Anda di halaman 1dari 18

RESUME

MODUL 4 dan 5
“ Untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan anak ”
Semester 2

DISUSUN OLEH :

NAMA : NADRA N

NIM 859551208

POKJAR : MAMUJU

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Terbuka
MODUL 4
KEGIATAN BELAJAR 1
GIZI DAN PERMASALAHANNYA PADA ANAK USIA SD

Sejak duduk di bangku TK, siswa diajarkan akan pentingnya makanan 4 sehat 5 sempurna ditambah
dengan susu. Makanan jenis ini dibutuhkan terutama bagi masa-masa pertumbuhan anak,agar
pertumbuhan fisik maupun mental anak berlangsung optimal.

A.PERKEMBANGAN FISIK PADA ANAK SD


Perkembangan fisik atau pertumbuhan biolagi merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi
perkembangan individu terutama bagi anak usia sekolah dasar. Pada usia anaksekolah dasar pertumbuhan
dan perkembangan fisik berlangsung secara optimal . pertumbuhan fisik anak usia sekolah dasar akan
menimbulkan karakteristik juga pola penyesuan diri mereka terhadap lingkungan . selanjutnya
perkembangan fisik mencakup aspek aspek : tinggi dan berat badan,proporsi di bentuk tubuh,otakdan
perkembangan motorik.maka kita akan membahasnya satu per satu
a. Tinggi dan berat badan
Dari usia bayi sampai umur 6 tahun,perkembangan bangian atas lebih cepat di bandingkan bagian
bawah. Bagian anggota badan relatif pendek dan kepala relatif besar. Tinggi badan seorang anak
relatif kisaran 5 hingga 6 persen dan berat bertambah 10 persen. Jadi ,pada usia anak sekolah
dasar perubahan berat badan lebih banyak dari pada tinggi.karena ada penambahan ukuran dalam
krangka tulang belulang, sistem otot dan organ lainnya.
b. Proporsi dan bentuk tubuh
Pada anak usia sekolah dasar masih mengalami belum seimbangnya bentuk proporsi dan bentu
tubuh sering kali kepala mereka lebih besar dengan lingkan kaki. Namun perkembangan akan
mulai nampak pada kelas 5 atau 6. Mereka akan mengalami perubahan dari keseluruhan badan
untuk menuju keseimbangan
c. Otak
Pekembangan otak yang di alami oleh anak akan mengalami proses perkembangan lebih besar
pada usia tiga tahun perke,bangan otak saja sudah mencapai 2/3otak orang dewasa dan pada
usia 5 tahun otak sudah mencapai 90 persen otak orang dewasa. Perkembangan ini di sebabkan
oleh penambahan jumlah dan ukuran ujung ujung saraf yang ada di dalam di sekitar otak

1. Perkembangan Motorik
Dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, perkembangan motorik anak usia SDmenunjukkan lebih
lentur dan lebih terkoordinasi. Dengan ini diketahui jika anak diminta untuk menulis huruf atau menulis
halus, tampak masih belum sempurna. Sementara itu di kelas yang lebih tinggi,kontrol motorik kasar
menjadi lebih sempurna dan kontrol motorik halusnya pun menjadi lebih baik. Dalam keterampilan
motorik kasar, umumnya anak laki-laki lebih trampil daripada perempuan.
Anak sekolah dasar sudah mampu duduk dan mampu memperhatikan seorang guru,tetapi mereka
sering merasa bosan untuk duduk terus selama pelajaran. Karna pada usia-usia mereka perlu
melakukan aktifitas fisik lebih banyak. Sejak usia 6 tahun anak mampu
menembak,menendang,melempar
2. Faktor yang Berpengaruh pada Perkembangan Fisik

Ada dua faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, yakni faktor bawaan dan faktor
lingkungan . faktor bawaan atau keturunan ( hereditas ) merupakan faktor pertama yang mempengaruhi
tumbuh kembang anak

a. Faktor bawaan atau keturunan.

Faktor bawaan atau keturunan (Hereditas) merupakan faktor pertama yang mempengaruhi
tumbuh kembang anak. Faktor ini dapat diartikan sebagai semua ciri atau karakteristik individu
yang diwariskan kepada anak atau segala potensi baik. Fisik maupun psikis yang dimiliki
seseorang sejak masa pembuahan sebagai warisan dari orang tua. Faktor bawaan disebut pula
sebagai faktor endogen.

b. Faktor lingkungan

Lingkungan dapat diartikan sebagai peristiwa, situasi dan kondisi diluar individu yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tumbuh kembang anak atau perkembangan
individu. Lingkungan ini terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan sosisal. Faktor lingkungan
disebut juga faktor endogen

1) Kaitan usia dan kebutuhan gizi

Gizi merupakan hal yang penting dalam perkembangan seseorang,khususnya pada masa bayi karena
perkembangan otak dan fisik di usia tersebut berkembang secara cepat. Kebutuhan energi pada masa ini
2 kali lebih besar daripada yang diperlukan di masa dewasa. Hal ini dikarenakan 25% dari keseluruhan
kalori yang diperlukan pada masa bayi disediakan untuk perkembangan, dan ekstra kalori diperlukan
untuk perkembangan organ-organ dalam tubuh manusia.

2) Gizi pada anak SD dan remaja

Berbeda dengan masa sebelumnya, di usia 6 bulan bayi sudah mulai menerima makanan yang lebih
padat, pada usia 1 tahun sudah mulai makan yang mengandung bahan dasar(4 sehat). Usia 2 tahun
makanan yang dimakan sudah lebih bervariasi. begitu pula pada masa-masa selanjutnya (khususnya di
usia balita). Orang tua perlu waspada terhadap berbagai jenis makanan yang dapat memicu terjadinya
infeksi saluran pencernaan atau penyakit lain yang cukup berbahaya.

3) Malnutrisi (kekurangan gizi)

(dalam Berk, 2003) menyebutkan bahwa 40 sampai 60% dari anak-anak di dunia ini tidak mendapat
pangan yang cukup. Anak yang kekurangan gizi akan berkembang lebih kecil. Pertumbuhan jaringan pada
otak akan terpengaruh, yang akan berpengaruh dalam semua fungsi mental anak. Hal ini akan tampak
pada usia SD, dimana anak akan memiliki tingkat kecerdasan yang kurang, koordinasi sensorimotoriknya
sangat buruk, dan kelak akan memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi di sekola
.

KEGIATAN BELAJAR 2
Kesehatan dan Prestasi Belajar
Kesehatan dan nutrisi yang baik merupakan faktor utama pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

A. HUBUNGAN GIZI DENGAN KESEHATAN


Gizi merupakan unsur terpenting bagi kesehatan tubuh, tapi kelebihan asupan gizi pada tubuh pun bisa
menimbulkan gangguan pada kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan komprehensif akan
gizi dan pola hidup sehat agar asupan gizi yang masuk dalam tubuh betul-betul seimbang.

B. HUBUNGAN GIZI DENGAN KEPRIBADIAN DAN EMOSIONALITAS


Perkembangan Anak Meliputi Perkembangan Fisik, Kognitif, Emosi, Bahasa, Motorik (Kasar Dan Halus), Personal
Sosial Dan Adaptif. Apabila Kebutuhan Nutrisi Seseorang Tidak Atau Kurang Terpenuhi Maka Dapat Menghambat
Pertumbuhan Dan Perkembangannya. Tujuan Penelitian Ini Adalah Menganalisis Hubungan Antara Status Gizi Dan
Mental Emosional Dengan Perkembangan Pada Anak Usia 3 – 5 Tahun Jenis Penelitian Ini Adalah Observasional
Analitik Dengan Rancangan Cross Sectional. Populasi Penelitian Adalah Anak Usia 3 – 5 Tahun Di Posyandu
Tawangsari, Mojosongo, Jebres, Surakarta. Sampel Penelitian Sebanyak 40 Anak Dengan Teknik Simple Random
Sampling. Analisis Data Menggunakan Regresi Logistik. Hasil Penelitian Menunjukkan Bahwa Ada Hubungan Status
Gizi Dengan Perkembangan Pada Anak Usia 3 – 5 Tahun. Semakin Tinggi Status Gizi Anak Semakin Meningkat Pula
Perkembangan Anak. Hubungan Tersebut Secara Statistik Signifikan (Or= 2,785; Ci 95% 1,294 Hingga 202,763; P =
0.031) Ada Hubungan Mental Emosional Dengan Perkembangan Pada Anak Usia 3 – 5 Tahun. Semakin Tinggi Mental
Emosional Anak Semakin Meningkat Pula Perkembangan Anak. Hubungan Tersebut Secara Statistik Signifikan (Or=
4,638; Ci 95% 2,506 Hingga 4264,351 ; P = 0.015). Nilai Negelkerke R2 Sebesar 83,2% Berarti Bahwa Kedua Variabel
Bebas (Status Gizi Dan Mental Emosional) Mampu Menjelaskan Perkembangan Pada Anak Usia 3 – 5 Tahun Sebesar
83,2% Dan Sisanya Yaitu Sebesar 16,8% Dijelaskan Oleh Faktor Lain Diluar Model Penelitian

C. HUBUNGAN GIZI DAN KECERDASAN

Kecerdasan manusia sangat erat kaitannya dengan asupan gizi. Seorang anak yang mengalami
gangguan akibat kekurangan iodium akan mengalami kehilangan kecerdasan sebesar 10 – 50 IQ
point. Anak dengan kecerdasan rendah ini dikhwatirkan akan menjadi beban pada masa akan
datang.
Teori Kebutuhan dan Penerapannya bagi Anak Usia SD
A. TEORI KEBUTUHAN MASLOW

Abraham Maslow, seorang tokoh yang banyak dikaitkan dengan gerakan humanistic pada bidang
psikologi berpendapat bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang dapat tersusun secara hierarkis
sebagai berikut.

1. Kebutuhan jasmaniah.

2. Kebutuhan rasa aman.

3. Kebutuhan saling memiliki dan mencintai.

4. Kebutuhan untuk dihargai.

5. Kebutuhan aktualisasi diri.

B. MOTIVASI INSENTIF

Suatu penelitian yang menarik mengenai hubungan orang tua-anak dengan harga diri, menunjukkan
bahwa sikap-sikap orang tua yang berkaitan dengan anak-anak yang memiliki harga diri yang tinggi
adalah berikut ini.

1. Menunjukkan ekspresi dari perhatian.

2. Tanggap pada masalah anak.

3. Harmonis di lingkungan rumah.

4. Berpartisipasi dalam kegiatan keluarga.

5. Menghargai kompetensi anak dan siap membantu anak jika diperlukan.

6. Menetapkan aturan secara adil.

Adanya kebebasan yang diberikan untuk anak dengan batasan-batasan tertentu


Dari hasil penemuan ini tidak berarti bahwa kesemuanya dapat menyebabkan harga diri anak tinggi.
Beberapa faktor seperti penerimaan orang tua dan membebaskan anak dengan batasan-batasan
tertentu bukan merupakan sebab harga diri anak tinggi, tetapi lebih bijak jika dikatakan bahwa
keduanya berhubungan dengan tingginya harga diri anak (Santrock,2002)
KEGIATAN BELAJAR 4
Pengaruh Sekolah pada Kepribadian
Peran pendidikan dalam mempengaruhi sikap dan kepribadian seseorang sangat besar. Hal itu
ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari yang tampak riil. Karena pada dasarnya seorang manusia itu
dilahirkan dengan membawa potensi dasar, dan selanjutnya potensi tersebut dikembangkan dengan
pendidikan.
.

A. HASRAT BERPRESTASI

Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menurut Saul W Gellerman (1987) dalam
bukunya Motivation and Productivity, menjelaskan bahwa orang itu konsisten, lebih terarah pada prestasi
dan cenderung berperilaku, seperti: Pertama, jika ditantang akan berusaha makin keras untuk
menghasilkan sesuatu yang lebih baik; Kedua, jika berhasil memenangkan persaingan setelah mencapai
standar yang ditentukan akan merasa puas; Ketiga, lebih menyukai pekerjaan dengan tingkat kesulitan
moderat;

B. MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

Motivasi berprestasi seseorang apakah di sekolah, tempat kerja atau di tempat mana pun dapat dibagi
menjadi dua tipe, yaitu motivasi intrinsik, yang merupakan harapan dalam diri (internal) untuk berhasil
dan melakukan sesuatu untuk diri sendiri; dan motivasi ekstrinsik, yang dipengaruhi oleh penghargaan
atau hukuman dari luar diri (eksternal). Contoh dari kedua motivasi ini, misalnya seorang mahasiswa
bekerja k…

C. ORIENTASI MASTERY DAN ORIENTASI HELPESS

Berkaitan dengan motivasi intrinsik, dan pentingnya usaha dalam mencapai keberhasilan maka orientasi
mastery berperan dalam diri seseorang. Henderson dan Dweck (1990) yang merupakan ahli psikologi
perkembangan menemukan bahwa pada anak-anak dan remaja ditemukan 2 reaksi yang berbeda dalam
menghadapi suatu tantangan. Orientasi helpless (tidak berdaya) menunjukkan anak yang terjebak dalam
pengalaman yang menyulitkan maka mereka menghubungkan kesulitannya dengan
ketidakmampuannya.

Faktor-faktor psikologis apa yang dijumpai pada kedua orientasi tersebut? Tampaknya cara anak
memandang mengenai kecerdasan dan rasa percaya dirimengenai kemampuannya dapat pelajaran.
Namunkita juga perlu meninjau lingkungan keluarga, teman sebaya dan lingkungan belajarnya.

Berdasarkan apa yang telah dibahas, tampaknya guru perlu lebih kreatif dalam menciptakan situasi
belajar mengajarnya, agar siswa terpacu dan termotivasi untuk berhasil. Dengan demikian, dari apa yang
dikemukakan pada bagian terakhir dari Modul 4 ini Anda diharapkan telah memperoleh gambaran yang
lebih jelas mengenai kebutuhan siswa atau anak SD, dan bagaimana meningkatkan motivasi khususnya
MODUL 5
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengertian dan Karakteristik Belajar
Slameto merumuskan pengertian belajar
sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan definisi-definisi belajar tersebut
di atas, maka belajar dapat diartikan sebagai
tindakan atau perubahan perilaku seseorang
yang kompleks, sehingga terjadi perubahan
dalam diri seseorang baik dari segi kognitif,
afektif, atau psikomotor

Slameto (2003: 2) mengartikan bahwa belajar


adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Santrock dan Yussen
(Sugihartono, dkk, (2007: 74) mendefinisikan
belajar sebagai perubahan yang bersifat permanen
karena adanya pengalaman. Sementara itu, Robert
(Sugihartono, dkk, (2007: 74) mengemukakan
bahwa belajar memiliki dua pengertian yaitu proses
memperoleh pengetahuan dan perubahan
kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai
hasil latihan yang diperkuat
KEGIATAN BELAJAR 2
Prinsip-Prinsip Belajar
Pada dasarnya perubahan hasil belajar itu terwujud dalam bentuk perubahan pengetahuan(knowledge),
penguasaan perilaku yang ditentukan (kognitif,afektif dan psikomotor) dan perbaikan kepribadian.
Hanya, ada yang lebih menekankan pada aspek pengetahuan, ada yang lebih menekankan pada aspek
perilaku yang dapat diamati (behavioral), dan ada yang lebih menekankan pada aspek pribadi,
tergantung pada pendekatan atau teori yang digunakan. Sebagai contoh, pendekatan behavioristik atau
teori pengkondisian (conditioning) memiliki prinsip yang tersendiri, berbeda dengan prinsip belajar
pendekatan kognitif atau teori pemrosesan informasi, demikian dengan teori perkembangan kognitif
dari Piaget.

Prinsip ini menandakan bahwa belajar memungkinkan anak untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan dirinya secara utuh, menyangkut seluruh aspek intelektual, sosial, moral, spiritual, dan
emosional. Jadi tidak bersifat pragmentaris (sebagian-sebagian). Ingat, individu berarti suatu kesatuan
jiwa raga yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Belajar juga dapat memenuhi berbagai kebutuhan dirinya
untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan sosio-budayanya, sesuai dengan tingkat dan irama
perkembangannya.

Prinsip ini bukan berarti lingkungan dan kebijakan birokratik lebih penting daripada anak sebagai
individu, melainkan kehadiran lingkungan dan sistem yang kondusif diharapkan dapat memberi
kesempatan kepada anak melakukan eksplorasi dan berkreasi secara individual. Belajar sebagai proses
yang terpadu dapat berfungsi dan berperan secara efektif bilamana dapat diciptakan lingkungan belajar
yang tidak hanya berupa dukungan fasilitas fisik, melainkan juga kebijakan dan dukungan sistem yang
kondusif. Penciptaan suasana belajar yang kondusif sangat penting diperhatikan agar semua potensi
siswa berkembang secara optimal.
.

KEGIATAN BELAJAR 3
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar Anak
di Sekolah
Pendapat para pakar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa di sekolah cukup
bervariasi, antara pakar yang satu dengan yang lainnya mengemukakan rumusan yang berbeda-
beda,tergantung pada penekanannya masing-masing.Dengan menggunakan pendekatan sistem, Abin
Syamsuddin Makmun (1995) mengemukakan 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
siswa di sekolah yaitu;faktor input, faktor proses dan faktor output agar guru dapat memotivasi anak
untuk mencapainya,serta dapat diukur dan menilai tingkatFaktor input (masukan) meliputi: (1) raw input
atau masukan dasar yang menggambarkan kondisi individual anak dengan segala karakteristik fisik dan
psikis yang dimilikinya, (2) instrumental input (masukan instrumental) yang mencakup guru, kurikulum,
materi dan metode, sarana dan fasilitas, (3) environmental input(masukan lingkungan) yang mencakup
lingkungan fisik, geografis, sosial, dan lingkungan budaya. Faktor proses menggambarkan bagaimana
ketiga jenis input tersebut saling berinteraksi satu sama lain terhadap aktivitas belajar anak. Faktor output
adalah perubahan tingkah lakuyang diharapkan terjadi pada anak setelah anak melakukan aktivitas
belajar.

Hubungan antara kegiatan belajar siswa dengan unsur-unsur yang mempengaruhinya itu dapat dilihat
seperti pada gambar di bawah.

Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Kegiatan Belajar Siswa di Sekolah

(Rochman Natawidjaja, (1984)

Penjelasan gambar tersebut adalah:

1. Faktor anak

Anak harus diposisikan sebagai titik sentral dari seluruh proses pembelajaran di sekolah. Anak bukan
bejana kosong dan juga bukan miniatur orang dewasa. Anak adalah individu(kesatuan jiwa raga yang
utuh) yang tengah tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek perkembangannya, meliputi aspek
fisik, intelektual, sosial, moral, spiritual, dan emosional. Anak SD memiliki kebutuhan dan karakteristik
perkembangan yang berbeda dengan kebutuhan dan karakteristik perkembangan

2. Faktor guru

Guru adalah faktor kunci dalam kegiatan belajar anak di sekolah. Guru memiliki peranan yang sangat
penting dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah. Guru adalah manajer pembelajaran, dia
harus menetapkan tujuan pembelajaran, membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran
secara efektif, menguasai materi dan metode pembelajaran, mengevaluasi proses dan hasil belajar,
memotivasi dan membantu tiap anak untuk mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kesempatan yang dimiliki anak. Untuk dapat menjalankan fungsi dan
peranannya secara efektif, guru harus memiliki kompetensi yang dipersyaratkan, meliputi kompetensi
paedagogik,kompetensi profesional,kompetensi sosial,dan kompetensi personal secara terintegrasi.

3. Faktor tujuan

Tujuan adalah sesuatu yang harus dicapai setelah anak melakukan aktivitas belajar. Oleh sebab itu, perlu
Anda catat di sini, meskipun faktor tujuan pembelajaran itu merupakan tingkah laku yang diharapkan
dicapai setelah anak melakukan proses belajar, namun tujuan ini harus ditetapkan dan dirumuskan
sebelum pembelajaran dilaksanakan, jadi tujuan ini harus sudah ditetapkan pada tahap perencanaan
pembelajaran. Rumusan tujuan bisa berupa standar kompetensi yang harus dikuasai oleh anak atau
perilaku yang harus diubah ke arah yang lebih baik.Tujuan harus dirumuskan secara jelas dan terukur
keberhasilan belajar anak.

4. Faktor bahan pelajaran


Bahan pelajaran adalah sesuatu yang harus disusun dan disiapkan sedemikian rupa oleh guru agar
mudah diakses dan dipelajari oleh semua anak. Cakupan materi dan tingkat kesukarannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik perkembangan individu anak. Selain itu materi
pelajaran harus dikemas dengan baik dengan menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dan
kreatif sehingga menantang anak untuk belajar dengan serius tetapi menyenangkan. Dalam konteks
peningkatan mutu pendidikan (termasuk di SD), bahan pelajaran sepenuhnya menjadi kewenangan guru
untuk menyusunnya sesuai dengan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Standar Isi (SI),
dan Standar Kelulusan (SKL) anak SD yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

A. KRITERIA KETUNTASAN BELAJAR

Beranjak dari asumsi itu maka mastery learning memiliki semacam dalil,bahwa anak yang memiliki
kecakapan rata-rata (normal) jika diberi waktu yang cukup untuk belajar, maka anak tersebut akan dapat
menyelesaikan tugas-tugas belajarnya secara tuntas, sepanjang kondisi belajar yang ada memadai.
Dalam konteks ini, sesungguhnya semua anak dapat mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan (oleh
guru) bilamana diberi waktu atau kesempatan yang sesuai dengan tingkat kecakapan dan kecepatannya
masing-masing. Ada anak yang mencapai tingkat penguasaan suatu pokok bahasan dengan baik hanya
dalam kurun waktu 1 - 4 kali pertemuan tatap muka,sementara anak lain harus 1 - 5 kali pertemuan
tatap muka di kelas, ada pula siswa yang dapat mencapai ketuntasan dalam kurun waktu 1-7 kali
pertemuan. Jadi Anda harus melakukan pengulangan dalam topik-topik bahasan tertentu, misalnya
karena ada sejumlah anak yang belum menguasai materi tersebut, padahal penguasaan materi itu
menjadi prasyarat untuk dapat menguasai materi pelajaran selanjutnya.

Ketuntasan belajar atau penguasaan materi pelajaran dapat dirumuskan sebagai fungsi dari waktu yang
disediakan dengan waktu yang dibutuhkan oleh anak. Rumusan matematisnya menjadi seperti berikut.

B. KESULITAN BELAJAR

1. Pengertian,Kriteria,dan Gejala

Istilah "kesulitan” biasanya merujuk pada suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan
dalam mencapai suatu tujuan. Kesulitan belajar dengan demikian dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dalam proses belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan atau
hasil belajar yang ditetapkan. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari oleh anak, mungkin tidak.
Hambatan ini dapat bersifat fisiologis, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.Anak yang mengalami
kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam proses belajarnya sehingga prestasi belajarnya
berada di posisi di bawah dari semestinya (dari patokan yang ditetapkanoleh guru, misalnya 80%).

a. Menurut konsep mastery learning, kegagalan belajar didefinisikan sebagai berikut. Anak
dinyatakan gagal belajar jika dalam waktu tertentu yang ditetapkan oleh guru tidak dapatmencapai
ukuran keberhasilan tingkat penguasaan (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu, misalnya
minimal harus menjawab dengan benar 60% dari jumlah soal yang diberikan atau mencapai angka
enam dalam berbagai mata pelajaran. Anak ini dikategorikan sebagai lower group (kelompok rendah).

b. Anak dinyatakan gagal belajar jika prestasi belajarnya jauh dibawah potensi yang diperkirakan
lebih tinggi dari yang lainnya. Misalnya anak diketahui memiliki kecerdasan 125 (cerdas) tetapi rata-rata
nilainya hanya 6,5. Padahal dengan potensi seperti itu anak diprediksi dapat mencapai nilai rata-rata di
atas 8. Anak ini dikategorikan sebagai anak yang underachiever (potensi tinggi, prestasi rendah).

C. Anak SD dinyatakan gagal dalam belajarnya jika yang bersangkutan tidak dapat mencapai tugas-
tugas perkembangan, yaitu tidak menunjukkan pola tingkah laku yang sesuai dengan usia atau tingkat
perkembangan anak SD,misalnya anak SD itu seharusnya menunjukkan rasa senang dan aktif ambil
bagian dalam permainan bersama ketika bermain dengan kawan-kawannya. Jika ada anak yang tidak
menunjukkan pola tingkah laku seperti itu, berarti dia mengalami kesulitan belajar sosial. Misalnya lagi
anak yang lain bisa menendang bola, sedangkan dia tidak bisa. Anak ini dikategorikan sebagai anak
immature (belum matang).

d. Anak dinyatakan gagal dalam belajarnya jika yang bersangkutan tidak menguasai pengetahuan
prasyarat untuk dapat mempelajari pengetahuan berikutnya. Anak ini dimasukkan sebagai anak belum
matang (immature). Misalnya anak dinyatakan gagal jika orang lain sudah dapat mengoperasikan
pembagian 3, sedangkan dia belum bisa karena perkalian 2 pun belum dia kuasai. Anak ini
dikategorikan sebagai anak slow learner atau immature. Jika hal seperti ini dia alami dalam banyak mata
pelajaran, maka dia dikategorikan sebagai anak yang harus mengulang (repeaters), sehingga mungkin
tidak naik kelas atau harus mengulang pelajaran dari awal lagi.

Berdasarkan kriteria yang diturunkan dari konsep mastery learning tersebut, selanjutnya Abin
Syamsuddin (1992) merangkum pendapat para ahli tentang gejala-gejala seseorang mengalami kesulitan
belajar,yaitu:

a. nilai hasil belajar (nilai hasil ulangan, angka rapor) di bawah rata-rata nilai kelas atau
kelompoknya;

b. nilai hasil belajar tidak sesuai dengan nilai-nilai di kelas sebelumnya;

c. nilai hasil belajar tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya, misalnya anak yang
sebenarnya memiliki kompetensi lebih dari pada teman-temannya dalam pelajaran
Matematika, tetapihanya mendapat nilai cukup atau rata-rata pada mata pelajaran tersebut;

d. lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar di kelas, misalnya orang lain selesai 20
menit, diabaru selesai dalam waktu 40 menit. Atau lambat dalam mengerjakan pekerjaan rumah
(PR), bahkan sering tidak mengerjakan;

e. menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, menentang dan
melawan guru, berpura-pura, berdusta, dan sebagainya.

f.menunjukkan tingkah laku berkelainan seperti membolos, datang ke sekolah sering


terlambat,mengganggu orang lain ketika belajar di kelas dan kegiatan di luar kelas, tidak mau mencatat
pelajaran, mengasingkan diri,menyontek,serta tidak teratur dalam belajar;

g. menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti sering murung, pemarah, mudah
tersinggung, tidak gembira menghadapi situasi permainan yang menyenangkan anak seusianya, tidak
merasa sedih ketika mendapatkan nilai paling rendah,dan sebagainya.

2. Latar Belakang Penyebab

Segala sesuatu di dunia ini terkena hukum sebab akibat. Mengapa anak tertentu mengalami kesulitan
belajar tertentu, misalnya dalam pelajaran berhitung atau matematika, sementara yang lainnya tidak?
Tentu saja ada latar belakang penyebabnya. Ini harus dicari dan ditemukan terlebih dahulu oleh Anda
agar Anda dapat memberikan batuan yang diperlukan. Tanpa menemukan faktor penyebabnya terlebih
dahulu,Anda tidak akan dapat membantu anak tersebut, mungkin bantuan yang Anda berikan tidak

Berikut dikemukakan faktor-faktor yang dapat menjadi latar belakang kesulitan belajar yang dialami oleh
anak SD sebagaimana yang dirangkum oleh Abin Syamsuddin (2002) dari pendapat Loree (1990). Faktor-
faktor yang dapat melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami oleh anak SD dapat dikelompokkan ke
dalam tiga faktor, yaitu(1) faktor stimulus atau disebut juga sebagai learning variables, (2) faktor
organisme atau disebut sebagai organismic variables dan (3) faktor respon atau disebut response
variables.

a. Faktor Stimulus atau pengalaman belajar, meliputi: variabel dan subvariabel sebagai berikut.

1) Variabel metode,dalam arti apakah metode pembelajaran yang digunakan oleh guru
menimbulkan:
(a) kuat lemahnya motivasi untuk belajar;
(b) intensif tidaknya arahan pengajaran;
(c) ada tidaknya kesempatan berlatih atau praktek;
(d) ada tidaknya upaya dan kesempatan untuk memberikan penguatan (reinforcement).

2) Variabel tugas (tasks variables), mencakup


(a) tersedia tidaknya ruangan yang memadai
(b) cukup tidaknya waktu, serta tepat tidaknya penggunaan waktu tersebut untuk belajar;
(c) tersedia tidaknya fasilitas belajar yang memadai;
(d) bagus tidaknya hubungan manusiawi antara guru dengan anak, baik di kelas maupun di luar.

b. Faktor organisme, yaitu anak itu sendiri sebagai individu yang utuh yang dapat meliputi:

1) Karakteristik pribadi
(a) usia;
(b) tingkat kecerdasan;
(c) bakat;
(d) kesiapan dan kematangan untuk belajar.

2) Kondisi psikofisik yang sedang dialami oleh anak pada saat belajar:
(a) perhatian;
(b) persepsi;
(c) motivasi;
(d) keadaan lapar,cape,lelah; kecemasan;
(e) kesiapsediaan.

3) Faktor respon,sebagaimana telah disinggung di atas,meliputi:


(a) kognitif: pengetahuan, pemahaman, konsep-konsep atau keterampilan pemecahan masalah.
(b) tujuan afektif: seperti sikap-sikap,nilai, minat, dan apresiasi.

tujuan tindakan (psikomotor): menulis, bicara, membaca, menggambar, olah raga, menyanyi, kebiasaan
hidup sehat, ketekunan, kerajinan, disiplin, ketaatan pada aturan,kejujuran, kesopanan, dan kebersihan
KEGIATAN BELAJAR 3
.

Anda mungkin juga menyukai