Anda di halaman 1dari 22

BAB V

PERENCANAAN TITIK SERAP SUMUR

Setelah diketahui cadangan dari suatu reservoir selanjutnya dilakukan


perencanaan terhadap titik serapnya. Guna mencapai hasil yang optimal
diperlukan pengelolaan cadangan secara efektif dan efisien. Tantangan ini
memerlukan penelitian dan evaluasi yang berkesinambungan salah satunya berupa
titik serap yang mencakup penentuan jari-jari penyerapan sumur, penentuan
banyaknya jumlah sumur, serta penentuan spasi sumur. Dimana hal di atas
merupakan faktor penting dalam pengurasan reservoir secara optimal.
Titik serap adalah letak atau posisi dari suatu sumur dari suatu reservoir.
Perencanaan titik serap dimaksudkan untuk mendapatkan perolehan maksimum
dengan jumlah sumur yang minimum.

5.1. Penentuan Jari-jari Penyerapan Sumur


Jari-jari penyerapan adalah jarak radial dari lubang sumur di reservoir
dimana terjadi aliran fluida (minyak, air, dan gas) ke dalam sumur, dan di luar
batas yang mana tekanan reservoir mulai konstan serta tidak terjadi aliran fluida.
Jari-jari penyerapan merupakan fungsi dari waktu. Artinya dengan
bertambahnya waktu (karena berlangsungnya proses produksi) jari-jari
penyerapan akan bertambah besar dan akan terhenti setelah batas reservoir atau
areal penyerapan sumur sekitarnya tercapai (tercapai interferensi). Jika jarak dari
sumbu lateral lubang sumur ke batas penyerapannya dinyatakan re, maka areal
penyerapan sumur dapat ditulis:

ArealPenyerapan    re ………………………………………..... (5-1)


2

Penelitian tentang jari-jari penyerapan ini sangat diperlukan dalam


menentukan spasi sumur-sumur baru. Besarnya jari-jari penyerapan sumur dapat
ditentukan berdasarkan analisa pengujian sumur dengan menggunakan analisa
pressure build-up dan analisa pressure draw-down test.

182
183

Penentuan jari-jari penyerapan dibedakan dalam kondisi batas reservoirnya :


 Jari-jari penyerapan sumur pada infinite system
 Jari-jari penyerapan sumur pada finite system
 Jari-jari penyerapan sumur yang telah ada interferensi

5.1.1. Jari-jari Penyerapan Sumur pada Infinite System


Hal ini diterapkan dengan asumsi untuk lapangan baru atau lapangan
produksi dimana belum ada interferensi antar sumur. Untuk sumur-sumur pada
lapangan baru, jari-jari penyerapan dapat ditentukan dengan menggunakan metode
Van Pollen. Metode ini adalah hasil PBU test, dengan bentuk persamaan sebagai
berikut:
1
 kt  2
re   0.00105  ………………………………………………... (5-2)
 Ct 

dimana:

re = jari-jari penyerapan sumur di dalam reservoir, ft


k = permeabilitas formasi, mD
t = waktu alir, hour
µ = viscositas fluida, cp
Ø = porositas, fraksi
Ct = compressibilitas total, psi-1
= Co(1-Sw)+CwSw+Cf
Co = Compressibilitas oil, psi-1
Cw = Compressibilitas water, psi-1
Cf = Compressibilitas formation, psi-1

5.1.2. Jari-jari Penyerapan Sumur pada Finite System


Hal ini diterapkan untuk lapangan produksi dengan reservoir yang
terbatas (bounded reservoir), dapat ditentukan dengan cara:
184

1. Cara Miller, Dyes, Hutchinson dan Perrine


0.00633  k  dT
re  ……………………………………………….... (5-3)
f   o  Ct  t De

 2,2458. A 
f  log  2   0,86859.s ……………………………………....... (5-4)
 w A 
r .C
dimana:
dT = waktu shut-in bila tekanan statik tercapai atau tekanan waktu shut-in
terakhir bila tekanan statik tidak tercapai, hari
tDe = waktu shut-in, tak kestabilan berdimensi
= 0,28, bila tekanan statik tercapai
= 0,18, bila tekanan statik tidak tercapai
Sebenarnya hasil perhitungan akan lebih bersifat representatif bila
tekanan statik dapat tercapai, tetapi hal ini tentu saja memerlukan waktu shut-in
yang cukup lama, yang mana sering kali umumnya jarang dilakukan karena
akan mengalami kerugian pada proses produksi.

