleh laju aliran
gas. Pola aliran yang terjadi, selama pengamatan yang dilakukan oleh Ros dibagi
dalam tiga pola aliran utama tergantung pada jumlah gas yang mengalir yaitu :
Daerah I : Fasa cair kontinyu dan pola aliran dapat merupakan bubble flow, plug
flow dan sebagian merupakan froth flow.
Daerah II : Pada daerah ini fasa cair dan gas berseling-seling. Pola aliran yang
tercakup dalam daerah ini adalah plug flow dan sebagian dari froth
flow (sisa dari daerah I)
Daerah III : Gas merupakan fasa yang kontinyu dan pol aliran yang terjadi di
daerah ini adalah mist flow.
Ketiga daerah aliran tersebut, membedakan korelasi yang digunakan untuk
menentukan slip velocity maupun hup serta faktor gesekan. Penentuan daerah
aliran berdasarkan parameter-parameter NLV, Ngv, L2, dan Nd. Oleh daerah aliran
tersebut digambarkan dalam suatu peta pola aliran seperti yang diperlihatkan pada
gambar dibawah ini. Peta pola aliran Gambar 4.11 tersebut merupakan fondasi
dari NLV dan Ngv oleh karena kedua parameter tersebut mempunyai kaitan
langsung dengan laju aliran cairan dan gas. Dalam bentuk matematis daerah aliran
tersebut dapat pula diperkirakan berdasarkan batasan-batasan sebagai berikut :
Gambar 4.19
Daerah Aliran Dari Korelasi Duns & Ross
24)
Gambar 4.20
Hubungan Antara Faktor L Dengan Diameter Number Nd 19)
Liquid hold up yang terjadi juga mempunyai kaitan slip velocity, Vs, yaitu
sebagai berikut :
Vs =
Vsg
1 HL
VsL
HL
(4-105)
Slip velocity apabila dinyatakan dalam bentuk tak berdimensi adalah sebagai
berikut :
S = Vs (L/gr)
..(4-106)
N gv
S = F1 + F2 . NLV + F3
1 N Lv
..(4-107)
Dimana :
F3 = F3 -
F4
Nd
Untuk daerah II :
S = (1+F5)
108)
Dimana :
N 0,982 F
gv
1 F7 N Lv
.(4-
F6 = 0.029 Nd + F6
Untuk daerah III :
S = 0 dengan demikian HL
VsL
VsL Vsg
tekanan
akibat
dari
gesekan
dapat
ditentukan
dengan
4 f w L VsL
dP
f
2d
dh
Vsg
VsL
..(4-
109)
Berdasarkan data percobaan untuk menentukan harga gesekan maka Duns dan
Ross membuat persamaan-persamaan sebagai berikut :
fw =
f 1 .f 2
f3
(4-
110)
Harga f1 ditentukan dengan menggunakan gambar dibawah ini dimana harga f1
merupakan fungsi dari bilangan Reynold.
Gambar 4.21
Hubungan Antara F1, F2, F3, F4, Dengan Viscosity Number NL 24)
Gambar 4.22
Hubungan Antara F5, F6, F7, Dengan Viscosity Number NL 24)
Gambar 4.23
Grafik Koreksi Gesekan Gelembung 24)
Harga F2 merupakan koleksi adanya gas liquid ratio dan ditentukan dengan
Gambar 4.23 yang mana harga f2 tersebut meerupakan fungsi dari f1 RNd2/3.
adalah gas liquid ratio. Harga f3 merupakan faktor koreksi tambahan terhadap
viskositas dan GRL dan ditentukan dengan persamaan :
Untuk daerah III, gradien tekanan akibat gesekan dihitung dengan
persamaan :
4 f w L VsL
dP
f
2d
dh
......(4-
111)
Oleh karena merupakan aliran gas, maka tidak terjadi slip dan faktor
gesekan (fw) ditentukan dengan mengggunakan diagram Moody, terapi merupakan
fungsi :
NRe =
g Vsg
......(4-
112)
Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan metode Duns dan Ross adalah
sebagai berikut :
1.
2.
WOR
w
+(0,0764) (GRL) g
1 WOR
1 WOR
m = o (350)
3.
WOR
w
]
1 WOR
1 WOR
L = 62,4 [
4.
P
5.
p1 p 2
2
+14,7
T1 T2
2
6.
7.
p 520 1
14,7 T Z
g = g (0,0764)
8.
9.
10.
WOR
w
1 WOR
1 WOR
L = o
11.
WOR
w
1 WOR
1 WOR
L = o
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Tentukan slip velocity (Vs) dalam hal ini daerah aliran adalah daerah I dan
II maka digunakan persamaan :
S
Vs =
23.
1,938 L / L
1/ 2
24.
2 Vs
25.
1488 L VsL d
L
1
0,067 ( / d )1,73
4 long (0,027 / d ) 2
Vsg d 2
(d )
27.
g
L
G=
28.
G st G fr
1 L VsL g Vsg Vsg / p
st st L
144
dh
G .
dP
fr fr L
144
dh
P
G. L
dP
total
h = P
144
dh
h total