Anda di halaman 1dari 10

ANTARA PPK, PPTK, dan PPK-SKPD

Abu Sopian, Balai Diklat Keuangan Palembang


Abstrak.
Dalam pengelolaan keuangan daerah terdapat dua macam jabatan yang secara resmi
menggunakan singkatan yang sama yaitu PPK. PPK yang pertama adalah Pejabat Pembuat
Komitmen (disingkat PPK) yang tugas dan kewenangannya diatur dalam Perpres nomor 54
tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Perpres
nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. PPK yang kedua adalah Pejabat
Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (disingkat PPK-SKPD) yang tugas
dan kewenangannya diatur dalam Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Karena sebutan SKPD sudah melekat pada seluruh unit di jajaran pemerintahan daerah, maka
dalam penyebutan nama jabatan PPK-SKPD kadang-kadang kata SKPD tidak lagi diucapkan
sehingga jabatan PPK-SKPD hanya diucapkan dengan sebutan PPK. Akibatnya kadangkadang banyak pihak yang tidak membedakan antara PPK dengan PPK-SKPD. Padahal
kedua jabatan tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda. PPK-SKPD
mempunyai tugas pokok yang berkaitan dengan penatausahaan keuangan daerah yang
meliputi penelitian, verifikasi, akuntansi, dan pelaporan keuangan. Sedangkan PPK
mempunyai tugas pokok yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah yang
meliputi: penetapan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa; menerbitkan Surat
Penunjukan Penyedia Barang/Jasa; dan menyusun, menandatangani, melaksanakan serta
mengendalikan kontrak.
Dalam struktur organisasi pemerintah daerah, selain Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang merupakan perangkat daerah selaku pengguna anggaran terdapat pula Unit Kerja yang
merupakan bagian dari SKPD. Pada tingkat SKPD fungsi penatausahaan keuangan
dilaksanakan oleh PPK-SKPD. Sedangkan pada tingkat Unit Kerja SKPD fungsi tersebut
dilaksanakan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (disingkat PPTK).
Di bidang
pengadaan barang/jasa pemerintah, baik di tingkat SKPD maupun di Unit Kerja SKPD fungsi
tersebut tetap berada di tangan PPK. PPTK hanya terlibat apabila berdasarkan usulan PPK
PPTK telah ditetapkan oleh PA/KPA dalam rangka membantu tugas PPK.
Karena di bidang penatausahaan keuangan PPTK menjalankan peran yang sama dengan
PPK-SKPD, maka sering kali dijumpai PPTK yang merasa berhak untuk berperan sebagai
PPK pada Unit Kerja SKPD. Keinginan PPTK yang demikian itu berbenturan dengan fungsi
PPK dan fungsi Pejabat Pengadaan Barang/jasa.

A. Latar belakang.
Sebagai instruktur dalam beberapa pelatihan dan ujian sertifikasi pengadaan
barang/jasa pemerintah, penulis sering mendapat pertanyaan dan keluhan dari beberapa
peserta tentang pengadaan barang/jasa pemerintah pada Unit Kerja SKPD. Kenyataan yang
mengemuka dari berbagai pertanyaan dan keluhan tersebut adalah:

1.
2.

3.
4.

adanya keinginan PPTK pada Unit Kerja SKPD untuk mengambil alih peranan
PPK dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di Unit Kerja SKPD.
ketika peran PPK tersebut tidak diberikan kepada PPTK, PPTK melakukan
perlawanan dengan cara menolak menandatangani Surat Permintaan Pembayaran
(SPP).
akibat dari penolakan PPTK tersebut, Pejabat Penanda Tangan SPM tidak dapat
menerbitkan SPM;
permasalahan di atas akan menghambat proses pembayaran tagihan atas pengadaan
barang/jasa pemerintah.