2. Cara Matthews, Brons, dan Hazebroek


Pada tahun 1954, Matthews, Brons, dan Hazebroek mempresentasikan
teknik untuk memperkirakan tekanan reservoir rata-rata dari buildup test di
daerah bounded drainage. Keterbatasan metode ini dihasilkan dari asumsi tidak
ada variasi dalam wilayah drainage, mobilitas cairan, atau kompresibilitas
cairan. Matthews dan kawan-kawan telah membuat grafik “Fungsi Tekanan”
yaitu berupa plot antara PD,MBH dengan tDe (Gambar 4.8.). Grafik tersebut
merupakan plot antara:

PD, MBH 

2.3 P*  P
P*  P ………………………..... (5-5)
m 70.6  q    B
kh
versus:
0,0002637kt
t DA  …………………………………………………….. (5-6)
ct A
dimana:
185

PD,MBH = dimensionless pressure MBH, dari pembacaan grafik pressure


function
tDA = dimensionless time, dari pembacaan grafik pressure function
P* = tekanan statik ekstrapolasi, psi

P = tekanan rata-rata, psi
m = kemiringan garis (slope), psi/cycle
k = permeabilitas formasi, mD
h = ketebalan formasi, ft
Ct = compressibiltas total psi-1
Ø = porositas, fraksi
A = luas areal penyerapan sumur, ft2

Gambar 5.1.
Fungsi Tekanan MBH (plot antara PD,MBH Vs tDA)
(Matthews, C.S. and Russel D.G., “Pressure Build Up and Flow Test in Well”, 1967)

Apabila ditentukan dengan reservoir limit test, yaitu pressure drawdown


test maka persamaan jari-jari pengurasan sumurnya adalah:
1
 V  2
re   5.615 P  …………………………………………………..... (5-7)
 h
Dimana: Vp merupakan volume pori dari sumur yang diuji.
186

5.1.3. Jari-jari Penyerapan Sumur yang Telah Ada Interferensi


Apabila berdasarkan interference test ternyata diketahui bahwa sumur-
sumur sudah terjadi interferensi maka jari-jari penyerapan sumur dapat ditentukan
dengan metode perkiraan yang tergantung dari laju produksi harian dan jarak
antara titik serap. Apabila telah diketahui jarak antara titik serap A dan titik serap
B adalah d, sedangkan produksi per hari masing-masing sumur adalah QA dan QB
maka jari-jari penyerapan masing-masing adalah:
QA  d
Jari-jari pengurasan A : re  A  …………………………….. (5-8)
Q A  QB

QB  d
Jari-jari pengurasan B : re B   …………………………….. (5-9)
Q A  QB
dimana:
QA,QB = masing-masing laju produksi sumur A dan B
d = jarak antara sumur A dan B

5.2. Penentuan Spasi Sumur


Letak dari sumur-sumur yang akan dibor harus direncanakan dan diatur agar
seluruh dari bagian reservoir hidrokarbon dapat terkuras. Dalam perencanaan
letak sumur ini biasanya adalah dengan mengatur jarak sumur satu dengan sumur
lainnya. Penentuan spasi sumur ini berhubungan langsung dengan area
pengurasan (drainage area) dari titik serapnya dalam suatu reservoirnya di bawah
kondisi tertentu. Area pengurasan dari suatu titik serap adalah merupakan batas
maksimum suatu area minyaknya atau gasnya dapat diproduksikan melalui titik
serap yang sama.
Spasi sumur merupakan suatu hal yang penting karena merupakan salah satu
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan recovery dan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Spasi sumur didefinisikan sebagai luas daerah yang dapat
dijangkau oleh suatu sumur dalam usahanya menguras fluida yang berada dalam
reservoir. Jadi masalah spasi sumur ini menyangkut jarak antar sumur untuk
memperoleh keuntungan maksimum. Besarnya spasi sumur tergantung dari
perkembangan jari-jari penyerapannya, dimana jarak antara dua sumur tidak boleh
187

lebih besar dari dua kali jari-jari penyerapan efektif. Hal ini disebabkan karena
akan terdapat daerah reservoir yang terlewatkan (tidak terkuras) fluida
reservoirnya. Apabila terlalu kecil dari dua kali jari-jari pengurasannya, maka
akan mengakibatkan terjadinya overlapping antara kedua sumur tersebut,
sehingga pada saat produksi nanti akan cenderung terjadi coning. Kondisi di atas
dipertimbangkan terhadap perilaku produksi yang optimum, artinya penentuan
terhadap laju produksi selanjutnya mengikuti kaidah-kaidah maksimum effisiensi
rate yang sesuai dengan karakteristik reservoirnya.
Penentuan spasi sumur secara ekonomis juga harus dipertimbangkan
dimana kerapatan sumur akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan untuk
melengkapi fasilitas baik dari segi operasi pemboran dan biaya penyediaan
fasilitas produksi. Semakin rapat spasi sumur akan semakin banyak sumur yang
dibor sehingga akan meningkatkan dari segi pembiayaannya.

