Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Life skillls merupakan orientasi pembelajaran yang bertujuan agar
setiap komponen pembelajaran mengikuti tuntutan orientasi tersebut.
Pendidik berusaha merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan
menilai hasil pembelajaran dengan selalu berorientasi kepada life skills.
Sedangkan peserta didik menyiapkan dirinya untuk belajar dan menguasai
kecakapan hidup (life skills) agar dapat hidup mandiri atau berkemampuan
dengan

optimalisasi

pemanfaatan

potensi/sumber

daya

diri

dan

lingkungannya. Life skills sebagai muatan/materi pembelajaran bukanlah


materi tersendiri yang menambah jumlah kajian/mata pelajaran yang ada
selama ini. Tetapi life skills berintegrasi (luluh) dalam mata-mata pelajaran
yang ada. Orientasi life skills harus dimiliki oleh setiap komponen
pembelajaran, terutama pendidik. Life skills bukan materi ajar secara
terpisah, tetapi setiap pendidik berusaha untuk mengintegrasikan life skills
dalam mata pelajaran yang dibinanya sesuai dengan kemampuan yang harus
dimiliki oleh peserta didik, sehingga peserta didik dapat menerapkan dalam
kehidupannya sehari-hari. Life skills ini sangat bermanfaat untuk dipelajari
oleh para pendidik di sekolah, khususnya dalam menambah wawasan tentang
life skills, memetakan peluang-peluang pengintegrasian life skills pada
berbagai

kajian

keilmuan,

menerapkan

dan

memodifikasi

pola

penyelenggaraan life skills pada lingkungannya. Tulisan ini menyajikan


materi tentang muatan life skills dalam pembelajaran di sekolah, yang
mencakup: konsep life skills, jenis-jenis life skills, strategi dan pola
pengembangan life skills.
Yang menjadi masalah pendidikan kecakapan hidup di sekolahsekolah formal terutama di tingkat SD SMP dan SMA

masih terdapat

perbedaan pandangan baik secara konsep maupun pengimplementasiannya,


sehingga life skill diartikan terbatas kepada satu kegiatan pembekalan dalam
keterampilan tertentu yang sifatnya vocasional saja ( hard skill). Sehingga

hakekat pendidikan life skill dalam proses pembelajaran yang sebenarnya


kecenderungan minim sekali bahkan menjadi hilang.
B. Permasalahan
Dari uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan program life skill
di sekolah?
C. Tujuan Penulisan
Dari permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pelaksanaan program
life skill di sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Life Skills
1. Pengertian Life Skills
Mengenai pengertian pendidikan life skills atau pendidikan
kecakapan hidup terdapat perbedaan pendapat, namun esensinya tetap
sama. Berikut ini pengertian pendidikan life skill menurut para ahli:
a. Menurut Brolin, life skills atau kecakapan hidup adalah sebagai
kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh
seseorang agar menjadi independen dalam kehidupan. Pendapat lain
mengatakan bahwa life skill merupakan kecakapan yang harus
b.

dimiliki oleh seseorang agar dapat bahagia dalam kehidupan.


Malik fajar mengatakan bahwa life skills adalah kecakapan yang

c.

dibutuhkan untuk bekerja selain kecakapan dalam bidang akademik.


Slamet PH mendefinisikan life skills adalah kemampuan,
kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk
menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia.1 Kecakapan
tersebut mencakup segala aspek sikap perilaku manusia sebagai bekal
untuk menjalankan kehidupannya.
Adapun pengertian life skills menurut kelompok kami adalah

pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial,


kecakapan intelektual dan kecakapan untuk bekerja, berusaha dan hidup
mandiri. Adapun orientasi life skills yakni membangun sikap kemandirian
untuk mendapatkan ketrampilan sebagai bekal untuk bekerja dan
mengembangkan diri (skilled orientation).
Pada dasarnya pendidikan life skills adalah pendidikan yang
memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada
peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna
bagi perkembangan kehidupan peserta didik. Dengan demikian pendidikan
life skills harus dapat merefleksikan kehidupan nyata dalam proses
pengajaran agar peserta didik memperoleh kecakapan hidup tersebut,
sehingga peserta didik siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.
2. Tujuan Life Skills
1 Slamet PH, Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: Konsep dan
Pelaksanaan (Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2002), h. 154

Secara umum pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup


bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu
mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi
perannya di masa yang akan datang.2 Adapun tujuan pendidikan life skill
adalah sebagai berikut:
a. Mengaktualisasikan

potensi

peserta

didik

sehingga

dapat

b.

memecahkan permasalahan yang dihadapi.


Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi

c.

perannya dimasa mendatang.


Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi

yang mandiri.
3. Prinsip Pembelajaran Pendidikan Life Skills
Prinsip umum pendidikan life skills3, khususnya yang berkaitan
dengan kebijakan pendidikan di Indonesia:
a. Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku.
b. Tidak harus dengan mengubah kurikulum, tetapi yang diperlukan
adalah penyiasatan kurikulum untuk diorientasikan dan diintegrasikan
kepada pengembangan kecakapan hidup.
c. Etika-sosio-religius harus dibiasakan dalam proses pendidikan.
d. Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to be
dan learning to live together.
e. Penyelenggaraan pendidikan harus selalu diarahkan agar peserta
didik menuju hidup yang sehat dan berkualitas, mendapatkan
pengetahuan dan wawasan yang luas serta memiliki akses untuk mampu
memenuhi hidupnya secara layak.
B. Model Pembelajaran Life Skills
Adapun untuk mengetahui model pembelajaran life skills dapat dilihat
melalui cara pembelajaran untuk mengembangkan kecakapan hidup antara
lain:
1. Memberikan

pertanyaan/tugas

yang

mendorong

siswa

untuk

berbuat/berpikir.
Jenis pertanyaan yang diajukan atau tugas yang diberikan oleh guru
sangat berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan berpikir siswa.
2 Tim Broad Based Education (BBE) Depdiknas, Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan
Hidup (Surabaya: SIC bekerjasama dengan LPM UNESA, 2003), h. 7
3 Departemen Pendidikan Nasional, Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup
melalui BBE untuk PMU (Jakarta: Tim Broad Based Education (BBE) Ditjen Dikdasmen, 2002),
h. 167

Pertanyaan/tugas tersebut bukan hanya untuk memfokuskan siswa pada


kegiatan, tetapi juga untuk menggali potensi belajar siswa. Pertanyaan atau
tugas yang memicu siswa untuk berpikir analitis, evaluatif, dan kreatif
dapat melatih siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif.4
2. Memberikan pertanyaan/tugas yang mengandung soal pemecahan
masalah.
Pertanyaan/tugas tingkat tinggi dapat digunakan sebagai awalan
untuk berlatih memecahkan masalah. Pertanyaan/tugas tingkat tinggi yang
memenuhi kriteria sebagai masalah dijadikan titik tolak untuk mengikuti
langkah-langkah pemecahan masalah.
Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan akademik yang
perlu dikembangkan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan siswa.
Pemecahan masalah ini sangat penting untuk membantu siswa
memperoleh kecakapan analitis, sintesis, ilmiah, dan teknologi yang
diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam lembaga pendidikan
formal dan tempat kerja.
3. Menerapkan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada
temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif
yang bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada
kalau dia mendengarkan penjelasan guru.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan beberapa kecakapan hidup yang disebut sebagai
kecakapan berkomunikasi dan kecakapan bekerja sama. Kecakapan ini
memiliki peranan penting dalam kehidupan nyata.
Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang
efektif kalau memperhatikan dua prinsip inti berikut:5

4 Budi Sutrisno, Pembelajaran Kecakapan Hidup diakses pada tanggal 11 November 2014 dari
http://budisutrisnompd.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-kecakapan-hidup.html.
5 Ibid

1. Adanya saling ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam


kelompok saling bergantung kepada anggota yang lain dalam mencapai
tujuan kelompok, misalnya menyelesaikan tugas dari guru.
2. Adanya adanya tanggung jawab pribadi (individual accountability). Di
sini setiap anggota kelompok harus memiliki kontribusi aktif dalam
bekerja sama. Karena itu penting bagi kita mempelajari beberapa
bentuk pembelajaran kooperatif dan penerapan yang sebenarnya supaya
kesalahpahaman

tentang

belajar

kelompok/kooperatif

dalam

pembelajaran dapat dihindari.