Puncak dari permasalahan tersebut adalah ketika beberapa hari yang lalu seorang
PPK melalui telepon dengan nada suara yang penuh kecemasan menyampaikan keluhannya
kepada penulis karena adanya penolakan penerbitan SPM-LS atas pengadaan barang/jasa
dengan alasan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang diajukan sebagai dasar penerbitan
SPM tidak ditandatangani oleh PPTK. Kecemasan PPK tersebut bukan hanya karena adanya
penolakan dari Pejabat Penanda Tangan SPM tetapi juga karena di satu sisi adanya desakan
dari pihak penyedia barang/jasa yang menuntut pembayaran segera dilakukan, dan di sisi lain
masa waktu penyelesaian pengajuan SPM yang semakin sempit menjelang penutupan tahun
anggaran.
Akar permasalahan tersebut terletak pada keengganan PPTK untuk
menandatangani Formulir SPP karena PPTK tidak dilibatkan dalam kegiatan pengadaan
barang/jasa.
Pengadaan barang/jasa pemerintah dan pembayaran atas pengadaan barang/jasa
merupakan dua hal yang berbeda. Meskipun sebenarnya kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan karena tanpa pengadaan barang/jasa tidak mungkin ada pembayaran. Proses
pengadaan barang/jasa pemerintah adalah proses bagaimana cara memperoleh barang/jasa
pemerintah oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi yang dimulai
dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa. Sedangkan proses pembayaran atas pengadaan barang/jasa pemerintah adalah
serangkaian kegiatan untuk melaksanakan pembayaran tagihan atas pengadaan barang/jasa
pemerintah. Proses pembayaran dilakukan oleh petugas yang mengurus urusan keuangan
(PA/KPA, PPK, PPTK, PPK-SKPD, Pejabat Penanda Tangan SPM, dan Bendahara
Pengeluaran) setelah proses pengadaan barang/jasa selesai dilaksanakan. Sedangkan proses
pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan oleh PPK, Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit
Layanan Pengadaan (ULP), dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
Proses pengadaan barang/jasa termasuk dalam lingkup berlakunya Peraturan tentang
pengadaan barang dan jasa (Perpres nomor 54/2010 dan Perpres nomor 70/2012). Proses
pembayaran atas pengadaan barang/jasa termasuk dalam lingkup berlakunya peraturan
tentang penatausahaan dan pembayaran (Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13/2006
dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 190/PMK.05/2012)
Pihak yang dibebani tugas dalam rangka pelaksanaan pembayaran atas pengadaan
barang/jasa adalah:
1. PA/KPA;
2. Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD);
3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
4. Pejabat Penanda Tangan SPM; dan
5. Bendahara Pengeluaran.

Keinginan PPTK untuk ikut terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah
telah menjadi pemicu timbulnya ketidakharmonisan dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi unit kerja SKPD. Untuk menghilangkan perselisihan antara PPK dan PPTK tersebut,
dalam tulisan ini akan diuraikan tentang peran masing-masing pihak yang terlibat dalam
pengadaan barang/jasa dan pihak yang terlibat dalam proses pembayaran atas pengadaan
barang/jasa tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku dibidang pengadaan barang/jasa
pemerintah dan ketentuan di bidang pembayaran.