5.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Spasi Sumur


Didalam merencanakan pola spasi sumur yang akan diterapkan, terdapat
beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah :

5.2.1.1. Besarnya Cadangan Reservoir


Suatu hal penting dalam pengaturan letak dan spasi sumur-sumur
pengembangan adalah harus mempertimbangkan berapa sisa cadangan
hidrokarbon yang ada pada reservoir tersebut. Besarnya sisa cadangan ini dapat
dihitung dengan persamaan material balance, yaitu dengan memasukkan data-
data produksi yang selalu dicatat setiap waktu, baik berupa kumulatif produksi
minyak, kumulatif produksi air, serta data sifat-sifat fisik fluida reservoirnya.
Perhitungan sisa cadangan (remaining reserve) juga dapat menggunakan
perhitungan secara volumetric, yaitu jika besarnya saturasi minyak awal dan
saturasi minyak pada saat abandonment diketahui.

5.2.1.2. Sifat Fisik Batuan & Fluida Reservoir

Sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir berpengaruh terhadap


kemampuan fluida untuk bergerak dan banyak sedikitnya kandungan fluida
188

didalamnya. Sifat fisik batuan dan fluida reservoir yang menentukan terhadap
kemampuan gerak (aliran) fluida adalah permeabilitas batuan dan viskositas
fluidanya. Sedangkan yang dapat menentukan banyak-sedikitnya kandungan
adalah porositas, ketebalan lapisan produktif dan berat jenis fluida. Pengaruh
factor-faktor tersebut terhadap penentuan pola spasi sumur adalah :
a. Reservoir dengan porositas dan permeabilitas batuan besar, maka
spasinya akan lebar.
b. Reservoir dengan porositas dan permeabilitas batuan kecil, maka
spasinya harus rapat.
c. Reservoir dengan kandungan fluida yang viskositasnya tinggi, maka
spasi yang diguanakan adalah rapat. Sedangkan bila viskositasnya rendah
maka spasi yang digunakan bias lebar.
d. Reservoir dengan kandungan fluida yang mempunyai berat jenis yang
ringan, maka spasinya akan rapat.

5.2.1.3. Keadaan Struktur Geologi dan Posisi Sumur

Struktur geologi dapat mempengaruhi akumulasi hidrokarbon dan cara


memproduksinya, sehingga hal ini perlu dimasukkan sebagai salah satu
pertimbangan dalam program perencanaan pengembangan lapangan. Beberapa
tipe geologi yang saling berbeda akan mempengaruhi tata letak lokasi sumur dan
spasinya.
Posisi struktur juga merupakan pertimbangan penting dalam menentukan
bagian mana dari reservoir yang dapat diproduksikan secara efisien. Peletakan
sumur pengurasan pada sisi struktur yang rendah memungkinkan produksi
minyaknya lebih lama dibandingkan dengan sumur-sumur pada bagian atas
struktur yang merupakan tempat akumulasi gas.
Pada akumulasi minyak dengan bentuk struktur dome atau antiklin yang
diproduksi di bawah pengaruh hydraulic akan diperoleh recovery yang lebih besar
jika spasi sumur yang terletak pada bagian struktur atasnya dibuat sedikit agak
lebar. Sumur-sumur pada posisi ini akan menjadikan kehidupan yang lebih
189

ekonomis dari suatu lapangan karena air dari edge zone tidak akan terproduksikan
sebelum mendesak seluruh minyak yang ada.
Pada formasi yang mempunyai kemiringan yang tinggi maka titk serap
dibuat lebih rapat pada arah strike bidang perlapisan dibandingkan dengan arah
dip bidang perlapisan.
Beberapa ahli meneliti pengaruh spasi lebar pada reservoir-reservoir yang
batuannya sangat bervariasi dalam teksturnya, seperti lensa-lensa batu pasir
dengan permeabilitas yang tinggi disisipi oleh pasir serpihan yang mempunyai
permeabilitas sangat rendah tetapi semua bagian reservoir dapat disaturasi oleh
fluida hidrokarbon. Bila mana sumur-sumur yang dimaksudkan dibor maka fluida
yang terdapat dalam pori batuan yang lebih permeable akan lebih cepat terkuras
jika dibandingkan dengan fluida yang terkandung pada pori batuan dengan
permeabilitas kecil pengurasannya akan kurang berarti. Air akan cepat merembes
untuk menggantikan pori batuan yang ditinggalkan oleh hidrokarbon tetapi air
tersebut tidak menggenangi sisipan lapisan lapisan yang kurang permeable. Pada
keadaan ini dianjurkan untuk menggunakan spasi sumur yang rapat untuk
menghasilkan perolehan hidrokarbon yang lebih besar.
Pada reservoir yang diproduksikan di bawah pengaruh gas cap maka spasi
sumur sebaiknya dibuat renggang atau lebar, sedangkan produksi diambil dari
sumur-sumur pada arah down-dip. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi aliran
gas sekecil mungkin dari gas cap nya.

