Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PENELITIAN

MASALAH PEMBELAJARAN DI SMK


(Studi Kasus : Meningkatkan Minat Siswa Dalam Belajar Serta Pendekatan Guru Kepada
Siswa Di SMK Dwija Bhakti 2 Jombang)

Di Ajukan Oleh :

Nama : Eko Budiono

NIM : 5215077520

Prodi : Pendidikan Teknik Elektronika

Fakultas Teknik

Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika

Juruan Teknik elektro

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2010
Universitas Negeri Jakarta

Lembar persetujuan penelitian

Judul Penelitian : Masalah pembelajaran di SMK ( studi kasus : meningkatkan


minat siswa dalam belajar serta pendekatan guru kepada siswa
di SMK Dwija Bhakti 2 Jombang)

Nama : Eko Budiono

NIM : 5215077520

Program Studi : Pend Teknik elektronika

Tanggal : 8 juni 2010

Mengetahui ,

Dosen Pembimbing

(Dr. Bambang Dharmaputra. M.Pd)


ABSTRAK

Kenyataan di dunia pendidikan saat ini proses pembelajaran di sekolah telah menurun
diantaranya adalah kenakalan siswa akibat kurangnya perhatian orang tua serta jiwa yang
masih labil sehingga kerap sering muncul di SMK. Untuk menyelesaikan masalah ini maka
akan di bahas beberapa metode serta pendekatan guru kepada siswa untuk mengarahkan ke
kegiatan positif. Sebenarnya banyak solusi diantaranya menggunakan teori konstrustif dan
behavioristik. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui
struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Pandangan Konstruktivistik dan
behavioristik tentang belajar dan pembelajaran. Pengetahuan adalah non objective,
bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Pengetahuan adalah objektif, pasti,
dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi. Pengetahuan dan
pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam
percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.
Dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi
dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif
(cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar
yang diinginkan oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan
membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan
siswa yang lain.

Kata kunci : Masalah pembelajaran


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal penelitian ini dengan
baik.

Proposal ini di susun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah MKPE. Dalam
Proposal ini penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan dan pengalaman, namun
dengan adanya motivasi dan dukungan dari banyak pihak, akhirnya penulis bisa
menyelesaikan penyusunan proposal ini dengan baik.

Dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua tercinta, terima kasih atas motivasi, dukungan dan doamu

2. Bapak Dr. Bambang Dharmaputra, M.Pd yang saya hormati, terima kasih atas
motivasi dan bimbingannya.

3. Teman-teman yang saya cintai dan sayangi, terima kasih atas dukungannya.

4. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
ilmu yang kalian bagi kepada penulis.

Jakarta, Juni 2010

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Di Zaman modern ini yang mulai masuk ke era globalisasi, kompetisi persaingan di
dunia kerja semakin ketat, kebanyakan pekerja adalah lulusan SMK, Sekolah Menengah
Kejuruan adalah salah satu sekolah yang mendidik para siswanya untuk siap kerja.berbagai
pendidikan dan skill di berikan di smk terutama di bidang kejuruan dan teknologi .Namun
kini kerap muncul masalah pembelajaran di SMK.diantaranya Lulusan yang diminta tak
sesuai standar permintaan dunia kerja.bahkan kebanyakan para Siswa sulit memahami dan
menyerap mata pelajaran, oleh karna itu dalam proposal ini kami akan membahas masalah
pembelajaran di SMK.

B.Tujuan

Tujuan di buatnya proposal ini adalah sebagai bahan penelitian masalah pembelajaran
di SMK Dwija Bhakti Jombang, di samping itu proposal ini diajukan sebagai persyaratan
mata kuliah Metodik Khusus Pengantar Elektronika (MKPE). Proposal ini diharapkan juga
bisa di gunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan tentang metode solusi pembelajaran di
SMK di Indonesia.

C.Metodologi penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan proposal ini adalah studi pustaka
dengan mencari bahan atau referensi dari internet terkait dengan solusi dari masalah
pembelajaran di SMK yang akan dibahas pada proposal ini

Rumusan Masalah

1. Pembelajaran di SMK Dwija Bhakti

2. Masalah pembelajaran di SMK Dwija Bhakti

3. Solusi Masalah pembelajaran di SMK Dwija Bhakti

Sistematika penulisan

Abstrak

Kata Pengantar

Pendahuluan
Tujuan

Metodologi Penelitian

Rumusan Masalah

Sistematika Penulisan

Kerangka Teoritik

Metodelogi Penelitian

Daftar Pustaka
BAB II

KERANGKA TEORITIK
Dalam bab ini akan dibahas uraian tentang dasar dasar teori untuk meneliti masalah yang
akan di teliti yang merupakan hasil studi kepustakaan

A. Pengertian Pembelajaran Di SMK

Alternative pendekatan pembelajaran bagi Indonesia yang sedang menempatkan


reformasi sebagai wacana kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan hanya di bidang
pendidikan, melainkan juga di segala bidang. Selama ini, wacana kita adalah behavioristik
yang berorientasi pada penyeragaman yang pada akhirnya membentuk manusia Indonesia
yang sangat sulit menghargai perbedaan. Perilaku yang berbeda lebih dilihat sebagai
kesalahan yang harus dihukum. Perilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit virus
kesamaan, virus keteraturan, dan lebih jauh virus inilah yang mengendalikan perilaku kita
dalam berbangsa dan bernegara.

