Anda di halaman 1dari 47

MASALAH DAN ARAH PEMBELAJARAN BIOLOGI DI ERA GLOBALISASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Masyarakat tidak bersifat statis, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak menuju perkembangan yang kompleks.
Perubahan bukan terjadi pada sistem nilai saja tetapi pada pola kehidupan, struktur social,
Kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Mengamati perubahan yang berlangsung di masyarakat maka proses pembelajaran dalam pola
pendidikan di Indonesia abad ke 21 pendidikan dilihat mulai dari input, proses, output dan
outcome sistem pendidikan. Mekanisme seleksi siswa sekarang ini banyak mengandung unsur
KKN atau praktek politik dagang kambing, siapa yang berani harga tinggi akan mendapat
kesempatan untuk mengenyam sekolah bermutu atau favorit, sehingga ada jaminan diakses pasar
kerja lebih cepat terutama untuk perguruan tinggi.
Ini salah satu masalah dalam dunia pendidikan sekarang ini, dan merupakan tuntutan era
globalisasi, mendorong trend berkembangnya pola pendidikan di Indonesia ke arah pendidikan
yang materialistik. Kondisi ini telah memicu pergeseran paradigma pendidikan di segala aspek
terutama yang terkait dengan refleksi pendidikan, yang pada hakekatnya harus mengutamakan
kebutuhan peserta didik.
Belum lagi masalah substansi atau bentuk (soal) tes masuk yang hanya mengandalkan
kemampuan hard skill dalam bentuk soal klasik dari tahun ke tahun, sehingga siswa cenderung
menghafal soal, tetapi tidak memahami kedalaman substansinya. Personal qualification yang
tidak dijaring lewat sistem seleksi yang profesional mengakibatkan kesulitan dalam proses
pembelajaran.
Sekarang ini proses pendidikan sekedar menggugurkan kewajiban dan menghafal ilmu
pengetahuan yang ditransfer oleh pendidiknya tanpa memahami manfaatnya. Mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas berarti memberdayakan manusia seutuhnya baik dari segi
fisik maupun dari cara berpikir. Semestinya harus kritis dan memilki kesadaran akan pentingnya
melestarikan lingkungan dan fungsi lingkungan untuk keperluan manusia berikutnya atau
generasi berikutnya. Sebenarnya, integritas dalam proses pembelajaran dapat diselenggarakan
dengan metode yang sangat sederhana.
Dengan beberapa contoh masalah pembelajaran dalam dunia pendidikan sekarang ini,
maka kita akan mengulas bagaimana masalah dan arah Pembelajaran khususnya Pendidikan
Biologi dalam dunia pendidikan di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam makalah ini masalah yang akan dirumuskan apakah masalah - masalah yang bekaitan
dengan pembelajaran pendidikan biologi pada masa era globalisasi dan bagaiman generasi muda
mengalami belajar biologi sebagai suatu kebutuhan dan bekal dalam masyarakat.

1.3 Tujuan Masalah


Tujuan dalam makalah ini agar dapat memberi solusi dalam menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan pembelajaran pendidikan biologi pada masa sekarang dan masa globalisasi dan
bagaimana usaha dalam proses belajar mengajar agar dalam kehidupan masyarakat dapat
langsung diterapkan di lingkungan sekitarnya.

BAB II
PEMBAHASAN

Dalam dunia pendidikan, kurikulum selalu mengalami perubahan sejalan dengan kemajuan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jika kita telaah konsep konsep
materi pelajaran di dunia pendidikan di sekolah kadang kadang asing bagi peserta didik. Tidak
sedikit peserta didik yang mengalami keasingan konsep materi pelajaran dengan kenyataan
sehari hari. Kondisi ini dapat dipahami, bahwa konsep teori dan contoh contoh yang
dipaparkan pada buku pelajaran oleh pendidik lebih diadaptasikan dengan kehidupan alam yang
mengalami perkembangan.
Dalam era globalisasi dan informasi ini, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan
waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan hasil hasil teknologi dalam proses
belajar mengajar. Para guru dituntut mampu menggunakan alat alat yang disediakan oleh
sekolah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun selama ini system pengajaran masih
bersifat tradisional. Sudjana dan Rifai menjelaskan bahwa dalam proses pengajaran tradisioanal,
guru merupakan satu satunya sumber belajar bagi siswa, sehingga kegiatan belajar mengajar
berpusat pada guru. Pendidikan merupakan jasa layanan. Dalam dunia pendidikan maka tidak
akan terlepas dari kurikulum. Kurikulum merupakan elemen strategis dalam sebuah layanan
program pendidikan dan acuan bagi segenap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
program. Dalam konteks ini maka kurikulum yang baik semestinya akan menghasilkan proses
dan produk pendidikan yang baik. Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses
dan hasil pendidikan yang juga jelek.
Pendidikan sebagai sebuah jasa layanan, keberhasilan suatu program pendidikan ditentukan oleh
kesanggupannya dalam memenuhi kepuasan pengguna ( costumer satisfaction ). Indicator
kepuasan itu menurut Deming dan Juran ( dalam Yunus 2007 ) ditetapkan oleh kesanggupan
layanan pendidikan dalam memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan pengguna (peserta didik
dan pemangku kepentingan). Itu berarti, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berorientasi akhir pada kebutuhan dan kepuasan pengguna.
Atas dasar itu pula dapatlah ditegaskan bahwa kurikulum dalam mata pelajaran Biologi yang
baik dan bermakna adalah kurikulum yang dikembangkan dengan beranjak dari hakikat
pendidikan, hakikat Biologi itu sendiri, dan kesanggupan lulusan pendidikan dalam menghadapi
secara layak dinamika kehidupan yang akan datang. Namun demikian, mengingat tujuan dan
cirri setiap kelompok usia sekolah pada masing masing satuan pendidikan itu berbeda beda,
adalah sebuah kebaikan jika pengembangan dan pelaksanaan kurikulum itu mengakomodasi
setiap perbedaan atau keunikan yang ada.
Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (forward linkage) yang memiliki syarat
utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern, dan sejahtera. Hal ini
meruapakan cirri masa kini dan masa depan yang sudah berglobalisasi dan menjadi babak baru
dalam dunia pendidikan khusunya dalam bidang biologi. Untuk menghadapinya dituntut sumber
daya manusia ( SDM ) yang berkualitas dapat dicapai dengan pendidikan yang bermutu yang
tercipta dari keberhasilan kurikulum yan ideal, efisien, dan fleksibel yang sejalan dengan
kebutuhan masa kini dan masa depan.
Pendidikan merupakan elemen penting dari kehidupan seseorang dan merupakan aspek strategis
bagi suatu Negara. Sifat pendidikan adalah kompleks, dinamis, dan konstektual. Oleh karena itu
pendidikan bukanlah hal yang mudah atau sederhana untuk dibahas. Berkenaan dengan itu,
Sagala ( 2004 ) yang menyatakan bahwa kompleksitas pendidikan menggambarkan bahwa
pendidikan itu adalah sebuah upaya yang serius karena pendidikan melibatkan aspek kognitif,
afektif, dan keterampilan yang akan membentuk diri seseorang secara keseluruhan menjadi
manusia yang seutuhnya. Mengacu pada kompleksitas dan dinamisasi pendidikan tersebut, maka
para pakar dan pemerhati pendidikan telah banyak menyumbangkan pemikirannya dengan
maksud untuk memperbaiki mutu dan memajukan pendidikan.
Tantangan lainnya yang mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang terjadi akibat
semakin mengglobalnya tatanan pergaulan kehidupan dunia saat ini. Di era globalisasi,
kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas tidak bisa ditawar lagi dengan adanya
tantangan yang dihadapi yakni persaingan dengan Negara lainnya, khususnya ASEAN. Rusman
(2009) menjelaskan bahwa pada saat ini kualitas sumber daya manusia (SDM) Negara kita
berdasarkan parameter yang ditetapkan oleh UNDP pada tahun 2000 berada pada tingkat 109.
Sehingga dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, bahwa pendidikan memegang peranan yang
sangat penting. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi
dengan proses peningkatan kualitas SDM itu sendiri.
Peningkatan kualitas SDM berawal dari suatu pendidikan yang bermutu yang tercipta dari
keberhasilan kurikulum yang ideal, efisien, dan fleksibel sejalan dengan kebutuhan masa depan
(globalisasi). Jogiyanto (2006) menyatakan bahwa salah satu focus sasaran pembelajaran
kurikulum adalah meningkatkan attitude of mind, yaitu menekankan pada keingintahuan (
curiosity ), aspirasi aspirasi ( discovery process ). Focus ini sangat dibutuhkan di era yang
sekarang dan masa depan. Dengan menemukan dan menciptakan sesuatu, manusia Indonesia
akan terasah kualitasnya dan dengan sendirinya mempengaruhi keadaan bangsa. Sehingga dalam
kurikulum biologi juga seharusnya berfokus dalam menghasilkan individu siswa yang mampu
menciptakan/mednemukan sesuatau yang bermanfaat dan punya arti yang sesuai untuk
masyarakat sehingga tercapainya arah pembelajaran biologi yang mampu berglobalisasi.
Pihak penyelenggara suatu pendidikan/pembelajaran, khususnya pembelajaran biologi harus tahu
arti dan tujuan pembelajaran biologi itu dilaksanakan dan yang sanggup berperan di era ataupun
zaman globalisasi seperti disaat ini, sehingga diperlukannya kerjasama suatu system pendidkan
maupun system di luar pendidikan yang bergerak secara bersama sama untuk mewujudkannya
pembelajaran biologi yang berdaya guna.

2.1. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan


Pendidikan berintika interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu
peserta didik menguasai tujuan tujuan pedidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung
dalam lingkungan keluarga, sekoalh maupun masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, intetaksi
pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebgai peserta didik. Interaksi ini
berjalan tanpa rencana tertulis. Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru
sebagai pendidik disekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Ia
telah mempelajari ilmu, keterampilan, dan seni sebagai guru. Ia juga telah dibina untuk memiliki
kepribadian sebagai pendidik. Lebih dari itu mereka diberi keprcayaan oleh masyarakat untuk
menjadi guru, bukan sekedar dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang tetapi juga
dengan pengakuan dan penghargaaan dari masyarakat. Guru melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang
jelas, bahan bahan yang telah disusun secara sistematis dan rinci, dengan cara dan alat alat
yang telah dipilih dan dirancang secara cermat. Di sekolah guru melakukan interaksi pendidikan
secara berencana dan sadar. Dalam lingkungan sekolah telah ada kurikulum formal yang bersifat
terulis. Guru guru melaksanakan tugas mendidik secara formal, karena itu pendidikan yang
berlangsung di sekolah sering disebut pendidikan formal.
Dalam lingkungan masyarakatpun terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat
formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah dalam bentuk kursus kursus, sampai dengan
yang kurang formal seperti ceramah, sarasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi
dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai guru sampai dengan yang
melaksanakan tugas sebagai pendidik karena pengalaman. Kurikulumnya juga bervariasi, dari
yang memiliki kurikulum formal dan tertulis samapai dengan rencana pelajaran yang hanya ada
pada pikiran penceramah atau moderator sarasehan. Interaksi pendidikan yang berlangsung di
masyarakat, yang memiliki rancangan dan dilaksanakan secara formal sebenarnya dapat
dimasukkan dalam kategori pendidikan formal. Interaksi yang rancangan dan pelaksanaannya
kurang formal dapat kita sebut sebagau pendidikan kurang formal. Karena adanya variasi itu para
ahli pendidikan masyarakat lebih senang menggunakan istilah pendidikan luar sekolah bagi
interaksi pendidikan yang berlangsung di masyarakat.
Dari hal hal yang diuraikan di atas, dapat diuraikan bahwa, pendidikan formal memiliki
rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas dan rinci.
Dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang mengawasi dan menilai, diberikan oleh
pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan,
interaksi pedididkan berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan fasilitas dan alat serta aturan
aturan permainan tertentu pula.
Telah diuraikan sebelumnya, bahwa adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis
merupakan cirri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat
mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kalau kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti
bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Dapat kita bayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di
sekolah yang tidak memiliki kurikulum.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan tujuan pendidikan.
Menurut Mauritz Johnson (1967) kurikulum prescribes (or at least anticipates) the result of
instruction. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan
pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi serta proses pendidikan. Disamping kedua fungsi
itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang study, yang ditekuni oleh para ahli atau specialis
kurikulum yang menjadi sumber konsep konsep atau memberikan landasan landasan teoritis
bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan.

2.2. Definisi dan Masalah tentang Kurikulum


Banyak pendapat yang memberikan pengertian kurikulum, misalnya Goodson (1994)
mendeskripsikan kurikulum sebagai suatu konsep yang multifaset, disusun, dinegosiasikan dan
dibicarakan kembali pada berbagain forum oleh kalangan dan tingkatan. Longstret dan Shane
(1993) memandang bahwa kurikulum adalah peristiwa sejarah dimana suatu kegiatan
pengembangan yang belum selesai untuk mencapai seperangkat tujuan yang jelas. Nasution
(1995) mengemukakan bahwa kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan
guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat ide, suatu cita cita
tentang manusia atau warga Negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung
harapan harapan yang sering berbunyi muluk muluk. Apa yang dapat diwujudkan dalam
kenyataan disebut kurikulum yang real. Oleh karena tidak segala sesuatu yang direncanakan
dapat direalisasikan, maka terdapatlah kesenjangan antara ide dan real curriculum.
Beberapa pengertian kurikulum yang sering muncul antara lain :
v Kurikulum adalah apa yang diajarkan disekolah
v Kurikulum adalahn himpunan mata pelajaran
v Kurikulum adalah isi pembelajaran
v Kurikulum adalah seperangkat bahan kegiatan belajar mengajar
v Kurikulum adalah seperangkat tujuan tujuan pendidikan
v Kurikulum adalah apa yang diajarkan di dalam dan di luar sekolah yang diatur oleh sekolah
v Kurikulum adalah pengalaman belajar siswa secara individual sebagai hasil bersekolah
v Kurikulum adalah segala sesuatu yang direncanakan oleh personel sekolah
Semua definisi di atas merupakan unsure unsure penting dalam kegiatan perencanaan termasuk
kegiatan belajar yang dialami siswa di dalam/di luar kelas yang diatur, dibimbing dan difasilitasi
oleh guru sebagai hasil belajar yang ingin dicapai dengan pelaksanaan proses belajar mengajar
sehari hari. Tidak semua orang puas dengan definisi kurikulum tapi paling tidak uraian di ata
membuat orang lebih peka terhadap perspektif/wawasan lingkup kurikulum.
Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku adalah sesuatu yang dapat member dorongan
untuk mencari kurikulum baru. Akan tetapi, mengajukan kurikulum yang ekstrim sering
dilakukan dengan mendiskreditkan kurikulum yang lama, padahal kurikulum itu pun
mengandung kebaikan dan pasti tidak akan sempurna dan akan tampil kekurangannya setelah
berjalan dalam beberapa waktu.
Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam seperti yang
digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan cenderung berpegang pada
cara cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut pengalamannya member hasil yang
baik. Ia tidak mudah melepaskan yang lama yang sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin
bahwa yang baru itu ternyata lebih baik lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang
baru dengan yang lama. Maka karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori tentang
kurikulum dilaksanakan secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum dapat hidup bersama
tanpa menimbulkan konflik.
Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tidak perlu dirisaukan, karena justru dapat member
dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk bentuk kurikulum yang baru. Pandangan
yang berbeda beda itu member dinamika dalam pemikiran tentang kurikulum secara continue
tanpa henti hentinya.

2.3. Fungsi dan Perumusan Tujuan Kurikulum


Dakir (2004) menjelaskan tentang beberapa hal yang seharusnya menjadi fungsi suatu
kurikulum, diantaranya yaitu :
a. Bagi guru yaitu untuk mencermati tujuan pendidikan yang akan di capai oleh lembaga
pendidikan dimana ia bekerja. Sebagai contoh, tujuan pendidikan SMA di Indonesia yang tertera
pada PP No. 29 Bab 2 Pasal 2 ayat 1, yang berbunyi Pendidikan Menengah bertujuan
meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan jenjang lebih tinggi dan
mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian
b. Bagi masyarakat, bahwa pendidikan umum yaitu untuk mengutamakan perluasan pengetahuan
dan peningkatan keterampilan dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat tingkat
akhir masa pendidikan, dan pendidikan akademik yaitu untuk menyiapkan penguasaan ilmu
pengetahuan agar lulusannya dapat menjadi pioneer pioneer pembangunan atas dasar konsep
yang tangguh.
Rusman (2009) menyebutkan bahwa salah satu sumber yang mendasari perumusan tujuan suatu
kurikulum adalah sumber empiris. Sumber empiris ini berkaitan dengan hal yang berupa
tantangan kehidupan masa kini yang menjadi sumber informasi dan berperan sebagai landasan
dikembangkannya tujuan tujuan dalam kurikulum.
Landasan perencanaan kurikulum juga menurut Rusman (2009) meliputi bebrapa factor:
a. Kekuatan social yaitu perubahan system pendidikan di Indonesia sangatlah dinamis.
Pendidikan kita menggunakan system terbuka sehingga harus selalu menyesuaikan dengan
perubahan dan dinamikan social yang terjadi di masyarakat, baik itu system politik, ekonomi,
social dan budaya
b. Pertumbuhan dan perkembangan manusia yaitu kurikulum haruslah berkontribusi dalam
memahami perkembangan manusia yang telah menyeluruh di dunia ini sehingga dapat dijadikan
sebagai informasi tentang perkembangan manusia dan dapat diakumulasikan ke sekolah.

2.4. Pengembangan Kurikulum di Indonesia


Sejak Indonesia, telah berkali kali mengalami perubahan dan penyempurnaan kurikulum. Salah
satu konsep terpenting untuk maju adalah melakukan perubahan, tentu yang kita harapkan
adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan
konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan
bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia :
a. Rencana Pelajaran 1974
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. bahasa
Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).
Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.

Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-
hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

b. Rencana Pelajaran Terurai 1952


Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.
Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang,Riau.

Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

c. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan

d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming(SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan
reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini
ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.

f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999


Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses, kata Mudjito menjelaskan.

Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

g. Kurikulum Berbasia Kompetensi 2004

Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih
banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar
Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul
apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

h. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2008

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti
silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
dari berbagai sumber

2.5. Keadaan Pembelajaran Pendidikan Biologi di Indonesia


Tuntutan era globalisasi, mendorong trend berkembangnya pola pendidikan di Indonesia ke arah
pendidikan yang materialistik. Kondisi ini telah memicu pergeseran paradigma pendidikan di
segala aspek terutama yang terkait dengan refleksi pendidikan, yang pada hakekatnya harus
mengutamakan kebutuhan peserta didik.
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi
landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 8 kecenderungan besar
yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu;
(1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi,
(2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi,
(3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia,
(4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang,
(5) dari sentralisasi ke desentralisasi,
(6) dari bantuan institusional ke bantuan diri,
(7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris,
(8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan,

Sedangkan hasil pendidikan yang diharapkan anak didik dapat terefleksi pada profil lulusan yang
memiliki karakter : rasa menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif,
kemampuan berpikir kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan
komitmen sosial, pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan
(visi), mampu berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Dalam keluarga dan masyarakat maupun sekolah sebagai satu-satunya jalur yang dapat ditempuh
untuk mencetak generasi yang akan mengukir profil atau status atau karakter bangsa Indonesia,
di era modren ini nampaknya mulai mengalami erosi. Kelemahan sistem pendidikan saat ini
antara lain disebabkan oleh peran keluarga terutama orang tua yang tidak optimal sebagai
pendidik, misalnya karena maraknya konsep gender. Jaminan bahwa setiap anak akan mendapat
pendidikan yang baik dan benar masih perlu dipertanyakan. Pelayanan dan pendidikan di
lingkungan luar sekolah khususnya keluarga mendidik para generasi mulai bayi, balita, anak-
anak sampai dewasa sebagian dilihat masih bersifat materilistis dan memenjakan si anak tanpa
mendidik anak menjadi anak yang matang kepribdiannya atau karakternya untuk mencapai masa
globalisasi ( masa yang akan datang ). Dunia pendidikan memiliki andil yang tidak kecil terkait
krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan pribadi-pribadi utuh yang mampu
menyelesaikan problematika bangsa. hingga diharapkan adanya kerjasama para pendidik
khususnya guru dan orang tua untuk ikut berperan dalam melaksanakan pencapaian manusia
yang berkarakter.
Sehingga hasil pendidikan dapat terefleksi pada profil lulusan yang memiliki karakter: rasa
menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif, kemampuan berpikir
kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan komitmen sosial,
pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan (visi), mampu
berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Akan tetapi belakangan ini banyak sekali masalah masalah yang ada dalam dunia pendidikan.
Yang mana pemerintah dapat memperbaikinya dengan empat unsur antara lain: kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan, sistem pendidikan, manajemen pendidikan, dan proses
pembelajaran. Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengamanatkan
bahwa perguruan tinggi harus otonom, yang berarti mampu mengelola secara mandiri
lembaganya serta dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
Untuk sekolah/madarasah harus dikelola dengan prinsip manajemen sekolah/madarasah, yang
berarti otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa
wewenang otonomi yang diberikan kepada lembaga dengan tujuan agar meningkatkan tumbuh
dan berkembangnya kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas, diterjemahkan lain.
Untuk mewujudkan otonomi tersebut, maka UU Sisdiknas menentukan bahwa penyelenggara
satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk badan
hukum (BHP) dengan persyaratan tertentu. Ada pernyataan bahwa prinsip manajemen atau
pengelolaan BHP tidak mengarah pada komersialisasi atau privatisasi.

2.6. Masalah dalam dunia pendidikan sekarang yang berdampak ke masa yang akan datang
Kemerosotan pendidikan di Indonesia kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini
tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan
kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998)
mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua
faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu
berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan
guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai
utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau
Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia.
Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan
profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan
menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Persaingan tidak sehat di antara lembaga penyelenggara pendidikan (terutama pendidikan
tinggi), dengan akibat uang sumbangan pendidikan melejit, sehingga tidak terjangkau oleh
masyarakat dengan ekonomi lemah. Dampaknya adalah meningkatnya jumlah anak putus
sekolah, sampai diberitakan anak SD terpaksa bunuh diri karena tidak mampu membayar uang
SPP (yang seharusnya gratis). Standard mutu menjadi tidak baku, karena masing-masing sekolah
berusaha meningkatkan mutunya dengan memainkan muatan lokal dalam kurikulumnya.
Masalah substansi atau bentuk (soal) tes masuk yang hanya mengandalkan kemampuan hard skill
dalam bentuk soal klasik dari tahun ke tahun, sehingga siswa cenderung menghafal soal, tetapi
tidak memahami kedalaman substansinya.
Masalah output sangat erat kaitannya dengan sistem evaluasi dalam proses pembelajaran. Selama
ini, indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas proses belajar mengajar atau lulusan
didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar (THB) atau nilai
EBTANAS MURNI (NEM). Akibatnya atau outcome yang dapat adalah guru berlomba-lomba
mentransfer materi pelajaran sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan siswa dalam mengikuti
THB atau EBTANAS, sehingga siswa dipaksa untuk menghafal informasi yang disampaikan
guru tanpa diberi kesempatan atau peluang sedikitpun untuk melaksanakan refleksi secara kritis.
Padahal, untuk anak jenjang SD misalnya, yang harus diutamakan adalah bagaimana dengan
landasan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada psikologi perkembangan anak pada
masa operasional konkrit.
Di bawah ini adalah perbedaan proses pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat
dilihat pada Tabel berikut;

Abad Industri

1. Guru sebagai pengarah


2. Guru sebagai sumber pengetahuan
3. Belajar diarahkan oleh kurikulum.
4. Belajar dijadualkan secara ketat dgn waktu yang terbatas
5. Terutama didasarkan pd fakta
6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei
7. Pengulangan dan latihan
8. Aturan dan prosedur
9. Kompetitif
10. Berfokus pada kelas
11. Hasilnya ditentukan sblmnya
12. Mengikuti norma
13. Komputer sbg subyek belajar
14. Presentasi dgn media statis
15. Komunikasi sebatas ruang kls
16. Tes diukur dengan norma Abad Pengetahuan

1. Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan


2. Guru sebagai kawan belajar
3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum.
4. Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan
5. Terutama berdasarkan proyek dan masalah
6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei
7. Penyelidikan dan perancangan
8. Penemuan dan penciptaan
9. Colaboratif
10. Berfokus pada masyarakat
11. Hasilnya terbuka
12. Keanekaragaman yang kreatif
13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar
14. Interaksi multi media yang dinamis
15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.

Berdasarkan Tabel dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa;


1) Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, rill dan praktek, dan menggunakan
aturan dan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar
melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan dan
penciptaan.
2) Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila paradigma lama masih
dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama.
Meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik pembelajaran Abad Pengetahuan
dan Abad Industri dianggap sebagai suatu kontinum.
3) Meskipun sekarang dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang
"murni" dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang
"murni", besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan antara metode di
Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan reformasi
pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih
jarang dibanding metode-metode baru.
4) Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui
penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas
kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia
nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar
sendiri.
5) Pada Abad Pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti
pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik
Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi
informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada metode
belajar Abad Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode tersebut adalah
pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita
dengan teknologi canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.

2.7. Harapan arah Pembelajaran Biologi di abad 21 (Era Globalisasi)


Memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada
preservice dan inservice guru-guru kita. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru
dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal
yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar,
sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.
Guru profesional harus mampu mengembangkan sepuluh kemampuan dasar yang
harus dimiliki.
1) Penguasaan bahan ajar dan konsep-konsep dasar keilmuan.
2) Pengelolaan program belajar-mengajar.
3) Pengelolaan kelas.
4) Penggunaan media dan sumber pembelajaran.
5) Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
6) Pengelolaan interaksi belajar mengajar.
7) Penilaian prestasi siswa.
8) Pengenalan fungsi dan program bimbingan konseling.
9) Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah,
10) Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan
peningkatan mutu pelajaran.

Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan
profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu
mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses
belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian
diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah
untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap
dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan;
1. Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan
untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman
2. Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi
dalam berbagai kegiatan pendidikan
3. Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang
upaya pendidikan dalam pendidikan
4. Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan
suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Tata sosial yang kapitalis-sekuler menyajikan menu individualis dan materialis yang harus
disantap oleh para generasi mulai bayi, balita, anak-anak sampai dewasa. Dunia pendidikan
memiliki andil yang tidak kecil terkait krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan
pribadi-pribadi utuh yang mampu menyelesaikan problematika bangsa.
Mengembangkan kurikulum yang konsisten secara konseptual, memang tidak mudah. Lebih
tidak mudah lagi mengimplementasikannya. Apalagi jika penerapan kurikulum baru itu tidak
disertai dengan penyiapan lapangan yang baik. Perubahan kurikulum bukan sekedar pergantian
dokumen. Melainkan berimplikasi luas terhadap perubahan paradigma, kebiasaan, dan
kemampuan lama menuju yang baru. Dan diharapkan setiap pergantian kurikulum oleh
pemerintah tidak mempersulit guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru tersebut dan dapat
dilaksanakan pada proses belajar mengajar mulai dari kota besar sampai ke daerah terpencil,
sehingga anak didik menjadi anak yang berilmu pengetahuan yang tinggi dan berkarakter sesuai
dengan tujuan kurikulum tersebut.
Perkembangan biologi yang begitu pesat menuntut perkembangan cara berpikir, bersikap
manusia Indonesia. Diharapkan dalam proses belajar mengajar bukan hanya menekankan konsep
dan prinsip biologi saja akan tetapi, mempersiapkan manusia Indonesia yang utuh dalam era
globalisasi untuk menuntut pembelajaran inovatif berupa pembelajaran yang antisipatoris dan
partisipatif. Bekal pengetahuan biologi diharapkan dapat diterapkan dalam masyarakat yang
harmonis dan sehat. Pengetahuan dalam memilih makanan dan pengaruh zat aditif yang sangat
berpengaruh pada lingkungan.
Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan
tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-
guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan
peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk
merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan
selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan
menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan.
Berdasarkan gambaran pembelajaran di abad pengetahuan di atas, nampaklah bahwa pentingnya
pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.
2.8. Konsep Dasar ( Esensial ) Kurikulum Masa Depan dalam Pembelajaran Biologi
Hadiwiranata menenkankan hal hal berikut :
a. Pada era globalisasi ini tampak bahwa yang menjadi pelopor dan penanda masa depan adalah
ekonomi berbasis pengetahuan ( knowledge based economy )
b. Industry berbasisn pengetahuan sangant bergantung kepada inovasi sebagai kunci
keberhasilan. Untuk menemukan inovasi apa yang perlu diterapkan diperlukan research
development, litbang ( penelitian dan pengembangan ) karena hasilnya dijadikan modal untuk
mengembangkan kemampuan inovasi
c. Pengembangan pendidikan dan khususnya kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan
dunia yang berubah, antara lain : Polarisasi masyarakat global ke dalam negara negara
innovator teknologi dan bidang bidang yang menjadi generator utama perubahan dunia, yaitu
teknologi informasi, teknologi biologi, teknologi nano
d. Tuntunan tata ekonomi baru terhadap Sumber Daya manusia (SDM) yang memiliki
kemampuan man of purpose, man of imagination, man of creativity, dan man of innovation
e. Industry berbasis pengetahuan memerlukan tenaga kerja yang amat mahir sebagai knowledge
workers
f. Tuntutan ciri SDM masa depan ini perlu dipenuhi system pendidikan, khususnya melalui
kurikulum yang dikembangkan dan diimplementasi.
Triyanta membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa
depan yaitu kalau biologi adalah ilmu yang paling sulit dalam bidang sains, apa implikasinya
bagi penyusunan kurikulum? Apakah perlu diperbanyak pendekatan tematis dalam mata
pelajaran biologi? Apakah perlu diperbanyak materi tentang implikasi temuan biologi terhadap
tindakan manusia, misalnya berhubungan dengan genetika (DNA yang berimplikasi pembuktian
forensic, anak dari keturunan siapa, cloning, serta hokum Mendel dan perkawinan silang )?
Apakah jumlah jam pelajaran biologi perlu ditambah? Bagaimana merancang eksperimen dan
penyelidikan biologi yang melayani pendekatan multidisiplin ?

2.9. Pengimplikasian Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Biologi


Jatmiko (2008) member pandangan pandangan dalam pengimplikasian pengembangandan
imlimentasi kurikulum IPA ( Biologi ) di antaranya :
a. Perlunya pelatihan para guru dan inovasi yang dilakukan oleh berbagai instansi, seperti dinas
pendidikan, lembaga donor internasional, dan lembaga swadaya masyarakat untuk
pengembangan kurikulum dan pengimplementasiannya sampai ke daerah daerah pelosok tanah
air
b. Perlu digalakkannya penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD, SMP, dan
SMA yang dikarenakan ketersediaan laboratorium di banyak sekolah kurang lengkap.
Namun yang lebih penting lagi adalah penggunaan lingkungan untuk mendekatkan siswa kepada
objek objek alamiah, pengembangan kemampuan melakukan observasi, mengakrabi kehidupan
nyata sehari hari, dan mendinamisasi kerja otak karena interaksi siswa dengan alam.
c. Focus penilaian yang sebaiknya diarahkan kepada penilaian kompetensi konkret siswa berupa
karya 2 atau 3 dimensi, unjuk kerja dan perilaku
d. Perlunya pengembangan dan pengadaan beragam bentuk sumber dan sarana belajar biologi
e. System pembinaan professional guru, terutama system pelatihan guru sebaiknya
dikembangkan dalam era otonomi daerah karena system yang dulu digunakan pada era
sentralisasi sudah tidak diterapkan lagi. Tujuannya adalah agar para guru mengubah paradigm
secara konvensional ke pendekatan belajar aktif
Membangun pendidikan dan pembelajaran biologi masa depan perlu dirancang system
pendidikan yang dapat menjawab harapan dan tantanganterhadap perubahan perubahan yang
terjadi. System pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Salah satu dimensi
yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah
mengenai kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnyadunia
pendidikan/pembelajaran. Untuk itu, kurikulum perlu disempurnakan untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia Indonesia.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Mutu pendidikan dan pembelajaran yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang
cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan bangsa Indonesia bukan lagi bersumber pada sumber
daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal social,
dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan menjadi
suatu keharusan.
Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standart local saja sebab perubahan global telah
sangat mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Terlebih lagi, industry baru dikembangkan dengan
berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang
berpendidikan dengan standart mutu yang tinggi. Dengan demikian kurikulum biologi yang
dibangun dan didukung oleh berbagai pihak yang memiliki peranan bukan hanya mendapatkan
individu/siswa yang hanya dapat belajar saja tetapi lebih kepada dapat menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Hambatan hambatan dalam pengembangan kurikulum khususnya pada guru. Guru yang kurang
berpartisipasi dalam mendesain pengembangan kurikulum karena kurangnya waktu,
kekurangkesesuaian pendapat antara guru maupun dengan sekolah atau administrator, karena
kemampuan dan pengetahuan guru itu sendiri, hambatan yang lain datangnya dari masyarakat
baik dalam pembiayaan maupun umpan balik dari masyarakat terhadap pendidikan dan
kurikulum yang berlangsung.
Fungsi pendidikan dahulu dan sekarang sudah berubah, dalam masyarakat dahulu persekolahan
berfungsi untuk memelihara dan meneruskan nilai nilai yang ada sejak dahulu. Sedangkan masa
sekarang pendidikan sekarang didasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas, masalah atau topik
tertentu sehingga pendidikan yang didapatkan berdasarkan pengalaman sendiri dan diharapkan
dapat diaplikasikan secara langsung kepada masyarakat.
3.2. Saran
Diharapkan Pembelajaran Biologi di masa sekarang dapat dilaksanakan sesuai dengan kurikulum
dan bukan terfokus pada prinsip dan konsep biologi. Akan tetapi dapat di aplikasikan pada
masyarakat. Generasi muda dapat berpikir secara inovatif agar dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat pada lingkungan yang dihasilkan dari sikap dan tingkah laku generasi muda yang
sedang melaksanakan proses belajar megajar di sekolah.
Makalah ini dapat diperbaharui lagi sesuai dengan kondisi ligkungan pendidikan yang dapat
berubah suatu waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Dakir, H, (2004), Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta : Rineka Cipta

Jogiyanto, H.M, 2006, Filosofi, Pendekatan dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus.
Yogyakarta : Andi

Nana, Syaodih, Sukmadinata, 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung ;
PT.Remaja Rosdakarya

Rusman, 2009, Manajemen Kurikulum. Jakarta : Raja Grafindo

Sagala, S, 2004, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan


Persaingan Mutu. Jakarta : Ninas Multima

Suriasumantri, J.S. 1990. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Penerbit Sinar
Harapan
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada
Media Group

www. goggle.com
www.wikipedia.com
http://kehidupankupertumbuhanperkembangan.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
http://gurupembaharu.com/home/
http://www.search-docs.com/masalah dan arah pembelajaran biologi di era globalisasi.html

http://blogger.kebumen.info/docs/masalah-masalah-pokok-dalam-mencari-solusi-.php
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Masyarakat tidak bersifat statis, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak menuju perkembangan yang kompleks.
Perubahan bukan terjadi pada sistem nilai saja tetapi pada pola kehidupan, struktur social,
Kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Mengamati perubahan yang berlangsung di masyarakat maka proses pembelajaran dalam pola
pendidikan di Indonesia abad ke 21 pendidikan dilihat mulai dari input, proses, output dan
outcome sistem pendidikan. Mekanisme seleksi siswa sekarang ini banyak mengandung unsur
KKN atau praktek politik dagang kambing, siapa yang berani harga tinggi akan mendapat
kesempatan untuk mengenyam sekolah bermutu atau favorit, sehingga ada jaminan diakses pasar
kerja lebih cepat terutama untuk perguruan tinggi.
Ini salah satu masalah dalam dunia pendidikan sekarang ini, dan merupakan tuntutan era
globalisasi, mendorong trend berkembangnya pola pendidikan di Indonesia ke arah pendidikan
yang materialistik. Kondisi ini telah memicu pergeseran paradigma pendidikan di segala aspek
terutama yang terkait dengan refleksi pendidikan, yang pada hakekatnya harus mengutamakan
kebutuhan peserta didik.
Belum lagi masalah substansi atau bentuk (soal) tes masuk yang hanya mengandalkan
kemampuan hard skill dalam bentuk soal klasik dari tahun ke tahun, sehingga siswa cenderung
menghafal soal, tetapi tidak memahami kedalaman substansinya. Personal qualification yang
tidak dijaring lewat sistem seleksi yang profesional mengakibatkan kesulitan dalam proses
pembelajaran.
Sekarang ini proses pendidikan sekedar menggugurkan kewajiban dan menghafal ilmu
pengetahuan yang ditransfer oleh pendidiknya tanpa memahami manfaatnya. Mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas berarti memberdayakan manusia seutuhnya baik dari segi
fisik maupun dari cara berpikir. Semestinya harus kritis dan memilki kesadaran akan pentingnya
melestarikan lingkungan dan fungsi lingkungan untuk keperluan manusia berikutnya atau
generasi berikutnya. Sebenarnya, integritas dalam proses pembelajaran dapat diselenggarakan
dengan metode yang sangat sederhana.
Dengan beberapa contoh masalah pembelajaran dalam dunia pendidikan sekarang ini, maka
kita akan mengulas bagaimana masalah dan arah Pembelajaran khususnya Pendidikan Biologi
dalam dunia pendidikan di Indonesia.

1.2.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan dirumuskan apakah masalah - masalah yang bekaitan
dengan pembelajaran pendidikan biologi pada masa era globalisasi dan bagaiman generasi muda
mengalami belajar biologi sebagai suatu kebutuhan dan bekal dalam masyarakat.

1.3. Tujuan Masalah


Tujuan dalam makalah ini agar dapat memberi solusi dalam menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan pembelajaran pendidikan biologi pada masa sekarang dan masa globalisasi dan
bagaimana usaha dalam proses belajar mengajar agar dalam kehidupan masyarakat dapat
langsung diterapkan di lingkungan sekitarnya.

BAB II
PEMBAHASAN

Dalam dunia pendidikan, kurikulum selalu mengalami perubahan sejalan dengan kemajuan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jika kita telaah konsep konsep
materi pelajaran di dunia pendidikan di sekolah kadang kadang asing bagi peserta didik. Tidak
sedikit peserta didik yang mengalami keasingan konsep materi pelajaran dengan kenyataan
sehari hari. Kondisi ini dapat dipahami, bahwa konsep teori dan contoh contoh yang
dipaparkan pada buku pelajaran oleh pendidik lebih diadaptasikan dengan kehidupan alam yang
mengalami perkembangan.
Dalam era globalisasi dan informasi ini, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan
waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan hasil hasil teknologi dalam proses
belajar mengajar. Para guru dituntut mampu menggunakan alat alat yang disediakan oleh
sekolah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun selama ini system pengajaran masih
bersifat tradisional. Sudjana dan Rifai menjelaskan bahwa dalam proses pengajaran tradisioanal,
guru merupakan satu satunya sumber belajar bagi siswa, sehingga kegiatan belajar mengajar
berpusat pada guru. Pendidikan merupakan jasa layanan. Dalam dunia pendidikan maka tidak
akan terlepas dari kurikulum. Kurikulum merupakan elemen strategis dalam sebuah layanan
program pendidikan dan acuan bagi segenap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
program. Dalam konteks ini maka kurikulum yang baik semestinya akan menghasilkan proses
dan produk pendidikan yang baik. Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses
dan hasil pendidikan yang juga jelek.
Pendidikan sebagai sebuah jasa layanan, keberhasilan suatu program pendidikan ditentukan oleh
kesanggupannya dalam memenuhi kepuasan pengguna ( costumer satisfaction ). Indicator
kepuasan itu menurut Deming dan Juran ( dalam Yunus 2007 ) ditetapkan oleh kesanggupan
layanan pendidikan dalam memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan pengguna (peserta didik
dan pemangku kepentingan). Itu berarti, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berorientasi akhir pada kebutuhan dan kepuasan pengguna.
Atas dasar itu pula dapatlah ditegaskan bahwa kurikulum dalam mata pelajaran Biologi yang
baik dan bermakna adalah kurikulum yang dikembangkan dengan beranjak dari hakikat
pendidikan, hakikat Biologi itu sendiri, dan kesanggupan lulusan pendidikan dalam menghadapi
secara layak dinamika kehidupan yang akan datang. Namun demikian, mengingat tujuan dan
cirri setiap kelompok usia sekolah pada masing masing satuan pendidikan itu berbeda beda,
adalah sebuah kebaikan jika pengembangan dan pelaksanaan kurikulum itu mengakomodasi
setiap perbedaan atau keunikan yang ada.
Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (forward linkage) yang memiliki syarat
utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern, dan sejahtera. Hal ini
meruapakan cirri masa kini dan masa depan yang sudah berglobalisasi dan menjadi babak baru
dalam dunia pendidikan khusunya dalam bidang biologi. Untuk menghadapinya dituntut sumber
daya manusia ( SDM ) yang berkualitas dapat dicapai dengan pendidikan yang bermutu yang
tercipta dari keberhasilan kurikulum yan ideal, efisien, dan fleksibel yang sejalan dengan
kebutuhan masa kini dan masa depan.
Pendidikan merupakan elemen penting dari kehidupan seseorang dan merupakan aspek strategis
bagi suatu Negara. Sifat pendidikan adalah kompleks, dinamis, dan konstektual. Oleh karena itu
pendidikan bukanlah hal yang mudah atau sederhana untuk dibahas. Berkenaan dengan itu,
Sagala ( 2004 ) yang menyatakan bahwa kompleksitas pendidikan menggambarkan bahwa
pendidikan itu adalah sebuah upaya yang serius karena pendidikan melibatkan aspek kognitif,
afektif, dan keterampilan yang akan membentuk diri seseorang secara keseluruhan menjadi
manusia yang seutuhnya. Mengacu pada kompleksitas dan dinamisasi pendidikan tersebut, maka
para pakar dan pemerhati pendidikan telah banyak menyumbangkan pemikirannya dengan
maksud untuk memperbaiki mutu dan memajukan pendidikan.
Tantangan lainnya yang mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang terjadi akibat
semakin mengglobalnya tatanan pergaulan kehidupan dunia saat ini. Di era globalisasi,
kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas tidak bisa ditawar lagi dengan adanya
tantangan yang dihadapi yakni persaingan dengan Negara lainnya, khususnya ASEAN. Rusman
(2009) menjelaskan bahwa pada saat ini kualitas sumber daya manusia (SDM) Negara kita
berdasarkan parameter yang ditetapkan oleh UNDP pada tahun 2000 berada pada tingkat 109.
Sehingga dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, bahwa pendidikan memegang peranan yang
sangat penting. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi
dengan proses peningkatan kualitas SDM itu sendiri.
Peningkatan kualitas SDM berawal dari suatu pendidikan yang bermutu yang tercipta dari
keberhasilan kurikulum yang ideal, efisien, dan fleksibel sejalan dengan kebutuhan masa depan
(globalisasi). Jogiyanto (2006) menyatakan bahwa salah satu focus sasaran pembelajaran
kurikulum adalah meningkatkan attitude of mind, yaitu menekankan pada keingintahuan (
curiosity ), aspirasi aspirasi ( discovery process ). Focus ini sangat dibutuhkan di era yang
sekarang dan masa depan. Dengan menemukan dan menciptakan sesuatu, manusia Indonesia
akan terasah kualitasnya dan dengan sendirinya mempengaruhi keadaan bangsa. Sehingga dalam
kurikulum biologi juga seharusnya berfokus dalam menghasilkan individu siswa yang mampu
menciptakan/mednemukan sesuatau yang bermanfaat dan punya arti yang sesuai untuk
masyarakat sehingga tercapainya arah pembelajaran biologi yang mampu berglobalisasi.
Pihak penyelenggara suatu pendidikan/pembelajaran, khususnya pembelajaran biologi harus tahu
arti dan tujuan pembelajaran biologi itu dilaksanakan dan yang sanggup berperan di era ataupun
zaman globalisasi seperti disaat ini, sehingga diperlukannya kerjasama suatu system pendidkan
maupun system di luar pendidikan yang bergerak secara bersama sama untuk mewujudkannya
pembelajaran biologi yang berdaya guna.

2.1. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan


Pendidikan berintika interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu
peserta didik menguasai tujuan tujuan pedidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung
dalam lingkungan keluarga, sekoalh maupun masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, intetaksi
pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebgai peserta didik. Interaksi ini
berjalan tanpa rencana tertulis. Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru
sebagai pendidik disekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Ia
telah mempelajari ilmu, keterampilan, dan seni sebagai guru. Ia juga telah dibina untuk memiliki
kepribadian sebagai pendidik. Lebih dari itu mereka diberi keprcayaan oleh masyarakat untuk
menjadi guru, bukan sekedar dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang tetapi juga
dengan pengakuan dan penghargaaan dari masyarakat. Guru melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang
jelas, bahan bahan yang telah disusun secara sistematis dan rinci, dengan cara dan alat alat
yang telah dipilih dan dirancang secara cermat. Di sekolah guru melakukan interaksi pendidikan
secara berencana dan sadar. Dalam lingkungan sekolah telah ada kurikulum formal yang bersifat
terulis. Guru guru melaksanakan tugas mendidik secara formal, karena itu pendidikan yang
berlangsung di sekolah sering disebut pendidikan formal.
Dalam lingkungan masyarakatpun terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat
formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah dalam bentuk kursus kursus, sampai dengan
yang kurang formal seperti ceramah, sarasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi
dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai guru sampai dengan yang
melaksanakan tugas sebagai pendidik karena pengalaman. Kurikulumnya juga bervariasi, dari
yang memiliki kurikulum formal dan tertulis samapai dengan rencana pelajaran yang hanya ada
pada pikiran penceramah atau moderator sarasehan. Interaksi pendidikan yang berlangsung di
masyarakat, yang memiliki rancangan dan dilaksanakan secara formal sebenarnya dapat
dimasukkan dalam kategori pendidikan formal. Interaksi yang rancangan dan pelaksanaannya
kurang formal dapat kita sebut sebagau pendidikan kurang formal. Karena adanya variasi itu para
ahli pendidikan masyarakat lebih senang menggunakan istilah pendidikan luar sekolah bagi
interaksi pendidikan yang berlangsung di masyarakat.
Dari hal hal yang diuraikan di atas, dapat diuraikan bahwa, pendidikan formal memiliki
rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas dan rinci.
Dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang mengawasi dan menilai, diberikan oleh
pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan,
interaksi pedididkan berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan fasilitas dan alat serta aturan
aturan permainan tertentu pula.
Telah diuraikan sebelumnya, bahwa adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis
merupakan cirri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat
mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kalau kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti
bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Dapat kita bayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di
sekolah yang tidak memiliki kurikulum.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan tujuan pendidikan.
Menurut Mauritz Johnson (1967) kurikulum prescribes (or at least anticipates) the result of
instruction. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan
pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi serta proses pendidikan. Disamping kedua fungsi
itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang study, yang ditekuni oleh para ahli atau specialis
kurikulum yang menjadi sumber konsep konsep atau memberikan landasan landasan teoritis
bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan.

2.2. Definisi dan Masalah tentang Kurikulum


Banyak pendapat yang memberikan pengertian kurikulum, misalnya Goodson (1994)
mendeskripsikan kurikulum sebagai suatu konsep yang multifaset, disusun, dinegosiasikan dan
dibicarakan kembali pada berbagain forum oleh kalangan dan tingkatan. Longstret dan Shane
(1993) memandang bahwa kurikulum adalah peristiwa sejarah dimana suatu kegiatan
pengembangan yang belum selesai untuk mencapai seperangkat tujuan yang jelas. Nasution
(1995) mengemukakan bahwa kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan
guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat ide, suatu cita cita
tentang manusia atau warga Negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung
harapan harapan yang sering berbunyi muluk muluk. Apa yang dapat diwujudkan dalam
kenyataan disebut kurikulum yang real. Oleh karena tidak segala sesuatu yang direncanakan
dapat direalisasikan, maka terdapatlah kesenjangan antara ide dan real curriculum.
Beberapa pengertian kurikulum yang sering muncul antara lain :
v Kurikulum adalah apa yang diajarkan disekolah
v Kurikulum adalahn himpunan mata pelajaran
v Kurikulum adalah isi pembelajaran
v Kurikulum adalah seperangkat bahan kegiatan belajar mengajar
v Kurikulum adalah seperangkat tujuan tujuan pendidikan
v Kurikulum adalah apa yang diajarkan di dalam dan di luar sekolah yang diatur oleh sekolah
v Kurikulum adalah pengalaman belajar siswa secara individual sebagai hasil bersekolah
v Kurikulum adalah segala sesuatu yang direncanakan oleh personel sekolah
Semua definisi di atas merupakan unsure unsure penting dalam kegiatan perencanaan termasuk
kegiatan belajar yang dialami siswa di dalam/di luar kelas yang diatur, dibimbing dan difasilitasi
oleh guru sebagai hasil belajar yang ingin dicapai dengan pelaksanaan proses belajar mengajar
sehari hari. Tidak semua orang puas dengan definisi kurikulum tapi paling tidak uraian di ata
membuat orang lebih peka terhadap perspektif/wawasan lingkup kurikulum.
Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku adalah sesuatu yang dapat member dorongan
untuk mencari kurikulum baru. Akan tetapi, mengajukan kurikulum yang ekstrim sering
dilakukan dengan mendiskreditkan kurikulum yang lama, padahal kurikulum itu pun
mengandung kebaikan dan pasti tidak akan sempurna dan akan tampil kekurangannya setelah
berjalan dalam beberapa waktu.
Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam seperti yang
digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan cenderung berpegang pada
cara cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut pengalamannya member hasil yang
baik. Ia tidak mudah melepaskan yang lama yang sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin
bahwa yang baru itu ternyata lebih baik lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang
baru dengan yang lama. Maka karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori tentang
kurikulum dilaksanakan secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum dapat hidup bersama
tanpa menimbulkan konflik.
Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tidak perlu dirisaukan, karena justru dapat member
dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk bentuk kurikulum yang baru. Pandangan
yang berbeda beda itu member dinamika dalam pemikiran tentang kurikulum secara continue
tanpa henti hentinya.

2.3. Fungsi dan Perumusan Tujuan Kurikulum


Dakir (2004) menjelaskan tentang beberapa hal yang seharusnya menjadi fungsi suatu
kurikulum, diantaranya yaitu :
a. Bagi guru yaitu untuk mencermati tujuan pendidikan yang akan di capai oleh lembaga
pendidikan dimana ia bekerja. Sebagai contoh, tujuan pendidikan SMA di Indonesia yang tertera
pada PP No. 29 Bab 2 Pasal 2 ayat 1, yang berbunyi Pendidikan Menengah bertujuan
meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan jenjang lebih tinggi dan
mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian
b. Bagi masyarakat, bahwa pendidikan umum yaitu untuk mengutamakan perluasan pengetahuan
dan peningkatan keterampilan dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat tingkat
akhir masa pendidikan, dan pendidikan akademik yaitu untuk menyiapkan penguasaan ilmu
pengetahuan agar lulusannya dapat menjadi pioneer pioneer pembangunan atas dasar konsep
yang tangguh.
Rusman (2009) menyebutkan bahwa salah satu sumber yang mendasari perumusan tujuan suatu
kurikulum adalah sumber empiris. Sumber empiris ini berkaitan dengan hal yang berupa
tantangan kehidupan masa kini yang menjadi sumber informasi dan berperan sebagai landasan
dikembangkannya tujuan tujuan dalam kurikulum.
Landasan perencanaan kurikulum juga menurut Rusman (2009) meliputi bebrapa factor:
a. Kekuatan social yaitu perubahan system pendidikan di Indonesia sangatlah dinamis.
Pendidikan kita menggunakan system terbuka sehingga harus selalu menyesuaikan dengan
perubahan dan dinamikan social yang terjadi di masyarakat, baik itu system politik, ekonomi,
social dan budaya
b. Pertumbuhan dan perkembangan manusia yaitu kurikulum haruslah berkontribusi dalam
memahami perkembangan manusia yang telah menyeluruh di dunia ini sehingga dapat dijadikan
sebagai informasi tentang perkembangan manusia dan dapat diakumulasikan ke sekolah.

2.4. Pengembangan Kurikulum di Indonesia


Sejak Indonesia, telah berkali kali mengalami perubahan dan penyempurnaan kurikulum. Salah
satu konsep terpenting untuk maju adalah melakukan perubahan, tentu yang kita harapkan
adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan
konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan
bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia :
a. Rencana Pelajaran 1974
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. bahasa
Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).
Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.

Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-
hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

b. Rencana Pelajaran Terurai 1952


Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.
Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang,Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

c. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan

d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming(SAL).

Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan
reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini
ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.

f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999


Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses, kata Mudjito menjelaskan.

Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

g. Kurikulum Berbasia Kompetensi 2004


Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih
banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar
Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul
apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

h. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2008

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti
silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
dari berbagai sumber

2.5. Keadaan Pembelajaran Pendidikan Biologi di Indonesia


Tuntutan era globalisasi, mendorong trend berkembangnya pola pendidikan di Indonesia ke arah
pendidikan yang materialistik. Kondisi ini telah memicu pergeseran paradigma pendidikan di
segala aspek terutama yang terkait dengan refleksi pendidikan, yang pada hakekatnya harus
mengutamakan kebutuhan peserta didik.
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi
landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 8 kecenderungan besar
yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu;
(1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi,
(2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi,
(3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia,
(4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang,
(5) dari sentralisasi ke desentralisasi,
(6) dari bantuan institusional ke bantuan diri,
(7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris,
(8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan,

Sedangkan hasil pendidikan yang diharapkan anak didik dapat terefleksi pada profil lulusan yang
memiliki karakter : rasa menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif,
kemampuan berpikir kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan
komitmen sosial, pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan
(visi), mampu berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Dalam keluarga dan masyarakat maupun sekolah sebagai satu-satunya jalur yang dapat ditempuh
untuk mencetak generasi yang akan mengukir profil atau status atau karakter bangsa Indonesia,
di era modren ini nampaknya mulai mengalami erosi. Kelemahan sistem pendidikan saat ini
antara lain disebabkan oleh peran keluarga terutama orang tua yang tidak optimal sebagai
pendidik, misalnya karena maraknya konsep gender. Jaminan bahwa setiap anak akan mendapat
pendidikan yang baik dan benar masih perlu dipertanyakan. Pelayanan dan pendidikan di
lingkungan luar sekolah khususnya keluarga mendidik para generasi mulai bayi, balita, anak-
anak sampai dewasa sebagian dilihat masih bersifat materilistis dan memenjakan si anak tanpa
mendidik anak menjadi anak yang matang kepribdiannya atau karakternya untuk mencapai masa
globalisasi ( masa yang akan datang ). Dunia pendidikan memiliki andil yang tidak kecil terkait
krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan pribadi-pribadi utuh yang mampu
menyelesaikan problematika bangsa. hingga diharapkan adanya kerjasama para pendidik
khususnya guru dan orang tua untuk ikut berperan dalam melaksanakan pencapaian manusia
yang berkarakter.
Sehingga hasil pendidikan dapat terefleksi pada profil lulusan yang memiliki karakter: rasa
menghargai keberadaan dirinya sendiri, rasa percaya diri, komunikatif, kemampuan berpikir
kritis, jiwa kebersamaan, rasa dan jiwa bertanggung jawab, kepekaan dan komitmen sosial,
pemahaman terhadap sistem politik dan budaya, mampu berpikir ke depan (visi), mampu
berkreasi dan berimajinasi, serta mampu melakukan refleksi dan evaluasi.
Akan tetapi belakangan ini banyak sekali masalah masalah yang ada dalam dunia pendidikan.
Yang mana pemerintah dapat memperbaikinya dengan empat unsur antara lain: kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan, sistem pendidikan, manajemen pendidikan, dan proses
pembelajaran. Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengamanatkan
bahwa perguruan tinggi harus otonom, yang berarti mampu mengelola secara mandiri
lembaganya serta dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
Untuk sekolah/madarasah harus dikelola dengan prinsip manajemen sekolah/madarasah, yang
berarti otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa
wewenang otonomi yang diberikan kepada lembaga dengan tujuan agar meningkatkan tumbuh
dan berkembangnya kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas, diterjemahkan lain.
Untuk mewujudkan otonomi tersebut, maka UU Sisdiknas menentukan bahwa penyelenggara
satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk badan
hukum (BHP) dengan persyaratan tertentu. Ada pernyataan bahwa prinsip manajemen atau
pengelolaan BHP tidak mengarah pada komersialisasi atau privatisasi.

2.6. Masalah dalam dunia pendidikan sekarang yang berdampak ke masa yang akan datang
Kemerosotan pendidikan di Indonesia kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini
tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan
kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998)
mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme
sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua
faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu
berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan
guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai
utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau
Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia.
Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan
profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan
menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Persaingan tidak sehat di antara lembaga penyelenggara pendidikan (terutama pendidikan
tinggi), dengan akibat uang sumbangan pendidikan melejit, sehingga tidak terjangkau oleh
masyarakat dengan ekonomi lemah. Dampaknya adalah meningkatnya jumlah anak putus
sekolah, sampai diberitakan anak SD terpaksa bunuh diri karena tidak mampu membayar uang
SPP (yang seharusnya gratis). Standard mutu menjadi tidak baku, karena masing-masing sekolah
berusaha meningkatkan mutunya dengan memainkan muatan lokal dalam kurikulumnya.
Masalah substansi atau bentuk (soal) tes masuk yang hanya mengandalkan kemampuan hard skill
dalam bentuk soal klasik dari tahun ke tahun, sehingga siswa cenderung menghafal soal, tetapi
tidak memahami kedalaman substansinya.
Masalah output sangat erat kaitannya dengan sistem evaluasi dalam proses pembelajaran. Selama
ini, indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas proses belajar mengajar atau lulusan
didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar (THB) atau nilai
EBTANAS MURNI (NEM). Akibatnya atau outcome yang dapat adalah guru berlomba-lomba
mentransfer materi pelajaran sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan siswa dalam mengikuti
THB atau EBTANAS, sehingga siswa dipaksa untuk menghafal informasi yang disampaikan
guru tanpa diberi kesempatan atau peluang sedikitpun untuk melaksanakan refleksi secara kritis.
Padahal, untuk anak jenjang SD misalnya, yang harus diutamakan adalah bagaimana dengan
landasan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada psikologi perkembangan anak pada
masa operasional konkrit.
Di bawah ini adalah perbedaan proses pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat
dilihat pada Tabel berikut;

Abad Industri

1. Guru sebagai pengarah


2. Guru sebagai sumber pengetahuan
3. Belajar diarahkan oleh kurikulum.
4. Belajar dijadualkan secara ketat dgn waktu yang terbatas
5. Terutama didasarkan pd fakta
6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei
7. Pengulangan dan latihan
8. Aturan dan prosedur
9. Kompetitif
10. Berfokus pada kelas
11. Hasilnya ditentukan sblmnya
12. Mengikuti norma
13. Komputer sbg subyek belajar
14. Presentasi dgn media statis
15. Komunikasi sebatas ruang kls
16. Tes diukur dengan norma Abad Pengetahuan

1. Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan


2. Guru sebagai kawan belajar
3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum.
4. Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan
5. Terutama berdasarkan proyek dan masalah
6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei
7. Penyelidikan dan perancangan
8. Penemuan dan penciptaan
9. Colaboratif
10. Berfokus pada masyarakat
11. Hasilnya terbuka
12. Keanekaragaman yang kreatif
13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar
14. Interaksi multi media yang dinamis
15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.

Berdasarkan Tabel dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa;


1) Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, rill dan praktek, dan menggunakan
aturan dan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar
melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan dan
penciptaan.
2) Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila paradigma lama masih
dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama.
Meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik pembelajaran Abad Pengetahuan
dan Abad Industri dianggap sebagai suatu kontinum.
3) Meskipun sekarang dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang
"murni" dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang
"murni", besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan antara metode di
Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan reformasi
pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih
jarang dibanding metode-metode baru.
4) Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui
penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas
kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia
nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar
sendiri.
5) Pada Abad Pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti
pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik
Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi
informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada metode
belajar Abad Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode tersebut adalah
pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita
dengan teknologi canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.
2.7. Harapan arah Pembelajaran Biologi di abad 21 (Era Globalisasi)
Memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada
preservice dan inservice guru-guru kita. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru
dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal
yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar,
sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.
Guru profesional harus mampu mengembangkan sepuluh kemampuan dasar yang
harus dimiliki.
1) Penguasaan bahan ajar dan konsep-konsep dasar keilmuan.
2) Pengelolaan program belajar-mengajar.
3) Pengelolaan kelas.
4) Penggunaan media dan sumber pembelajaran.
5) Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
6) Pengelolaan interaksi belajar mengajar.
7) Penilaian prestasi siswa.
8) Pengenalan fungsi dan program bimbingan konseling.
9) Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah,
10) Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan
peningkatan mutu pelajaran.

Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan
profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu
mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses
belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian
diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah
untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap
dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan;
1. Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan
untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman
2. Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi
dalam berbagai kegiatan pendidikan
3. Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang
upaya pendidikan dalam pendidikan
4. Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan
suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.

Tata sosial yang kapitalis-sekuler menyajikan menu individualis dan materialis yang harus
disantap oleh para generasi mulai bayi, balita, anak-anak sampai dewasa. Dunia pendidikan
memiliki andil yang tidak kecil terkait krisis multidimensi, karena tidak mampu melahirkan
pribadi-pribadi utuh yang mampu menyelesaikan problematika bangsa.
Mengembangkan kurikulum yang konsisten secara konseptual, memang tidak mudah. Lebih
tidak mudah lagi mengimplementasikannya. Apalagi jika penerapan kurikulum baru itu tidak
disertai dengan penyiapan lapangan yang baik. Perubahan kurikulum bukan sekedar pergantian
dokumen. Melainkan berimplikasi luas terhadap perubahan paradigma, kebiasaan, dan
kemampuan lama menuju yang baru. Dan diharapkan setiap pergantian kurikulum oleh
pemerintah tidak mempersulit guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru tersebut dan dapat
dilaksanakan pada proses belajar mengajar mulai dari kota besar sampai ke daerah terpencil,
sehingga anak didik menjadi anak yang berilmu pengetahuan yang tinggi dan berkarakter sesuai
dengan tujuan kurikulum tersebut.
Perkembangan biologi yang begitu pesat menuntut perkembangan cara berpikir, bersikap
manusia Indonesia. Diharapkan dalam proses belajar mengajar bukan hanya menekankan konsep
dan prinsip biologi saja akan tetapi, mempersiapkan manusia Indonesia yang utuh dalam era
globalisasi untuk menuntut pembelajaran inovatif berupa pembelajaran yang antisipatoris dan
partisipatif. Bekal pengetahuan biologi diharapkan dapat diterapkan dalam masyarakat yang
harmonis dan sehat. Pengetahuan dalam memilih makanan dan pengaruh zat aditif yang sangat
berpengaruh pada lingkungan.
Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan
tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-
guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan
peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk
merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan
selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan
menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan.
Berdasarkan gambaran pembelajaran di abad pengetahuan di atas, nampaklah bahwa pentingnya
pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.

2.8. Konsep Dasar ( Esensial ) Kurikulum Masa Depan dalam Pembelajaran Biologi
Hadiwiranata menenkankan hal hal berikut :
a. Pada era globalisasi ini tampak bahwa yang menjadi pelopor dan penanda masa depan adalah
ekonomi berbasis pengetahuan ( knowledge based economy )
b. Industry berbasisn pengetahuan sangant bergantung kepada inovasi sebagai kunci
keberhasilan. Untuk menemukan inovasi apa yang perlu diterapkan diperlukan research
development, litbang ( penelitian dan pengembangan ) karena hasilnya dijadikan modal untuk
mengembangkan kemampuan inovasi
c. Pengembangan pendidikan dan khususnya kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan
dunia yang berubah, antara lain : Polarisasi masyarakat global ke dalam negara negara
innovator teknologi dan bidang bidang yang menjadi generator utama perubahan dunia, yaitu
teknologi informasi, teknologi biologi, teknologi nano
d. Tuntunan tata ekonomi baru terhadap Sumber Daya manusia (SDM) yang memiliki
kemampuan man of purpose, man of imagination, man of creativity, dan man of innovation
e. Industry berbasis pengetahuan memerlukan tenaga kerja yang amat mahir sebagai knowledge
workers
f. Tuntutan ciri SDM masa depan ini perlu dipenuhi system pendidikan, khususnya melalui
kurikulum yang dikembangkan dan diimplementasi.
Triyanta membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa
depan yaitu kalau biologi adalah ilmu yang paling sulit dalam bidang sains, apa implikasinya
bagi penyusunan kurikulum? Apakah perlu diperbanyak pendekatan tematis dalam mata
pelajaran biologi? Apakah perlu diperbanyak materi tentang implikasi temuan biologi terhadap
tindakan manusia, misalnya berhubungan dengan genetika (DNA yang berimplikasi pembuktian
forensic, anak dari keturunan siapa, cloning, serta hokum Mendel dan perkawinan silang )?
Apakah jumlah jam pelajaran biologi perlu ditambah? Bagaimana merancang eksperimen dan
penyelidikan biologi yang melayani pendekatan multidisiplin ?
2.9. Pengimplikasian Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Biologi
Jatmiko (2008) member pandangan pandangan dalam pengimplikasian pengembangandan
imlimentasi kurikulum IPA ( Biologi ) di antaranya :
a. Perlunya pelatihan para guru dan inovasi yang dilakukan oleh berbagai instansi, seperti dinas
pendidikan, lembaga donor internasional, dan lembaga swadaya masyarakat untuk
pengembangan kurikulum dan pengimplementasiannya sampai ke daerah daerah pelosok tanah
air
b. Perlu digalakkannya penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD, SMP, dan
SMA yang dikarenakan ketersediaan laboratorium di banyak sekolah kurang lengkap.
Namun yang lebih penting lagi adalah penggunaan lingkungan untuk mendekatkan siswa kepada
objek objek alamiah, pengembangan kemampuan melakukan observasi, mengakrabi kehidupan
nyata sehari hari, dan mendinamisasi kerja otak karena interaksi siswa dengan alam.
c. Focus penilaian yang sebaiknya diarahkan kepada penilaian kompetensi konkret siswa berupa
karya 2 atau 3 dimensi, unjuk kerja dan perilaku
d. Perlunya pengembangan dan pengadaan beragam bentuk sumber dan sarana belajar biologi
e. System pembinaan professional guru, terutama system pelatihan guru sebaiknya
dikembangkan dalam era otonomi daerah karena system yang dulu digunakan pada era
sentralisasi sudah tidak diterapkan lagi. Tujuannya adalah agar para guru mengubah paradigm
secara konvensional ke pendekatan belajar aktif
Membangun pendidikan dan pembelajaran biologi masa depan perlu dirancang system
pendidikan yang dapat menjawab harapan dan tantanganterhadap perubahan perubahan yang
terjadi. System pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Salah satu dimensi
yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah
mengenai kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnyadunia
pendidikan/pembelajaran. Untuk itu, kurikulum perlu disempurnakan untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia Indonesia.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Mutu pendidikan dan pembelajaran yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang
cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan bangsa Indonesia bukan lagi bersumber pada sumber
daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal social,
dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan menjadi
suatu keharusan.
Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standart local saja sebab perubahan global telah
sangat mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Terlebih lagi, industry baru dikembangkan dengan
berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang
berpendidikan dengan standart mutu yang tinggi. Dengan demikian kurikulum biologi yang
dibangun dan didukung oleh berbagai pihak yang memiliki peranan bukan hanya mendapatkan
individu/siswa yang hanya dapat belajar saja tetapi lebih kepada dapat menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Hambatan hambatan dalam pengembangan kurikulum khususnya pada guru. Guru yang kurang
berpartisipasi dalam mendesain pengembangan kurikulum karena kurangnya waktu,
kekurangkesesuaian pendapat antara guru maupun dengan sekolah atau administrator, karena
kemampuan dan pengetahuan guru itu sendiri, hambatan yang lain datangnya dari masyarakat
baik dalam pembiayaan maupun umpan balik dari masyarakat terhadap pendidikan dan
kurikulum yang berlangsung.
Fungsi pendidikan dahulu dan sekarang sudah berubah, dalam masyarakat dahulu persekolahan
berfungsi untuk memelihara dan meneruskan nilai nilai yang ada sejak dahulu. Sedangkan masa
sekarang pendidikan sekarang didasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas, masalah atau topik
tertentu sehingga pendidikan yang didapatkan berdasarkan pengalaman sendiri dan diharapkan
dapat diaplikasikan secara langsung kepada masyarakat.
3.2. Saran
Diharapkan Pembelajaran Biologi di masa sekarang dapat dilaksanakan sesuai dengan kurikulum
dan bukan terfokus pada prinsip dan konsep biologi. Akan tetapi dapat di aplikasikan pada
masyarakat. Generasi muda dapat berpikir secara inovatif agar dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat pada lingkungan yang dihasilkan dari sikap dan tingkah laku generasi muda yang
sedang melaksanakan proses belajar megajar di sekolah.
Makalah ini dapat diperbaharui lagi sesuai dengan kondisi ligkungan pendidikan yang dapat
berubah suatu waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Dakir, H, (2004), Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta : Rineka Cipta

Jogiyanto, H.M, 2006, Filosofi, Pendekatan dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus.
Yogyakarta : Andi

Nana, Syaodih, Sukmadinata, 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung ;
PT.Remaja Rosdakarya

Rusman, 2009, Manajemen Kurikulum. Jakarta : Raja Grafindo

Sagala, S, 2004, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan


Persaingan Mutu. Jakarta : Ninas Multima

Suriasumantri, J.S. 1990. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Penerbit Sinar
Harapan
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada
Media Group

www. goggle.com
www.wikipedia.com
http://kehidupankupertumbuhanperkembangan.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
http://gurupembaharu.com/home/
http://www.search-docs.com/masalah dan arah pembelajaran biologi di era globalisasi.html

Anda mungkin juga menyukai