5.2.1.4. Jenis Perangkap Reservoir

Jenis perankap reservoir menentukan bentuk dari reservoirnya, yang


berarti pula akan menentukan dibagian mana minyak akan terakumulasi paling
banyak. Karena pada bagian tersebutlah yang harus dibor dengan jumlah sumur
lebih banyak. Dengan adanya jumlah sumur yang lebih banyak berarti jarak antara
sumur-sumurnya lebih pendek, atau dikatakan mempunyai spasi yang rapat.
Secara singkat pengaruh jenis perangkap reservoir terhadap jenis perangkap
adalah :
190

1. Perangkap struktur perlipatan, dengan reservoir water drive.


 Spasi rapat pada puncak struktur.
 Spasi lebar pada struktur bawah.
2. Perangkap struktur perlipatan, dengan reservoir gas cap drive.
 Spasi rapat pada struktur bawah.
 Spasi lebar pada puncak struktur.
3. Perangkap stratigrafi.
 Sumur-sumurnya akan berkelompok dengan spasi rapat pada bagian
akumulasi minyak.

5.2.1.5. Jenis Drive Mechanism Reservoir

Jenis mekanisme pendorong yang bekerja didalam reservoir ini akan dapat
mempengaruhi pola spasi sumur-sumurnya. Hal ini dikarenakan mekanisme
pendorong akan menentukan kearah mana kecenderungan kandungan akan
bergerak bila diproduksikan. Adanya water influx dan pengembangan gas akan
merubah letak ketinggian dari batas minyak-air dan batas minyak-gas. Agar
sumur dapat berproduksi dengan efisien maka perubahan batas-batas tersebut
harus diperhatinkan, sehingga penentuan pola spasi sumur yang dipengaruhi oleh
jenis mekanisme pendorong adalah sebagai berikut :
a. Pada reservoir water drive :
 Spasi rapat pada struktur atas reservoir.
 Spasi lebar pada struktur bawah.
b. Pada reservoir gas cap drive :
 Spasi rapat pada struktur bawah.
 Spasi lebar pada struktur gas.
c. Pada reservoir gravity drainage :
 Sebaiknya spasi rapat pada struktur bawah.
d. Pada reservoir depletion drive :
 Umumnya akan berkelompok-kelompok.
e. Pada reservoir combination drive :
191

 Spasinya akan tergantung pada jenis mekanisme pendorong yang


paling dominan.
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan pola spasi
sumur tersebut adalah tidak berdiri sendiri-sendiri, akan tetap saling berkait.
Dengan demikian dibutuhkan kemampuan untuk menganalisa setiap faktor dan
kemudian merangkumnya, sehingga pola spasi umur akan diterapkan nantinya
telah merupakan gamabaran dari seluruh faktor yang mempengaruhinya. Perlu
diketahui pula bahwa maksud perencanaan pola spasi sumur adalah untuk
mempersiapkan letak calon lokasi sumur pada tahap produksi.

5.2.1.6. Laju Produksi dan Recovery Factor yang Diinginkan

Pada aliran minyak dari dalam reservoir menuju ke dalam lubang sumur,
aliran tersebut dianggap aliran radial, jika kondisi dari aliran tersebut dapat
dianggap sebagai aliran steady-state, maka akan berlaku persamaan aliran dalam
media berpori yang dikemukakan oleh Darcy (1856).
Keadaan fluida dalam batuan reservoir di sekitar lubang sumur hanya
terbatas sampai jarak tertentu, dimana fluida dapat bergerak menuju lubang sumur
tersebut. Untuk itu, sumur-sumur tidak boleh dispasikan lebih dari dua kali jarak
radius pengurasannya, jika keadaan ini tidak dipenuhi maka minyak yang
seharusnya dapat dikuras akan tertinggal di dalam reservoir.

5.2.1.7. Pertimbangan Ekonomi

Lapangan minyak yang dieksploitasi tidak hanya digunakan untuk


memperoleh produksi yang sebesar-besarnya tetapi juga untuk mendapatkan
keuntungan.
Keuntungan pada kenyataannya diperoleh dari eksploitasi minyak jika
terdapat selisih dari harga jual dari seluruh minyak yang didapatkan dengan biaya
maksimum operasi produksinya. Pada dasarnya besar biaya, harga, waktu
produksi, besar modal (investasi), dan banyaknya produksi minyak merupakan
beberapa faktor pertimbangan dari perhitungan keuntungan. Seluruh variabel
tersebut akan sangat mempengaruhi di dalam penentuan spasi sumur.
192

Jika terdapat persaingan dengan kontraktor lain, maka sumur-sumur


dengan spasi rapat akan memberikan jaminan didapatkannya recovery yang lebih
besar dibandingkan dengan spasi sumur yang lebar, tetapi hal ini juga
memperbesar investasi yang harus ditanam. Biaya produksi per barrel minyak
mencakup biaya pemboran sumur, biaya operasi sumur, penyusutan alat, biaya
administrasi akan mempengaruhi perencanaan spasi sumur pada suatu reservoir,
jika hasil bersih penjualan minyak keseluruhan masih lebih besar dari seluruh
biaya operasi produksinya, maka penambahan spasi sumur masih dapat diterima.