C. Strategi Pembelajaran Life Skills
1. Proses Pembelajaran dan Pelaksanaan Pendidikan yang Berorientasi
pada Life Skills
"Life Skills Education" diberikan secara tematis mengenai masalahmasalah kehidupan nyata sehari-hari. Tema-tema yang ditetapkan harus
betul-betul bermakna bagi siswa, baik untuk saat ini maupun untuk
kehidupan di kelak kemudian hari. Pendekatan yang digunakan adalah
pemecahan masalah secara kasus yang dapat dikaitkan dengan beberapa
mata pelajaran lain untuk memperkuat penguasaan life skills tertentu.
Dengan pendekatan pemecahan masalah kehidupan sehari-hari para siswa
menjadi semakin terlatih untuk menghadapi kehidupan yang nyata. 6 Tema
yang disajikan dapat berupa bahan diskusi untuk masing-masing kelas,
untuk tingkat kelas yang sama dan untuk seluruh siswa. Cakupan untuk
setiap mata pelajaran juga perlu ditata-ulang dan diatur kembali alokasi
waktu dan jamnya dalam setiap minggu. Di dalam alokasi jam pelajaran
yang sudah diajarkan selama ini, untuk jam-jam pelajaran tertentu perlu
disepakati pengurangannya untuk direalokasikan sebagai kontribusi
kepada kegiatan life skills education menjadi kumpulan jam pelajaran
untuk membahas tema tertentu bersama-sama dengan semua mata
pelajaran terkait. Metodologi pembelajaran dapat dirancang dalam bentuk
kegiatan yang memadukan proses belajar di kelas dan praktek di lapangan

6 Depdiknas, Pendidikan, h. 44

dan dilakukan secara partisipatif dengan metode-metode ceramah (30 %)


sisanya adalah simulasi, praktek, diskusi kelompok dan game.
2. Landasan Pelaksanaan Pengembangan Life Skills
Adapun landasan yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan
pengembangan life skills, antara lain:
a. Landasan yuridis secara universal
Yang dapat dijadikan acuan pada landasan ini adalah
rekomendasi dari UNESCO tentang empat pilar pembelajaran yang
isinya adalah:7
1) Learning know or learning to learn
Maksudnya adalah program pembelajaran yang diberikan
hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat
sehingga mau dan mampu belajar. Learning to Know merupakan
kemampuan kognitif yang meliputi:8
a) Kemampuan membuat keputusan dan memecahkan masalah.
b) Kemampuan berpikir kritis dan rasional.
Dengan kecakapan berpikir rasional ini (thinking skill), diharapkan
seseorang tidak akan gamang menghadapi kehidupan, sehingga dia
dapat menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa
merasa tertekan.
2) Learning to do
Maksudnya adalah bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu
memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didik.
3) Learning to be
Maksudnya adalah mampu memberi motivasi untuk hidup di era
sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan. Learning to
be merupakan kecakapan personal (personal skill) yang dimiliki oleh
seseorang untuk memiliki kesadaran atas eksistensi dirinya dan
kesadaran akan potensi dirinya9 Kesadaran akan eksistensi diri
merupakan kesadaran

atas keberadaan diri. Kesadaran

atas

7 Djoko Hartono, Pengembangan Life Skills dalam Pendidikan Islam (Surabaya: Ponpes Jagad
Alimussirry, 2012), h. 34.
8 Zulkarnaini, Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Life Skill
Education,
diakses
pada
tanggal
11
nopember
2014
dari
http://zulkarnainidiran.wordpress.com/2008/11/28/pola-pelaksanaan-pendidikan-berorientasikecakapan-hidup-life-skill-education
9 Ibid.

keberadaan diri dapat dilihat dari beberapa sisi. Misalnya kesadaran


diri sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial, sebagai
makhluk hidup, dan sebagainya. Kesadaran akan potensi diri adalah
kesadaran yang dimiliki seseorang atas kemampuan dirinya. Dengan
kesadaran atas kemampuan diri itu seseorang akan tahu kelebihan
dan kekurangannya, kekuatan dan kelamahannya. Dengan kesadaran
eksistensi diri dan potensi diri, seseorang akan dapat menempuh
kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan dan mampu
memecahkan masalah hidup dan kehidupannya.
4) Learning to live together
Maksudnya adalah pembelajaran tidak hanya cukup diberikan
dalam bentuk ketrampilan untuk diri sendiri, tetapi ketrampilan
untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Landasan yuridis secara nasional
Yang dijadikan acuan pada landasan ini adalah UUD pasal 31
tentang pendidikan, kemudian UU No.2 tahun 1989 dan UU No.23
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, seperti pada pasal 4
ayat 4 yang berbunyi: Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran.
c. Landasan humanisme-teosentrisnya
Yang dijadikan acuan pada landasan ini adalah Al-Quran dan
Al-Hadis yakni prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersifat universal,
yang implementasi ajaran ini dapat fleksibel, menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan.
Landasan pelaksanaan pengembangan life skills dalam
pendidikan agama Islam menurut al-Quran, seperti pada surat alBaqarah: 30, an-Naml: 62, Shad: 26 dan Yunus: 14 tentang tugas
manusia sebagai khalifah di muka bumi yang tentu membutuhkan
pendidikan kecakapan hidup.
Adapun menurut al-Hadis yakni HR. Bukhari-Muslim tentang
lima hal yang perlu dipertimbangkan dalam berumah tangga. Hadis

tersebut yang dijadikan landasan pelaksanaan pengembangan life


3.

skills10
Pola Pelaksanaan Pembelajaran Life Skills
Adapun pola pelaksanaannya dapat dilakukan melalui :
a. Pengembangan Budaya Sekolah
Pendidikan

berlangsung

bukan

hanya

di

dalam

kelas.

Pendidikan juga terjadi di luar kelas, di lingkungan sekolah, di


lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat, dan di lingkunganlingkungan lain pendidikan juga dapat berlangsung. Terkait dengan
PBKH tidak dapat dibebankan kepada guru semata, tetapi ditunjang
oleh lingkungan yang kondusif. Lingkungan itu di antaranya ialah
lingkungan sekolah.
Budaya sekolah berpengaruh sangat besar terhadap proses
pendidikan di sekolah, bahkan beberapa ahli menyebutkan budaya
sekolah itulah yang membentuk hasil pendidikan. Oleh karena itu
budaya sekolah perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan
pendidikan kecakapan hidup.
Ada tiga aspek pendidikan yang dapat dikembangkan melalui
budaya sekolah yang kondusif. Ketiga aspek itu adalah pengembangan
disiplin diri dan rasa tanggung jawab, pengembangan motivasi belajar,
dan pengembangan rasa kebersamaan. Oleh karena itu, ketiga aspek
itu hendaknya menjadi budaya warga sekolah yang dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Manajemen Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional telah meluncurkan rintisan
manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah (MBS)
adalah salah satu model manajemen yang memberikan kewenangan
kepada sekolah untuk mengurus dirinya dalam rangka peningkatan
mutu.
Ada lima prinsip dasar manajemen berbasis sekolah antara
lain:11 kemandirian, transparansi, kerja sama, akuntabilitas, dan
10 Djoko, Pendidikan, h. 36.
11 Depdiknas, Pendidikan, h. 25.