B. Ketentuan Tentang Pengadaan Barang/Jasa


Peraturan khusus yang mengatur tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah adalah
Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 beserta perubahannya yakni Peraturan Presiden
nomor 70 tahun 2012. Dalam Perpres tersebut diatur bahwa pihak yang dibebani tugas dalam
rangka pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah:
1. PA/KPA;
2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
3. Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan;
4. Tim Swakelola; dan
5. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
Secara garis besar pembagian tugas para pejabat yang terlibat dalam pengadaan
barang adalah sebagai berikut:
B1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA)
Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) adalah pejabat
pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kemeterian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD. PA/KPA
memiliki tugas untuk memanfaatkan dana anggaran secara efektif. Efektifitas penggunaan
dana anggaran dapat dilihat dari berapa besar manfaat dana anggaran dalam menunjang
kinerja instansi pemerintah. Tanggung jawab PA/KPA dalam menggunakan dana anggaran
tersebut dilakukan dengan menetapkan penggunaan dana anggaran dan pemaketan pekerjaan.
Kesalahan dalam penggunaan anggaran merupakan kesalahan PA/KPA. Kesalahan
penggunaan anggaran terjadi manakala dana anggaran digunakan untuk pengadaan
barang/jasa yang kurang atau tidak memberi manfaat terhadap kinerja kantor. Karena
penyediaan dana anggaran pada masing-masing satuan kerja jumlahnya terbatas maka
PA/KPA dituntut untuk menggunakan dana anggaran berdasarkan urutan prioritas
kepentingan instansi dalam rangka meningkatkan kinerja instansi. Kesalahan dalam
menentukan prioritas pemenuhan kebutuhan barang/jasa juga akan berakibat negatif terhadap
peningkatan kinerja instansi. Contoh penggunaan anggaran yang tidak efektif seperti
pengadaan Air Conditoner untuk ruang kantor yang lokasinya di puncak gunung yang
hawanya dingin, atau pembangunan Bandara di daerah yang tidak pernah disinggahi pesawat.
B.2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Hal ini berarti bahwa sukses atau tidaknya pelaksanaan pengadaan barang/jasa di letakkan di
pundak PPK. Secara rinci tugas dan tanggung jawab PPK dituangkan dalam pasal 11 Perpres
nomor 70 tahun 2012 yaitu:
1. Tugas pokok PPK
a. Menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang meliputi:

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

1) Spesifikasi teknis barang/jasa;


2) Harga perkiraan sendiri (HPS); dan
3) Rancangan Kontrak.
Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
Menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Surat Perintah Kerja
(SPK)/Surat Perjanjian;
Melaksanakan kontrak dengan penyedia barang/jasa;
Mengendalikan pelaksanaan kontrak;
Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA;
Menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA dengan berita
acara penyerahan;
Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan
pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan;
Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan
barang/jasa;

2. Tugas tambahan PPK


Dalam hal diperlukan PPK dapat:
a. Mengusulkan kepada PA/KPA perubahan paket pekerjaan dan/atau perubahan
jadwal kegiatan pengadaan;
b. Menetapkan tim pendukung;
c. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis untuk membantu
pelaksanaan tugas Unit Layanan Pengadaan; dan
d. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.
Setelah PA/KPA menetapkan penggunaan dana anggaran melalui paket-paket
pengadaan barang/jasa, maka pelaksanaan pengadaan barang/jasa selanjutnya menjadi
tanggung jawab PPK. Tanggung jawab PPK meliputi:
a. Penetapkan spesifikasi teknis barang/jasa seperti bentuk, ukuran, kwalitas, kapasitas, dan
sebagainya;
b. Penyusunan dan penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);
c. Penyusunan, penandatanganan, pelaksanaan, dan pengendalian kontrak;
d. Menyetujui bukti pembayaran yang meliputi Bukti Pembelian, Kwitansi, SPK, dan
Kontrak, termasuk menyerahkan berkas tagihan kepada Pejabat Penanda Tangan SPM;
e. Melaporkan kemajuan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan hambatan dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk penyerapan anggaran;
f. Menyerahkan hasil pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA.
Dalam memenuhi tanggung jawab tersebut PPK wajib malakukan hal-hal berikut:
a. Mencari informasi tentang kebutuhan setiap bagian dan seksi dalam satuan kerja dan unit
kerja yang meliputi jumlah, ukuran, sfesifikasi teknis barang dan lain-lain. Kesesuaian
jumlah, ukuran, dan spesifikasi barang dengan kebutuhan pengguna pada masing-masing
bagian dan seksi akan mempengaruhi kinerja instansi pemerintah. Sebaliknya kasalahan
dalam menentukan spesifikasi teknis barang/jasa dapat berakibat barang yang sudah dibeli
tidak dapat berfungsi dengan baik dan akan menghambat penyelesaian pekerjaan.
b. Melakukan survey harga pasar untuk setiap jenis barang yang akan dilaksanakan
pengadaannya. Hasil survey harga tersebut dijadikan dasar penyusunan dan penetapan
Harga Perkiraan Sendiri.
c. Dalam hal pengadaan barang/jasa dilakukan dengan melalui kontrak atau SPK, PPK harus
menyusun, menandatangani, dan malaksanakan kontrak atau SPK tersebut. Dalam hal ini