5.2.2. Pola Spasi Sumur

Pola spasi sumur yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi dua yaitu
pola spasi sumur teratur dan pola spasi sumur tidak teratur. Pola spasi sumur
teratur (regular pattern), sumur-sumur dibor pada deretan yang melintasi daerah
reservoir dengan jarak sama dengan harapan agar semua bagian reservoir dapat
terkuras secara merata. Jarak yang sama ini menjadikan letak sumur-sumur dapat
membentuk pola tertentu seperti pola segitiga, segiempat dan sebagainya. Pola
spasi sumur teratur diterapkan apabila reservoirnya mempunyai struktur dan
stratigrafi yang tidak rumit (kompleks) serta heterogenitasnya baik
Pola spasi sumur tidak teratur (irregular pattern) dapat diterapkan apabila
struktur dan stratigrafi reservoir sangat kompleks serta heterogenitas reservoirnya
tinggi, sehingga tidak memungkinkan diterapkan pola spasi teratur. Jadi pada
prinsipnya pola spasi sumur tidak teratur adalah pola sapasi sumur yang tidak
mengikuti suatu bentuk tertentu yang teratur.

5.2.2.1. Pola Spasi Sumur Teratur


Spasi yang teratur dilakukan jika struktur dan stratigrafi yang ada pada suatu
lapangan/reservoir tidak kompleks dan tingkat heterogenitasnya rendah atau
dianggap seragam.
Pengaturan sumur-sumur secara geometri biasanya dengan menempatkan
sumur-sumur tersebut pada deretan yang melintasi daerah penyerapan dengan
193

jarak yang sama, sehingga semua bagian dari reservoir dikuras secara merata.
Oleh karena itu secara geometris daerah penyerapan dapat dibagi menjadi:

1. Pola Bujursangkar (Rectangular)

Pola ini dibentuk oleh empat buah sumur, dalam hal ini minyak dianggap
menembus batuan reservoir menuju ke sumur yang paling dekat. Spasi sumur
bujursangkar ini akan memberikan daerah pengurasan, seperti terlihat pada
gambar 4.9. Luas daerah pengurasan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
D2
a = …………………………………………………….... (5-10)
43560
Dimana:
a = luas daerah pengurasan, acre
D = jarak antar sumur, feet
43560 = faktor konversi , acree ft ke cuft
Gambar 4.9. memperlihatkan pengurasan dengan bentuk bujursangkar dimana
jarak tempuh fluidanya dari titik sudutnya akan lebih jauh dibandingkan dari sisi-
sisinya. Oleh sebab itu, untuk daerah pengurasan dapat dinyatakan sebagai
equivalen dalam bentuk lingkaran dengan radius pengurasan efektif, sehingga
dalam permasalahan ini berlaku persamaan untuk pola penyebaran dalam bentuk
bujursangkar, yaitu :
re = 0.637 x D ...……….………………………………………… (5-11)
Besarnya spasi sumur D secara teoritis tidak boleh lebih dari dua kali jari-jari
pengurasan (re), secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
D < 2 re …………………………………………………..……… (5-12)
194

Gambar 5.2.
Pola Penyebaran Bujur Sangkar
(Uren, L.C, Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York, 1956.)

2. Pola Segitiga
Tiga sumur ini membentuk segi tiga sama sisi, sehingga keadaan tersebut
diharapkan akan memberikan daerah penyerapan yang berbentuk segi enam
hexagonal. Luas daerah yang harus memberikan pengaliran kepada sumur
ditentukan dengan persamaan:
0.866 D 2
a ......................................................................................... (5-13)
43560
Sedangkan jari-jari penyerapannya:

re  0,505  D ........................................................................................ (5-14)


195

Gambar 5.3.
Pola Penyebaran Segi Tiga
(Uren, L.C, Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York, 1956.)

Tabel V-1.
Hubungan Antara Spasi Sumur dengan Jari-Jari Penyerapan
(Uren, L.C, Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York, 1956.)

Luas daerah penyerapan, Jari-jari penyerapan efektif,


Jarak antar acre / sumur ft
sumur, ft Bujur Bujur
Segitiga Segitiga
sangkar sangkar

