Anda di halaman 1dari 94

ISSN 1907-1507

OUTLOOK KARET 2018

OUTLOOK KARET

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian
2018

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i


2018 OUTLOOK KARET

ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

OUTLOOK KARET

ISSN : 1907-1507

Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5)


Jumlah Halaman : 74 halaman

Penasehat :
Dr. Ir. I Ketut Kariyasa, MSi

Penyunting :
Dr. Ir. Anna Astrid, MSi
Drh. Akbar

Naskah :
Ir. Mohammad Chafid, MSi

Design Sampul :
Suyati, S.Kom

Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian
2018

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii


2018 OUTLOOK KARET

iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

KATA PENGANTAR

Untuk mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya.
Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook
Komoditi Perkebunan.

Publikasi Outlook Komoditi Karet Tahun 2018 menyajikan keragaan data


series komoditi karet secara nasional dan dunia selama 10 tahun terakhir serta
dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi produksi dan konsumsi domestik dari
tahun 2017 sampai 2022.

Publikasi ini disajikan dalam bentuk hard copy dan dapat dengan mudah
diperoleh atau diakses melalui portal e-Publikasi Kementerian Pertanian
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/.

Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat


memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi karet secara
lebih lengkap dan menyeluruh.

Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini,
kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan
saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar
penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.

Jakarta, Desember 2018


Kepala Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian,

Dr.Ir. I Ketut Kariyasa, MSi.


NIP.196904191998031002

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v


2018 OUTLOOK KARET

vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................ v


DAFTAR ISI ............................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG ......................................................... 1
1.2. TUJUAN ..................................................................... 3
1.3. RUANG LINGKUP ........................................................... 3
BAB II. METODOLOGI .....................................................................5
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI .......................................... 5
2.2. METODE ANALISIS.......................................................... 6
2.2.1. Analisis Deskriptif ................................................ 6
2.2.2. Analisis Produksi ................................................. 6
2.2.3. Analisis Konsumsi ................................................ 7
2.2.4. Kelayakan Model ................................................. 7
BAB III. ANALISIS DESKRIPTIF KARET NASIONAL ................................. 13
3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS
KARET DI INDONESIA .................................................... 13
3.1.1. Perkembangan Luas Areal Karet di Indonesia ............. 13
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Karet di
Indonesia ........................................................ 15
3.1.3. Sentra Produksi Karet di Indonesia .......................... 17
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KARET DALAM NEGERI DI INDONESIA 19
3.3. PERKEMBANGAN HARGA KARET (SHEET) DI INDONESIA ............ 21
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KARET DI INDONESIA ...... 22
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Karet
Indonesia ......................................................... 22

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii


2018 OUTLOOK KARET

3.4.2. Neraca Perdagangan Karet Indonesia ........................ 24


3.4.3. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia ...................... 25
3.4.4. Negara Asal Impor Karet Indonesia ........................... 26
3.5. Rata-rata Nilai Produksi dan Pengeluaran Usaha Karet 2014……… 27
BAB IV. ANALISIS DESKRIPTIF KARET DUNIA ......................................27
4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN
PRODUKTIVITAS KARET DUNIA ......................................... 31
4.1.1. Perkembangan Luas Tanam Menghasilkan Karet di Dunia
...................................................................... 31
4.1.2. Perkembangan Produksi Karet di Dunia ..................... 32
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Karet di Dunia .............. 34
4.2. PERKEMBANGAN HARGA KARET DUNIA .............................. 35
4.3. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KARET ALAM DUNIA ........ 36
BAB V. ANALISIS PRODUKSI DAN KETERSEDIAAN .................................39
5.1. PROYEKSI PRODUKSI KARET TAHUN 2018-2022 ..................... 39
5.2. PROYEKSI KETERSEDIAAN KARET TAHUN 2018-2022.. .............. 49
BAB VI. KESIMPULAN ..................................................................57
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................59
LAMPIRAN………………………………………………………………………………………………………. 61

viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data ...................... 5


Tabel 3.1. Kontribusi Rata-rata Luas Areal Karet Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, Tahun 1980-2018 ...................... 14
Tabel 3.2. Kontribusi Rata-rata Produksi Karet Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, Tahun 1980-2018 ...................... 16
Tabel 3.3. Rata-rata Nilai Produksi dan Pengeluaran per 100 Pohon
dari Usaha Perkebunan Tanaman Karet ...................... 30
Tabel 5.1. Validasi Model Luas Tan. Menghasilkan Karet ............. 42
Tabel 5.2. Output Anova Model Luas Tan.Menghasilkan Karet ...... 44
Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Luas Tan. Menghasilkan Karet……....... .... 46
Tabel 5.4. Validasi Model Produktivitas Karet .......................... 46
Tabel 5.5. Output Anova Model Produktivitas Karet .................. 47
Tabel 5.6. Hasil Proyeksi Produktivitas Karet ............................. 49
Tabel 5.7. Hasil Proyeksi Produksi Karet Nasional tahun 2018 -2022 . 50
Tabel 5.8. Validasi Model Volume Net Ekspor Karet ..................... 52
Tabel 5.9. Ouput Anova Model Volume Net Ekspor Karet ............... 53
Tabel 5.10. Hasil Proyeksi Volume Net Ekspor Karet ................... 55
Tabel 5.11. Hasil Proyeksi Konsumsi Nasional Karet 2017 – 2022……… 56

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix


2018 OUTLOOK KARET

x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. UJi Heteroskedastisitas Residual pada Minitab ........... 11


Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Karet Menurut Status
Pengusahaan di Indonesia, Tahun 2009 - 2018 ............ 13
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Karet Menurut Status
Pengusahaan di Indonesia, 2009 - 2018 .................... 15
Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Karet menurut Status
pengusahaan di Indonesia, Tahun 2009 - 2018 ............ 17
Gambar 3.4. Provinsi Sentra Produksi Karet di Indonesia, Rata-rata
Tahun 2014-2018 ............................................... 18
Gambar 3.5. Kabupaten Sentra Produksi Karet di Sumatera Selatan,
Tahun 2016 ..................................................... 18
Gambar 3.6. Kabupaten Sentra Produksi Karet di Sumatera Utara,
Tahun 2016 ..................................................... 19
Gambar 3.7. Perkembangan Produksi, Volume Ekspor, Volume Impor,
dan Ketersediaan Karet di Indonesia,Tahun 2015-2017.. 21
Gambar 3.8. Perkembangan Harga Karet (Sheet) di Pasat Domestik
Indonesia, Tahun 2008 - 2016 ................................ 22
Gambar 3.9. Perkembangan Volume Ekspor Karet Indonesia, Tahun
2008 - 2017 ..................................................... 23
Gambar 3.10. Perkembangan Volume Impor Karet Indonesia, Tahun
2008 - 2017..................................................... 24
Gambar 3.11. Perkembangan Neraca Perdagangan Karet Indonesia,
Tahun 2013-2017 ............................................... 25
Gambar 3.12. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia, Tahun 2015 ..... 26
Gambar 3.13. Negara Asal Impor Karet Indonesia, Tahun 2015 ......... 27
Gambar 3.14. Persentase Biaya terhadap Nilai Produksi Usaha Tanaman
Karet ............................................................. 28

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi


2018 OUTLOOK KARET

Gambar 3.15. Persentase Biaya terhadap Jumlah Pengeluaran Usaha


Tanaman Karet ................................................. 28
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan
Karet Dunia, Tahun 2007-2016 ............................... 32
Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Karet Dunia, Tahun 2007-2016. 33
Gambar 4.3. Negara-negara Produsen Karet di Dunia, Rata-rata Tahun
2012-2016 ....................................................... 34
Gambar 4.4. Perkembangan Produktivitas Karet Dunia, Tahun 2007 -
2016 .............................................................. 35
Gambar 4.5. Perkembangan Harga Karet Dunia 2008 - 2018 ............ 36
Gambar 4.6. Perkembangan Volume Ekspor Karet Alam Dunia,
Tahun 2007 -2016……………………………………………………….. 37

Gambar 4.7. Negara-negara Eksportir Terbesar Karet Alam di Dunia,


Rata-rata Tahun 2009-2013............................... ... 38
Gambar 4.8. Perkembangan Volume Impor Karet Alam Dunia,
Tahun 2007-2016………………………………………………………….. 39
Gambar 4.9. Negara-negara Importir Karet Alam Dunia, Rata- rata
Tahun 2012-2016 ............................................... 39

xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Karet di Indonesia Menurut


Status Pengusahaan, Tahun 1980-2018. ................. 62
Lampiran 2. Perkembangan Produksi Karet di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, Tahun 1980-2018 .................. 63
Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Karet di Indonesia Menurut
Status Pengusahaan di Indonesia, Tahun 2003-2018 .. 64
Lampiran 4. Kontribusi Provinsi Sentra Produksi Karet di Indonesia,
Rata-rata Tahun 2014-2018 ................................ 64
Lampiran 5. Kontribusi Kabupaten Sentra Produksi Karet di Provinsi
Sumatera Selatan, Tahun 2016 ............................ 65
Lampiran 6. Kontribusi Kabupaten Sentra Produksi Karet di Provinsi
Sumatera Utara, Tahun 2016 .............................. 65
Lampiran 7. Perkembangan Ketersediaan Karet Indonesia,
Tahun 1980- 2017............................................ 66
Lampiran 8. Perkembangan Harga Karet (Sheet) di Pasar Domestik
di Indonesia, Tahun 2008-2016 ............................ 67
Lampiran 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Karet Indonesia, Tahun
1980-2017 ..................................................... 68
Lampiran 10. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia, Tahun 2016 ... 69
Lampiran 11. Negara Asal Impor Karet Indonesia, Tahun 2016 ....... 69
Lampiran 12. Perkembangan Luas TM, Produksi dan Produktivitas
Karet Alam Dunia, Tahun 1980-2016 ..................... 70

Lampiran 13. Produsen Karet Alam Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2016


................................................................. 71

Lampiran 14. Perkembangan Ekspor dan Impor Karet Alam Dunia,


Tahun 1980-2016 ............................................ 72

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 15. Negara Eksportir Karet Alam di Dunia, Rata-rata Tahun


2012-2016 ..................................................... 73
Lampiran 16. Negara Importir Karet Alam di Dunia, Rata-rata Tahun
2012-2016 ..................................................... 73
Lampiran 17. Perkembangan Ketersediaan Karet Alam Dunia,
Tahun 1980-2016 ............................................. 74

xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perkembangan karet di Indonesia baik luas areal maupun produksinya


cenderung sedikit meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2009 hingga 2018.
Tanaman karet di Indonesia sebagian besar dikuasai oleh Perkebunan Rakyat
yaitu sekitar 84,88%. Pada tahun 2018 menurut angka estimasi Ditjenbun luas
areal karet nasional meningkat 0,55% dari tahun 2017, atau meningkat dari 3,66
juta hektar menjadi 3,68 juta hektar. Sementara itu, angka produksi karet juga
meningkat 3,99% dari 3,63 juta ton tahun 2017, menjadi 3,77 juta ton tahun
2018.
Karet merupakan komoditi ekspor Indonesia. Dari produksi karet tahun
2017 sebesar 3,63 juta ton, sekitar 2,62 juta ton diekspor atau sekitar 78% dari
produksi karet nasional diekspor. Volume ekspor karet nasional selama tahun
2008 – 2017 berfluktuasi dengan rata-rata tumbuh 2,51% per tahun. Berdasarkan
data dari FAO, Indonesia merupakan negara produsen ke-dua karet di dunia
setelah Thailand.
Outlook komoditas perkebunan khususnya karet, disusun untuk
memprediksi produksi, volume ekspor, volume impor, dan konsumsi karet
dalam negeri selama 5 tahun kedepan. Metode yang digunakan untuk
memproyeksi ini menggunakan model regresi berganda, dengan beberapa
variabel bebas, yang diduga mempengaruhi luas tanaman menghasilkan (TM),
produktivitas, volume net ekspor (volume ekspor dikurangi volume impor).
Estimasi produksi dilakukan dengan menggunakan model luas tanaman
menghasilkan dan model produktivitas. Model yang dihasilkan menggunakan
regresi berganda, dengan hasil pengujian menggunakan Anova, menunjukkan
bahwa seluruh model yang digunakan layak dengan tingkat kepercayaan 95%.
Disamping itu model terbaik dipilih dari beberapa model alternative. Kriteria
pemilihan model antara lain Adjusted R2, Predicted R2, PRESS, Multikolinieritas,
Heteroskedastisitas, dan Autokorelasi. Data untuk penyusunan model ini adalah
data series tahun 1982 – 2016.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv


2018 OUTLOOK KARET

Dari hasil proyeksi yang telah dilakukan, produksi karet tahun 2017
hingga 2022 akan mengalami peningkatan rata-rata 2,39% per tahunnya. Jika
dibandingkan dengan angka sementara Ditjenbun 2017, angka proyeksi produksi
sedikit lebih kecil yaitu 3,620 juta ton, sementara angka Ditjenbun sebesar
3,629 ton. Sementara tahun 2018 angka estimasi Ditjenbun produksi sebesar
3,774 juta ton, angka proyeksi berdasarkan model Pusdatin sebesar 3,673 juta
ton.
Pada tahun 2019 produksi karet diperkirakan mencapai 3,737 juta ton
atau 1,75% dibandingkan tahun 2018, dan pada tahun 2020 naik kembali
menjadi 3,85 juta ton atau naik sebesar 2,95%. Begitu pula dengan konsumsi
karet domestik tahun 2017 hingga 2022 diperkirakan akan mengalami
peningkatan sebesar 4,61% per tahunnya. Permintaan karet untuk industri
dalam negeri tahun 2019 sebesar 887 ribu ton meningkat dari 829 ribu ton, pada
tahun 2020 juga meningkat menjadi 925 ribu ton. Peningkatan produksi dan
konsumsi domestik karet masih terus meningkat pada tahun 2021 dan 2022,
masing-masing produksi sebesar 3,95 juta ton 2021 dan 4,07 juta ton pada
tahun 2022, sedangkan untuk konsumsi dalam negeri sebesar 949 ribu ton pada
tahun 2021 dan 993 ribu ton di tahun 2022.

xvi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam genus Hevea dari familia


Euphorbiaceae, yang merupakan pohon kayu tropis yang berasal dari hutan
Amazon. Di dunia, setidaknya 2.500 spesies tanaman diakui dapat memproduksi
lateks, tetapi Havea brasiliensis saat ini merupakan satu-satunya sumber
komersial produksi karet alam. Karet alam mewakili hampir separuh dari total
produksi karet dunia karena sifat unik mekanik, seperti ketahanan sobek,
dibandingkan dengan karet sintetis.
Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet
(lateks). Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari
penggumpalan lateks selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet
(sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan
bahan baku industri karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk,
yaitu dalam bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber, SIR) dan produk
turunannya seperti ban, komponen, dan sebagainya (Arif, 2009).
Hasil karet biasa dimanfaatkan atau diolah menjadi beberapa produk
antara lain adalah : RSS I, RSS II, RSS III, Crumb Rubber, Lump, dan Lateks. Hasil
utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di
masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin.
Selanjutnya produk-produk tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik
Crumb Rubber / Karet Remah, yang menghasilkan berbagai bahan baku untuk
berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet, sarung tangan, baju
renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai produk hilir lainnya (Arif,
2009).
Karet alam diproduksi terutama di Asia Tenggara (93 %) dimana Indonesia
merupakan Negara produsen kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Karet
alam (cis-1,4 polyisoprene) diperoleh dari lateks yang diproduksi sel latisifer di
kulit batang tanaman karet. Karet alam dalam prakteknya diperoleh dengan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1


2018 OUTLOOK KARET

melakukan penyadapan pada panel batang karet. Lateks tersebut kemudian


dikumpulkan dan diolah (Riza Arief Putranto, 2013).
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan
ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun
pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati (Litbang Deptan, 2007). Jumlah
petani dan tenaga kerja yang berusaha di bidang karet sekitar 2,5 juta orang.
Ekspor karet Indonesia tahun 2016 sebesar 2,96 juta ton dengan nilai sebesar
5,06 Miliar US$.
Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditas karet dalam
mendukung sektor pertanian di Indonesia, berikut ini akan disajikan
perkembangan karet serta proyeksi penawaran dan permintaan karet untuk
beberapa tahun ke depan.

1.2. TUJUAN
Melakukan Penyusunan Buku Outlook Karet yang berisi keragaan data
series secara nasional dan internasional, yang dilengkapi dengan hasil proyeksi
penawaran dan permintaan nasional.

1.3. RUANG LINGKUP


Kegiatan yang dicakup dalam penyusunan Outlook Karet adalah:
 Identifikasi peubah-peubah yang dianalisis mencakup luas
areal/panen, produksi, produktivitas, konsumsi, ekspor, impor, harga,
situasi komodi karet di dalam dan di luar negeri.
 Penyusunan analisis komoditi pada situasi nasional dan internacional.
 Penyusunan proyeksi komoditi karet tahun 2019-2022.

2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

BAB II. METODOLOGI

2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI


Outlook Karet tahun 2018 disusun berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait di lingkup
Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian seperti
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture Organization (FAO).
Secara rinci disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data Nasional


No Variabel Periode Sumber Data Keterangan
1. Luas areal, produksi 1980-2018*) Ditjen.Perkebunan Tahunan
dan produktivitas
nasional
2. Produksi nasional 2010-2018*) Ditjen.Perkebunan - Provinsi Sentra
- Wujud: Karet Kering
3. Produksi per provinsi 2016 Ditjen.Perkebunan - Kabupaten Sentra
- Wujud: Karet Kering
4. Ekspor dan Impor 1980-2017 Ditjen.Perkebunan Tahunan
dan Pusdatin Kode HS :
4001101100
4001101900
4001102100
4001211000
4001212000
4001213000
4001214000
4001215000
4001219000
4001221000
4001222000
4001223000
4001224000
4001225000
4001229000
4001292000
4001293000
4001297000
4001298000
4001299900
5. Harga di Pasar 2008-2016 Ditjen.Perkebunan Tahunan
Domestik

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3


2018 OUTLOOK KARET

No Variabel Periode Sumber Data Keterangan


6. Ketersediaan untuk 1980-2017 Ditjen.Perkebunan Tahunan
Konsumsi diolah Pusdatin
7. Luas tanaman Wujud produksi:
menghasilkan, Karet Kering
1980-2016 FAO
produksi dan
produktivitas dunia
Produsen terbesar
8. 2012-2016 FAO Tahunan
dunia
Eksport-import
9. 1980-2016 FAO Tahunan
dunia
Eksportir-importir
10. 2008-2016 FAO Tahunan
dunia
Ket: *) Angka Sementara

2.2. METODE ANALISIS


Metode yang digunakan dalam penyusunan Outlook Karet adalah sebagai
berikut:

2.2.1. Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif atau perkembangan komoditi karet dilakukan
berdasarkan ketersediaan data series yang mencakup indikator luas areal
dan luas panen, produktivitas, produksi, sentra produksi, ketersediaan,
ekspor-impor serta harga di tingkat produsen maupun konsumen dengan
analisis deskriptif sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data
series nasional maupun internasional.

2.2.2. Analisis Produksi


Produksi karet Indonesia dipengaruhi oleh kesepakatan negara-
negara anggota ITRC (International Tripartite Council) yaitu Indonesia,
Thailand dan Malaysia. Produksi karet dihasilkan dari perkalian luas areal
Tanaman Menghasilkan dengan Produktivitas. Oleh karena itu untuk
menyusun model produksi karet perlu disusun dulu model luas areal
tanaman menghasilkan dan model produktivitas karet. Model yang

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

digunakan adalah model regresi berganda. Analisis produksi ini dapat


dituliskan sebagai berikut :
Produksi = Luas Tanam Menghasilkan x Produktivitas

2.2.3. Analisis Konsumsi


Karena terbatasnya ketersediaan data, analisis permintaan karet
didekati dari ketersediaan permintaan dalam negeri yang diperoleh dari
perhitungan:
Konsumsi = Produksi – Volume Ekspor + Volume Impor
Sama seperti pada proyeksi produksi, proyeksi ketersediaan permintaan
karet dalam negeri ini juga menggunakan model regresi berganda. Untuk
menghasilkan proyeksi angka konsumsi maka dilakukan peramalan
produksi, permalan volume ekspor dan peramalan volume impor.

2.2.4. Kelayakan Model


a) MAPE
Model time series masih tetap digunakan untk melakukan peramlan
terhadap variabel-variabel bebas yang terdapat dalam model rgresi
berganda. Untuk model time series baik analisis trend maupun pemulusan
eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran
kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan
statistik MAPE (mean absolute percentage error) atau kesalahan
persentase absolut rata-rata yang diformulasikan sebagai berikut:

Dimana : Xt adalah data aktual


Ft adalah nilai ramalan.
Semakin kecil nilai MAPE maka model time series yang diperoleh semakin
baik.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5


2018 OUTLOOK KARET

Untuk model regresi berganda kelayakan model diuji dari nilai F hitung
(pada Tabel Anova), nilai koefisien regresi menggunakan Uji – t, uji
kenormalan sisaan, dan plot nilai sisaan terhadap dugaan.
b) R2
R squared merupakan angka yang berkisar antara 0 sampai 1 yang
mengindikasikan besarnya kombinasi variabel independen secara bersama
– sama mempengaruhi nilai variabel dependen. Semakin mendekati angka
satu, model yang dikeluarkan oleh regresi tersebut akan semakin baik.
Secara manual, R2 merupakan rumus pembagian antara Sum Squared
Regression dengan Sum Squared Total.

SSR : Kuadrat dari selisih nilai Y prediksi dengan nilai rata-rata :


Y = ∑ (Ypred – Yrata-rata)2
SST : Kuadrat dari selisih nilai Y aktual dengan nilai rata-rata :
Y = ∑ (Yaktual – Yrata-rata)2

c). R2 Adjusted
Guna melengkapi kelemahan R2 tersebut, kita bisa menggunakan R2
adjusted. Pada R2 adjusted ini sudah mempertimbangkan jumlah sampel
data dan jumlah variabel yang digunakan.

Keterangan:
n : jumlah observasi
k : jumlah variabel

6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

R2 adjusted akan menghitung setiap penambahan variabel dan


mengestimasi nilai R2 dari penambahan variabel tersebut. Apabila
penambahan pola baru tersebut ternyata memperbaiki model hasil regresi
lebih baik dari pada estimasi, maka penambahan variabel tersebut akan
meningkatkan nilai R2 adjusted. Namun, jika pola baru dari penambahan
varaibel tersebut menunjukkan hasil yang kurang dari estimasinya, maka
R2 adjusted akan berkurang nilainya.
Sehingga nilai R2 adjusted tidak selalu bertambah apabila dilakukan
penambahan variabel. Jika melihat dari rumus diatas, nilai R2 adjusted
memungkinkan untuk bernilai negatif, jika MSE-nya lebih besar
dibandingkan (SST/p-1). Jika melihat rumus diatas, nilai R2 adjusted pasti
lebih kecil dibandingkan nilai R squared.

d). R2 PREDICTED

Salah satu tujuan untuk meregresikan variabel independen dengan


variabel dependen adalah membuat rumus dan menggunakannya untuk
melakukan prediksi dengan nilai nilai tertentu dari variabel
independennya. Jika anda ingin melakukan prediksi nilai Y, maka anda juga
seharusnya melihat nilai dari R2 predicted.
R2 predicted mengindikasikan seberapa baik model tersebut untuk
melakukan prediksi dari observasi yang baru.

Rumus Predicted R Squared

Dengan nilai PRESS adalah :

Nilai e adalah selisih dari Y prediksi dengan Y aktual.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7


2018 OUTLOOK KARET

Berdasarkan rumusnya, nilai R2 predicted bisa bernilai negatif dan


nilainya bisa dipastikan lebih rendah dibandingkan R2. Nilai predicted R2
perlu diperhatikan meskipun nantinya tidak menggunakan model hasil dari
regresi tersebut. Karena nilai R2 predicted ini untuk mengidentikasi apakah
model atau rumus yang anda hasilkan overfit atau tidak. Pengertian overfit
adalah bahwa model terlalu bagus jika dilihat dari R2 dan R2 adjusted,
namun kebaikan model ini terlalu berlebihan. Hal ini disebabkan karena
banyaknya observasi atau jumlah data yang ada dalam model tersebut
sehingga kemungkinan adanya gangguan atau “noise”.
Meskipun secara R2 dan R2 adjusted, model tersebut dikatakan baik,
namun jika R2 predicted tidak mencerminkan hal tersebut artinya model
anda mengalami overfit tersebut.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa R2 menunjukkan hubungan
secara bersama sama variabel independen terhadap pola variabel
dependen. Sedangkan R2 adjusted membantu kita untuk melihat pengaruh
jumlah variabel terhadap nilai Y. Dan terakhir, R2 predicted memberi kita
informasi tentang kebaikan model tersebut jika akan menggunakan untuk
prediksi observasi baru dan atau memberi informasi tentang overfit pada
model.

e). Uji Heteroskedastisitas

Gejala heteroskedastisitas dapat ditentukan dengan diagram scatter


antara variabel Y prediksi (Fits) dengan variabel residual.

8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 2.1. Uji Heteroskedastisitas Residual Minitab

Berdasarkan plot scatter diatas, dapat disimpulkan tidak ada gejala


heteroskedastisitas apabila plot menyebar merata di atas dan di bawah
sumbu 0 tanpa membentuk sebuah pola tertentu. Diagram di atas dapat
menyimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

f). Multikolinearitas Pada Interprestasi Regresi Linear

VIF (variance inflation factor) merupakan salah satu statistik yang dapat
digunakan untuk mendeteksi gejala multikolinear (multicollinearity,
collinearity) pada analisis regresi yang sedang kita susun. VIF tidak lain
adalah mengukur keeratan hubungan antar variabel bebas, atau X. Cara
menghitung VIF ini tidak lain adalah fungsi dari R2 model antar X.

Andaikan kita memiliki tiga buah variabel bebas: X1, X2, dan X3 dan
ketiganya mau diregresikan dengan sebuah variabel tak bebas Y. Nilai VIF
kita hitung untuk masing-masing X.

Untuk X1, prosedurnya adalah


– Regresikan X1 terhadap X2 dan X3, atau modelnya X1=b0 + b1X2 + b2X3+ e
– Hitung R2 dari model tersebut.
– VIF untuk X1 adalah VIF1 = 1 / (1 – R2)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9


2018 OUTLOOK KARET

Untuk X2, senada saja dengan prosedur di atas


– Regresikan X2 terhadap X1 dan X3, atau modelnya X2 = b0 + b1X1 + b2X3 + e
– Hitung R2 dari model tersebut
- VIF untuk X2 adalah VIF2 = 1 / (1 – R2)

Perhatikan bahwa R2 dalam hitungan di atas adalah ukuran keeratan antar


X. Jika R2 = 0, maka VIF = 1. Kondisi ini adalah kondisi ideal. Jadi idealnya,
nilai VIF = 1.

Semakin besar R2, maka VIF semakin tinggi (semakin kuat adanya
collinearity). Misal R2 = 0.8 akan menghasilkan VIF = 5.

Tidak ada batasan baku berapa nilai VIF dikatakan tinggi, nilai VIF di atas 5
sudah membuat kita harus hati-hati.

g). Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya


penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.
Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model
regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-
Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hopotesis nol
ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.
2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang
berarti tidak ada autokorelasi.
3) Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka
tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Nilai du dan dl dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang
bergantung banyaknya observasi dan banyaknya variabel yang menjelaskan.

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

BAB III. ANALISIS DESKRIPTIF KARET NASIONAL

3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI, DAN PRODUKTIVITAS KARET


DI INDONESIA

3.1.1. Perkembangan Luas Areal Karet di Indonesia


Secara umum perkembangan luas areal karet di Indonesia
menunjukkan peningkatan sejak tahun 1980-2018, dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 1,17% per tahun yaitu dari 2,38 juta ha pada tahun
1980 menjadi 3,68 juta ha pada tahun 2018 (tahun 2018 merupakan Angka
Estimasi Direktorat Jenderal Perkebunan). Pada periode sepuluh tahun
terakhir 2009 - 2018 luas areal karet mengalami peningkatan dengan rata-
rata pertumbuhan sebesar 0,72 % per tahun. Pada tahun 2009 luas areal
karet mencapai 3,43 juta hektar menjadi 3,68 juta hektar pada tahun
2018. Pada periode 2009 - 2018 pertumbuhan luas areal karet di Indonesia
lebih kecil dibandingkan periode 1980-2018, hal ini karena
berkembangnya karet sintetis yang berasal dari minyak bumi (Gambar 3.1
dan Lampiran 1).

Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Karet Menurut Status


Pengusahaan di Indonesia, Tahun 2009 – 2018.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11


2018 OUTLOOK KARET

Bila dilihat berdasarkan status pengusahaannya, luas areal karet di


Indonesia sangat didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR). Pada periode
tahun 2009 - 2018, rata-rata luas areal karet PR mencapai 84,88% dari
total luas areal karet Indonesia. Sementara Perkebunan Besar Negara
(PBN) hanya sebesar 6,75%, dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebesar
8,37% (Tabel 3.1).
Perkembangan luas areal karet PR sejak tahun 2009 mengalami
peningkatan hingga tahun 2018, mengalami pertumbuhan yang selalu
positif, artinya tidak pernah mengalami penurunan, dengan angka
pertumbuhan berkisar antara 0,41% sampai 1,45%, seperti terlihat pada
Gambar 3.1 dan Lampiran 1. Kondisi pertambahan luas areal tanaman
karet selama 4 tahun terakhir masih menunjukkan pertumbuhan yang
positif, tetapi pertumbuhan itu relatif kecil yaitu hanya dibawah 0,60%
per tahun.

Tabel 3.1. Kontribusi Rata-rata Luas Areal Karet di


Indonesia Menurut Status Pengusahaan, 1980-2018
Luas Areal (%)
Tahun
PR PBN PBS Total
1980 - 2018 84.23 7.40 8.37 100.00
1999 - 2018 84.88 6.80 8.31 100.00
2009 - 2018 84.88 6.75 8.37 100.00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan *): Tahun 2017 Angka Sementara
**) Tahun 2018 Angka Estimasi
PR = Perkebunan Rakyat
PBN = Perkebunan Besar Negara
PBS = Perkebunan Besar Swasta

12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Karet di Indonesia

Sejalan dengan pertumbuhan luas areal karet, pertumbuhan


produksi karet di Indonesia juga mengalami peningkatan sejak tahun 2009
hingga 2018 (Gambar 3.2) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,42%
per tahun (Lampiran 2). Dari segi pasar, produksi karet Indonesia
terutama ditujukan untuk meningkatkan ekspor serta memenuhi
kebutuhan dalam negeri (Hortus, 2013).

Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Karet Menurut Status


Pengusahaan di Indonesia, Tahun 1980-2018

Seperti halnya luas areal, produksi karet di Indonesia juga


didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan kontribusi rata-rata
sebesar 81,10 % terhadap produksi karet nasional pada periode 2009-2018.
Sementara kontribusi PBS terhadap produksi hanya sebesar 10,75%, dan
PBN sebesar 8,16% terhadap total produksi karet nasional (Tabel 3.2).
Karena karet PR mendominasi produksi karet nasional, maka pertumbuhan
karet nasional merupakan percerminan perkembangan karet PR. Rata-
rata pertumbuhan produksi karet Indonesia pada periode 2009 - 2018
sebesar 3,42 % per tahun lebih kecil dari periode 1980-2018 yaitu sebesar
3,67 % per tahun (Lampiran 2).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13


2018 OUTLOOK KARET

Tabel 3.2. Kontribusi Rata-rata Produksi Karet di


Indonesia Menurut Status Pengusahaan, 1980-2018
Produksi (%)
Tahun
PR PBN PBS Total
1980-2018 77.43 11.19 11.38 100.00
1999 - 2018 79.91 9.03 11.06 100.00
2009 - 2018 81.10 8.16 10.75 100.00
Sumber : Ditjen Perkebunan diolah Pusdatin
Keterangan : *) Tahun 2017 Angka Sementara
**) Tahun 2018 Angka Estimasi
PR : Perkebunan Rakyat
PBN : Perkebunan Besar Negara
PBS : Perkebunan Besar Swasta
Wujud Produksi : Karet Kering

Secara umum produktivitas karet di Indonesia memiliki


pertumbuhan meningkat (Gambar 3.3), walaupun sekitar 85 % tanaman
karet di Indonesia adalah milik rakyat yang kurang dipelihara dengan baik.
Selama periode 2009-2018, rata-rata laju pertumbuhan produktivitas
karet sebesar 2,12% per tahun. Produktivitas tertinggi selama periode
tersebut terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 1.207 kg/ha. Pada tahun
2009 terjadi penurunan produktivitas karet sebesar 9,36%. Pada tahun
tersebut semua produktivitas karet baik PR, PBN, maupun PBS mengalami
penurunan. Penurunan produktivitas karet di Indonesia pada tahun 2009
disebabkan oleh anomali iklim yang terjadi pada tahun tersebut
(Direktorat Jenderal Perkebunan). Produktivitas karet pada tahun 2015
juga turun sebesar 1,61%. Tahun 2016 produktivitas karet meningkat
sebesar 6,56 %, tahun 2017 produktivitas karet kembali meningkat 7,61%,
dan diestimasi tahun 2018 produktivitas karet masih mampu meningkat
sebesar 1,60% (Lampiran 3).
Bila dilihat dari sisi pengusahaannya, rata-rata produktivitas
tertinggi terjadi pada PBS sebesar 1.572 kg/ha pada periode 2009-2018.
Sementara PBN sebesar 1.393 kg/ha dan PR memiliki produktivitas yang
paling kecil yaitu hanya sebesar 1.006 kg/ha (Lampiran 3).

14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Karet Menurut Status


Pengusahaan di Indonesia, Tahun 2009-2018

3.1.3. Sentra Produksi Karet di Indonesia


Budidaya komoditi karet menyebar di sebagian besar provinsi (26
provinsi) di Indonesia. Berdasarkan data produksi karet di Indonesia rata-
rata tahun 2014-2018 terdapat 6 (enam) provinsi sentra produksi yang
mempunyai kontribusi kumulatif hingga mencapai 72,79%, yaitu
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Selatan. Sumatera Selatan memberikan kontribusi terbesar
yaitu 28,52 % terhadap total produksi Indonesia atau rata-rata produksi
sebesar 937,32 ribu ton. Peringkat kedua adalah Sumatera Utara sebesar
438,59 ribu ton (12,82%), diikuti Riau 344,59 ribu ton (10,10%), Jambi
294,93 ribu ton (8,64%), Kalimantan Barat 253,58 ribu ton (7,43%),
Kalimantan Selatan 179,12 ribu ton (5,25%), sementara sisanya sebesar
928,81 ribu ton (27,21%) berasal dari 22 (dua puluh dua) provinsi lainnya
(Gambar 3.4. dan Lampiran 4).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15


2018 OUTLOOK KARET

Gambar 3.4. Provinsi Sentra Produksi Karet di Indonesia


Rata-rata Tahun 2014-2018

Provinsi tertinggi sentra produksi karet adalah Sumatera Selatan.


Berdasarkan data produksi karet tahun 2016, terdapat 5 (lima) kabupaten
sentra produksi karet di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki total
kontribusi sebesar 68,03% yaitu Kabupaten Musi Rawas (15,61%), Muara
Enim (15,04%), Musi Banyu Asin (13,36%), Musi Rawas Utara (12,06%), dan
Kabupaten Oagn Komering Ilir (11,96%). Total produksi karet tahun 2016
untuk Provinsi Sumatera Selatan sebesar 962,37 ribu ton. Besarnya
kontribusi masing-masing kabupaten tersebut dapat dilihat pada Gambar
3.5 dan Lampiran 5.

Gambar 3.5. Kabupaten Sentra Produksi Karet


di Sumatera Selatan, Tahun 2016

16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Di Provinsi Sumatera Utara terdapat 6 (enam) kabupaten sentra


produksi karet berdasarkan data produksi karet tahun 2016, dengan total
kontribusi sebesar 60,67% yaitu Kabupaten Asahan (19,39%), Mandailing
Natal (10,69%), Langkat (9,89%), Simalungun (8,26%), Labuhan Batu
(8,02%) dan Tapanuli Selatan (4,41%) dengan masing-masing besarnya
kontribusi seperti terlihat pada Gambar 3.6 dan Lampiran 6. Total
produksi karet di Sumatera Utara tahun 2016 sebesar 432,77 ribu ton.

Gambar 3.6. Kabupaten Sentra Produksi Karet


di Sumatera Utara, Tahun 2016

3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KARET DALAM NEGERI DI INDONESIA

Karet merupakan komoditi yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh


manusia, namun lebih ke permintaan industri atau melalui suatu proses industri
menjadi suatu bentuk baru agar dapat digunakan. Oleh sebab itu permintaan
karet dalam negeri di Indonesia didekati dari perhitungan ketersediaan yaitu
produksi dikurangi volume ekspor dan ditambah volume impor.
Perkembangan ketersediaan konsumsi karet dalam negeri selama sepuluh
tahun 2008 - 2017 sangatlah fluktuatif dan cenderung meningkat dengan rata-
rata pertumbuhan sebesar 8,51% per tahun, dari sebesar 483,77 ribu ton pada

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17


2018 OUTLOOK KARET

tahun 2008 menjadi 695,98 ribu ton pada tahun 2017, selama periode tersebut
ketersediaan mengalami peningkatan selama 3 kali yaitu tahun 2011 naik
12,45%, tahun 2012 naik 32,19%, dan tahun 2016 naik 40,40%, selain pada tahun
tersebut mengalami penurunan, terutama tahun 2017 turun sebesar 9,52%
(Gambar 3.8 dan Lampiran 8). Penurunan ketersediaan pada tahun 2017,
terutama karena meningkat volume ekspor karet alam sebesar 13,13%, dari
sebesar 2,61 juta ton tahun 2016 menjadi 2,96 juta ton pada 2017, semakin
besar ekspor maka ketersediaan karet dalam negeri semakin kecil.
Peningkatan ketersediaan permintaan karet dalam negeri tampaknya
merupakan kebutuhan industri yang cukup penting bagi manusia. Hal ini terkait
dengan mobilitas manusia dan barang yang yang memerlukan komponen dari
karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender,
sepatu dan sandal karet dan lain sebagainya (Hortus, 2013).
Ketersediaan permintaan karet dalam negeri terbesar pada periode ini
terjadi pada tahun 2016 sebesar 769,17 ribu ton, hal ini terjadi karena
menurunnya volume ekspor karet, sebaliknya produksi meningkat.
Perkembangan ketersediaan karet untuk konsumsi dalam negeri, pada tahun
2014 sebesar 558,64 ribu ton atau turun sebesar 0,27% dari 559,96 ribu ton, dan
pada tahun 2015 kembali turun sebesar 1,90% menjadi 547,83 ribu ton, tapi di
tahun 2016 meningkat sebesar 40,40% menjadi 769,18 ribu ton. Peningkatan
ketersediaan permintaan karet dalam negeri pada tahun 2016 disebabkan oleh
meningkatnya produksi sebesar 6,76% dan menurunnya ekspor sebesar 0,41%
(Lampiran 2). Sedangkan penurunan ketersediaan konsumsi karet pada tahun
2015 disebabkan menurunnya produksi sebesar 0,25% (Lampiran 2), sebaliknya
ekspor karet meningkat sebesar sebesar 0,26% (Lampiran 10).

18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 3.7. Perkembangan Produksi, Volume Ekspor, Volume Impor,


dan Ketersediaan Karet di Indonesia,Tahun 2015-2017

3.3. PERKEMBANGAN HARGA KARET DI INDONESIA

Secara umum berdasarkan data harga yang dikeluarkan oleh Direktorat


Jenderal Perkebunan, harga karet di pasar domestik di Indonesia dalam wujud
produksi sheet (slab tipis) sejak tahun 2008 hingga tahun 2016 meningkat,
kecuali tahun 2012 dan 2015 yang mengalami penurunan (Gambar 3.9). Harga
karet pada tahun 2015 sebesar Rp 10.852,-/kg atau menurun sebesar 33,67%
dibandingkan tahun 2014. Pada tahun 2016 harga karet kembali meningkat
menjadi Rp 18.099,- /kg, atau naik 66,78%. Fluktuasi harga karet domestik
sangat dipengaruhi oleh harga karet internasional (Lampiran 9).
Berdasarkan Hortus Archipelago edisi bulan Januari tahun 2013, upaya
peningkatan harga karet alam terus dilakukan pemerintah Indonesia. Salah
satunya dilakukan Kementerian Perdagangan dengan menetapkan harga
minimum atau harga pokok produksi (HPP). Sementara itu, untuk meningkatkan
harga di pasaran dunia, Indonesia bersama Malaysia dan Thailand sebagai
produsen utama karet dunia berupaya menurunkan jumlah ekspor.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19


2018 OUTLOOK KARET

Gambar 3.8. Perkembangan Harga Karet (Sheet) di Pasar Domestik


Indonesia, Tahun 2008-2016

3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KARET INDONESIA


3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Karet
Indonesia

Karet merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia.


Perkembangan volume ekspor karet Indonesia sejak tahun 2008 hingga
tahun 2017 mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi (Gambar
3.10). Volume ekspor karet tertinggi terjadi pada tahun 2017 sebesar 2,96
juta ton (Lampiran 10). Sedangkan pertumbuhan volume ekspor karet
tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 18,10 %, dari sebesar 1,99 juta
ton pada tahun 2009 menjadi 2,35 juta ton. Dan pada tahun 2009
merupakan penurunan volume ekspor terbesar selama kurun waktu 2008
-2016 yaitu turun sebesar 12,77 %. Penurunan ini disebabkan terjadinya
penurunan produksi karet Indonesia pada tahun 2009 sebesar 11,40 %
(Lampiran 2). Selama periode 2008-2017, bila produksi karet
dibandingkan dengan volume ekspornya maka sekitar 80% produksi karet
Indonesia diperuntukkan ekspor. Pada tahun 2017 volume ekspor kembali
meningkat signifikan dibandingkan tahun 2016, yaitu sebesar 13,13% atau
meningkat dari 2,63 juta ton menjadi 2,96 juta ton.

20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 3.9. Perkembangan Volume Ekspor Karet Indonesia,


Tahun 2008 - 2017

Peningkatan volume ekspor karet, karena ada peningkatan harga


karet di pasar dunia. Sebaliknya, harga karet asal Indonesia, menurut
data FAO, justru mengalami penurunan. Jika tahun 2015 harga karet
mencapai 503,8 US$/ton, maka tahun 2016 turun menjadi 479,1 US$/ton.
Hal ini mendorong petani/perusahaan melakukan ekspor.
Walaupun Indonesia mengimpor karet, namun volumenya sangat
kecil dibandingkan eskpor. Bahkan pada tahun 1987-1988 Indonesia tidak
mengimpor karet. Volume impor karet tertinggi terjadi pada tahun 2015
sebesar 32,75 ribu ton. Volume impor karet sangat fluktuatif namun
selama periode 2008 – 2017 bergerak di kisaran 12 – 33 ribu ton saja.
Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan volume ekspornya yang
mencapai kisaran 2,4 – 2,7 juta ton atau hanya sekitar 1,00% - 1,5%.
Volume impor pada tahun 2017 menurun sebesar 2,57%, yaitu turun dari
30,56 ribu ton pada tahun 2016 menjadi 29,77 ribu ton (Gambar 3.11 dan
Lampiran 10).

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21


2018 OUTLOOK KARET

Gambar 3.10. Perkembangan Volume Impor Karet


Indonesia, Tahun 2008 - 2017

3.4.2. Neraca Perdagangan Karet Indonesia


Karena karet merupakan komoditas andalan ekspor Indonesia,
sehingga neracanya selalu positif atau surplus, seperti terlihat pada
Gambar 3.14. Pada tahun 2012 hingga 2016 neraca perdagangan karet
mengalami penurunan, walaupun kondisinya tetap surplus. Surplus
terbesar selama periode tahun 2012-2016 terjadi pada tahun 2012 yang
mencapai hingga 7.792.143 ribu US$, namun kondisi ini terus menurun
hingga tahun 2016, pada tahun 2016 mencapai surplus sebesar 3.396.923
ribu US$ (Lampiran 10). Penurunan ini karena menurunnya harga karet
dunia. Pada tahun 2015 saja di Bulan Januari harga tertinggi karet dunia
(TSR20) mencapai 160 US$/kg, namun pada Bulan Desember harga
terendah karet dunia turun menjadi 118 US$/kg. Harga rata-rata karet
dunia pada tahun 2015, untuk harga tertinggi sebesar 194 US$/kg dan
terendah 118 US$/kg.

22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 3.11. Perkembangan Neraca Perdagangan


Karet Indonesia, Tahun 2013-2017

3.4.3. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia


Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan dalam buku Statistik Perkebunan tahun 2018, ada sebanyak
61 (enam puluh satu) negara tujuan ekspor karet Indonesia. Namun
demikian hanya ada 6 (enam) negara yang menjadi tujuan terbesar ekspor
karet Indonesia tahun 2016, seperti tersaji pada Gambar 3.14. Total share
keenam negara tersebut sebesar 70,71% (Lampiran 11), yang terdiri dari
USA (22,36%), China (11,75%), Jepang (16,35%), Korea (6,96%), India
(8,96%) serta Brazil (3,73%). Sementara 29,89% sisanya di ekspor ke
negara lainnya.
Kode HS Ekspor karet meliputi 4001101100 (Centrifuge
concentrate, containing ammonia >=0,5%), 4001101900 (Natural rubber
latex, containing ammonia >=0,5%;in other forms), 4001102100,
4001102900 (natural rubber latex, containing ammonia <0,5%; in other
forms), 4001211000 (Natural rubber in smoked sheets, RSS grade 1),
4001212000 (Natural rubber in smoked sheets, RSS grade 2), 4001213000
(Natural rubber in smoked sheets, RSS grade 3), 4001214000 (rubber in
smoked sheets, RSS grade 4), 4001215000, 4001219000 (Natural rubber
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23
2018 OUTLOOK KARET

in other forms), 4001221000 (Technically Specified Natural Rubber 10),


4001222000 (Technically Specified Natural Rubber 20), 4001223000
(Technically Specified Natural Rubber L), 4001224000 (Technically
Specified Natural Rubber CV), 4001229000 (Other Technically Specified
Natural Rubber CV). Dari Kode HS teresebut ekspor terbesar dalam
bentuk Technically Specified Natural Rubber / TSNR 20, dengan kode HS
4001222000.

Gambar 3.12. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia, Tahun 2016

3.4.4. Negara Asal Impor Karet Indonesia


Pada tahun 2016 ada sebanyak 15 (lima belas) negara asal impor
karet Indonesia, namun hanya ada 4 (empat) negara terbesar sebagai
negara asal impor karet Indonesia dengan total kontribusi sebesar 96,13%
dari total impor karet Indonesia. Negara asal impor karet tersebut adalah
adalah Malaysia (46,36%), Vietnam (23,16%), Thailand (23,82%) dan Korea
Selatan sebesar 2,79%. Sementara sebesar 3,87% berasal dari negara
lainnya (Gambar3.13 dan Lampiran 12).

24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 3.13. Negara Asal Impor Karet Indonesia, Tahun 2016

Kode HS Impor karet adalah 4001101100 (Centrifuge concentrate,


containing ammonia >=0,5%), 4001101900 (Natural rubber latex, containing
ammonia >=0,5%;in other forms), 4001102900 (natural rubber latex,
containing ammonia <0,5%; in other forms), 4001213000 (Natural rubber in
smoked sheets, RSS grade 3), 4001219000 (Natural rubber in other forms),
4001222000 (Technically Specified Natural Rubber 20), 4001223000
(Technically Specified Natural Rubber L), 4001229000 (Other Technically
Specified Natural Rubber CV), 4001292000 (Latex crepes), 4001297000 (Skim
Rubber), 4001298000 (Scrap (Tree,Earth Or Smoked) and Cup Lump),
4001299900 (Other natural rubber in other forms). Impor karet Indonesia
paling banyak dalam bentuk Konsentrat sentrifugal (lateks karet alam),
amoniak>0,5% (kode HS 4001101100).

3.5. Rata-rata Nilai Produksi Dan Pengeluaran Usaha Karet Tahun 2014

Berdasarkan Hasil Survei Rumah Tangga Usaha Perkebunan 2014,


usaha tanaman karet untuk setiap 100 pohon akan menghasilkan nilai
produksi sebesar Rp. 2,316 juta. Jika dibandingkan dengan pengeluaran/
biaya produksi, maka usaha karet ini masih cukup menguntungkan.
Jumlah pengeluaran untuk usaha budidaya tanaman karet ini adalah
sebesar Rp. 1,657 juta, sehingga keuntungan untuk setiap 100 pohon karet
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25
2018 OUTLOOK KARET

adalah sebesar Rp. 659,39 ribu. Total pengeluaran untuk biaya usaha tani
karet ini sebesar 71,54% dari nilai produksi. Keuntungan karet relatif kecil
dibandingkan tanaman perkebunan lain, seperti sawit menghasilkan
keuntungan Rp. 6,5 Juta untuk setiap 100 pohon, cengkeh menghasilkan
keuntungan Rp 15 juta per 100 pohon.

Gambar 3.14. Persentase Biaya terhadap Nilai Produksi Usaha


Tanaman Karet

Untuk komponen pengeluaran, jika dirinci lebih lanjut yang paling


besar adalah untuk biaya tenaga kerja, dengan nilai sebesar Rp. 945,94
ribu atau sebesar 40,84% dari nilai produksi. Komponen biaya tenaga kerja
yang terbesar adalah biaya panen atau penyadapan sebesar Rp. 800,56
ribu atau sebesar 34,56%, karena untuk panen karet atau penyadapan
harus dilakukan secara rutin. Biaya tenaga kerja lainnya seperti
pengolahan lahan, pemupukan, pengendalian hama, dan pemeliharaan
relatif kecil.

26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 3.15. Persentase Biaya terhadap Jumlah Pengeluaran


Usaha Tanaman Karet.

Komponen kedua terbesar untuk usaha budidaya karet ini adalah


pengeluaran lainnya, sebesar Rp 621,85 ribu atau sebesar 26,85% dari nilai
produksi. Komponen pengeluaran lainnya yang paling menonjol adalah
pengeluaran untuk sewa lahan sebesar Rp 390,69 ribu untuk setiap 100
pohon, atau sekitar 16,87%dari nilai produksi. Komponen lainnya relatif
kecil atau kurang dari 3% seperti untuk biaya bahan bakar, biaya
transportasi dan penyusutan barang modal.
Komponen pengeluaran lainnya untuk usaha karet per 100 pohon
adalah pengeluaran untuk pupuk Rp. 54,07 ribu atau sebesar 2,33% dari
nilai produksi, pengeluaran untuk stimulan Rp 1.000 atau sebesar 0,05%,
pengeluaran untuk pestisida Rp. 18,88 ribu atau sebesar 0,82%. Rincian
nilai produksi dan pengeluaran untuk usaha per 100 pohon karet dapat
dilihat pada Tabel 3.3.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27


2018 OUTLOOK KARET

Tabel 3.3. Rata-rata Nilai Produksi dan Pengeluaran per 100 Pohon dari Usaha
Perkebunan Tanaman Karet

28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

BAB IV. ANALISIS DESKRIPTIF KARET DUNIA

4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi Dan


Produktivitas Karet Dunia

4.1.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Karet Dunia


Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa perkembangan luas tanaman
menghasilkan (TM) karet dunia periode sepuluh tahun terakhir 2007 - 2016
mengalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan positif sebesar
3,25% per tahun (Lampiran 17). Pada tahun 2007, luas TM karet dunia
sebesar 8,55 juta hektar. Selama sepuluh tahun terakhir luas tanaman
menghasilkan karet telah bertambah 2,90 juta hektar, sehingga pada
tahun 2016 luasnya mencapai 11,45 juta hektar.
Selama periode 2007 – 2016 luas tanaman menghasilkan karet rata-
rata meningkat sebesar 3,77%/tahun, namun selama periode tersebut ada
peningkatan dan ada penurunan luas tanaman. Selama periode 2007 –
2016, luas tanaman menghasilkan karet selalu menunjukkan pertumbuhan
yang positif, kecuali pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar
1,34% dibandingkan tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada
tahun 2008, dengan peningkatan sebesar 9,54% atau naik dari 8,55 juta
hektar menjadi 9,37 juta hektar. Pertumbuhan kedua tertinggi dicapai
pada tahun 2012 sebesar 7,17%, atau naik dari 9,63 juta hektar menjadi
10,32 juta hektar. Pada tahun 2016 luas tanaman menghasilkan (TM )
karet dunia sebesar 11,45 juta ha, atau naik 1,12% dari tahun sebelumnya
yang sebesar 11,32 juta hektar. Peningkatan luas areal karet
menunjukkan bahwa karet alam masih tetap disukai, meskipun ada karet
sintetis. Perkembangan luas tanaman menghasilkan karet dunia periode
1980-2016 dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Lampiran 16.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29


2018 OUTLOOK KARET

Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan


Karet Dunia, Tahun 2006 -2016

4.1.2. Perkembangan Produksi Karet Dunia


Secara umum perkembangan produksi karet dunia periode tahun
2007-2016 terus mengalami peningkatan (Gambar 4.2), dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 2,47% per tahun (Lampiran 16). Apabila dilihat
lebih rinci, pada tahun 2009 produksi karet dunia sempat mengalami
penurunan sebesar 4,46 % menjadi 10,27 juta ton, dari sebesar 10,75 juta
ton pada tahun 2008. Penurunan ini diduga disumbang juga oleh
penurunan produksi karet di Indonesia tahun 2009 sebesar 11,40 %, karena
Indonesia merupakan produsen karet kedua terbesar di dunia (Lampiran
17).
Selama tahun 2007 – 2016 rata-rata produksi karet dunia tumbuh
sebesar 5,47%/tahun atau lebih rendah dibnadingkan periode 1980 – 2006
yang mencapai pertumbuhan 4,03%/tahun. Pertumbuhan produksi karet
dunia lebih rendah dari pertumbuhan luas areal, menunjukkan bahwa
produktivitas karet dunia cenderung turun. Produksi karet dunia tahun
2016 menurut data FAO sebesar 13,15 juta ton, turun dari produksi tahun
2015 yang mencapai 13,20 juta ton atau turun 0,41%.

30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Karet Dunia, Tahun 2007- 2016

Berdasarkan rata-rata produksi karet dunia periode 2012-2016, ada


6 (enam) negara produsen karet dunia dengan total kontribusi sebesar
85,59% (Lampiran 17). Pada posisi pertama adalah Thailand yang
memberikan kontribusi sebesar 34,19% atau rata-rata produksi selama 5
(tahun) terakhir sebesar 4,39 juta ton. Indonesia berada di posisi kedua
dengan kontribusi sebesar 24,26% atau sebesar 3,11 juta ton. Walaupun
luas TM karet Indonesia merupakan luas terbesar di dunia, ternyata
produksinya masih dibawah Thailand. Ini terjadi karena produktivitas
karet Indonesia masih di bawah produktivitas karet Thailand yang
disebabkan banyaknya tanaman karet yang sudah tua atau rusak. Saat ini
ada sekitar 400 hektar tanaman karet yang sudah harus segera
diremajakan (Hortus Archipelago, 2013). Negara produsen ketiga adalah
Vietnam dengan kontribusi hanya sebesar 7,53%. Berikutnya berturut-
turut adalah India, China dan Malaysia dengan masing-masing kontribusi
sebesar 7,23%, 6,44% dan 5,94% (Gambar 4.3 dan Lampiran 17). Karet
merupakan komoditi penting di Vietnam yang sangat penting untuk
menghasilkan devisa. Saat ini posisi Vietnam telah menggeser posisi India,
China dan Malaysia sebagai produsen terbesar keempat karet dunia

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31


2018 OUTLOOK KARET

karena Vietnam telah berhasil membangun areal perkebunan karet yang


cepat dalam beberapa tahun terakhir.

Gambar 4.3. Negara-negara Produsen Karet di Dunia,


Rata-rata Tahun 2012-2016

4.1.3. Perkembangan Produktivitas Karet Dunia


Perkembangan produktivitas karet dunia cenderung menurun
selama periode tahun 2007-2016 dengan rata-rata penurunan sebesar
0,72% per tahun (Gambar 4.9). Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun
2006 yaitu sebesar 1242,20 kg/ha. Namun pada tahun 2008 produktivitas
karet dunia mengalami penurunan tertinggi selama periode tersebut yaitu
sebesar 7,45% dari sebesar 1240,10 kg/ha pada tahun 2007 menjadi
1147,70 kg/ha pada tahun 2008. Pada tahun 2009 produktivitas karet
dunia kembali mengalami penurunan sebesar 3,16%. Hal ini antara lain
disebabkan adanya anomali iklim di Indonesia pada tahun 2009. Karena
Indonesia merupakan penghasil karet dunia ke-2 setelah Thailand, maka
kondisi karet di Indonesia sangat mempengaruhi kondisi karet dunia.
Data terakhir dari FAO tahun 2016, menunjukkan produktivitas
karet dunia sebesar 1148,80 kg/ha atau turun 1,52% dari tahun
sebelumnya. Selama periode lima tahun terakhir (2012 – 2016)
produktivitas karet dunia terus mengalami penurunan berkisar antara

32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

0,62% - 2,39%. Jika produktivitas karet dunia tahun 2012 sebesar 1.227
kg/ha, maka pada tahun 2016 turun menjadi 1.149 kg/ha.

Gambar 4.4. Perkembangan Produktivitas Karet Dunia,


Tahun 2007 - 2016

4.2. Perkembangan Harga Karet Dunia


Tren harga karet pada sepuluh tahun terakhir tahun 2008 - 2018
relatif fluktuatif. Pada Januari 2008 sampai Desember 2008 terus
mengalami penurunan, dengan titik terendah terjadi pada Desember 2008
dimana harga karet hanya mencapai 1,14 USD/kg. Kemudian secara
perlahan harga karet terus mengalami peningkatan hingga puncaknya
pada bulan Februari tahun 2011, yaitu mencapai di atas 6,26 USD/kg.
Pada sejak Maret 2011 harga karet alam dunia terus mengalami
penurunan sampai mencapai titik terendah pada Januari 2016 yaitu hanya
mencapai 1,23 USD/kg. Pada Bulan Februari 2016 harga karet kembali
meningkat secara perlahan, namun peningkatan relative kecil, kondisi
peningkatan ini terus bertahan sampai Februari 2017 sehingga harga karet
mencapai 2,71 USD/kg.
Sejak Maret 2017 hingga Mei 2018 harga karet dunia cenderung
mengalami penurunan meskipun terkadang terjadi fluktuatif. Jika di
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33
2018 OUTLOOK KARET

Maret 2017 harga karet dunia masih di kisaran 2,35 USD/kg, terus turun
pada Desember 2017 mencapai 1,65 USD/kg, sehingga harga karet dunia
pada Mei tahun 2018 hanya sekitar 1,70 USD/kg.

Sumber :Indexmundi (2018)

Gambar 4.5. Perkembangan Harga Karet Dunia (2008- 2018)

4.3. Perkembangan Ekspor Dan Impor Karet Dunia

Perkembangan volume ekspor karet alam sangat dipengaruhi oleh


volume ekspor yang berasal dari negara produsen karet dunia yang
sebagian besar dari negara Asia Tenggara (Gambar 4.15). Rata-rata
pertumbuhan ekspor karet dunia sebesar 3,18% per tahun pada periode
2007 - 2016. Pertumbuhan ekspor karet dunia cukup berfluktuatif,
pertumbuhan sebesar 3,18% per tahun disebabkan terjadinya peningkatan
ekspor karet yang sangat signifikan pada tahun 2016 sebesar 15,13%
menjadi 1,50 juta ton dari sebesar 1,30 ribu ton pada tahun 2015. Bila
kita lihat perkembangan ekspor karet dunia 5 (lima) tahun terakhir yaitu

34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

tahun 2012-2016, pertumbuhan ekspor karet dunia mengalami


peningkatan sebesar 7,83% per tahun (Lampiran 22).

Gambar 4.6. Perkembangan Volume Ekspor Karet Alam Dunia,


Tahun 2007 - 2016

Berdasarkan data FAO rata-rata tahun 2012-2016, Indonesia adalah


negara pengekspor karet alam terbesar di dunia yang memberikan
kontribusi hingga 33,42% terhadap total ekspor karet alam dunia atau
rata-rata 2,59 juta ton/tahun. Posisi kedua adalah Thailand dengan
kontribusi hanya sebesar 30,30% atau setara 2,35 juta ton/tahun (Gambar
4.8 dan Lampiran 23), posisi ke-3 ditempati Malaysia dengan kontribusi
9,11%. Sedangkan Vietnam berada pada posisi ke-4 (empat) dengan
kontribusi hanya sebesar 8,90% saja.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35


2018 OUTLOOK KARET

Gambar 4.7. Negara-negara Eksportir Terbesar Karet Alam di Dunia,


Rata-rata Tahun 2012-2016

Seperti halnya volume ekspor, perkembangan volume impor karet


alam dunia tahun 1980 – 2016 juga menunjukan peningkatan dengan rata-
rata pertumbuhan sebesar 0,40% per tahun. Namun bila kita perhatikan
perkembangan jangka yang lebih pendek, pada lima terakhir yaitu tahun
2012-2016, impor karet alam dunia mengalami peningkatan (Gambar
4.17) dengan laju sebesar 3,48% per tahun. Hal itu didorong oleh
peningkatan impor karet pada tahun 2012, 2013, dan 2014. Namun pada
tahun 2015 dan 2016 impor karet alam dunia kembali mengalami
penurunan masing-masing sebesar 5,13% dan sebesar 0,71% (Lampiran
22).
Pada tahun 2007 – 2011 terjadi penurunan volume impor karet
dunia dari 1,20 juta ton menjadi 0,97 juta ton atau rata-rata turun 5,13%
per tahun. Hal ini menyebabkan pertumbuhan volume impor selama 10
tahun terakhir cukup rendah, hanya 0,40% per tahun.

36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Gambar 4.8. Perkembangan Volume Impor Karet Alam Dunia,


Tahun 2007 -2016

Berdasarkan data FAO rata-rata tahun 2012-2016, terdapat 5 (lima)


negara importir karet terbesar dengan total kontribusi sebesar 63,61%.
Negara-negara importir tersebut secara berturut-turut adalah China
(27,46%), USA (11,03%), Japan (4,16%), Belgia (8,36%) dan Malaysia
(7,46%). Indonesia termasuk negara importir karet alam dunia, dengan
urutan ke-45 dan berkontribusi hanya 0,09%. Secara lengkap kontribusi
masing-masing negara tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan
Lampiran 24.

Gambar 4.9. Negara-negara Importir Karet Alam Dunia,


Rata-rata Tahun 2012 - 2016

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37


2018 OUTLOOK KARET

Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa pembatasan ekspor


melalui skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) mendorong
kenaikan harga karet alam dunia sebesar 5 persen selama Januari 2018
(Sumber Liputan 6.com, 10 Februari 2018). Kelompok negara eksportir
karet dunia atau International Tripartite Rubber Council (ITRC), yaitu
Indonesia, Thailand, dan Malaysia sepakat melakukan pembatasan ekspor
melalui skema AETS.
Pelaksanaan skema AETS kelima ini akan dimonitor dan dievaluasi
tiap bulan oleh Komite Monitoring dan Pengawasan dari ITRC. Tujuan
AETS kelima ini, seperti keputusan penerapan AETS sebelumnya, yaitu
untuk mendongkrak harga karet, terutama agar harga bergerak ke
tingkat yang lebih menguntungkan petani.
Pelaksanaan AETS di Indonesia didukung dengan Keputusan Menteri
Perdagangan (Kepmendag) Nomor 67 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan
AETS Kelima untuk Komoditas Karet Alam. Indonesia, bersama-sama
Thailand dan Malaysia, berkomitmen menjalankan AETS sesuai
kesepakatan dan regulasi di masing-masing negara.

38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

BAB V. ANALISIS PRODUKSI DAN KETERSEDIAAN


KARET

5.1. Proyeksi Produksi Karet Tahun 2018 – 2022


Produksi karet dihitung dari luas tanaman menghasilkan dikalikan
dengan produktivitas karet per hektar. Untuk menduga proyeksi produksi
maka dilakukan proyeksi luas tanaman menghasilkan dikalikan proyeksi
produktivitas. Pada analisis ini dilakukan pemodelan persamaan regresi
berganda, dengan menggunakan program Minitab.
Untuk membangun model luas tanaman menghasilkan yang terbaik
perlu dilakukan validasi model terlebih dahulu. Validasi model dilakukan
dengan cara memotong data historis yang tersedia untuk 5 tahun terakhir.
Untuk menghasilkan model terbaik, perlu dilakukan uji coba dengan
beberapa model alternatif. Model yang terbaik disamping memiliki nilai
R2 yang relatif tinggi, juga memiliki akurasi yang terbaik dalam
melakukan peramalan. Pemotongan data untuk 5 tahun terakhir,
dimaksudkan untuk menguji apakah hasil model yang dihasilkan mampu
meramal dengan baik. Hal ini diuji dengan menggunakan nilai MAPE (Mean
Absolut Percentage Error). Semakin kecil MAPE, maka perbedaan antara
hasil peramalan dengan nilai riil semakin kecil, dan sebaliknya jika MAPE
besar maka bias/perbedaan semakin tinggi antara hasil peramalan dengan
nilai riil (nilai sebenarnya).
Untuk model luas tanaman menghasilkan, data yang digunakan
untuk membangun model adalah tahun 1980 sampai 2018. Untuk
melakukan validasi model data yang digunakan untuk membangun model
adalah tahun 1980 sampai 2013, setelah itu dilakukan validasi model
dengan cara melakukan peramalan untuk tahun 2014 sampai 2018. Oleh
karena pada lima tahun terakhir data sudah tersedia, sehingga hasil
peramalan bisa dibandingkan dengan data riil. Ukuran untuk
membandingkan menggunakan MAPE.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39


2018 OUTLOOK KARET

Terdapat 4 (empat) model alternatif untuk model luas tanaman


menghasilkan komoditas karet. Setiap model alternatif ada sekitar 5
sampai 7 variabel bebas. Variabel bebas untuk meramalkan luas tanaman
menghasilkan karet antara lain luas tanaman menghasilkan tahun
sebelumnya, harga riil karet nasional (karet sheet), luas tanaman belum
menghasilkan, dan harga minyak bumi dunia. Untuk model yang pertama
menghasilkan MAPE sebesar 3,85%, artinya untuk model pertama rata-
rata hasil peramalan memiliki bias 3,85% dari nilai sebenarnya (riil).
Untuk model yang kedua menhasilkan MAPE sebesar 5,56%, artinya model
pertama lebih baik dari model yang kedua. Untuk model yang ketiga
menghasilkan MAPE yang paling kecil yaitu sebesar 0,79%, untuk model
keeempat menghahasilkan MAPE yang lebih besar yaitu 3,56%. Dari
keempat model alternatif model yang terbaik adalah model ketiga,
karena menghasilkan MAPE yang paling kecil yaitu 0,79%, sehingga model
ini yang digunakan untuk melakukan peramalan.

Tabel 5.1. Validasi Model Luas Tanaman Menghasilkan Karet

NO MODEL TAHUN RIIL ESTIMASI BEDA (%) ABSOLUT (%)


2014 2995753 3028271 -1.0738 1.0738
2015 3036098 3057910 -0.7133 0.7133
LnTM = 0.167 + 0.569 lnTMt-1 + 0.277 lnTMt-2 + 0.033 lnHRsheet + 2016 3041724 2889778 5.2580 5.2580
1
0.123 lnTBMt-3 + 0.024 lnOilWt-1 + 0.033 lnOilWt-2 2017 3054033 2912454 4.8612 4.8612
2018 3127444 2913856 7.3301 7.3301
MAPE 3.8473
2014 2995753 2966477 0.9869 0.9869
2015 3036098 3000446 1.1882 1.1882
LnTM = 148 + 0.551 lnTMt-1 + 0.282 lnTMt-2 + 0.032 lnHRsheet + 0.136 2016 3041724 2812089 8.1660 8.1660
2
lnTBMt-3 + 0.026 lnOilWt-1 + 0.030 lnOilWt-2 - 0.007 lnOilWt-3 2017 3054033 2847138 7.2668 7.2668
2018 3127444 2837819 10.2059 10.2059
MAPE 5.5628
2014 2995753 3009468 -0.4557 0.4557
2015 3036098 3023741 0.4087 0.4087
LnTM = - 0.138 + 0.635 lnTMt-1 + 0.265 lnTMt-2 + 0.035 lnHRsheet + 2016 3041724 3043701 -0.0649 0.0649
3
0.089 lnTBMt-3 + 0.039 lnOilWt-2 2017 3054033 3073886 -0.6459 0.6459
2018 3127444 3054143 2.4001 2.4001
MAPE 0.7951
2014 2995753 2973532 0.7473 0.7473
2015 3036098 2995896 1.3419 1.3419
LnTM = - 0.389 + 0.684 lnTMt-1 + 0.285 lnTMt-2 + 0.037 lnHRsheet + 2016 3041724 2928004 3.8839 3.8839
4
0.039 lnTBMt-3 + 0.014 lnOilWt-3 2017 3054033 2924857 4.4165 4.4165
2018 3127444 2910446 7.4558 7.4558
MAPE 3.5691

40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Hasil analisis fungsi respon model 3 sebagai model terbaik, luas


tanaman menghasilkan karet menunjukkan bahwa luas tanaman
menghasilkan karet dipengaruhi oleh luas tanaman menghasilkan tahun
sebelumnya, luas tanaman menghasilkan 2 tahun sebelumnya, harga riil
karet sheet, tanaman belum menghasilkan 3 tahun sebelumnya, dan
harga minyak bumi 2 tahun sebelumnya (Tabel 5.2).
Model untuk melakukan peramalan luas tanaman menghasilkan
karet dengan Anova, dapat dilihat pada Tabel 5.1. Dari hasil Uji Anova
menghasilkan nilai F hitung = 559,44, nilai probability p = 0,000 atau
kurang dari 0,05 artinya model layak pada tingkat kepercayaan sebesar
95%. Nilai Adjusted R2 sebesar 98,9% artinya model luas tanaman
menghasilkan karet dapat dijelaskan oleh variabel - variabel bebasnya
sebesar 98,9%. Dari hasil Uji Anova ini, disimpulkan bahwa model ini
masih cukup layak untuk memprediksi luas tanaman menghasilkan karet
pada tahun-tahun mendatang. Nilai R2 predicted sebesar 98,78% artinya
kemampuan model ini cukup baik dalam melakukan prediksi beberapa
tahun kedepan.
Gambar 5.1 adalah plot nilai dugaan terhadap sisaan untuk menguji
heteroskedastisitas. Apabila plot menyebar merata di atas dan di bawah
sumbu 0 tanpa membentuk sebuah pola tertentu, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas. Dari Gambar 5.1 dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat gejala heteroskedastisitas.
Koefisien variabel bebas luas tanaman menghasilkan (TM) karet
tahun sebelumnya bertanda positif artinya jika luas tanaman
menghasilkan karet tahun sebelumnya dan luas tanaman menghasilkan 2
tahun sebelumnya meningkat, maka pada tahun berikutnya juga
meningkat, atau ada kecenderungan terjadi peningkatan luas tanaman
menghasilkan karet dari tahun ke tahun. Koefisien variabel bebas
berikutnya adalah harga riil karet sheet bertanda positif artinya jika
harga karet sheet meningkat maka petani akan semakin intensif menanam
karet sehingga luas TM (tanaman menghasilkan) akan semakin meningkat.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41


2018 OUTLOOK KARET

Koefisien variabel bebas luas tanaman belum menghasilkan (TBM) karet


bertanda positif artinya jika luas TBM karet meningkat maka pada
beberapa tahun kedepan akan meningkatkan luas TM (tanaman
menghasilkan). Koefisien harga minyak bumi dunia (oil world) juga
menunjukkan nilai positif artinya semakin tinggi minyak dunia, maka
harga bahan baku karet sintetis akan semakin meningkat, sehingga harga
karet sintetis akan semakin mahal, dan harga karet alam semakin
membaik sehingga luas TM karet juga akan semakin meningkat.

Tabel 5.2. Output Anova Model Luas Tanaman Menghasilkan Karet


The regression equation is
LnTM = - 0.131 + 0.643 lnTMt-1 + 0.282 lnTMt-2 + 0.0369 lnHRsheet
+ 0.0641 lnTBMt-3 + 0.0301 lnOilWt-2

Predictor Coef SE Coef T P


Constant -0.1311 0.4299 -0.31 0.763
lnTMt-1 0.6429 0.1414 4.55 0.000
lnTMt-2 0.2816 0.1374 2.05 0.051
lnHRsheet 0.036939 0.009905 3.73 0.001
lnTBMt-3 0.06406 0.02891 2.22 0.036
lnOilWt-2 0.03005 0.01411 2.13 0.043

S = 0.0192127 R-Sq = 99.1% R-Sq(adj) = 98.9%

PRESS = 0.0134047 R-Sq(pred) = 98.71%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 5 1.03252 0.20650 559.44 0.000
Residual Error 26 0.00960 0.00037
Total 31 1.04211

Source DF Seq SS
lnTMt-1 1 1.02324
lnTMt-2 1 0.00094
lnHRsheet 1 0.00640
lnTBMt-3 1 0.00026
lnOilWt-2 1 0.00168

42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Versus Fits
(response is LnTM)
0.04

0.03

0.02

0.01
Residual

0.00

-0.01

-0.02

-0.03

-0.04

-0.05
14.3 14.4 14.5 14.6 14.7 14.8 14.9 15.0
Fitted Value

Gambar 5.1. Plot Nilai Dugaan terhadap Sisaan Model Luas Tanaman
Menghasilkan Karet.

Hasil proyeksi dari model regresi berganda, diperkirakan produksi karet


akan berfluktuasi seiring dengan fluktuasi harga karet dunia, namun cenderung
mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2022 hingga mencapai 3,21 juta
hektar, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,86% per tahun (Tabel 5.2).
Menurut angka estimasi Ditjen Perkebunan luas tanaman menghasilkan karet
tahun 2018 sebesar 3,13 juta hektar. Hasil proyeksi Pusdatin luas tanaman
menghasilkan tahun 2018 sebesar 3,10 juta hektar, pada tahun 2019 akan
sedikit menurun menjadi 3,09 juta hektar terutama karena pengaruh harga
minyak dunia yang cenderung turun beberapa tahun terakhir, sehingga harga
karet alam semakin meningkat. Pada tahun 2020 diramalkan luas kembali
meningkat menjadi 3,13 juta hektar, tahun 2021 dan 2022 kembali meningkat
berturut-turut menjadi 3,17 juta hektar dan 3,21 juta hektar.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43


2018 OUTLOOK KARET

Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Luas Tanaman Menghasilkan (TM) Karet

Luas Tanaman Menghasilkan


Pertumbuhan
Tahun (Ha)
(%)
Ditjenbun *) Pusdatin **)
2017 3,054,033 3,100,986
2018 3,127,444 3,101,209 0.01
2019 3,098,715 (0.08)
2020 3,126,609 0.90
2021 3,174,000 1.52
2022 3,208,719 1.09
Rata-rata pertumbuhan (%/th) 0.86
Sumber : *) Tahun 2017 Angka Sementara, tahun 2018 Angka Estimasi Ditjenbun.
**) Angka Proyeksi Pusdatin berdasarkan Model

Model produktivitas juga dilakukan model validasi untuk menghasilkan


model tentatif terbaik. Ada 2 model tentatif yang hendak diuji, model pertama
sebagai variabel bebas adalah produktivitas sebelumnya, harga karet dunia,
harga urea dan curah hujan. Model pertama dengan variabel bebas seperti pada
Tabel 5.3. menghasilkan nilai MAPE 9,46%, dan model yang kedua menghasilkan
MAPE yang lebih tinggi yaitu 7,66%.

Tabel 5.4. Validasi Model Produktivitas Karet (Testing tahun 2014 – 2018)

44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Untuk menyusun produktivitas karet variabel bebas yang digunakan dalam


model adalah produktivitas tahun sebelumnya, harga karet dunia, harga riil
urea tahun sebelumnya dan curah hujan. Hasil uji Anova untuk model
produktivitas jagung terlihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Output Anova Model Produktivitas Karet


The regression equation is
lnPDV = 2.06 + 0.733 lnPDVt-1 + 0.111 lnHRworld - 0.0067 lnUreat-1
- 0.0344 lnChujan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 2.0637 0.9477 2.18 0.038
lnPDVt-1 0.7329 0.1183 6.19 0.000 5.274
lnHRworld 0.11055 0.04653 2.38 0.025 4.709
lnUreat-1 -0.00672 0.04311 -0.16 0.877 4.217
lnChujan -0.03436 0.04694 -0.73 0.470 1.711

S = 0.0662762 R-Sq = 92.5% R-Sq(adj) = 91.4%

PRESS = 0.179428 R-Sq(pred) = 88.70%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 4 1.46896 0.36724 83.61 0.000
Residual Error 27 0.11860 0.00439
Total 31 1.58756

Source DF Seq SS
lnPDVt-1 1 1.43707
lnHRworld 1 0.02938
lnUreat-1 1 0.00015
lnChujan 1 0.00235

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45


2018 OUTLOOK KARET

Versus Fits
(response is lnPDV)
0.2

0.1
Residual

0.0

-0.1

-0.2
6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8 6.9 7.0 7.1
Fitted Value

Gambar 5.2. Plot Sisaan terhadap Dugaan untuk Model Produktivitas Karet

Model menghasilkan nilai F value = 83,61 dan nilai Probability kurang dari
0,05, sehingga bisa disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% model
layak digunakan untuk memprediksi produktivitas karet nasional. Nilai R-Square
untuk model ini adalah sebesar 92,5% artinya model untuk memprediksi
produktivitas karet dapat dijelaskan oleh variable-variabel penjelasnya sebesar
92,4%. Nilai adjusted R2 sebesar 91,4%, nilai R2 ini tidak dipengaruhi oleh
penambahan variabel bebas. Nilai R2 predicted sebesar 88,70% artinya
kemampuan model ini cukup baik dalam melakukan prediksi beberapa tahun
kedepan.
Gambar 5.2 menunjukkan plot antara nilai dugaan dan sisaan (residual)
untuk melihat gejala heteroskedastisitas. Apabila plot menyebar merata di atas
dan di bawah sumbu 0 tanpa membentuk sebuah pola tertentu maka tidak
terjadi heteroskedastisitas. Dari Gambar di atas dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat gejala heteroskedastisitas.
Hasil analisis fungsi respon produktivitas karet menunjukkan bahwa
produktivitas karet dipengaruhi oleh produktivitas karet sebelumnya dan
bertanda positif artinya semakin tinggi produktivitas tahun sebelumnya maka
produktivitas hasil peramalan tahun berikutnya juga semakin besar. Variabel

46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

bebas lain yang mempengaruhi produktivitas adalah harga harga karet dunia,
koefisien menunjukkan nilai positif artinya semakin tinggi harga dunia,
pemeliharaan karet makin intensif sehingga produktivitas karet akan
meningkat. Variabel bebas lain yang mempengaruhi produktivitas harga riil
urea, koefisien menunjukkan nilai negatif artinya semakin tinggi harga urea,
maka produktivitas karet cenderung menurun karena petani mengurangi
penggunaan urea. Menurut Gumayanti (2016) bahwa produktivitas dipengaruhi
oleh dosis pupuk yang digunakan dan kedua peubah tersebut mempunyai
hubungan keeratan searah. Peubah bebas lain adalah curah hujan, memiliki
koefisien regresi tidak nyata, artinya pengaruh curah terhadap produktivitas
karet cenderung lemah. Hal itu sesuai dengan penelitain yang dilakukan oleh
Manurung dkk, (2016) bahwa Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel curah
hujan dan hari hujan berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produksi lateks
pada tanaman karet.

Tabel 5.6. Hasil Proyeksi Produktivitas Karet

Produktivitas Karet (Kg/ha) Pertumbuhan


Tahun
(%)
Ditjenbun *) Pusdatin **)
2017 1,188 1,167
2018 1,207 1,184 1.46
2019 1,206 1.83
2020 1,231 2.03
2021 1,248 1.36
2022 1,269 1.74
Rata-rata pertumbuhan (%/th) 1.74
Sumber : *) Tahun 2017 Angka Sementara, tahun 2018 Angka Estimasi Ditjenbun.
**) Angka Proyeksi Pusdatin berdasarkan Model

Hasil proyeksi dari model regresi berganda, diperkirakan produktivitas


karet akan cenderung meningkat, namun pada lima tahun kedepan
pertumbuhan produktivitas karet masih meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan 1,74%/tahun. Pada tahun 2018 angka estimasi Ditjenbun
produktivitas karet mencapai 1.207 kg/ha, sementara angka proyeksi Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47


2018 OUTLOOK KARET

berdasarkan model produktivitas hamya mencapai 1.184 kg/ha. Berdasarkan


model regresi berganda produktivitas karet tahun 2019 akan naik menjadi 1.206
kg/ha atau naik 1,83%. Hal ini diduga terjadi karena harga karet dunia dan
domestik diharapkan membaik, sehingga semangat petani untuk meningkatkan
produktivitas meningkat. Produktivitas karet tahun 2020 diperkirakan akan
meningkat menjadi 1.231 kg/ha, atau naik 2,03%. Pada tahun 2021 dan 2022,
produktivitas karet diperkirakan akan kembali meningkat masing-masing 1,36%
dan 1,74% menjadi 1.248 kg/ha dan 1.269 kg/ha (Tabel 5.4).

Tabel 5.7. Hasil Proyeksi Produksi Karet Nasional Tahun 2018 - 2022
Luas Tanaman
Produktivitas Produksi Pertumbuhan
Tahun Menghasilkan
(Kg/ha) (Ton) (%)
(Ha)
(1) (2) (3) (4)=(2) x (3) (5)
2017 *) 3,054,033 1,188 3,629,544
2018 *) 3,127,444 1,207 3,774,365 3.99
2017**) 3,100,986 1,167 3,620,300
2018**) 3,101,209 1,184 3,673,343 1.47
2019**) 3,098,715 1,206 3,737,715 1.75
2020**) 3,126,609 1,231 3,848,097 2.95
2021**) 3,174,000 1,248 3,959,687 2.90
2022**) 3,208,719 1,269 4,072,835 2.86
Rata-rata pertumbuhan (%/th) 2.39
Sumber : *) Tahun 2017 Angka Sementara, tahun 2018 Angka Estimasi Ditjenbun.
**) Angka Proyeksi Pusdatin berdasarkan Model

Produksi karet merupakan hasil perkalian antara luas tanaman


menghasilkan (TM) dengan produktivitas. Hasil proyeksi produksi karet lima
tahun kedepan pertumbuhan produksi karet masih meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan 2,39%/tahun. Pada tahun 2018 angka estimasi Ditjenbun produksi
karet mencapai 3,77 juta ton dalam wujud karet kering. Berdasarkan hasil
estimasi luas tanaman menghasilkan dan produktivitas, produksi karet tahun
2018 diperkirakan akan sedikit lebih rendah dari Ditjenbun, yaitu hanya sebesar
3,67 juta ton. Pada tahun 2019 – 2022 produksi karet diperkirakan masih akan
meningkat, sehingga produksi karet tahun 2019 diperkirakan mencapai 3,74 juta

48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

ton atau naik 1,75%, tahun 2020 mencapai 3,85 juta ton atau naik 2,95% dan
tahun 2021 dan 2022 produksi diperkirakan masing-masing mencapai 3,95 juta
ton, dan 4,07 juta ton.

5.2. Proyeksi Ketersediaan Karet Tahun 2018 - 2022


Karet merupakan komoditi yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh
manusia, namun merupakan konsumsi tidak langsung oleh industri yang diolah
lebih lanjut menjadi barang yang dapat dimanfaatkan. Data tentang besarnya
konsumsi industri dalam negeri asosiasi industri berbahan baku karet. Oleh
karena data konsumsi karet dalam negeri tidak tersedia, maka untuk
mengetahui konsumsi dilakukan dengan cara pendekatan model matematis.
Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut :

Ketersediaan = Produksi - Ekspor + Impor


Ketersediaan = Produksi - Net Ekspor

Produksi telah diproyeksikan dengan menggunakan model luas tanam


menghasilkan dan model produktivitas. Estimasi produksi telah dihasilkan dan
dibahas pada bagian sebelumnya. Untuk mengestimasi konsumsi perlu disusun
model peramalan ekspor dan impor karet. Setelah didapatkan model yang layak
untuk estimasi volume impor dan ekspor karet, maka dilakukan peramalan
volume ekspor dan impor karet untuk 5 tahun kedepan.
Model volume net eskpor juga dilakukan model validasi untuk
menghasilkan model tentatif terbaik. Ada 5 model tentatif yang hendak diuji,
sebagai variabel bebas adalah volume net ekspor sebelumnya, produksi karet
nasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar (USD), harga karet sheet dan harga
karet dunia. Model pertama sampai ketiga dengan variabel bebas seperti pada
Tabel 5.6. menunjukkan ada gejela multikolinearitas. Model keempat dan
kelima sudah bebas multikolinieritas, pola sisaan dan dugaan baik yaitu bersifat
acak di sekitar nilai 0, dan tidak ada gejela autokorelasi. Model ke-4 memiliki
nilai t hitung yang signifikan pada taraf 5% untuk semua vraiabel, sehingga

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49


2018 OUTLOOK KARET

untuk peramalan volume net ekspor karet ini model yang paling layak digunakan
oleh model ke-4.

Tabel 5.8. Validasi Model Volume Net Ekspor Karet


Heteroskedastisitas
: Plot Dugaan Vs
No Model R-Sq (Adj) R-Sq (Pred) PRESS Multikolineraitas Residual Autokorelasi Kesimpulan
Nilai VIF
LnNetvolek = 3.52 + 0.705 LnProd
berkisar 4 - 18 Pola Acak di
1 + 0.0696 LnExRate + 0.0482 98.90% 98,74% 0.0764 : Gejala sekitar Nilai Nol
DW = 1.959 Kurang Baik
LnHWorld
Multikolinearitas

Nilai VIF Durbin-


LnNetvolek = 3.66 - 0.124 LnVekt-
berkisar 4 - 48 : Pola Acak di Watson
2 1 + 0.816 LnProd + 0.0737 98.90% 98.70% 0.0751 Gejala sekitar Nilai Nol statistic =
Kurang Baik
LnExRate + 0.0424 LnHWorld
Multikolinearitas 1.87481
Nilai VIF Durbin-
LnNetvolek = 2.12 - 0.073 LnVekt-
berkisar 1 - 38 : Pola Acak di Watson
3 1 + 0.866 LnProd + 0.0467 98.90% 98.77% 0.0709 Gejala sekitar Nilai Nol statistic =
Kurang Baik
LnExRate+ 0.0410 LnHRSheet
Multikolinearitas 1.96587
Baik dan
Nilai VIF Durbin-
LnNetvolek = 1.96 + 0.809 LnProd Semua
berkisar < 10 : Pola Acak di Watson
4 + 0.0410 LnExRate + 0.0416 98.90% 98.78% 0.0740 Tidak ada Gejala sekitar Nilai Nol statistic =
koefisien
LnHRSheet Nyata pada
Multikolinearitas 2.02897
Aplha = 5%
Nilai VIF Durbin-
LnNetvolek = 2.07 + 0.798 LnProd
berkisar < 10 : Pola Acak di Watson
5 + 0.0475 LnExRate + 0.0379 98.90% 98.74% 0.0723 Tidak ada Gejala sekitar Nilai Nol statistic =
Baik
LnHRShett-1
Multikolinearitas 2.00051

Untuk menyusun volume net ekspor karet variabel bebas yang digunakan
dalam model adalah produksi karet, harga riil karet sheet, dan nilai tukar rupiah
terhadap USD. Hasil uji Anova untuk model volume eskpor karet terlihat pada
Tabel 5.7.

50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Tabel 5.9. Output Anova Model Volume Ekspor Karet


The regression equation is
LnNetvolek = 1.96 + 0.809 LnProd + 0.0410 LnExRate + 0.0416 LnHRSheet

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 1.9565 0.4350 4.50 0.000
LnProd 0.80852 0.03511 23.03 0.000 5.389
LnExRate 0.04098 0.01410 2.91 0.006 5.406
LnHRSheet 0.04163 0.01932 2.15 0.038 1.007

S = 0.0409947 R-Sq = 99.0% R-Sq(adj) = 98.9%

PRESS = 0.0740425 R-Sq(pred) = 98.78%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 3 6.0036 2.0012 1190.80 0.000
Residual Error 36 0.0605 0.0017
Total 39 6.0641

Source DF Seq SS
LnProd 1 5.9800
LnExRate 1 0.0159
LnHRSheet 1 0.0078

Versus Fits
(response is LnNetvolek)
0.08

0.06

0.04

0.02
Residual

0.00

-0.02

-0.04

-0.06

-0.08
13.50 13.75 14.00 14.25 14.50 14.75 15.00
Fitted Value

Gambar 5.3. Plot Nilai Sisaan terhadap Dugaan Model Volume Net Ekspor

Model volume net eskpor karet menghasilkan nilai F value = 1190,80 dan
nilai probability kurang dari 0,05, sehingga bisa disimpulkan bahwa dengan
tingkat kepercayaan 95% model layak digunakan untuk memprediksi volume

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51


2018 OUTLOOK KARET

ekspor karet nasional. Nilai R-Square untuk model ini adalah sebesar 99,0%
artinya model untuk memprediksi volume ekspor karet dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel penjelasnya sebesar 99%. Nilai R-Sq predicted sebesar 98,78%
artinya kemampuan model ini cukup baik dalam melakukan prediksi beberapa
tahun kedepan.
Berdasarkan diagram pada Gambar 5.3., dapat disimpulkan tidak ada
gejala heteroskedastisitas karena plot menyebar merata di atas dan di bawah
sumbu 0 tanpa membentuk sebuah pola tertentu.
Berdasarkan uji autokorelasi, menghasilkan nilai Durbin Watson sebesar
2,029. Pada Tabel DW, untuk n=40 (jumlah observasi) dan k=3 (jumlah variabel
bebas) menghasilkan nilai dl =1,338 dan du=1.659, karena nilai DW terletak
pada du= 1,659 dan (4-du) = 4 – 1,659 = 2,341, maka disimpulkan hipotesis nol
diterima, jadi tidak ada autokorelasi.
Hasil analisis fungsi respon volume ekspor karet menunjukkan bahwa
volume ekspor dipengaruhi secara signifikan oleh produksi dan bertanda positif
artinya semakin tinggi produksi maka volume ekspor karet cenderung semakin
meningkat. Variabel bebas lain yang mempengaruhi volume ekspor adalah nilai
tukar rupiah, koefisien menunjukkan nilai positif dan signifikan artinya semakin
tinggi nilai tukar rupiah maka pendapatan eksportir makin meningkat sehingga
volume ekspor juga akan meningkat. Peubah bebas lain adalah harga karet
Sheet, signifikan (α=0,05) dan bertanda positif, artinya semakin tinggi harga
karet dunia maka volume ekspor cenderung semakin meningkat.
Nilai VIF (Variance Inflation Factor) untuk model volume net ekspor tidak
ada yang lebih besar dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model tersebut
tidak ada multikolinearitas. Disamping itu juga model tersebut menghasilkan
nilai PRESS yang relatif kecil. Semakin kecil nilai PRESS model semakin baik
karena selisih antara nilai dugaan dan nilai aktual (fit) semakin kecil. PRESS
adalah jumlah kuadrat nilai sisaan. Model ini juga menghasilkan R2 predicted
yang cukup besar yaitu sebesar 98,78%, sehingga ketika melakukan peramalan
maka hasil peramalan akan stabil dan mendekati nilai aktual atau tidak
terlampau bias.

52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Tabel 5.10. Hasil Proyeksi Volume Net Ekspor Karet


Volume Net
Pertumbuhan
Tahun Ekspor*)
(%)
(Ton)
2017 2,951,755
2018 2,843,680 -3.66
2019 2,850,554 0.24
2020 2,923,092 2.54
2021 3,010,178 2.98
2022 3,079,596 2.31
Rata-rata pertumbuhan (%/th) 0.88
Sumber : *) Tahun 2017 angka realisasi dan 2018 – 2022 Proyeksi Pusdatin

Volume net ekspor karet merupakan selisih volume ekspor dikurangi


volume impor. Volume ekspor jauh lebih tinggi dari volume impor, selama
sepuluh tahun terakhir rata-rata volume ekspor mencapai 2,52 juta ton /tahun,
sementara volume impor hanya mencapai 23 ribu ton/tahun. Hasil proyeksi dari
model regresi berganda, diperkirakan volume net ekspor (volume eskpor
dikurangi volume impor) karet akan terus meningkat, pada lima tahun kedepan
pertumbuhan volume net ekspor karet masih melambat dengan rata-rata
pertumbuhan 0,88%/tahun. Pada tahun 2017 volume net ekspor karet mencapai
2,95 juta ton. Pada tahun 2018 volume net ekspor karet juga diproyeksikan
menurun sebesar 3,66% atau mencapai 2,84 juta ton. Penurunan volume ekspor
karet diduga terjadi karena semakin turunnya harga karet alam dunia. Pada
tahun 2019 diperkirakan volume net ekspor meningkat sebesar 0,24% atau
sebesar 2,85 juta ton. Pada tahun 2020, 2021 dan 2022 volume ekspor masing-
masing akan mulai meningkat masing-masing sebesar 2,54%, 2,98%, dan 2,31%,
atau volume ekspor mencapai 2,92 juta ton pada tahun 2020, mencapai 3,01
juta ton pada tahun 2021 dan mencapai 3,08 juta ton pada tahun 2022, seperti
terlihat pada Tabel 5.10.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53


2018 OUTLOOK KARET

Tabel 5.11. Hasil Proyeksi Ketersediaan Nasional Karet Kering 2017 - 2022

Ketersediaan
Volume Net Ekspor Pertumbuhan
Tahun Produksi (Ton) Nasional*)
(Ton) (%)
(Ton)
(1) (2) (3) (4)=(2)-(3)) (6)
2017 3,620,300 2,951,755 668,545
2018 3,673,343 2,843,680 829,663 24.10
2019 3,737,715 2,850,554 887,161 6.93
2020 3,848,097 2,923,092 925,005 4.27
2021 3,959,687 3,010,178 949,509 2.65
2022 4,072,835 3,079,596 993,238 4.61
Rata-rata pertumbuhan (%/tahun) 4.61
Keterangan : *) Estimasi Pusdatin

Sumber : *) Tahun 2017 angka realisasi dan 2018 – 2022 Proyeksi Pusdatin

Hasil proyeksi dari model matematis, yatu ketersediaan diestimasi dari


komponen suplai yaitu produksi ditambah impor dikurangai komponen demand
yaitu ekspor, maka sisaannya merupakan konsumsi nasional. Produksi, volume
impor, dan volume eskpor (net eskpor) sudah dilakukan proyeksi berdasarkan
regresi berganda, sehingga besaran konsumsi dapat dihitung. Berdasarkan hasil
estimasi pada tahun 2017, konsumsi karet nasional diperkirakan mencapai
668,54 ribu ton.
Pada tahun 2018, konsumsi karet nasional diperkirakan meningkat
menjadi 829,66 ribu ton, atau naik 24,10% dibandingkan tahun 2017.
Peningkatan ini karena produksi karet diperkirakan meningkat sebesar 1,47%,
sementara volume net ekspor diperkirakan menurun sebesar 3,66%, sehingga
konsumsi karet nasional meningkat. Pada tahun 2019 konsumsi karet nasional
diperkirakan akan meningkat sebesar 6,93% menjadi 887,16 ribu ton, hal ini
karena produksi karet diperkirakan meningkat sebesar 1,75%, sementara ekspor
menurun sebesar 3,43%, sehingga suplai bertambah. Pada tahun 2020, 2021 dan
2022, konsumsi karet nasional diperkirakan masih terus meningkat, masing-
masing menjadi 925,00 ribu ton, 949,41 ribu ton dan 993,23 ribu ton, hal ini

54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

karena laju pertumbuhan produksi karet lebih tinggi dari laju pertumbuhan
volume eskpor, sementara volume impor cenderung tetap.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55


2018 OUTLOOK KARET

56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

BAB VI. KESIMPULAN

Produksi, volume ekspor dan volume impor karet nasional diproyeksikan


besarnya menggunakan model regresi berganda. Produksi dihitung dari
perklaian luas tanaman menghasilkan dengan produktivitas. Hasil uji Anova
regresi berganda untuk variabel luas tanaman menghasilkan dan produktivitas,
dihasilkan model yang layak dengan nilai R-Square Predicted masing-masing
sebesar 98,71% dan 88,70%. Estimasi konsumsi karet nasional diperoleh dari
estimasi produksi karet, estimasi volume ekspor dan impor (net ekspor). Model
regresi berganda untuk volume net ekspor menghasilkan model layak, dengan
nilai R-square Predicted sebesar 98,78%.
Produksi karet alam Indonesia diperkirakan akan terus meningkat tetapi
peningkatan relatif kecil, pada tahun 2018 naik sebesar 3,99% atau sebesar
menjadi sebesar 3,77 juta ton karet kering (estimasi Ditjenbun), tetapi
berdasarkan angka proyeksi model Pusdatin, produksi karet tahun 2018 naik
hanya 1,47% atau menjadi 3,67 juta ton. Pada tahun 2018 – 2022 produksi karet
diproyeksikan akan terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 2,39% per
tahun.
Volume net ekspor karet (volume ekspor dikurangi volume impor)
Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan akan menurun sebesar 3,66% atau
menjadi sebesar 2,84 juta ton. Begitu juga tahun 2019 volume net ekspor
diperkirakan akan sedikit meningkat 0,24%, atau menjadi 2,85 juta ton. Pada
tahun 2020 – 2022 diperkirakan juga akan meningkat dengan laju peningkatan
berkisar antara 2,31% sampai 2,98%, sehingga ekspor karet nasional pada tahun
2022 diperkirakan mencapai 3,08 juta ton.
Begitu pula dengan permintaan atau penyediaan dalam negeri karet alam
Indonesia yang diperkirakan akan terus meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan 4,61% per tahun. Penyediaan dalam negeri karet nasional
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2018 sebesar 24,10% atau menjadi
sebesar 829,66 ribu ton karena menurunnya volume impor, selanjutnya pada
tahun 2019, 2020, 2021 dan 2022 penyediaan dalam negeri karet alam Indonesia

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57


2018 OUTLOOK KARET

diperkirakan akan kembali meningkat masing-masing menjadi 887,16 ribu ton,


925,00 ribu ton, 949,51 ribu ton, dan 993,24 ribu ton.
Dengan kondisi Indonesia yang surplus karet, menunjukkan bahwa karet
Indonesia memang diperuntukkan untuk ekspor dan hal ini diperkuat dengan
proporsi volume ekspor karet terhadap produksi karet nasional lebih dari 75%,
sehingga hanya sekitar 25% permintaan karet untuk dalam negeri. Perkiraan
surplus karet terus meningkat menandakan potensi ekspor karet Indonesia
masih dapat ditingkatkan lagi, namun dengan harapan kualitas yang lebih baik
lagi. Mengingat lebih dari 80% karet di Indonesia adalah areal karet yang
dikelola oleh rakyat, yang umumnya kurang perawatan, maka dalam
peningkatan kualitas tentunya perkebunan rakyat menjadi prioritas.

58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2009. Mengenal Tanaman Karet. Diunduh dari


https://habibiezone.wordpress.com/2009/12/07/mengenal-tanaman-
karet/, pada tanngal 13 Juli 2016.

Anonim. 2015. Para (pohon). Diunduh dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Para_(pohon), pada tanggal 13 Juli 2016.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia


Komoditas Karet. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian
Pertanian.

Ella Hapsari H. 2008. Analisis Permintaan Ekspor Karet Alam Indonesia di Negara
Cina Hortus. Januari 2013. Prospek dan Peluang Karet 2013.

FAO. 2017. Databases FAO stat. http://www.fao.org/statistics/databases/en/.


Diunduh 21 November 2017.

Gumayanti, Fitri dan Suwarto. 2016. Pemupukan Tanaman Karet (Hevea


brasiliensis Muell Arg.) Menghasilkan di Kebun Sembawa, Sumatera
Selatan. Fakultas Pertania – IPB.

Litbang Deptan. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet.


http://litbang.deptan.go.id .

Manurung Thatcher, Irsal, Hayati. 2016. Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan
Terhadap Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) Umur
6, 10 dan 14 Tahun pada PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok
Merangir. Fakultas Pertanian – USU Medan.

Montgomery DC, Johnson LA & Gardiner JS. 1990. Forecasting and Time Series
Analysis. Singapore:Mc-Graw Hill.

Myers R. 1994. Classical And Modern Regression with Applications. Boston: PWS
– KENT Publishing Company.

Myers RH, Milton JS. 1991. A First Course in The Theory of Linier Statistical
Models. Boston: PWS – KENT Publishing Company.

Netter J, Wasserman W, Kutner M. 1990. Applied Linier Statistical Models.


Illinois: Richard D Irwin, Inc.

Ryan TP. 1997. Modern Regression Methods. New York,USA: John Wiley & Sons,
INC.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59


2018 OUTLOOK KARET

Riza Arief Putranto. Juli 2013. Menguak Rahasia penyakit Kering Alur Sadar
(KAS) pada Tanaman Karet Menggunakan Teknik Analisis Ekspresi Gen
Debit Tinggi.

60 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

LAMPIRAN

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Karet di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan, Tahun 1980 – 2018
Luas Areal (Ha)

Tahun Perkebunan Perkebunan


Perkebunan Pertumb. Pertumb. Pertumb. Pertumb.
Besar Besar Indonesia
Rakyat
(%) Negara (%) Swasta (%) (%)
1980 1,947,091 190,339 246,375 2,383,805
1981 1,994,196 2.42 202,295 6.28 243,630 -1.11 2,440,121 2.36
1982 2,035,762 2.08 205,663 1.66 242,497 -0.47 2,483,922 1.80
1983 2,117,876 4.03 223,580 8.71 236,544 -2.45 2,578,000 3.79
1984 2,235,737 5.57 241,186 7.87 234,295 -0.95 2,711,218 5.17
1985 2,284,077 2.16 260,518 8.02 230,669 -1.55 2,775,264 2.36
1986 2,366,214 3.60 272,834 4.73 234,536 1.68 2,873,584 3.54
1987 2,362,410 -0.16 258,443 -5.27 229,105 -2.32 2,849,958 -0.82
1988 2,462,321 4.23 256,400 -0.79 225,603 -1.53 2,944,324 3.31
1989 2,555,430 3.78 266,985 4.13 233,545 3.52 3,055,960 3.79
1990 2,639,435 3.29 267,205 0.08 234,969 0.61 3,141,609 2.80
1991 2,667,908 1.08 263,568 -1.36 242,440 3.18 3,173,916 1.03
1992 2,747,701 2.99 267,337 1.43 274,182 13.09 3,289,220 3.63
1993 2,846,540 3.60 276,741 3.52 281,742 2.76 3,405,023 3.52
1994 2,892,994 1.63 280,543 1.37 298,842 6.07 3,472,379 1.98
1995 2,952,684 2.06 248,393 -11.46 294,824 -1.34 3,495,901 0.68
1996 2,978,507 0.87 246,246 -0.86 293,688 -0.39 3,518,441 0.64
1997 2,957,538 -0.70 226,839 -7.88 290,025 -1.25 3,474,402 -1.25
1998 3,082,330 4.22 229,809 1.31 295,156 1.77 3,607,295 3.82
1999 3,086,543 0.14 218,344 -4.99 290,173 -1.69 3,595,060 -0.34
2000 2,882,795 -6.60 212,617 -2.62 277,009 -4.54 3,372,421 -6.19
2001 2,838,421 -1.54 221,876 4.35 284,470 2.69 3,344,767 -0.82
2002 2,825,476 -0.46 221,228 -0.29 271,655 -4.50 3,318,359 -0.79
2003 2,772,490 -1.88 241,625 9.22 275,997 1.60 3,290,112 -0.85
2004 2,747,899 -0.89 239,118 -1.04 275,250 -0.27 3,262,267 -0.85
2005 2,767,021 0.70 237,612 -0.63 274,758 -0.18 3,279,391 0.52
2006 2,832,982 2.38 238,003 0.16 275,442 0.25 3,346,427 2.04
2007 2,899,679 2.35 238,246 0.10 275,792 0.13 3,413,717 2.01
2008 2,910,208 0.36 238,210 -0.02 275,799 0.00 3,424,217 0.31
2009 2,911,533 0.05 239,375 0.49 284,362 3.10 3,435,270 0.32
2010 2,921,684 0.35 239,372 0.00 284,359 0.00 3,445,415 0.30
2011 2,931,844 0.35 257,005 7.37 267,278 -6.01 3,456,128 0.31
2012 2,977,918 1.57 259,005 0.78 269,278 0.75 3,506,201 1.45
2013 3,026,020 1.62 247,068 -4.61 282,859 5.04 3,555,946 1.42
2014 3,067,388 1.37 229,940 -6.93 308,917 9.21 3,606,245 1.41
2015 3,075,627 0.27 230,168 0.10 315,308 2.07 3,621,103 0.41
2016 3,092,365 0.54 230,651 0.21 316,033 0.23 3,639,049 0.50
2017 *) 3,103,310 0.35 233,086 1.06 322,733 2.12 3,659,129 0.55
2018 **) 3,111,793 0.27 238,405 2.28 328,910 1.91 3,679,108 0.55
Rata-rata pertumbuhan (%)
1980 - 2018 1.26 0.70 0.82 1.17
2009 - 2018 0.67 0.07 1.84 0.72
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Tahun 2017 Angka Sementara
**) Tahun 2018 Angka Estimasi
PR = Perkebunan Rakyat
PBN = Perkebunan Besar Negara
PBS = Perkebunan Besar Swasta

62 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Lampiran 2. Perkembangan Produksi Karet di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan, Tahun 1980 – 2018

Produksi (Ton)

Tahun Pertumb. Perkebunan Pertumb. Perkebunan Pertumb. Pertumb.


Perkebunan
Besar Besar Indonesia
Rakyat
(%) Negara (%) Swasta (%) (%)
1980 714,468 185,815 119,717 1,020,000
1981 642,331 -10.10 193,378 4.07 127,529 6.53 963,238 -5.56
1982 585,612 -8.83 188,624 -2.46 124,978 -2.00 899,214 -6.65
1983 673,555 15.02 200,528 6.31 132,897 6.34 1,006,980 11.98
1984 704,213 4.55 207,598 3.53 120,787 -9.11 1,032,598 2.54
1985 719,832 2.22 211,489 1.87 123,645 2.37 1,054,966 2.17
1986 763,152 6.02 200,294 -5.29 149,687 21.06 1,113,133 5.51
1987 795,172 4.20 200,465 0.09 134,714 -10.00 1,130,351 1.55
1988 838,865 5.49 202,589 1.06 131,844 -2.13 1,173,298 3.80
1989 853,200 1.71 215,301 6.27 140,536 6.59 1,209,037 3.05
1990 913,425 7.06 216,702 0.65 145,168 3.30 1,275,295 5.48
1991 971,388 6.35 200,683 -7.39 156,101 7.53 1,328,172 4.15
1992 1,030,380 6.07 205,396 2.35 162,672 4.21 1,398,448 5.29
1993 1,102,006 6.95 207,425 0.99 166,007 2.05 1,475,438 5.51
1994 1,138,893 3.35 188,122 -9.31 172,409 3.86 1,499,424 1.63
1995 1,191,143 4.59 199,943 6.28 182,217 5.69 1,573,303 4.93
1996 1,193,146 0.17 202,021 1.04 178,859 -1.84 1,574,026 0.05
1997 1,174,473 -1.57 187,770 -7.05 190,342 6.42 1,552,585 -1.36
1998 1,242,751 5.81 192,512 2.53 226,635 19.07 1,661,898 7.04
1999 1,206,410 -2.92 181,522 -5.71 216,427 -4.50 1,604,359 -3.46
2000 1,125,161 -6.73 169,866 -6.42 206,401 -4.63 1,501,428 -6.42
2001 1,209,284 7.48 182,578 7.48 215,599 4.46 1,607,461 7.06
2002 1,226,647 1.44 186,535 2.17 217,177 0.73 1,630,359 1.42
2003 1,396,244 13.83 191,699 2.77 204,405 -5.88 1,792,348 9.94
2004 1,662,016 19.03 196,088 2.29 207,713 1.62 2,065,817 15.26
2005 1,838,670 10.63 209,837 7.01 222,384 7.06 2,270,891 9.93
2006 2,082,597 13.27 265,813 26.68 288,821 29.87 2,637,231 16.13
2007 2,176,686 4.52 277,200 4.28 301,286 4.32 2,755,172 4.47
2008 2,176,686 0.00 276,809 -0.14 300,861 -0.14 2,754,356 -0.03
2009 1,942,298 -10.77 238,656 -13.78 259,393 -13.78 2,440,347 -11.40
2010 2,179,061 12.19 266,326 11.59 289,467 11.59 2,734,854 12.07
2011 2,359,811 8.29 302,370 13.53 328,003 13.31 2,990,184 9.34
2012 2,377,228 0.74 304,602 0.74 330,424 0.74 3,012,254 0.74
2013 2,655,942 11.72 255,616 -16.08 325,875 -1.38 3,237,433 7.48
2014 2,583,439 -2.73 227,783 -10.89 341,964 4.94 3,153,186 -2.60
2015 2,568,633 -0.57 225,999 -0.78 350,766 2.57 3,145,398 -0.25
2016 2,754,747 7.25 238,022 5.32 365,182 4.11 3,357,951 6.76
2017 *) 2,999,310 8.88 249,281 4.73 380,953 4.32 3,629,544 8.09
2018 **) 3,105,957 3.56 258,246 3.60 410,162 7.67 3,774,365 3.99
Rata-rata pertumbuhan (%)
1980 - 2018 4.16 1.16 3.60 3.67
2009 - 2018 3.86 (0.20) 3.41 3.42
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Tahun 2017 Angka Sementara
**) Tahun 2018 Angka Estimasi
Wujud Produksi
Karet
: Kering
PR = Perkebunan Rakyat
PBN = Perkebunan Besar Negara
PBS = Perkebunan Besar Swasta

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 63


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Karet di Indonesia Menurut Status


Pengusahaan, Tahun 2003-2018

PR Pertumb. PBN Pertumb. PBS Pertumb. Indonesia Pertumb.


Tahun
(Kg/Ha) (%) (Kg/Ha) (%) (Kg/Ha) (%) (Kg/Ha) (%)
2003 703 1025 1195 762
2004 792 12.66 1036 1.07 1199 0.33 839 10.10
2005 818 3.28 1042 0.58 1200 0.08 862 2.74
2006 892 9.05 1299 24.66 1541 28.42 967 12.18
2007 914 2.47 1350 3.93 1596 3.57 993 2.69
2008 915 0.11 1347 -0.22 1595 -0.06 994 0.10
2009 835 -8.74 1197 -11.14 1411 -11.54 901 -9.36
2010 915 9.58 1311 9.52 1545 9.50 986 9.43
2011 989 8.09 1315 0.31 1867 20.84 1071 8.62
2012 991 0.20 1316 0.08 1868 0.05 1073 0.19
2013 1022 3.13 1454 10.49 1509 -19.22 1083 0.93
2014 989 -3.23 1464 0.69 1495 -0.93 1053 -2.77
2015 973 -1.62 1433 -2.12 1471 -1.61 1036 -1.61

2016 1043 7.19 1494 4.26 1520 3.33 1104 6.56

2017 *) 1134 8.72 1529 2.34 1549 1.91 1188 7.61


2018 **) 1164 2.65 1420 -7.13 1482 -4.33 1207 1.60
Rata-rata
1006 2.60 1393 0.73 1572 -0.20 1070 2.12
2009 - 2018
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Tahun 2017 Angka Sementara
**) Tahun 2018 Angka Estimasi

Lampiran 4. Kontribusi Provinsi Sentra Produksi Karet di Indonesia,


Rata-rata Tahun 2014 – 2018

Tahun Rata-rata Share Komulatif


No. Provinsi Produksi
2014 2015 2016 2017 *) 2018 **)
2014 - 2018 (%) share (%)
1 Sumatera Selatan 947,890 943,965 962,368 997,682 1,014,702 973,321 28.52 28.52
2 Sumatera Utara 409,450 409,834 432,771 461,968 478,951 438,595 12.85 41.37
3 Riau 323,621 322,517 338,545 361,817 376,443 344,589 10.10 51.47
4 Jambi 262,173 260,635 287,037 325,170 339,613 294,926 8.64 60.11
5 Kalimantan Barat 234,730 233,468 252,766 268,612 278,339 253,583 7.43 67.54
6 Kalimantan Selatan 165,123 165,129 177,613 190,440 197,289 179,119 5.25 72.79
Lainnya 810,199 809,850 906,851 1,023,855 1,089,028 928,808 27.21 100.00
Indonesia 3,153,186 3,145,398 3,357,951 3,629,544 3,774,365 3,412,940 100.00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Tahun 2016 Angka Sementara
**) Tahun 2017 Angka Estimasi

64 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Lampiran 5. Kontribusi Kabupaten Sentra Produksi Karet di Sumatera Selatan,


Tahun 2016

Produksi Share Kumulatif


No. Kabupaten
(Ton) (%) Share (%)
1 Musi Rawas 116,062 12.06 12.06
2 Muara Enim 144,752 15.04 27.10
3 Musi Banyu Asin 128,588 13.36 40.46
4 Musi Rawas Utara 115,125 11.96 52.43
5 Ogan Komering Ilir 150,179 15.61 68.03
Lainnya 307,662 31.97 100.00
Total Sumsel 962,368 100.00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Lampiran 6. Kontribusi Kabupaten Sentra Produksi Karet di Sumatera Utara,


Tahun 2016

Produksi Share Kumulatif


No. Kabupaten
(Ton) (%) Share (%)
1 Asahan 83,928 19.39 19.39
2 Mandailing Natal 46,255 10.69 30.08
3 Langkat 42,817 9.89 39.97
4 Simalungun 35,767 8.26 48.24
5 Labuhan Batu 34,719 8.02 56.26
6 Tapanuli Selatan 19,092 4.41 60.67
Kabupaten Lainnya 170,193 39.33 100.00
Total Sumut 432,771 100.00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 65


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 7. Perkembangan Ketersediaan Karet Indonesia, Tahun 1980-2017

Produksi Volume Ekspor Volume Impor Ketersediaan Pertumb.


Tahun
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton/Th) (%)

1980 1,020,000 976,131 1,960 45,829

1981 963,238 812,800 2,324 152,762 233.33

1982 899,214 797,608 1,847 103,453 -32.28

1983 1,006,980 938,032 365 69,313 -33.00

1984 1,032,598 1,009,558 24 23,064 -66.72

1985 1,054,966 987,771 44 67,239 191.53

1986 1,113,133 958,692 151 154,592 129.91

1987 1,130,351 1,092,525 0 37,826 -75.53

1988 1,173,298 1,132,132 0 41,166 8.83

1989 1,209,037 1,151,409 823 58,451 41.99

1990 1,275,295 1,077,331 792 198,756 240.04

1991 1,328,172 1,220,020 1,250 109,402 -44.96

1992 1,398,448 1,267,605 680 131,523 20.22

1993 1,475,438 1,214,568 817 261,687 98.97

1994 1,499,424 1,244,950 2,320 256,794 -1.87

1995 1,573,303 1,324,295 7,566 256,574 -0.09


1996 1,574,026 1,434,285 4,729 144,470 -43.69

1997 1,552,585 1,404,010 6,599 155,174 7.41

1998 1,661,898 1,641,186 13,567 34,279 -77.91


1999 1,604,359 1,494,543 17,962 127,778 272.76

2000 1,501,428 1,379,612 32,548 154,364 20.81

2001 1,607,461 1,453,382 9,298 163,377 5.84

2002 1,630,359 1,495,987 9,911 144,283 -11.69

2003 1,792,348 1,662,210 17,840 147,978 2.56

2004 2,065,817 1,874,261 7,648 199,204 34.62

2005 2,270,891 2,024,593 6,687 252,985 27.00

2006 2,637,231 2,286,897 6,905 357,239 41.21

2007 2,755,172 2,407,972 9,915 357,115 -0.03

2008 2,754,356 2,283,158 12,570 483,768 35.47

2009 2,440,347 1,991,533 12,729 461,543 -4.59

2010 2,734,854 2,351,915 17,096 400,035 -13.33

2011 2,990,184 2,556,233 15,902 449,853 12.45

2012 3,012,254 2,444,503 26,908 594,659 32.19

2013 3,237,433 2,701,995 24,527 559,965 -5.83

2014 3,153,186 2,623,471 28,753 558,468 -0.27

2015 3,145,398 2,630,313 32,747 547,832 -1.90

2016 3,357,951 2,619,331 30,557 769,177 40.40

2017 *) 3,629,544 2,963,339 29,773 695,978 -9.52


Rata-rata Pertumbuhan (%/tahun)

1980-2017 29.04
1980-2007 36.64
2008-2017 8.51
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan & Pusdatin, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Produksi Tahun 2017 Angka Sementara

66 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Lampiran 8. Perkembangan Harga Karet di Pasar Domestik,


Tahun 2008 - 2016

Harga Pertumbuhan
Tahun
(Rp/Kg) (%)
2007 31,791

2008 6,050 -80.97


2009 7,720 27.60
2010 13,687 77.29

2011 16,793 22.69

2012 11,333 -32.51


2013 15,335 35.31
2014 16,360 6.68

2015 10,852 -33.67


2016 18,099 66.78
Rata-rata pertumbuhan (%)
2008-2015 9.91
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Wujud : Sheet ( slab tipis)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 67


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Karet Indonesia,


Tahun 1980-2017
Ekspor Impor
Neraca
Tahun Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Volume Pertumb. Nilai Pertumb. Perdagangan

(Ton) (%) (000 US$) (%) (Ton) (%) (000 US$) (%) (000 US$)

1980 976,131 185,164 1960 456 184,708

1981 812,800 -16.73 166,476 -10.09 2324 18.57 1155 153.29 165,321

1982 797,608 -1.87 161,601 -2.93 1847 -20.52 570 -50.65 161,031

1983 938,032 17.61 391,372 142.18 365 -80.24 124 -78.25 391,248

1984 1,009,558 7.63 476,076 21.64 24 -93.42 37 -70.16 476,039

1985 987,771 -2.16 358,240 -24.75 44 83.33 49 32.43 358,191

1986 958,692 -2.94 535,693 49.53 151 243.18 106 116.33 535,587

1987 1,092,525 13.96 575,555 7.44 0 0 -100.00 575,555

1988 1,132,132 3.63 718,045 24.76 0 0 718,045

1989 1,151,409 1.70 940,603 30.99 823 1089 939,514

1990 1,077,331 -6.43 1,165,321 23.89 792 -3.77 708 -34.99 1,164,613

1991 1,220,020 13.24 835,849 -28.27 1250 57.83 1331 87.99 834,518

1992 1,267,605 3.90 602,148 -27.96 680 -45.60 1960 47.26 600,188

1993 1,214,568 -4.18 843,465 40.08 817 20.15 681 -65.26 842,784

1994 1,244,950 2.50 948,391 12.44 2320 183.97 2535 272.25 945,856

1995 1,324,295 6.37 708,498 -25.29 7566 226.12 11209 342.17 697,289

1996 1,434,285 8.31 1,917,902 170.70 4,729 -37.50 6,999 -37.56 1,910,903

1997 1,404,010 -2.11 1,493,416 -22.13 6,599 39.54 9,011 28.75 1,484,405

1998 1,641,186 16.89 1,101,453 -26.25 13,567 105.59 9,304 3.25 1,092,149

1999 1,494,543 -8.94 849,200 -22.90 17,962 32.39 10,727 15.29 838,473

2000 1,379,612 -7.69 888,623 4.64 32,548 81.20 18,120 68.92 870,503

2001 1,453,382 5.35 786,197 -11.53 9,298 -71.43 6,557 -63.81 779,640

2002 1,495,987 2.93 1,037,562 31.97 9,911 6.59 7,334 11.85 1,030,228

2003 1,662,210 11.11 1,494,811 44.07 17,840 80.00 15,555 112.09 1,479,256

2004 1,874,261 12.76 2,180,029 45.84 7,648 -57.13 6,876 -55.80 2,173,153

2005 2,024,593 8.02 2,582,875 18.48 6,687 -12.57 6,441 -6.33 2,576,434

2006 2,286,897 12.96 4,321,525 67.31 6,905 3.26 12,926 100.68 4,308,599

2007 2,407,972 5.29 4,868,700 12.66 9,915 43.59 13,327 3.10 4,855,373

2008 2,283,158 -5.18 6,023,323 23.72 12,570 26.78 24,204 81.62 5,999,119

2009 1,991,533 -12.77 3,241,534 -46.18 12,729 1.26 18,918 -21.84 3,222,616

2010 2,351,915 18.10 7,326,605 126.02 17,096 34.31 37,631 98.92 7,288,974

2011 2,556,233 8.69 11,763,667 60.56 15,902 -6.98 58,780 56.20 11,704,887

2012 2,444,503 -4.37 7,861,947 -33.17 26,908 69.21 69,804 18.75 7,792,143

2013 2,701,445 10.51 6,906,952 -12.15 24,527 -8.85 52,045 -25.44 6,854,907

2014 2,623,471 -2.89 4,741,574 -31.35 28,753 17.23 48,343 -7.11 4,693,231

2015 2,630,313 0.26 3,699,055 -21.99 32,747 13.89 41,159 -14.86 3,657,896

2016 2,619,331 -0.42 3,667,957 -0.84 30,557 -6.69 36,704 -10.82 3,631,253

2017 2,963,339 13.13 5,058,755 37.92 29,773 -2.57 41,527 13.14 5,017,228
Rata-rata pertumbuhan (%)

1980-2017 3.41 17.54 27.67 29.18

1980-2007 3.74 20.24 33.46 33.31


2008-2017 2.51 10.25 13.76 18.85
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

68 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Lampiran 10. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia, Tahun 2016

Volume Ekspor Share Kum. Share


No. Negara
(Ton) (%) (%)
1 USA 576,667 22.36 22.36
2 China 302,917 11.75 34.11
3 Jepang 421,701 16.35 50.46
4 India 230,945 8.96 59.42
5 Korea 179,557 6.96 66.38
6 Brazil 96,083 3.73 70.11
Negara Lainnya 770,921 29.89 100.00
Total 2,578,790 100.00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Lampiran 11. Negara Asal Impor Karet Indonesia, Tahun 2016

Volume Impor Share Kum. Share


No. Negara
(Ton) (%) (%)
1 Malaysia 13,496 46.36 46.36
2 Vietnam 6,743 23.16 69.52
3 Thailand 6,935 23.82 93.34
4 Singapura 813 2.79 96.13
Negara Lainnya 1,126 3.87 100.00
Total 29,114 100.00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 69


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 12. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) dan Produksi


(Ton) Karet Alam di Dunia, Tahun 1980-2016
Luas TM Pertumb. Produksi Pertumb. Produktivitas Pertumb.
Tahun
(Ha) (%) (Ton) (%) (Kg/Ha) (%)
1980 5,382,587 3,748,108 696.30
1981 5,388,271 0.11 3,754,740 0.18 696.80 0.07
1982 5,520,018 2.45 3,763,673 0.24 681.80 -2.15
1983 5,536,149 0.29 4,035,568 7.22 728.90 6.91
1984 5,577,805 0.75 4,100,807 1.62 735.20 0.86
1985 5,932,797 6.36 4,247,001 3.57 715.90 -2.63
1986 5,994,647 1.04 4,616,828 8.71 770.20 7.58
1987 6,202,752 3.47 4,824,452 4.50 777.80 0.99
1988 6,284,894 1.32 5,119,374 6.11 814.60 4.73
1989 6,455,238 2.71 5,143,902 0.48 796.90 -2.17
1990 6,524,618 1.07 5,225,364 1.58 800.90 0.50
1991 6,507,347 -0.26 5,182,161 -0.83 796.40 -0.56
1992 6,627,039 1.84 5,418,239 4.56 817.60 2.66
1993 6,823,006 2.96 5,605,708 3.46 821.60 0.49
1994 6,858,840 0.53 5,821,013 3.84 848.70 3.30
1995 7,064,203 2.99 6,078,169 4.42 860.40 1.38
1996 7,090,776 0.38 6,346,189 4.41 895.00 4.02
1997 7,211,199 1.70 6,513,276 2.63 903.20 0.92
1998 7,248,791 0.52 6,568,697 0.85 906.20 0.33
1999 7,291,869 0.59 6,733,474 2.51 923.40 1.90
2000 7,457,518 2.27 7,095,374 5.37 951.40 3.03
2001 7,697,196 3.21 7,483,609 5.47 972.30 2.20
2002 7,761,541 0.84 7,719,387 3.15 994.60 2.29
2003 7,894,494 1.71 8,410,504 8.95 1065.40 7.12
2004 8,039,346 1.83 9,260,847 10.11 1151.90 8.12
2005 8,791,129 9.35 9,522,147 2.82 1083.20 -5.96
2006 8,349,839 -5.02 10,372,403 8.93 1242.20 14.68
2007 8,550,538 2.40 10,603,158 2.22 1240.10 -0.17
2008 9,366,342 9.54 10,749,490 1.38 1147.70 -7.45
2009 9,240,789 -1.34 10,269,948 -4.46 1111.40 -3.16
2010 9,473,015 2.51 10,838,844 5.54 1144.20 2.95
2011 9,628,678 1.64 11,593,272 6.96 1204.00 5.23
2012 10,318,706 7.17 12,663,007 9.23 1227.20 1.93
2013 10,663,401 3.34 13,005,417 2.70 1219.60 -0.62
2014 11,093,108 4.03 13,257,891 1.94 1195.10 -2.01
2015 11,320,874 2.05 13,205,384 -0.40 1166.50 -2.39
2016 11,447,872 1.12 13,151,557 -0.41 1148.80 -1.52
Rata-rata Pertumbuhan (%)

1980-2016 2.15 3.60 1.48


1980-2006 1.73 4.03 2.33
2007-2016 3.25 2.47 -0.72
Sumber : FAO, didownload 9 Juli 2018

70 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Lampiran 13. Produsen Karet Alam Dunia, Rata-rata Tahun 2009-2016

Tahun Rata-rata Share Share Kum


No. Negara
2012 2013 2014 2015 2016 Ton (%) (%)
1. Thailand 4,139,403 4,305,069 4,566,260 4,466,063 4,476,636 4,390,686 34.19 34.19
2. Indonesia 3,012,254 3,107,544 3,153,186 3,145,398 3,157,780 3,115,232 24.26 58.45
3. Viet Nam 877,111 946,865 961,104 1,012,750 1,035,333 966,633 7.53 65.98
4. India 900,000 900,000 940,000 950,721 952,806 928,705 7.23 73.21
5. China 802,255 864,806 840,171 816,103 811,344 826,936 6.44 79.65
6. Malaysia 923,020 826,424 668,613 722,122 673,513 762,738 5.94 85.59
Lainnya 795,608 1,161,603 1,870,231 2,614,915 2,810,926 1,850,657 14.41 100.00
Total 10,526,631 11,285,887 12,330,952 13,005,950 13,244,825 12,841,587 100.00
Sumber : FAO, didownload 9 Juli 2018

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 71


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 14. Perkembangan Ekspor dan Impor Karet Alam Dunia,


Tahun 1980-2016
Volume Ekspor Pertumb. Volume Impor Pertumb.
Tahun
(Ton) (%) (Ton) (%)
1980 146,722 214,729
1981 183,178 24.85 226,720 5.58
1982 191,208 4.38 219,508 -3.18
1983 183,911 -3.82 239,945 9.31
1984 185,690 0.97 242,146 0.92
1985 180,291 -2.91 243,373 0.51
1986 178,503 -0.99 273,464 12.36
1987 426,604 138.99 299,451 9.50
1988 557,145 30.60 405,911 35.55
1989 456,879 -18.00 426,494 5.07
1990 315,386 -30.97 316,179 -25.87
1991 376,445 19.36 346,425 9.57
1992 316,811 -15.84 356,581 2.93
1993 361,995 14.26 384,514 7.83
1994 270,285 -25.33 390,487 1.55
1995 325,642 20.48 457,059 17.05
1996 444,849 36.61 524,454 14.75
1997 454,291 2.12 495,835 -5.46
1998 456,062 0.39 644,898 30.06
1999 441,148 -3.27 733,174 13.69
2000 517,109 17.22 1,042,951 42.25
2001 589,240 13.95 992,990 -4.79
2002 621,553 5.48 934,629 -5.88
2003 703,055 13.11 917,623 -1.82
2004 1,051,981 49.63 1,056,492 15.13
2005 1,001,822 -4.77 1,002,099 -5.15
2006 1,130,351 12.83 1,124,669 12.23
2007 1,118,072 -1.09 1,204,584 7.11
2008 1,031,926 -7.70 1,145,247 -4.93
2009 1,149,035 11.35 1,104,422 -3.56
2010 1,056,340 -8.07 1,027,962 -6.92
2011 1,037,161 -1.82 975,316 -5.12
2012 1,151,861 11.06 1,032,232 5.84
2013 1,253,098 8.79 1,094,304 6.01
2014 1,348,497 7.61 1,219,492 11.44
2015 1,302,309 -3.43 1,156,963 -5.13
2016 1,499,360 15.13 1,148,804 -0.71
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2016 9.20 5.49
1980-2006 11.51 7.45
2007-2016 3.18 0.40
Sumber : FAO, didownload 9 Juli 2018

72 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian


OUTLOOK KARET 2018

Lampiran 15. Negara Eksportir Karet Alam di Dunia,


Rata-rata Tahun 2012-2016

Tahun Rata-rata Share Share Kum


No. Negara
2012 2013 2014 2015 2016 (Ton) (%) (%)
1 Indonesia 2,436,819 2,696,087 2,618,061 2,623,903 2,572,097 2,589,393 33.42 33.42
2 Thailand 2,049,683 2,398,556 2,351,793 2,579,309 2,356,971 2,347,262 30.30 63.72
3 Malaysia 739,426 813,714 689,352 674,589 611,588 705,734 9.11 72.83
4 Viet Nam 799,489 674,342 697,068 660,669 617,135 689,741 8.90 81.73
5 Côte d'Ivoire 267,368 259,860 352,543 409,815 497,174 357,352 4.61 86.34
6 Germany 112,745 110,488 148,976 142,222 98,908 122,668 1.58 87.93
7 Cambodia 56,580 77,826 91,022 126,374 125,574 95,475 1.23 89.16
Lainnya 668,246 712,073 901,612 955,662 962,572 840,033 10.84 100.00
Total 7,073,776 7,665,120 7,759,405 8,046,169 7,716,445 7,747,658 100.00
Sumber : FAO, didownload 3 Desember 2018

Lampiran 16. Negara Importir Karet Alam di Dunia,


Rata-rata Tahun 2012-2016

Tahun Rata-rata Share Share Kum


No. Negara
2012 2013 2014 2015 2016 (Ton) (%) (%)
1 China 1,962,901 2,241,937 2,352,994 2,460,397 2,178,576 2,239,361 27.46 27.46
2 United States of America 923,981 881,396 897,012 899,721 897,493 899,921 11.03 38.49
3 Japan 685,966 711,490 678,929 677,828 655,319 681,906 8.36 46.86
4 Malaysia 541,519 660,136 589,328 639,001 611,916 608,380 7.46 54.32
5 India 289,124 331,389 412,486 440,406 447,638 384,209 4.71 59.03
7 Republic of Korea 378,016 376,217 383,051 367,806 361,975 373,413 4.58 63.61
Lainnya 2,826,701 2,773,312 3,007,941 3,091,863 3,140,713 2,968,106 36.39 100.00
Total 7,230,192 7,599,660 7,938,690 8,209,216 7,931,655 8,155,296 100
Sumber : FAO, didownload 3 Desember 2018

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 73


2018 OUTLOOK KARET

Lampiran 17. Perkembangan Ketersediaan Karet Alam Dunia,Tahun 1980-2013

Produksi Vol. Ekspor Vol. Impor Ketersediaan Pertumb.


Tahun
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (%)
1980 3,748,108 146,722 214,729 3,816,115
1981 3,754,740 183,178 226,720 3,798,282 -0.47
1982 3,763,673 191,208 219,508 3,791,973 -0.17
1983 4,035,568 183,911 239,945 4,091,602 7.90
1984 4,100,807 185,690 242,146 4,157,263 1.60
1985 4,247,001 180,291 243,373 4,310,083 3.68
1986 4,616,828 178,503 273,464 4,711,789 9.32
1987 4,824,452 426,604 299,451 4,697,299 -0.31
1988 5,119,374 557,145 405,911 4,968,140 5.77
1989 5,143,902 456,879 426,494 5,113,517 2.93
1990 5,225,364 315,386 316,179 5,226,157 2.20
1991 5,182,161 376,445 346,425 5,152,141 -1.42
1992 5,418,239 316,811 356,581 5,458,009 5.94
1993 5,605,708 361,995 384,514 5,628,227 3.12
1994 5,821,013 270,285 390,487 5,941,215 5.56
1995 6,078,169 325,642 457,059 6,209,586 4.52
1996 6,346,189 444,849 524,454 6,425,794 3.48
1997 6,513,276 454,291 495,835 6,554,820 2.01
1998 6,568,697 456,062 644,898 6,757,533 3.09
1999 6,733,474 441,148 733,174 7,025,500 3.97
2000 7,095,374 517,109 1,042,951 7,621,216 8.48
2001 7,483,609 589,240 992,990 7,887,359 3.49
2002 7,719,387 621,553 934,629 8,032,463 1.84
2003 8,410,504 703,055 917,623 8,625,072 7.38
2004 9,260,847 1,051,981 1,056,492 9,265,358 7.42
2005 9,522,147 1,001,822 1,002,099 9,522,424 2.77
2006 10,372,403 1,130,351 1,124,669 10,366,721 8.87
2007 10,603,158 1,118,072 1,204,584 10,689,670 3.12
2008 10,749,490 1,031,926 1,145,247 10,862,811 1.62
2009 10,269,948 1,149,035 1,104,422 10,225,335 -5.87
2010 10,838,844 1,056,340 1,027,962 10,810,466 5.72
2011 11,593,272 1,037,161 975,316 11,531,427 6.67
2012 12,663,007 1,151,861 1,032,232 12,543,378 8.78
2013 13,005,417 1,253,098 1,094,304 12,846,623 2.42
2014 13,257,891 1,348,497 1,219,492 13,128,886 2.20
2015 13,205,384 1,302,309 1,156,963 13,060,038 -0.52
2016 13,151,557 1,499,360 1,148,804 12,801,001 -1.98
Rata-rata Pertumbuhan (%)
1980-2016 3.48
1980-2006 3.96
2007-2016 2.21
Sumber : FAO

74 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Anda mungkin juga menyukai