PPK harus dapat melakukan pengendalian agar semua klausule yang telah tertuang dalam
kontrak atau SPK dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa dengan sebaik-baiknya.
d. Mempersiapkan pembayaran atas pelaksanaan pengadaan yang telah dilaksanakan oleh
penyedia barang/jasa. Dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan SPM-LS
PPK mempersiapkan berkas SPP-LS.
e. Melaporkan perkembangan proses pengadaan barang/jasa. Jika pelaksanaan pengadaan
barang/jasa mengalami hambatan PPK harus memberitahukan hambatan tersebut kepada
PA/KPA. Hambatan dalam pengadaan barang/jasa dapat terjadi dalam pelaksanaan
kontrak seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan oleh penyedia barang/jasa.
f. Menyerahkan hasil pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA.

B.3. Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan;


Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan merupakan tiga jabatan yang
berbeda yang memiliki tugas yang sama yakni melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa
atau menentukan kepada siapa barang/jasa harus dibeli. Panitia pengadaan memiliki tugas
melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara lelang (tender), kecuali untuk
pengadaan barang khusus dan/atau pengadaan yang dilakukan dalam kondisi khusus (darurat)
dimana pemilihan penyedia boleh dilaksanakan dengan cara Penunjukan Langsung. Pejabat
Pengadaan memiliki tugas melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara
Pengadaan Langsung tanpa melalui proses lelang (tender). Unit Layanan Pengadaan adalah
suatu unit kerja (entitas) dengan tugas sama dengan Panitia Pengadaan yakni melaksanakan
pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara lelang (tender).
Berdasarkan pasal 130 Perpres nomor 70 tahun 2012 ULP wajib dibentuk
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi paling lambat pada Tahun Anggaran
2014. Dalam hal ULP belum terbentuk atau belum mampu melayani keseluruhan kebutuhan
Pengadaan, PA/KPA menetapkan Panitia Pengadaan untuk melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa. Namun setelah ULP terbentuk seharusnya seluruh proses pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilakukan dengan cara lelang (tender) tidak lagi dilaksanakan oleh Panitia
Pengadaan Barang/Jasa.
Paket pengadaan barang/jasa yang penyedianya harus dipilih melalui proses lelang
adalah paket pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa lainnya dengan nilai di atas
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan pengadaan jasa konsultansi dengan nilai di atas
Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yang bukan merupakan pengadaan barang khusus
dan/atau dalam keadaan darurat. Jika nilai pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa
lainnya tidak lebih dari Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) pemilihan penyedianya boleh
dilaksanakan dengan cara Pengadaan langsung, demikian juga untuk pengadaan jasa
konsultansi yang tidak lebih dari Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Pengadaan
langsung dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan.
B.4 Tim Swakelola
Tim Swakleola adalah tim yang diangkat oleh PA/KPA untuk melaksanakan
pekerjaan yang dilaksanakan secara swakelola. Tim Swakelola terdiri dari tim perencana, tim
pelaksana, dan tim pengawas. Tim pelaksana swakelola hanya memiliki tugas melaksanakan
pekerjaan dengan cara membuat atau mengerjakan sesuatu. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan
secara swakelola memerlukan barang atau material, maka pengadaan barang material tersebut
dilaksanakan oleh Panitia/Pejabat Pengadaan/ULP.

