Anda di halaman 1dari 56

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP

KETERAMPILAN PROSES SAINS DASAR DAN HASIL BELAJAR


PESERTA DIDIK PADA KONSEP SISTEM PENCERNAAN MAKANAN
PADA MANUSIA
(Studi Eksperimen di Kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya Tahun
Ajaran 2017/ 2018)

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Sains

(IPTEKS) sekarang ini sudah banyak meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat. Berbagai perkembangan dari IPTEKS telah banyak membantu

meringankan dan mempermudah segala kebutuhan manusia. Dengan berbagai

perkembangan tersebut, diharapkan dapat menghasilkan juga SDM yang

berkualitas dan unggul agar kita dapat bersaing secara global dengan

masyarakat dunia. SDM yang berkualitas dan unggul tentunya di dasarkan dari

mutu pendidikannya. Pendidikan yang bagus dan berkualitas tentunya akan

menghasilkan SDM yang memiliki segala keterampilan sehingga nantinya

keterampilan hidup yang dimiliki akan dijadikan bekal untuk bisa eksis dan

bersaing dengan masyarakat global.

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta

didik agar menjadi manusia yang berpendidikan, berilmu, berakhlak mulia,

sehat, kreatif, mandiri, dan beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa.

Biologi merupakan salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam

rumpun mata pelajaran IPA atau Sains yang dapat mengembangkan

1
2

kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan

masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Aspek kajian Biologi

sangat luas dan menarik untuk dipelajari.

Pada pembelajaran Biologi siswa diajarkan untuk mendapatkan

pengetahuan dengan cara pengumpulan data, analisa, bersikap ilmiah, berpikir

secara rasional dan kritis sehingga terlatih dapat mengahadapi masalah-

masalah yang akan dihadapinya. Namun kenyataannya karena berbagai alasan,

proses pembelajaran pada mata pelajaran Biologi dilapangan dirasa masih

kurang efektif bahkan masih membosankan dan membuat jenuh peserta didik.

Keadaan ini diperparah juga oleh metode pembelajaran di dalam kelas

yang masih cenderung berpusat pada guru (teacher centered). Peserta didik

cenderung pasif dan menerima materi hanya dari satu arah saja, padahal dalam

kurikulum 2013 pembelajaran harus sudah berorientasi pada peserta didik

(students centered), guru hanya berperan sebagai fasilitator saja.

Selain itu, pembelajaran Biologi apabila dilihat dari aspek kognitif

yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi dan

menciptakan, masih belum bisa memenuhi semua aspek tersebut. Pembelajaran

Biologi saat ini masih menitikberatkan pada mengingat dan memahami,

kemudian Biologi masih diajarkan dengan sistem hafalan sehingga kurang

mengembangkan proses berpikir. Seharusnya, pembelajaran Biologi yang baik

adalah pembelajaran yang dilandaskan pada prinsip keterampilan proses,

dimana peserta didik di ajarkan untuk menemukan dan mengembangkan fakta


3

dan konsepnya sendiri maupun untuk mengembangkan konsep atau prinsip

yang telah ada.

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang melibatkan

segenap kemampuan peserta didik dalam memperoleh pengetahuan

berdasarkan fenomena fenomena yang dihadapinya. Kemampuan peserta didik

yang dimaksud adalah keterampilan mengamati, mengelompokkan,

menafsirkan, memprediksi, mengajukan pertanyaan, berhipotesis,

merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep,

berkomunikasi dan melaksanakan percobaan (Rustaman, 2005) (dalam

Wahyudi, Andi, dkk, 2015:6). Keterampilan proses sains penting dalam

pembelajaran saat ini karena, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan

semua konsep dan fakta pada peserta didik, adanya kecenderungan bahwa

peserta didik lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika

disertai dengan contoh yang konkret, penemuan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak, tapi bersifat relatif, dalam

proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari

pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik (Semiawan, 1992) (dalam

Wahyudi, Andi, dkk, 2015:6).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata

pelajaran Biologi SMAN 1 Tasikmalaya, menunjukan bahwa proses

pembelajaran pada mata pelajaran Biologi selama ini masih belum maksimal

karena Biologi sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami oleh
4

siswa karena banyaknya istilah-istilah yang sulit serta proses alam yang rumit.

Dengan anggapan seperti itu mengakibatkan siswa tidak begitu paham dengan

materi yang terkandung di dalamnya. Nilai rata-rata yang diambil dari ulangan

pada materi sistem pencernaan makanan pada manusia tahun ajaran 2016/2017

masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 69,00

sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang harus dicapai adalah

72,00.

Penulis menyimpulkan bahwa proses pembelajaran Biologi yang

berlangsung selama ini masih belum maksimal, khususnya pada konsep Sistem

Pencernaan Makanan pada Manusia. Pada konsep ini banyak sekali

permasalahan yang perlu dikaji dan diselesaikan. Namun peserta didik

kesulitan menganalisis permasalahan yang ada dan cenderung menerima apa

adanya informasi yang disampaikan maupun yang tertulis dalam buku. Ketika

guru mengajukan permasalahan, peserta didik cenderung pasif dalam

mengemukakan ide ataupun gagasan penyelesaian masalah. Hal tersebut

menunjukan rendahnya keterampilan proses sains peserta didik. Dalam proses

pembelajaran pun guru masih berperan aktif di kelas sehingga peserta didik

kurang dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses sainsnya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka keterampilan proses sains

sangatlah penting karena dengan keterampilan proses sains peserta didik akan

mampu bersikap ilmiah dan berpikir secara rasional dalam melakukan suatu

tindakan. Peserta didik juga akan terlatih untuk dapat manghadapi

permasalahan baik pada proses pembalajaran maupun di kehidupan sehari-hari.


5

Untuk itu guru dituntut harus memiliki inovasi dan kreativitas dalam

menentukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan

proses sains peserta didik dan hasil belajarnya dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan

keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik adalah model problem

based learning.

Model pembelajaran berbasis masalah menurut Berd dan Erickson

(Komalasari, Kokom, 2013:59) menyatakan bahwa Pembelajaran berbasis

masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan

berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Dari pernyataan

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran ini

menghadapkan siswa pada permasalahan sebagai dasar dalam pembelajaran

yaitu dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan atau berdasarkan

masalah. Sehingga melatih siswa untuk dapat menggunakan berbagai

keterampilan salah satunya keterampilan proses sains dan mampu

memecahkan masalah dengan tepat.

Keterampilan proses sains dapat terlatihkan karena terjadi aktivitas

ilmiah pada pembelajaran, menurut Masek & Sulaiman (Wahyudi, Andi, dkk

2015:6) Problem Based Learning dapat membuat siswa berfikir kritis/tingkat

tinggi. Keterampilan proses sains akan dikuasai siswa jika siswa mampu

berfikir tingkat tinggi (Meyers, Washburn & Dyer, 2004 (Wahyudi, Andi, dkk,

2015:6). Problem Based Learning menurut ahli tersebut dapat mempengaruhi


6

pengetahuan yang didapatkan siswa mencapai kemampuan metakognisi dan

membuat siswa berfikir tingkat tinggi sehingga keterampilan proses sains dapat

dikuasai siswa, dengan kata lain pengetahuan dan keterampilan proses sains

siswa dapat meningkat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis dapat mengidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. mengapa hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencernaan

makanan pada manusia di SMAN 1 Tasikmalaya kurang memuaskan?;

2. apa saja kesulitan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran pada

konsep sistem pencernaan makanan pada manusia sehingga peserta didik

sulit mengembangkan keterampilan proses sains?;

3. apa penyebab rendahnya keterampilan proses sains peserta didik pada

konsep sistem pencernaan makanan pada manusia?;

4. apakah model pembelajaran problem based learning dapat meningkatan

keterampilan proses sains peserta didik pada konsep sistem pencernaan

makanan pada manusia?;

5. apakah model pembelajaran problem based learning dapat meningkatan

hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada

manusia?; dan

6. adakah pengaruh model pembelajaran problem based learning terhadap

keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep sistem

pencernaan makanan pada manusia di kelas XI MIPA SMAN 1

Tasikmalaya ?.
7

Agar permasalahan tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan,

maka penulis perlu membatasi permasalahan penelitiannya. Adapun

pembatasan masalah ini adalah sebagai berikut:

1. model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

problem based learning;

2. materi yang dijadikan bahan penelitian adalah konsep sistem pencernaan

makanan pada manusia;

3. subjek penelitian adalah peserta didik kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya

tahun ajaran 2017/2018 dengan sample sebanyak dua kelas;

4. hasil keterampilan proses sains yang diperoleh dari hasil pengukuran

instrumen keterampilan proses sains pada konsep Sistem Pencernaan

Makanan pada Manusia dengan aspek yang diukur meliputi mengobservasi,

mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan

mengkomunkasikan

5. hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif meliputi dimensi

pengetahuan yang dibatasi pada jenjang pengetahuan faktual (K1),

pengetahuan konseptual (K2), pengetahuan prosedural (K3), pengetahuan

metakognitif (K4) serta dimensi proses kogintif yang dibatasi pada jenjang

mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4),

dan mengevaluasi (C5).

Berdasarkan keterangan di atas, maka penulis ingin mencoba

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Problem Based Learning

terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar dan Hasil Belajar Peserta Didik
8

pada Konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia (Studi Eksperimen di

Kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2017/2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh model problem based learning

terhadap keterampilan proses sains dasar dan hasil belajar peserta didik pada

konsep sistem pencernaan makanan pada manusia di kelas XI MIPA SMAN 1

Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018?”

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari timbulnya salah pengertian ataupun perbedaan

penafsiran istilah istilah yang digunakan, maka dalam penelitian ini penulis

mendefinisikan beberapa istilah, diantaranya sebagai berikut:

1. hasil belajar peserta didik adalah perubahan tingkah laku peserta didik

setelah mendapatkan pengalaman belajar pada materi sistem pencernaan

makanan pada manusia dan diamati dalam dimensi kognitif yang dibatasi

pada jenjang mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3),

menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5), dengan dimensi pengetahuan

faktual (K1), pengetahuan konseptual (K2), pengetahuan prosedural (K3)

dan pengetahuan metakognitif (K4). Pada penelitian ini hasil belajar peserta

didik dinyatakan dengan skor yang diperoleh peserta didik setelah peserta

didik melakukan post test pada materi sistem pencernaan makanan pada

manusia;
9

2. keterampilan proses sains adalah keterampilan ilmiah yang dapat digunakan

untuk menemukan suatu konsep atau prinsip untuk mengembangkan konsep

yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan

terhadap suatu penemuan. Keterampilan proses sains ini di dalam proses

pembelajarannya tidak hanya belajar semata untuk mendapatkan hasil

belajar yang diinginkan, melainkan peserta didik mampu diantaranya untuk

dapat menjelaskan, memprediksi, menafsirkan serta mengembangkan

kemampuan-kemampuan yang lain menggunakan kemampuan berpikir

tingkat tingginya. Pada penelitian ini aspek keterampilan proses sains dasar

yang diukur adalah mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,

mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Aspek tersebut

disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan yaitu Sistem Pencernaan

Makanan pada Manusia.

3. model problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang

proses pembelajarannya dititik beratkan pada pemecahan suatu

permasalahan yang dirancang berdasarkan permasalahan riil kehidupan

yang bersifat ill-structured (struktur yang tidak teratur). Maksud tidak

terstruktur adalah masalah yang digunakan adalah masalah yang terbuka

dan tidak mengakibatkan terfokus pada satu pemecahan melainkan berbagai

alasan dan pemecahan. Adapun langkah-langkah pembelajaran model

problem based learning adalah sebagai berikut:


10

a. orientasi pada masalah, guru membahas tujuan pembelajaran,

mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi

siswa untuk teribat dalam kegiatan mengatasi masalah;

b. mengorganisasikan siswa untuk belajar, guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait

dengan permasalahannya;

c. investigasi mandiri dan kelompok, guru mendorong siswa untuk

mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan

mencari penjelasan dan solusi;

d. mengembangkan dan menyajikan hasil karya, guru membantu siswa

dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang tepat;

e. menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru

membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan

proses-proses yang siswa gunakan.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model

pembelajaran problem based learning terhadap keterampilan proses sains dan

hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencenaan makanan pada

manusia di kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya.

E. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoretis

a. Sebagai upaya untuk dapat membawa manfaat sekaligus harapan guna

menambah ilmu pengetahuan, khususnya kajian peningkatan


11

keterampilan proses sains dan hasil belajar dengan menggunakan model

pembelajaran problem based learning.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan kreatifitas khususnya

dalam pendidikan sains berupa teori-teori bagi para peneliti dan pihak

lain, serta hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan yang

berharga dalam permasalahan baru yang perlu dikaji lebih lanjut.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Sekolah

1) Memberi masukan kepada sekolah dalam menentukan kebijakan

sekolah dalam upaya meningkatkan keterampilan proses sains serta

kualitas hasil belajar peserta didik melalui pemberian bimbingan

dan motivasi pada guru untuk bisa menggunakan model

pembelajaran yang bervariatif

2) Memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak sekolah dalam

rangka upaya meningkatkan kualitas peserta didik untuk

mempelajari dan memahami suatu materi dalam proses

pembelajaran di kelas dengan kemasan yang membuat peserta didik

dapat aktif, kritis, serta inovatif;

3) Memberikan bantuan pengetahuan mengenai model problem based

learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik.


12

b. Bagi Guru

1) Dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan proses

pembelajaran;

2) Sebagai bahan pertimbangan dan masukkan kepada guru Biologi

khususnya dalam menggunakan model pembelajaran yang

bervariasi di dalam kelas agar transfer ilmu tidak berlangsung satu

arah saja dan juga dapat meningkatkan keterampilan proses sains dn

hasil belajar peserta didik.

c. Bagi Peserta Didik

1) meningkatkan keterampilan proses sains serta meningkatkan hasil

belajar peserta didik;

2) sebagai daya motivasi peserta didik dalam peningkatan ilmu

pengetahuan;

3) memacu peserta didik sehingga mampu berpikir aktif, kreatif, dan

inovatif.

4) meningkatkan daya tarik dan perhatian peserta didik terhadap mata

pelajaran biologi khususnya pada konsep sistem pencernaan

makanan pada manusia

d. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam merancang atau

menyiapkan suatu strategi pembelajaran yang efektif. Sehingga akan

menjadi bekal kelak ketika terjun langsung ke masyarakat menjadi

seorang guru yang profesional.


13

F. Landasan Teoretis

1. Kajian Teoretis

a. Pengertian Hasil Belajar

1) Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu

melalui interaksi dengan lingkungan. Namun kenyataan yang

dipahami sebagaian besar masyarakat, belajar sering diartikan

sebagai suatu kesatuan kegiatan di sekolah yang diajarkan oleh

pendidik di dalam kelas. Ternyata pengertian belajar sangat luas

bukan hanya interaksi yang terjadi di dalam kelas, tetapi interaksi

di luar sekolah termasuk belajar. Berikut beberapa definisi belajar

menurut para ahli dengan berbagai sudut pandang.

Komalasari, Kokom (2017:2) menyatakan bahwa

“belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam


pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam
jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa
perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya
kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu
hal.”

Slameto (2010:2) mengemukakan bahwa “Belajar adalah

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungnnya”.

Hamalik, Oemar (2015:36) “belajar merupakan suatu

proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
14

bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni

mengalami.”

Menurut Sunarno (Komalasari, Kokom, 2017:2) “belajar

merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau

menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya

dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.”

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat

disimpulkan bahwa, belajar merupakan proses perubahan tingkah

laku untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Perubahan

tingkah laku tersebut diperoleh bukan dari mengingat dan

menghafal saja, melainkan dari pengalaman ataupun latihan yang

dialami peserta didik dalam waktu yang relatif lama.

2) Pengertian Mengajar

Bila terjadi proses belajar, maka terjadi proses mengajar.

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk

menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan

memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.

Menurut Dequeliy dan Gazali dalam Slameto (2010:30)

mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan

cara paling singkat dan tepat”.

Mursell, Bagi dalam Slameto (2010:33) mengajar

digambarkan sebagai “mengorganisasikan belajar” sehingga


15

dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau

bermakna bagi siswa.”

Menurut Hamalik, Oemar (2015:36) mengajar adalah

proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya

bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa.”

Menurut Howard, Alvin W dalam Slameto (2010:32)

“mengajar adalah suatu aktifitas untuk mencoba menolong,

membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah

mengembangkan skill, attitude, ideals, (cita-cita), appriciations

(penghargaan) dan knowledge”.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang mengajar diatas,

dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu proses

penciptaan sistem lingkungan untuk menanamkan pengetahuan

dan memungkinkan terjadinya proses belajar yang baik.

3) Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai oleh

peserta didik setelah mengikuti pembelajaran selesai. Hasil belajar

peserta didik biasanya ditunjukan oleh evaluasi atau hasil tes yang

dinyatakan dalam bentuk angka berdasarkan kriteria penilaian.

Mager dalam Rustaman (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:4)

menyatakan bahwa:

hasil belajar seseorang siswa selalu ditanyakan dalam


terbentuknya tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar
yang telah dialami oleh siswa tersebut. Teori inilah yang
dijadikan landasan oleh Bloom dalam mengkategorikan
16

tingkah laku tersebut menjadi tiga ranah (domain), yaitu


ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap dan nilai)
dan ranah psikomotor (keterampilan motorik)

Gagne (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:4) mengemukakan

bahwa:

hasil pembelajaran ialah berupa kecakapan manusiawi


(human capabilities) yang meliputi: 1) informasi verbal; 2)
kecakapan intelektual, yang terdiri dari (a) diskriminasi, (b)
konsep konkrit, (c) konsep abstrak, (d) aturan, dan (e)
aturan yang lebih tinggi; 3) strategi kognitif, (4) sikap; dan
5) kecakapan motorik.

Menurut Sudjana (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:4):

Keberhasilan dalam belajar mengajar dapat diukur dari dua


segi yaitu : segi proses belajar dan hasil belajar. Proses
belajar artinya keberhasilan pengajaran terletak dalam
proses belajar dalam keberhasilan belajar siswa, sedangkan
hasil belajar siswa diperoleh sebagai akibat proses belajar.

Widodo, Ari (2005:3-9) dengan mengutip hasil belajar

yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom yang di revisi oleh

Anderson et.al pada tahun 2011 berpendapat bahwa hasil belajar

ranah kognitif dibagi dalam 2 dimensi, yaitu dimensi pengetahuan

dan dimensi proses kognitif.

1) Dimensi Pengetahuan
a) Pengetahuan faktual: unsur-unsur dasar yang ada dalam
suatu disiplin ilmu tertentu yang biasa digunakan oleh ahli
di bidang tersebut untuk saling berkomunikasi dan
memahami bidang tersebut. Pengetahuan faktual pada
umumnya merupakan abstraksi level rendah.
(1) Pengetahuan tentang terminology yaitu mencakup
pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik
yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap
disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali
terminologi yang khas untuk disiplin ilmu tersebut.
17

(2) Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur


yaitu pengetahuan tentang kejadian tertentu, orang,
waktu, dan sebagainya.
b) Pengetahuan konseptual yaitu saling keterkaitan antara
unsur-unsur dasar dalam
(1) Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori yaitu
mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas,
bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu
bidang ilmu tertentu.
(2) Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi yaitu
mencakup abstraksi dari hasil observasi ke level yang
lebih tinggi, yaitu prinsip atau generalisasi. Prinsip
dan generalisasi merupakan abstraksi dari sejumlah
fakta, kejadian, dan saling keterkaitan antara
sejumlah fakta.
(3) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur yaitu
mencakup pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi dan saling keterkaitan antara keduanya
yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu
fenomena yang kompleks.
c) Pengetahuan procedural yaitu pengetahuan tentang
bagaimana mengerjakan sesuatu.
(1) Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang
berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan
pengetahuan tentang algoritme mencakup
pengetahuan tentang keterampilan khusus yang
diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu
atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
(2) Pengetahuan tentang teknik dan metode yang
berhubungan dengan suatu bidang tertentu mencakup
pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil
konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku
dalam disiplin ilmu tertentu.
(3) Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan
kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan
mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik,
strategi, atau metode harus digunakan.
d) Pengetahuan metakognitif yaitu mencakup pengetahuan
tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang
diri sendiri.
(1) Pengetahuan strategic yaitu mencakup pengetahuan
tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan
memecahkan masalah.
(2) Pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk di
dalamnya pengetahuan tentang konteks dan kondisi
18

yang sesuai mencakup pengetahuan tentang jenis


operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan
tugas tertentu serta strategi kognitif mana yang sesuai
dalam situasi dan kondisi tertentu.
(3) Pengetahuan tentang diri sendiri yaitu mencakup
pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri
sendiri dalam belajar.
2) Dimensi proses kognitif
a) Menghafal (Remember) yaitu menarik kembali informasi
yang tersimpan dalam memori jangka panjang.
(1) Mengenali (Recognizing) yaitu mencakup proses
kognitif untuk menarik kembali informasi yang
tersimpan dalam memori jangka panjang agar dapat
membandingkan dengan informasi yang baru.
(2) Mengingat (Recalling) yaitu menarik kembali
informasi yang tersimpan dalam memori jangka
panjang dengan menggunakan petunjuk yang ada.
b) Memahami (Understand) yaitu mengkonstruk makna
atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru
ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa.
(1) Menafsirkan (interpreting) yaitu mengubah dari satu
bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya,
misalnya dari dari kata-kata ke grafik atau gambar,
atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau
sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata.
(2) Memberikan contoh (exemplifying) yaitu
memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip
yang bersifat umum.
(3) Mengkelasifikasikan (classifying) yaitu Mengenali
bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam
kategori tertentu.
(4) Meringkas (summarising) yaitu membuat suatu
pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau
membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan.
(5) Menarik inferensi (inferring) yaitu menemukan suatu
pola dari sederetan contoh atau fakta
(6) Membandingkan (comparing) yaitu mendeteksi
persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua obyek
atau lebih.
(7) Menjelaskan (explaining) yaitu mengkonstruk dan
menggunakan model sebab-akibat dalam suatu
system.
c) Mengaplikasikan (Applying) yaitu mencakup penggunaan
suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau
mengerjakan tugas.
19

(1) Menjalankan (executing) yaitu menjalankan suatu


prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya.
(2) Mengimplementasikan (implementing) yaitu memilih
dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk
menyelesaikan tugas yang baru.
d) Menganalisis (Analyzing) yaitu menguraikan suatu
permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan
menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-
unsur tersebut.
(1) Menguraikan (differentiating) yaitu menguraikan
suatu struktur dalam bagian-bagian berdasarkan
relevansi, fungsi dan penting tidaknya.
(2) Mengorganisir (organizing) yaitu mengidentifikasi
unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana
unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk
membentuk suatu struktur yang padu.
(3) Menemukan pesan tersirat (attributting) yaitu
menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari
suatu bentuk komunikasi.
e) Mengevaluasi yaitu membuat suatu pertimbangan
berdasarkan kriteria dan standar yang ada.
(1) Memeriksa (Checking) yaitu Menguji konsistensi
atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria
internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk
tersebut).
(2) Mengritik (Critiquing) yaitu menilai suatu karya baik
kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan
kriteria eksternal.
f) Membuat (create) yaitu menggabungkan beberapa unsur
menjadi suatu bentuk kesatuan.
(1) Membuat (generating) yaitu menguraikan suatu
masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai
kemungkinan hipotesis yang mengarah pada
pemecahan masalah tersebut.
(2) Merencanakan (planning) yaitu merancang suatu
metode atau strategi untuk memecahkan masalah
(3) Memproduksi (producing) yaitu membuat suatu
rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk
memecahkan masalah.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan hasil akhir yang diperoleh siswa berupa perubahan

tingkah laku dan kecakapan lainnya termasuk perubahan dalam


20

pengetahuan, minat, dan bakat. yang dibatasi pada jenjang

menghafal (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3),

menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan membuat (C6) dengan

dimensi pengetahuan faktual (K1), konseptual (K2), prosedural

(K3), dan metakognitif (K4).

4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu

faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri

siswa atau faktor lingkungan. Keberhasilan kegiatan belajar akan

tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut

Slameto (2010:54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

peserta didik dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:

1) faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu


yang sedang belajar meliputi: faktor jasmaniah
(kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan)
dan faktor kelelahan (kelelahan secara jasmani dan
rohani); dan
2) faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu.
Meliputi: faktor keluarga (cara orangtua mendidik,
relasi antaranggota keluarga, suasana dirumah,
keadaaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan
latar belakang kebudayaan). Faktor sekolah ( metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah). Faktor masyarakat (kegiatan
siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,
dan bentuk kehidupan masyarakat).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa bukanlah sesuatu


21

yang didapat sendirinya. Akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor,

baik itu faktor intern maupun ekstern. Dan dari setiap faktor tersebut

merupakan sebuah komponen-komponen yang saling berinteraksi dan

saling mempengaruhi dalam mencapai hasil belajar.

b. Keterampilan Proses Sains

1) Pengertian Keterampilan Proses Sains

Pembelajaran yang baik tidak hanya menilai atau melihat

seorang peserta didik dari hasil belajar yang dicapainya semata,

tetapi harus lebih mengembangkan berbagai kemampuan dan

keterampilannya, terutama keterampilan dengan menggunakan

proses dan prinsip keilmuan ilmiahnya.