Longworth (1999) meringkas fenomenan ini dengan menyatakan Kita perlu


mengubah focus kita dan apa yang perlu dipelajari menjadi bagaimana caranya untuk
mempelajari. Perubahan yang harus terjadi adalah perubahan dari isi menjadi proses. Belajar
bagaimana cara belajar untuk mempelajari sesuatu menjadi suatu hal yang lebih penting
daripada fakta - fakta dan konsep - konsep yang dipelajari itu sendiri

Oleh karena itu, pendidikan harus mempersiapkan para individu untuk siap hidup
dalam sebuah dunia di mana masalah-masalah muncul jauh lebih cepat daripada jawaban dari
masalah tersebut, di mana ketidakpastian dan ambiguitas dari perubahan dapat dihadapi
secara terbuka, di mana para individu memiliki keterampilan-keterampilan yang
diperlukannya untuk secara berkelanjutan menyesuaikan hubungan mereka dengan sebuah
dunia yang terus berubah, dan di mana tiap-tiap dan kita menjadi pemberi arti dari
keberadaan kita. Beare & Slaughter (1993) menagaskan, Hal ini tidak hanya berarti teknik-
teknik baru dalam pendidikan, tetapi juga tujuan baru. Tujuan pendidikan haruslah unutk
mengembangkan suatu masyarakat di mana orang-orang dapat hidup secara lebih nyaman
dengan adanya perubahan daripada dengan adanya kepastian. Dalam dunia yang akan datang,
kemampuan untuk menghadapi hal-hal baru secara tepat lebih penting daripada kemampuan
untuk mengetahui dang mengulangi hal-hal lama.

Kebutuhan akan orientasi baru dalam pendidikan ini terasa begitu kuat dan nyata dalam
berbagai bidang studi, baik dalam bidang studi eksakta maupun ilmu-ilmu social. Para
pendidik, praktisi pendidikan dan kita semua, mau tidak mau harus merespon perubahan
yang terjadi dengan mengubah paradigma pendidikan. Untuk menjawab dan mengatasi
perubahan yang terjadi secara terus-menerus, alternative yang dapat digunakan adalah
paradigma konstruktivistik.

B. Solusi Masalah Pembelajaran Di SMK

Solusi masalah pembelajaran di SMK yaitu dengan menggunakan metode/model


pembelajaran.Model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dirancang atau
dikembangkan dengan menggunakan pola pembelajaran tertentu. Pola pembelajaran yang
dimaksud dapat menggambarkan kegiatan guru dan peserta didik dalam mewujudkan kondisi
belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar. Pola
pembelajaran menjelaskan karakteristik serentetan kegiatan yang dilakukan oleh guru-peserta
didik. Pola pembelajaran dikenal dengan istilah sintak ( Bruce Joyce, 1985)
Pada penjelasan pelaksanaan pembelajaran yang tertuang pada Lampiran Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007, tentang Standar Proses, II poin C, dinyatakan tentang beberapa model
pembelajaran alternatif yang dapat dikembangkan dan digunakan secara inovatif sesuai
dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi di kelas serta untuk mendukung iklim belajar
PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan).
.
C. Hakikat Pembelajaran Behavioristik dan Pembelajaran Konstruktivistik

a. Hakikat Pembelajaran Behavioristik

Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan bahwa belajar


merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang sisebut
stimulus (S) dengan respon yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini
didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis
hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbeagai situasi yang
diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat
terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon
tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran
maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana,
yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar
adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo
(1990:14) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.

Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13)


mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hokum-
hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus
dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari
hokum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat tejadinya
asosiasi antara stimulus dan respon dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin
kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus
dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini
berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus
adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan
diperkuat.

Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hamper
senada dengan hokum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting
dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku
yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan
penguatan negative adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung
menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).

b.Hakikat pembelajaran Konstruktivisme

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif


menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan
bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang
diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan d
isesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran,
si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang
harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif
ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi


kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman
sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan
konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si
pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1)
mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2)
mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social, (4)
pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan
bahwa pengetahuan adalah non objective , bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak
menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar
termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka
si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

3.Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aaspek - aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation),


konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the
construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu
adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi,


konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah
satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan
lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.

Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak


dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah
ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi
untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi
merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses
asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka
terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka
tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau
munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus
menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-e
quilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat
yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotsky


disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan kepada seorang individu
sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri.
Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya
memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2)
siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya
mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke
jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.

Konstruktivisme Vygotsky memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi


secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap
individu. Proses dalam kognisi diarahkan melalui adaptasi intelektual dalam konteks
social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian
pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam
hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling
tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi
dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan
terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of
proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan
menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran


sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan
eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran.
Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing
individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih
dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal
development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah
secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu. Pengetahuan berjenjang tersebut seperti pada sekema berikut.

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam
dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah
dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik
tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang
sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk
mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative
learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan
berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas. (Pranata,
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.

Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan


pembelajaran.
Pengtahuan adalah non objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif,
dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar
termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan.

Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan


pengetahuan ke orang yang belajar.

Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan


tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam
menginterpretasikannya.

Si belajar akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang


diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh
si belajar.

Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang
ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic.

Fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti
ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungnya
belajar.
Si belajar harus dihadapkan pada aturan - aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak
dikaitkan denganpenegakandisiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi
yang berbeda yang perlu dihargai.

Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai


kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang
harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam
belajar.

A. Project Work
Project work adalah model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada prosedur
kerja yang sistematis dan standar untuk membuat atau menyelesaikan suatu produk
(barang atau jasa), melalui proses produksi / pekerjaan yang sesungguhnya. Model
pembelajaran project work sering digunakan untuk program pembelajaran produktif.
Langkah-langkah pembelajaran project work
1. Perencanaan Project Work
a. Inventarisasi jenis pekerjaan (job), standar kompetensi dan produk yang dapat dihasilkan.
1) Inventarisasi Standar Kompetensi Lulusan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi standar kompetensi (SK) yang terdapat
dalam kurikulum/silabus.
SK1 ..
SK2 ...
SK3 ...
Dst ..
b. Inventarisasi Pekerjaan (Job)
Pendataan jenis pekerjaan (job) dapat mengacu : kepada jenis pekerjaan yang ada
di kurikulum, Standar Kompetensi Kerja (SKK) yang berlaku, dan atau standar pekerjaan
lain yang ada di DU / DI / masyarakat. Setiap kompetensi keahlian pada umumnya
memiliki lebih dari satu bidang/jenis pekerjaan yang dapat di isi oleh lulusan.
P.1 .
P.2 .
P.3 ..
Dst.
c. Inventarisasi Produk (Barang/Jasa) Setiap Pekejaan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengiden-tifikasi produk yang dapat dihasilkan oleh setiap
bidang /jenis pekerjaan sehingga peserta didik memilki orientasi produk yang akan
dihasilkan pada setiap pembelajaran.

Tabel 1. Daftar Nama Produk Setiap Bidang Pekerjaan


No Bidang/Jenis Pekerjaan Nama Produk (barang/Jasa)
1 P1 Pr1
Pr2
2 P2 Pr3
Pr3
3 P3 Pr4
Pr5
d. Analisis Standar Kompetensi Terhadap Produk (Barang/Jasa)
Hasil inventarisasi standar kompetensi lulusan, bidang pekerjaan, dan produk
tersebut, selanjutnya dianalisis standar kompetensi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
setiap produk dan bidang pekerjaan dengan menggunakan tabel 2.
Tabel 2. Analisis Standar Kompetensi Terhadap Jenis Produk
Standar
Kompe-tensi
Produk Kode Standar Kompetensi
SK1 SK2 SK3 SK4 SK5 SK6 SK7 SKn
Pr1
Pr2
Pr3
Prn
Baris pada kolom 1 diisi kode produk (nama barang/jasa), sedangkan kolom berikutnya diisi
dengan kode Standar Kompetensi hasil inventarisasi (Kurikulum/Silabus).
Menentukan standar kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk (barang/jasa)
dengan memberi tanda cek () pada kolom standar kompetensi terkait.
Hasil analisis Standar Kompetensi terhadap Jenis Produk pada tabel 2 dapat dimaknai
sebagai berikut.
1. Produk (Pr1) dapat dikerjakan pada pembelajaran SK1, SK2, SK4
2. Produk (Pr2 ) dapat dikerjakan pada pembelajaran SK1, SK2, SK3 dan SK 5, demikian
selanjutnya untuk Produk yang lain.
3. Produk (Pr1) dan (Pr2 ) dapat digunakan sebagai pilihan peserta didik sebagai media
pembelajaran SK1 dan SK2
4. Setelah seluruh standar kompetensi teridentifikasi terhadap produk yang ada, maka guru
menetapkan alternatif produk yang akan dikembangkan untuk setiap standar kompetensi
yang dipelajari. Alternatif produk dapat dipilih oleh peserta didik.
e. Penetapan Bukti Belajar/Evidence of Learning
Berdasarkan hasil analisis standar kompetensi terhadap produk, guru diminta untuk
menetapkan bukti-bukti belajar (Evidence Of Learning) yang akan digunakan sebagi acuan
dalam penilaian hasil belajar peserta didik.
2. Pelaksanaan Model Pembelajaran Pendekatan Project Work
Pembelajaran dengan pendekatan Project Work dilaksanakan dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan:
1. tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2. strategi pembelajaran dengan pendekatan project work
3. alternatif judul/nama produk/jasa yang dapat dipilih peserta.
4. ruang lingkup standar kompetensi yang akan dipelajari oleh peserta didik untuk
setiap judul/nama produk/jasa
5. menyusun dan menetapkan pedoman penilaian kompetensi sesuai dengan judul
project work
6. memfasilitasi bimbingan kepada peserta didik dengan memanfaatkan lembar bimbingan.

b. Peserta didik
1. memilih salah satu judul/nama produk/jasa. Dan menyusun rencana Project Work sesuai
dengan judul yang dipilih. Kerangka rencana Project Work sebagai berikut.
1) LATAR BELAKANG
2) KEUNGGULAN DAN FUNGSI PRODUK/JASA.
3) SKETSA/GAMBAR KERJA (jika diperlukan)
4) BAHAN PRODUKSI
5) FASILITAS/PERALATAN PRODUKSI
6) PROSES PRODUKSI
RENCANA ANGGARAN BIAYA
SASARAN PASAR/KONSUMEN
JADWAL PELAKSANAAN
2. melakukan proses belajar sesuai dengan proses produksi yang telah
direncanakan. Kegiatan dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan
dalam proposal di bawah bimbingan dan pengawasan guru. Proses belajar
menekankan pada pencapaian standar kompetensi yang dibuktikan dengan bukti
belajar ( learning evidence ) dan diorganisasi dalam bentuk portofolio.
3. mengorganisasi bukti belajar sebagai portofolio.
4. melaksanakan kegiatan kulminasi (presentasi/ pengujian/penyajian/display).
5. menyusun laporan sesuai dengan pengalaman belajar yang diperoleh.
3. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar dengan pendekatan project work pada dasarnya adalah penilaian
standar kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, kesesuaian
produk / jasa, dan kesesuaian waktu pelaksanaan. Komponen project work yang
dinilai terdiri dari penyusunan rencana Project Work , pelaksanaan proses produksi ,
laporan, kegiatan, dan kulminasi (presentasi/ pengujian/penyajian/display).
Peserta didik dinyatakan kompeten apabila memenuhi standar minimal yang dipersyaratkan
pada indikator dari setiap kompetensi dasar. Penetapan pencapaian nilai mengacu pada
Pedoman Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar Peserta Didik SMK.

B. Quantum Teaching and Learning (QTL)


Merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan bagi peserta didik. Filosofi pendekatan pembelajaran
Quantum dikenal dengan istilah TANDUR yang merupakan kepanjangan dari :
T = Tumbuhkan, tumbuhkan minat dengan menunjukkan manfaat dari kompetensi
yang dipelajari terhadap kehidupan peserta didik
A = Alami, ciptakan dan berikan pengalaman langsung yang dapat dimengerti oleh
peserta didik
N = Namai, berikan kata-kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, untuk mudah diingat
dan dipahami
D = Demonstrasikan, sediakan waktu dan kesempatan bagi peserta didik untuk
menunjukkan kemampuan yang diperoleh selama proses pembelajaran
U = Ulangi, tunjukkan kepada peserta didik cara mengulangi materi dan tegaskan bahwa
Aku mampu bahwa aku memang mampu
R = Rayakan, akui hasil belajar peserta didik, baik dalam bentuk penyelesaian, partisipasi,
perolehan keterampilan ataupun ilmu pengetahuan dan beri penghargaan
1. Pendekatan Pembelajaran Quantum
Kelas merupakan komunitas belajar yang menjadi tempat untuk meningkatkan kesadaran,
daya dengar, partisipasi, umpan balik dan pertumbuhan bagi peserta didik. Kelas merupakan
tempat bagi peserta didik mencari dan terbuka terhadap umpan balik, mengalami
perubahan, kegembiraan dan kepuasan, memberi dan menerima, belajar mengakui dan
mendukung orang lain, serta belajar dan tumbuh sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Untuk membentuk lingkungan kelas yang dapat mengakomodasi semua tempat belajar yang
baik, diperlukan langkah-langkah berikut :
a. Membangun ikatan emosional.
Kunci untuk membangun ikatan emosional adalah dengan menciptakan kesenangan
dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari
suasana belajar.
b. Menjalin rasa simpati dan saling pengertian.
Untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik pada proses pembelajaran , guru
harus membangun hubungan dengan menjalin rasa simpati dan saling pengertian.
c. Menciptakan keriangan dan ketakjuban.
Menumbuhkan lebih banyak kegembiraan dalam pengajaran , melalui pemberian afirmasi
(penguatan atau penegasan), pengakuan, dan perayaan,
d. Mengambil Resiko
Peserta didik belajar berani mengambil resiko . Sebagai contoh peserta didik berani
menghabiskan sebagian waktunya untuk datang ke sekolah merupakan salah satu resiko
peserta didik dalam memasuki proses belajar.
e. Ciptakan rasa saling memiliki
Umumnya semua peserta didik ingin merasa saling memiliki, karena dengan rasa
saling memiliki akan memberikan nilai tambah, merasa lebih berdaya dan diterima di
dalam kelompoknya. Dengan rasa saling memiliki akan menciptakan rasa kebersamaan,
kesatuan, kesepakatan dan dukungan dalam belajar.
f. Memberikan keteladanan
Keteladanan guru dalam segala hal menjadi cara yang ampuh dalam membangun hubungan
dan memahami perasaan orang lain. Keteladanan akan memperkuat proses pembelajaran
yang dilakukan.
Langkah-langkah pembelajaran quantum:
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Komunitas dalam belajar memiliki tujuan yang sama. Dimanapun mereka berada, baik di
kelas, di sekolah maupun di lembaga diklat lain, memiliki tujuan sama yaitu
mengembangkan kecakapan peserta didik sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
3) Meyakinkan kemampuan peserta didik dalam belajar, dan kemampuan guru dalam
mengajar
4) Menjaga agar komunitas kelas tepat berjalan agar peserta didik tetap memiliki minat
belajar tinggi
Lingkungan yang mendukung model pembelajaran quantum antara lain :
1) Poster ikon, poster afirmasi, penggunaan warna, alat
2) bantu dapat digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran,
kemampuan guru dan fasilitas yang dimiliki.
3) Pengaturan tempat duduk peserta didik memiliki peran penting dalam proses
pembelajaran. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengatur posisi tempat duduk sehingga
proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
4) Tumbuhan, aroma dan unsur organik lainnya, dapat memperkaya kesegaran ruangan kelas
5) Musik dapat digunakan untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental peserta
didik, serta mendukung lingkungan belajar.

C. Contextual Teaching and Learning (CTL)


Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) merupakan suatu proses
belajar yang holistik, bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajari d engan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
peserta didik sehari - hari ( konteks pribadi , sosial dan kultural ). Dengan demikian ,
mereka memiliki pengetahuan / keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL
1) Kerjasama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan
4) Tidak membosankan
5) Belajar dengan bergairah
6) Pembelajaran terintegrasi
7) Menggunakan berbagai sumber
Peserta didik aktif
Guru perlu mengkondisikan dan mempersiapkan materi pembelajaran sesuai dengan
tujuan pembelajaran, dan mengkaitkannya dengan realitas dan kebenaran
( konstruktivisme ).
Guru perlu memahami:
1. Belajar adalah kegiatan aktif, yaitu peserta didik membangun sendiri pengetahuannya,
mencari sendiri arti dari apa yang mereka pelajari dan bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya.
2. Belajar bukanlah suatu proses mengumpulkan sesuatu, tetapi merupakan suatu proses
menemukan sesuatu melalui pengembangan pemikiran dengan cara membuat kerangka
pengertian yang baru.
3. Peserta didik mempunyai cara untuk mengerti sendiri, sehingga setiap peserta didik perlu
mengerti kekhasan, keunggulan dan kelemahannya dalam menghadapi suatu apapun.
4. Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik, tetapi suatu
kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya.
5. Mengajar berarti berpartisipasi dengan peserta didik dalam
membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis,
mengadakan justifikasi.
6. Guru berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk
membantu proses belajar peserta didik agar berjalan baik.
Proses belajar lebih ditekankan pada peserta didik yang belajar.
1. Komponen CTL
a. INQUIRY (merumuskan masalah)
Bagaimana cara melukiskan suasana kerja di suatu unit kerja? Dapat dilakukan antara lain
melalui:
1) mengamati atau melakukan observasi.
2) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan atau gambar.
3) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau
audien yang lain.
b. QUESTIONING ( bertanya)
Questioning dapat diterapkan antara peserta didik dengan peserta didik, antara guru
dengan peserta didik, antara peserta didik dengan guru, antara peserta didik dengan orang
lain yang didatangkan ke kelas. Questioning juga dapat dilakukan saat berdiskusi ,
bekerja dalam kelompok, ketika mengamati atau menemui kesulitan.
c. KONSTRUKTIVISME
Merancang pembelajaran dalam bentuk peserta didik bekerja praktik mengerjakan
sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan atau menciptakan ide.
d. LEARNING COMMUNITY (masyarakat belajar)
Masyarakat belajar dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Materi yang diberikan,
antara lain berupa pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke
kelas, bekerja dengan kelas sederajat atau bekerja dengan kelas di atasnya, dan bekerja
dengan masyarakat di lingkungan sekolah.
e. AUTHENTIC ASSESSMENT (penilaian yang sebenarnya)
1) Kemajuan belajar dinilai dari proses dan hasil.
2) Menilai pengetahuan, keterampilan dan sikap (performansi) yang diperoleh peserta didik.
3) Penilai tidak hanya oleh guru, tetapi juga bisa teman atau orang lain.
4) Karakteristik Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran. Penilaian
dilakukan dalam bentuk formatif maupun sumatif.
5) Obyek yang diukur adalah pengetahuan dan keterampilan, bukan sekedar mengingat fakta,
bersifat berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back.
f. MODELING (pemodelan)
Guru bukan satu satunya model, tetapi bisa juga model dari peserta didik yang memiliki
kelebihan dengan cara mendemonstrasikan kemampuannya atau dari pihak luar yang
bertindak sebagai native speaker.
g. REFLECTION (refleksi)
Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui, dan hal-hal yang
belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Realisasi dari refleksi
dapat berupa :
1) pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh peserta didik
2) Catatan atau jurnal peserta didik.
3) Kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran
4) Proses dan hasil Diskusi.
5) Hasil karya.
Model pembelajaran CTL dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:
1) Mengkaji materi ajar yang bersifat konsep atau teori yang akan dipelajari peserta didik.
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup peserta didik melalui proses pengkajian
secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal peserta didik, selanjutnya memilih
dan mengkaitkannya dengan konsep atau teori yang akan dibahas.
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman peserta didik dan lingkungan kehidupannya.
5) Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong peserta didik untuk mengkaitkan apa
yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman sebelumnya dan fenomena
kehidupan sehari-hari, serta mendorong peserta didik untuk membangun kesimpulan yang
merupakan pemahaman peserta didik terhadap konsep atau teori yang sedang dipelajarinya.
6) Melakukan penilaian autentik (authentic assessment) yang memungkinkan peserta didik
untuk menunjukkan penguasaan tujuan dan pemahaman yang mendalam terhadap
pembelajarannya, sekaligus pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan dan menemukan
cara untuk peningkatan pengetahuannya.

D. Problem-Based Learning (PBL)


1. Definisi PBL
PBL adalah pembelajaran yang didasari oleh dorongan penyelesaian masalah. Pengertian
tersebut sejalan dengan yang diutarakan oleh Barrows & Tamblyn:
the learning which result from the process of working towards the understanding of, or
resolution of a problem. (Barrows & Tamblyn, 1980).
Sebagai model pembelajaran, PBL menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.
2. Prinsip Dasar
a. Pembelajaran berawal dari adanya masalah (soal, pertanyaan, dsb) yang perlu
diselesaikan.
b. Masalah yang dihadapi akan merangsang peserta didik untuk mencari solusinya; peserta
didik mencari/membentuk pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah.
3. Tujuan PBL
a. Mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar
b. Menilai sejauh mana pemahaman peserta didik tentang materi yang dipelajari
4. Beberapa Kelebihan PBL
a. PBL merangsang keterbukaan pikiran serta mendorong peserta didik untuk melakukan
pembelajaran yang reflektif, kritis dan aktif.
b. PBL merangsang peserta didik untuk bertanya dan menggali pengetahuan secara
mendalam.
c. PBL mencerminkan sifat alamiah pengetahuan, yaitu: kompleks dan berubah-ubah sesuai
kebutuhan, sebagai respons terhadap masalah yang dihadapi.
5. Kompetensi yang dikembangkan
a. Beradaptasi dan berpartisipasi dalam perubahan.
b. Mengenali dan memahami masalah serta mampu membuat keputusan yang beralasan
dalam situasi baru.
c. Menalar secara kritis dan kreatif.
d. Mengadopsi pendekatan yang lebih universal atau menyeluruh.
e. Mempraktikkan empati dan menghargai sudut pandang orang lain.
f. Berkolaborasi secara produktif dalam kelompok.
g. Mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta menemukan cara untuk mengatasi
kelemahan diri; self-directed learning.
6. Karakteristik Masalah PBL
a. Masalah dapat berupa tugas melakukan sesuatu, pertanyaan atau hasil identifikasi dari
keadaan yang ada di sekitar peserta didik.
b. Masalah berupa tugas yang tidak memiliki struktur yang jelas sehingga merangsang
peserta didik untuk mencari informasi untuk memperjelasnya.
c. Masalah harus cukup kompleks dan ambigu sehingga peserta didik terdorong untuk
menggunakan berbagai strategi penyelesaian masalah, teknik dan ketrampilan berpikir.
d. Masalah harus bermakna dan ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga
peserta didik termotivasi mengarahkan dirinya untuk menyelesaikan masalah dan
mengujinya secara praktis.
7. Sumber Pembelajaran
a. Bahan bacaan, baik yang disediakan secara langsung maupun yang ada di sekitar tempat belajar.
b. Informasi dari narasumber (dijelaskan sekilas dan berdasarkan pertanyaan peserta didik).
c. Lingkungan dan hasil uji coba praktis.
d. Sumber-sumber lain yang dapat diakses peserta didik.
8. Metode dalam PBL
a. Diskusi kelompok.
b. Belajar mandiri (individual).
c. Eksperimen kelompok.
d. Observasi gejala dan wawancara terhadap narasumber.
e. Komparasi dengan hasil-hasil penyelesaian masalah yang sudah ada.
9. Karakteristik Kelompok
a. Peserta didik dibagi secara acak.
b. Jumlah anggota kelompok berkisar antara 5-8 orang.
c. Heterogen (latar belakang dan kemampuan cukup beragam).
d. Waktu kerja disesuaikan dengan jadwal belajar dan kesediaan anggota kelompok.

10. Peran Guru


a. Guru berperan sebagai fasilitator
b. Menyusun trigger problems
c. Guru juga dapat berperan sebagai narasumber terutama utk informasi yang sulit diperoleh dari
sumber lain
d. Memastikan jalannya proses pembelajaran dan setiap anggota kelompok terlibat
e. Melakukan evaluasi
11. Langkah-langkah PBL
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b. Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
c. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan
dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
e. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Contoh Pelaksanaan PBL


Proses Sasaran Hasil
Tutor memulai sesi dengan presentasi masalah Peserta didik dirangsang untuk dapat mengidentifikasi
masalah konkret Pembelajaran tentang konteks masalah dan ruang lingkup materi
Peserta didik mencari dan menyusun kerangka berpikir untuk menyelesaikan masalah Peserta
didik aktif menggali berbagai sumber untuk memperoleh info yang dibutuhkan Belajar secara
kumulatif dan mengaitkan berbagai pengetahuan
Peserta didik menguji pendekatan dan solusi masalah mereka Peserta didik melatih kemampuan
logika dan analisis Meningkatkan perkembangan mental lebih kompleks
Peserta didik mengevaluasi dan merevisi solusi mereka; memanfaatkan feed-back
Membandingkan dengan kelompok lain dan menerima umpan balik Memperoleh tambahan
pengetahuan tentang masalah
Peserta didik menyusun teori baru berdasarkan pengalaman penyelesaian masalah Peserta didik
belajar melakukan abstraksi dan generalisasi brdasarkan pengalaman Mampu mengintegrasi
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
Peserta didik menerapkan teori untuk membahas masalah baru dan evaluasi kritis Peserta didik
menguji apakah pengetahuan yang diperolehnya berguna / tidak. Mampu membuat solusi yang
realistik dan tepat-guna.

E. MODEL MENGAJAR INQUIRY TRAINING


1. Pengertian
Model mengajar Inquiry Training adalah model pembelajaran yang diarahkan untuk membantu
peserta didik mengembangkan keterampilan intelektual yang terkait dengan penalaran sehingga
mampu merumuskan masalah, membangun konsep dan hipotesis serta menguji untuk mencari
jawaban
2. Langkah-Langkah Kegiatan Belajar
a. Fase satu, mengidentifikasi masalah
b. Fase dua: mengumpulkan informasi yang dilihat dan dialami terkait dengan masalah
c. Fase tiga , mengelompokkan data:
1) Memisahkan variabel-variabel yang relevan.
2) Membuat hipotesa tentang hubungan-hubungan penyebab.
d. Fase empat, mengorganisasikan data dan memformulasikan suatu paparan.
e. Fase lima, menganalisis strategi inquiri dan mengembangkan model pembelajaran yang

lebih efektif.

F. Model Bermain Peran (Role Playing)


1. Pengertian
Model pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan analogi tentang situasi
permasalahan kehidupan yang sebenarnya.
2. Langkah-Langkah Pembelajaran
a. Fase pertama memotivasi kelompok dengan
mengidentifikasi dan menjelaskan masalah, menginterpretasikan; mengekplorasi

isu-isu,menjelaskan peran.
b. Fase kedua, memilih peran.
c. Fase ketiga, menyiapkan pengamat.
d. Fase keempat, menyiapkan tahap-tahap peran.
e. Fase kelima, pemeranan.
f. Fase keenam, diskusi dan evaluasi.
g. Fase ketujuh, pemeranan ulang.
h. Fase kedelapan, diskusi dan evaluasi.
i. Fase kesembilan, membagi pengalaman dan menarik generalisasi.

(Sumber BSNP- sosialisasi KTSP 2009)


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Muhammad Ali ( 1985 : 81 ) mengatakan bahwa pendekatan penelitian merupakan
keseluruhan cara atau kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan
penelitian mulai dari perumusan masalah sampai dengan penarikan kesimpulan.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dipilih adalah pendekatan kuantitatif karena
gejala-gejala hasil penelitian yang berujud data, diukur dan dikonversikan dahulu dalam
bentuk angka-angka atau dikuantifikasikan dan dianalisis dengan tehnik statistic. Adapun
pendekatan kuantitatif dengan tujuan sebagai berikut :
a. Menggambarkan suatu gejala secara kuantitaitf dengan sajian skor, neraca,
penyimpangan, grafik dan lain-lain.
b. Menerangkan suatu gejala misalnya untuk menunjukkan besarnya koefisien dan
arah korelasi, besarnya sumbangan suatu variable, ada tidaknya perbedaan suatu
kelompok dan lain sebagainya.
c. Membuat prediksi dan estimasi berdasarkan hasil analisa dan model yang telah
ditetapkan ( FX. Soedarsono, 1988 : 9 )
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yang ingin mengurangi kenakalan siswa dan
mengarahkannya ke kegiatan positif
Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauhmana variasi variasi
pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain
berdasarkan pada koefisien korelasi ( 2005 : 35 )
Penelitian ini bila dilihat dari hadirnya variabel maka disebut penelitian deskriptif,
karena variabel yang dipakai menggambarkan variabel yang sudah ada datanya sekarang.
Pendapat senada dikutip oleh Suriswo, menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan
dengan menjelaskan / menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang ( sedang terjadi ),
adalah penelitian deskriptif ( 2005 : 30 )
Sifat dari penelitian adalah ex post facto karena pengumpulan data dilakukan
setelah kejadian berlangsung. Hal ini sesuai dengan kutipan Suriswo, ( 2005 : 35 ) yang
mengatakan bahwa, metode penelitian komparatif adalah bersifat ex post facto. Artinya,
data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung.

B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam jenis
kelamin, insaf dalam kesadaran menurut F.N. Kerlinger yang dikutip oleh Suriswo ( 2005
: 65 ) pendapat senada diberikan oleh Sutrisno Hadi, yang dikutip oleh Suriswo, bahwa
variabel adalah sebagai gejala yang bervariasi ( 2005 : 65 ).
Selanjutunya Suharsini Arikunto berpendapat bahwa variabel dapat dibedakan
atas kualitatif dan kuantitatif, lebih jauh variabel kuantitatif diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu variabe diskrit dan variabel kontinum. Masing-masing dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Variabel Diskrit : Variabel Nominal : Variabel Kategorik karena hanya dapat dikat-
egorikan atas 2 kutub yang berlawanan yakni Ya dan tidak
Variabel Kontinum, dipisahkan menjadi 3 variabel kecil yaitu :
a.Variabel Ardinal, yaitu variabel yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, untuk sebutan
adalah variabel lebih kurang karena yang satu punya kelebihan dari yang lain.
b.Variabel Internal, yaitu variabel yang mempunyai jarak, jika dibanding dengan variabel
lain, sedang jarak itu sendiri adalah dapat diketahui dengan pasti.
c.Variabel Ratio, yaitu variabel perbandingan. Variabel ini dalam hubungannya antara
sesamanya merupakan sekian kalinya ( 1996 : 97 98)

Variabel dalam penelitian ini dapat digolongkan dalam variabel kontinum karena
dapat digolong-golongkan menurut tingkatannya. Sesuai dengan pendapat Sutrisno Hadi
bahwa variabel atau gejala yang dapat digolong-golongkan menurut tingkat besar
kecilnya disebut gejala kontinum ( 1990 : 224 ). Sedangkan ditinjau dari jenisnya maka
variabel dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi variabel internal karena
menggunakan skala ukuran berjarak sama.
Menurut fungsinya di dalam penelitian maka variabel juga dapat dibedakan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat, yaitu :
1). Variabel bebas ( Independent Variabel )
a). Perhatian orang tua ( X1 )
b). Minat belajar ( X2 )
2). Variabel terikat ( Dependent Variabel ) adalah Prestasi belajar siswa ( Y )
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di SMK Dwijaya Bhakti 2
Jombang JawaTimur
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHa70d.dir/doc.pdf

http://blog.unila.ac.id/radengunawans/files/2010/04/Jurnal-2006-2007.pdf

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHa70d.dir/doc.pdf

http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/12/apakah-pengikis-minat-belajar-siswa/

http://blog.unila.ac.id/radengunawans/files/2010/04/Jurnal-2006-2007.pdf

http://etd.eprints.ums.ac.id/4528/1/A410040211.pdf

http://www.anneahira.com/motivasi/index.htm

http://www.putraindonesiamalang.or.id/archives/255

http://muhfida.com/problem-posing-dalam-pembelajaran-matematika )

http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_10819/title_wacana-ilmiah/

http://www.ditpsmk.net/?page=artikel;51

http://muhfida.com/pelaksanaan-pendekatan-problem-posing-dalam-pembelajaran

http://smkn1bansari.wordpress.com/2010/02/21/pemanfaatan-ti-dalam-kegiatan-belajar-mengajar/

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/TS/article/view/6060

Anda mungkin juga menyukai