B.5. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)


Penerimaan barang/jasa pada setiap kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat
daerah/institusi dilakukan oleh penerima barang/pekerjaan. Untuk pengadaan barang/jasa
sederhana dengan nilai relatif kecil seperti pengadaan keperluan sehari-hari perkantoran
dimana pemeriksaan barang/hasil pekerjaan tidak begitu sulit, dapat ditunjuk seorang
penerima pekerjaan dengan jabatan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Sedangkan untuk
pengadaan barang/jasa yang tidak sederhana yang nilainya relatif besar dan penilaian
terhadap hasil pekerjaan tersebut perlu dilakukan oleh lebih dari satu orang, penerimaan
barang/hasil pekerjaan dilakukan oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan.
Tugas pokok Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah memastikan bahwa
barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa dalam keadaan baik sesuai dengan
kesepakatan yang telah disetujui oleh PPK dan penyedia barang/jasa. Kriteria barang/jasa
yang dapat dinilai baik adalah:
1. Jumlah barang/jasa yang diserahkan cukup
2. Spesifikasi teknis barang/jasa sesuai dengan yang disyaratkan
3. Waktu penyerahan tidak terlambat
4. Barang/jasa berfungsi dengan baik
Untuk dapat memastikan bahwa barang/jasa yang diserahkan telah sesuai dengan
kesepakatan antara PPK dan penyedia barang/jasa, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
harus memahami Kontrak/SPK serta dokumen lain yang terkait secara baik serta memiliki
pengetahuan yang memadai tentang barang/jasa yang dilaksanakan. Sebelum menyatakan
bahwa barang/jasa dapat diterima, PPHP berhak untuk melakukan pengujian terhadap kinerja
barang/jasa.
B.6 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
Perpres tentang pengadaan barang/jasa tidak mengatur secara detail tentang PPTK.
Dalam Perpres 54 tahun 2010 hanya dijumpai aturan tentang PPTK dalam penjelasan pasal 7
ayat (3). Pasal 7 ayat (3) yang berbunyi PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang
diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Penjelasan pasal tersebut berbunyi:
Tim pendukung adalah tim yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
Tim pendukung antara lain terdiri atas Direksi Lapangan, Konsultan Pengawas, Tim
Pelaksana Swakelola, dan lain-lain.
PPK dapat meminta kepada PA untuk menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) dalam rangka membantu tugas PPK.
Permendagri nomor 13 tahun 2006 mengatur tentang PPTK sebagai berikut:
Pasal 1 angka 22 menyebutkan:
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat
pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu
program sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 12 mengatur:
(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa
pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada
unit kerja SKPD selaku PPTK.

(2) Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan
kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali
dan pertimbangan objektif lainnya.
(3) PPTK yang ditunjuk oleh pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
pengguna anggaran/pengguna barang.
(4) PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya
kepada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
(5) PPTK mempunyai tugas mencakup:
a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Ketentuan dalam Perpres dan Permendagri tersebut di atas mengamanatkan bahwa:
a. PPTK dapat ditunjuk pada unit kerja SKPD. Penunjukkan PPTK tersebut
didasarkan pada pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban
kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
Dengan demikian penunjukan PPTK pada unit kerja SKPD bukan suatu
keharusan.
b. PPTK bertugas melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program
sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini berarti dalam satu Unit Kerja SKPD dapat
ditunjuk lebih dari satu PPTK sesuai dengan bidang tugasnya.
c. Tugas PPTK adalah:
1) Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
2) Melaporkan perlembangan pelaksanaan kegiatan; dan
3) Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
d. Dalam hal PPK memerlukan bantuan PPTK dalam pelaksanaan tugasnya, PPK
dapat mengusulkan kepada PA untuk menugaskan PPTK dalam rangka membantu
tugas PPK. Ini berarti bahwa PPTK dapat diusulkan untuk membantu PPK pada
SKPD atau pada Unit Kerja SKPD, dan hanya PPTK yang ditetapkan oleh PA atas
usulan PPK yang dilibatkan dalam tugas PPK. Keterlibatan PPTK dalam
membantu tugas PPK tidak membebaskan PPTK dari tugas pokoknya (huruf c).

