Adapun untuk mengetahui model pembelajaran life skills dapat dilihat melalui cara pembelajaran
untuk mengembangkan kecakapan hidup antara lain:
Jenis pertanyaan yang diajukan atau tugas yang diberikan oleh guru sangat berpengaruh terhadap
perkembangan keterampilan berpikir siswa. Pertanyaan/tugas tersebut bukan hanya untuk
memfokuskan siswa pada kegiatan, tetapi juga untuk menggali potensi belajar siswa. Pertanyaan
atau tugas yang memicu siswa untuk berpikir analitis, evaluatif, dan kreatif dapat melatih siswa
untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif.
Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan akademik yang perlu dikembangkan secara
terus menerus agar menjadi kebiasaan siswa. Pemecahan masalah ini sangat penting untuk
membantu siswa memperoleh kecakapan analitis, sintesis, ilmiah, dan teknologi yang diperlukan
untuk mencapai keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang
aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada
siswa untuk saling berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada
temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan
hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia mendengarkan penjelasan guru.
Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau memperhatikan
dua prinsip inti berikut:
a. Adanya saling ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok saling
bergantung kepada anggota yang lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya menyelesaikan
tugas dari guru.
b. Adanya tanggung jawab pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok
harus memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama. Karena itu penting bagi kita mempelajari
beberapa bentuk pembelajaran kooperatif dan penerapan yang sebenarnya supaya
kesalahpahaman tentang belajar kelompok/kooperatif dalam pembelajaran dapat dihindari.
1. Proses Pembelajaran dan Pelaksanaan Pendidikan yang Berorientasi pada Life Skills
Adapun landasan yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan pengembangan life skills, antara
lain:
Yang dapat dijadikan acuan pada landasan ini adalah rekomendasi dari UNESCO tentang
“empat pilar pembelajaran” yang isinya adalah:
2) Learning to do
Maksudnya adalah bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu
pekerjaan alternatif kepada peserta didik.
3) Learning to be
Maksudnya adalah mampu memberi motivasi untuk hidup di era sekarang dan memiliki
orientasi hidup ke masa depan. Learning to be merupakan kecakapan personal (personal
skill) yang dimiliki oleh seseorang untuk memiliki kesadaran atas eksistensi dirinya dan
kesadaran akan potensi dirinya. Kesadaran akan eksistensi diri merupakan kesadaran atas
keberadaan diri. Kesadaran atas keberadaan diri dapat dilihat dari beberapa sisi. Misalnya
kesadaran diri sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk hidup,
dan sebagainya. Kesadaran akan potensi diri adalah kesadaran yang dimiliki seseorang
atas kemampuan dirinya. Dengan kesadaran atas kemampuan diri itu seseorang akan tahu
kelebihan dan kekurangannya, kekuatan dan kelamahannya. Dengan kesadaran eksistensi
diri dan potensi diri, seseorang akan dapat menempuh kehidupan dengan wajar tanpa
merasa tertekan dan mampu memecahkan masalah hidup dan kehidupannya.
Landasan Yuridis Pendidikan Life skill mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 1 ayat (1) dijelaskan
pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Jadi pada akhirnya tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik agar
nantinya mampu meningkatkan dan mengembangkan dirinya sebagai pribadi dan anggota
masyarakat dalam kehidupan nyata. Dengan demikian mata pelajaran, mata kuliah atau
mata diklat harus dipahami sebagai alat bukan sebagai tujuan dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Maksudnya adalah sebagai alat untuk mengembangkan potensi peserta didik,
agar pada saatnya nanti peserta didik mampu mengaktualisasikan diri dan siap menghadapi
segala permasalahan kehidupan dan sanggup untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu
setiap mata pelajaran harus diarahkan kepada pencapaian tujuan pendidikan dengan
membekali peserta didik keterampilan dalam memecahkan masalah.
c. Landasan humanisme-teosentrisnya
Yang dijadikan acuan pada landasan ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis yakni prinsip-
prinsip ajaran Islam yang bersifat universal, yang implementasi ajaran ini dapat fleksibel,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Landasan pelaksanaan pengembangan life skills dalam pendidikan agama Islam menurut
al-Qur’an, seperti pada surat al-Baqarah: 30, an-Naml: 62, Shad: 26 dan Yunus: 14 tentang
tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi yang tentu membutuhkan pendidikan
kecakapan hidup.
Adapun menurut al-Hadis yakni HR. Bukhari-Muslim tentang lima hal yang perlu
dipertimbangkan dalam berumah tangga. Hadis tersebut yang dijadikan landasan
pelaksanaan pengembangan life skills.
Cara berkomunikasinya
Cara pengawasannya
Bagaimana orang tua menjadi model yang baik
Bagaimana menggunakan disiplin yang tepat dan konsisten
Jadilah realistis dan peka terhadap kondisi, karakter, gaya belajar anak
Membantu anak menyiapkan hidupnya dengan ketrampilan hidup dasar, membuat mereka
menjadi lebih mandiri, anak dapat mengurus diri mereka di dunia ini dan menjadi orang
dewasa yang produktif. Ketika Anda mengajari Life Skills pada anak, pahamilah bahwa :
C. Pendidikan Life Skill Sebagai Upaya Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka peranan dan fungsi serta tugas dari pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah adalah mempersiapkan peserta didik agar mampu : (1) mengembangkan
kehidupan sebagai pribadi, (2) mengembangkan kehidupan untuk bermasyarakat, (3)
mengembangkan kehidupan untuk bernegara dan berbangsa, (4) mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Konsekuensinya adalah apa yang diajarkan harus
menampilkan sosok utuh keempat kemampuan tersebut. Maka untuk menjawab tantangan diatas,
Pendidikan life skill muncul sebagai alternatif dan usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional tersebut.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diperlukan upaya-upaya yang menjembatani antara
siswa dengan kondisi serta realitas dalam kehidupan nyata. Kurikulum yang ada saat ini atau
yang disebut dengan kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) memang merupakan salah satu
upaya untuk menjembataninya, namun perlu ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai
kehidupan nyata. Bila demikian pertanyaannya adalah apakah kurikulum saat ini atau Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) tersebut sesuai dengan atau sudah merefleksikan kehidupan nyata
saat ini ? untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan kajian yang mendalam terhadap kurikulum
yang ada dan terhadap nilai-nilai kehidupan yang bermoral. Kesenjangan antara keduanya
(kurikulum dan tuntutan kehidupan nyata) merupakan tambahan pengayaan yang perlu
diintegrasikan terhadap kurikulum, sehingga kurikulum saat ini benar-benar dapat merefleksikan
nilai-nilai dan tuntutan dalam kehidupan nyata peserta didik.
Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk mengganti kurikulum, akan
tetapi untuk melakukan reorientasi terhadap kurikulum yang ada sekarang agar benar-benar dapat
merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata. Jadi pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya
untuk menjembatani kesenjangan antara kurikulum dengan tuntutan kehidupan nyata, dan bukan
untuk merombaknya. Penyesuaian-penyesuaian kurikulum terhadap tuntutan kehidupan perlu
dilakukan mengingat kurikulum memang dirancang permata pelajaran yang belum tentu sesuai
dengan tuntutan kehidupan nyata yang umumnya bersifat utuh. Selain itu, kehidupan memilki
karakteristik untuk berubah, sehingga sudah sewajarnya jika kurikulum perlu didekatkan dengan
kehidupan nyata. Dalam pandangan ini, maka kurikulum merupakan sasaran yang bergerak dan
bukan sasaran yang diam. Dalam arti yang sesungguhnya pendidikan life skill memerlukan
penyesuaian-penyesuaian dari pendekatan supply-driven menuju ke demand driven. Pada
pendekatan supply driven, apa yang diajarkan cenderung menekankan pada school based learning
yang belum tentu sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang dihadapi oleh
peserta didik. Pada pendekatan demand driven, apa yang diajarkan kepada peserta didik
merupakan refleksi nilai-nilai kehidupan nyata yang dihadapinya sehingga lebih berorientasi
kepada life skill-based learning. Dengan demikian, kerangkah pengembangan pendidikan
berbasis kecakapan hidup idealnya ditempuh secara berurutan sebagai berikut: Pertama,
diidentifikasi masukan dari hasil penelitian, pilihan-pilihan nilai dan dugaan para ahli tentang
nilai-nilai kehidupan nyata yang berlaku. Kedua, masukan tersebut kemudian digunakan sebagai
bahan untuk mengembangkan kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup yang
dimaksud harus menunjukkan kemampuan, kesanggupan dan keterampilan untuk menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangannya dalam dunia yang syarat dengan perubahan. Ketiga,
kurikulum dikembangkan berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan.
Artinya, apa yang harus, seharusnya, dan yang mungkin diajarkan kepada peserta didik disusun
berdasarkan kompetensi yang telah dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan pendidikan
kecakapan hidup perlu dilaksanakan dengan jitu agar kurikulum berbasis kecakapan hidup dapat
dilaksanakan secara cermat. Hal-hal yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan life skill
atau kecakapan hidup seperti tenaga kependidikan (guru), pendekatan-strategi-metode
pembelajaran, media pendidikan, fasilitas, tempat belajar dan durasi belajar, harus siap. Kelima,
evaluasi pendidikan kecakapan perlu dibuat berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah
dirumuskan pada langkah yang kedua. Karena evaluasi belajar disusun berdasarkan kompetensi,
maka penilaian terhadap prestasi belajar peserta didik tidak hanya dengan pencil and paper test,
melainkan juga dengan performance test dan bahkan dengan evaluasi otientik.
Tujuan pendidikan life skill menurut Team Broad Base Education Depdiknas bahwa tujuan
pendidikan life skill adalah untuk :
1. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang
dihadapi.
2. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk untuk mengembangkan pembelajaran yang
fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
Hasil yang diharapkan dapat memberikan harapan-harapan yang ingin dicapai dalam penerapan
pendidikan life skill diantara harapan tersebut adalah : Pertama, setelah mendapat pendidikan life
skill peserta didik mempunyai aset kualitas batiniyah, sikap dan perbuatan yang siap menghadapi
perkembangan masa depan. Kedua, peserta didik memiliki wawasan perkembangan karir,
sehingga mampu memilih, memasuki, bersaing dan maju dalam dunia kerja. Ketiga, peserta didik
memiliki kemampuan untuk survival dalam kemandiriannya dan belajar tanpa bimbingan.
Keempat, peserta didik memiliki tingkat kemandirian, keterbukaan, kerjasama dan akuntabilitas
yang menjadi sikap mentalnya sehingga mampu hidup bahagia ditengah-tengah perkembangan
zaman. Kelima, peserta didik memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya.
Manfaat yang diharapkan dari pendidikan life skill ada dua, yang pertama adalah manfaat bagi
pribadi peserta didik, sedang yang kedua adalah manfaat bagi lingkungan dimana peserta didik itu
berada atau bagi masyarakat luas. Manfaat bagi pribadi peserta didik diantaranya adalah
pendidikan life skill dapat meningkatkan kualitas berpikir, kualitas kalbu dan kualitas fisik. Bagi
masyarakat pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan madani
dengan indikator-indikator adanya : peningkatan kesejahteraan sosial, pengurangan perilaku
destruktif sehingga dapat mereduksi masalah-masalah sosial dan pengembangan masyarakat yang
secara harmonis mampu memadukan nilai-nilai religi, teori, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni
(cita rasa).
http://izza-allyve.blogspot.co.id/2013/03/model-dan-strategi-pembelajaran-life.html
http://www.kemangmedicalcare.com/kmc-tips/tips-dewasa/3697-mengajarkan-life-skill-kepada-
anak.html
https://ahmadasen.wordpress.com/2009/01/26/pendidikan-life-skill/