BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam dunia pendidikan, kurikulum selalu mengalami perubahan sejalan dengan kemajuan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jika kita telaah konsep konsep
materi pelajaran di dunia pendidikan di sekolah kadang kadang asing bagi peserta didik. Tidak
sedikit peserta didik yang mengalami keasingan konsep materi pelajaran dengan kenyataan
sehari hari. Kondisi ini dapat dipahami, bahwa konsep teori dan contoh contoh yang
dipaparkan pada buku pelajaran oleh pendidik lebih diadaptasikan dengan kehidupan alam yang
mengalami perkembangan.
Dalam era globalisasi dan informasi ini, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan
waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan hasil hasil teknologi dalam proses
belajar mengajar. Para guru dituntut mampu menggunakan alat alat yang disediakan oleh
sekolah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun selama ini system pengajaran masih
bersifat tradisional. Sudjana dan Rifai menjelaskan bahwa dalam proses pengajaran tradisioanal,
guru merupakan satu satunya sumber belajar bagi siswa, sehingga kegiatan belajar mengajar
berpusat pada guru. Pendidikan merupakan jasa layanan. Dalam dunia pendidikan maka tidak
akan terlepas dari kurikulum. Kurikulum merupakan elemen strategis dalam sebuah layanan
program pendidikan dan acuan bagi segenap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
program. Dalam konteks ini maka kurikulum yang baik semestinya akan menghasilkan proses
dan produk pendidikan yang baik. Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses
dan hasil pendidikan yang juga jelek.
Pendidikan sebagai sebuah jasa layanan, keberhasilan suatu program pendidikan ditentukan oleh
kesanggupannya dalam memenuhi kepuasan pengguna ( costumer satisfaction ). Indicator
kepuasan itu menurut Deming dan Juran ( dalam Yunus 2007 ) ditetapkan oleh kesanggupan
layanan pendidikan dalam memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan pengguna (peserta didik
dan pemangku kepentingan). Itu berarti, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berorientasi akhir pada kebutuhan dan kepuasan pengguna.
Atas dasar itu pula dapatlah ditegaskan bahwa kurikulum dalam mata pelajaran Biologi yang
baik dan bermakna adalah kurikulum yang dikembangkan dengan beranjak dari hakikat
pendidikan, hakikat Biologi itu sendiri, dan kesanggupan lulusan pendidikan dalam menghadapi
secara layak dinamika kehidupan yang akan datang. Namun demikian, mengingat tujuan dan
cirri setiap kelompok usia sekolah pada masing masing satuan pendidikan itu berbeda beda,
adalah sebuah kebaikan jika pengembangan dan pelaksanaan kurikulum itu mengakomodasi
setiap perbedaan atau keunikan yang ada.
Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (forward linkage) yang memiliki syarat
utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern, dan sejahtera. Hal ini
meruapakan cirri masa kini dan masa depan yang sudah berglobalisasi dan menjadi babak baru
dalam dunia pendidikan khusunya dalam bidang biologi. Untuk menghadapinya dituntut sumber
daya manusia ( SDM ) yang berkualitas dapat dicapai dengan pendidikan yang bermutu yang
tercipta dari keberhasilan kurikulum yan ideal, efisien, dan fleksibel yang sejalan dengan
kebutuhan masa kini dan masa depan.
Pendidikan merupakan elemen penting dari kehidupan seseorang dan merupakan aspek strategis
bagi suatu Negara. Sifat pendidikan adalah kompleks, dinamis, dan konstektual. Oleh karena itu
pendidikan bukanlah hal yang mudah atau sederhana untuk dibahas. Berkenaan dengan itu,
Sagala ( 2004 ) yang menyatakan bahwa kompleksitas pendidikan menggambarkan bahwa
pendidikan itu adalah sebuah upaya yang serius karena pendidikan melibatkan aspek kognitif,
afektif, dan keterampilan yang akan membentuk diri seseorang secara keseluruhan menjadi
manusia yang seutuhnya. Mengacu pada kompleksitas dan dinamisasi pendidikan tersebut, maka
para pakar dan pemerhati pendidikan telah banyak menyumbangkan pemikirannya dengan
maksud untuk memperbaiki mutu dan memajukan pendidikan.
Tantangan lainnya yang mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang terjadi akibat
semakin mengglobalnya tatanan pergaulan kehidupan dunia saat ini. Di era globalisasi,
kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas tidak bisa ditawar lagi dengan adanya
tantangan yang dihadapi yakni persaingan dengan Negara lainnya, khususnya ASEAN. Rusman
(2009) menjelaskan bahwa pada saat ini kualitas sumber daya manusia (SDM) Negara kita
berdasarkan parameter yang ditetapkan oleh UNDP pada tahun 2000 berada pada tingkat 109.
Sehingga dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, bahwa pendidikan memegang peranan yang
sangat penting. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi
dengan proses peningkatan kualitas SDM itu sendiri.
Peningkatan kualitas SDM berawal dari suatu pendidikan yang bermutu yang tercipta dari
keberhasilan kurikulum yang ideal, efisien, dan fleksibel sejalan dengan kebutuhan masa depan
(globalisasi). Jogiyanto (2006) menyatakan bahwa salah satu focus sasaran pembelajaran
kurikulum adalah meningkatkan attitude of mind, yaitu menekankan pada keingintahuan (
curiosity ), aspirasi aspirasi ( discovery process ). Focus ini sangat dibutuhkan di era yang
sekarang dan masa depan. Dengan menemukan dan menciptakan sesuatu, manusia Indonesia
akan terasah kualitasnya dan dengan sendirinya mempengaruhi keadaan bangsa. Sehingga dalam
kurikulum biologi juga seharusnya berfokus dalam menghasilkan individu siswa yang mampu
menciptakan/mednemukan sesuatau yang bermanfaat dan punya arti yang sesuai untuk
masyarakat sehingga tercapainya arah pembelajaran biologi yang mampu berglobalisasi.
Pihak penyelenggara suatu pendidikan/pembelajaran, khususnya pembelajaran biologi harus tahu
arti dan tujuan pembelajaran biologi itu dilaksanakan dan yang sanggup berperan di era ataupun
zaman globalisasi seperti disaat ini, sehingga diperlukannya kerjasama suatu system pendidkan
maupun system di luar pendidikan yang bergerak secara bersama sama untuk mewujudkannya
pembelajaran biologi yang berdaya guna.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-
hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
c. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan
d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming(SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan
reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini
ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih
banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar
Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul
apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti
silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
dari berbagai sumber
Sedangkan hasil pendidikan yang diharapkan anak didik dapat terefleksi pada profil lulusan yang
memiliki karakter : rasa menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif,
kemampuan berpikir kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan
komitmen sosial, pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan
(visi), mampu berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Dalam keluarga dan masyarakat maupun sekolah sebagai satu-satunya jalur yang dapat ditempuh
untuk mencetak generasi yang akan mengukir profil atau status atau karakter bangsa Indonesia,
di era modren ini nampaknya mulai mengalami erosi. Kelemahan sistem pendidikan saat ini
antara lain disebabkan oleh peran keluarga terutama orang tua yang tidak optimal sebagai
pendidik, misalnya karena maraknya konsep gender. Jaminan bahwa setiap anak akan mendapat
pendidikan yang baik dan benar masih perlu dipertanyakan. Pelayanan dan pendidikan di
lingkungan luar sekolah khususnya keluarga mendidik para generasi mulai bayi, balita, anak-
anak sampai dewasa sebagian dilihat masih bersifat materilistis dan memenjakan si anak tanpa
mendidik anak menjadi anak yang matang kepribdiannya atau karakternya untuk mencapai masa
globalisasi ( masa yang akan datang ). Dunia pendidikan memiliki andil yang tidak kecil terkait
krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan pribadi-pribadi utuh yang mampu
menyelesaikan problematika bangsa. hingga diharapkan adanya kerjasama para pendidik
khususnya guru dan orang tua untuk ikut berperan dalam melaksanakan pencapaian manusia
yang berkarakter.
Sehingga hasil pendidikan dapat terefleksi pada profil lulusan yang memiliki karakter: rasa
menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif, kemampuan berpikir
kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan komitmen sosial,
pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan (visi), mampu
berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Akan tetapi belakangan ini banyak sekali masalah masalah yang ada dalam dunia pendidikan.
Yang mana pemerintah dapat memperbaikinya dengan empat unsur antara lain: kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan, sistem pendidikan, manajemen pendidikan, dan proses
pembelajaran. Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengamanatkan
bahwa perguruan tinggi harus otonom, yang berarti mampu mengelola secara mandiri
lembaganya serta dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
Untuk sekolah/madarasah harus dikelola dengan prinsip manajemen sekolah/madarasah, yang
berarti otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa
wewenang otonomi yang diberikan kepada lembaga dengan tujuan agar meningkatkan tumbuh
dan berkembangnya kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas, diterjemahkan lain.
Untuk mewujudkan otonomi tersebut, maka UU Sisdiknas menentukan bahwa penyelenggara
satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk badan
hukum (BHP) dengan persyaratan tertentu. Ada pernyataan bahwa prinsip manajemen atau
pengelolaan BHP tidak mengarah pada komersialisasi atau privatisasi.
2.6. Masalah dalam dunia pendidikan sekarang yang berdampak ke masa yang akan datang
Kemerosotan pendidikan di Indonesia kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini
tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan
kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998)
mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua
faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu
berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan
guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai
utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau
Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia.
Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan
profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan
menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Persaingan tidak sehat di antara lembaga penyelenggara pendidikan (terutama pendidikan
tinggi), dengan akibat uang sumbangan pendidikan melejit, sehingga tidak terjangkau oleh
masyarakat dengan ekonomi lemah. Dampaknya adalah meningkatnya jumlah anak putus
sekolah, sampai diberitakan anak SD terpaksa bunuh diri karena tidak mampu membayar uang
SPP (yang seharusnya gratis). Standard mutu menjadi tidak baku, karena masing-masing sekolah
berusaha meningkatkan mutunya dengan memainkan muatan lokal dalam kurikulumnya.
Masalah substansi atau bentuk (soal) tes masuk yang hanya mengandalkan kemampuan hard skill
dalam bentuk soal klasik dari tahun ke tahun, sehingga siswa cenderung menghafal soal, tetapi
tidak memahami kedalaman substansinya.
Masalah output sangat erat kaitannya dengan sistem evaluasi dalam proses pembelajaran. Selama
ini, indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas proses belajar mengajar atau lulusan
didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar (THB) atau nilai
EBTANAS MURNI (NEM). Akibatnya atau outcome yang dapat adalah guru berlomba-lomba
mentransfer materi pelajaran sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan siswa dalam mengikuti
THB atau EBTANAS, sehingga siswa dipaksa untuk menghafal informasi yang disampaikan
guru tanpa diberi kesempatan atau peluang sedikitpun untuk melaksanakan refleksi secara kritis.
Padahal, untuk anak jenjang SD misalnya, yang harus diutamakan adalah bagaimana dengan
landasan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada psikologi perkembangan anak pada
masa operasional konkrit.
Di bawah ini adalah perbedaan proses pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat
dilihat pada Tabel berikut;
Abad Industri
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan
profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu
mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses
belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian
diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah
untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap
dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan;
1. Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan
untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman
2. Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi
dalam berbagai kegiatan pendidikan
3. Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang
upaya pendidikan dalam pendidikan
4. Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan
suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Tata sosial yang kapitalis-sekuler menyajikan menu individualis dan materialis yang harus
disantap oleh para generasi mulai bayi, balita, anak-anak sampai dewasa. Dunia pendidikan
memiliki andil yang tidak kecil terkait krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan
pribadi-pribadi utuh yang mampu menyelesaikan problematika bangsa.
Mengembangkan kurikulum yang konsisten secara konseptual, memang tidak mudah. Lebih
tidak mudah lagi mengimplementasikannya. Apalagi jika penerapan kurikulum baru itu tidak
disertai dengan penyiapan lapangan yang baik. Perubahan kurikulum bukan sekedar pergantian
dokumen. Melainkan berimplikasi luas terhadap perubahan paradigma, kebiasaan, dan
kemampuan lama menuju yang baru. Dan diharapkan setiap pergantian kurikulum oleh
pemerintah tidak mempersulit guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru tersebut dan dapat
dilaksanakan pada proses belajar mengajar mulai dari kota besar sampai ke daerah terpencil,
sehingga anak didik menjadi anak yang berilmu pengetahuan yang tinggi dan berkarakter sesuai
dengan tujuan kurikulum tersebut.
Perkembangan biologi yang begitu pesat menuntut perkembangan cara berpikir, bersikap
manusia Indonesia. Diharapkan dalam proses belajar mengajar bukan hanya menekankan konsep
dan prinsip biologi saja akan tetapi, mempersiapkan manusia Indonesia yang utuh dalam era
globalisasi untuk menuntut pembelajaran inovatif berupa pembelajaran yang antisipatoris dan
partisipatif. Bekal pengetahuan biologi diharapkan dapat diterapkan dalam masyarakat yang
harmonis dan sehat. Pengetahuan dalam memilih makanan dan pengaruh zat aditif yang sangat
berpengaruh pada lingkungan.
Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan
tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-
guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan
peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk
merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan
selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan
menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan.
Berdasarkan gambaran pembelajaran di abad pengetahuan di atas, nampaklah bahwa pentingnya
pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.
2.8. Konsep Dasar ( Esensial ) Kurikulum Masa Depan dalam Pembelajaran Biologi
Hadiwiranata menenkankan hal hal berikut :
a. Pada era globalisasi ini tampak bahwa yang menjadi pelopor dan penanda masa depan adalah
ekonomi berbasis pengetahuan ( knowledge based economy )
b. Industry berbasisn pengetahuan sangant bergantung kepada inovasi sebagai kunci
keberhasilan. Untuk menemukan inovasi apa yang perlu diterapkan diperlukan research
development, litbang ( penelitian dan pengembangan ) karena hasilnya dijadikan modal untuk
mengembangkan kemampuan inovasi
c. Pengembangan pendidikan dan khususnya kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan
dunia yang berubah, antara lain : Polarisasi masyarakat global ke dalam negara negara
innovator teknologi dan bidang bidang yang menjadi generator utama perubahan dunia, yaitu
teknologi informasi, teknologi biologi, teknologi nano
d. Tuntunan tata ekonomi baru terhadap Sumber Daya manusia (SDM) yang memiliki
kemampuan man of purpose, man of imagination, man of creativity, dan man of innovation
e. Industry berbasis pengetahuan memerlukan tenaga kerja yang amat mahir sebagai knowledge
workers
f. Tuntutan ciri SDM masa depan ini perlu dipenuhi system pendidikan, khususnya melalui
kurikulum yang dikembangkan dan diimplementasi.
Triyanta membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa
depan yaitu kalau biologi adalah ilmu yang paling sulit dalam bidang sains, apa implikasinya
bagi penyusunan kurikulum? Apakah perlu diperbanyak pendekatan tematis dalam mata
pelajaran biologi? Apakah perlu diperbanyak materi tentang implikasi temuan biologi terhadap
tindakan manusia, misalnya berhubungan dengan genetika (DNA yang berimplikasi pembuktian
forensic, anak dari keturunan siapa, cloning, serta hokum Mendel dan perkawinan silang )?
Apakah jumlah jam pelajaran biologi perlu ditambah? Bagaimana merancang eksperimen dan
penyelidikan biologi yang melayani pendekatan multidisiplin ?
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mutu pendidikan dan pembelajaran yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang
cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan bangsa Indonesia bukan lagi bersumber pada sumber
daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal social,
dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan menjadi
suatu keharusan.
Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standart local saja sebab perubahan global telah
sangat mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Terlebih lagi, industry baru dikembangkan dengan
berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang
berpendidikan dengan standart mutu yang tinggi. Dengan demikian kurikulum biologi yang
dibangun dan didukung oleh berbagai pihak yang memiliki peranan bukan hanya mendapatkan
individu/siswa yang hanya dapat belajar saja tetapi lebih kepada dapat menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Hambatan hambatan dalam pengembangan kurikulum khususnya pada guru. Guru yang kurang
berpartisipasi dalam mendesain pengembangan kurikulum karena kurangnya waktu,
kekurangkesesuaian pendapat antara guru maupun dengan sekolah atau administrator, karena
kemampuan dan pengetahuan guru itu sendiri, hambatan yang lain datangnya dari masyarakat
baik dalam pembiayaan maupun umpan balik dari masyarakat terhadap pendidikan dan
kurikulum yang berlangsung.
Fungsi pendidikan dahulu dan sekarang sudah berubah, dalam masyarakat dahulu persekolahan
berfungsi untuk memelihara dan meneruskan nilai nilai yang ada sejak dahulu. Sedangkan masa
sekarang pendidikan sekarang didasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas, masalah atau topik
tertentu sehingga pendidikan yang didapatkan berdasarkan pengalaman sendiri dan diharapkan
dapat diaplikasikan secara langsung kepada masyarakat.
3.2. Saran
Diharapkan Pembelajaran Biologi di masa sekarang dapat dilaksanakan sesuai dengan kurikulum
dan bukan terfokus pada prinsip dan konsep biologi. Akan tetapi dapat di aplikasikan pada
masyarakat. Generasi muda dapat berpikir secara inovatif agar dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat pada lingkungan yang dihasilkan dari sikap dan tingkah laku generasi muda yang
sedang melaksanakan proses belajar megajar di sekolah.
Makalah ini dapat diperbaharui lagi sesuai dengan kondisi ligkungan pendidikan yang dapat
berubah suatu waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Jogiyanto, H.M, 2006, Filosofi, Pendekatan dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus.
Yogyakarta : Andi
Nana, Syaodih, Sukmadinata, 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung ;
PT.Remaja Rosdakarya
Suriasumantri, J.S. 1990. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Penerbit Sinar
Harapan
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada
Media Group
www. goggle.com
www.wikipedia.com
http://kehidupankupertumbuhanperkembangan.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
http://gurupembaharu.com/home/
http://www.search-docs.com/masalah dan arah pembelajaran biologi di era globalisasi.html
http://blogger.kebumen.info/docs/masalah-masalah-pokok-dalam-mencari-solusi-.php
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan dirumuskan apakah masalah - masalah yang bekaitan
dengan pembelajaran pendidikan biologi pada masa era globalisasi dan bagaiman generasi muda
mengalami belajar biologi sebagai suatu kebutuhan dan bekal dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam dunia pendidikan, kurikulum selalu mengalami perubahan sejalan dengan kemajuan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jika kita telaah konsep konsep
materi pelajaran di dunia pendidikan di sekolah kadang kadang asing bagi peserta didik. Tidak
sedikit peserta didik yang mengalami keasingan konsep materi pelajaran dengan kenyataan
sehari hari. Kondisi ini dapat dipahami, bahwa konsep teori dan contoh contoh yang
dipaparkan pada buku pelajaran oleh pendidik lebih diadaptasikan dengan kehidupan alam yang
mengalami perkembangan.
Dalam era globalisasi dan informasi ini, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan
waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan hasil hasil teknologi dalam proses
belajar mengajar. Para guru dituntut mampu menggunakan alat alat yang disediakan oleh
sekolah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun selama ini system pengajaran masih
bersifat tradisional. Sudjana dan Rifai menjelaskan bahwa dalam proses pengajaran tradisioanal,
guru merupakan satu satunya sumber belajar bagi siswa, sehingga kegiatan belajar mengajar
berpusat pada guru. Pendidikan merupakan jasa layanan. Dalam dunia pendidikan maka tidak
akan terlepas dari kurikulum. Kurikulum merupakan elemen strategis dalam sebuah layanan
program pendidikan dan acuan bagi segenap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
program. Dalam konteks ini maka kurikulum yang baik semestinya akan menghasilkan proses
dan produk pendidikan yang baik. Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses
dan hasil pendidikan yang juga jelek.
Pendidikan sebagai sebuah jasa layanan, keberhasilan suatu program pendidikan ditentukan oleh
kesanggupannya dalam memenuhi kepuasan pengguna ( costumer satisfaction ). Indicator
kepuasan itu menurut Deming dan Juran ( dalam Yunus 2007 ) ditetapkan oleh kesanggupan
layanan pendidikan dalam memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan pengguna (peserta didik
dan pemangku kepentingan). Itu berarti, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berorientasi akhir pada kebutuhan dan kepuasan pengguna.
Atas dasar itu pula dapatlah ditegaskan bahwa kurikulum dalam mata pelajaran Biologi yang
baik dan bermakna adalah kurikulum yang dikembangkan dengan beranjak dari hakikat
pendidikan, hakikat Biologi itu sendiri, dan kesanggupan lulusan pendidikan dalam menghadapi
secara layak dinamika kehidupan yang akan datang. Namun demikian, mengingat tujuan dan
cirri setiap kelompok usia sekolah pada masing masing satuan pendidikan itu berbeda beda,
adalah sebuah kebaikan jika pengembangan dan pelaksanaan kurikulum itu mengakomodasi
setiap perbedaan atau keunikan yang ada.
Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (forward linkage) yang memiliki syarat
utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern, dan sejahtera. Hal ini
meruapakan cirri masa kini dan masa depan yang sudah berglobalisasi dan menjadi babak baru
dalam dunia pendidikan khusunya dalam bidang biologi. Untuk menghadapinya dituntut sumber
daya manusia ( SDM ) yang berkualitas dapat dicapai dengan pendidikan yang bermutu yang
tercipta dari keberhasilan kurikulum yan ideal, efisien, dan fleksibel yang sejalan dengan
kebutuhan masa kini dan masa depan.
Pendidikan merupakan elemen penting dari kehidupan seseorang dan merupakan aspek strategis
bagi suatu Negara. Sifat pendidikan adalah kompleks, dinamis, dan konstektual. Oleh karena itu
pendidikan bukanlah hal yang mudah atau sederhana untuk dibahas. Berkenaan dengan itu,
Sagala ( 2004 ) yang menyatakan bahwa kompleksitas pendidikan menggambarkan bahwa
pendidikan itu adalah sebuah upaya yang serius karena pendidikan melibatkan aspek kognitif,
afektif, dan keterampilan yang akan membentuk diri seseorang secara keseluruhan menjadi
manusia yang seutuhnya. Mengacu pada kompleksitas dan dinamisasi pendidikan tersebut, maka
para pakar dan pemerhati pendidikan telah banyak menyumbangkan pemikirannya dengan
maksud untuk memperbaiki mutu dan memajukan pendidikan.
Tantangan lainnya yang mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang terjadi akibat
semakin mengglobalnya tatanan pergaulan kehidupan dunia saat ini. Di era globalisasi,
kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas tidak bisa ditawar lagi dengan adanya
tantangan yang dihadapi yakni persaingan dengan Negara lainnya, khususnya ASEAN. Rusman
(2009) menjelaskan bahwa pada saat ini kualitas sumber daya manusia (SDM) Negara kita
berdasarkan parameter yang ditetapkan oleh UNDP pada tahun 2000 berada pada tingkat 109.
Sehingga dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, bahwa pendidikan memegang peranan yang
sangat penting. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi
dengan proses peningkatan kualitas SDM itu sendiri.
Peningkatan kualitas SDM berawal dari suatu pendidikan yang bermutu yang tercipta dari
keberhasilan kurikulum yang ideal, efisien, dan fleksibel sejalan dengan kebutuhan masa depan
(globalisasi). Jogiyanto (2006) menyatakan bahwa salah satu focus sasaran pembelajaran
kurikulum adalah meningkatkan attitude of mind, yaitu menekankan pada keingintahuan (
curiosity ), aspirasi aspirasi ( discovery process ). Focus ini sangat dibutuhkan di era yang
sekarang dan masa depan. Dengan menemukan dan menciptakan sesuatu, manusia Indonesia
akan terasah kualitasnya dan dengan sendirinya mempengaruhi keadaan bangsa. Sehingga dalam
kurikulum biologi juga seharusnya berfokus dalam menghasilkan individu siswa yang mampu
menciptakan/mednemukan sesuatau yang bermanfaat dan punya arti yang sesuai untuk
masyarakat sehingga tercapainya arah pembelajaran biologi yang mampu berglobalisasi.
Pihak penyelenggara suatu pendidikan/pembelajaran, khususnya pembelajaran biologi harus tahu
arti dan tujuan pembelajaran biologi itu dilaksanakan dan yang sanggup berperan di era ataupun
zaman globalisasi seperti disaat ini, sehingga diperlukannya kerjasama suatu system pendidkan
maupun system di luar pendidikan yang bergerak secara bersama sama untuk mewujudkannya
pembelajaran biologi yang berdaya guna.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-
hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
c. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan
d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming(SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan
reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini
ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti
silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
dari berbagai sumber
Sedangkan hasil pendidikan yang diharapkan anak didik dapat terefleksi pada profil lulusan yang
memiliki karakter : rasa menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif,
kemampuan berpikir kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan
komitmen sosial, pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan
(visi), mampu berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Dalam keluarga dan masyarakat maupun sekolah sebagai satu-satunya jalur yang dapat ditempuh
untuk mencetak generasi yang akan mengukir profil atau status atau karakter bangsa Indonesia,
di era modren ini nampaknya mulai mengalami erosi. Kelemahan sistem pendidikan saat ini
antara lain disebabkan oleh peran keluarga terutama orang tua yang tidak optimal sebagai
pendidik, misalnya karena maraknya konsep gender. Jaminan bahwa setiap anak akan mendapat
pendidikan yang baik dan benar masih perlu dipertanyakan. Pelayanan dan pendidikan di
lingkungan luar sekolah khususnya keluarga mendidik para generasi mulai bayi, balita, anak-
anak sampai dewasa sebagian dilihat masih bersifat materilistis dan memenjakan si anak tanpa
mendidik anak menjadi anak yang matang kepribdiannya atau karakternya untuk mencapai masa
globalisasi ( masa yang akan datang ). Dunia pendidikan memiliki andil yang tidak kecil terkait
krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan pribadi-pribadi utuh yang mampu
menyelesaikan problematika bangsa. hingga diharapkan adanya kerjasama para pendidik
khususnya guru dan orang tua untuk ikut berperan dalam melaksanakan pencapaian manusia
yang berkarakter.
Sehingga hasil pendidikan dapat terefleksi pada profil lulusan yang memiliki karakter: rasa
menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif, kemampuan berpikir
kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan komitmen sosial,
pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan (visi), mampu
berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Akan tetapi belakangan ini banyak sekali masalah masalah yang ada dalam dunia pendidikan.
Yang mana pemerintah dapat memperbaikinya dengan empat unsur antara lain: kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan, sistem pendidikan, manajemen pendidikan, dan proses
pembelajaran. Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengamanatkan
bahwa perguruan tinggi harus otonom, yang berarti mampu mengelola secara mandiri
lembaganya serta dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
Untuk sekolah/madarasah harus dikelola dengan prinsip manajemen sekolah/madarasah, yang
berarti otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa
wewenang otonomi yang diberikan kepada lembaga dengan tujuan agar meningkatkan tumbuh
dan berkembangnya kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas, diterjemahkan lain.
Untuk mewujudkan otonomi tersebut, maka UU Sisdiknas menentukan bahwa penyelenggara
satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk badan
hukum (BHP) dengan persyaratan tertentu. Ada pernyataan bahwa prinsip manajemen atau
pengelolaan BHP tidak mengarah pada komersialisasi atau privatisasi.
2.6. Masalah dalam dunia pendidikan sekarang yang berdampak ke masa yang akan datang
Kemerosotan pendidikan di Indonesia kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini
tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan
kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998)
mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua
faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu
berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan
guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai
utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau
Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia.
Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan
profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan
menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Persaingan tidak sehat di antara lembaga penyelenggara pendidikan (terutama pendidikan
tinggi), dengan akibat uang sumbangan pendidikan melejit, sehingga tidak terjangkau oleh
masyarakat dengan ekonomi lemah. Dampaknya adalah meningkatnya jumlah anak putus
sekolah, sampai diberitakan anak SD terpaksa bunuh diri karena tidak mampu membayar uang
SPP (yang seharusnya gratis). Standard mutu menjadi tidak baku, karena masing-masing sekolah
berusaha meningkatkan mutunya dengan memainkan muatan lokal dalam kurikulumnya.
Masalah substansi atau bentuk (soal) tes masuk yang hanya mengandalkan kemampuan hard skill
dalam bentuk soal klasik dari tahun ke tahun, sehingga siswa cenderung menghafal soal, tetapi
tidak memahami kedalaman substansinya.
Masalah output sangat erat kaitannya dengan sistem evaluasi dalam proses pembelajaran. Selama
ini, indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas proses belajar mengajar atau lulusan
didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar (THB) atau nilai
EBTANAS MURNI (NEM). Akibatnya atau outcome yang dapat adalah guru berlomba-lomba
mentransfer materi pelajaran sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan siswa dalam mengikuti
THB atau EBTANAS, sehingga siswa dipaksa untuk menghafal informasi yang disampaikan
guru tanpa diberi kesempatan atau peluang sedikitpun untuk melaksanakan refleksi secara kritis.
Padahal, untuk anak jenjang SD misalnya, yang harus diutamakan adalah bagaimana dengan
landasan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada psikologi perkembangan anak pada
masa operasional konkrit.
Di bawah ini adalah perbedaan proses pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat
dilihat pada Tabel berikut;
Abad Industri
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan
profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu
mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses
belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian
diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah
untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap
dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan;
1. Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan
untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman
2. Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi
dalam berbagai kegiatan pendidikan
3. Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang
upaya pendidikan dalam pendidikan
4. Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan
suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Tata sosial yang kapitalis-sekuler menyajikan menu individualis dan materialis yang harus
disantap oleh para generasi mulai bayi, balita, anak-anak sampai dewasa. Dunia pendidikan
memiliki andil yang tidak kecil terkait krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan
pribadi-pribadi utuh yang mampu menyelesaikan problematika bangsa.
Mengembangkan kurikulum yang konsisten secara konseptual, memang tidak mudah. Lebih
tidak mudah lagi mengimplementasikannya. Apalagi jika penerapan kurikulum baru itu tidak
disertai dengan penyiapan lapangan yang baik. Perubahan kurikulum bukan sekedar pergantian
dokumen. Melainkan berimplikasi luas terhadap perubahan paradigma, kebiasaan, dan
kemampuan lama menuju yang baru. Dan diharapkan setiap pergantian kurikulum oleh
pemerintah tidak mempersulit guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru tersebut dan dapat
dilaksanakan pada proses belajar mengajar mulai dari kota besar sampai ke daerah terpencil,
sehingga anak didik menjadi anak yang berilmu pengetahuan yang tinggi dan berkarakter sesuai
dengan tujuan kurikulum tersebut.
Perkembangan biologi yang begitu pesat menuntut perkembangan cara berpikir, bersikap
manusia Indonesia. Diharapkan dalam proses belajar mengajar bukan hanya menekankan konsep
dan prinsip biologi saja akan tetapi, mempersiapkan manusia Indonesia yang utuh dalam era
globalisasi untuk menuntut pembelajaran inovatif berupa pembelajaran yang antisipatoris dan
partisipatif. Bekal pengetahuan biologi diharapkan dapat diterapkan dalam masyarakat yang
harmonis dan sehat. Pengetahuan dalam memilih makanan dan pengaruh zat aditif yang sangat
berpengaruh pada lingkungan.
Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan
tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-
guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan
peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk
merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan
selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan
menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan.
Berdasarkan gambaran pembelajaran di abad pengetahuan di atas, nampaklah bahwa pentingnya
pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.
2.8. Konsep Dasar ( Esensial ) Kurikulum Masa Depan dalam Pembelajaran Biologi
Hadiwiranata menenkankan hal hal berikut :
a. Pada era globalisasi ini tampak bahwa yang menjadi pelopor dan penanda masa depan adalah
ekonomi berbasis pengetahuan ( knowledge based economy )
b. Industry berbasisn pengetahuan sangant bergantung kepada inovasi sebagai kunci
keberhasilan. Untuk menemukan inovasi apa yang perlu diterapkan diperlukan research
development, litbang ( penelitian dan pengembangan ) karena hasilnya dijadikan modal untuk
mengembangkan kemampuan inovasi
c. Pengembangan pendidikan dan khususnya kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan
dunia yang berubah, antara lain : Polarisasi masyarakat global ke dalam negara negara
innovator teknologi dan bidang bidang yang menjadi generator utama perubahan dunia, yaitu
teknologi informasi, teknologi biologi, teknologi nano
d. Tuntunan tata ekonomi baru terhadap Sumber Daya manusia (SDM) yang memiliki
kemampuan man of purpose, man of imagination, man of creativity, dan man of innovation
e. Industry berbasis pengetahuan memerlukan tenaga kerja yang amat mahir sebagai knowledge
workers
f. Tuntutan ciri SDM masa depan ini perlu dipenuhi system pendidikan, khususnya melalui
kurikulum yang dikembangkan dan diimplementasi.
Triyanta membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa
depan yaitu kalau biologi adalah ilmu yang paling sulit dalam bidang sains, apa implikasinya
bagi penyusunan kurikulum? Apakah perlu diperbanyak pendekatan tematis dalam mata
pelajaran biologi? Apakah perlu diperbanyak materi tentang implikasi temuan biologi terhadap
tindakan manusia, misalnya berhubungan dengan genetika (DNA yang berimplikasi pembuktian
forensic, anak dari keturunan siapa, cloning, serta hokum Mendel dan perkawinan silang )?
Apakah jumlah jam pelajaran biologi perlu ditambah? Bagaimana merancang eksperimen dan
penyelidikan biologi yang melayani pendekatan multidisiplin ?
2.9. Pengimplikasian Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Biologi
Jatmiko (2008) member pandangan pandangan dalam pengimplikasian pengembangandan
imlimentasi kurikulum IPA ( Biologi ) di antaranya :
a. Perlunya pelatihan para guru dan inovasi yang dilakukan oleh berbagai instansi, seperti dinas
pendidikan, lembaga donor internasional, dan lembaga swadaya masyarakat untuk
pengembangan kurikulum dan pengimplementasiannya sampai ke daerah daerah pelosok tanah
air
b. Perlu digalakkannya penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD, SMP, dan
SMA yang dikarenakan ketersediaan laboratorium di banyak sekolah kurang lengkap.
Namun yang lebih penting lagi adalah penggunaan lingkungan untuk mendekatkan siswa kepada
objek objek alamiah, pengembangan kemampuan melakukan observasi, mengakrabi kehidupan
nyata sehari hari, dan mendinamisasi kerja otak karena interaksi siswa dengan alam.
c. Focus penilaian yang sebaiknya diarahkan kepada penilaian kompetensi konkret siswa berupa
karya 2 atau 3 dimensi, unjuk kerja dan perilaku
d. Perlunya pengembangan dan pengadaan beragam bentuk sumber dan sarana belajar biologi
e. System pembinaan professional guru, terutama system pelatihan guru sebaiknya
dikembangkan dalam era otonomi daerah karena system yang dulu digunakan pada era
sentralisasi sudah tidak diterapkan lagi. Tujuannya adalah agar para guru mengubah paradigm
secara konvensional ke pendekatan belajar aktif
Membangun pendidikan dan pembelajaran biologi masa depan perlu dirancang system
pendidikan yang dapat menjawab harapan dan tantanganterhadap perubahan perubahan yang
terjadi. System pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Salah satu dimensi
yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah
mengenai kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnyadunia
pendidikan/pembelajaran. Untuk itu, kurikulum perlu disempurnakan untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mutu pendidikan dan pembelajaran yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang
cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan bangsa Indonesia bukan lagi bersumber pada sumber
daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal social,
dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan menjadi
suatu keharusan.
Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standart local saja sebab perubahan global telah
sangat mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Terlebih lagi, industry baru dikembangkan dengan
berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang
berpendidikan dengan standart mutu yang tinggi. Dengan demikian kurikulum biologi yang
dibangun dan didukung oleh berbagai pihak yang memiliki peranan bukan hanya mendapatkan
individu/siswa yang hanya dapat belajar saja tetapi lebih kepada dapat menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Hambatan hambatan dalam pengembangan kurikulum khususnya pada guru. Guru yang kurang
berpartisipasi dalam mendesain pengembangan kurikulum karena kurangnya waktu,
kekurangkesesuaian pendapat antara guru maupun dengan sekolah atau administrator, karena
kemampuan dan pengetahuan guru itu sendiri, hambatan yang lain datangnya dari masyarakat
baik dalam pembiayaan maupun umpan balik dari masyarakat terhadap pendidikan dan
kurikulum yang berlangsung.
Fungsi pendidikan dahulu dan sekarang sudah berubah, dalam masyarakat dahulu persekolahan
berfungsi untuk memelihara dan meneruskan nilai nilai yang ada sejak dahulu. Sedangkan masa
sekarang pendidikan sekarang didasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas, masalah atau topik
tertentu sehingga pendidikan yang didapatkan berdasarkan pengalaman sendiri dan diharapkan
dapat diaplikasikan secara langsung kepada masyarakat.
3.2. Saran
Diharapkan Pembelajaran Biologi di masa sekarang dapat dilaksanakan sesuai dengan kurikulum
dan bukan terfokus pada prinsip dan konsep biologi. Akan tetapi dapat di aplikasikan pada
masyarakat. Generasi muda dapat berpikir secara inovatif agar dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat pada lingkungan yang dihasilkan dari sikap dan tingkah laku generasi muda yang
sedang melaksanakan proses belajar megajar di sekolah.
Makalah ini dapat diperbaharui lagi sesuai dengan kondisi ligkungan pendidikan yang dapat
berubah suatu waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Jogiyanto, H.M, 2006, Filosofi, Pendekatan dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus.
Yogyakarta : Andi
Nana, Syaodih, Sukmadinata, 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung ;
PT.Remaja Rosdakarya
Suriasumantri, J.S. 1990. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Penerbit Sinar
Harapan
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada
Media Group
www. goggle.com
www.wikipedia.com
http://kehidupankupertumbuhanperkembangan.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
http://gurupembaharu.com/home/
http://www.search-docs.com/masalah dan arah pembelajaran biologi di era globalisasi.html