Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan zaman yang terus berkembang, tantangan dan permasalahan yang timbul
dalam lingkungan masyarakat akan semakin rumit. Untuk itu setiap masyarakat dituntut dapat
menjawab segala permasalahan yang timbul, terutama dalam pendidikan. Pendidikan adalah
hal yang tidak mungkin lepas dari kehidupan masyarakat. Setiap individu harus mempunyai
bekal pendidikan yang cukup kompeten agar mampu menjawab permasalahan tersebut. Dalam
hal ini yang perlu diperhatikan adalah kualitas lulusan siswa dari lembaga pendidikan formal
yang selama ini dirasa masih belum mampu mewujudkan sumber daya manusia yang sesuai
harapan, yakni mampu menjawab tantangan zaman. Pendidikan nasional sebagai upaya
mencerdaskan bangsa mempunyai visi mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan warga negara Indonesia menjadi masyarakat
yang berkembang dan berkualitas sehingga proaktif dalam menjawab tantangan zaman yang
tentunya akan berubah dari waktu ke waktu (Kemendiknas, 2012).
Kurikulum 2013 diterapkan agar peserta didik dapat mempunyai kesempatan yang lebih
untuk mengembangkan serta meningkatkan potensi siswa dalam aspek sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup bermasyarakat dan turut berkontribusi pada
kesejahteraan hidup manusia. Permendiknas

No.

23 Tahun

2013,

menjelaskan bahwa

kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan saintifik yang berorientasi

pada metode

ilmiah. Metode ilmiah didasarkan pada keterampilan proses yang melatihkan keterampilan
untuk melakukan kerja ilmiah. Keterampilan yang termasuk dalam pendekatan saintifik
yang ditekankan

pada kurikulum

2013 yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengasosiasi atau mengolah

informasi,

mengkomunikasikan dan mencipta.

Pendekatan keterampilan proses selain melatihkan kerja ilmiah, juga tetap menekankan
pada pentingnya penguasaan konsep.
Akan tetapi realita pendidikan saat ini seringkali pembelajaran cenderung berpusat pada
guru dan mengacu pada buku. Pendidikan di sekolah cenderung hanya menyalurkan
pengetahuan kepada peserta didik melalui kemampuan verbal dan berorientasi pada
penguasaan mata pelajaran. Kemudian hasil belajar dievaluasi melalui penilaian soal-soal
secara kognitif tanpa melihat aspek keterkaitan materi pelajaran dengan aplikasinya pada
1

kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik tidak mengetahui manfaat dari pelajaran yang
telah dipelajari bahkan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menerapkan ilmu yang
telah dimiliki pada kehidupan sehari-hari.
Melihat permasalahan tersebut, pendidikan formal harus mempunyai solusi yang tepat
untuk mengatasinya. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah dengan melatihkan
kecakapan hidup (life skill) pada peserta didik. Kecakapan hidup (life skill) merupakan
kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menjalani hidup dalam statusnya sebagai makhluk
individu dalam konteks alam sekitar (Rudiyanto, 2003). Tujuan utama pendidikan kecakapan
hidup adalah untuk mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan peserta didik agar
memiliki kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjaga
kelangsungan hidup dan mengembangkan dirinya. Life skill dibagi menjadi beberapa macam,
akan tetapi hanya kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic
skill) saja yang dilatihkan. Kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi,
mengolah informasi, mengambil keputusan, memecahkan masalah. Sedangkan keterampilan
akademik meliputi mengidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan antar variabel,
merumuskan hipotesis serta merancang percobaan. Kedua kecakapan life skill tersebut erat
kaitannya dengan keterampilan proses pada kurikulum 2013. Kecakapan hidup atau life skill
lebih melatihkan peserta didik agar mampu menerapkan ilmu dalam kehidupan nyata sehingga
saat lulus dari jenjang pendidikan peserta didik diharapkan siap terjun langsung dalam
kehidupan masyarakat. Atas dasar pentingnya melatihkan kecakapan hidup (life skill) maka
life skill harus diberikan dalam pembelajaran terutama dalam pembelajaran biologi.
Pembelajaran biologi erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari terutama dalam materi
bioteknologi. Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk
hidup (bakteri, fungi, virus dan lainnya) maupun produk dari makhluk hidup (enzim) dalam
proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Perkembangan bioteknologi pada masa
sekarang tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan
murni seperti biokimia, komputer, biologi molekuler, mikrobiologi, dan genetika sehingga
untuk mendapatkan pemahaman pada materi bioteknologi cukup sulit karena perlu
pengintegrasian terhadap ilmu-ilmu yang mendukung bioteknologi tersebut. Hal ini
menyebabkan bioteknologi merupakan materi yang dianggap cukup sulit bagi peserta didik
maupun guru. Pada KD 4.10. bioteknologi, siswa merencanakan dan melakukan percobaan
2

dalam penerapan prinsip-prinsip bioteknologi konvensional untuk menghasilkan produk dan


mengevaluasi produk yang dihasilkan serta prosedur yang dilaksanakan. Tetapi selama ini
mayoritas guru hanya menyampaikan materi bioteknologi dengan metode ceramah serta
penugasan terkait materi tersebut dan jarang melakukan kegiatan praktikum implementasi
bioteknologi. Padahal materi implikasi bioteknologi konvensional banyak dihasilkan produk
yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Selama ini siswa hanya mengetahui produk
bioteknologi hanya terbatas pada tempe, tape, kecap, yoghurt dan lainnya padahal banyak
produk inovasi yang memanfaatkan bioteknologi. Akan tetapi karena tidak mempraktikkan
secara langsung peserta didik terasa asing dengan produk bioteknologi konvensional. Hal ini
mencerminkan bahwa peserta didik belum bisa mengembangkan keterampilan kecakapan
hidup (life skill) yang terdapat dalam materi bioteknologi.
Berdasarkan realita tersebut diperlukan suatu konsep pembelajaran yang dikemas untuk
mengajarkan materi bioteknologi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dalam
mengajarkan keterampilan hidup (life skill). Kegiatan praktikum memberikan peserta didik
pengalaman untuk melakukan percobaan sehingga peserta didik diharapkan dapat menemukan
konsep untuk diri mereka sendiri. Melalui kegiatan praktikum, peserta didik diberi
pengalaman untuk melakukan eksperimen dengan melibatkan seluruh inderanya yang
didukung oleh LKS praktikum. Lembar kegiatan siswa (LKS) merupakan salah satu sumber
belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.
LKS dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran oleh guru untuk meningkatkan keterlibatan
siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar. Diharapkan dengan menggunakan LKS,
peserta didik dapat melatih kemampuannya secara mandiri, saling bekerjasama dan
mengembangkan kemampuan berpikir dan penalarannya.
Kediri merupakan salah satu daerah yang terkenal sebagai penghasil buah nanas (Ananas
comosus (L) Merr). Selama ini masyarakat sekitar tidak banyak yang mengetahui bahwa
limbah nanas dapat dijadikan bahan dasar sebagai pembuatan produk bioteknologi yaitu Nata
de Pina. Oleh karena itu, peneliti ingin mengajarkan implementasi bioteknologi konvensional
di SMAN 1 Wates, Kediri yakni melalui kegiatan praktikum pembuatan nata dari limbah
nanas untuk melatihkan life skill peserta didik. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip
pelaksanaan life skill education yakni pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan

dengan penyelenggaraan pendidikan sehingga menghasilkan pengalaman belajar secara


konkrit (Anwar, 2012).
Pengembangan LKS yang dilakukan dapat mengkondisikan peserta didik untuk
memahami bioteknologi dengan memanfaatkan aspek lingkungan dari masyarakat sekitar
sebagai sumber belajar bioteknologi, yakni memanfaatkan limbah nanas yang melimpah di
lingkungan masyarakat untuk dijadikan sebagai salah satu produk bioteknologi konvensional.
Berdasarkan penelitian Pengembangan LKS berbasis Life Skill pada sub pokok Bahasan
Daur Ulang Limbah untuk Siswa Kelas X-3 SMAN 6 Surabaya menunjukkan bahwa
aktivitas siswa selama kegiatan belajar yang dipandu dengan LKS berorientasi life skill
mendapatkan skor rata-rata 3,39 dengan kategori baik (Johan, 2009). Oleh karena itu, peneliti
mencoba mengembangkan LKS yang berjudul Pengembangan LKS Nata de Pina untuk
Melatihkan Kecakapan Hidup (Life Skill) pada Materi Implikasi Bioteknologi Konvensional
dengan harapan dapat mengembangkan keterampilan hidup siswa dalam memanfaatkan
potensi lingkungan sekitar menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang terdapat pada penelitian
ini adalah:
1. Bagaimanakah kelayakan empiris lembar kegiatan siswa (LKS) Nata de Pina untuk
melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di
kelas XII SMA?
2. Bagaimanakah kelayakan teoritis lembar kegiatan siswa (LKS) Nata de Pina untuk
melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di
kelas XII SMA?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.

Mendeskripsikan kelayakan empiris LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan


hidup (Life Skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di kelas XII SMA.

2.

Mendeskripsikan kelayakan teoritis LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan


hidup (Life Skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di kelas XII SMA.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1. Bagi Sekolah:
Dapat digunakan sebagai salah satu panduan pembelajaran materi dan praktikum
pada pokok bahasan bioteknologi konvensional untuk melatihkan life skill di SMAN 1
Wates, Kediri kelas XII dengan harapan sekolah mampu mencetak lulusan yang memiliki
keterampilan kecakapan hidup agar siap terjun dalam kehidupan masyarakat.
2. Bagi Pendidik:
a. Dapat digunakan sebagai alternatif dalam menggunakan LKS praktikum yang
dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pokok bahasan bioteknologi
konvensional.
b. Dapat

memotivasi

pendidik

untuk

lebih

kreatif

dan

inovatif

dalam

mengembangkan kegiatan pembelajaran terutama dalam hal kecakapan hidup (life


skill).
c. Dapat memotivasi pendidik untuk mampu mengembangkan life skill peserta didik
sehingga peserta didik diharapkan memiliki keterampilan jangka panjang dalam
hidupnya.
d. Dapat memberikan wawasan kepada pendidik dalam memanfaatkan potensi
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
3. Bagi Peserta Didik:
a. Dapat melatihkan keterampilan berbasis life skill dalam membuat Nata de Pina
sehingga dapat mempraktikkan secara langsung salah satu produk bioteknologi.
b. Dapat mengenalkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dalam biologi
terutama untuk materi bioteknologi.
4. Bagi Peneliti:
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mengadakan penelitian lebih
lanjut tentang pengembangan LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan hidup (life
skill) pada materi implikasi bioteknologi kelas XII SMA.

E. Batasan Penelitian
Berdasarkan cakupan masalah yang akan diuji dalam penelitian ini, terdapat pembatasan
masalah, antara lain:
1. Penelitian ini hanya dikembangkan hingga tahap develop dengan rancangan penelitian
menggunakan 4-D model.
2. Uji coba terbatas LKS dilakukan pada siswa kelas XII SMAN 1 Wates, Kediri pada 1
kelas dengan 15 peserta didik.
3. Materi bioteknologi yang akan dibahas adalah konsep penting bioteknologi yang
menitikberatkan pada implikasi bioteknologi konvensional dalam produksi pangan
melalui kegiatan praktikum pembuatan Nata de Pina.
4. Life Skill atau kecakapan hidup yang dilatihkan pada penelitian ini hanya meliputi 2 life
skill yakni kecakapan berpikir rasional (thinking skill) yang terdiri dari kemampuan
menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, memecahkan masalah
serta kecakapan akademik (academic skill) yang terdiri dari serangkaian kegiatan
melakukan eksperimen dimulai dari merumuskan masalah, menyusun hipotesis,
mengidentifikasi

variabel

percobaan,

mendefinisikan

variabel

percobaan,

menginventarisasi alat dan bahan, mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik
kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan.
F. Asumsi Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada masalah yang sering dijumpai pada proses pembelajaran
yakni pembelajaran pada materi bioteknologi hanya terfokus pada penguasaan materi dan
penugasan semata sedangkan keterkaitan manfaat materi yang dipelajari dengan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari dalam memecahkan masalah kurang mendapat perhatian. Siswa
tidak diberi kesempatan untuk menerapkan secara langsung produk yang dihasilkan pada
bioteknologi konvensional. Sehingga siswa tidak mendapatkan keterampilan life skill yang
berdampak

pada

kehidupan

sehari-harinya.

Oleh

karena

itu,

peneliti

berusaha

mengembangkan solusi berupa pengembangan LKS Nata de Pina dengan harapan dapat
meningkatkan keterampilan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didik.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kecakapan Hidup (Life Skill)
Life skill atau dalam bahasa Indonesia diartikan kecakapan hidup. Istilah hidup pada life
skill, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun harus
memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis,
menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja
dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).
Kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang dalam
menjalani kehidupannya sebagai mahkluk individu dalam konteks alam sekitar (Rudiyanto,
2003). Indikator seseorang telah memiliki kecakapan hidup adalah yang mampu bertahan
dengan segala permasalahan dalam lingkungan masyarakat serta mampu secara produktif
untuk mencapai kesuksesan (Ibrahim, 2003).
Pendidikan kecakapan hidup (life skill) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja,
apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep
pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki keberanian
menghadapi masalah dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Kecakapan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan merupakan kecakapan
yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem kehidupan dengan wajar
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga mampu mengatasinya. Tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah untuk
mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan peserta didik agar memiliki kemampuan,
kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjaga kelangsungan hidup dan
mengembangkan dirinya. Pendidikan harus dapat mensinergikan berbagai bidang studi
menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang. Dengan bekal kecakapan hidup
diharapkan para lulusan mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupannya, termasuk
mencari atau menciptakan pekerjaan (Anwar, 2012).
1. Macam-Macam Kecakapan Hidup (Life Skills)
Menurut Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2002) kecakapan hidup (life
skill) terdiri atas dua macam yaitu :
1. Kecakapan Hidup Generik (General life skill, GLS)
7

Kecakapan hidup generik atau kecakapan yang bersifat umum, adalah kecakapan
untuk menguasai dan memiliki konsep dasar keilmuan. Kecakapan hidup generik
berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut sehingga memungkinkan untuk
mempelajari kecakapan hidup lainnya. Kecakapan hidup generik terdiri dari:
a. Kecakapan Personal (Personal Skill), yang terdiri dari :
1) Kecakapan Mengenal Diri (Self-Awarness Skill)
Kecakapan mengenal diri meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan,
kesadaran akan eksistensi diri, dan kesadaran akan potensi diri. Kecakapan
mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk
Tuhan, makhluk sosial, bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus meningkatkan diri agar
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Mengenal diri akan mendorong seseorang untuk beribadah sesuai
agamanya, berlaku jujur, bekerja keras, disiplin, terpercaya, toleran terhadap
sesama, suka menolong serta memelihara lingkungan. Sikap-sikap tersebut tidak
hanya dapat dikembangkan melalui pelajaran agama dan kewarganegaraan saja,
tetapi dapat pula dikembangkan pada pelajaran lainnya.
2) Kecakapan Berpikir (Thinking Skill)
Kecakapan berpikir merupakan kecakapan menggunakan pikiran atau
rasio secara optimal. Kecakapan berpikir meliputi:
a) Kecakapan Menggali dan Menemukan Informasi (Information Searching)
Kecakapan

menggali

dan

menemukan

informasi

memerlukan

keterampilan dasar seperti membaca, menghitung, dan melakukan observasi.


b) Kecakapan Mengolah Informasi (Information Processing)
Informasi yang telah dikumpulkan harus diolah agar lebih bermakna.
Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi suatu
kesimpulan. Untuk memiliki kecakapan mengolah informasi ini diperlukan
kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi
sampai membuat analisis sesuai informasi yang diperoleh.
c) Kecakapan Mengambil Keputusan (Decision Making)

Setelah informasi diolah menjadi suatu kesimpulan, tahap berikutnya


adalah pengambilan keputusan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang selalu
dituntut untuk membuat keputusan dalam segala hal. Oleh karena itu siswa
perlu belajar mengambil keputusan dan menangani resiko dari pengambilan
keputusan tersebut.
d) Kecakapan Memecahkan Masalah (Creative Problem Solving Skill)
Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup
akurat. Siswa perlu belajar memecahkan masalah sesuai dengan tingkat
berpikirnya sejak dini. Selanjutnya untuk memecahkan masalah ini dituntut
kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir
sistem dan sebagainya. Karena itu pola-pola berpikir tersebut perlu
dikembangkan di sekolah, dan selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk
pemecahan masalah.
b. Kecakapan Sosial (Social Skill)
Kecakapan sosial disebut juga kecakapan antar-personal (inter-personal skill),
yang terdiri atas:
1) Kecakapan Berkomunikasi
Kecakapan berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi
komunikasi dengan empati. Empati, sikap penuh pengertian, dan seni komunikasi
dua arah perlu dikembangkan dalam keterampilan berkomunikasi agar isi
pesannya sampai dan disertai kesan baik yang dapat menumbuhkan hubungan
harmonis. Berkomunikasi dapat melalui lisan atau tulisan. Untuk komunikasi
lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu
dikembangkan. Berkomunikasi lisan dengan empati berarti kecakapan memilih
kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh lawan bicara. Kecakapan ini sangat
penting dan perlu ditumbuhkan dalam pendidikan. Berkomunikasi melalui tulisan
juga merupakan hal yang sangat penting dan sudah menjadi kebutuhan hidup.
2) Kecakapan Bekerjasama (Collaboration Skill)
Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu
memerlukan dan bekerjasama dengan manusia lain. Kecakapan bekerjasama
bukan sekedar bekerja sama tetapi kerjasama yang disertai dengan saling
9

pengertian, saling menghargai, dan saling membantu. Kecakapan ini dapat


dikembangkan dalam semua mata pelajaran.
2. Kecakapan Hidup Spesifik (Specific life skill, SLS)
Kecakapan hidup spesifik terkait dengan bidang pekerjaan (occupational) atau
bidang kejuruan (vocational) tertentu. Kecakapan hidup spesifik diperlukan seseorang
untuk menghadapi masalah bidang tertentu. Kecakapan hidup spesifik ini meliputi:
a. Kecakapan Akademik (Academic Skill)
Kecakapan akademik disebut juga kecakapan intelektual atau kemampuan
berpikir ilmiah dan merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir. Kecakapan
akademik sudah mengarah ke kegiatan yang bersifat akademik atau keilmuan.
Kecakapan ini penting bagi orang yang menekuni bidang pekerjaan yang
menekankan pada kecakapan berpikir. Oleh karena itu kecakapan ini harus
mendapatkan penekanan mulai jenjang SMA dan terlebih pada program akademik di
universitas. Kecakapan akademik ini meliputi antara lain kecakapan:

Mengidentifikasi variabel

Menjelaskan hubungan variabel-variabel

Merumuskan hipotesis

Merancang dan melakukan percobaan

b. Kecakapan Vokasional / Kejuruan (Vocational Skill)


Kecakapan vokasional disebut juga kecakapan kejuruan, yaitu kecakapan yang
dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan
ini lebih cocok untuk siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih
mengandalkan keterampilan psikomotor. Kecakapan vokasional meliputi:
1) Kecakapan Vocasional Dasar (Basic Vocational Skill)
Kecakapan vokasional dasar antara lain: kecakapan melakukan gerak
dasar, menggunakan alat sederhana, atau kecakapan membaca gambar.
2) Kecakapan Vocational Khusus (Occupational Skill)
Kecakapan ini memiliki prinsip dasar menghasilkan barang atau jasa.
Sebagai contoh, kecakapan memperbaiki mobil bagi yang menekuni bidang
otomotif dan meracik bumbu bagi yang menekuni bidang tata boga.
B. Kecakapan Hidup (Life Skill) yang Dilatihkan
10

Berdasarkan uraian macam-macam life skill, dalam penelitian yang dilakukan tidak
semua macam life skill dilatihkan. Kecakapan hidup (life skill) yang dilatihkan meliputi
kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic skill). Kecakapan
berpikir terdiri atas kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah
informasi, kecakapan mengambil keputusan, serta kecakapan memecahkan masalah.
Kecakapan akademik (academic skill) mencakup keterampilan dasar dalam melakukan
eksperimen, yaitu mengidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan antar variabel,
merumuskan hipotesis serta merancang dan melakukan percobaan.
Diharapkan dengan melatih kecakapan berpikir (thinking skill), peserta didik terlatih
untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang ada di sekitarnya serta dapat
mengembangkan potensi yang telah didapatkan selama proses pembelajaran sehingga peserta
didik telah siap nantinya untuk terjun ke masyarakat. Selain itu, dengan melatihkan kecakapan
akademik (academic skill) diharapkan peserta didik memiliki keterampilan dasar dalam
melakukan eksperimen atau kegiatan praktikum sehingga mereka akan mempunyai
pengalaman secara kontekstual bukan hanya teoritis semata.
C. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
1. Pengertian Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS dapat berupa panduan
untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua
aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demontrasi. LKS merupakan
lembar kegiatan yang memberikan petunjuk-petunjuk belajar tentang topik atau materi
pelajaran tertentu dan disertai dengan pertanyaan atau latihan sehingga dalam lembar
kegiatan siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh
siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar
sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.
Selain itu, LKS dapat diartikan sebagai materi ajar yang sudah dikemas
sedemikaan rupa, sehingga siswa diharapkan mempelajari materi ajar tersebut secara
mandiri (Prastowo, 2010). LKS dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran oleh guru
meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar. Diharapkan
dengan menggunakan LKS, peserta didik dapat melatih kemampuan secara mandiri, saling
11

bekerjasama dan mengembangkan kemampuan berpikir dan penalarannya. LKS juga


membantu guru dalam memudahkan proses belajar mengajar dan mengarahkan peserta
didik untuk dapat menemukan konsep- konsep melalui aktivitasnya sendiri dalam
kelompok kerja.
2. Tujuan Penyusunan LKS
Menurut Prastowo (2010) adapun tujuan yang terdapat dalam penyusunan LKS adalah:
a.

Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan
materi yang diajarkan.

b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan pemahaman peserta didik


terhadap materi yang diajarkan.
c. Melatih kemandirian belajar peserta didik.
d. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.
3. Manfaat Penggunaan LKS
Menurut Widjajanti (2008) LKS memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan
suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar.
2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu
penyajian suatu topik.
3) Dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai siswa
4) Mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas
5) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar
6) Membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi, sistematis mudah dipahami
oleh siswa sehingga mudah menarik perhatian siswa
7) Menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan
rasa ingin tahu
8) Mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal karena siswa
dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya
9) Melatih siswa menggunakan waktu seefektif mungkin
10) Meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
4. Macam Macam Bentuk LKS
12

Menurut Prastowo (2010), berdasarkan maksud dan tujuan pengemasan materi pada LKS,
terdapat lima macam bentuk LKS, yakni:
a) LKS yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep
LKS jenis ini sesuai dengan prinsip konstruktivisme yang menyatakan bahwa
seseorang akan belajar aktif dengan mengkonstruksi pengetahuan di dalam otaknya.
LKS ini memiliki ciri-ciri menggambarka suatu fenomena yang bersifat konkret,
sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Melalui pengamatan, siswa
akan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan pengalaman belajar yang
dialaminya. LKS ini memuat apa yang harus dilakukan siswa meliputi melakukan,
mengamati, dan menganalisis.
b) LKS yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep
yang telah ditemukan.
Jenis LKS ini diberikan saat siswa telah memperoleh konsep dan melatihkan
peserta didik untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari dan dipraktekkan di
kehidupan sehari-hari.
c) LKS yang berfungsi sebagai penuntun siswa belajar.
LKS jenis ini memuat pertanyaan atau isian yang jawabannya terdapat dalam
buku. Fungsi LKS ini adalah membantu siswa menghapal dan memahami materi
pelajaran yang terdapat dalam buku. LKS jenis ini juga digunakan untuk remidiasi.
d) LKS yang berfungsi sebagai penguatan.
LKS jenis ini diberikan setelah siswa mempelajari materi tertentu. Tujuan LKS ini
adalah sebagai pendalaman dan penerapan materi yang didapatkan atau disebut juga
bahan pengayaan.
e) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.
LKS jenis ini dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan
LKS, sehingga tidak memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku sendiri. LKS ini
berisi prosedur kerja yang sistematis untuk melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan
materi ajar yang diberikan.
5.

Syarat Penyusunan LKS


LKS yang layak untuk digunakan sebagai sumber belajar peserta didik harus memenuhi
syarat yang telah ditetapkan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis.
13

Syarat didaktik lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep dan yang
terpenting dalam LKS terdapat variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa.
LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial,
emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh
tujuan pengembangan pribadi siswa. Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan
bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS.
Sedangkan syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan
penampilannya dalam LKS (Widjajanti, 2008).
Oleh karena itu, agar LKS memenuhi syarat dan tujuan yang telah ditetapkan maka
format penyusunan LKS haruslah tepat dan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
penalaran siswa. Kesesuaian format LKS sangatlah penting, sebab hal ini dapat
mempengaruhi minat dan motivasi belajar siswa.
Menurut Depdiknas (2004), syarat atau kriteria dalam memilih LKS adalah sebagai
berikut:
a. Substansi materi memiliki relevansi dengan kompetensi dasar atau materi pokok yang
harus dikuasai peserta didik serta disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.
b. Dilengkapi dengan petunjuk buku bagi guru maupun siswa.
c. Memiliki daya pikat terutama dari segi penyajian tulisan, tugas-tugas, dan
penulisannya.
d. Dilengkapi

dengan

petunjuk-petunjuk

yang

memudahkan

siswa

dalam

mengajar/belajar.
e. Lembar kegiatan siswa seharusnya memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar, hal ini harus tertuang dalam petunjuk.
f. Kalimat yang disajikan singkat dan jelas.
g. Substansi materi dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan siswa.
D. Bioteknologi
Bioteknologi berasal dari kata bios (hidup), teuchos (alat) dan logos (ilmu). Bioteknologi
dapat diartikan sebagai cabang ilmu biologi yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (protein bioaktif,
enzim, vitamin, asam basa organik, alkohol, dan lain lain) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa (Gaffar, 2007). Bioteknologi pada dasarnya merupakan prinsip
14

prinsip ilmiah dan teknologi dengan menggunakan agen biologi untuk menghasilkan barang
dan jasa sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Ciri utama dari bioteknologi
adalah penggunaan makhluk hidup yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop, yaitu
bakteri maupun sel yang diambil dari jaringan tumbuhan, hewan, mikroba, jamur, dan lainlain. Selain itu, ciri utama biologi adalah adanya agen biologi berupa mikroorganisme,
tumbuhan dan hewan, adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri maupun produk
yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian (Nurcahyo, 2011).
Perkembangan bioteknologi saat ini tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga
didasari pada ilmu-ilmu terapan dan murni yang lain, seperti biokimia, komputer, biologi
molekuler, mikrobiologi, dan genetika. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan
yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Pada
bidang medis, penerapan bioteknologi ditandai dengan adanya vaksin, antibiotik dan insulin
meskipun dalam jumlah yang terbatas. Pada bidang pangan, telah ada pembuatan bir, roti,
yoghurt maupun keju yang telah dikenal sejak abad ke -19. Hal ini membuktikan bahwa
penerapan bioteknologi dengan kebutuhan hidup masyarakat sangatlah erat.
Bioteknologi terdiri atas bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.
Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme.
Proses yang dibantu mikroorganisme, misalnya dengan fermentasi, hasilnya antara lain tempe,
tape, kecap, dan sebagainya termasuk keju dan yoghurt. Sedangkan bioteknologi modern
adalah bioteknologi yang menggunakan teknik rekayasa genetika, seperti DNA rekombinan.
Salah satu manfaat penerapan bioteknologi konvensional adalah di bidang pangan. Proses
bioteknologi konvensional pada bidang pangan meliputi proses fermentasi. Secara garis besar
bioteknologi dalam bidang pangan meliputi teknologi sel mikroba untuk produksi pangan
yang mengalami fermentasi. Tujuan dari teknologi sel mikroba ini adalah untuk menghasilkan
pengawetan pangan yang menghasilkan berbagai jenis pangan diantaranya yoghurt, tauco,
tape, nata dan sebagainya.

E. Nata de Pina

15

Nanas (Ananas comosus) merupakan salah satu tanaman yang banyak diusahakan oleh
petani di Indonesia, terutama di daerah Sumatera dan Jawa. Selama ini nanas hanya 53%
bagian saja yang dikonsumsi sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah. Limbah nanas
semakin lama semakin menumpuk dan terbuang sia-sia. Padahal jika kita ketahui limbah
nanas berupa kulit, empulur, dan mata buah nanas memiliki kandungan nutrisi yang cukup
tinggi dan jika diolah akan menjadi produk yang bermanfaat. Kandungan komposisi limbah
kulit nanas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Hasil Analisis Limbah Kulit Nanas Berdasarkan Berat Basah (Kusumanto, 2013).
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komposisi
Air
Protein
Lemak
Abu
Serat basah
Karbohidrat

Rata-Rata Berat Basah (%)


6,7
0,69
0,02
0,48
1,66
10,54

Salah satu alternatif pengolahan invovasi limbah nanas yang dapat dilakukan adalah
melalui fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk nata (Nata de Pina)
sebagai bahan makanan.
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Sedangkan pina diambil dari
kata pineapple yaitu nanas. Nata merupakan jenis makanan penyegar atau pencuci mulut
(food dessert). Nata adalah kumpulan serat selulosa terbentuk dari proses fermentasi yang
bersifat anabolik pada media cair untuk menghasilkan senyawa kompleks selulosa dari
pembentukan senyawa sederhana (gula). Pada proses fermentasi tersebut, bakteri Acetobacter
xylinum berperan penting untuk pembentukan selulosa (Sutanto, 2012).
Acetobacter xylinum memproduksi nata apabila tumbuh di media yang mengandung
karbon dan nitrogen. Untuk memperkaya kandungan nitrogen, pada pembuatan Nata de pina
dapat ditambahkan larutan ammonium phospat 10 gram per 5 liter pada media. Acetobacter
xylinum bekerja pada lingkungan dengan kondisi asam. Pada kondisi ini, Acetobacter xylinum
memproduksi enzim ekstraseluler yang dapat mengubah glukosa menjadi selulosa. Nata yang

16

terbentuk memiliki kualitas yang berbeda tergantung dari substrat yang digunakan (Sutanto,
2012).
Lapisan kental dan transparan pada permukaan media terbentuk pertama kali pada hari
ke-2 dan ke-3 fermentasi. Pada hari ke-3 hingga ke-5 terdapat gelembung udara pada
permukaan media. Kemudian gelembung udara akan menjadi lapisan tipis berwarna putih
secara bertahap. Selanjutnya kira-kira 14 hari fermentasi lapisan polimer bakteria padat
setebal 2-3 cm terbentuk pada cairan media. Lapisan ini kemudian diambil dan dipotong
menjadi ukuran lebih kecil, dicuci, dan didihkan hingga asam asetat hilang (Pambayun, 2002).
Produk nata merupakan bahan makanan yang banyak digunakan sebagai pencampur es
teller, es buah, sirup dan jelly. Kandungan gizi yang terdapat pada nata cukup tinggi.
Kandungan terbesar adalah air sehingga produk makanan ini banyak digunakan sebagai
sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet serta mengandung serat yang bermanfaat
untuk memperlancar proses pencernaan (Lathifah, 2013).
a. Cara Pembuatan Nata de Pina
Langkah-langkah pembuatan Nata de Pina menurut Tahir (2008) adalah sebagai berikut:
1) Pembuatan starter

Kupas nanas matang sebanyak satu buah, lalu cuci hingga bersih.

Potong kecil-kecil nanas tersebut, masukan ke dalam blender (atau alat


penghancur lainnya seperti parutan).

Setelah dihancurkan, peras air nanas dan saring

Pakai ampas nanas hasil saringan, lalu tambahkan gula pasir dan air
dengan perbandingan ampas nanas:gula pasir:air = 6:3:1

Aduk campuran tersebut sampai rata, kemudian masukan ke dalam botol


yang tertutup rapat.

Diamkan selama 2-3 minggu sampai terbentuk lapisan putih di atas


campuran tersebut. Simpan di dalam temperatur kamar,

Bagian yang digunakan untuk membuat nata adalah air dari campuran
tersebut yang mengandung bakteri Acetobacter xylinum.

Untuk starter atau bibit nata dimasukkan ke dalam botol yang sudah
disterilkan.

17

2) Pembuatan Nata de Pina

Bahan yang digunakan adalah buah atau limbah nanas yang berupa kulit,
empulur dan mata nanas serta buah nanas masak optimum. Limbah nanas
dikupas dan dibersihkan mata serta empulurnya kemudian dicuci.

Limbah nanas yang sudah dicuci hingga bersih kemudian dibelah dan
dipotong kecil-kecil. Potongan-potongan ini dihancurkan dengan blender,
selanjutnya disaring dengan kain saring. Hasil saringan didiamkan selama
satu jam untuk mengendapkan padatan yang masih ada, kemudian filtrat
diambil.

Hasil saringan ditambah gula atau sukrosa 10 gram per liter dan sebagai
alternatif bisa ditambahkan ammonium phospat 10 gram per 5 liter untuk
memperkaya kandungan nitrogen dalam media, kemudian dididihkan lagi.
Sumber C dan N ini sebagai makanan untuk pertumbuhan A. xylinum

Setelah mendidih biarkan 10 menit dan ditambah asam asetat glasial


sebanyak 30 ml per liter atau sampai pH 4,5 kemudian dimasukkan ke dalam
nampan plastik yang sudah disterilkan dengan cara diberi alkohol dan ditutup
dengan kertas koran yang sudah disterilkan dan diikat sampai rapat.

Setelah dingin atau sekitar 7 8 jam, masukkan cairan starter ke dalam


loyang atau nampan sebanyak 20 % dan ditutup kembali. Loyang tersebut
ditutup dengan koran yang sudah disterilkan.

Biarkan selama 7 15 hari (fermentasi), setelah terjadi penggumpalan


dinamakan pelikel (nata) dipotong-potong kecil, ditiriskan dan direndam
dalam air selama 2 3 hari untuk menghilangkan asamnya. Selama
perendaman air harus sering diganti.

Setelah pemeraman selesai dengan terbentuk lapisan nata siap dipanen,


lapisan nata diangkat secara hati-hati dengan menggunakan garpu atau
penjepit yang bersih supaya cairan dibawah lapisan tidak tercemar.
Kemudian cuci lalu peras dengan kain saring (agar tidak licin). Iris dengan
ukuran sesuai selera, lalu masak dengan air sampai mendidih. Tiriskan dan

18

peras lagi dengan kain saring, lalu dimasak lagi. Pemasakan dilakukan
sampai bau asam hilang.

Potongan pelikel (nata) direbus selama 30 menit lalu ditiriskan.

F. Kerangka Berpikir
LKS yang Baik:
Substansi materi relevan
dengan KD dan kurikulum
yang berlaku
Kalimat yang disajikan
singkat dan jelas
Dilengkapi dengan petunjuk
belajar
Memanfaatkan lingkungan
sekitar sebagai sumber
belajar

Nata de Pina:.
Merupakan inovasi dari produk
bioteknologi
konvensional
melalui
fermentasi
bakteri
Acetobacter xylinum. Produk
memanfaatkan limbah nanas
berupa kulit, empulur, mata
nanas yang selama ini hanya
dibuang sia-sia.

Life Skill:
Kecakapan yang harus dimiliki
siswa untuk berani menghadapi
tantangan
kehidupan
dan
menemukan solusi atas suatu
permasalahan. Kecakapan hidup
dibagi
menjadi
beberapa
macam.
Namun,
hanya
kecakapan berpikir (thinking
skill) dan kecakapan akademik
(academic skill) saja yang
dilatihkan.

Karakteristik LKS yang akan


dikembangkan:
Substansi materi relevan dengan KD dan
kurikulum yang berlaku
Kalimat yang disajikan singkat dan jelas
Memotivasi dan menarik minat siswa dari
segi penyajian, tugas dan penulisan
Dilengkapi dengan petunjuk praktikum
dan informasi pendukung
Memanfaatkan lingkungan sekitar
sebagai sumber belajar yaitu potensi
nanas yang berlimpah untuk dijadikan
produk Nata de Pina

19

G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H0 = Penggunaan LKS Nata de Pina dapat melatihkan keterampilan Life Skill siswa yaitu
keterampilan berpikir dan keterampilan akademik dalam proses pembelajaran pada
materi bioteknologi.
Ha = Penggunaan LKS Nata de Pina tidak dapat melatihkan keterampilan Life Skill siswa
yaitu keterampilan berpikir dan keterampilan akademik dalam proses pembelajaran
pada materi bioteknologi.

20

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Penelitian
pengembangan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan desain penelitian
yang digunakan yaitu one shot case study.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya guna tahap persiapan,
pengembangan LKS, dan validasi. Sedangkan tahap uji coba pengembangan LKS akan
dilaksanakan di kelas XII SMAN 1 Wates, Kediri pada semester genap 2016/2017.
C. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah LKS (lembar kegiatan siswa) praktikum Nata de Pina untuk
melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional. LKS
yang dihasilkan divalidasi oleh dosen ahli biologi serta guru biologi SMA dan diuji cobakan
secara terbatas pada siswa SMAN 1 Wates, Kediri dengan jumlah 15 siswa.
D. Desain Penelitian
Tahap awal yang dilakukan adalah melakukan observasi terhadap sasaran penelitian
untuk mendiagnostik keterampilan hidup (life skill) peserta didik. Setelah itu guru
menyampaikan materi beserta prosedur praktikum Nata de Pina yang akan dilakukan oleh
siswa. Hasil yang diharapkan berupa keterampilan hidup (life skill) siswa dapat terlatih dan
dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah di daerahnya.
Desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan melalui pola berikut:
Desain penelitian one shot case study
X

Keterangan:
O

: Observasi

: Perlakuan

21

E. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:
1. Validitas LKS, meliputi:
a. Komponen isi
b. Komponen penyajian
c. Komponen kebahasaan
2. Kepraktisan LKS
a. Keterlaksanaan LKS
b. Kesulitan atau hambatan yang muncul
3. Keefektivan LKS
a. Hasil belajar siswa
b. Ketuntasan tujuan pembelajaran
c. Respon siswa
F. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) nata de pina untuk melatihkan kecakapan hidup (life skill)
pada materi implikasi bioteknologi konvensional adalah LKS yang memuat serangkaian
kegiatan untuk melatihkan kecakapan hidup berupa kecakapan berpikir rasional yang
meliputi kegiatan menggali informasi, mengolah informasi dan memecahkan masalah
secara kreatif serta kecakapan akademik yang meliputi kegiatan merencanakan dan
melaksanakan eksperimen (praktikum) dimulai dari merumuskan masalah, menyusun
hipotesis, mengidentifikasi variabel percobaan.
2. Kelayakan LKS adalah deskripsi kualitas LKS yang terdiri dari kelayakan secara teoritis
maupun kelayakan secara empiris. Kelayakan secara teoritis yakni kelayakan hasil validasi
yang dilakukan oleh dua pakar biologi UNESA dan guru biologi SMA untuk mengetahui
layak tidaknya LKS yang telah dikembangkan meliputi isi, penyajian dan kebahasaan.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala kelayakan yaitu: 1 = kurang baik, 2 =
cukup baik, 3= baik, 4= sangat baik. Kelayakan secara empiris merupakan kelayakan yang
dihasilkan dari uji coba yang telah dilakukan. Kelayakan ini didapatkan berdasarkan
pengamatan sikap berbasis kecakapan hidup (life skill), hasil belajar dan respon siswa.

22

3. Pengamatan sikap adalah pengamatan yang dilakukan observer terhadap peserta didik
selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mengamati aktivitas siswa sehubungan
dengan pelaksanaan kecakapan hidup (life skill) siswa dengan rubrik terlampir.
4. Hasil belajar adalah hasil ketuntasan belajar siswa yang dilakukan dengan memberikan
soal tes setelah melaksanakan kegiatan dalam LKS yang dikembangkan, yang meliputi
penilaian produk dan penilaian kecakapan hidup (life skill) siswa. Hasil belajar digunakan
untuk mengetahui ketercapaian indikator dan kecakapan hidup yang dilatihkan.
5. Respon siswa adalah tanggapan siswa yang didapatkan setelah mengisi angket respon
terhadap LKS yang dikembangkan dengan menjawab ya atau tidak yang diberikan
saat akhir pembelajaran.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur pada penelitian menggunakan desain pengembangan 4-D model yang diadaptasi
dari Thiagarajan, dkk., dalam Trianto (2007). Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan
yaitu define (pendefinisian), design (perencanaan), develop (pengembangan) dan disseminate
(penyebaran). Namun pada penelitian ini tidak menggunakan tahap disseminate (penyebaran).
Berikut ini adalah uraian dari rancangan penelitian:
1. Tahap Define (Pendefinisian)
Tahap ini bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran. Menurut Thiagarajan, dkk (1974) dalam Ibrahim (2002) tahap ini terdiri
atas lima langkah pokok, yaitu analisis kurikulum, analisis siswa (learner analysis),
analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept anlaysis) dan perumusan indikator
pembelajaran (specifying instructional objectives).
a. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar
yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Masalah dasar dalam penelitian ini
adalah belum pernah dilakukan praktikum pada materi bioteknologi konvensional
yang melatihkan kecakapan hidup (life skill) sehingga peneliti ingin melatihkannya
melalui pembuatan Nata de Pina agar siswa dapat belajar langsung dari lingkungan
dan segala kondisi di sekitar sekolah dan tempat tinggalnya.
Kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013
terdapat kompetensi inti (KI) yang terdiri atas empat aspek terkait yaitu sikap
23

keagamaan (KI 1), sikap sosial (KI 2), pengetahuan (KI 3) dan keterampilan (KI 4)
Berdasarkan keempat KI ini, maka LKS yang disusun dapat dikembangkan untuk
mencapai keempat KI tersebut. Sedangkan kompetensi dasar pada bioteknologi yang
termuat dalam kurikulum 2013 adalah:
1) Kompetensi Dasar
1.1. Menyadari dan mengagumi pola pikir ilmiah dalam kemampuan mengamati
bioproses.
1.2. Peka dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, menjaga dan
menyayangi lingkungan sebagai manisfestasi pengamalan ajaran agama yang
dianutnya.
2.1. Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur terhadap data dan fakta, disiplin,
tanggung jawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan
santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan,
gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan
kritis, responsif dan proaktif dalam dalam setiap tindakan dan dalam
melakukan pengamatan dan percobaan di dalam kelas/laboratorium maupun
di luar kelas/laboratorium.
2.2. Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan menerapkan prinsip
keselamatan kerja saat melakukan kegiatan pengamatan dan percobaan di
laboratorium dan di lingkungan sekitar.
3.10. Memahami tentang prinsip-prinsip bioteknologi yang menerapkan bioproses
dalam menghasilkan produk baru untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia dalam berbagai aspek kehidupan.
4.10. Merencanakan dan melakukan percobaan dalam penerapan prinsip-prinsip
bioteknologi konvensional untuk menghasilkan produk dan mengevaluasi
produk yang dihasilkan serta prosedur yang dilaksanakan.
2) Indikator
1.1.1. Menunjukkan rasa kagum terhadap kemampuan mikroorganisme dalam
melakukan kegiatan bioproses pada bioteknologi.
1.1.2. Memanfaatkan potensi lingkungan berupa limbah nanas sebagai wujud rasa
syukur terhadap karunia Tuhan.
24

2.1.1. Menunjukkan kemampuan bekerjasama dengan anggota kelompok selama


kegiatan pembelajaran.
2.1.2. Menunjukkan sikap jujur dan bertanggungjawab sesuai prosedur yang
ditentukan selama melakukan pembelajaran.
2.1.3. Menunjukkan sikap keselamatan kerja selama melakukan praktikum
pembuatan nata.
3.10.1. Menjelaskan konsep penting bioteknologi.
3.10.2. Menganalisis perbedaan bioteknologi konvensional dan modern.
3.10.3. Menjelaskan alternatif permasalahan pengolahan limbah nanas pada produk
bioteknologi konvensional.
4.10.1.Merencanakan kegiatan praktikum bioteknologi konvensional dengan limbah
nanas.
4.10.2.Melaksanakan praktikum bioteknologi konvensional melalui pembuatan
Nata de Pina.
4) Kecakapan hidup (life skill) yang dilatihkan
3.10.1. Menggali informasi: Menjelaskan informasi atau konsep penting (thinking
skill).
3.10.2. Mengolah informasi: Menganalisis atau membandingkan informasi
(thinking skill).
3.10.3. Memecahkan masalah: menjelaskan alternatif untuk pemecahan masalah
(thinking skill).
4.10.1. Merencanakan dan melaksanakan percobaan (academic skill).

25

b. Analisis Siswa (learner analysis)


Objek pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Wates, Kediri kelas XII IPA
yang berjumlah 15 siswa, jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kisaran umur
17-18 tahun.
Analisis siswa meliputi antara lain: kemampuan akademik, usia dan tingkat
kedewasaan,

motivasi

terhadap

mata

pelajaran,

pengalaman,

keterampilan

psikomotor, keterampilan sosial dan sebagainya.


c. Analisis Konsep (concept analysis)
Kompetensi inti yang ditekankan pada penelitian ini adalah KI 3 dan KI 4.
Analisis konsep berisi pengidentifikasian konsep-konsep penting dalam materi
bioteknologi. Hasil analisis berupa peta konsep sebagai berikut:

Bioteknologi

Bioteknologi
Konvensional

Bioteknologi
Modern

Rekayasa
Genetika

Pengolahan
Pangan

Tempe

Kultur Jaringan

Yoghurt
Nata de coco

inovasi
Nata de Pina

Gambar 3.1. Analisis Konsep Bioteknologi


d. Analisis Tugas (task analysis)
Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan utama yang akan
dikaji oleh peneliti untuk dikerjakan oleh siswa. Analisis tugas dilakukan dengan
menyesuaikan berdasarkan materi pokok yaitu bioteknologi konvensional terutama
pada implikasinya. Dalam hal ini peneliti mengemasnya dalam sebuah LKS
26

praktikum dengan mengintegrasikan keterampilan kecakapan hidup (life skill) yang


memanfaatkan produksi limbah nanas yang melimpah di lingkungan tempat
tinggalnya untuk dijadikan Nata de Pina.
Dalam penelitian ini tugas yang diberikan kepada siswa diintegrasikan dengan
keempat KI dalam kurikulum 2013.
e. Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)
Kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) pada kurikulum 2013 dianalisis
untuk menemukan indikator dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam suatu
proses pembelajaran. Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dapat dirumuskan
tujuan pembelajaran sebagai berikut:
1. Dengan membaca bahan bacaan yang diberikan, siswa dapat menunjukkan rasa
kagum terhadap kemampuan mikroorganisme dalam melakukan kegiatan
bioproses pada bioteknologi.
2. Dengan diberikan orientasi permasalahan, siswa dapat memanfaatkan potensi
lingkungan berupa limbah nanas sebagai wujud rasa syukur terhadap ciptaan
Tuhan.
3. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menggali informasi mengenai
konsep penting bioteknologi.
4. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menggali informasi mengenai agen
biologi yang berperan dalam bioteknologi.
5. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menjelaskan pentingnya
bioteknologi bagi kehidupan.
6. Dengan diberikan bahan bacaan, siswa dapat menggali informasi untuk
menganalisis lima perbedaan bioteknologi konvensional dan bioteknologi
modern.
7. Dengan diberikan beberapa alternatif, siswa dapat memecahkan masalah dengan
memilih alternatif pengolahan limbah nanas pada produk bioteknologi
konvensional.
8. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat merumuskan masalah
percobaan yang akan dilakukan.

27

9. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat menyusun hipotesis


percobaan.
10. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat mengidentifikasi variabel
percobaan.
11. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat merumuskan variabel
percobaan.
12. Dengan diberikan latar belakang informasi, siswa dapat menginventarisasi alat
dan bahan yang diperlukan untuk percobaan pembuatan nata.
13. Siswa dapat melaksanakan percobaan praktikum pembuatan Nata de Pina.
14. Siswa dapat menganalisis data hasil percobaan dengan jujur dan tanggung jawab.
15. Siswa dapat menjelaskan prinsip bioteknologi pada proses pembuatan nata.
16. Siswa dapat menjelaskan peran bakteri Acetobacter xylinum pada proses
pembuatan nata.
17. Siswa dapat menyimpulkan hasil percobaan yang dilakukan terkait menginovasi
limbah nanas menjadi Nata de Pina.
2. Tahap Design (Perancangan)
Tahap perancangan bertujuan untuk merancang LKS yang dikembangkan.
Terdapat 3 langkah yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: pemilihan media yang
dikembangkan (LKS) sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran, pemilihan format,
desain awal. LKS yang dikembangkan berisi:
a. Bagian Awal
Bagian awal terdiri dari tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tujuan
pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
kemudian dirancang ke dalam petunjuk praktikum, pertanyaan serta informasi
pendukung pada LKS.
b. Bagian Isi
Bagian isi berisi uraian singkat materi pokok, bahan bacaan, pertanyaan yang
disesuaikan dengan kecakapan hidup yang akan diamati serta petunjuk praktikum
pembuatan Nata de Pina.
c. Bagian Akhir

28

Bagian akhir terdiri atas daftar pustaka yang memuat literatur yang digunakan
sebagai acuan dalam mengembangkan LKS praktikum Nata de Pina untuk
melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi
konvensional kelas XII IPA SMAN 1 Wates, Kediri.
3. Tahap Develop (Pengembangan)
Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk pengembangan
yang dilakukan melalui dua langkah, yaitu: penilaian ahli yang diikuti revisi serta uji
coba pengembangan. Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk
akhir media pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan saran dan masukan dari para
ahli dan data hasil uji coba. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Validasi ahli atau praktisi (Expert Appraisal)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974) dalam Ibrahim (2002), penilaian para ahli atau
praktisi terhadap pengembangan LKS mencakup format, bahasa, ilustrasi dan isi.
Berdasarkan saran para ahli, LKS pengembangan di revisi agar lebih tepat, efektif,
serta memiliki kualitas yang tinggi. Dalam hal ini validasi dilakukan oleh dosen ahli
biologi Universitas Negeri Surabaya dan guru biologi SMAN 1 Wates, Kediri.
b. Uji coba pengembangan (Developmental Testing)
Uji coba lapangan dilakukan di SMAN 1 Wates, Kediri untuk menerapkan LKS
yang telah dikembangkan, memperoleh masukan berupa respon, reaksi, komentar
siswa dan para pengamat terhadap media pembelajaran yang telah dikembangkan.
H. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar telaah LKS pembuatan Nata de Pina untuk melatihkan life skill siswa pada
materi bioteknologi konvensional di kelas XII adalah lembar telaah berbentuk lembaran
dan berisi pernyataan pernyataan yang digunakan oleh penelaah, baik dosen biologi
maupun guru biologi di sekolah tersebut. Lembar telaah LKS diberikan dengan mengisi
skor penilaian sesuai dengan rubrik terlampir untuk mengetahui kelayakan LKS yang
dikembangkan.
2. Lembar pengamatan sikap digunakan untuk mengetahui segala kegiatan yang dilakukan
siswa secara berkelompok dalam melatihkan kecakapan hidup (life skill) saat melakukan
percobaan pada LKS yang dikembangkan.
29

3. Tes (evaluasi) digunakan untuk mengetahui ketercapaian atau ketuntasan hasil belajar
siswa sekaligus kecakapan hidup (life skill) setelah melakukan percobaan pada LKS yang
dikembangkan. Tes diberikan pada pertemuan terakhir dengan menggunakan soal uraian
objektif.
4. Lembar angket respon siswa terhadap LKS pembuatan Nata de Pina untuk melatihkan
life skill pada materi bioteknologi kelas XII SMA adalah lembar respon atau tanggapan
yang diisi siswa dengan memberi jawaban ya atau tidak berdasarkan pernyataan yang
terdapat pada angket yang diberikan.
I. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1. Teknik Telaah dengan Lembar Validasi
Teknik ini digunakan untuk mengetahui kelayakan LKS yang telah dikembangkan
untuk diuji cobakan. Telaah ini dilakukan oleh dosen ahli dan guru biologi. Melalui
lembar validasi akan diperoleh draft yang akan membantu peneliti untuk mengetahui
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan LKS Nata de Pina yang dikembangkan
agar selanjutnya dilakukan proses perbaikan (revisi).
2. Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data pengamatan sikap yaitu
dengan cara mengamati aktivitas peserta didik secara berkelompok berkaitan dengan life
skill melalui kegiatan yang dipandu LKS praktikum Nata de Pina untuk melatihkan life
skill pada materi implikasi bioteknologi konvensional.
3. Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik dengan
tujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar dan kecakapan hidup (life skill) yang
dikuasai peserta didik. Selain itu, teknik tes juga untuk menentukan tingkat kelayakan
LKS secara empiris.
4. Teknik Angket
Lembar angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap LKS
pembuatan Nata de Pina untuk melatihkan life skill yang dikembangkan dari segi
penyajian, isi, dan bahasa yang digunakan serta kaitannya dengan masalah yang otentik.

30

Data yang diperoleh dari angket digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk
penyusunan kesimpulan.
J. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Analisis Telaah Pengembangan LKS
Lembar kegiatan siswa yang dikembangkan divalidasi dengan memberi skor 1-4
pada tiap aspek yang dinilai. Analisis meliputi kelayakan isi, kelayakan penyajian dan
kelayakan bahasa. Rentang skala dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Kriteria skala penilaian Likert (Riduwan, 2012)
Penilaian
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik

Nilai Skala
1
2
3
4

Dari hasil telaah tersebut dihitung persentase kelayakan dengan menggunakan


rumus sebagai berikut:
Presentase (%)= skor hasil pengumpulan data

x 100 %

skor maksimal telaah


Hasil analisis lembar validasi ahli digunakan untuk mengetahui kelayakan
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan dengan menggunakan skor
sebagai berikut:
Tabel 3.2. Kriteria Penilaian (modifikasi dari Riduwan, 2012)
Persentase
25 % - 43 %
44 % - 62 %
63 % - 81 %
82 % - 100 %

Kategori
Kurang layak
Cukup layak
Layak
Sangat layak

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikatakan layak apabila respon dosen dan guru
bidang studi memberikan skor 63%.
2. Analisis Pengamatan Sikap

31

Lembar kegiatan siswa yang dikembangkan diujicobakan kepada siswa melalui


pengamatan sikap selama pembelajaran dengan memberikan skor 1-4 pada tiap aspek
yang dinilai. Rentang skala dalam pengamatan sikap dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3. Kriteria skala penilaian Likert (Riduwan, 2012)
Penilaian
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik

Skala
1
2
3
4

Dari hasil telaah tersebut kemudian dihitung persentase kelayakan dengan


menggunakan rumus sebagai berikut:
Presentase (%)= skor hasil pengumpulan data

x 100 %

skor maksimal telaah


Hasil perhitungan persentase dari lembar pengamatan pada ujicoba terbatas
diinterpretasikan ke dalam kriteria pada tabel berikut:
Tabel 3.4. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Persentase
Kategori
25 % - 43 %
Kurang baik
44 % - 62 %
Cukup baik
63 % - 81 %
Baik
82 % - 100 %
Sangat baik
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikatakan layak apabila hasil pengamatan sikap
siswa memberikan respon sebesar 63%.
3. Hasil Kognitif
a. Kognitif produk
Hasil belajar merupakan salah satu kelayakan LKS secara empiris. Siswa
dikatakan tuntas belajar apabila telah menguasai kompetensi atau indikator
pembelajaran dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah yaitu
hasil tes 75. Standar yang digunakan terkait kelayakan LKS yang telah
dikembangkan adalah layak secara empiris. LKS layak secara empiris apabila
persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 61%.
Presentase (%)=

siswa yang tuntas

x 100 %

seluruh siswa

32

Tabel 3.5. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)


Persentase
0 % - 20 %
21 % - 40 %
41 % - 60 %
61 % - 80 %
81 % - 100 %

Kategori
Tidak layak
Kurang layak
Cukup layak
Layak
Sangat layak

b. Hasil Kecakapan Hidup (Life Skill)


Berdasarkan hasil tes kognitif yang diberikan, maka dapat dianalisis hasil
penguasaan kecakapan hidup siswa berdasarkan jawaban siswa. Hasil dianalisis
menggunakan skala likert dan dihitung nilai persentase menggunakan rumus
berikut:
Tabel 3.6. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Penilaian
Nilai Skala
Sangat baik
4
Baik
3
Cukup baik
2
Kurang baik
1
Presentase (%)= skor hasil pengumpulan data x 100 %
skor maksimal
Hasil pemberian nilai kecakapan hidup kemudian diinterpetasikan ke
dalam kriteria pada tabel berikut:
Tabel 3.7. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Persentase
25 % - 43 %
44 % - 62 %
63 % - 81 %
82 % - 100 %

Kategori
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Sangat baik

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan dikatakan layak jika


nilai hasil kecakapan hidup yang dilatihkan memperoleh persentase sebesar
63%.
4. Analisis Angket Respon Siswa

33

Respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan berpedoman pada LKS


yang dikembangkan dapat diketahui melalui kategori ya atau tidak kemudian
dihitung persentase menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 3.8. Kriteria Skala Guttman (Riduwan, 2012)
Jawaban
Ya
Tidak

Skor
1
0

Presentase (%)= skor hasil pengumpulan data ya

x 100 %

skor maksimal
Persentase kelayakan dapat dikonversikan dalam kategori penilaian sebagai
berikut:

Tabel 3.9. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)


Persentase
Kategori
0 % - 25 %
Kurang baik
26 % - 50 %
Cukup
51 % - 75 %
Baik
76 % - 100 %
Sangat baik
Indikator yang digunakan untuk mengetahui kelayakan pengembangan LKS
adalah lembar angket berisi respon yang telah diisi oleh siswa SMA kelas XII IPA 1
sebagai uji cobanya. Pengembangan LKS dapat dikatakan layak apabila siswa
memberikan respon baik sebesar 51 % (Riduwan, 2012).

34

DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2012. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Depdiknas. 2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2002. Pendidikan Berbasis Luas dengan Pembekalan
Kecakapan Hidup di SMU: Konsep Dasar dan Pola Pelaksanaannya. Jakarta: Depdiknas.
Gaffar, Shabarni. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Padjajaran.
Ibrahim, Marwah. 2003. Basic Life Skills: Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan.
Jakarta: MHMMD Production.
Ibrahim, Muslimin. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran
Biologi Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Johan, Ervan Wicaksono 2009. Pengembangan LKS berbasis Life Skill pada sub pokok
Bahasan Daur Ulang Limbah untuk Siswa Kelas X-3 SMAN 6 Surabaya. Skripsi (Tidak
diterbitkan). Surabaya: Unesa.
Kemendiknas. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Kusumanto, Ismu. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Nanas untuk Pembuatan Produk Nata De
Pina Menggunakan Metode Eksperimen Taguchi Jurnal Kutubkhanah, Vol. 16, No. 1
Januari Juni 2013. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suska Riau.
Lathifah, Nur. 2013. Pembuatan Nata de Pina dari Limbah Bonggol Buah Nanas Menggunakan
Sumber Nitrogen Ekstrak Kacang Hijau. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas
Pendidikan Indonesia.
Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Negeri Yogyakarta.
Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Yogyakarta: Kanisius.
Permendiknas. 2013. Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81 A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum
Pembelajaran. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Prastowo, Andi. 2010. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
Riduwan, 2012. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Rudiyanto, R. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan
Kecakapan Hidup, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi
Khusus.
Satori, D. 2002. Implementasi Life Skills dalam Konteks Pendidikan di Sekolah. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Volume 2, Nomor 1, Juni 2002.
Sutanto, Agus. 2012. Pineapple Liquid Waste as Nata de Pina Raw Material. Jurnal Makara
Teknologi, Vol. 16, No.1, April 2012: 63-67. Universitas Muhammadiyah Metro Lampung.
Tahir, Ikmal, dkk. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah Nenas Lokal (Ananas comosus L)
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan
Kimia FMIPA UGM. Yogyakarta: Disampaikan pada 10 Juli 2008.
Widjajanti, Endang. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Makalah. Disampaikan dalam Kegiatan
Pengabdian pada masyarakat dengan Judul Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran
Kimia Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Guru SMK/MAK di

35

Ruang Sidang Kimia FMIPA UNY pada tanggal 22 Agustus 2008. Yogyakarta: FMIPA
Kimia UNY.

36

Anda mungkin juga menyukai