C. Ketentuan Tentang Pembayaran


C1. Tata cara pembayaran dana APBN
Pengaturan tentang tata cara pembayaran dana APBN terdapat dalam Peraturan
Menteri Keuangan nomor 190/PMK.05/2012 tanggal 29 November 2012 tentang Tata Cara
Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sementara untuk pembayaran dengan dana bersumber dari APBD diatur dalam Peraturan
Mnteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 tahun 2011.
Berdasarkan kedua peraturan tersebut pembayaran atas pengadaan barang/jasa di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan mekanisme Uang
Persediaan dan mekanisme Pembayaran Langsung.
Pihak yang bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran di jajaran pemerintah
pusat adalah:
1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);

2. Pejabat Penanda Tangan SPM; dan


3. Bendahara Pengeluaran.
Dalam hal pembayaran dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan, pengajuan
permintaan UP dilakukan oleh Pejabat Penanda Tangan SPM ke Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN). Uang Persediaan digunakan untuk membayar seluruh
pengeluaran dalam rangka pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan cara Pengadaan
Langsung oleh Pejabat Pengadaan. Pembayaran kepada penyedia barang/jasa dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran berdasarkan Surat Perintah Bayar (SPBy) yang telah disetujui PPK.
Proses pengadaan barang/jasa dan pembayarannya secara singkat dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. PPK menyusun spesifikasi teknis barang/jasa;
2. Berdasarkan spesifikasi teknis tersebut, PPK menyusun dan menetapkan HPS;
3. PPK memerintahkan Pejabat Pengadaan untuk melaksanakan pengadaan dengan
cara pengadaan langsung;
4. Pejabat Pengadaan melaporkan pelaksanaan pengadaan kepada PPK dan meminta
pengesahan bukti pengeluaran;
5. PPK mengesahkan bukti pengeluaran dan memerintahkan Bendahara Pengeluaran
untuk melakukan pembayaran;
Setelah penggunaan UP mencapai 50% dapat diajukan permintaan penggantian kepada
KPPN dengan mengajukan SPM-GUP. Untuk keperluan penggantian UP, Pejabat Penanda
Tangan SPM mengajukan SPM-GUP ke KPPN bedasarkan Surat Permintaan Penggantian UP
(SPP-GUP) yang disusun oleh PPK.
Untuk pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan mekanisme Pembayaran
Langsung (LS), penyedia barang/jasa mengajukan tagihan kepada PPK paling lambat 5 (lima)
hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara. PPK meneliti seluruh dokumen
tagihan. Selanjutnya PPK mengesahkan dokumen tagihan dan menerbitkan SPP-LS untuk
diajukan kepada Pejabat Penanda Tangan SPM. Atas dasar SPP yang diajukan PPK Pejabat
Penanda Tangan SPM menerbitkan SPM-LS dan mengajukannya ke KPPN. Selanjutnya
pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh KPPN dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan
Dana Langsung (SP2D-LS) ke rekening Penyedia barang/jasa.
C2. Tata cara pembayaran dana APBD
Di jajaran pemerintahan daerah pihak yang bertanggung jawab atas penyelesaian
pembayaran adalah:
1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA)
2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
3. Pejabat Pelaksanana Teknis Kegiatan (PPTK); dan
4. Bendahara Pengeluaran.
Sama seperti mekanisme pencairan APBN, pencairan dana APBD dilakukan dengan
cara mekanisme Uang Persediaan (UP) dan mekanisme Pembayaran Langsung.
Dalam hal pembayaran dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan, menurut pasal
198 Permendagri nomor 13 tahun 2006, pengajuan permintaan UP dilakukan oleh PA/KPA
kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) berdasarkan Surat Penyediaan Dana
(SPD) yang telah diterbitkan oleh PPKD. Uang persediaan dibayarkan oleh PPKD dengan
menerbitkan SP2D ke rekening Bendahara pengeluaran.