300 2,07 1,79 191 179

400 3,67 3,18 255 238

500 5,74 4,97 319 298

600 8,26 7,16 382 359

660 10,00 8,66 420 393

700 11,20 9,74 446 417

800 14,70 12,70 510 476

900 18,60 16,10 573 536


196

1000 23,00 19,90 637 595

1100 27,80 24,10 701 655

1200 33,10 28,60 764 714

1300 38,80 33,60 828 774

1320 40,00 34,60 841 785

1400 45,00 39,00 892 833

1500 51,70 44,80 956 893

1600 58,80 50,90 1019 952

1700 66,30 57,40 1083 1012

1800 74,40 64,40 1147 1071

5.2.2.2. Pola Spasi Sumur Tidak Teratur

Pola penyebaran sumur ini dilakukan jika struktur dan stratigrafi yang ada
pada suatu lapangan kompleks dan mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi,
sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan pola spasi sumur yang teratur. Pola
penyebaran sumur yang tidak teratur ini harus melihat jenis mekanisme
pendorong dari reservoir sebab hal ini akan menentukan dipakai tidaknya pola
penyebaran sumur tidak teratur ini. Pola penyebaran sumur berdasarkan
mekanisme pendorong, dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu disolved gas
drive, gas cap drive, water drive, dan combination drive.

1. Disolved Gas Drive


Reservoir yang mempunyai mekanisme pendorong disolved gas dan
mempunyai kemiringan lapisan yang kecil maka komplesi dapat diletakkan pada
bagian bawah reservoir yang disusun secara teratur. Hal ini dimaksudkan agar
gaya gravitasi dapat membantu dalam memproduksikan minyak.
Reservoir yang mempunyai kemiringan lapisan yang relatif besar, maka
penempatan letak sumur-sumur adalah pada sisi bagian bawah reservoir dan
197

disusun secara teratur. Tujuan penempatan sumur-sumur yang teratur pada


reservoir jenis ini agar apabila tenaga pendorong dari reservoir tersebut berkurang,
maka mudah dilakukan tahap secondary recovery.

2. Gas Cap Drive


Reservoir dengan tenaga pendorong gas cap dan mempunyai kemiringan
lapisan yang kecil, pemilihan letak sumur-sumur produksinya dikomplesikan pada
bagian lapisan produktifnya dengan pola spasi yang teratur. Hal ini dimaksudkan
agar pengembangan gas cap akan mendorong minyak melalui bagian bawah
interval komplesi untuk mendapatkan recovery yang maksimum.
Gas cap drive reservoir dengan kemiringan lapisan yang tipis dan sudut
kemiringan yang besar maka penempatan letak sumur juga pada bagian bawah
yang terendah untuk dikomplesikan dengan spasi sumur yang tidak teratur. Hal ini
dimaksudkan agar letak tidak terlalu dekat dengan batas minyak-gas sehingga
sumur dapat berproduksi lebih lama dengan tenaga pendorong alamiah.

3. Water Drive
Water drive reservoir yang mempunyai lapisan yang tebal dan kemiringan
lapisan yang kecil, maka penempatan sumur diletakan dengan spasi berpola
teratur, dimana interval komplesi dipilih pada bagian teratas struktur. Hal ini
memungkinkan untuk berproduksi lebih lama karena adanya invasi air yang
mendorong minyak masuk kedalam interval komplesi.
Reservoir water drive yang mempunyai lapisan tipis dan kemiringan yang
besar maka dapat dikembangkan dengan pola spasi sumur yang tidak teratur.
Komplesi sumur diusahakan pada struktur teratas untuk memperlambat
perembesan air kedalam sumur-sumur produksi.

4. Combination Drive
Combination drive reservoir dimana penempatan sumur produksi didasarkan
pada mekanisme pendorong yang paling dominan. Apabila yang paling dominan
water drive, maka sumur dikomplesikan pada bagian teratas dari struktur tetapi
bila dukungan water basin kurang dominan dan gas cap adalah mekanisme yang
198

paling dominan, maka sumur-sumur dikomplesi pada bagian bawah atau bagian
terendah dari struktur). Apabila sulit menentukan jenis mekanisme mana yang
paling dominan maka sumur dipolakan dengan surface grid (surface grid pattern).
Kerugian dari sistem ini adalah bahwa semua sumur yang menembus struktur
tinggi akan diinvasi oleh pengembangan gas pada awal mula produksi. Sumur-
sumur itu akan berproduksi dengn GOR tinggi dan efisiensi recovery yang rendah.

5.2.3. Perhitungan Spasi Sumur


Pada perhitungan spasi sumur ada beberapa teori yang dapat digunakan, yaitu :

 Persamaan Darcy
 Persamaan Volumetrik

5.2.3.1. Persamaan Darcy


Bila sumur sudah mulai diproduksikan dan data reservoar sudah diketahui,
maka penentuan spasi sumur dapat dilakukan secara pendekatan Darcy, dimana
pola aliran radial adalah pola yang paling umum digunakan dalam pendekatan
persamaan bentuk aliran radial.
 
7,08  10 3 kh P r 2  Pwf 2 
q   ................................................. (5-15)
.Bo ln re / rw 
dimana :
q = laju alir minyak, stb/d
h = tebal lapisan produktif, ft

Pr = tekanan statik reservoir, Psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, Psi
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
k = permeabilitas, darcy
 = viskositas minyak, cp
Setelah diketahui besarnya jari-jari pengurasan, maka dapat ditentukan
jarak (spasi) antar sumurnya, dimana jarak antar sumur yang sering digunakan
199

adalah merupakan kelipatan dua dari jari-jari pengurasannya. Persamaan yang


menyatakan hal tersebut adalah :
D = 2 x re ..................................................................................... (5-16)

5.2.3.2. Persamaan Volumetrik


Persamaan volumetrik dapat juga dijadikan acuan untuk penentuan jari-jari
pengurasan sumur. Dimana data-data yang dibutuhkan didapatkan dari data
produksi, log, PVT serta analisa core.
7758Vb (1  S wi )
N ............................................................. (5-17)
Boi
Vb = A x h ..................................................................................... (5-18)
dimana :
N = cadangan minyak mula-mula ditempat, stb
Vb = bulk volume reservoir, acre-ft
Ф = porositas batuan reservoir, %
Swi = saturasi air inisial, %
Boi = faktor volume formasi minyak, bbl/stb
7758 = konversi dari acres-ft ke bbl
A = luas areal, acres
h = tebal lapisan, ft
Dengan menganggap areal pengurasan berbentuk lingkaran, maka luas
areal pengurasan A = re2/43560 ft2, sehingga re dapat dihitung dengan
pendekatan sebagai berikut :
5,615.N .Boi
re = ......................................................................... (5-19)
3,14h 1  S wi 

5.3. Penentuan Letak dan Jumlah Sumur


Letak lokasi sumur-sumur pengembangan berada di antara sumur-sumur
yang telah ada. Dengan demikian penentuan spasi sumur dipengaruhi oleh spasi
sumur yang telah ada, maka itu beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan
antara lain:
200

 Pada daerah di antara sumur-sumur yang belum/tidak terjadi interferensi


diantaranya dan luas areal yang belum terkuras oleh sumur-sumur yang
telah ada.
 Pada daerah reservoir yang cukup porous akan tetapi permeabilitasnya kecil.
Hal ini memungkinkan adanya daerah-daerah yang belum terproduksikan
oleh sumur-sumur yang ada pada saat itu. Adapun hal tersebut terjadi karena
terjadi shale-break atau blocking, sehingga minyak terkurung dalam suatu
daerah yang tidak ditembus oleh lubang bor.
 Pada lapisan produktif yang penyebarannya mengarah ke lapisan yang tebal.
Persoalan penting dalam pengeksploitasian hidrokarbon dalam
hubungannya dengan pengembangan lapangan adalah jumlah sumur yang
dibutuhkan dan pengembangannya. Sebab secara singkat bahwa pengembangan
lapangan akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
 Pemboran sejumlah sumur pada reservoir yang bersangkutan
 Kontrol gerakan atau aliran fluida dari reservoir menuju ke dalam lubang
sumur
 Kontrol energi reservoir.
Adapun masalah penting dalam usaha pengembangan lapangan minyak
adalah menentukan jumlah sumur-sumur yang akan dibor. Sumur-sumur
tambahan/sisipan yang akan dibor dengan tujuan untuk memenuhi MER
(Maximum Efficiency Rate). Oleh karena itu banyaknya sumur ini tergantung dari
jumlah sumur produksi dan kumulatif produksi yang telah dihasilkan. Maka
berkaitan dengan hal di atas dalam penentuan jumlah sumur-sumur tambahan
yang harus dibor dapat dibedakan sebagai berikut:

5.3.1. Penentuan Berdasarkan Konsep Maximum Efficiency Rate (MER)


Maximum Efficiency Rate (MER) adalah besarnya rate suatu sumur atau
reservoir yang dapat memberikan ultimate recovery yang paling tinggi. Bila mana
rate tersebut dilampaui akan mengakibatkan berkurangnya ultimate recovery,
sedangkan pengurangan di bawah rate ini tidak akan memberikan penambahan
ultimate recovery.
201

Penentuan banyaknya sumur-sumur tambahan/sisipan yang didasarkan pada


MER didasarkan oleh banyaknya jumlah sumur terhadap jumlah produksi yang
diizinkan. Jika seluruh cadangan di dalam reservoir akan diproduksikan sehingga
besarnya MER dan serta laju produksi rata-rata sumur dapat ditentukan, maka
dapat ditentukan pula jumlah sumur yang harus dibuat, yaitu dengan membagi
MER seluruh lapangan (reservoir) dengan laju produksi sumur rata-rata. Bentuk
persamannya dapat dituliskan sebagai berikut:
MERr
n ……………………………………………………………. (5-23)
q av

dimana:
n = jumlah sumur tambahan yang dibor untuk memenuhi MER
MERr = Maximum Efficiency Rate reservoir
qav = laju produksi rata-rata

Jika ternyata sumur-sumur yang telah ada masih kurang untuk memenuhi
standar rate MER, maka dibutuhkan pemboran sumur-sumur baru sebagai sumur
tambahan. Banyaknya sumur tambahan yang akan dibuat ditentukan oleh
besarnya MER reservoir, rate kumulatif yang telah ada, serta rate produksi rata-
rata sumur tambahan tersebut. Adapun secara matematis banyaknya sumur infill
tersebut dapat ditentukan melalui suatu rumus:
MERr   qav
ni  …………………………………………………… (5-24)
qavi

dimana:
Σqav = rate kumulatif dari seluruh sumur yang telah berproduksi
qavi = rate produksi rata-rata sumur pengembangan
ni = banyaknya sumur infill yang harus dibor untuk memenuhi MER

Sebelum dapat menentukan berapa jumlah sumur pengembangan yang harus


dibor dalam usaha untuk memenuhi MER nya, maka terlebih dahulu harus dapat
memperkirakan rate produksi rata-rata sumur infill yang direncanakan. Jika data-
data sifat fisik batuan reservoir seperti permeabilitas batuan, ketebalan formasi
202

produktif, data sifat fisik fluida reservoir berupa viscositas dan faktor volume
formasi, jari-jari pengurasan serta tekanan reservoir. Maka dengan rumus Darcy
dalam memperkirakan rate produksi rata-rata sumur infill ini, sehingga
selanjutnya dapat dihitung jumlah sumur infill yang dibutuhkan.

5.3.2. Penentuan Berdasarkan Analisa Pengujian Sumur


Penentuan jumlah sumur pengembangan dapat pula berdasarkan atas analisa
pengujian sumur. Salah satu hasil pengujian sumur yang diperlukan disini adalah
jari-jari pengurasan, yang mana dapat diperoleh dari analisa pressure build up.
Setelah didapatkan jari-jari pengurasan sumur selanjutnya dapat dihitung seberapa
jauh sumur dapat menguras reservoir, atau disebut luas daerah pengurasan. Data
lain yang dibutuhkan adalah luas daerah cadangan.
Luas daerah cadangan dapat ditentukan dari peta isopach atau peta kontur
struktur bawah permukaan dengan bantuan alat planimeter, yang mana data-
datanya dapat diperoleh dari logging, analisa core, sampel log. Jika luas cadangan
serta luas daerah pengurasannya telah didapat, maka banyaknya sumur yang
dibutuhkan untuk menguras reservoir, yaitu dengan suatu persamaan matematis:
A
n ………………………………………………………..……….. (5-25)
a

dimana:

n = Jumlah sumur yang dibutuhkan untuk menguras seluruh cadangan


reservoir
A = Luas daerah cadangan
a = Luas daerah pengurasan
Pada prakteknya dengan pertimbangan ekonomis atas biaya pemboran
dan komplesi yang membutuhkan investasi yang sangat besar, maka tidak semua
sumur-sumur yang secara teknis harus dilakukan pemboran. Pemboran sumur-
sumur ini adalah bertahap, yang mana tergantung pada besarnya ultimate recovery
yang diinginkan pada kurun waktu tertentu. Jika sumur-sumur produksi yang telah
ada masih belum memenuhi recovery yang diinginkan, maka diusulkan untuk
203

dilakukan penambahan sumur-sumur baru. Sesuai dengan rumus diatas, maka


hanya dapat mengetahui secara global, dimana tidak memperhitungkan daerah-
daerah yang hampir atau tertutup oleh interferensi sumur. Dengan demikian
hasilnya tidak dapat akurat.
Jika diinginkan hasil yang akurat, maka harus dievaluasi besarnya luas
daerah pengurasan masing-masing sumur, yaitu dengan menghitung besarnya jari-
jari pengurasan tes sumur. Apabila hasilnya telah didapat, maka memplotkan ke
dalam peta luas daerah cadangan, sehingga dengan demikian dapat ditentukan
daerah-daerah reservoir yang belum terkuras. Jika luas daerah pengurasan sumur
pengembangan dapat ditentukan maka dengan memasukkan pula luas daerah
pengurasan ini ke dalam peta luas daerah cadangan, maka akan dapat dihitung
berapa banyak sumur pengembangan yang akan dibuat.

5.3.3. Penentuan Berdasarkan Pengaturan Pola Sumur


Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung bahwa secara umum dikenal
dua macam pola spasi sumur, yaitu bujur sangkar dan segitiga sama sisi. Masing-
masing pola mempunyai areal penyerapan yang berbeda. Adapun persamaan
dalam menentukan jumlah sumur untuk masing –masing pola adalah sebagai
berikut :
 Untuk pola spasi bujur sangkar:
A
n  43560 ..................................................................................... (5-26)
D2

 Untuk pola spasi segitiga sama sisi


A
n  43560 ............................................................................ (5-27)
0.866 D 2

dimana:
A = Total luas lapangan, acres
D = Jarak antar sumur, ft
n = Jumlah sumur

Anda mungkin juga menyukai