ISSN: 2087-2011
Katalog BPS: 1103003
Nomor Publikasi: 03220.1001
Ukuran Buku: 15 cm x 21 cm
Jumlah Halaman: x + 102
Naskah:
Direktorat Statistik Harga
Direktorat Neraca Produksi
Direktorat Neraca Pengeluaran
Direktorat Statistik Distribusi
Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan
ii Direktorat Statistik Industri
Direktorat Statistik Ketahanan Sosial
Data Strategis BPS
Penyunting:
Direktorat Diseminasi Statistik
Penata Letak:
Direktorat Diseminasi Statistik
Penerbit:
Badan Pusat Statistik
Dicetak Oleh:
CV. Nasional Indah
Kata Pengantar
Adapun cakupan muatan data makro dalam publikasi ini terdiri atas inflasi,
pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, ketenagakerjaan, industri besar-sedang, produksi
pangan, dan kemiskinan. Untuk membantu para pengguna, setiap data juga dilengkapi
dengan penjelasan teknis pada bagian akhir buku ini.
iii
Disadari bahwa buku ini mungkin belum memenuhi harapan sebagian besar pengguna.
Rusman Heriawan
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Daftar Isi
Kata Pengantar.....................................................................................iii
Daftar Isi . .............................................................................................v
Daftar Tabel ........................................................................................ vii
Daftar Gambar . ...................................................................................ix
Pendahuluan.........................................................................................1
Angka Inflasi .........................................................................................5
Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................11
Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-
Semester I 2010............................................................................................13
Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-Semester I 2010........16
Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I 2010.....17
Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I 2010..............19 v
PDB dan Produk Nasional Bruto (PNB) Per Kapita Tahun 2006-2009...........20
Ketenagakerjaan..................................................................................33
Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Angka . ................................36
Lapangan Pekerjaan Utama......................................................................... 38
Status Pekerjaan Utama.............................................................................. 39
Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran Menurut Provinsi . ................. 40
Kemiskinan .........................................................................................59
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia 1996–2010......................62
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009–Maret 2010.....................63
Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009–Maret 2010...............................64
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan..............65
Penjelasan Teknis Statistik ..................................................................67
Inflasi............................................................................................................69
Produk Domestik Bruto (PDB)......................................................................74
Ekspor-Impor Barang....................................................................................83
Ketenagakerjaan...........................................................................................87
Produksi Tanaman Pangan............................................................................92
Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan................................................94
Kemiskinan...................................................................................................97
Daftar Singkatan dan Akronim.............................................................99
vi
Data Strategis BPS
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Daftar tABEL
Daftar GAMBAR
Pendahuluan
Buku ini berisi data strategis yang dihasilkan Badan Pusat Statistik
(BPS), disertai penjelasan praktis. Kriteria strategis pada data yang
dimaksud paling tidak mencakup pengertian bahwa: (1) data dimaksud
selalu di-update dan terjamin kekiniannya; (2) banyak digunakan untuk
berbagai kajian; (3) dapat menggambarkan fenomena dan bahkan
mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi nasional; (4) diseminasinya
dinantikan oleh berbagai pihak.
ANGKA INFLASI
Tujuan penyusunan Makna inflasi adalah persentase tingkat kenaikan harga sejumlah
inflasi adalah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Ada
untuk memperoleh
indikator yang barang yang harganya naik dan ada yang tetap. Namun, tidak jarang
menggambarkan ada barang/jasa yang harganya justru turun. Resultante (rata-rata
kecenderungan tertimbang) dari perubahan harga bermacam barang dan jasa tersebut,
umum tentang
pada suatu selang waktu (bulanan) disebut inflasi (apabila naik) dan
perkembangan
harga. deflasi (apabila turun).
1
Rumus:
IHKt IHKt-1
INFt = ( ) x 100
IHKt-1
INF = inflasi (atau deflasi) pada waktu (bulan atau tahun) t
IHK = Indeks Harga Konsumen
A n g k a I n f la s i
Tabel 2.1
Inflasi Nasional, 2007–2010
(2007=100)
IHK Inflasi
Bulan
2007*) 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Januari 147,41 158,26*) 113,78 118,01 1,04 1,77 -0,07 0,84
Februari 148,32 159,29*) 114,02 118,36 0,62 0,65 0,21 0,30
Maret 148,67 160,81*) 114,27 118,19 0,24 0,95 0,22 -0,14
April 148,43 161,73*) 113,92 118,37 -0,16 0,57 -0,31 0,15
Mei 148,58 164,01*) 113,97 118,71 0,10 1,41 0,04 0,29
Juni 148,92 110,08 114,10 119,86 0,23 2,46 0,11 0,97
Juli 149,99 111,59 114,61 121,74 0,72 1,37 0,45 1,57
Agustus 151,11 112,16 115,25 0,75 0,51 0,56
September 152,32 113,25 116,46 0,80 0,97 1,05
Oktober 153,53 113,76 116,68 0,79 0,45 0,19
November 153,81 113,90 116,65 0,18 0,12 -0,03
Desember 155,50 113,86 117,03 1,10 -0,04 0,33
8
*) Tahun dasar 2002 (2002=100)
Data Strategis BPS
Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 66 kota2, pada bulan Juli Laju inflasi
tahun kalender
2010 terjadi inflasi 1,57 persen, atau terjadi kenaikan IHK dari 119,86
(Januari-Juli) 2010
pada bulan Juni 2010 menjadi 121,74 pada bulan Juli 2010. Dengan sebesar 4,02 persen.
menggunakan rumus tersebut, diperoleh inflasi Juli 2010 sebesar
((121,74–119,86)/119,86) x 100% =1,57%. Laju inflasi tahun kalender
(Januari-Juli) 2010 sebesar 4,02 persen (IHK Juli 2010 dibandingkan
IHK Desember 2009), sedangkan laju inflasi year on year (IHK Juli 2010
terhadap IHK Juli 2009) adalah 6,22 persen. Secara periodik, IHK dan
inflasi dari bulan Januari 2007 sampai dengan Juli 2010 disajikan pada
Tabel 2.1.
2
Sampai dengan Mei 2008, pemantauan data harga dilakukan di 45 kota.
A n g k a I n f la si
Tabel 2.2
Perbandingan Inflasi Bulanan, Tahun Kalender,
Year on Year, 2008–2010
Inflasi 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4)
1. Juli 1,37 0,45 1,57
2. Januari – Juli (Tahun Kalender) 8,85 0,66 4,02
3. Juli(tahun n) terhadap Juli(tahun n-1)
(year on year) 11,90 2,71 6,22
Inflasi year on persen), kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (0,65
year (IHK Juli 2010 persen), kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar (0,26
terhadap IHK Juli
2009) sebesar 6,22 persen), kelompok sandang (-0,09 persen), kelompok kesehatan (0,27
persen. persen), kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (0,86 persen),
dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan (1,51 persen).
Inflasi year on year (IHK Juli 2010 terhadap IHK Juli 2009) sebesar
6,22 persen. Secara rinci, IHK dan inflasi berdasarkan kelompok
pengeluaran disajikan pada Tabel 2.3.
9
1)
Persentase perubahan IHK bulan Juli 2010 terhadap IHK bulan sebelumnya
2)
Persentase perubahan IHK bulan Juli 2010 terhadap IHK bulan Desember 2009
3)
Persentase perubahan IHK bulan Juli 2010 terhadap IHK bulan Juli 2009
A n g k a I n f la s i
Tabel 2.4
Andil Inflasi Nasional Menurut Kelompok Pengeluaran Juli 2010 (persen)
Andil Inflasi
Kelompok Pengeluaran
(%)
(1) (2)
UMUM 1,57
1. Bahan Makanan 1,08
2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,12
3. Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 0,07
4. Sandang -0,02
5. Kesehatan 0,01
6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0,06
7. Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,25
Pada bulan Juli 2010 andil inflasi menurut kelompok pengeluaran Pada bulan
adalah sebagai berikut: kelompok bahan makanan sebesar 1,08 persen; Juli 2010 kelompok
sandang mengalami
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,12 deflasi 0,02 persen
persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,07
10
persen, kelompok sandang -0,02 persen, kelompok kesehatan 0,01
persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,06 persen; dan
Data Strategis BPS
11
PERTUMBUHAN EKONOMI
PDB disajikan dalam dua konsep harga, yaitu harga berlaku dan
harga konstan; dan penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan
konsep harga konstan (constant prices) dengan tahun dasar tertentu
untuk mengeliminasi faktor kenaikan harga. Saat ini BPS menggunakan
tahun dasar 2000.
PDBt PDBt-1
PE = ( ) x 100%
PDBt-1
PE = pertumbuhan ekonomi
PDB = Produk Domestik Bruto
t = tahun tertentu
t-1 = tahun sebelumnya
Pe r t u m b u ha n E ko n o m i
Tabel 3.1
Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2006–2009 (persen)
Laju Pertumbuhan Sumber Pertumbuhan
Lapangan Usaha
2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Pertanian, Peternakan, 3,4 3,5 4,8 4,1 0,5 0,5 0,7 0,6
Kehutanan, dan Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian 1,7 1,9 0,7 4,4 0,2 0,2 0,1 0,4
3. Industri Pengolahan 4,6 4,7 3,7 2,1 1,3 1,3 1,0 0,6
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,8 10,3 10,9 13,8 0,0 0,1 0,1 0,1
5. Konstruksi 8,3 8,5 7,5 7,1 0,5 0,5 0,5 0,4
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,4 8,9 6,9 1,1 1,1 1,5 1,2 0,2
7. Pengangkutan dan Komunikasi 14,2 14,0 16,6 15,5 0,9 0,9 1,2 1,2
8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa 5,5 8,0 8,2 5,0 0,5 0,7 0,8 0,5
Perusahaan
9. Jasa-jasa 6,2 6,4 6,2 6,4 0,6 0,6 0,6 0,6
PDB 5,5 6,3 6,0 4,5 5,5 6,3 6,0 4,5
PDB Tanpa Migas 6,1 6,9 6,5 4,9 - - - -
Pe r t u m b u ha n E ko n o m i
Tabel 3.2
Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Semester I
Tahun 2010 (persen)
Tabel 3.3
PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2006-Semester I 2010
(triliun rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Pertanian, Peternakan, 433,2 541,6 716,1 858,3 488,6 262,4 271,5 284,6 296,4 154,7
Kehutanan dan Perikanan
2. Pertambangan dan 366,5 440,6 540,6 591,5 338,8 168,0 171,3 172,4 180,0 90,7
Penggalian
3. Industri Pengolahan 919,5 1 068,7 1 380,7 1 480,9 773,0 514,1 538,1 557,8 569,5 290,7
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 30,4 34,7 40,9 46,8 24,2 12,3 13,5 15,0 17,1 8,8
5. Konstruksi 251,1 305,0 419,6 555,0 310,3 112,2 121,8 131,0 140,2 72,5
6. Perdagangan, Hotel, dan 501,5 592,3 691,5 750,6 423,6 312,5 340,4 363,8 367,9 194,7
Restoran
7. Pengangkutan dan 231,5 264,3 312,2 352,4 191,2 124,8 142,3 165,9 191,7 103,9
Komunikasi
16 8. Keuangan, Real Estat, 269,1 305,2 368,1 404,1 217,7 170,1 183,7 198,8 208,8 109,2
dan Jasa Perusahaan
Data Strategis BPS
9. Jasa-jasa 336,3 398,2 481,7 573,8 301,2 170,7 181,7 193,0 205,4 106,6
PDB 3 339,2 3 950,9 4 951,4 5 613,4 3 068,6 1 847,1 1 964,3 2 082,3 2 177,0 1 131,8
PDB Tanpa Migas 2 967,0 3 534,4 4 427,2 5 146,5 2 820,3 1 703,4 1 821,8 1 939,5 2 035,1 1 061,7
Tabel 3.4
Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-Semester I 2010
(persen)
Tabel 3.5
Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006–2009
(persen)
komponen ekspor
tahun 2010 dibandingkan dengan semester I 2009 berasal komponen barang dan jasa
ekspor barang dan jasa sebesar 6,9 persen (Tabel 3.6).
Tabel 3.6
Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan
Semester I Tahun 2010
(persen)
Tabel 3.7
PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Menurut Penggunaan
Tahun 2006-Semester I 2010
(triliun rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 19
1. Konsumsi Rumah Tangga 2 092,7 2 510,5 2 999,9 3 290,8 1 756,7 1 076,9 1 130,8 1 191,2 1 249,1 644,4
3. Pembentukan Modal 805,8 985,6 1 370,6 1 743,7 964,9 403,7 441,4 493,7 510,1 264,4
Tetap Bruto
4. a. Perubahan Inventori 42,4 -1,1 5,8 -5,5 18,8 29,0 -0,2 2,2 -0,5 8,1
b. Diskrepansi Statistik -70,4 -33,6 105,9 -112,4 42,9 16,2 54,2 27,0 -1,1 24,5
6. Ekspor 1 036,3 1 163,0 1 475,2 1 354,2 736,2 868,3 942,4 1 032,2 932,2 504,4
7. Dikurangi: Impor 855,6 1 003,3 1 422,9 1 197,2 685,2 694,6 757,6 833,3 708,7 392,1
PDB 3 339,2 3 950,9 4 951,4 5 613,4 3 068,6 1 847,1 1 964,3 2 082,3 2 177,0 1 131,8
Tabel 3.8
Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I 2010
(persen)
dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Selama tahun PDB per kapita
2006-2009 PDB per kapita terus mengalami peningkatan yaitu pada terus mengalami
tahun 2006 sebesar Rp15,0 juta (US$1.662,5), tahun 2007 sebesar peningkatan.
Rp17,5 juta (US$1.938,2), tahun 2008 sebesar Rp21,7 juta (US$2.269,9),
dan tahun 2009 sebesar Rp24,3 juta (US$2.590,1). Demikian juga, PNB
per kapita juga terus meningkat selama tahun 2006-2009. PNB per
kapita pada tahun 2006 sebesar Rp14,4 juta (US$1.591,7) meningkat
menjadi Rp23,4 juta (US$2.499,5) pada tahun 2009 (Tabel 3.9).
Tabel 3.9
PDB dan PNB Per Kapita Indonesia Tahun 2006–2009
21
Pencatatan sejak BPS secara periodik menyajikan data statistik ekspor-impor barang
Januari 2008 (tradable goods). Data tersebut disusun dengan memanfaatkan
menggunakan
sistem perdagangan
dokumen pemberitahuan ekspor/impor barang yang diperoleh
umum (general dari Kantor Pengawasan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC). Data ini
trade). termasuk kategori data yang mempunyai tenggang waktu (time lag)
cukup singkat antara pengumpulan dan diseminasinya, yaitu hanya 2
(dua) bulan.
Tabel 4.1.a
Perkembangan Ekspor Indonesia, Semester I 2010*)
Nilai FOB ( Juta US$) % Perubahan % Peran thd
Total Ekspor
Uraian Semester I Semester I Juni 2010 thd Semester I
Mei 2010 Juni 2010 Semester I
2009 2010 Mei 2010 2010 thd 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Total Ekspor 12 656,6 12 293,5 50 073,4 72 522,0 -2,87 44,83 100,00
Migas 2 369,2 1 901,5 7 174,3 13 164,1 -19,74 83,49 18,15
Minyak Mentah 783,7 752,2 3 272,3 4 557,0 -4,02 39,26 6,28
Hasil Minyak 481,9 234,1 870,9 2 116,5 -51,42 143,01 2,92
Gas 1 103,6 915,2 3 031,1 6 490,6 -17,07 114,14 8,95
Nonmigas 10 287,4 10 392,0 42 899,1 59 357,9 1,02 38,37 81,85
Tabel 4.1.b
Perkembangan Impor Indonesia, Semester I 2010*)
% Perubahan
Nilai CIF ( Juta US$) % Peran
thd Total
Uraian Semester I Impor
Juni 2010*)
Semester I Semester I 2010*) thd Semester I
Mei 2010 Juni 2010 thd
2009 2010 Semester I 2010*)
Mei 2010
2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Total Impor 9 980,4 11 713,2 41 377,3 62 890,6 17,36 51,99 100,00
Migas 1 976,6 2 389,5 7 410,2 13 123,5 20,89 77,10 20,87
Minyak Mentah 686,3 681,1 2 837,6 4 223,4 -0,76 48,84 6,72
Hasil Minyak 1 259,0 1 639,2 4 281,6 8 551,4 30,20 99,72 13,60
Gas 31,3 69,2 291,0 348,7 121,09 19,83 0,55
Nonmigas 8 003,8 9 323,7 33 967,1 49 767,1 16,49 46,52 79,13 25
Nilai impor Dari Tabel 4.1.b dapat dikemukakan bahwa nilai impor Indonesia
Indonesia
selama Juni 2010
selama Juni 2010 mengalami kenaikan 17,36 persen dibanding impor
mengalami kenaikan Mei 2010, yaitu dari US$9.980,4 juta menjadi US$11.713,2 juta.
17,36 persen. Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan impor nonmigas sebesar
US$1.319,9 juta (16,49 persen). Demikian juga dengan impor migas
meningkat sebesar US$412,9 juta atau 20,89 persen. Lebih lanjut
peningkatan impor migas disebabkan oleh meningkatnya impor hasil
minyak dan gas masing-masing sebesar US$380,2 juta (30,20 persen)
dan US$37,9 juta (121,09 persen). Sementara itu, impor minyak mentah
mengalami penurunan tipis sebesar US$5,2 juta (0,76 persen).
Tabel 4.2.a
Perkembangan Nilai Ekspor Juni 2009–Juni 2010*)
Persentase Perubahan Terhadap Periode
Nilai FOB (juta US$)
Bulan Sebelumnya
Migas Nonmigas Total Migas Nonmigas Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2009
Juni 1 452,1 7 929,4 9 381,5 27,75 -1,77 1,88
Juli 1 488,9 8 195,2 9 684,1 2,53 3,35 3,23
Agustus 1 653,6 8 890,2 10 543,8 11,06 8,48 8,88
September 1 749,7 8 092,9 9 842,6 5,81 -8,97 -6,65
Oktober 2 111,5 10 131,2 12 242,7 20,68 25,19 24,38
November 2 337,4 8 438,0 10 775,4 10,70 -16,71 -11,99
Desember 2 502,9 10 845,2 13 348,1 7,08 28,53 23,88
Jan-Des 19 018,3 97 491,7 116 510,0 -34,70 -9,64 -14,97
2010
Januari 2 344,9 9 251,0 11 595,9 -6,31 -14,70 -13,13
Februari 2 175,3 8 991,2 11 166,5 -7,23 -2,81 -3,70
Maret 2 168,6 10 605,8 12 774,4 -0,31 17,96 14,40
April 2 204,6 9 830,6 12 035,2 1,66 -7,31 -5,79
26
Mei 2 369,2 10 287,4 12 656,6 7,47 4,65 5,16
Juni*) 1 901,5 10 392,0 12 293,5 -19,74 1,02 -2,87
Data Strategis BPS
Tabel 4.2.b
Perkembangan Nilai Impor Juni 2009–Juni 2010*)
Persentase Perubahan Terhadap Periode
Nilai CIF (juta US$)
Bulan Sebelumnya
Migas Nonmigas Total Migas Nonmigas Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2009
Juni 1 441,8 6 493,7 7 935,5 -7,59 6,78 3,85
Juli 1 836,8 6 846,5 8 683,3 27,40 5,43 9,42
Agustus 1 519,9 8 187,4 9 707,3 -17,25 19,59 11,79
September 2 371,3 6 145,3 8 516,6 56,02 -24,94 -12,27
Oktober 1 916,2 7 513,9 9 430,1 -19,19 22,27 10,73
November 1 830,9 6 983,8 8 814,7 -4,45 -7,05 -6,53
Desember 2 095,5 8 204,4 10 299,9 14,45 17,48 16,85
Jan-Des 18 980,8 77 848,4 96 829,2 --- --- ---
2010
Januari 1 936,9 7 553,6 9 490,5 -7,57 -7,93 -7,86
Februari 2 045,5 7 452,6 9 498,1 5,61 -1,34 0,08
Maret 2 252,0 8 720,6 10 972,6 10,10 17,01 15,52
April 2 523,0 8 712,8 11 235,8 12,03 -0,09 2,40
Mei 1 976,6 8 003,8 9 980,4 -21,66 -8,14 -11,17
Juni*) 2 389,5 9 323,7 11 713,2 20,89 16,49 17,36
Tabel 4.3.a
Ekspor Nonmigas Sepuluh Golongan Barang Utama HS 2 Dijit
Semester I 2010*)
Nilai FOB (juta US$) % Peran
Perubahan
thd Total
Juni 2010
Golongan Barang (HS) Semester I Semester I Nonmigas
Mei 2010 Juni 2010 thd Mei 2010
2009 2010 Semester I
(juta US$)
2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Bahan bakar mineral (27) 1 492,6 1 508,7 5 365,8 9 202,8 16,1 15,51
2. Lemak & minyak hewan/nabati (15) 1 040,6 1 067,5 4 917,6 5 712,0 26,9 9,62
3. Mesin/peralatan listrik (85) 834,3 844,0 3 497,6 4 825,2 9,7 8,13
4. Karet dan barang dari karet (40) 798,9 791,7 2 066,0 4 341,0 -7,2 7,31
5. Bijih, kerak, dan abu logam (26) 698,9 462,3 2 287,6 3 668,3 -236,6 6,18
6. Mesin-mesin/pesawat mekanik (84) 372,8 494,9 2 177,3 2 379,8 122,1 4,01
7. Kertas/karton (48) 358,5 346,1 1 594,6 2 016,7 -12,4 3,40
8. Pakaian jadi bukan rajutan (62) 268,0 312,7 1 602,8 1 710,1 44,7 2,88
9. Perabot, penerangan rumah (94) 155,1 154,6 865,9 1 117,4 -0,5 1,88
10. Serat stapel buatan (55) 171,0 169,9 675,5 990,0 -1,1 1,67
Total 10 Golongan Barang 6 190,7 6 152,4 25 050,7 35 963,3 -38,3 60,59
Lainnya 4 096,7 4 239,6 17 848,4 23 394,6 142,9 39,41 27
Total Ekspor Nonmigas 10 287,4 10 392,0 42 899,1 59 357,9 104,6 100,00
Tabel 4.3.b
Impor Nonmigas Sepuluh Golongan Barang Utama HS 2 Dijit Semester I 2010*)
Nilai CIF (juta US$) % Peran
Perubahan
thd Total
Juni 2010*)
Golongan Barang (HS) Semester I Semester I Nonmigas
Mei 2010 Juni 2010 thd Mei 2010
2009 2010*) Semester I
(juta US$)
2010*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Mesin/peralatan mekanik (84) 1 422,8 1 696,4 6 855,9 9 170,1 273,6 18,43
2. Mesin dan peralatan listrik (85) 1 141,8 1 306,2 4 900,4 6 973,8 164,4 14,01
3. Besi dan baja (72) 494,6 630,1 1 654,9 3 005,6 135,5 6,04
4. Bahan kimia organik(29) 429,0 461,2 1 715,7 2 640,3 32,2 5,30
5. Kendaraan bermotor dan bagiannya (87) 402,9 530,7 1 262,9 2 625,4 127,8 5,28
6. Plastik dan barang dari plastik (39) 381,3 424,1 1 334,8 2 213,6 42,8 4,45
7. Barang dari besi dan baja (73) 235,2 315,6 1 430,8 1 661,1 80,4 3,34
8. Pesawat udara dan bagiannya (88) 115,2 218,4 1 482,6 1 382,9 103,2 2,78
9. Kapal, perahu dan struktur terapung (89) 74,6 162,8 632,4 1 052,6 88,2 2,11
10. Kapas (52) 184,0 192,8 695,2 998,8 8,8 2,01
Total 10 Golongan Barang 4 881,4 5 938,3 21 965,6 31 724,2 1 056,9 63,75
Lainnya 3 122,4 3 385,4 12 001,5 18 042,9 263,0 36,25
28 Total Impor Nonmigas 8 003,8 9 323,7 33 967,1 49 767,1 1 319,9 100,00
Data Strategis BPS
Dari sepuluh golongan barang utama impor nonmigas Indonesia, Dari sepuluh
golongan barang
seluruhnya mengalami peningkatan pada Juni 2010 dibanding Mei utama impor
2010. Hanya satu golongan barang meningkat di atas US$200,0 juta nonmigas Indonesia,
yaitu mesin/peralatan mekanik yang meningkat sebesar US$273,6 juta seluruhnya
(19,23 persen). mengalami
peningkatan pada
Juni 2010 dibanding
Sementara itu, empat golongan barang mengalami peningkatan Mei 2010.
antara US$100,0 juta sampai dengan US$200,0 juta. Keempat golongan
barang tersebut, yaitu mesin dan peralatan listrik meningkat sebesar
US$164,4 juta (14,40 persen), besi dan baja sebesar US$135,5 juta
(27,40 persen), kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar US$127,8
juta (31,72 persen), dan pesawat udara dan bagiannya sebesar
US$103,2 juta (89,58 persen). Sedangkan lima golongan barang
sisanya meningkat dibawah US$100,0 juta, yaitu kapal, perahu dan
struktur terapung sebesar US$88,2 juta (118,23 persen), barang dari
besi dan baja sebesar US$80,4 juta (34,18 persen), plastik dan barang
dari plastik sebesar US$42,8 juta (11,22 persen), bahan kimia organik
sebesar US$32,2 juta (7,51 persen), dan kapas sebesar US$8,8 juta
(4,78 persen) dapat dilihat pada Tabel 4.3.b.
St a ti s ti k E k s p o r- I m p o r B a r a n g
Tabel 4.4.a
Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Tujuan Barang Utama
Semester I 2010*)
Nilai FOB (Juta US$) % Peran
Perubahan
thd Total
Juni 2010
Negara Asal Semester I Semester I Nonmigas
Mei 2010 Juni 2010 thd Mei 2010
2009 2010 Semester I
(Juta US$)
2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
ASEAN 2 101,4 2 387,9 9 143,8 12 750,8 286,5 21,48
1. Singapura 726,9 822,7 3 948,5 4 644,8 95,8 7,82
2. Malaysia 584,6 613,0 2 258,7 3 154,8 28,4 5,92
3. Thailand 312,4 477,8 1 032,4 1 968,6 165,4 3,32
ASEAN Lainnya 477,5 474,4 1 904,2 2 622,6 -3,1 4,42
UNI EROPA 1 322,8 1 237,7 6 040,9 7 632,5 -85,1 12,86
4. Jerman 282,0 232,8 988,1 1 386,2 -49,2 2,34
5. Perancis 97,7 93,5 409,6 602,6 -4,2 1,02
6. Inggris 130,9 140,1 682,9 839,2 9,2 1,41
Uni Eropa Lainnya 812,2 771,3 3 960,3 4 804,5 -40,9 8,09
NEGARA UTAMA LAINNYA 4 487,8 4 343,8 17 522,3 25 816,3 -144,0 43,49
7. Cina 1 015,3 1 015,0 3 769,5 6 048,1 -0,3 10,19
29
8. Jepang 1 406,8 1 300,9 4 994,4 7 640,2 -105,9 12,87
9. Amerika Serikat 1 054,8 1 137,7 4 836,0 6 245,7 82,9 10,52
Dari total nilai impor nonmigas Indonesia Juni 2009 yang sebesar
US$6.511,9 juta, sebesar US$1.455,7 juta (22,35 persen) berasal dari
ASEAN, dan sebesar US$737,9 juta (11,33 persen) dari Uni Eropa.
Berdasarkan negara asal barang utama, impor nonmigas dari Cina
merupakan yang terbesar yaitu sebesar US$1.037,1 juta atau 15,93
persen dari keseluruhan impor nonmigas Indonesia, diikuti Jepang
sebesar US$836,5 juta (12,85 persen), Singapura US$719,8 juta (11,05
persen), Amerika Serikat sebesar US$519,2 juta (7,97 persen), Thailand
sebesar US$393,1 juta (6,04 persen), Australia sebesar US$355,5 juta
(5,46 persen), Korea Selatan US$323,0 juta (4,96 persen), Malaysia
sebesar US$258,3 juta (3,97 persen), Jerman US$229,2 juta (3,52
persen), Taiwan sebesar US$163,8 juta (2,52 persen). Selanjutnya
impor nonmigas dari Perancis sebesar US$138,4 juta (2,13 persen)
dan Inggris sebesar US$55,7 juta (0,86 persen). Secara keseluruhan,
keduabelas negara utama di atas memberikan peran sebesar 77,24
30 persen dari total impor nonmigas Indonesia (Tabel 4.4.a).
Data Strategis BPS
Total nilai impor nonmigas Indonesia Juni 2010 sebesar US$9.323,7 Keduabelas
negara utama
juta atau meningkat US$1.319,9 juta (16,49 persen) dibanding Mei
memberikan peran
2010. Dari nilai tersebut, sebesar US$2.090,9 juta (22,43 persen) sebesar 79,67
berasal dari ASEAN dan US$882,3 juta (9,46 persen) dari Uni Eropa. persen dari total
Berdasarkan negara asal barang utama, impor nonmigas dari Cina impor nonmigas
Indonesia.
merupakan yang terbesar, yaitu sebesar US$1.861,1 juta atau 19,96
persen dari keseluruhan impor nonmigas Indonesia, diikuti Jepang
sebesar US$1.527,6 juta (16,38 persen), Singapura US$848,7 juta (9,10
persen), Thailand sebesar US$668,8 juta (7,17 persen), Amerika Serikat
sebesar US$632,7 juta (6,79 persen), Korea Selatan US$460,5 juta
(4,94 persen), Malaysia sebesar US$409,8 juta (4,40 persen), Australia
sebesar US$306,6 juta (3,29 persen), Jerman sebesar US$277,3 juta
(2,97 persen), dan Taiwan US$260,3 juta (2,79 persen). Selanjutnya
impor nonmigas dari Inggris sebesar US$131,8 juta (1,41 persen) dan
Perancis sebesar US$69,1 juta (0,74 persen). Secara keseluruhan,
keduabelas negara utama diatas memberikan peran sebesar 79,67
persen dari total impor nonmigas Indonesia.
Sementara itu, dari total nilai impor nonmigas Indonesia selama
semester I 2010 sebesar US$49.767,1 juta, 79,67 persen berasal dari
duabelas negara utama, yaitu Cina sebesar US$8.994,0 juta atau 18,07
persen, diikuti oleh Jepang sebesar US$7.635,8 juta (15,34 persen).
St a ti s ti k E k s p o r- I m p o r B a r a n g
Dilihat dari Berikutnya Singapura berperan 9,77 persen, Amerika Serikat 8,46
perkembangannya
persen, Thailand 7,35 persen, Korea Selatan 5,22 persen, Malaysia
terhadap semester I
2009, impor dari dua 4,38 persen, Australia 3,71 persen, Taiwan 2,75 persen, Jerman 2,71
belas negara utama persen, Inggris 0,98 persen, dan Perancis 0,92 persen. Impor Indonesia
meningkat 47,82 dari ASEAN mencapai 23,10 persen, dan dari Uni Eropa 8,83 persen.
persen.
Dilihat dari perkembangannya terhadap semester I 2009, terlihat
bahwa impor dari dua belas negara utama meningkat 47,82 persen.
Peningkatan ini terutama disumbang oleh dua negara utama yang
impornya meningkat diatas US$3,0 miliar, yaitu Jepang meningkat
US$3.309,4 juta (76,49 persen) dan Cina meningkat sebesar US$3.096,9
juta (52,52 persen). (Lihat Tabel 4.4.b)
Tabel 4.4.b
Impor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Asal Barang Utama
Semester I 2010*)
Nilai CIF (Juta US$) % Peran
Perubahan
thd Total
Juni 2010*)
Negara Asal Jan-Jun Jan-Jun Nonmigas
Mei 2010 Juni 2010
2009 2010
thd Mei 2010
Semester I 31
(Juta US$)
2010
33
KETENAGAKERJAAN
Pada Februari 2010, Pada Februari 2010, dari total angkatan kerja sebesar 116,00
dari total angkatan juta orang, sekitar 92,60 persennya adalah penduduk yang bekerja.
kerja sebesar 116,00
juta orang, sekitar Penduduk yang bekerja pada keadaan Februari 2010 bertambah
92,60 persennya sebanyak 2,53 juta orang (2,42 persen) dibandingkan keadaan
adalah penduduk Agustus 2009 dan bertambah sebanyak 2,92 juta orang (2,80 persen) 37
yang bekerja.
dibandingkan keadaan setahun yang lalu (Februari 2009).
Tabel 5.1
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, 2008–2010
(dalam ribuan)
2008 2009 2010
Kegiatan
Februari Agustus Februari Agustus Februari
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Penduduk 15+ 165 565,99 166 641,05 168 264,45 169 328,21 171 017,42
(100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
Angkatan Kerja 111 477,45 111 947,26 113 744,41 113 833,28 115 998,01
(67,33) (67,18) (67,60) (67,23) (67,83)
Bekerja 102 049,86 102 552,75 104 485,44 104 870,66 107 405,57
(91,54) ( 91,61) (91,86) (92,13) (92,60)
Pengangguran Terbuka 9 427,59 9 394,52 9 258,96 8 962,62 8 592,49
(8,46) (8,39) (8,14) (7,87) (7,40)
Bukan Angkatan Kerja 54 088,55 54 693,79 54 520,04 55 494,93 55 019,35
(32,67) (32,82) (32,40) (32,77) (32,17)
Tingkat Partisipasi Angka- 67,33 67,18 67,60 67,32 67,83
tan Kerja (%)
38
Tingkat Pengangguran 8,46 8,39 8,14 7,87 7,41
Terbuka (%)
Data Strategis BPS
Tabel 5.2
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2008–2010
(dalam ribuan)
1)
Mencakup: 1. Pertambangan dan Penggalian; 2. Listrik, Gas, dan Air Bersih
39
3. Status Pekerjaan Utama
Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa dari 107,41 juta orang yang
bekerja, jumlah buruh dan karyawan di Indonesia pada Februari 2010
mencapai 30,72 juta orang (28,61 persen). Sementara jumlah penduduk
yang status pekerjaan utamanya adalah berusaha pada Februari 2010
mencapai 45,40 juta orang yang terdiri atas mereka yang berusaha
sendiri 20,46 juta orang, berusaha dibantu buruh tidak tetap 21,92
juta orang, dan berusaha dibantu buruh tetap 3,02 juta orang. Jumlah
pekerja tidak dibayar di Indonesia pada Februari 2010 mencapai 19,68
juta orang atau 18,32 persen dari jumlah penduduk yang bekerja.
Ke t e na ga ke r ja a n
Tabel 5.3
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama, 2008–2010
(dalam ribuan)
Tabel 5.4
Penduduk yang Termasuk Angkatan Kerja, Bekerja, Pengangguran Terbuka
dan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi
Februari 2009–Februari 2010
Pengangguran Terbuka
Angkatan Kerja (juta) Bekerja (juta) Tingkat Pengangguran (%)
Provinsi (ribu)
Feb 2009 Feb 2010 Feb 2009 Feb 2010 Feb 2009 Feb 2010 Feb 2009 Feb 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Aceh 1,86 1,93 1,69 1,77 173,62 166,28 9,31 8,60
Sumatera Utara 6,32 6,40 5,80 5,90 521,64 512,83 8,25 8,01
Sumatera Barat 2,18 2,27 2,01 2,10 172,25 172,08 7,90 7,57
Riau 2,31 2,35 2,10 2,18 206,47 169,16 8,96 7,21
Jambi 1,34 1,35 1,27 1,30 69,86 60,06 5,20 4,45
Sumatera Selatan 3,49 3,62 3,20 3,38 292,23 237,12 8,38 6,55
Bengkulu 0,87 0,88 0,82 0,84 46,05 35,68 5,31 4,06
Lampung 3,74 3,75 3,51 3,53 230,94 223,49 6,18 5,95
Bangka Belitung 0,56 0,55 0,53 0,53 26,82 23,32 4,82 4,24
Kepulauan Riau 0,67 0,70 0,62 0,65 52,24 50,73 7,81 7,21
DKI Jakarta 4,76 4,75 4,19 4,21 570,56 537,47 11,99 11,32
Jawa Barat 19,05 19,21 16,79 17,18 2 257,66 2 031,55 11,85 10,57 41
Jawa Tengah 16,61 17,13 15,40 15,96 1 208,67 1 174,90 7,28 6,86
42
Data Strategis BPS
P ro d u k si Ta na m a n Pa n ga n
43
1. Produksi Padi
Produksi padi tahun 2009 sebesar 64,40 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), meningkat sebanyak 4,07 juta ton (6,75 persen) dibandingkan
tahun 2008. Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar
2,53 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1,54 juta ton.
Produksi padi tahun Produksi padi tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 65,15
2010 (ARAM II) juta ton GKG, meningkat sebanyak 751,87 ribu ton (1,17 persen)
diperkirakan sebesar
65,15 juta ton GKG, dibandingkan tahun 2009. Kenaikan produksi padi tahun 2010 tersebut
meningkat sebanyak diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 269,29 ribu ton dan di luar Jawa
751,87 ribu ton sebesar 482,58 ribu ton. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena
(1,17 persen)
peningkatan produktivitas sebesar 0,63 kuintal/hektar (1,26 persen),
dibandingkan tahun
2009. sedangkan luas panen diperkirakan mengalami penurunan seluas
12,63 ribu hektar (0,10 persen). Perkiraan kenaikan produksi padi tahun
2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan
perkiraan penurunan produksi padi tahun 2010 yang relatif besar
terdapat di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
P ro d u k si Ta na m a n Pa n ga n
Gambar 6.1
Perkembangan Produksi Padi, 2008–20101)
70 64,4 65,2
60,3
60
50
40 35,1
32,3 34,9
juta ton
10
0
Jawa Luar Jawa Indonesia
Pola panen padi tahun 2010 hampir sama dengan pola panen tahun
46 2008 dan 2009. Puncak panen padi subround Januari−April tahun 2008,
2009, dan tahun 2010 terjadi pada bulan Maret (Gambar 6.2).
Data Strategis BPS
Gambar 6.2
Pola Panen Padi, 2008–2010
2 750
2 500
2 250
2 000
1 750
ribu ha
1 500
1 250
1 000
750
500
250
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2008 (ha) 417 567 1 091 452 2 403 610 1 851 372 910 343 908 147 1 175 652 1 230 900 921 897 579 804 411 830 424 851
2009 (ha) 513 081 1 534 367 2 409 735 1 509 517 914 689 1 081 301 1 188 294 1 245 348 918 255 629 610 470 559 468 820
2010 (ha) 508 334 1 253 406 2 243 754 1 830 312
P ro d u k si Ta na m a n Pa n ga n
Tabel 6.1
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi
Menurut Subround, 2008–2010
Perkembangan
2010
Uraian 2008 2009 2008−2009 2009−2010
(ARAM II)
Absolut (%) Absolut (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
2 Produktivitas (ku/ha)
• Januari–April 48,79 49,45 50,29 0,66 1,35 0,84 1,70
• Mei–Agustus 49,50 50,71 51,39 1,21 2,44 0,68 1,34 47
• September–Desember 48,28 49,97 49,98 1,69 3,50 0,01 0,02
3 Produksi (ton)
• Januari–April 28 120 510 29 505 561 29 346 648 1 385 051 4,93 -158 913 -0,54
• Mei–Agustus 20 914 987 22 463 966 23 411 712 1 548 979 7,41 947 746 4,22
• September–Desember 11 290 428 12 429 363 12 392 404 1 138 935 10,09 -36 959 -0,30
• Januari–Desember 60 325 925 64 398 890 65 150 764 4 072 965 6,75 751 874 1,17
2. Produksi Jagung
Produksi jagung tahun 2009 sebesar 17,63 juta ton pipilan kering,
meningkat sebanyak 1,31 juta ton (8,04 persen) dibandingkan tahun
2008. Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 0,77 juta
ton dan di luar Jawa sebesar 0,54 juta ton.
Gambar 6.3
Perkembangan Produksi Jagung, 2008–20101)
20
17,6 18,0
18 16,3
16
14
12
9,5 9,7
juta ton
Produksi jagung tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 18,02 Produksi jagung
tahun 2010 (ARAM
juta ton pipilan kering, meningkat sebanyak 386,79 ribu ton (2,19 II) diperkirakan
persen) dibandingkan tahun 2009. Kenaikan produksi jagung tahun sebesar 18,02 juta
2010 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 226,19 ribu ton dan ton pipilan kering,
di luar Jawa sebesar 160,60 ribu ton. Kenaikan produksi diperkirakan meningkat sebanyak
386,79 ribu ton
terjadi karena peningkatan produktivitas sebesar 0,69 kuintal/ (2,19 persen)
hektar (1,63 persen) dan luas panen seluas 23,43 ribu hektar (0,56 dibandingkan tahun
persen). Perkiraan kenaikan produksi jagung tahun 2010 yang relatif 2009.
besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sumatera Utara.
Sedangkan perkiraan penurunan produksi jagung tahun 2010 yang
relatif besar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi
Jawa Timur.
Pola panen jagung tahun 2010 hampir sama dengan pola panen
tahun 2008 dan tahun 2009. Pada subround Januari–April, puncak
panen jagung tahun 2008, 2009, dan tahun 2010 terjadi pada bulan
Februari (Gambar 6.4).
P ro d u k si Ta na m a n Pa n ga n
Gambar 6.4
Pola Panen Jagung, 2008–2010
800
700
600
500
ribu ha
400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2008 (ha) 310 638 720 956 644 621 403 668 236 901 263 178 285 864 282 512 228 459 207 148 205 768 212 011
2009 (ha) 599 043 711 510 524 934 340 711 237 197 322 529 305 316 301 244 249 636 236 989 173 692 157 858
2010 (ha) 296 298 729 927 711 806 408 809
Tabel 6.2 49
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung
2 Produktivitas (ku/ha)
• Januari–April 39,61 41,33 42,24 1,72 4,34 0,91 2,20
• Mei–Agustus 42,48 43,92 45,05 1,44 3,39 1,13 2,57
• September–Desember 41,49 42,92 42,32 1,43 3,45 -0,60 -1,40
• Januari–Desember 40,78 42,37 43,06 1,59 3,90 0,69 1,63
3 Produksi (ton)
• Januari–April 8 237 885 8 995 141 9 069 276 757 256 9,19 74 135 0,82
• Mei–Agustus 4 538 779 5 122 700 5 368 130 583 921 12,87 245 430 4,79
• September–Desember 3 540 588 3 511 907 3 579 131 -28 681 -0,81 67 224 1,91
• Januari–Desember 16 317 252 17 629 748 18 016 537 1 312 496 8,04 386 789 2,19
Keterangan: kualitas produksi jagung adalah pipilan kering
P ro d u k si Ta na m a n Pa n ga n
3. Produksi Kedelai
Produksi kedelai tahun 2009 sebesar 974,51 ribu ton biji kering,
meningkat sebanyak 198,80 ribu ton (25,63 persen) dibandingkan
tahun 2008. Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar
127,84 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 70,96 ribu ton.
Gambar 6.5
Perkembangan Produksi Kedelai, 2008–20101)
1 000 974,5
927,4
900
800 775,7
500
400 327,7
298,8
,
300 256,7
200
50 100
0
Data Strategis BPS
Produksi kedelai tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 927,38 Produksi
kedelai tahun
ribu ton biji kering, menurun sebanyak 47,13 ribu ton (4,84 persen) 2010 (ARAM II)
dibandingkan tahun 2009. Penurunan produksi kedelai tahun 2010 diperkirakan sebesar
tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 18,26 ribu ton dan di luar 927,38 ribu ton biji
Jawa sebesar 28,87 ribu ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi kering, menurun
sebanyak 47,13 ribu
karena penurunan luas panen seluas 44,35 ribu hektar (6,14 persen), ton (4,84 persen)
sedangkan produktivitas diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 0,19 dibandingkan tahun
kuintal/hektar (1,41 persen). Perkiraan penurunan produksi kedelai 2009.
tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat, Aceh, Jawa Barat, dan Provinsi Lampung. Sedangkan
perkiraan kenaikan produksi kedelai tahun 2010 yang relatif besar
terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Pola panen kedelai tahun 2010 hampir sama dengan pola panen
tahun 2008 dan 2009. Pada subround Januari–April tahun 2008, 2009,
dan tahun 2010, puncak panen terjadi pada bulan Februari (Gambar
6.6).
P ro d u k si Ta na m a n Pa n ga n
Gambar 6.6
Pola Panen Kedelai, 2008–2010
90
75
60
ribu ha
45
30
15
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2008 (ha) 34 290 46 683 32 660 40 163 61 135 57 566 59 592 34 112 62 386 93 200 36 199 32 970
2009 (ha) 54 779 63 138 43 145 60 759 83 356 80 542 58 923 40 349 99 566 85 166 25 568 27 500
2010 (ha) 23 827 72 633 52 533 30 018
Tabel 6.3
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai 51
Menurut Subround, 2008–2010
2 Produktivitas (ku/ha)
• Januari–April 13,52 13,35 13,90 -0,17 -1,26 0,55 4,12
• Mei–Agustus 12,97 13,58 13,80 0,61 4,70 0,22 1,62
• September–Desember 13,00 13,50 13,39 0,50 3,85 -0,11 -0,81
• Januari–Desember 13,13 13,48 13,67 0,35 2,67 0,19 1,41
3 Produksi (ton)
• Januari–April 208 005 296 141 248 887 88 136 42,37 -47 254 -15,96
• Mei–Agustus 275 496 357 423 331 852 81 927 29,74 -25 571 -7,15
• September–Desember 292 209 320 948 346 645 28 739 9,84 25 697 8,01
• Januari–Desember 775 710 974 512 927 384 198 802 25,63 -47 128 -4,84
53
Tabel 7.1
Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Triwulanan
Tahun 2006–2010
Pertumbuhan (q-to-q) Pertumbuhan (y-on-y)
Tahun Tahunan
Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
2006 -4,00 4,68 7,97 -3,59 -7,71 -2,83 -0,39 4,60 -1,63
2007 -1,65 4,43 5,04 -3,18 7,16 6,91 4,01 4,46 5,57
2008 0,34 1,92 3,31 -3,26 5,85 3,30 1,60 1,51 3,01
2009 -1,65 2,38 2,74 0,96 0,19 0,64 0,09 4,46 1,34
2010 -1,84 4,25
Pe r t u m b u h a n P ro d u k si I n d u s t r i Pe n gola ha n
Gambar 7.1
Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang (q-to-q)
2006–2010
10 7,97
8
6 4,68 4,43
5,04
Persentase
4 3,31
2,38 2,74
1,92 1,48
2 0,34
0
-2 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07
-1,65
II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09
-1,65
II-09 III-09 IV-09 I-10
-1,84
-4 -3,59 -3,18 -3,26
-4,00
-6
Triwulan
Pengolahan Besar
I tahun 2009. Pertumbuhan triwulan IV tahun 2009 naik 4,46 persen dan Sedang triwulan
dari triwulan III tahun 2009, pertumbuhan triwulan III tahun 2009 naik I tahun 2010
naik sebesar 4,25
0,09 persen dari triwulan II tahun 2009, pertumbuhan triwulan II tahun persen (y-on-y) dari
2009 naik 0,64 persen dari triwulan I tahun 2009, dan triwulan I naik triwulan I tahun
sebesar 0,19 persen dari triwulan IV 2008. 2009.
Tabel 7.2
Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Bulanan
Januari 2006–April 2010
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar April Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
2006 -1,56 -1,04 1,33 0,16 3,95 3,82 2,45 0,04 4,46 -11,08 6,88 2,05
2007 -3,54 -5,60 6,94 0,10 1,43 2,34 2,12 0,26 1,93 -8,30 5,81 0,82
2008 -1,17 -2,36 0,09 1,16 1,91 0,69 2,55 0,35 -1,73 -1,93 0,39 -1,73
2009 -0,94 0,17 0,61 0,98 0,83 1,11 1,73 1,28 -2,57 2,87 -0,48 0,72
2010 -0,57 -1,00 0,07 0,21
Pe r t u m b u h a n P ro d u k si I n d u s t r i Pe n gola ha n
Gambar 7.2
Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang (y-to-y)
2006–2010
7,16 6,91
5,85
4,6 4,46 4,6 4,51 4,46 4,25
4,01
3,3
0,64
0,19 0,09
Persentase
-0,39
6
9
7
9
7
8
6
07
09
08
06
9
-0
-0
7
-0
0
-0
-0
-0
-0
6
-0
I-0
I-0
I-0
I-1
I-0
IV
IV
II-
II-
IV
IV
II-
II-
III
III
III
III
-2,83
-7,71
Triwulan
59
KEMISKINAN
Tabel 8.1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah
1996–2010
Jumlah Penduduk Miskin (juta orang) Persentase Penduduk Miskin
Tahun
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47
1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23
1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43
2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14
2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41
2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20
2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42
2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66
2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97
2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75
2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58
2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42
2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15 63
2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33
Tabel 8.2
Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah, Maret 2009 dan Maret 2010
64
Garis Kemiskinan Persentase
(Rp/Kapita/Bln) Jumlah penduduk
Data Strategis BPS
Daerah/Tahun penduduk
miskin (juta)
Makanan Bukan Makanan Total miskin
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Perkotaan
Maret 2009 155 909 66 214 222 123 11,91 10,72
Maret 2010 163 077 69 912 232 989 11,10 9,87
Perdesaan
Maret 2009 139 331 40 503 179 835 20,62 17,35
Maret 2010 148 939 43 415 192 354 19,93 16,56
Perkotaan + Perdesaan
Maret 2009 147 339 52 923 200 262 32,53 14,15
Maret 2010 155 615 56 111 211 726 31,03 13,33
Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010
2009 menjadi Rp211.726,- per kapita per bulan pada Maret 2010 (Tabel
8.2). Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang
terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan
Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan
jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan
(perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2009
sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,6 persen, dan sekitar 73,5
persen pada Maret 2010.
Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,50 pada Maret 2009 menjadi 2,21
pada Maret 2010. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun
dari 0,68 menjadi 0,58 pada periode yang sama (Tabel 8.3). Penurunan
nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Tabel 8.3
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) di Indonesia Menurut Daerah,
Maret 2009—Maret 2010
Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010
67
INFLASI 1
Inflasi merupakan indikator perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Barang dan jasa tersebut jumlahnya sangat banyak, namun “keranjang”
barang dan jasa yang digunakan untuk menghitung konsumsi rumah tangga seluruhnya
berjumlah 774 komoditas. Jumlah komoditas tersebut bervariasi antarkota, yang terkecil
terdapat di Kota Tarakan sebanyak 284 komoditas, sedangkan yang terbanyak terdapat di
Jakarta (441 komoditas), secara rata-rata sebanyak 335 komoditas (dari 66 kota). Angka
tersebut merupakan hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007 yang merupakan patokan
untuk menyusun inflasi.
IHKt IHKt-1
INFt = ( ) x 100
IHKt-1
Contoh:
IHK Umum bulan Juli 2010 sebesar 121,74 sedangkan IHK Umum bulan Juni 2010
sebesar 119,86 maka besarnya angka inflasi IHK Umum bulan Juli 2010 adalah [(121,74-
119,86)/119,86] x 100% = 1,57%.
Contoh:
IHK Komponen inti (core) bulan Juli 2010 sebesar 117,72 sedangkan IHK Komponen
inti (core) bulan Juni 2010 sebesar 117,15 maka besarnya angka inflasi IHK Komponen inti
(core) bulan Juli 2010 adalah [(117,72-117,15)/117,15] x 100% = 0,49%.
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Contoh:
IHK Komponen administered prices bulan Juli 2010 sebesar 116,10 sedangkan IHK
Komponen administered prices bulan Juni 2010 sebesar 114,68 maka besarnya angka
inflasi IHK Komponen administered prices bulan Juli 2010 adalah [(116,10-114,68)/114,68]
x 100% = 1,24%.
Contoh:
IHK Komponen volatile goods bulan Juli 2010 sebesar 143,82 sedangkan IHK Komponen
70 volatile goods bulan Juni 2010 sebesar 136,38 maka besarnya angka inflasi IHK Komponen
volatile goods bulan Juli 2010 adalah [(143,82-136,38)/ 136,38] x 100% = 5,46%.
Data Strategis BPS
Paket komoditas
“Sekeranjang” barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi oleh masyarakat di
suatu kota yang diukur IHK-nya.
Diagram timbang
Diagram yang menunjukkan persentase nilai konsumsi tiap jenis barang/jasa terhadap
total rata-rata pengeluaran rumah tangga di suatu kota.
Bahan dasar penyusunan inflasi adalah hasil Survei Biaya Hidup (SBH) (Cost of
Living Survey). SBH diadakan antara 5-10 tahun sekali, dan kini SBH 2007 menjadi dasar
penyusunan IHK. Sekitar 115 ribu rumah tangga tersebut di seluruh Indonesia ditanya
mengenai tingkat pengeluaran serta jenis dan nilai barang/jasa apa saja yang dikonsumsi
selama setahun penuh.
Secara nasional paket komoditas yang diperoleh dari hasil SBH 2007 menunjukkan
bobot komoditas makanan turun dari 43,38 persen menjadi 36,12 persen. Selain dari paket
komoditas, hasil SBH lainnya yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah Diagram
Timbang (Weighting Diagram).
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Pni
∑P P( n−1) i Qoi
( n −1) i
IHK n = k
x100
∑P Q
i =1
oi oi
dengan:
IHKn = Indeks periode ke-n
Pni = Harga jenis barang i, periode ke-n
P(n-1)i = Harga jenis barang i, periode ke-(n-1)
P(n-1)i Qoi = Nilai konsumsi jenis barang i, periode ke-(n-1)
Poi Qoi = Nilai konsumsi jenis barang i pada tahun dasar
k = Jumlah jenis barang paket komoditas
Rumus Inflasi:
a. Untuk bulanan
71
IHK bulan (n) - IHK bulan (n - 1)
x 100
b. Untuk Tahunan
∑ IHK W i i
IHK Nasional = i =1
100
IHKi= IHK kota ke-i
Wi = penimbang kota ke-i (diperoleh dari jumlah rumahtangga kota
ke-i dibagi dengan total rumahtangga di 66 kota)
a. Inflasi Tahunan
Inflasi dihitung secara titik per titik (point-to-point) dalam skala bulanan maupun
tahunan. Angka-angka di dalam Tabel 3.1 digunakan dalam formula yang telah diberikan.
Misalnya angka IHKDes 2009 sebesar 117,03 diperoleh dari Tabel 2.1, kolom (4), baris Desember,
sedangkan angka IHKDes 2008 sebesar 113,86. Selanjutnya dengan memasukkan angka-angka
yang bersesuaian dengan formula di bawah dan dengan sedikit penghitungan diperoleh
angka inflasi tahun 2009 sebesar 2,78%.
117,03 – 113,86
= X 100%
113,86
= 2,78%
b. Inflasi Tahunan Kumulatif (Metode sebelum April 1998)
72
Angka inflasi tahunan kumulatif dihitung dengan cara menjumlahkan angka inflasi
Data Strategis BPS
masing-masing bulan, mulai Januari sampai dengan Desember pada tahun yang
bersangkutan. Secara formula dapat dirumuskan sebagai berikut:
Angka-angka di atas diperoleh dari Tabel 2.1, kolom (8), baris Januari (-0,07%), Februari
(0,21%) sampai dengan Desember (0,33%). Perlu ditambahkan bahwa angka inflasi yang
dihitung berdasarkan formula point to point hasilnya tidak sama dengan angka inflasi yang
dihitung berdasarkan formula kumulatif. BPS dalam penghitungan inflasinya menggunakan
formula point to point. Jadi untuk contoh tahun 2009, angka inflasi sebesar 2,78% bukan
2,75%.
118,19 – 117,03
= X 100%
117,03
= 0,99%
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
73
menghasilkan nilai yang lebih tinggi. Dalam terminologi ekonomi, peningkatan nilai dari
input menjadi output disebut sebagai nilai tambah (value added). Oleh karenanya nilai
tambah merupakan “milik” faktor produksi, karena merupakan balas jasa faktor produksi.
Penjumlahan nilai tambah dalam satu periode tertentu di suatu wilayah tertentu
dikenal dengan Produk Domestik Bruto (PDB).
Nilai PDB disajikan melalui dua harga, yaitu atas dasar harga berlaku (at current market
prices) dan harga konstan (constant prices). Konsep atas dasar harga konstan merupakan
PDB atas dasar harga berlaku yang telah “dihilangkan” pengaruh perubahan harga. Oleh
karenanya, tingkat pertumbuhan ekonomi dihitung dari PDB atas penilaian harga konstan.
Hal ini mengandung maksud bahwa pertumbuhan ekonomi benar-benar merupakan
pertumbuhan volume barang dan jasa, bukan nilai yang masih mengandung perubahan
harga.
PDB ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi neto dari luar negeri (net factor
income from abroad) - pendapatan faktor produksi dari luar dikurangi dengan pendapatan
faktor produksi yang ke luar negeri - akan menghasilkan Produk Nasional Bruto (PNB)
atau Gross National Product (GNP). PNB dikurangi dengan pajak tak langsung neto dan
penyusutan akan menghasilkan pendapatan nasional (National Income).
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Penyusunan PDB menggunakan referensi baku yang disusun oleh United Nations
dengan judul A System of National Accounts (SNA). Acuan ini, secara terus-menerus
diremajakan sesuai dengan perkembangan ekonomi dunia yang terjadi. Indonesia sedang
menuju acuan SNA 1993/2008, walaupun belum secara keseluruhan.
Wilayah Domestik
Semua barang dan jasa sebagai hasil kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah
domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya dimiliki atau dikuasai oleh
penduduk daerah tersebut, merupakan produk domestik wilayah bersangkutan. Output
yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan produk domestik.
Wilayah domestik adalah suatu daerah yang meliputi daratan dan lautan yang berada di
dalam batas-batas geografis daerah tersebut.
Output
Output perusahaan adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode
tertentu meliputi produksi utama, produksi ikutan maupun produksi sampingan. Output
tersebut merupakan hasil perkalian antara kuantitas produksi dengan unit harganya.
Beberapa pengertian output secara lebih rinci dijelaskan berikut ini. Barang dan
jasa yang diproduksi selama suatu periode tertentu sebagian besar mungkin dijual pada 75
periode yang sama, juga termasuk barang dan jasa yang dibuat untuk diberikan kepada
Barang setengah jadi pada sektor konstruksi dicatat sebagai output barang jadi sektor
tersebut dan merupakan pembentukan modal tetap bruto. Pertambahan nilai dari kayu
dan tanaman yang masih tumbuh tidak termasuk dalam perhitungan output, karena belum
dianggap sebagai komoditi. Output lapangan usaha yang memproduksi barang untuk
tujuan dipasarkan selama suatu periode tertentu, biasanya tidak sama dengan penerimaan
penjualan pada periode tersebut. Barang yang dijual pada suatu periode sebagian
diperoleh dari stok produksi periode yang lalu dan sebaliknya produksi periode sekarang
tidak seluruhnya terjual pada periode yang sama, akan tetapi sebagian merupakan stok
untuk dijual pada periode selanjutnya.
Biaya Antara
Biaya antara terdiri dari barang dan jasa yang digunakan di dalam proses produksi.
Pengeluaran untuk barang dan jasa sebagai suatu kewajiban untuk penyelesaian pekerjaan,
diperlakukan sebagai biaya antara. Termasuk juga sebagai biaya antara adalah pembelian
peralatan kerja buruh tambang seperti lampu dan bahan peledak atau peralatan kerja
buruh tani atas dasar suatu kontrak. Pengeluaran untuk transpor pegawai ke dan dari
tempat bekerja dimasukkan sebagai pengeluaran konsumsi rumah tangga. Perlakuan ini
dipakai karena pengeluaran transportasi tersebut sepenuhnya merupakan keputusan yang
dilakukan oleh pegawai. Penggantian uang perjalanan, makan, dan sejenisnya yang diadakan
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
oleh pegawai dalam hubungannya untuk melaksanakan tugas, diperlakukan sebagai biaya
antara. Pengeluaran perusahaan untuk jasa kesehatan, obat-obatan dan rekreasi untuk
pegawainya pada umumnya diperlakukan sebagai biaya antara, karena pengeluaran ini
adalah untuk kepentingan perusahaan dan bukan kepentingan pegawai secara individu.
Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan atas nilai barang dan jasa sebagai
biaya antara agar menjadi output. Oleh karenanya secara matematis nilai tersebut dapat
dihitung menggunakan formula sederhana berikut ini.
NTB = Output – Input antara
NTB = nilai tambah bruto
Nilai tambah bruto merupakan balas jasa faktor produksi, yang terdiri dari komponen
(a) pendapatan faktor, (b) penyusutan barang modal tetap, (c) pajak tak langsung neto,
sedangkan jika penyusutan dikeluarkan dari nilai tambah bruto maka akan diperoleh nilai
tambah neto. Pendapatan faktor merupakan nilai tambah produsen atas penggunaan
faktor faktor produksi dalam proses produksi, yang terdiri dari unsur-unsur:
1) Upah dan gaji sebagai balas jasa pegawai
2) Sewa tanah sebagai balas jasa tanah
3) Bunga sebagai balas jasa modal
76 4) Keuntungan sebagai balas jasa kewiraswastaan.
Data Strategis BPS
Faktor pendapatan yang ditimbulkan oleh produsen komoditi meliputi seluruh unsur
pendapatan faktor tersebut, sedang yang ditimbulkan oleh tenaga kerja hanya terdiri dari
unsur upah dan gaji.
PDB pendekatan produksi menghasilkan PDB sektoral karena di dalamnya dirinci PDB
yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, dan setiap sektor tersebut dapat dirinci lagi
menjadi sub-sub sektor.
Secara konsepsi, penghitungan PDB dengan menggunakan salah satu dari ketiga
pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran
akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula
dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. Hanya sayang, PDB pendekatan
pendapatan, karena keterbatasan data, belum dapat disajikan.
Perkiraan besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang
tidak mencari untung atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan cara revaluasi untuk
kelompok makanan dan deflasi untuk kelompok bukan makanan dengan Indeks Harga
Konsumen (IHK) bukan makanan yang sesuai sebagai deflator-nya.
Konsumsi Pemerintah
Pemerintah sebagai konsumen akhir mencakup pemerintah umum yang terdiri dari
pemerintah pusat yang meliputi unit departemen, lembaga non-departemen dan lembaga
pemerintah lainnya, serta pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dan daerah di
bawahnya. Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja
pegawai, penyusutan barang-barang pemerintah, dan belanja barang (termasuk belanja
perjalanan, pemeliharaan, dan pengeluaran lain yang bersifat rutin), tidak termasuk
penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah yang bukan
dikonsumsi sendiri oleh pemerintah tetapi dikonsumsi oleh masyarakat.
Data dasar yang dipakai adalah realisasi belanja pemerintah dari data Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Kementerian Keuangan. Estimasi konsumsi pemerintah dihitung dari
konsumsi pemerintah pusat, serta data realisasi pengeluaran pemerintah provinsi,
kabupaten/kota dan desa yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Besarnya
78 penyusutan pemerintah pusat (hasil suatu survei) diperkirakan dua puluh persen dari nilai
pembentukan modal tetap bruto pemerintah, sedangkan penyusutan untuk pemerintah
Data Strategis BPS
Perkiraan pengeluaran konsumsi pemerintah atas dasar harga konstan 2000 untuk
belanja pegawai dihitung dengan cara ekstrapolasi menggunakan indeks tertimbang jumlah
pegawai negeri sipil menurut golongan kepangkatan sebagai ekstrapolatornya, sedangkan
untuk belanja barang dihitung dengan cara deflasi menggunakan Indeks Harga Perdagangan
Besar (IHPB) umum tanpa ekspor sebagai deflator-nya.
Sumber data yang digunakan berasal dari hasil perhitungan output sektor konstruksi
oleh Direktorat Neraca Produksi BPS, publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang,
Statistik Impor yang diterbitkan oleh BPS. Metode yang digunakan dalam penghitungan
pembentukan modal tetap adalah pendekatan arus barang.
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Perubahan Inventori
Perubahan inventori dihitung dari pengurangan posisi inventori pada akhir tahun
dengan posisi inventori pada awal tahun. Data mengenai nilai perubahan inventori yang
mempunyai data kuantum, seperti: komoditi perkebunan, peternakan, kehutanan,
pertambangan dan industri berasal dari publikasi masing-masing direktorat terkait di BPS,
yaitu Statistik Pertanian, Statistik Pertambangan, Statistik Industri Besar dan Sedang,
dengan mengalikan kuantum dan harga masing-masing komoditi. Sementara itu, data
inventori yang tidak mempunyai kuantum diperoleh dari Laporan Keuangan Perusahaan
yang memuat nilai inventori di dalamnya.
Penghitungan perubahan inventori atas dasar harga konstan 2000 untuk komoditi
inventori yang mempunyai data kuantum dilakukan dengan cara revaluasi, sedangkan
untuk komoditi inventori yang tidak mempunyai kuantum dilakukan dengan cara deflasi
dengan IHPB yang sesuai sebagai deflator-nya.
Diskrepansi statistik merupakan selisih penjumlahan nilai tambah bruto (PDB) sektoral
dengan penjumlahan komponen permintaan akhir, seperti: pengeluaran konsumsi rumah
tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto,
perubahan inventori, dan ekspor neto. Jadi, diskrepansi statistik merupakan selisih statistik
yang terdapat pada sektor atau komponen lainnya.
79
Ekspor dan Impor
Ekspor barang dinilai menurut harga free on board (FOB), sedangkan impor menurut
cost insurance freight (CIF). Kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah dibedakan
untuk ekspor dan impor. Untuk ekspor digunakan rata-rata kurs beli dolar AS (dari Bank
Indonesia) yang ditimbang dengan nilai nominal transaksi ekspor bulanan, sedangkan
untuk impor digunakan rata-rata kurs jual dolar AS oleh bank, yang ditimbang dengan nilai
nominal transaksi impor bulanan. Sumber data yang digunakan untuk estimasi nilai ekspor
dan impor barang adalah publikasi tahunan BPS, sedangkan untuk ekspor dan impor jasa
diperoleh dari neraca pembayaran yang dipublikasi oleh Bank Indonesia.
neto yang dimaksud di sini adalah selisih antara pendapatan yang mengalir masuk dari luar
negeri dengan pendapatan yang mengalir ke luar negeri. Data asal yang ada pada neraca
pembayaran disajikan dalam nilai dolar AS. Data pendapatan yang mengalir masuk dan
keluar telah dikonversikan dari nilai dolar AS masing-masing dengan menggunakan kurs
ekspor dan impor rata-rata tertimbang.
Perkiraan atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan cara deflasi, menggunakan
indeks harga per unit impor dan ekspor masing-masing sebagai deflator-nya.
Perkiraan atas dasar harga konstan 2000, untuk pajak tidak langsung neto dihitung
dengan cara deflasi menggunakan indeks harga implisit PDB, sedangkan untuk penyusutan
menggunakan persentase yang sama terhadap PDB atas dasar harga konstan.
80
PDB atas dasar harga berlaku (at current market prices) atau nominal, PDB yang dinilai
Data Strategis BPS
PDB harga konstan (riil) merupakan PDB atas dasar harga berlaku, namun tingkat
perubahan harganya telah “dikeluarkan”. Peningkatan besarnya nilai PDB ini dapat
digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap
sektor.
PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju
pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai rata-rata PDB dan
PNB per kepala atau per satu orang penduduk. Nilai ini belum memperhatikan kesenjangan
antar satu/kelompok orang dengan kelompok lainnya.
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui
pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi c to c
PDB atas dasar harga konstan kumulatif sampai dengan suatu triwulan dibandingkan
periode kumulatif yang sama pada tahun sebelumnya.
82
Data Strategis BPS
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
EKSPOR-IMPOR BARANG 3
BPS dengan memanfaatkan dokumen pemberitahuan ekspor/impor barang yang
diperoleh dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), dilakukan
pengolahan dan penyajian data statistik ekspor dan impor barang di Indonesia, dan hasilnya
disajikan dalam Statistik Ekspor-Impor Barang.
Penyajian data ekspor-impor mencakup volume maupun nilai, menurut komoditi (satu
jenis barang, kelompok barang); negara tujuan/asal, dan pelabuhan muat/bongkar barang
di suatu provinsi.
Data ini berguna bagi pemerintah, swasta dan perorangan. Bagi pemerintah, data
tersebut dapat membantu proses perumusan kebijakan maupun untuk memantau kinerja
perekonomian. Di samping itu, data tersebut dipakai pula untuk menyusun Produk Domestik
Bruto (PDB) dan Neraca Pembayaran (BOP). Bagi swasta dan perorangan, statistik ekspor-
impor dapat dipakai untuk berbagai analisis ekonomi dan sosial.
Pencatatan data ekspor-impor oleh BPS sesuai rekomendasi yang dikeluarkan oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), United Nations Statistical Division (UNSD). Sesuai
rekomendasi tersebut, BPS mengambil wilayah pabean (the custom frontier ) sebagai 83
wilayah statistik. Wilayah ini dipilih karena sumber datanya berupa dokumen ekspor-impor
b. Impor barang adalah seluruh barang yang masuk ke wilayah suatu negara baik
bersifat komersial maupun bukan komersial, serta barang yang akan diolah di
dalam negeri yang hasilnya dikeluarkan lagi dari negara tersebut. Tidak termasuk
dalam statistik impor adalah: (1) Pakaian dan barang-barang perhiasan penumpang;
Barang-barang penumpang untuk dipakai sendiri, kecuali lemari es, pesawat TV dan
sebagainya; (2) Barang-barang yang dikirim untuk keperluan perwakilan (kedutaan)
suatu negara; (3) Barang-barang untuk ekspedisi/penelitian ilmiah dan eksebisi/
pameran; (4) Pembungkus/peti kemas; (5) Uang dan surat-surat berharga; (6)
Barang-barang sebagai contoh (sampel).
Sebagian impor kapal laut dan pesawat beserta suku cadangnya termasuk dalam
statistik impor. Barang-barang luar negeri yang diolah atau diperbaiki di dalam negeri tetap
dicatat sebagai barang impor, meskipun setelah barang tersebut selesai diproses akan
kembali ke luar negeri (re-import).
84 Sistem Pencatatan
Sistem pencatatan Statistik Ekspor barang memberlakukan sistem Perdagangan Umum
Data Strategis BPS
(general trade system). Di mana semua barang yang ke luar dari wilayah Indonesia dicatat
sebagai ekspor. Dengan demikian barang-barang yang keluar dari kawasan khusus (seperti
Kawasan Berikat) juga dimasukkan sebagai barang ekspor.
Statistik ekspor disusun dari dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang diisi
oleh eksportir. Periode penentuan ekspor adalah tanggal diberikannya izin muat barang
tersebut (custom declaration) yang diberikan oleh KPPBC. Metode pencatatan nilai ekspor
adalah pada harga FOB (Free on Board) yaitu harga barang sampai dimuat di kapal.
Sampai dengan tahun 2007 sistem pencatatan Statistik Impor masih mempergunakan
sistem perdagangan khusus (special trade system). Dalam sistem ini, wilayah Kawasan
Berikat dianggap sebagai Luar Negeri, sehingga barang impor yang masuk ke Kawasan
Berikat tidak dicatat sebagai impor. Namun, sejak Januari 2008 barang impor yang masuk ke
Kawasan Berikat dicatat sebagai impor sehingga pencatatan statistik impor menggunakan
sistem Perdagangan Umum (general trade system).
Klasifikasi Komoditi
Komoditi (barang) ekspor-impor diklasifikasikan menurut klasifikasi komoditas
internasional yaitu International Commodity Description and Coding System—Harmonized
System (HS) yang dibuat oleh Organisasi Bea dan Cukai Dunia (World Customs Organization/
WCO) dan Standards International Trade Classification (SITC) Revisi 3. Komisi Statistik
PBB (UN Statistical Commission) menyarankan kepada negara-negara di dunia untuk
menggunakan klasifikasi HS dalam penyajian data statistik perdagangan internasional.
Kode HS yang digunakan saat ini terdiri dari 10 digit, yaitu 6 digit pertama merupakan
standar internasional, 2 digit selanjutnya merupakan standar ASEAN, dan 2 digit terakhir
hanya berlaku untuk negara bersangkutan. Kode HS yang dipakai sekarang berdasarkan
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) Tahun 2007, sementara itu untuk kode negara
berdasarkan United Nation Country Codes.
Penyajian Data
Penyajian dan penyebarluasan statistik ekspor-impor diumumkan oleh BPS pada hari
kerja pertama setiap bulan melalui press-release bersamaan dengan pengumuman data
strategis lainnya.
85
Data bulanan dan tahunan baik secara agregasi maupun rinci per komoditi tersedia bagi
contoh angka tetap ekspor-impor Juli akan dirilis pada bulan Oktober tahun yang
sama.
Sedangkan data ekspor-impor tahunan dapat diperoleh dalam waktu 3 (tiga) bulan
setelah akhir tahun pencatatan. Sebagai contoh, angka ekspor tahun 2008 dapat diperoleh
pada bulan Maret 2009.
86
Data Strategis BPS
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
KETENAGAKERJAAN 4
Konsep/definisi ketenagakerjaan yang digunakan BPS merujuk pada rekomendasi
International Labor Organization (ILO) sebagaimana tercantum dalam buku “Surveys of
Economically Active Population, Employment, Unemployment and Underemployment”
An ILO Manual on Concepts and Methods, ILO 1992.
Hal ini dimaksudkan terutama agar data ketenagakerjaan yang dihasilkan dari berbagai
survei di Indonesia dapat dibandingkan secara internasional, tanpa mengesampingkan
kondisi ketenagakerjaan spesifik Indonesia. Menurut Konsep Labor Force Framework,
penduduk dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dapat
digambarkan dalam Diagram Ketenagakerjaan sebagai berikut.
Diagram Ketenagakerjaan
PENDUDUK
Penduduk
Semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama enam
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan
untuk menetap.
Usia Kerja
Indonesia menggunakan batas bawah usia kerja (economically active population) 15
tahun (meskipun dalam survei dikumpulkan informasi mulai dari usia 10 tahun) dan tanpa
batas atas usia kerja.
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Di negara lain, penentuan batas bawah dan batas atas usia kerja bervariasi sesuai
dengan kebutuhan/situasinya. Beberapa contoh:
• Batas bawah: Mesir (6 tahun), Brazil (10 tahun), Swedia, USA (16 tahun), Kanada (14
dan 15 tahun), India (5 dan 15 tahun), Venezuela (10 dan 15 tahun).
• Batas atas: Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia (74 tahun), Mesir, Malaysia,
Mexico (65 tahun), banyak negara seperti Indonesia tidak ada batas atas.
Angkatan Kerja
Konsep angkatan kerja merujuk pada kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk
usia kerja selama periode tertentu. Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang
bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan penganggur.
Bekerja
Kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau
88 membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara
tidak terputus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang
Data Strategis BPS
sedang bekerja maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara
tidak bekerja, misalnya karena cuti, sakit dan sejenisnya.
Konsep bekerja satu jam selama seminggu yang lalu juga digunakan oleh banyak negara
antara lain Pakistan, Filipina, Bulgaria, Hungaria, Polandia, Romania, Federasi Rusia, dan
lainnya.
Penganggur
Definisi baku untuk Penganggur adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan,
bersedia untuk bekerja, dan sedang mencari pekerjaan. Definisi ini digunakan pada
pelaksanaan Sakernas 1986 sampai dengan 2000, sedangkan sejak tahun 2001 definisi
penganggur mengalami penyesuaian/perluasan menjadi sebagai berikut:
Penganggur adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, atau mereka yang
mempersiapkan usaha, atau mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan
kerja), dan mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya
dikategorikan sebagai bekerja), dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja
(jobless). Penganggur dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai penganggur
terbuka (open unemployment).
c. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan, dan
d. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima
bekerja, tetapi belum mulai bekerja.
Aktivitas/Kegiatan Ekonomi
Aktivitas/kegiatan ekonomi yang digunakan merujuk pada the United Nations System of
National Accounts (SNA). Penduduk usia kerja dikategorikan sebagai bekerja/mempunyai
pekerjaan jika yang bersangkutan bekerja (meskipun hanya bekerja satu jam dalam periode
referensi) atau mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja.
Sejalan dengan the labor force framework, definisi internasional untuk bekerja
didasarkan pada periode referensi yang pendek (satu minggu atau satu hari); a snapshot
picture of the employment situation at a given time.
Setengah Penganggur
Penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja normal (dalam hal ini 35 jam seminggu, tidak
termasuk yang sementara tidak bekerja) dikategorikan sebagai setengah penganggur.
Lapangan Usaha
Bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja.
Klasifikasi baku yang digunakan dalam penggolongan lapangan pekerjaan/lapangan usaha
adalah Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005. Dalam pengumpulan
datanya menggunakan 18 kategori tetapi dalam penyajian/publikasinya menggunakan 9
kategori/sektor yaitu:
1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Status Pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu
unit usaha/ kegiatan. Status Pekerjaan terbagi menjadi:
1. Berusaha sendiri
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar
3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar
4. Buruh/Karyawan/Pegawai
5. Pekerja bebas di pertanian
6. Pekerja bebas di nonpertanian
7. Pekerja keluarga/tak dibayar
TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia
kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labor supply)
yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian.
Kemampuan Penyajian
Berdasarkan metodologi dan variabel substantif, maka hasil Sakernas dapat disajikan
menurut:
• Provinsi (kab/kota untuk Sakernas Agustus)
• Daerah Perkotaan/Pedesaan
• Jenis Kelamin
• Umur
• Pendidikan
• Lapangan Usaha/Pekerjaan
• Jenis Pekerjaan
• Status Pekerjaan
• Jam Kerja
Periode referensi
Dalam survei rumah tangga atau individu, periode referensi yang pendek (a short recent
reference period) akan meminimumkan kesalahan responden dalam mengingat (recall) dan
juga mengurangi masalah (statistik) yang timbul oleh karena perpindahan penduduk dan
perubahan status aktivitas, pekerjaan dan karakteristik penduduk lainnya.
Standar internasional untuk periode referensi yang pendek adalah satu hari atau satu 91
minggu. Periode referensi satu minggu (yang lalu) paling banyak diterapkan di negara-
Kriteria satu jam juga dikaitkan dengan definisi bekerja dan penganggur yang digunakan,
di mana penganggur adalah situasi dari ketiadaan pekerjaan secara total (lack of work)
sehingga jika batas minimum dari jumlah jam kerja dinaikkan maka akan mengubah definisi
penganggur yaitu bukan lagi ketiadaan pekerjaan secara total.
Di samping itu, juga untuk memastikan bahwa pada suatu tingkat agregasi tertentu input
tenaga kerja total berkaitan langsung dengan produksi total. Hal ini diperlukan terutama
ketika dilakukan joint analysis antara statistik ketenagakerjaan dan statistik produksi.
BPS menggunakan konsep/definisi “bekerja paling sedikit 1 jam dalam seminggu yang
lalu” untuk mengkategorikan seseorang (currently economically active population) sebagai
bekerja, tanpa melihat lapangan usaha, jabatan, maupun status pekerjaannya.
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Produksi tanaman pangan (padi dan palawija) merupakan hasil perkalian antara luas
panen dengan produktivitas (rata-rata hasil per hektar). Penghitungan produksi dilakukan
menurut subround sebagai berikut:
1. Produksi subround 1 (Januari–April) merupakan hasil perkalian luas panen subround
1 dengan produktivitas subround 1.
2. Produksi subround 2 (Mei–Agustus) merupakan hasil perkalian luas panen subround
2 dengan produktivitas subround 2.
3. Produksi subround 3 (September–Desember) merupakan hasil perkalian luas panen
subround 3 dengan produktivitas subround 3.
4. Produksi Januari–Desember merupakan penjumlahan produksi subround 1,
subround 2, dan subround 3.
5. Luas panen Januari–Desember merupakan penjumlahan luas panen subround 1,
subround 2, dan subround 3.
6. Produktivitas Januari–Desember adalah hasil bagi produksi Januari–Desember
dengan luas panen Januari–Desember.
Publikasi Produksi Tanaman Pangan diterbitkan setiap empat bulan (tiga kali setahun)
92 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pertama, pada awal bulan Maret berupa Angka Sementara
(ASEM) tahun sebelumnya dan Angka Ramalan I (ARAM I) tahun berjalan. Kedua, pada
Data Strategis BPS
awal bulan Juli berupa Angka Tetap (ATAP) tahun sebelumnya dan ARAM II tahun berjalan.
Ketiga, pada awal bulan November berupa ARAM III tahun berjalan. Dengan demikian, data
produksi tanaman pangan dalam satu tahun tertentu disajikan dengan 5 (lima) status angka
yang berbeda, yaitu:
1. ARAM I merupakan angka ramalan/perkiraan produksi selama satu tahun (Januari–
Desember) berdasarkan realisasi luas tanaman akhir bulan Desember tahun
sebelumnya.
2. ARAM II terdiri dari realisasi produksi Januari–April dan angka ramalan/perkiraan
Mei–Desember berdasarkan realisasi luas tanaman akhir bulan April.
3. ARAM III terdiri dari realisasi produksi Januari–Agustus dan angka ramalan/perkiraan
September–Desember berdasarkan realisasi luas tanaman akhir bulan Agustus.
4. ASEM merupakan realisasi produksi Januari–Desember tetapi belum final karena
mengantisipasi kelengkapan laporan.
5. ATAP adalah realisasi produksi selama satu tahun (Januari–Desember) dan
merupakan angka final.
Data ARAM I tidak digunakan lagi apabila ARAM II telah diterbitkan; data ARAM II
tidak digunakan lagi apabila ARAM III telah diterbitkan; data ARAM III tidak digunakan
lagi apabila ASEM telah diterbitkan; data ASEM tidak digunakan lagi apabila ATAP telah
diterbitkan. Para konsumen data perlu mencermati status angka tersebut dan diharapkan
selalu mengacu kepada hasil penghitungan dengan status angka yang terakhir.
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Jadwal Subround
Status Angka Publikasi Januari– Mei– September–
(tahun t) April Agustus Desember
1. ARAM I (t) Awal Maret Ramalan
2. ARAM II (t) Awal Juli Realisasi Ramalan
3. ARAM III (t) Awal November Realisasi Ramalan
4. ASEM (t-1) Awal Maret Realisasi (angka belum final)
5. ATAP (t-1) Awal Juli Realisasi (angka final)
Data realisasi luas panen diperoleh dari laporan bulanan Mantri Pertanian/Kepala
Cabang Dinas Kecamatan (KCD) secara lengkap dari seluruh kecamatan di Indonesia. Data
realisasi produktivitas diperoleh dari hasil Survei Ubinan yang dilakukan setiap subround
(caturwulan/empat bulanan) oleh Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan KCD.
Pengumpulan data produktivitas dilaksanakan pada waktu panen petani dengan pengukuran
langsung di lapangan pada plot ubinan berukuran 2½ m x 2½ m. Sedangkan data ramalan/
perkiraan diperoleh dari hasil penghitungan dengan menggunakan model statistik. Model
yang digunakan untuk peramalan luas panen adalah dengan persamaan regresi. Sedangkan 93
produktivitas diramalkan/diperkirakan dengan menggunakan persamaan trend linier atau
Indeks produksi industri pengolahan besar dan sedang dihasilkan dari pengolahan
survei Industri Pengolahan Besar dan Sedang (IBS) Bulanan yang datanya diperoleh dari
perusahaan besar dan sedang yang terpilih sebagai sampel.
1. Data runtun indeks produksi industri besar dan sedang bulanan dan triwulanan yang
94 disajikan dalam publikasi ini merupakan hasil Survei IBS Bulanan yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik. Indeks menggunakan Tahun dasar 2000 = 100.
Data Strategis BPS
2. Kerangka sampel yang digunakan berasal dari hasil Survei IBS Tahunan, Tahun 2005,
meliputi 1.576 perusahaan terpilih yang representatif untuk 3 digit KBLI revisi 3
Tahun 1990
3. Metodologi penarikan sampel menggunakan metode Cut Off Point dan Probability
Proportional to Size (PPS). Metode Cut Off Point adalah metode penarikan sampel
dengan berdasarkan nilai output tertentu yang akan dipilih secara certainty, dan
sisanya dipilih dengan metode PPS sampling dengan nilai output sebagai size-nya.
Metode penarikan sampel yang digunakan sebagai berikut :
a). Jumlah sampel yang terpilih adalah 1.576 perusahaan yang mewakili 74,46
persen dari output populasinya.
b). Penarikan sampel dengan menggunakan metode Cut Off Point dengan nilai
output di atas 606,02 terpilih sebanyak 409 perusahaan yang dikategorikan
“C1”, berdasarkan top 1 percent of output per worker terpilih sebanyak 89
perusahaan yang dikategorikan “C2”, berdasarkan ratio output > 50 persen and
share output >25 persen terpilih sebanyak 25 perusahaan yang dikategorikan
“C3” dan sisanya dipilih dengan Probability Proportional to Size (PPS) dengan
Output sebagai sizenya sebanyak 1.053 perusahaan yang dikategorikan sampel
“S”.
4. Metode penghitungan indeks produksi bulanan menggunakan Metode Discrete
Divisia. Formula Discrete Divisia berdasarkan atas rasio antar bulan masing-masing
variabel dengan tahapan agregasi secara berjenjang sebagai berikut:
1. Menghitung rasio perusahaan
2. Menghitung rasio KBLI
3. Menghitung rasio total
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
a. Rasio Perusahaan
V Qijk 2
∑ ∑ijkVijk x ln Qijk 1
k
Rij = e k
b. Rasio KBLI
Wija d j Vij
∑ ( )
x ln Rij
j ∑ Wija d j Vij
Ri = e j
c. Rasio Total
95
Wi Vi
∑ x ln (Ri )
di mana:
a. Rasio Perusahaan
Rij = rasio perusahaan j dalam KBLI-i pada bulan ke-2 terhadap bulan ke-1
Vijk = nilai produksi dari komoditi k untuk perusahaan j dalam KBLI i selama
periode dua bulan
Qijk1 = produksi dari komoditi k untuk perusahaan j dalam KBLI-i pada bulan
ke-1
Qijk2 = produksi dari komoditi k untuk perusahaan j dalam KBLI-i pada bulan
ke-2
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
b. Ri = rasio KBLI-i
Vij = nilai produksi perusahaan j dalam KBLI-i selama periode dua bulan,
di mana:
Vij = ∑ Vijk
k
Wij adj = penimbang sampling yang disesuaikan untuk perusahaan j dalam
KBLI-i
c. Rtot = rasio total
WiVi = total nilai produksi tertimbang dari seluruh perusahaan untuk KBLI-i
selama periode dua bulan, di mana:
96
Data Strategis BPS
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
KEMISKINAN 7
Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk miskin
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Tahap pertama adalah menentukan penduduk referensi yaitu 20 persen penduduk yang
berada di atas Garis Kemiskinan Sementara, yang merupakan Garis Kemiskinan periode lalu
yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi
dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan
2.100 kilo kalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut.
Pe n je la s a n Te k n i s St a ti s ti k
Selanjutnya GKM tersebut disetarakan dengan 2.100 kilo kalori dengan mengalikan 2.100
terhadap harga implisit rata-rata kalori.
Garis Kemiskinan merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan dan Garis
Kemiskinan Non-Makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
a. Head Count Index (HCI-P0), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis
98 Kemiskinan (GK).
b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) adalah ukuran rata-rata
Data Strategis BPS
99