Atas penggunaan UP, Bendahara pengeluaran wajib menyampaikan laporan


pertanggungjawaban administratif dan laporan pertanggungjawaban fungsional. Laporan
pertanggungjawaban administratif disampaikan kepada PA/KPA melalui PPK-SKPD paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan pertanggungjawaban fungsional disampaikan
kepada PPKD selaku Bendahara Umum Daerah paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Atas pertanggungjawaban admibnistratif yang telah disampaikan kepada PA/KPA
menerbitkan Surat Pengesahan Laporan Pertanggung Jawaban. Penyampaian laporan
pertanggungjawaban fungsional dilaksanakan setelah diterbitkannya surat pengesahan
pertanggungjawaban oleh PA/KPA.
Untuk memperoleh penggantian UP, Bendahara pengeluaran menurut pasal 200
Permendagri nomor 13 tahun 2006, mengajukan SPP-GUP kepada PA/KPA melalui PPKSKPD untuk memperoleh persetujuan PA/KPA. PA/KPA menerbitkan SPM dan
mengajukannya kepada PPKD. Selanjutnya PPKD menerbitkan SP2D-GUP ke rekening
Bendahara pengeluaran.
Untuk pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan mekanisme Pembayaran
Langsung (LS), menurut pasal 205 Permendagri nomor 13 tahun 2006, dokumen SPP-LS
disiapkan oleh PPTK untuk disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran. Bendahara
Pengeluaran mengajukan SPP-LS tersebut kepada PA/KPA melalui PPK-SKPD. Selanjutnya
PA/KPA menerbitkan SPM-LS dan mengajukannnya kepada PPKD selaku Bendahara Umum
Daerah. Pembayaran kepada penyedia barang/jasa dilakukan oleh PPKD dengan menerbitkan
Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D-LS) ke rekening Penyedia barang/jasa.

Perbedaan mendasar dalam mekanisme pencairan dana anggaran belanja pusat dan
daerah adalah sebagai berikut:
APBN
APBD
1. Bendahara pengeluaran tidak
1. Bendahara pengeluaran wajib
diwajibkan menyusun laporan
menyusun pertanggungjawaban
pertanggungjawaban dalam bentuk SPJ.
administratif kepada PA/KPA dan
2. Pengajuan SPM-GUP ke KPPN sudah
laporan pertanggungjawaban
merupakan pertanggungjawaban atas
fungsional kepada PPKD selaku
penggunaan dana UP.
(BUD).
3. Penerbitan SP2D oleh KPPN
2. PA/KPA melakukan pemeriksaan
merupakan pengesahan atas
dan pengesahan atas pertanggungpenggunaan UP.
jawaban penggunaan UP oleh
4. Penerbitan SPM dilakukan oleh Pejabat
Bendahara pengeluaran.
Penanda Tangan SPM pada masing3. Penerbitan SPM dilakukan oleh
masing satuan kerja.
PA/KPA
D. Penutup.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengelolaan keuangan dan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bidang
pekerjaan yang berbeda. Demikian juga proses pengadaan barang/jasa dan proses
pembayaran atas pengadaan barang dan jasa merupakan lingkup pekerjaan yang
berbeda.
2. Prosedur pengadaan barang/jasa diatur dalam Pereturan Presiden nomor 54 tahun
2010 yang telah diubah dengan Perpres nomor 70 tahun 2012. Sedang Prosedur

3.

4.

5.
6.
7.

pembayaran atas pengadaan barang/jasa diatur dalam Permenkeu nomor


190/PMK.05/2012 dan Permendagri nomor 13 tahun 2006.
Pihak yang berperan dalam proses pengadaan barang/jasa adalah: PA/KPA, PPK,
Panitia/Pejabat Pengadaan/ULP, dan PPHP. Pihak yang berperan dalam proses
pembayaran adalah PA/KPA, PPK, PPK-SKPD, PPTK, Pejabat Penanda Tangan
SPM, dan Bendahara pengeluaran.
Dalam hal PPK memerlukan bantuan PPTK dalam pelaksanaan tugasnya, PPK dapat
mengusulkan kepada PA untuk menugaskan PPTK dalam rangka membantu tugas
PPK.
PPTK dapat diusulkan untuk membantu PPK pada SKPD atau pada Unit Kerja
SKPD.
Hanya PPTK yang ditetapkan oleh PA sebagai pembantu PPK yang dilibatkan dalam
tugas PPK.
Keterlibatan PPTK dalam membantu tugas PPK tidak membebaskan PPTK dari tugas
pokoknya yaitu:
a) Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b) Melaporkan perlembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c) Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

Daftar Pustaka:
1. Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah;
2. Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai