Anda di halaman 1dari 12

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah suatu usaha untuk menumbuh kembangkan potensi
sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Pendidikan bukanlah
sesuatu yang bersifat statis melainkan sesuatu yang bersifat dinamis sehingga
selalu mengalami perubahan terus menerus disesuaikan dengan perkembangan
zaman. Menurut (Sagala, 2005: 87
mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu
hidup mandiri sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pendidikan perlu mendpatkan


perhatian lebih oleh pemerintah Indonesia.
Tren pembelajaran di Indonesia saat ini telah bergeser dari Teacher Center
Learning ke Student Center Learning, dimana peserta didik baik secara kelompok
maupun individual aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep-konsep dan
prinsip secara holistik dan otentik sesuai dengan hakekat pembelajaran sains.
Perubahan pembelajaran diharapkan dapat menciptaka ulusan yang mampu
bersaing sesuai dengan perkembangan tuntutan lulusan abad 21, dimana
diharapkan peserta didik memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah,
berfikir kritis, mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis, dan
memiliki keahlian dibidang teknologi.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dimana proses pembelajaran
menggunakan scientific approach/ pendekatan ilmiah, yang berorientasi kepada
kompetensi sikap menggunakan pendapat Krathwohl (2001: 167) yaitu:
1)Menerima, 2)Menjalankan, 3)Menghargai, 4)Menghayati, dan 5)Mengamalkan.
Kompetensi keterampilan menggunakan pendapat Dyers yaitu 1)Mengamati,
2)Menanya, 3)Mencoba, 4)Menalar, 5)Menyaji, dan 5)Mencipta. Sedangkan
kompetensi pengetahuan menggunakan pendapat Bloom & Anderson (2002: 78)
yaitu: 1)Mengetahui, commit to user
2)Memahami, 3)Menerapkan, 4)Menganalisa,

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

5)Mengevaluasi, dan 6)Mencipta. Model pembelajaran yang sesuai dengan


pendekatan scientific approach adalah discovery learning, project based
learning dan problem based learning (Sudrajat, 2013: 6).
Pembelajaran sains selama ini bersifat deduktif, yaitu guru menyampaikan
konsep-konsep dalam bentuk ceramah, mengembangkan model derivatif,
memberikan contoh dan latihan soal, dan meminta siswa mengerjakannya sesuai
contoh yang diberikan. Langkah terakhir adalah menguji pemahaman siswa dalam
bentuk tes. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk menanyakan konsep
yang ingin mereka ketahui kurang diperhatikan, sehingga siswa tidak mampu
mengembangkan konsep yang dipelajari.Pemahaman konsep sangat penting
dalam pembelajaran biologi. Konsep merupakan landasan untuk berpikir dan
dasar perumusan prinsip-prinsip dan generalisasi lebih lanjut. Pemahaman konsep
yang kuat membuat siswa dapat mengembangkan dan memahami konsep yang
lebih tinggi. Suatu konsep mempunyai hubungan dengan konsep yang lain,
sehingga pengetahuan awal berperan untuk memahami konsep selanjutnya.
Penerapan Kurikulum 2013 menuntut guru untuk lebih kreatif, lebih
memahami siswa dan memahami potensi local yang biasa disebut dengan kearifan
lokal.Pembelajaran Biologi di SMA menggunakan Kurikulum 2013 akan
menyebabkan seorang guru Biologi SMA di sekolah tidak diperkenankan lagi
untuk mendektekan materi kepada peserta didik atau biasa dikenal dengan istilah
catat buku sampai habis, tidak diperkenankan lagi hanya mementingkan
pengetahuan yang diperoleh peserta didik tanpa melihat sikap dan ketrampilan
yang dimiliki peserta didik . Pembelajaran Biologi di SMA dianggap sebagian
peserta didik sulit, karena peserta didik beranggapan bahwa mata pelajaran
Biologi adalah mata pelajaran yang berisikan hafalan-hafalan. Menurut (Suciati,
2010) pada umumnya guru di sekolah, mengajar Biologi dengan metode
ceramah, tekstual dan kurang berbasis proses ilmiah. Hal ini sejalan dengan
(Rahma, 2013) bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah masih menggunakan
metode ceramah meskipun divariasi dengan metode tanya jawab. Penggunaan
metode pembelajaran yang kurang bervariasi, menyebakan peserta didik menjadi
commit
pasif serta peserta didik tidak dapat to user
mengembangkan ketrampilan proses sains.
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

Tantangan internal yang dihadapi oleh pihak sekolah antara lain dengan
kondisi pendidikan di SMA dalam hal Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan
yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar
penilaian, dan standar kompetensi lulusan yang harus sesuai dengan tuntutan.
Hasil analisis skor pemenuhan 8 komponenStandar Nasional PendidikanSMA
Negeri 1 Jogorogo Ngawi masih memiliki beberapa kendala,salah satunya adalah
standar proses yang masih jauh dari yang diharapkan, maka untuk itu standar
prosesperlu mendapatkan perhatian untuk dilakukan pengembangan.
Pengembangan yang dilakukan adalah dengan mengembangkan modul
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, nilai peserta didik dalam
pembelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Jogorogo Ngawi tahun 2011/2012 masih
banyak yang di bawah KKM,sehingga sering dilakukan remedial kepada peserta
didik untuk mencapai ketuntasan belajar.Sebagian peserta didik merasakan
kesulitan dalam memahami materi-materi yang menggunakan nama-nama ilmiah,
peserta didik juga jarang sekali di ajak untuk melakukan praktikum di
laboratorium. Kegiatan Belajar mengajar di SMA belum menggunakan
pendekatan ilmiah / scientific approach.
Kurikulum 2013 pada mata pelajaran Biologi SMA menekankan penilaian
pada sikap spiritual, ketrampilan dan pengetahuan. Dimana guru Biologi
hendaknya mampu mengoptimalkan kemampuan peserta didik dan menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga peserta didik merasa
nyaman dalam belajar. Guru hendaknya juga mengoptimalkan fasilitas sekolah
seperti laboratorium, dimana peserta didik diarahkan untuk menemukan konsep,
pengetahuan dan informasi melalui kegiatan praktikum Biologi.
Hasil Ujian Nasional 2011/2012 di SMA Negeri 1 Jogorogo materi fungi
masih rendah dan buku ajar belum mengembangkan keterampilan proses sains
siswa. Modul dengan Discovery Learning yang dipadu survey diprediksi dapat
menumbuhkan kemampuan siswa secara maksimal, karena siswa dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata dengan


memanfaatkan potensi lokal.
Upaya untuk membelajarkan biologi kepada siswa agar kontekstual dapat
dilakukan dengan cara mengkaji konsep dengan menunjukkan fenomena dalam
kehidupan sehari. Melalui modul Discovery Learning yang dipadu survey mampu
memberikan bantuan dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata. Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang terjadi dimana pembelajar tidak disajikan
dengan pelajaran atau konsep dalam bentuk final, tetapi diharapkan pembelajar
dapat mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner (2007: 78), bahwa:
Discovery Learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang terjadi ketika
siswa tersebut tidak disajikan dengan materi pelajaran dalam bentuk akhir,
melainkan diperlukan penemuan dari siswa
2006:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Oleh sebab
itu maka hendaknya guru dapat merangsang peserta didik untuk aktif da lam
belajar mengajar di kelas melalui berbagai macam kegiatan salah satunya melalui
belajar penemuan.
Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih,
2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan
proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses
tersebut disebut proses kognitif sedangkan discovery itu sendiri adalah proses
asimilasi pronsip prinsip dan konsep konsep dalam pikiran (Robert B. Sund
dalam Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry)
dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini,
pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah
bahwa pada discovery masalahcommit
yang todiperhadapkan
user kepada peserta didik
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya
bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran
dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu
melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada
kemampuan menyelesaikan masalah.
Penggunaan Discovery Learning dalam pembelajaran merupakan sebuah
upaya untuk mengoptimalkan kemampuan siswa, merangsang siswa untuk lebih
aktif dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman akan sebuah
pengetahuan melalui contoh-contoh yang dapat meraka jumpai dalam
kehidupannya sehari-hari.
Konsep biologi yang diajarkan pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
khususnya materi jamur/fungi dengan kompetensi dasar dalam kurikulum 2013
yang telah ditetapkan yaitu Mengelompokkan jenis-jenis jamur berdasarkan ciri-
ciri dan perannya bagi kehidupan melalui percobaan . Kompetensi dasar ini
menuntut pengalaman belajar yang diperoleh siswa berupa kemampuan dalam
melakukan pengamatan morfologi mikroskopis, kemampuan melakukan
pengamatan morfologi tubuh buah jamur makroskopis, kemampuan melakukan
kajian literatur tentang reproduksi jamur, kemampuan menggali informasi
tentang peranan jamur bagi kehidupan melalui kegiatan percobaan atau
praktikum. Namun, tuntutan ketercapian materi tersebut masih belum optimal,
hal ini dapat terjadi karena siswa merasakan kesulitan dalam mempelajari
materi jamur yang disebabkan oleh banyaknya penggunaan istilah bahasa latin
yang kurang dipahami siswa, sebagian siswa jarang diajak untuk melakukan
percobaan tentang materi jamur sehingga pembelajaran dirasakan kurang
menyenangkan dan akhirnya materi yang diaja rkan sulit untuk dipahami
sehingga keberhasilan penguasaan materi masih sangat rendah.
Indikator keberhasilan kompetensi dasar pada materi jamur antara lain:
siswa dapat menjelaskan ciri-ciri umum divisio dalam kingdom fungi,
kemampuan siswa dalam menggolongkan jamur berdasarkan ciri- ciri
commit
morfologinya, kemampuan siswa to user
dalam membandingkan reproduksi pada
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

jamur, kemampuan siswa dalam membuat laporan tertulis hasil pengamatan jenis-
jenis jamur di lingkungan sekitar, kemampuan siswa dalam menyajikan data
contoh peran jamur dalam kehidupan, dan kemampuan siswa dalam
membandingkan jamur dengan tumbuhan tinggi. Berdasarkan kompetensi dasar
dan tuntutan pengalaman belajar tersebut, maka perlu dibutuhkan sebuah bahan
ajar yang dapat membantu tercapainya kompetensi tersebut.
Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang
berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten
Ngawi adalah 1.298,58 km2, dari luas tersebut sekitar 40% atau sekitar 506,4 ha
berupa lahan sawah. Sektor pertanian masih merupakan sektor andalan bagi
Kabupaten Ngawi, mengingat 72% luas wilayah berupa lahan sawah, hutan dan
perkebunan. Sektor ini menyerap sekitar 76% dari total tenaga kerja yang ada.
Dari 5 sub sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan
dan perikanan), sub sektor tanaman pangan merupakan penyumbang terbesar
terhadap nilai produksi pertanian. Pada tahun 2002 - 2006 Kabupaten Ngawi
menempati urutan ke empat se Jawa Timur dalam produksi padi dibawah
Kabupaten Jember, Banyuwangi danLamongan. Kondisi ini menunjukkan bahwa
Kabupaten Ngawi merupakan salah satu lumbung padi untuk Propinsi Jawa
Timur. Namun sistem agrobisnis yang bertumpu sepenuhnya pada sumber daya
lokal tidak dapat diandalkan secara terus menerus karena rendahnya nilai tambah
yang dihasilkan, serta tidak akan mampu bersaing dalam pasar yang makin
kompetitif.
Potensi lokal yang ada di Kabupaten Ngawi khususnya kecamatan Jogorogo
merupakan basis yang tepat untuk menjadikannya sebagai sumber atau bahan ajar
yang langsung dapat digunakan sebagai bahan pengamatan,bahan diskusi, dan
referensi untuk membantu siswa dalam melaksanakan Kurikulum 2013 dengan
model penemuan atau Discovery learning. Dari potensi yang ada dapat diangkat
untuk bahan pembelajaran untuk menemukan konsep sendiri, membuktikan
bahkan mengeksplornya sebagai pengembangan model pembelajaran yang dapat
diikuti oleh pebelajar lain sesuai dengan potensi lokal daerah masing-masing
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh informasi


bahwa di sekitar lingkungan sekolah terdapat beberapa petani jamur yang dapat
dijadikan narasumber bagi siswa. Keberadaan para petani jamur atau
pembudidaya jamur tersebut merupakan potensi lokal yang hanya ada di daerah
Ngawi, dimana tidak semua daerah mampu membudidayakan jamur. Penggunaan
survey lapangan yang dilakukan oleh siswa nantinya diharapkan akan
memberikan pengalaman belajar secara langsung, serta akan dapat membantu
siswa memahami materi tentang jamur, baik struktur morfologi, reproduksi
bahkan cara membudidayakan jamur.
Modul merupakan salah satu bahan ajar cetak yang disusun dengan struktur
tertentu yang memungkinkan siswa dapat belajar mandiri. Melalui pembelajaran
dengan modul ini, diharapkan siswa mampu belajar tanpa adanya bimbingan dari
guru atau tenaga pendidik lainnya. Modul merupakan salah satu bentuk bahan
ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat
pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik
menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013).
Modul pembelajaran dapat dipandang sebagai suatu paket pengajaran yang
mengandung satu unit konsep dari bahan pelajaran dan disajikan dalam bentuk
self instructional. Pengajaran modul memberi kesempatan kepada siswa untuk
menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum beralih ke unit berikutnya. Setiap
siswa dapat menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya sendiri. Modul secara
umum memiliki unsur-unsur: rumusan tujuan pengajaran, petunjuk penggunaan,
materi pelajaran, lembar kegiatan siswa, lembar evaluasi dan kunci lembar
evaluasi (Daryanto, 2013: 49-53).
Pengembangan modul diharapkan proses belajar siswa teroganisir sehingga
siswa lebih mudah memahami konsep yang diberikan melalui pengembangan
modul dan akan diperoleh modul pembelajarn yang mampu menjawab
permasalahan yang dihadapi siswa dalam memahami materi fungi.
Pembelajaran Discovery Learning Yang Dipadu Survey Lapangan
merupakan satu jalan bagaimana guru dapat meningkatkan kapasitas belajar
commitlebih
siswa. Siswa akan dapat belajar secara to user
mendalam melalui objek-objek yang
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

dihadapi secara langsung dari pada jika belajar di dalam kelas yang memiliki
banyak keterbatasan. Lebih lanjut, melalui Survey Lapangan yang dilakukan di
luar kelas dapat menolong anak untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
dimiliki. Selain itu, pembelajaran di luar kelas lebih menantang bagi siswa dan
menjembatani antara teori di dalam buku dan kenyataan yang ada di lapangan.
Kualitas pembelajaran dalam situasi yang nyata akan memberikan peningkatan
kapasitas pencapaian belajar melalui objek yang dipelajari serta dapat membangun
ketrampilan sosial, kreatifitas dan personal yang lebih baik.
Penggunaan modul pembelajaran discovery learning yang dipadu survey
lapangan diharapkan akan dapat mengajak siswa aktif mengeksplorasi
lingkungan sekitarnya untuk mencapai kecakapan kognitif afektif, dan
psikomotornya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan. Di dalam
Modul juga dikembangkan kegiatan ya n g berupa peramalan (prediksi),
pengamatan, dan penjelasan. Siwa juga diwajibkan untuk membuat laporan yang
akan dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto atau audiovisual
dirancang dengan mudah dan menyenangkan sehingga menimbulkan minat
untuk belajar lebih lanjut.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian yang
berjudul Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery Learning Yang Dipadu
Survey Lapangan Dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi Fungi
Biologi SMA Kurikulum 2013.

B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut di atas,
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery Learning yang dipadu Survey
Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi Fungi Biologi
SMA Kurikulum 2013
2. Kelayakan Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery Learning yang
dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi
commit
Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013. to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

3. Keefektifan Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery Learning yang


dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi
Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan di atas,
permasalahan yang dapat diungkap yaitu :
1. Bagaimana Karakteristik Modul Pembelajaran Discovery Learning yang
dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi
Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013?.
2. Bagaimana Kelayakan Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery
Learning yang dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal
Pada Materi Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013?.
3. Bagaimana Keefektifan Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery
Learning yang dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal
Pada Materi Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013?.

D. Tujuan Pengembangan
Tujuan dari penelitian yang dilakukan antara lain:
1. Mengetahui Karakteristik Modul Pembelajaran Discovery Learning yang
dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi
Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013.
2. Mengetahui Kelayakan Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery
Learning yang dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal
Pada Materi Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013.
3. Mengetahui Keefektifan Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery
Learning yang dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal
Pada Materi Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

E. Spesifikasi Produk Yang Dikembangakan


Spesifikasi produk Modul Pembelajaran Discovery Learning yang dipadu
Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi Fungi adalah:
1. Pengembangan produk berupa modul memuat materi yang disajikan sesuai
dengan urutan sintaks yang ada pada model discovery learning.
2. Modul memberikan peluang kepada siswa untuk menuliskan atau menjabarkan
aktivitasnya sesuai urutan sintaks pada materi.

F. Asumsi Dan Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian pengembangan Modul Pembelajaran Discovery Learning
yang dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi
Fungi terdapat asumsi dan keterbatasan sebagai berikut.
1. Asumsi Penelitian
Pengembangan Modul Pembelajaran Discovery Learning yang dipadu Survey
Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi Fungi dapat
membantu dalam pelaksanaan pembelajaran biologi sesuai dengan hakikat,
proses, dan sikap sains.
2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pengembangan modul hanya
dilakukan pada materi Fungi.

G. Manfaat Pengembangan
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Bagi siswa
a. Meningktakan aktifitas siswa dengan mengembangkan Modul
Pembelajaran Discovery Learning yang dipadu Survey Lapangan dengan
Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi Fungi Biologi SMA Kurikulum
2013.
b. Memberikan informasi aktivitas kegiatan belajar siswa baik pengetahuan
commit
maupun ketrampilan, terhadap to user perangkat pembelajaran berupa
penerapan
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Modul Pembelajaran Discovery Learning yang dipadu Survey


Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi Lokal Pada Materi Fungi Biologi
SMA Kurikulum 2013.
c. Memberikan informasi sikap spiritual peserta didik terhadap penerapan
perangkat pembelajaran yang berupa Modul Pembelajaran Discovery
Learning yang dipadu Survey Lapangan dengan Memanfaatkan Potensi
Lokal Pada Materi Fungi Biologi SMA Kurikulum 2013.
2. Bagi guru
a. Untuk memudahkan guru dalam menanamkan konsep sains dan
aplikasinya sehingga dapat memberikan perbaikan dalam system
pembelajaran
b. Mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah/ scientific
approach yang memanfaatkan potensi lokal
c. Mengembangkan potensi yang ada di sekitar sekolah untuk dapat dijadikan
bahan ajar dalam memudahkan siswa memahami pengetahuan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

B. Definisi Istilah

Definisi istilah dalam penelitian pengembangan ini antara lain:


1. Modul
Modul merupakan sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis/cetak yang
disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan
pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian
kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional), dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui
latihan yang disajikan dalam modul
2. Pembelajaran Discovery Learning
Pembelajaran Discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk dapat
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan analitis, sehingga siswa dapat
merumuskan kesimpulan dengan penuh percaya diri (Gulo, 2004:85). Sintaks
discovery meliputi: stimulation, problem statement, data collection, data
processing, verification, dan generalization.
3. Pemanfaatan Potensi Lokal
Potensi lokal lingkungan sekolah yang dimaksud adalah terkait dengan
potensi keunggulan lokal di lingkungan sekitar sekolah. Kondisi tersebut
memberikan dukungan terhadap aktivitas belajar siswa, khususnya kondisi
masyarakat di sekitar sekolah berupa lingkungan sekitar sekolah.Lingkungan
tersebut berupa sawah, kebun sekolah, taman, lapangan yang berupa padang
rumput dan lain sebagainya. Di dalam proses pembelajaran Biologi,
lingkungan sekitar sekolah dapat dijadikan sebagai sumber belajar ataupun
media dalam pembelajaran Biologi.
4. Fungi
Fungi/Jamur merupakan organisme yang mirip tumbuhan tetapi tidak
memiliki klorofil. Dalam klasfikasi system tiga kingdom, jamur (fungi)
dikelompokan sendiri terlepas dari kelompok plantae (tumbuhan) karena jamur
tidak dapat berfotosintesis dan dinding selnya bukan dari selulosa (Setiowati
commit to user
dan Furqonita, 2011)

Anda mungkin juga menyukai