sustainbilitas. Kelima prinsip dasar itu sangat terkait dengan prinsipprinisp kecakapan hidup yang akan dikembangkan di dalam
pendidikan berorientasi kecakapan hidup. Oleh karena itu jika lima
prinsip tersebut dapat dikembangkan menjadi budaya kerja sekolah,
maka akan menompang tumbuhnya kecakapan hidup para siswa.
Mengingat pendidikan kecakapan hidup merupakan reorientasi
pendidikan yang bersifat mendasar, maka pada aspek manajemen
sekolah juga perlu diperhatikan penyamaan pemahaman antar seluruh
warga sekolah, sehingga perwujudan pendidikan kecakapan hidup
menjadi salah satu bagian visi sekolah. Diperlukan juga upaya
peningkatan kemampuan guru atau lainnya agar mampu mewujudkan
pendidikan kecakapan hidup dalam kehidupan keseharian sekolah.12
c. Hubungan Sinergis dengan Masyarakat
Penanggung jawab pertama terhadap pendidikan anak adalah
orang tua. Sekolah hanya membantu orang tua dalam pelaksanaan
pendidikan. Anak-anak, ternyata jauh lebih berhadapan dengan orang
tua dan mayarakat dalam kesehariannya dibandingkan dengan
sekolah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan PBKH keterlibatan orang
tua dan masyarakat tidak dapat dihindari.
Hubungan sinergis artinya saling bekerjasama dan saling
mendukung. Orang tua atau masyarakat dan sekolah perlu bersamasama menentukan arah pendidikan bagi anak-anak. Kemudian
memikirkan usaha-usaha untuk mencapai arah tersebut.
Keterlibatan orang tua dalam manajemen berbasis sekolah
adalah sebagai orang yang berkepentingan memiliki kesempatan ikut
menentukan kebijakan pendidikan di sekolah. Misalnya, orang tua ikut
menentukan rencana pengembangan sekolah, aplikasi kurikulum,
pembiayaan dan sebagainya.
D. Pembelajaran Life Skills di Sekolah
Dalam melaksanakan kebijakan pendidikan yang berorientasi pada
kecakapan untuk hidup, maka fokus utama kegiatan pendidikan haruslah
12 Moh. Najid, Kecakapan Hidup Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas, (Surbaya:
Intellectual Club, 2002), h. 33.

10

ditajukan untuk mempersiapkan para siswa agar memiliki kecakapan untuk


hidup, agar mampu menempuh perjalanan hidup. Pendidikan formal untuk
mengembangkan keempat spektrum life skills itu perlu dirancang ulang
secara sistematis ke dalam kurikulum sekolah. Untuk itu pengorganisasian
mata pelajaran secara bertahap juga perlu mengacu kepada keempat bidang
life skills itu dengan porsi alokasi waktu yang seimbang dan proporsional
sesuai dengan jenjang pendidikan dan jenis persekolahannya.
1. Bagaimana kurikulumnya ?
Oleh karena semua kegiatan pendidikan pada hakekatnya adalah
merupakan upaya untuk mempersiapkan generasi muda anak-anak bangsa
agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya di kelak
kemudian hari, maka kurikulum pada semua jenjang pendidikan dan jenis
persekolahan haruslah mengarah kepada life skills education dengan porsi
dan kadar yang serasi. Struktur program kurikulum hendaknya juga
menggambarkan keinginan kita sebagai bangsa untuk mewujudkan
terkuasainya keempat jenis kecakapan dasar tersebut untuk memperkuat
kecakapan-kecakapan yang telah diperoleh melalui pendidikan informal di
dalam keluarga dan masyarakat. Penataan ulang ini hendaknya senantiasa
mempertimbangkan kepentingan nasional sebagai suatu bangsa yang
besar

yang

disesuaikan

dengan jenjang pendidikan

dan jenis

persekolahan secara nasional, narnun dengan mempertimbangkan juga


kepentingan sekolah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Di dalam melaksanakan life skills education ini porsi untuk
personal skills dan vocational skills diusahakan seimbang, misalnya
masing-masing 40%. Narnun spektrum social skills dan environmental
skills juga perlu dijamah secara merata, misalnya masing-masing 10%
dari alokasi waktu ideal yang tersedia. Alokasi 40% untuk personal skills
pelu dijabarkan lagi untuk physical skills, intellectual skills, emotional
skills dan spiritual skills secara proporsional. Sejumlah mata pelajaran
yang selama ini sudah diajarkan di sekolah-sekolah sebaiknya tetap

11

diteruskan untuk diajarkan, tetapi perlu ditata-ulang dan diarahkan untuk


mendukung terwujudnya kemampuan setiap bidang kecakapan untuk
menempuh perjalanan hidup.
Pendidikan keterampilan pada bidang Vocational Skills hams
benar-benar disesuaikan dengan keperluan nyata masing-masing sekolah
bersama-sama masyarakat setempat sebagai salah satu wujud dari
pelaksanaan olonomi daerah dan otonomi di bidang penyelenggaraan
pendidikan. Namun demikian kepentingan nasional dan internasional juga
periu dipertimbangkan. Dalam rangka pelaksanaan Broad Based
Education pendidikan keterampilan tersebut harus menjadi fokus utama.
Pelaksanaan pendidikan keterampilan ini harus perpihak pada kepentingan
sebagian besar masyarakat yang, sangat membutuhkan kehadirannya
mengingat anak-anak mereka sangat kecil kemungkinannya untuk dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2. Bagaimana proses pembelajarannya ?
Life Skills Education diberikan secara tematis mengenai
masalah-masalah kehidupan nyata sehari-hari. Tema-tema yang akan
ditetapkan harus betul-betul bermakna bagi siswa, baik untuk saat ini
maupun untuk kehidupannya di kelak kemudian hari. Pendekatan yang
digunakan adalah pemecahan masalah secara kasus yang dapat dikaitkan
dengan beberapa mata pelajaran lain untuk memperkuat penguasaan life
skills tertentu. Dengan pendekatan pemecahan masalah kehidupan seharihari para siswa menjadi semakin terlatih untuk menghadapi kehidupan
yang nyata. Tema yang disajikan dapat berupa bahan diskusi untuk
masing-masing kelas, untuk tingkat kelas yang sama dan untuk seluruh
siswa. Cakupan untuk setiap mata pelajaran juga perlu ditata-ulang dan
diatur kembali alokasi waktu dan jamnya dalam setiap minggu. Di dalam
alokasi jam pelajaran yang sudah diajarkan selama ini, untuk jam-jam
pelajaran tertentu perlu disepakati pengurangannya untuk direalokasikan
sebagai kontribusi kepada kegiatan life skills education menjadi kumpulan

12

jam pelajaran untuk membahas tema tertentu bersama-sama dengan semua


mata pelajaran terkait.
3. Bagaimana pengorganisasian gurunya ?
Dalam melaksanakan life skills education yang disajikan secara
tematis, pada minggu-minggu tertentu guru tidak lagi mengajar sebagai
guru mata pelajaran, akan tetapi sebagai suatu tim pelaksana life skills
education.Dalam tema Menyembelih binatang kurban misalnya, guru
Agama sebagai inti dalam merancang persiapan, pelaksanaan dan
pelaporan kegitan akan bekerja sama dengan guru Bahasa Indonesia, guru
Bahasa Inggris, guru IPS, guru PPKn, guru Matematika. Tema Rekreasi
ke bendungan air setempat, atau Membantu korban banjir, atau
Membangun jembatan baru maka Guru IPA dan IPS sebagai inti akan
bekerja sama dengan guru Matematika, guru Bahasa Indonesia, guru
Bahasa Inggris, guru Agama, dan guru PPKn untuk merancang persiapan,
pelaksanaan dan pelaporan kegiatan. Tema-tema lain masih banyak sekali
yang dapat disepakati untuk ditetapkan sebagai penunjang pencapaian
tujuan life skills dengan melibatkan sebanyak mungkin guru mata
pelajaran yang terkait. Ketika merancang suatu tema ada baiknya para
siswa juga dilibatkan agar pelaksanaannya lebih bermakna bagi mereka.
Guru Pembimbing juga perlu untuk selalu dilibatkan secara berkala agar
dapat menjelaskan kepada para siswa mengenai berbagai jenis pekerjaan
yang tersedia, cara-cara untuk memilih dan mempersiapkannya sesuai
dengan bakat dan minat siswa yang bersangkutan. Dalam merancang
Program Semester, sekolah menetapkan jadwal mingguan yang isinya
mencakup antara lain: pada minggu ke berapa akan dibahas topik apa, guru
mata pelajaran apa yang menjadi inti dan guru mata pelajaran apa saja
yang

terlibat sebagai pendukung, media apa yang digunakan dan

bagaimana mengevaluasinya.
4. Bagaimana pemanfaatan media belajarnya ?
Media pembelajaran baik yang tersedia di dalam sekolah, di
lingkungan sekitar sekolah maupun di luar sekolah, hendaknya

13

dimanfaatkan sebanyak mungkin dalam proses pembelajaran. Para siswa,


orang tua siswa dan masyarakat sekitar juga dapat dilibatkan dalam
penyediaan media pembelajaran yang diperlukan.
5. Bagaimana contoh modelnya ?
Tabel di bawah ini hanya dimaksudkan sebagai suatu contoh
model kerangka struktur program kurikulum sekolah yang mengarah
kepada kebijakan life skills. Model ini masih sangat terbuka luas untuk
didiskusikan secara lebih mendalam lagi, khususnya dalam menyepakati
berapa jumlah kontribusi jam dalam seminggu untuk mendukung
pelaksanaan life skills.
Model Kerangka Struktur Program Kurikulum Life Skills
Kontribusi
Jam Untuk
Mata Pelajaran Inti
Life Skills Per
Minggu

No Bidang Life Skills Porsi


1. Personal Skills :

40%

Physical skills
Intellectual Skills
Emotional Skills
Spritual Skills
2. Social Skills :
3.

Environmental
Skills :

10%
10%

4. Vocational Skills : 40%

Pendidikan Jasmani
dan
Kesehatan
Bahasa Indonesia dan
Matematika Dasar
Kesenian, Sastra dan
Budi
Pekerti
Pendidikan Agama
PPKn, Sejarah dan
Ekonomi
Geografi,
Kependudukan
dan Lingkungan Hidup
Matematika Lanjut
IPA Lanjut
Bahasa Inggris
Bahasa Asing lain
Pendidikan
Ketrampilan

14

BAB III
PENUTUP
Secara umum manfaat pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup bagi
peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema
hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat,
maupun sebagai warga negara. Jika hal itu dapat dicapai, maka faktor
ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada dapat diturunkan,
yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.
Life Skills (kecakapan atau keterampilan hidup):Kecakapan fundamental
meliputi

kecakapan

membaca,

menulis,

menghitung,

merumuskan

dan

memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja di dalam tim, belajar


sepanjang hayat, menggunakan teknologi. Manajemen strategis adalah suatu
perspektif baru yang menyoroti tentang pentingnya organisasi untuk memberikan
lebih banyak perhatian pada perumusan strategi dan perubahan lingkungan.
Keterampilan hidup dalam berwirausaha sangatlah penting untuk dimiliki
dan dikembangkan oleh setiap generasi muda saat ini. Ketrampilan berwirausaha
dipandang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di bangsa ini seperti
kemiskinan dan pengangguran. Adapun hal-hal yang dapat memunculkan jiwa
wirausaha

agar

berwirausaha,yakni

generasi

muda

melalui

memiliki

pendidikan

kewirausahaan,melalui pelatihan, dan otodidak.

15

ketrampilan
formal,

hidup

dalam

seminar-seminar

DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi, Mewujudkan masyarakat pembelajar-Konsep, Kebijakan dan
Implementasi.
Budi Sutrisno, Pembelajaran Kecakapan Hidup diakses pada tanggal 17
November
2012
dari
http://budisutrisnompd.blogspot.com/2009/07/pembelajarankecakapan-hidup.html.
Departemen Pendidikan Nasional, Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi
Kecakapan Hidup melalui BBE untuk PMU (Jakarta: Tim Broad
Based Education (BBE) Ditjen Dikdasmen, 2002), h. 167.
Djoko Hartono, Pengembangan Life Skills dalam Pendidikan Islam (Surabaya:
Ponpes Jagad Alimussirry, 2012), h. 34.
Moh. Najid, Kecakapan Hidup Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas,
(Surbaya: Intellectual Club, 2002), h. 33.
Slamet PH, Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama:
Konsep dan Pelaksanaan (Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama, 2002), h. 154.
Tim Broad Based Education (BBE) Depdiknas, Pola Pelaksanaan Pendidikan
Kecakapan Hidup (Surabaya: SIC bekerjasama dengan LPM UNESA,
2003), h. 7.
Zulkarnaini, Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Life
Skill Education, diakses pada tanggal 11 September 2012 dari
http://zulkarnainidiran.wordpress.com/2008/11/28/pola-pelaksanaanpendidikan-

16

17

Anda mungkin juga menyukai