Berdasarkan pandangan IPA sebagai proses, dalam

pembelajaran lPA saat ini digunakan keterampilan proses. Tawil,

Muh dan Liliasari (2014:8) menyatakan bahwa:

Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS) dapat


diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan
keterampilan-keterampilan intelektual, 21ocial, dan fisik
yang bersumber dari kemampuan kemampuan mendasar
yang pada prinsipnya ialah ada dalam diri siswa.

Senada dengan hal tersebut Kurniawati (Tawil, Muh dan

Liliasari, 2014:8) mengungkapkan bahwa:

Pendekatan keterampilan proses sains adalah pendekatan


yang memberi kesempatan kepada siswa agar dapat
menemukan fakta membangun konsep-konsep, melalui
kegiatan dan atau pengalaman-pengalaman seperti
ilmuwan.
22

Menurut Jufri, Wahab (2017:154) “keterampilan proses

sains merupakan hasil belajar IPA yang dapat dikembangkan

melalui proses latihan melalui rangkaian kegiatan belajar yang

dirancang oleh peserta didik”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pendekatan keterampilan proses menekankan pada penumbuhan

dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa

sehingga mampu memproses infromasi untuk memperoleh fakta,

konsep, maupun pengembangan konsep dan nilai. Sehingga

berbagai kemampuan dan keterampilan proses siswa dapat dilatih

untuk bekal dimasa yang akan datang.

2) Pengukuran Keterampilan Proses Sains

Untuk mengukur keterampilan proses IPA yang dimiliki

siswa dapat dilakuakan dengan bentuk tes tertulis, lisan dan

observasi. Keterampilan proses IPA bukanlah keterampilan tangan

dengan menggunakan proses-proses IPA. Oleh karena itu pokok

ujinya pun dapat berbentuk tes tulis walaupun seringkali

diperlukan alat untuk melengkapi pokok uji tersebut, Darliana,

dalam Duherti (Tawil, Muh dan Liliasari (2014:37)

Pengukuran keterampilan proses memiliki dua

karakteristik, yaitu karakteristik umum dan karakteristik khusus

sebagaimana yang dikemukakan oleh Rustaman, et. Al dalam

Tawil, Muh dan Liliasari (2014:34) yaitu :


23

1. Karakteristik umum
Pembahasan pokok uji pada karakteristik umum lebih
ditunjukan untuk membedakan dengan pokok uji biasa
yang mengukur penguasaan konsep. Karakteristik pokok
uji tersebut yaitu:
a) Pokok uji tidak boleh dibebani konsep (non concept
burdan). Hal ini diupayakan agar pokok uji tersebut
tidak rancu dengan pengukuran penguasaan
konsepnya. Konsep dijadikan kinteks. Konsep yang
terlibat harus diyakini oleh penusun dan pokok uji
sudah tidak asing lagi bagi siswa (dekat dengan
keadaan sehari-hari siswa)
b) Pokok uji keterampilan proses mengandung
sejumlah informasi yang harus diolah oleh
responden atau siswa. Informasi pokok uji dalam
keterampilan proses dapat berupa gambar, diagram,
grafik, data dalam label atau uraian atau objek
aslinya.
c) Seperti pokok uji pada umumnya aspek yang akan
diukur oleh pokok uji keterampilan proses harus
jelas dan hanya mengandung satu apek saja,
misalnya interpretasi.
d) Sebaliknyua ditampilkan gambar untuk membantu
menghadirkan objek.
2. Karakteristik khusus
Pada karakteristik khusus ini jenis keterampilan proses
sains tentu dibahas dan dibandingkan satu sama lain
sehingga jelas perbedaannya karakteristik tersebut lain:
a) Pengamatan: harus dari objek atau peristiwa yang
sesungguhnya.
b) Interpretasi: harus menyajikan sejumlah data untuk
memperlihatkan pola.
c) Klasifikasi: harus ada kesempatan mencari/
menemukan persamaan, perbedaan, atau diberikan
kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokan
atau ditentukan jumlah kelompok yang harus
terbentuk.
d) Prediksi: harus jelas pola atau kecenderungan untuk
dapat mengajukan dugaan atau ramalan.
e) Berkomunikasi : harus ada satu bentuk pernyataan
tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lainnya,
misalnya bentuk uraian ke bentuk bagan, atau tabel
ke bentuk grafik.
f) Berhipotesis: harus dapat merumusakan perumusan
dugaan atau jawaban sementara, atau menguji
pertanyaan yang ada dan mengandung hubungan
24

dua variabel atau lebih, biasanya mengandung cara


kerja untuk menguji atau membuktikan.
g) Merencanakan percobaan atau penyelidikan: harus
memberi kesempatan untuk mengusulkan gagasan
berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan,
urutan prosedur yang harus ditempuh, menentukan
peubah (variabel), mengendalikan variabel.
h) Menerapkan konsep atau prinsip: harus memuat
konsep/prinsip yang akan diterapkan tanpa
menyebutkan nama konsepnya.
i) Mengajukan rumusan masalah: harus memunculkan
sesuatu yang mengherankan, mustahilm tidak biasa
atau kontadiktif agar responden/siswa termotivasi
untuk bertanya.

3) Indikator Keterampilan Proses Sains

Untuk mengukur sejauh mana keberhasilan keterampilan

proses sains peserta didik maka harus diperhatikan beberapa

indikator dari keterampilan proses sains. Menurut Tawil, Muh dan

Liliasari (2014:37), indikator keterampilan proses sains meliputi :

a) Mengamati/observasi
Menggunakan berbagai indera;
mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan;
b) Mengelompokan/klasifikasi
Mencatat setiap pengalaman secara terpisah; mencari
perbedaan; persamaan; mengontraskan ciri-ciri;
membandingkan; mencari dasar pengelompokan atau
penggolongan;
c) Menstrasfer/interpretasi
Menghubung-hubungkan hasil pengamatan;
menemukan pola/keteraturan dalam suatu seri
pengamatan; menyimpulkan;
d) Meramalkan/prediksi
Menggunakan pola-pola atau keteraturan hasil
pengamatan; mengemukakan apa yang mungkin terjadi
pada keadaan yang belum terjadi;
e) Melakukan komunikasi
Memprediksikan atau menggambarkan data empiris
hasil percobaan/pengamatan denan grafik/label
diagram atau mengubahnya dalam bentuk salah
satunya; menyusun dan menyampaikan laporan secara
25

sistematis dan jelas; menjelaskan hasil


percobaan/penyelidikan; membaca grafik atau labe;
atau diagram; mendiskusikan hasil kegiatan suatu
masalah/peristiwa;
f) Mengajukan pertanyaan
Bertanya apa, bagaimana dan mengapa; bertanya untuk
meminta penjelasan; mengajukan pertanyaan yang
berlatar belakang hipotesis;
g) Mengajukan hipotesis
Mengetahui bahwa ada lebih dari suatu kemungkinan
penjelasan dari suatu kejadian; menyadari bahwa satu
penjelasan perlu diuji kebenarnya dengan memperoleh
bukti lebih banyak atau melakukan cara pencegahan
masalah;
h) Merencanakan percobaan/penyelidikan
Menentukan alat, bahan, atau sumber yang akan
digunakan; menentukan variabel atau faktor-faktor
penentu; menentukan apa yang akan diatur, diamati,
dicatat; menentukan apa yang akan dilaksanakan
berupa langkah kerja;
i) Mengginakan alat/bahan/sumber
Memakai alat dan atau bahan atau sumber; mengetahui
alasan mengapa menggunakan alat atau bahan/sumber;
j) Menerapkan konsep
Menggunakan konsep/prinsip yang telah dipelajari
dalam situasi baru; menggunakan konsep/prinsip pada
pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang
terjadi;
k) Melaksanakan percobaan/penyelidikan
Penilaian proses dan hasil belajar IPA menuntut teknik
dan cara-cara penilaian yang lebih konferhensif
(Stiggins, 1994). Disamping aspek hasil belajar yang
dinilai harus menyeluruh yaitu aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor, teknik penilaian dan instrumen
penilaian seyogyanya lebih bervariasi. Hasil belajar
dapat dibedakan menjadi pengetahuan (knowladge),
penalaran (reasoning), keterampilan (skills), hasil
karya (product) dan afektif (affective).

c. Model Pembelajaran Problem Based Learning

1) Model pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu pola yang digunakan

sebagai pedoman di dalam merencanakan dan melaksanakan


26

pembelajaran di dalam kelas. Komalasari, Kokom (2014:57)

menyatakan “Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik

dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu

kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan

model pembelajaran”.

Trianto (2015:51) menyatakan bahwa “model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial.”

Abidin, Yunus (2014:117) “model pembelajaran dapat

diartikan sebagai suatu konsep yang membantu menjelaskan proses

pembelajaran, baik menjelaskan pola pikir maupun pola tindakan

pembelajaran tersebut.”

Yulaenawati (Abidin, Yunus, 2014:117) menyatakan bahwa

“Model pembelajaran menawarkan struktur dan pemahaman desain

pembelajaran dan membuat para pengembang pembelajaran

memahami masalah, merinci masalah, ke dalam unit-unit yang

mudah diatasi, dan menyelesaikan masalah pembelajaran.”

Berdasarkan beberapa pernyataan para ahli diatas, maka

penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu

kerangka prosedural yang sistematis dan terarah, yang berfungsi

sebagai pedoman bagi para pengajar dalam melakukan aktivitas

mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dan


27

menjadi pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan

pembelajaran agar pembelajaran di dalam kelas lebih variatif..

2) Model Problem Based Learning


Model problem based learning merupakan salah satu model

yang termasuk kedalam kurikulum 2013 dan banyak dikembangkan

dan diterapkan pada saat ini. Ada beberapa pengertian yang

dikemukan oleh para ahli mengenai PBL ini.

Menurut Barrows, Howard dan Kelson (Amir, Taufiq,

2015:21)

Problem based learning (PBL) adalah kurikulum dan proses


proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, diracang
masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan
pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam
memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri
serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.... .

Rumusan dari Dutch (Amir, Taufik, 2015:21) menyatakan

bahwa:

PBL merupakan metode instruksional yang menantang


mahasiswa agar “belajar untuk belajar”, bekerjasama dalam
kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata.
Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan
serta kemampuan analisis mahasiswa dan inisiatif atas materi
pelajaran. PBL mempersiapkan mahasiswa untuk berpikir
kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan
sumber pembelajaran yang sesuai.

Sedangkan Berd dan Erickson (Komalasari, Kokom,

2013:59) menegaskan bahwa

Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)


merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan
berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin
ilmu.
28

Wisudawati, Asih Widi dan Sulistyowati, Eka (2017:88) “

Problem Based Learning atau PBL digunakan untuk mendukung

pola berpikir tingkat tinggi (HOT atau higher-order thinking) dalam

situasi yang berorientasi masalah, termasuk belajar “how to learn”.

Jadi berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa model problem based learning merupakan suatu

model pembelajaran yang diawali dengan pemberian suatu masalah

dimana peserta didik malakukan kerjasama di dalam kelompoknya

untuk nantinya peserta didik dapat memecahkan suatu masalah

tersebut dengan berbagai keterampilan dan kemampuan yang

dimilikinya. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat terlatih

untuk dapat menggunakan keterampilan proses sainsnya dan

diharapkan peserta didik dapat memecahkan permasalahan yang

dihadapi dikehidupan sehari-hari.

Problem based learning mempunyai beberapa karakteristik

yang menjadi ciri khas dari pembelajaran tersebut. Karakeristik dari

model problem based learning menurut Tan (Amir, Taufiq, 2015:22)

adalah sebagai berikut:

a) Masalah digunakan sebagai awal pemebelajaran;


b) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah
dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-
structured);
c) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple
perspective);
d) Masalah membuat pelajar tertantang untuk mendapatkan
pembelajaran di ranah pembelajaran baru;
29

e) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed


learning);
f) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi,
tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta
penggunaan pengtahuan ini menjadi kunci penting;
g) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan koopertif.
Pelajar bekerja kelompok, berinteraksi, saling
mengerjakan (peer teaching), dan melakukan persentasi.

3) Sintaks Model Problem Based Learning


Arends, dalam Wisudawati, Widi Asih dan Sulistyowati

(2017: 91) menyebutkan bahwa ada lima fase atau tahapan dalam

sintaks problem based learning. Kelima fase problem based

learning dan perilaku yang dibutuhkan dari guru untuk masing-

masing fasenya dirangkum dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1
Sintaks Problem Based Learning menurut Arends
Fase Perilaku Guru
Fase 1 : Memberikan orientasi Guru membahas tujuan
suatu masalah pada pembelajaran,
peserta didik (orient mendeskripsikan dan
student to the memotivasi peserta didik
problem) untuk teribat dalam kegiatan
mengatasi masalah.
Fase 2 : Mengorganisasi Guru membantu peserta didik
peserta didik untuk untuk mendefinisikan dan
meneliti (organize mengorganisasikan tugas-
student for study) tugas belajar yang terkait
dengan permasalahannya.
Fase 3 : Mendampingi dalam Guru mendorong peserta didik
penyelidikan sendiri untuk mendapatkan informasi
maupun kelompok yang tepat, melaksanakan
(assist independet and eksperimen, serta mencari
group investigation) penjelasan dan solusi.
Fase 4 : Mengembangkan dan Guru membantu peserta didik
mempresentasikan dalam merencanakan dan
hasil (develop and menyiapkan hasil-hasil yang
present article and tepat, seperti laporan, rekaman
exhibits) video, serta model-model, dan
membantu mereka untuk
30

Fase Perilaku Guru


menyampaikannya kepada
orang lain.
Fase 5 : Analisis dan evaluasi Guru membantu peserta didik
dari proses pemecahan untuk melakukan refleksi
masalah (analyze and terhadap investigasinya dan
evaluate the problem- proses-proses yang mereka
solving process) gunakan.
Sumber : Arends dalam Wisudawati, Widi Asih dan
Sulistyowati (2017: 91)

4) Kelebihan Model Problem Based Learning


Problem based learning tentunya mempunyai kelebihan

Delisle (Abidin, Yusuf 2014:162) menyebutkan bahwa ada

kelebihan pada problem based learning sebagai berikut:

a) problem based learning berhubungan dengan situasi


kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi
bermakna
b) problem based learning mendorong siswa untuk belajar
secara aktif;
c) problem based learning mendorong lahirnya berbagai
pendekatan belajar secara interdisipliner;
d) problem based learning memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memilih apa yang akan dipelajari dan
bagaimana pembelajaranya
e) problem based learning mendorong terciptanya
pembelajaran kolaboratif;
f) problem based learning diyakini mampu meningkatkan
kualitas pendidikan;
g) problem based learning mampu mengembangkan
motivasi belajar siswa;
h) problem based learning mendorong siswa untuk mampu
mendorong berpikir tingkat tinggi;
i) problem based learning mendorong siswa
mengoptimalkan kemampuan metakognitipnya.
j) problem based learning menjadi pembelajaran yang
beramakna sehingga mendorong siswa memiliki rasa
percaya diri yang tinggi dan mampu belajar secara
mandiri.
31

5) Kelemahan Model Problem Based Learning


Selain memiliki banyak keunggulan, ternyata model problem

based learning juga memiliki beberapa kelemahan. Adapun

beberapa kelemahan yang dikemukakan oleh Sanjaya, Wina (2010)

diantaranya sebagai berikut:

a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak


mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari
sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba
b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem
solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

6) Manfaat Model Problem Based Learning

Smith (Amir, Taufiq 2009:27) menyatakan bahwa

Ada beberapa manfaat dari problem based learning yaitu


meningkatkan kecakapan pemecahan masalahnya, lebih
mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat
pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik,
mendorong mereka penuh pemikiran, membangun
kemampuan kepemimpinan dan kerjasama, kecakapan
belajar, dan memotivasi pemelajaran.
32

d. Deskripsi Materi Konsep Sistem Pencernaan Makanan Pada

Manusia

1) Pengertian Sistem Pencernaan Makanan

Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan

dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta

memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang

sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-organ

pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan

jenisnya tergantung dari bahan makanan yang akan dicerna oleh

tubuh. Zat makanan yang dicerna akan diserap oleh tubuh dalam

bentuk yang lebih sederhana.

Proses pencernaan makanan pada manusia terjadi secara

mekanik dan kimiawi. Tahapan pencernaan terjadi melalui empat

tahap, yaitu penelananan (ingesti), pencernaan (digesti), penyerapan

(absorpsi), dan pembuangan (egesti).

Menurut Sloane, Ethel (2013:281) “fungsi utama sistem

pencernaan adalah menyediakan makanan, air, elektrolit bagi tubuh

dan nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi”.

Beberapa pengertian umum mengenai proses pencernaan

yang dikemukakan Sloane, Ethel (2013:281) yaitu:

Ingesti adalah masuknya makanan kedalam mulut, disini


terjadi proses pemotongan terjadi proses pemotongan dan
penggilingan makanan yang dilakukan secara mekanik oleh
gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum
ditelan (menelan); peristaltis adalah gelombang kontraksi
otot polos involunter yang menggerakkan makanan tertelan
33

melalui saluran pencernaan; digesti adalah hidrolisis kimia


(penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil sehingga
absorbsi dapat berlangsung; absorpbsi adalah pergerakan
produk akhir pencernaan dari lumen saluran pencernaan
kedalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh. Egasti adalah proses eliminasi
zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga bakteri dalam bentuk
feses dan saluran pencernaan;

Secara umum, pencernaan makanan pada manusia melalui

proses, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Apabila

disimpulkan pencernaan mekanik adalah pencernaan yang

dilakukan oleh gigi didalam mulut, sedangkan pencernaan kimiawi

adalah pencernaan yang melibatkan enzim yang terjadi mulai dari

mulut, lambug, dan usus.

Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan

organ-organ pencernaan, terdiri dari mulut (cavum oris),

kerongkongan (oesophagus) lambung (ventrikulus), usus halus

(intestineum tenue), usus besar (colon), dan anus.

Sedangkan menurut Suharsono dan Popo Musthofa Kamil

(2012:42) :

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ-


organ pencernaan yang berkaitan/tambahan. Saluran
pencernaan merupakan suatu saluran yang panjang
berkelanjutan dari mulut sampai ke anus, bagian-bagiannya
terdiri dari:
a) Mulut (oris)
b) Faring
c) Oesphagus
d) Ventriculus
e) Duodenum
f) Jejenum
g) Ileum
34

h) Colon
i) Rectum
Sedangkan organ-organ terkait terdiri dari:
a) Tiga kelenjar di dalam cavum oris
b) Gigi dan ludah
c) Hepar dengan vesica valeanya
d) Pancreas.

Sedangkan kelenjar pencernaan berfungsi menghasilkan

enzim-enzim Yang dibutuhka dalam proses pencernaan. Kelenjar

pencernaan terdapat di dalam air liur atau ludah, lambung, pankreas,

dan hati (hepar).

Proses pencernaan makanan pada tubuh manusia dapat

dibedakan atas dua macam, yaitu:

a) Proses pencernaan secara mekanik

Yaitu proses perubahan makanan dari bentuk besar atau

kasar menjadi bentuk kecil dan halus. Pada manusia dan

mamalia umumnya, proses pencernaan mekanik dilakukan

dengan menggunakan gigi.

b) Proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis)

Yaitu proses peribhan makanan dari zat yang kompleks

menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan menggunakan

enzim. Enzim adalah zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh yang

befungsi mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam tubuh.

2) Organ Pencernaan Makanan

Sistem pencernaan terdiri atas suatu saluran panjang yaitu

saluran cerna dimulai dari mulut sampai anus, dan kelenjar-kelenjar


35

yang berhubungan seperti air liur, hati, pankreas, yang letaknya

diluar slauran tetapi menghasilkan sekret melaui sistem duktus

masuk kedalam saluran tersebut.

Bagian-bagian dari sistem pencernaan terdiri dari mulut

(oris), faring, esophagus, ventriculus, duodenum, jejenum, ileum,

colon, dan rectum. Sedangka organ-organ terkait terdiri dari tiga

kelenjar didalam cavum oris, gigi dan lidah, hepar dan visecavalea

dan pankreas. Berikut ini adalah penjelasan dari saluran-saluran

pencernaan dan organ-organ pencernaan yang berkaitan atau

tambahan.

a) Mulut (oris)

Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai dari

dalam mulut. Didalam rongga mulut terdapat gigi (denta), lidah

(lingua) dan tempat bermuaranya kelenjar ludah yang membantu

proses pencernaan.

b) Faring

Faring merupakan organ penghubung antara rongga mulut

dengan kerongkongan atau esofagus

c) Esophagus

Menurut Setiadi (2007:69) “Esophagus merupakan

saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung”. Panjang

kerongkongan sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter


36

sekitar 2,54 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di

bawah lambung.

d) Ventriculus (lambung)

Menurut Irmaningtyas (2003;265) :

Ventrikulus adalah organ pencernaan yang berbentuk


seperti huruf J, terletak di rongga perut bagian atas sebelah
kiri, bawah diafragma. Lambung terdiri dai 4 bagian, yaitu
kardia, fundus, badan, dan pilorus.
e) Usus halus

Usus halus merupakan tempat pencernaan dan

penyerapan nutrisi.

f) Duodenum (Usus 12 Jari)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari

usus halus lambung dan menghubungkannya ke usus kosong.

g) Colon (Usus Besar)

Merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari

usus halus.

h) Anus / Rectum

Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.

3) Proses Pencernaan Makanan

a) Pencernaan dalam Mulut

b) Pencernaan dalam Lambung

c) Pencernaan dalam Usus

4) Kelainan Pada Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia

a) Parotis epidemika
37

b) Konstipasi

c) Pankreasitis

d) Diare

e) Apendicitis

f) Disfagia

g) Enteritis

h) Kolik

i) Ulkus

j) Parotis

k) Peritonitis

e. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan menggunakan model problem

based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar

peserta didik pernah dilakukan oleh Wahyudi, Andi dkk (2014). Dari

penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa problem based learning

berpengaruh signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa dan

berpengaruh signifikan juga terhadap hasil belajar biologi ranah

pengetahuan, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil

belajar Biologi ranah sikap kelas X SMA Negeri Jumapolo.

Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Rahmad Kono

dkk (2016) di SMA Negeri 1 Sigi. Penelitian yang dilakukan

menghasilkan kesimpulan bahwa model pembelajaan problem based

learning (PBL) memiliki pengaruh terhadap keterampilan proses sains


38

siswa pada materi laju reaksi. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan keterampialn proses sains yang lebih baik teradap

siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui model problem based

learning dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran secara

konvesional.

G. Kerangka Pemikiran

Hasil belajar merupakan perubahan segala aspek dari seorang individu

setelah melewati suatu proses yang cukup panjang mencakup perubahan

pengetahuan, sikap, minat maupun keterampilan. Proses belajar bagi setiap

individu tentu berbeda satu sama lain karena setiap individu memiliki karakter

yang berbeda-beda, termasuk juga karakter pada saat mengikuti pembelajaran.

Proses pembelajaran di dalam kelas pada umumnya masih didominasi

oleh guru. Peserta didik pada dasarnya hanya menerima informasi satu arah

dari pendidik saja, sehingga proses pembelajaran yang dirasakan oleh peserta

didik hanya sebuah proses pembelajaran yang membosankan, membuat jenuh

dan membuat mata pelajaran Biologi menjadi mata pelajaran yang menakutkan

dan tidak disukai. Kurangnya keaktifan peserta didik dalam proses belajar

mengajar menyebabkan peserta didik merasa tidak tertarik dan tertantang untuk

mengemukakan ide- ide yang dimiliki dan membuat keterampilan proses sains

nya tidak pernah diajarkan. Akibatnya berdampak pada hasil belajar peserta

didik yang kurang memuaskan dan kurangnya keterampilan-keterampilan yang

dimiliki peserta didik salah satunya adalah keterampilan proses sains.


39

Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat

menstimulus peserta didik untuk bisa mengembangkan kemampuan berpikir

tingkat tinggi, karena dengan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi

maka peserta didik akan terlatih untuk bisa menggunakan keterampilan proses

sainsnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan proses sains adalah model

problem based learning.

Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang

menitikberatkan pada pemecahan masalah yang bersifat nyata. Model

pembelajaran ini menuntut siswa untuk terus berpikir dan mencari solusi agar

permasalahan yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik dengan cara-cara

ilmiah sehingga kemampuan-kemampuan yang ada pada diri peserta didik

dapat menonjol dan bisa menjadi sebuah kelebihan untuk nantinya digunakan

sebagai bekal dalam menjalani kehidupan yang sebenarnya. Model problem

based learning bersifat kontekstual dan kolaboratif. Bersifat kontektual artinya

materi yang dipelajari dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, baik dalam

lingkungan sekolah maupun masyarakat. Sedangkan bersifat kolaboratif

artinya dalam proses pembelajarannya siswa dituntut harus mampu bekerja

sama dengan teman kelompoknya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut, diduga ada pengaruh model problem

based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta

didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia di kelas XI MIPA

SMAN 1 Tasikmalaya.
40

H. Hipotesis

Agar penelitian dapat terarah dan sesuai dengan tujuan, maka

dirumuskan hipotesis atau jawaban sementara sebagai berikut:

H0 : tidak ada pengaruh model problem based learning terhadap

keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep

Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia di kelas XI MIPA

SMAN 1 Tasikmalaya.

Ha : ada pengaruh model problem based learning terhadap keterampilan

proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep Sistem

Pencernaan Makanan pada Manusia di kelas XI MIPA SMAN 1

Tasikmalaya.

I. Prosedur Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah true

experimental. Menurut Arikunto, Suharsimi (2014:125) bahwa “true

experimental, yaitu eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah

memenuhi persyaratan. Yang dimaksud dengan persyaratan dalam

eksperiman adalah adanya kelompok lain yang tidak dikenal eksperimen

dan ikut mendapatkan pengamatan”.

2. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2017:38) variabel penelitian pada dasarnya

adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
41

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian di tarik kesimpulannya.”

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu:

a. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu keterampilan proses

sains dan hasil belajar peserta didik.

b. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu model problem based

learning.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Sugiyono (2017:80) mengatakan bahwa “populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI MIPA

SMAN 1 Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018 sebanyak 8 kelas yaitu

dari kelas XI MIPA 1 sampai dengan kelas XI MIPA 8, dengan jumlah

siswa sebanyak 299 orang.

Tabel 2
Jumlah Seluruh Siswa Kelas XI Tahun Ajaran 2017/2018

No. Kelas Jumlah Siswa


1. XI MIPA 1 38 orang
2. XI MIPA 2 38 orang
3. XI MIPA 3 38 orang
4. XI MIPA 4 38 orang
42

5. XI MIPA 5 37 orang
6 XI MIPA 6 37 orang
7 XI MI8A 7 38 orang
8 XI MIPA 8 35 orang
Jumlah 299 orang
Sumber: Tata Usaha (TU) SMAN 1 Tasikmalaya

Populasi dianggap memiliki kemampuan yang relatif sama

berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian mata pelajaran Biologi

semester 2, sehingga penulis menduga keadaan populasi homogen.

b. Sampel

Sampel menurut Arikunto, Suharsimi (2014:174) adalah

“sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut

Sugiyono (2017:81) menyatakan bahwa “sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Dikarenakan populasi dalam penelitian ini ada 8 kelas, maka

dalam penelitian ini sampel yang diambil dilakukan dengan

menggunakan teknik cluster random sampling. Teknik cluster random

sampling digunakan agar peneliti memberi hak yang sama kepada setiap

subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi, melalui langkah-

langkah sebagai berikut:

1) membuat gulungan kertas berisi tulisan nama kelas sebanyak 8 buah

yaitu dari kelas XI MIPA 1 sampai XI MIPA 8;

2) memasukkan gulungan kertas ke dalam gelas;

3) mengocok gelas yang berisi gulungan kertas yang bertuliskan nama

kelas;
43

4) mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai didapatkan sampel

kelas pertama; dan

5) mengocok dan mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai

didapatkan sampel kelas kedua.

Selain pengambilan sampel, dilakukan juga penentuan perlakuan

pada sampel dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) membuat gulungan kertas sebanyak dua buah berisi tulisan kelas

Eksperimen yaitu menggunakan treatment model problem based

learning dan kelas kontrol yaitu menggunakan treatment model

konvensional atau langsung.

2) kedua kertas yang bertuliskan model dimasukan ke dalam gelas

kedua; dan

3) mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai didapatkan sampel

pelakuan pertama; dan

4) mengocok dan mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai

didapatkan sampel perlakuan kedua.

4. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Control group pre-test post-test. Menurut Sugiyono (2017:76)

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random,
kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah
perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Hasil pretest yang baik bila kelompok eksperimen tidak berbeda
secara signifikan. Pengaruh perlakuan adalah (O2-O1) – (O4-O3).
Pola dari desain penelitian dirumuskan sebagai berikut:
44

Kelompok A R _____O1_________X______O2
Pola:
Kelompok B R _____O3_____________________O4

Keterangan :
A = Kelompok eksperimen
B = Kelompok kontrol
R = Randomisasi
K (KK) 03 04
O1 = pretest pada kelas ekperimen
O2 = posttest pada kelas eksperimen
O3 = pretest pada kelas kontrol
O4 = posttest pada kelas kontrol
X = treatmen dengan menggunakan model pembelajaran
problem based learning.
5. Langkah-langkah Penelitian

Prosedur penelitain yang dilakukan dibagi dalam dua tahap yaitu

tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan merupakan tahap

awal dalam persiapan melakukan penelitian, sedangkan tahap pelaksanaan

merupakan kegiatan pada saat penelitian di lapangan.

a. Tahap persiapan, yang meliputi :

1) mendapatkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Siliwangi mengenai penetapan bimbingan

skripsi;

2) mempersiapkan judul dan melakukan observasi awal ke sekolah

untuk melihat kemungkinan pelaksanaan penelitian;

3) mengkonsultaskani judul dan permasalahan yang akan diteliti

dengan pembimbing I dan II;

4) mengajukan judul ke Dewan Bimbingan Skripsi (DBS);


45

5) menyusun proposal penelitian dan dengan dibimbing oleh

pembimbing I dan II;

6) melaksanakan bimbingan proposal;

7) mengkonsultasikan dengan pembimbing I dan II untuk memperbaiki

proposal penelitian;

8) mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian. Salah satunya

dengan meminta surat pengantar penelitian dari Dekan FKIP

Universitas Siliwangi ditujukan kepada Kepala Sekolah SMAN 1

Tasikmalaya;

9) menyusun instrumen penelitian dan memperbanyak instrument;

10) melaksanakan uji coba instrumen penelitian;

11) mengelola hasil uji coba instrument dan memperbanyak instrumen

penelitian.

b. Tahap pelaksanaan, yang meliputi:

1) melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas XI SMAN 1 dengan

menggunakan model problem based leaning dan dilakukan

sebanyak 2 kali pertemuan;

2) melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas XI SMAN 1 sebanyak

dengan menggunakan pembelajaran langsung dan dilakukan

sebanyak 2 kali pertemuan;

3) melakukan tes keterampilan proses sains dan tes akhir tentang

konsep sistem pencernaan makanan pada manusia pada akhir


46

pertemuan di kelas yang menggunakan model problem based

learning;

4) melakukan tes keterampilan proses sains dan tes akhir tentang

konsep sistem pencernaan makanan pada manusia pada akhir

pertemuan di kelas yang menggunakan pembelajaran langsung.

c. Tahap pengolahan

Pada tahap ini melakukan pengolahan dan analisis data terhadap

tes keterampilan proses sains dan hasil belajar yang diperoleh dari

penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan alam penelitian ini

adalah teknik tes. Tes dilaksanakan sebelum (pretest) dan setelah (posttest)

proses pembelajaran pada materi yang dibahas selesai. Tes yang digunakan

pada penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains dalam bentuk

uraian/essay dan tes akhir belajar yang berupa pilihan majemuk dengan 5

option, dan berjumlah 50 butir soal. Tujuan dari pelaksanaan tes ini adalah

untuk memperoleh data keterampilan proses sains dan untuk mengetahui

sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dilakukan oleh peserta didik.

7. Instrumen Penelitian

a. Konsepsi

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes

keterampilan proses sains pada konsep sistem pencernaan makanan pada

manusia. Bentuk tes berupa soal uraian sebanyak 20 butir soal.


47

Keterampilan proses sains peserta didik pada penelitian ini di ukur pada

enam indikator yaitu mengobservasi, mengkomunikasikan, mengajukan

pertanyaan, mengajukan hipotesis, merencanakan percobaan dan

menggunakan alat/bahan.

Tabel 3
Kisi-Kisi Instrument Penelitian Keterampilan Proses Sains
Konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia
No Indikator Sub indikator Materi No. soal Jumlah

Kemudian instrumen yang digunakan dalam penelitian ini juga

menggunakan tes hasil belajar peserta didik pada materi Sistem

Pencernaan Makanan Pada Manusia dengan jumlah soal sebanyak 50

butir soal. Tes berbentuk pilihan ganda dengan 5 option. Hasil belajar

yang diukur adalah ranah kognitif yang dibatasi hanya pada tingkat

mengingat (C1), mengerti (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), dan

mengevaluasi (C5) dengan dimensi pengetahuan faktual (K1), konseptual


48

(K2), prosedural (K3), metakognitif (K4). Selanjutnya setiap jawaban

benar diberikan skor 1 (satu) dan apabila salah diberi skor 0 (nol).

Tabel 4
Kisi-Kisi Soal
Pada Materi Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia

Aspek Kognitif
Pokok Dimensi
No. Jumlah
Bahasan Pengetahuan
C1 C2 C3 C4 C5
6, 12,
Organ K1 14, 21, 28 6
Sistem 48
Pencernaan
1. 11,
Makanan K2 8, 23, 5
16, 33
Pada
3
Manusia K3 27 17, 27,

K4
7, 43,
K1 3, 46 5
45
1, 2,
4, 9,
Proses 10,
Sistem 12,
2. Pencernaan K2 49 22, 20, 47 15
Makanan 35,
Pada 36,
Manusia 38,
42, 50
13,
30,
K3 5, 32 40, 9
37, 39
41, 44
K4 26 1

Kelainan K1 18, 25 31 3
Pada Sistem
Pencernaan
3. K2 23, 29 2
Makanan
Pada
Manusia K3 15,30 24 3

K4
49

Jumlah 11 21 11 8 1 50

b. Uji Coba Instrumen

Tujuan dilaksanakannya uji coba instrumen pada penelitian ini

adalah untuk mengetahui apakah instrumen yang telah di susun tersebut

memiliki validitas dan reliabilitas yang baik atau tidak. Uji coba

instrument penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI MIPA SMAN 1

Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018. Uji coba instrumen meliputi

uji validitas butir soal dan uji reliabilitas.

1) Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menentukan tingkat kecocokan

antara hasil tes dengan kriteria yang telah ditentukan. Menurut

Arikunto, Suharsimi (2014:211)

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-


tingkat ke validan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu
instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi.
Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki
validitas rendah.

Uji validitas tiap butir soal menggunakan teknik korelasi

product moment yang dikemukakan oleh Suharsimi, Arikunto. (2010

: 211)

N  XY   X  Y 

rxy = N  X 2

  X 2 N  Y 2   Y 2 
Keterangan :
rxy = Validitas soal
N = Jumlah siswa
x = Jumlah betul setiap soal
y = Jumlah betul seluruh soal setiap siswa
50

∑x = Jumlah betul dalam satu soal


∑y = Jumlah total betul seluruh siswa

Tabel 5.
Koefisien Kolerasi Uji Validitas Butir Soal
No. Validitas Penafsiran

1 rxy < 0,00 Berkorelasi negatif (soal dibuang)

2 0,00 ≤ rxy ≤ 0,20 Berkorelasi sangat rendah (soal dibuang)

3 0,20 ≤ rxy ≤ 0,40 Berkorelasi rendah (soal diperbaiki)

4 0,40 ≤ rxy ≤ 0,60 Berkorelasi cukup (soal dipakai)

5 0,60 ≤ rxy ≤ 0,80 Berkorelasi tinggi (soal dipakai)

6 0,80 ≤ rxy ≤ 1,00 Berkorelasi sangat tinggi (soal dipakai)

Sumber: Widaningsih, Dedeh (2012:4)

Uji validitas tiap soal keterampilan proses sains

menggunakan program Anates versi 4.0.5 for windows (AnatesV4-

net.Rar) dengan program anates untuk soal uraian.

2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi

instrumen yang akan digunakan. Menurut Arikunto, Suharsimi

(2014:221) menyatakan bahwa:

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu


instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai
alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius
mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban
tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila
datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka
berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Reliabilitas
menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel
artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.
51

Menurut Arikunto, Suharsimi (2010:221) mengemukakan

bahwa untuk menguji reliabilitas soal digunakan rumus, sebagai

berikut:

 k   Vt   pq 
r11 =  
 k  1   Vt 

keterangan:

r11: banyaknya instrumen;


k : banyaknya item;
Vt : variasi total;
proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu
P :
butir(proporsi subjek yang mendapat skor 1); dan
q : proporsi siswa yang mendapat skor 0 (q = 1-p).

Tabel 6
Kriteria Reliabilitas Butir Soal

No Reliabilitas Penafsiran
1 r11 ˂ 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah
2 0,20 ≤ r11 ˂ 0,40 derajat reliabilitas rendah
3 0,40 ≤ r11 ˂ 0,70 derajat reliabilitas sedang
4 0,70 ≤ r11 ˂ 0,90 derajat reliabilitas tinggi
5 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi
Sumber : Guilford,J.P., (Widaningsih,Dedeh 2012:5)

Reliabilitas tiap soal keterampilan proses sains dilakukan

dengan menggunakan program Anates versi 4.0.5 for windows

(AnatesV4-net Rar) dengan program anates untuk soal uraian.

8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

a. Teknik Pengolahan Data

Data yang diambil dari penelitian ini meliputi pretest kelas

kontrol dan kelas eksperiment, posttest kelas kontrol dan kelas

eksperiment serta perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain)


52

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menurut Hake

(Meltzer 2002:2) N-gain dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

𝑺𝒑𝒐𝒔𝒕 − 𝑺𝒑𝒓𝒆
𝑵𝒈 =
𝑺𝒎𝒂𝒙 − 𝑺𝒑𝒓𝒆

Keterangan:
Ng : Nilai gain yang dinormalisasi (N-gain) dari kedua
pendekatan
Spost : Skor test akhir
Spre : Skor test awal
Smax : Skor maksimum

Tabel 5
Kriteria Nilai N-Gain
Perolehan N- gain Keterangan
N- gain > 0,70 Tinggi
0,30 ≤ N- gain ≤ 0,70 Sedang
N- gain < 0,30 Rendah
Sumber: (Meltzer, 2002:3)

b. Analisis Data

Setelah data dari penelitian diperoleh, maka data tersebut

dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Uji Prasyarat

a) Uji normalitas dengan menggunakan uji chi – kuadrat (χ2).

Uji normalitas data yang dilakukan dengan menggunakan

uji chi kuadarat (X2) karena jumlah data ≥ 30. Uji normalitas

digunakan untuk mengetahui apakah data keterampilan proses

sains tersebut berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan

bahwa data yang berdistribusi normal bila kriteria X2 hitung ≤ X2 tabel.


53

b) Uji homogenitas dengan menggunakan uji Fmaksimum.

Uji homogenitas kedua kelas dilakukan dengan

menggunakan Fmaksimum karena data dalam penelitian ini hanya

terdiri dari dua data. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui

apakah kedua data keterampilan proses sains tersebut mempunyai

varians yang homogen atau tidak, dengan ketentuan bahwa ke dua

kelompok data memiliki varians yang homogen bila kriteria Fhitung

≥ Ftabel.

c) Uji Hipotesis

Apabila hasil uji prasyarat analisis statistik menyatakan

bahwa keduan data berdistribusi normal dan homogen maka

pengujian hipotesis menggunakan statistika parametrik yang

dilakukan dengan menggunakan uji t.


54

9. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di kelas XI MIPA SMAN 1 Kota

Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018 pada bulan Januari.

Tabel 6
Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian
Nov '17 Des '17 Jan '18 Feb ‘17
No Kegiatan Penelitian Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mendapat SK
bimbingan skripsi
2 Mengajukan
judul/masalah
penelitian
3 Menyusun dan
bimbingan proposal
5 Ujian Proposal
6 Penyempurnaan
proposal
7 Persiapan penelitian
8 Uji coba instrumen
penelitian
9 Melaksankan
penelitian
10 Pengolahan data
11 Menyusun dan
bimbingan skripsi
12 Sidang skripsi
13 Penyempurnaan
skripsi
55

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yusup. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum


2013. Bandung: PT Refika Aditama.

Ambarsari, Wiwin, dkk. (2013). Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing


Terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar pada Pelajaran Biologi Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta. Pendidikan Biologi Vol 5, No. 1, 81-
95.

Amir, M Taufiq. (2015). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.


Jakarta: Prenadamedia Group.

Arikunto, Suharsimi. (2014). Prosedur Penellitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell, Jhon W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hanafiah, Aan. (2015). Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap
Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa pada Materi Laju Reaksi. (Kuasi
Eksperimen di MAN Mauk Kabupaten Tangerang). (Skripsi). Jakarta :
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengatahuan
Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.

Hamalik, Oemar. (2015). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Jufri, Wahab. (2017). Belajar dan Pembelajaran Sains : Modal Dasar Menjadi
Guru Profesional. Bandung : Penerbit Pustaka Reka Cipta.

Komalasari, Kokom. (2014). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.


Bandung: PT Refika Aditama.

Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Slameto. (2015). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : Rineka


Cipta.

Sloane, Ethel (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Suharsono. (2014). Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Tasikmalaya : FKIP


Universitas Siliwangi.
56

Tawil, Muh. dan Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam
Pembelajaran IPA. Makasar : Badan Penerbit UNM.

Tawil, Muh. dan Liliasari. (2014). Keterampilan-Keterampilan Sains dan


Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makasar : UNM.

Trianto. (2015). Model Pembalajaran Terpadu. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Grup.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Wahyudi, Andi, et al. (2015). Pengaruh Problem Based Learning Terhadap


Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA
Negeri Jumapolo Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurna Bio-pedagogi:
Universitas Sebelas Maret. Vol. 4, No. 1. 5-11.

Widodo, Ari (2005). Taksonomi Tujuan Pembelajaran. Didaktis. Bandung :


Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Wisudawati, Asih Widi dan Sulistyowati Eka. (2017). Metodologi Pembelajaran


IPA. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai