Anda di halaman 1dari 69

A.

Pendahuluan

Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena didalam
makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya.
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses
beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya selain itu dapat
menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.

Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori
dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat,
misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal.

Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu :

1. Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :

• Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi, roti,
singkong dan lain-lain, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu dan lain-lain.
• Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine, susu
dan hasil olahannya.

2. Kelompok zat pembangun

Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung protein, baik protein hewani
maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur, kacangkacangan dan olahannya.

3. Kelompok zat pengatur


Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-
buahan dan sayuran.

B. Faktor yang mepengaruhi Kebutuhan Gizi pada Lansia

• Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong.


• Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin,
asam, dan pahit.
• Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
• Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
• Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi.
• Penyerapan makanan di usus menurun.
C. Masalah Gizi pada Lansia

1. Gizi berlebih

Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-kota besar. Kebiasaan makan
banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih, apalai pada lansia penggunaan kalori
berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah walaupun
disadari untuk mengurangi makan.

Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing
manis, dan darah tinggi.

2. Gizi kurang

Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi dan juga karena gangguan
penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang
dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan
sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun,
kemungkinan akan mudah terkena infeksi.

3. Kekurangan vitamin

Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah dengan kekurangan protein
dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan
menjadi lesu dan tidak bersemangat.

D. Pemantauan Status Nutrisi

1. Penimbangan Berat Badan

a. Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali, waspadai peningkatan BB atau
penurunan BB lebih dari 0.5 Kg/minggu. Peningkatan BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu beresiko
terhadap kelebihan berat badan dan penurunan berat badan lebih dari 0.5 Kg /minggu menunjukkan
kekurangan berat badan.

b. Menghitung berat badan ideal pada dewasa :


Rumus : Berat badan ideal = 0.9 x (TB dalam cm – 100)
Catatan untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria dengan TB kurang dari 160 cm,
digunakan rumus :

Berat badan ideal = TB dalam cm – 100

Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih


Jika BB kurang dari ideal artinya gizi kurang
2. Kekurangan kalori protein
Waspadai lansia dengan riwayat : Pendapatan yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian,
kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang
tepat, sulit untuk menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mangganggu nafsu
makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera. Karena hal ini
dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak
bersemangat.

3. Kekurangan vitamin D
Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari, jarang atau tidak
pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati,
susu dan produk olahannya.

E. Perencanaan Makanan untuk Lansia

- Perencanaan makan secara umum

1. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang terdiri dari : zat
tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

2. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan hendaknya diatur merata
dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil.

Contoh menu :

• Pagi : Bubur ayam


• Jam 10.00 : Roti
• Siang : Nasi, pindang telur, sup, pepaya
• Jam 16.00 : Nagasari
• Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang

3. Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa
makanan, dan menghindari makanan yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah
kemungkinan terjadinya darah tinggi.

4. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang berlemak seperti santan,
mentega dll.

5. Bagi pasien lansia yang prose penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

• Makanlah makanan yang mudah dicerna


• Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan
• Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang baik, makanan harus
lunak/lembek atau dicincang
• Makan dalam porsi kecil tetapi sering
• Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya diberikan

6. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab berguna pula untuk
merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.

7. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging rendah lemak, bayam,
dan sayuran hijau.

8. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang kurangi
makanan yang digoreng

- Perencanaan makan untuk mengatasi perubahan saluran cerna

Untuk mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid :

1. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti sayuran
dan buah-buahan segar, roti dan sereal.
2. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari untuk
melembutkan feses.
3. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien akan menjadi
tergantung pada laksatif.

F. Cara Memberi Makan Melalui Mulut (oral)

1. Siapkan makanan dan minuman yang akan diberikan


2. Posisikan pasien duduk atau setengah duduk.
3. Berikan sedikit minum air hangat sebelum makan.
4. Biarkan pasien untuk mengosongkan mulutnya setelah setiap sendokan.
5. Selaraskan kecepatan pemberian makan dengan kesiapan pasien, tanyakan
pemberian makan terlalu cepat atau lambat.
6. Perbolehkan pasien untuk menunjukkan perintah tentang makanan pilihan pasien yang
ingin dimakan.
7. Setelah selesai makan, posisi pasien tetap dipertahankan selama ± 30 menit.

G. Prinsip Pemberian Makan Melalui Sonde (NGT)


Pemberian makan melalui sonde ditujukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yang memiliki
masalah dalam menelan dan mengunyah makanan, seperti pada pasien-pasien stoke. Adapun prinsip
pemberiannya adalah sebagai berikut :

1. Siapkan makanan cair dan minuman hangat


2. Naikkan bagian kepala tempat tidur 30 – 45 derajat pada saat memberi makan dan 30
menit setelah memberi makan.
3. Bilas selang sonde dengan air hangat terlebih dahulu.
4. Pastikan tidak ada udara yang masuk ke dalam sonde pada saat memberi makan atau
air. Pastikan pula selang dalam keadaan tertutup selama tidak diberi makan.
5. Periksa kerekatan selang, jika selang longgar beritahu perawat.
6. Laporkan adanya mual dan muntah dengan segera.
7. Lakukan perawatan kebersihan mulut dengan sering.

H. Contoh Bahan Makanan untuk Setiap Kelompok Makanan

1. Bahan makanan sumber karbohidrat (zat energi) : nasi, bubur beras, nasi jagung,
kentang, singkong, ubi, talas, biskuit, roti , crakers, maizena, tepung beras, tepung terigu,
tepung hunkwe, mie, bihun.
2. Bahan makanan sumber lemak (zat energi) : Minyak goreng, minyak ikan, margarin,
kelapa, kelapa parut, santan, lemak daging.
3. Bahan makanan sumber protein hewani : Daging sapi, daging ayam, hati, babat, usus,
telur, ikan, udang.
4. Bahan makanan sumber protein nabati : Kacang ijo, kacang kedelai, kacang merah,
kacang tanah, oncom, tahu, tempe.

I. Prinsip Lima benar Pemberian Obat Oral

1. Benar obat : obat yang diberikan harus sesuai dengan resep dokter.
2. Benar dosis : jumlah obat yang diberikan tidak dikurangi atau dilebihkan. Penting
diingat jenis obat antibiotik harus diberikan sampai habis.
3. Benar pasien : Pastikan obat diminum oleh pasien yang bersangkutan.
4. Benar cara pemberian yaitu melalui oral : berikan obat melalui mulut atau sonde.
5. Benar waktu : Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1 berarti
obat diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2 x1 berarti obat diberikan setiap 12 jam
sekali.

http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/527-kebutuhan-nutrisi-pada-lansia
Terapi Kombinasi pada Hipertensi

Selasa, 9 Maret, 2004 oleh: gklinis


Terapi Kombinasi pada Hipertensi
Gizi.net - Penyebab tekanan darah yang paling sering adalah aterosklerosis atau penebalan
dinding arteri yang membuat hilangnya elastisitas pembuluh darah. Hipertensi atau tekanan
darah tinggi sudah menjadi gejala umum penyakit tekanan darah di dunia. Upaya yang
dilakukan selama ini adalah dengan menerapkan terapi kontrol tekanan darah. Terapi itu
dilakukan pada umumnya dengan cara oral atau obat.

Namun, terapi tersebut menimbulkan pengaruh yang berbeda pada tiap orang. Karenanya,
terapi kombinasi sangat diperlukan. Tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan
darah yang menetap di atas batas normal. Orang dianggap menderita hipertensi bila
tekanan sistolik di atas 140 mmHg (milimeter air raksa) dan atau tekanan diastoliknya di
atas 90 mmHg.

Kenaikan tekanan darah diastolik dipandang lebih berbahaya daripada sistolik, karena
umumnya lebih menetap dan membebani kerja jantung. Untuk pengecekan tekanan darah,
perlu dilakukan dua atau tiga kali pemeriksaan. Untuk satu kali pemeriksaan, dianggap tak
mencukupi karena tekanan darah cenderung berubah-ubah dari jam ke jam.

Penyebab tekanan darah yang paling sering adalah aterosklerosis atau penebalan dinding
arteri yang membuat hilangnya elastisitas pembuluh darah. Sebab lainnya adalah faktor
keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa jantung, penyakit pada ginjal,
kelenjar adrenal, dan sistem syaraf sipatis. Pada mereka yang hamil, kelebihan berat
badan, stres, dan tekanan mental, hipertensi pun kerap menghinggapinya. Akibat dari
hipertensi bisa beragam, seperti komplikasi pembesaran jantung, penyakit jantung koroner,
dan pecahnya pembuluh darah otak.

Bahkan, hipertensi ini bisa juga menyebabkan kematian. Pengobatan hipertensi selama ini
didasarkan pada penyebabnya. Penanganan hipertensi meliputi kombinasi pemberian obat,
pengaturan diet, dan olahraga. Penderita pun perlu mengontrol tekanan darahnya secara
rutin. Dalam langkah terapi optimal hipertensi (HOT), terdapat terapi tunggal dan
kombinasi. Ternyata, dalam penelitian yang dilakukan PT Boehringer Ingelheim (PBI), untuk
monoterapi dengan pengobatan tunggal, hanya efektif untuk mengontrol tekanan dengan
hasil mencapai 40 persen sampai 50 persen pasien.

Responnya pun sangat rendah. Monoterapi tak cukup memberikan kontrol tekanan darah
yang efektif terhadap pasien dengan berbagai faktor risiko seperti diabetes, stroke, penyakit
jantung koroner, pasien lanjut usia, dan gemuk. Panduan penatalaksanaan hipertensi yang
disusun WHO, JNC-VII-USA pada Mei 2003, merekomendasikan pada pasien hipertensi
dengan berbagai risiko untuk mencapai target penurunan tekanan darah yang diinginkan.

Dari awal, terapi sudah dapat dimulai dengan cara kombinasi. Rekomendasi target dari
panduan internasional tersebut adalah tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg bagi
pasien tanpa faktor risiko, kurang dari 130/85 mmHg pada pasien hipertensi dengan
diabetes atau gangguan fungsi ginjal, dan kurang dari 125/85 mmHg pada pasien hipertensi
dengan gangguan fungsi ginjal dan proteinurea yang lebih dari 1 gram per 24 jam.

Terapi kombinasi sangat efektif bagi pasien angiotensin II receptor antagonist (AIIRA) dan
diuretik (hydrochlorothiazide-HCTZ). Terapi ini menggunakan zat aktif dari berbagai kelas
obat antihipertensi dengan efek berbeda tapi saling melengkapi. Pasien dengan terapi
kombinasi, dosisnya lebih kecil daripada dosis monoterapi sehingga efek samping yang
terjadi relatif juga lebih rendah. Seperti yang disampaikan oleh Prof Dr Jose Roesma PhD
SpPD-KGH, tentang penggunaan pengobatan kombinasi yang rasional.

Fokusnya adalah pada pengobatan telmisartan dan HCTZ. Penyampaian ini dilakukan
beberapa waktu lalu di Jakarta, dalam seminar yang diselenggarakan Boehringer Ingelheim.
Keuntungan terapi kombinasi adalah adanya dua zat aktif dalam satu tablet hingga mudah
dan praktis dipakai. "Sedangkan, kontrol tekanan darah lebih optimal dibandingkan
monoterapi," ujar Jose. Tak hanya itu saja. Terapi kombinasi sangat efektif menurunkan
tekanan darah sistolik pada lanjut usia dan pasien dengan berbagai risiko. Keuntungan
utama dari terapi ini adalah biaya terapi yang lebih rendah.

Penelitian di Eropa
Dalam penelitian yang dipimpin oleh HC Diener dengan dukungan PBI, merinci studi
pencegahan stroke di Eropa. Penelitian European Stroke Prevention Study kedua (ESPS-2)
ini meliputi 59 klinik dari 13 negara dengan responden sebanyak 6.602 orang. Studi ini
membuktikan efektivitas kombinasi dipyridamole lepas lambat dengan ASA (acetyl salicyl
acid) dalam mencegah stroke sekunder atau TIA (transiet ischemic attack).

HC Diener mengawali studi ini secara random, plasebo kontrol, dan samar ganda untuk
mengetahui efektivitas dan keamanan pemberian ASA dosis rendah, dipyridamole Iepas
lambat dan kombinasi keduanya. Setelah dua tahun, tim peneliti menyimpulkan bahwa ASA
dosis rendah dan dipyridamole efektif menurunkan risiko stroke secara jelas (1:1.000),
termasuk risiko stroke dengan kematian (1:100). Dibandingkan dengan kelompok plasebo,
papar Diener, risiko stroke pada ASA, berkurang 18 persen, dan pada dipyridamole menjadi
16 persen.

Untuk terapi kombinasi keduanya, terdapat penurunan risiko stroke menjadi 37 persen.
Artinya, penelitian ini menunjukkan, risiko stroke sekunder dengan kombinasi kedua
pengobatan ini menurunkan risikonya dua kali lipat lebih efektif dibanding terapi tunggal
dari kedua pengobatan tersebut.

Sumber: Koran Republika, suplemen Medika, Selasa, 10 Februari 2004


Laporan : wed

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1078805826,57204,
Gejala, Penyebab, dan Akibat Stroke
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya
sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang
diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupunstroke hemorragik.

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik
ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.


2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.


2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Tanda dan Gejala-gejala Stroke


Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke.

Faktor Penyebab Stroke


Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi),
Kolesterol, Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes,
Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain.

Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk
food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.

80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap
penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.

Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah),
terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang
berlemak.

Derita Pasca Stroke


Sudah Jatuh tertimpa Tangga Pula, peribahasa itulah yang tepat bagi penderita Stroke.

Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara
bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat
menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian atau cacat

Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut:

• 1/3 --> bisa pulih kembali,


• 1/3 --> mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,
• 1/3 sisanya --> mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita
terus menerus di kasur.

Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya
mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan
yang ditimbulkan setelah diserang stroke.

Akibat Stroke lainnya:


• 80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai.
• 80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat.
• 70% menderita depresi.
• 30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.

Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang
generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang
berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba
keterbatasan.

Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat
mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya
pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga
yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat.

Stroke sangat dapat dicegah,


Hampir 85% dari semua stroke dapat DICEGAH ,

Karena Ancaman stroke hingga merenggut nyawa dan derita akibat stroke. Hidup BEBAS
tanpa STROKE merupakan dambaan bagi semua orang.

Tak heran semua orang selalu berupaya untuk mencegah Stroke atau mengurangi faktor
risiko dengan menerapkan pola hidup sehat, olahraga teratur, penghindari stress hingga
meminum obat atau suplemen untuk menjaga kesehatan pembuluh darah hingga dapat
mencegah terjadinya Stroke.

Diposkan oleh Petrus di 21:12

http://langgocity.blogspot.com/2009/03/hidup-sehat-tanpa-stoke.html

[sukasukamu] Stroke Dan Gejalanya


yundini3001
Sat, 29 Apr 2006 01:44:41 -0700

Stroke Dan Gejalanya

Stroke dengan serangannya yang akut, dapat menyebabkan


kematian
dalam waktu yang relatif sangat singkat. Untuk dapat
memberikan
pertolongan yang maksimal kepada penderita stroke, kita
perlu
mengetahui gejala-gejala yang sering terjadi pada
serangan stroke.
Gejala-gejala stroke diakibatkan kerusakan pada pembuluh
darah yang
memperdarahi otak. Kerusakan ini proses kejadiannya
membutuhkan
waktu lama, sehingga digolongkan penyakit kronis.
Penyebab yang
paling mungkin adalah gaya hidup Anda, selain faktor
resiko bawaan
misalnya riwayat keluarga hipertensi, yang memang sudah
dimiliki
sejak lahir. Karena stroke disebabkan ganguan pada
pembuluh darah,
maka faktor penyebabnya hampir sama sama dengan faktor
pada penyakit
jantung, seperti banyaknya konsumsi lemak dan kolestrol,
merokok,
konsumsi alkohol, kurang olah raga, kurang makanan
berserat seperti
sayur dan buah-buahan, kelebihan berat badan, serta yang
sangat
penting adalah hipertensi.
Adapun faktor-faktor lain yang juga merupakan resiko
tinggi adalah
pertambahan usia; riwayat adanya diabetes mellitus, bila
Anda
mengidap diabetes mellitus pastikan Anda dan dokter Anda
bekerja
sama dengan baik dalam manajemennya; riwayat keluarga
dengan stroke,
karena stroke, seperti juga penyakit jantung dapat
diturunkan; jenis
kelamin, pria berisiko sedikit lebih tinggi daripada
wanita.
Otak adalah organ yang mengatur segala fungsi tubuh.
Apabila ada
kerusakan pada bagian otak tertentu, maka organ yang
dikendalikan
oleh bagian otak tersebut akan mengalami gangguan fungsi
atau bahkan
kematian jaringan. Sebagai contoh, jika bagian otak yang
mengatur
fungsi bicara mengalami gangguan suplai darah, maka
penderitanya
menjadi tidak dapat bicara. Demikian pula halnya jika
bagian-bagian
lain terganggu, dan dapat mengakibatkan penderitanya
menjadi lumpuh
separo badan, tidak merasa separo badan, bicara pelo,
pelupa dan
lain sebagainya.
Pada serangan stoke berat, penderita biasanya menjadi
tidak sadar
dan mengalami henti nafas akibat gangguan pada batang
otak.
Secara umum, gangguan yang disebabkan oleh stroke dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis gangguan seperti
gangguan
kesadaran, kelemahan anggota tubuh, gangguan proses
berpikir,
gangguan sensorik, gangguan bicara, melihat dan mendengar
serta
gangguan berkemih (inkontinensia urin).
Gejala-gejala yang kerap terjadi pada stroke antara lain
adalah:
• lumpuh separo badan,
• terasa kesemutan/terbakar separo badan,
• mulut mencong,
• lidah mencong bila dijulurkan,
• bicara pelo,
• sulit menelan,
• bila minum atau makan mudah keselek,
• sulit berbahasa,
• bicara tidak lancar,
• bicara tidak keruan,
• tidak dapat memahami perkataan orang lain,
• tidak dapat membaca/menulis,
• tidak dapat memahami tulisan,
• berjalan sulit,
• kepintaran menurun,
• pelupa,
• penglihatan/pendengaran mengalami gangguan,
• menjadi sering pusing kepala,
Setelah satu minggu pasca serangan, banyak penderita yang
terlihat
pulih sama sekali sehngga kita boleh optimis bahwa
serangan yang
ringan. Namun bila setelah 2 minggu, penderita masih
memperlihatkan
gejala-gejala seperti diatas, mungkin penderita mengalami
gangguan
yang lebih berat sehingga perlu pemeriksaan lanjutan.
Stroke dapat menyerang secara tiba-tiba dan tanpa
pertanda
sebelumnya. Akibatnya dapat diderita hingga beberapa
tahun setelah
terjadi, atau seumur hidup, tergantung dari kerusakan
otak yang
diakibatkan oleh stroke. Dengan penanganan yang segera,
kerusakan
otak dapat diperkecil semaksimal mungkin. Namun, bila
terlambat
ditangani, dapat terjadi kerusakan permanen seumur hidup,
atau
bahkan kematian. Sel-sel otak tidak mempunyai cadangan
energi
seperti halnya sel otot, atau sel lain dalam tubuh,
sehingga sel
otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen dan
nutrisi yang
dibawa oleh darah dalam arteri.
Perlu diingat, stroke tidak hanya mempengaruhi lansia
namun juga
dapat terjadi pada orang-orang muda. Malah akhir-akhir
ini terjadi
banyak peningkatan kejadian stroke pada orang-orang muda,
akibat
gaya hidup yang merupakan faktor risiko terjadinya
stroke.
Pencegahan adalah jalan paling bijaksana untuk
menghindari stroke.
Dampak dari stroke sulit diobati dan memerlukan waktu,
rehabilitasi,
dan biaya yang banyak.
http://www.mail-archive.com/sukasukamu@yahoogroups.com/msg00133.html

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN HIPERTENSI

PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg
dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001)
Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi.

KLASIFIKASI
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : ( Darmojo, 1999 )
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama
atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
Elastisitas dinding aorta menurun
Katub jantung menebal dan menjadi kaku
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan
jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :

Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
Kegemukan atau makan berlebihan
Stress
Merokok
Minum alcohol
Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


Ginjal
Glomerulonefritis
Pielonefritis
Nekrosis tubular akut
Tumor
Vascular
Aterosklerosis
Hiperplasia
Trombosis
Aneurisma
Emboli kolestrol
Vaskulitis
Kelainan endokrin
DM
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
Saraf
Stroke
Ensepalitis
SGB
Obat – obatan
Kontrasepsi oral
Kortikosteroid

PATOFISIOLOGI / PATHWAY
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada
medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri
brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.

Gejala yang lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan.
Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh
sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan
factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek
kardiovaskuler )
Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

Terapi tanpa Obat


Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada
hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
Penurunan berat badan
Penurunan asupan etanol
Menghentikan merokok
Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah
raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain

Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan
migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks

Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )


Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON
DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatannya meliputi :
Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor

Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator

Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh


Obat ke-2 diganti
Ditambah obat ke-3 jenis lain

Step 4 : Alternatif pemberian obatnya


Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi
Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien
dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat
menurunkan morbiditas dan mortilitas
Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang
dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter
Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan
darahnya di rumah
Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang
mungkin terjadi
Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek
samping minimal dan efektifitas maksimal
Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan
sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

PENGKAJIAN
Aktivitas / istirahat
Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Gaya hidup monoton

Tanda :
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
Kenaikan TD
Nadi : denyutan jelas
Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
Bunyi jantung : murmur
Distensi vena jugularis
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat

Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple
( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
Letupan suasana hati

Gelisah
Penyempitan kontinue perhatian
Tangisan yang meledak
otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara

Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
Makanan / Cairan
Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Mual
Muntah
Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
BB normal atau obesitas
Edema
Kongesti vena
Peningkatan JVP
glikosuria
Neurosensori
Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala
Episode kebas
Kelemahan pada satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
Episode epistaksis

Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
Perubahan retinal optic
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
nyeri hilang timbul pada tungkai sakit kepala oksipital berat nyeri abdomen
Pernapasan
Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
Takipnea
Ortopnea
Dispnea nocturnal proksimal
Batuk dengan atau tanpa sputum
Riwayat merokok

Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
Sianosis

Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien

Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
Penggunaan obat / alcohol

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard,
hipertropi ventricular
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.

Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

Intervensi :
Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
Catat edema umum
Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid ( esidrix, hidrodiuril ),


bendroflumentiazid ( Naturetin )
Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ), Bumetanic ( Burmex )
Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton ( aldactone ), triamterene ( Dyrenium ), amilioride
( midamor )
Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol ( lopressor ), Atenolol ( tenormin ), nadolol
( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil ), klonidin ( catapres )
Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin ( apresolin ), bloker saluran kalsium ( nivedipin,
verapamil )
Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin )
Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin ( Ismelin ), reserpin ( Serpasil )
Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ), guanabenz ( wytension ),
metildopa ( aldomet )
Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin ( apresolin ), minoksidil, loniten
Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid ( nipride,
nitropess )
Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor ( captopril, captoten )

Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral


Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
Pasien tampak nyaman
TTV dalam batas normal

Intervensi :
Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat
punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB,
batuk panjang, membungkuk
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium )

Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh
darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang
dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
Pertahankan tirah baring
Tinggikan kepala tempat tidur
Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika
tersedia
Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
Amati adanya hipotensi mendadak
Ukur masukan dan pengeluaran
Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output


Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas

Intervensi :
Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Instruksikan pasien tentang penghematan energy
Kaji respon pasien terhadap aktifitas
Monitor adanya diaforesis, pusing
Observasi TTV tiap 4 jam
Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu,
berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore

Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala


Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
Tampak dapat istirahat dengan cukup
TTV dalam batas normal
Intervensi :
Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
Evaluasi tingkat stress
Monitor keluhan nyeri kepala
Lengkapi jadwal tidur secara teratur
Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
Lakukan masase punggung
Putarkan musik yang lembut
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.


Tujuan :
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam

Kriteria hasil :
Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

Intervensi :
Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas keberhasilannya

Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien

Tujuan:
Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
Jam

Kriteria hasil :
Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
Ekspresi wajah rilek
TTV dalam batas normal
Intervensi :
Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan
dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan
toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana
pengobatan
Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup
Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
Observasi TTV tiap 4 jam
Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
Berikan support mental pada klien
Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit


Tujuan :
Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan ekperawatan selama 1 x 24
jam

Kriteria hasil:
Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program

Intervensi :
Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan,
mual dan muntah.
Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan,
pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien

~ oleh nurse87 di/pada Juni 17, 2009.

Ditulis dalam Keperawatan

Tag: Keperawatan Gerontik

http://nurse87.wordpress.com/2009/06/17/empat-belas-masalah-kesehatan-utama-
pada-lansia/

Hipertensi pada lansia


Kontrol Ketat
Cegah Komplikasi
RACIKAN UTAMA - Edisi Juni 2007 (Vol.6 No.11)

Sekitar 60% lansia akan mengalami hipertensi setelah berusia 75 tahun. Kontrol tekanan darah yang ketat
pada pasien diabetes berhubungan dengan pencegahan terjadinya hipertensi yang tak terkendali.
Hipertensi merupakan gejala yang paling sering ditemui pada orang lanjut usia dan menjadi faktor risiko utama
insiden penyakit kardiovaskular. Karenanya, kontrol tekanan darah menjadi perawatan utama orang-orang
lanjut usia. Jose Roesma, dari divisi nefrologi ilmu penyakit dalam FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta mengungkapkan bahwa pada orang tua umumnya terjadi hipertensi dengan sistolik terisolasi yang
berhubungan dengan hilangnya elastisitas arteri atau bagian dari penuaan. Jenis yang demikian lebih sulit
untuk diobati dibanding hipertensi esensial atau pada pasien yang lebih muda. Obat-obat antihipertensi terbaru
yang bekerja pada sistem renin-angiotensin-aldosteron, misalnya Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)
inhibitor dan angiotensin-receptor blocker memiliki potensi perbaikan kardiovaskular pada orang tua akibat
penurunan tekanan darah efektif.
Isolated systolic blood pressure
Seperti telah disebutkan, para lansia ternyata lebih sering mengalami hipertensi sistolik dan pengobatan
hipertensi sampai saat ini masih banyak yang terfokus pada tekanan diastolik <90 mmHg tanpa memikirkan
angka sistoliknya, sehingga banyak lansia yang tidak terdeteksi menderita hipertensi sistolik. Penelitian juga
menyebutkan bahwa menurunnya tekanan sistolik dapat menyebabkan penurunan curah jantung, risiko infark
miokard, serta penyakit kardiovaskular lainnya. Tekanan sistolik juga menjadi prediktor yang lebih sensitif
dibanding tekanan diastolik.
Hipertensi juga menjadi faktor utama terjadinya penyakit jantung koroner, yang terutama menyerang di atas
usia 75 tahun. Sebagai konsekuensinya, kontrol tekanan darah merupakan kunci utama menjaga kesehatan
kardiovaskular. Dokter juga harus melakukan edukasi terus-menerus untuk menghindari terjadinya hipertensi
sistolik. Tidak ada standar tertentu untuk menentukan kategori umur yang dikatakan tua, namun pengertian
lanjut usia (lansia) ialah manusia di atas usia 60 tahun. Berdasarkan Global Risk Assesment Scoring Chart dari
penelitian Framingham, berat badan seiring usia juga akan meningkatkan risiko terjadinya PJK setiap kenaikan
lima tahun.
Isolated systolic hypertension (ISH) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas sama dengan 140
mmHg pada tekanan diastolik kurang dari sama dengan 90 mmHg. Keadaan ini terjadi karena hilangnya
elastisitas arteri atau akibat penuaan. Dalam keadaan ini aorta menjadi kaku dan akhirnya menyebabkan
meningkatnya tekanan sistolik dan penurunan volume aorta, yang pada akhirnya akan menurunkan volume
dan tekanan diastolik. Pada orang-orang tua, pengukuran tekanan sistolik yang meningkat ini lebih signifikan
karena dapat menunjukkan terjadinya kekakuan arteri besar, terutama aorta, efeknya bisa membuat kerusakan
jantung, ginjal, serta otak.

Manajemen dan
pencegahan
Beberapa penelitian, misalnya dari Syst-Eur 1 dan 2 dan penelitian lain di Jepang dan Australia menunjukkan
bahwa tata laksana hipertensi sistolik yang optimal ialah penggunaan diuretik, penyekat beta, dan Angiotensin-
receptor blockers (ARB). Bekerja di sistem renin-angiotensin-aldosteron, ARB akan meningkatkan volume
sirkulasi dan merangsang sintesis kolagen akibat peningkatan jumlah sel otot polos pada pembuluh darah.
Valsartan dan Losartan telah terbukti mampu menurunkan tekanan sistolik pembuluh darah, mencegah
akumulasi kolagen aorta, menurunkan kekakuan arteri karotis, serta menurunkan tekanan dinding pembuluh
darah pada diet rendah garam. ARB yang dikombinasi dengan diuretik juga telah terbukti memiliki efek yang
sangat baik, menyerupai pemberian Ca blocker. Pada orang tua, sering ditemui gangguan pada sistem
kardiovaskular berupa gagal jantung, sehingga pengobatannya harus fokus untuk proteksi kardiovaskular
secara umum, tidak sekadar menurunkan tekanan darah.
Sekitar 60% lansia akan mengalami hipertensi setelah berusia 75 tahun. Kontrol tekanan darah yang ketat
pada pasien diabetes berhubungan dengan pencegahan terjadinya hipertensi yang tak terkendali dan
beberapa penyakit lainnya, misalnya diabetes mellitus, serangan stroke, infark miokard, dan penyakit vaskular
perifer. Hal ini dapat dicapai dengan menjaga tekanan darah di angka kurang dari 150/85 mmHg (kontrol ketat)
atau kurang dari 180/105 mmHg (kontrol tidak terlalu ketat). Kontrol ketat dilakukan pada pasien yang memiliki
risiko besar untuk memiliki komplikasi penyakit lainnya, misalnya retinopati diabetik, pengurangan kemampuan
penglihatan, atau diabetes yang berat.

Perspektif terkini
Penelitian dari The Heart Outcomes Prevention Evaluatin (HOPE) menyatakan bahwa agen antihipertensi
memang terbukti dapat mencegah pula penyakit kardiovaskular lainya. Sementara penelitian dari The
Irbesartan Diabetic Nephropathy Trial (IDNT) menyatakan bahwa agen antihipertensi, khususnya Angiotensin II
Antagonist Losartan (RENAAL) dapat menurunkan endpoint pasien dengan Non Insulin-dependent Diabetes
Mellitus. ARB ini dinyatakan renoprotektif, lebih baik daripada ACE-inhibitor. Penelitian tentang agen
antihipertensi dengan mekanisme RAAS ini (ARB) monoterapi memang banyak dilakukan dan terbukti bersifat
renokardioprotektif dengan mekanisme perbaikan fungsi endotel, dibanding ACE-inhibitor dan Calcium channel
blocker.
Seperti guidelines antihipertensi (lihat tabel) yang tercantum berikut, penatalaksanaan hipertensi terutama
ditujukan pada pasien lanjut usia dengan target tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg. Guidelines yang
banyak dipakai untuk tata laksana hipertensi pada lansia diambil dari JNC 7 dan ESH/ESC 2003. Pedoman ini
mengadopsi pendekatan tepat sasaran untuk lansia guna menurunkan risiko penyakit jantung koroner seiring
dengan bertambahnya usia.
Tujuan utama penatalaksanaan hipertensi pada lansia, kelompok usia yang rentan penyakit jantung koroner,
sebenarnya juga tidak hanya menurunkan tekanan darah semata. ARB dan ACE-inhibitor digunakan secara
bersama-sama, keduanya bekerja dalam sistem renin angiotensin aldosteron. ARB memblok konjugasi,
sedangkan ACE-inhibitor bekerja menghambat kerja enzim, sehingga gabungan keduanya ialah penurunan
tekanan darah dengan efek yang juga renokardioprotektif.
Selain itu, efek proteksi vaskular dari ARB juga berlaku untuk mengurangi kemungkinan terjadiya stroke.
Terdapat konsensus bahwa tekanan darah pada lansia harus di bawah angka 140/90 mmHg untuk kategori
usia 60-79 tahun. Tercapainya tujuan ini akan tergantung tidak hanya berdasarkan efikasi obat antihipertensi,
tapi dari segi tolerabilitasnya juga, sehingga mempengaruhi keberhasilan dari seluruh tata laksana. Terapi
seperti ini tergolong aman dan efektif, namun tetap saja terapi yang terbaik kemungkinan ialah mencegah
hipertensi sebelum usia senja guna mengurangi risiko penyakit jantung koroner sejak dini.

Pendekatan untuk lansia


Para dokter harus benar-benar yakin bahwa data pengukuran yang didapat ialah valid, mengingat batas-batas
penentuan kriteria seputar hipertensi sangat berhubungan dengan angka. Tekanan darah di bawah 140 mmHg
sistolik (jika memang benar sebesar ini) akan jauh mengurangi risiko stroke, gagal jantung, dan kejadian
kardiovaskular lain pada lansia, terutama yang berusia di atas 80 tahun. Meskipun tidak ada makna penting
lainnya, namun angka di bawah 140 ini akan sangat mempengaruhi jenis pengobatan dan edukasi ke pasien.
Selain itu, dalam rangka menurunkan tekanan darah, sebisa mungkin perlu diperhitungkan berbagai efek
samping yang kemungkinan akan sangat mengganggu pasien, terutama diuretik. Pemberian diuretik harus
dimulai dari level rendah, misalnya Hydrochlorotiazide (HCT) 12.5 mg atau yang setara dengannya. Jika angka
ini dinilai kurang efektif, tidak langsung menambah dosisnya, tapi dikombinasikan dengan pemberian dosis
rendah CCB, beta blocker, ACE-inhibitor, atau ARB. Pada beberapa keadaan penggunaan obat selain diuretik
sebagai terapi inisial sah-sah saja dilakukan, asalkan sesuai indikasi.
Kemungkinan hanya sekitar 40% pasien pada kelompok lansia yang akan mengalami penurunan tekanan
darah sampai di bawah 140 mmHg setelah penggunaan antihipertensi ARB, sisanya, sebagian besar akan
gagal. Karenanya, diperlukan manajemen titrasi dosis naik perlahan-lahan ditambah kombinasi obat lainnya.
Selain itu penggunaan diuretik boros kalium juga akan menyebabkan hipokalemia jika tidak diberikan secara
hati-hati. Kontrol kadar kalium hingga tidak boleh di bawah 3.5 mg/dl harus dilakukan, termasuk saat kontrol
rawat jalan.
Jika ternyata dalam terapi, gejala-gejala hipertensi tetap muncul, atau bahkan terjadi penyakit-penyakit
kardiovaskular lainnya, penggunaan obat harus tetap dilanjutkan tanpa mengurangi dosis yang sedang
diberikan. Kemungkinan gejala ini akan mereda setelah beberapa minggu atau lebih. Bisa saja terapi terus
digiatkan, dosisnya ditambah, namun metode agresif seperti ini juga akan menambah efek samping, sehingga
beberapa ahli tidak terlalu suka melakukannya.
(farid)
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=491

A. Kandungan Gizi Yang Diperlukan Lansia


1. Karbohidrat
Fungsi karbohidrat adalah penyedia energi. Pada lansia konsumsi gula dibatasi
karena:
a. Gula tidak mengandung gizi kecuali zat tenaga. Sedangkan pada lansia konsumsi
zat zat gizi lain seperti vitamin, protein dan mineral diutamakan untuk mencegah
proses penurunan fungsi tubuh.
b. Gula cepat diserap (absorpsi) sehingga mengakibatkan perubahan kadar gula
darah dan memungkinkan terjadinya obesitas (kegemukan) dan diabetes.
Makanan yang boleh: Beras, kentang, singkong, terigu, gula yang diolah tanpa
garam seperti macaroni, mie, biscuit dll.
Makanan yang tidak boleh: Roti, biscuit dan kue yang dimasak dengan garam dapur.

2. Protein
Fungsi dari protein sebagai zat pembangun dari sel tubuh.
Pada lansia sebaiknya memilih daging unggas-unggasan daripada daging sapi atau
kambing dan hendaknya tidak makan lebih dari 2 potong daging pada sehari.
Makanan yang boleh: daging, ikan telur dan susu, semua kacang-kacangan dan
sayuran.
Makanan yang tidak boleh: ikan asin, keju, kornet, ebi, telur asam, pindang,
dendeng, udang, kacang tanah dan sayuran yang dimasak/ diawetkan dengan
garam dapur.
3. Lemak
Lemak berfungsi sebagai pelarut vitamin A,D,E dan K, membentuk tekstur makanan
dan memberi rasa kenyang yang lama. Lemak juga berfungsi sebagai cadangan
energi.
Pada lansia lemak sebaiknya dibatasi , mengingat:
a. Berkurangnya aktifitas tubuh sehingga kebutuhan energi juga menurun.
b. Berkurangnya produksi enzim mengakibatkan pencernaan lemak tidak sempurna,
s3ehingga membebani usus dan lambung yang akan mengakibatkan gangguan
pada usus.
c. Lemak dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi memicu penyakit
jantung dan pembuluh darah.
d. Kelebihan lemak akan disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk timbunan
lemak yang menyebabkan kegemukan.
e. cenderung mengakibatkan kanker usus.
f. Makanan yang boleh: minyak margarine dan mentega tanpa garam.
g. Makanan yang tidak boleh: margarine dan mentega biasa
4. Vitamin
Fungsi dari vitamin yaitu untuk mempercepat metbolisme, mempertahankan fungsi
jaringan tubuh dan mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan jaringan.
Pada lansia vitamin sangat penting, terutama vitamin B1 agar tubuh selalu bugar.
Contoh makanan: beras merah
Makanan yang boleh: semua buah yang tidak diawtkan garam/ soda, air putih.
Makanan yang tidak boleh: durian, buah-buahan yang diawtkan oleh garam dan
soda, kopi dan coklat.

5. Mineral dan Air


Fungsi dari mineral yaitu pembentukan jaringan tubuh, memelihara keseimbangan
asam basa dll.
Pada lansia, kalsium sangat penting karena , terutama lansia wanita mudah terjadi
ostoporosis akibat menopause. Contoh makanan yang tingggi kalsium adalah susu,
ikan yang dimakan dengan tulangnya, sayuran hijau, kedelai dan rumput laut.
Lansia hendaknya minum 6-8 gelas sehari mengingat fungsi ginjal menurun dan
melancarkan BAB.
Lansia hendaknya mengurangi natrium dengan cara membatasi garam dapur.
6. Serat
Serat tidak dapat dicerna, maka serat tidak mengandung gizi tetapi tetap dibutuhkan
untuk mencegah sembelit, wasir, kanker usus, penyakit jantung dan kegemukan bila
kekurangan serat.
Serat ada 2 jenis:
a. Larut dalam air yang berfungsi mengikat kolesterol
b. Tdak larut dalam air yang berfungsi melancarkan BAB.

B. Petunjuk Penggunaan Garam untuk Penderita hipertensi


Untuk penderita hipertensi terdapat 3 diet:
a. Diet rendah garam 1 : untuk penderita hipertensi berat dianjurkan untuk tidak
menambahkan garam dapur dalam makanan.
b. Diet rendah garam II: Ditujukan untuk penderita hipertensi sedang (100-114
mmHg). Garam dianjurkan ¼ sendok the garam dapur.
c. Diet rendah garam III: Ditujukan untuk penderita hipertensi ringan (diastole kurang
dari 100 mmHg), garam dapur dianjurkan ½ sendok teh.

C. TIPS Pemberian Makanan Bagi lansia Dengan Hipertensi


a. Hendaknya lansia makan dengan porsi kecil tapi sering
b. Makanlah makanan yang mudah dicerna
c. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, goring-gorengan dll.
d. Makan makanan yang lembek untuk lansia yang kondisi giginya kurang baik.

A. Kandungan Gizi Yang Diperlukan Lansia


1. Karbohidrat
Fungsi karbohidrat adalah penyedia energi. Pada lansia konsumsi gula
dibatasi karena:
a. Gula tidak mengandung gizi kecuali zat tenaga. Sedangkan pada lansia
konsumsi zat zat gizi lain seperti vitamin, protein dan mineral diutamakan
untuk mencegah proses penurunan fungsi tubuh.
b. Gula cepat diserap (absorpsi) sehingga mengakibatkan perubahan kadar
gula darah dan memungkinkan terjadinya obesitas (kegemukan) dan
diabetes.
Makanan yang boleh: Beras, kentang, singkong, terigu, gula yang diolah
tanpa garam seperti macaroni, mie, biscuit dll.
Makanan yang tidak boleh: Roti, biscuit dan kue yang dimasak dengan
garam dapur.

2. Protein
Fungsi dari protein sebagai zat pembangun dari sel tubuh.
Pada lansia sebaiknya memilih daging unggas-unggasan daripada daging
sapi atau kambing dan hendaknya tidak makan lebih dari 2 potong daging
pada sehari.
Makanan yang boleh: daging, ikan telur dan susu, semua kacang-kacangan
dan sayuran.
Makanan yang tidak boleh: ikan asin, keju, kornet, ebi, telur asam, pindang,
dendeng, udang, kacang tanah dan sayuran yang dimasak/ diawetkan
dengan garam dapur.
3. Lemak
Lemak berfungsi sebagai pelarut vitamin A,D,E dan K, membentuk tekstur
makanan dan memberi rasa kenyang yang lama. Lemak juga berfungsi
sebagai cadangan energi.
Pada lansia lemak sebaiknya dibatasi , mengingat:
a. Berkurangnya aktifitas tubuh sehingga kebutuhan energi juga menurun.
b. Berkurangnya produksi enzim mengakibatkan pencernaan lemak tidak
sempurna, s3ehingga membebani usus dan lambung yang akan
mengakibatkan gangguan pada usus.
c. Lemak dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi memicu penyakit
jantung dan pembuluh darah.
d. Kelebihan lemak akan disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk
timbunan lemak yang menyebabkan kegemukan.
e. cenderung mengakibatkan kanker usus.
f. Makanan yang boleh: minyak margarine dan mentega tanpa garam.
g. Makanan yang tidak boleh: margarine dan mentega biasa

4. Vitamin
Fungsi dari vitamin yaitu untuk mempercepat metbolisme, mempertahankan
fungsi jaringan tubuh dan mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan
jaringan.
Pada lansia vitamin sangat penting, terutama vitamin B1 agar tubuh selalu
bugar. Contoh makanan: beras merah
Makanan yang boleh: semua buah yang tidak diawtkan garam/ soda, air
putih.
Makanan yang tidak boleh: durian, buah-buahan yang diawtkan oleh garam
dan soda, kopi dan coklat.

5. Mineral dan Air


Fungsi dari mineral yaitu pembentukan jaringan tubuh, memelihara
keseimbangan asam basa dll.
Pada lansia, kalsium sangat penting karena , terutama lansia wanita mudah
terjadi ostoporosis akibat menopause. Contoh makanan yang tingggi kalsium
adalah susu, ikan yang dimakan dengan tulangnya, sayuran hijau, kedelai
dan rumput laut.
Lansia hendaknya minum 6-8 gelas sehari mengingat fungsi ginjal menurun
dan melancarkan BAB.
Lansia hendaknya mengurangi natrium dengan cara membatasi garam
dapur.
6. Serat
Serat tidak dapat dicerna, maka serat tidak mengandung gizi tetapi tetap
dibutuhkan untuk mencegah sembelit, wasir, kanker usus, penyakit jantung
dan kegemukan bila kekurangan serat.
Serat ada 2 jenis:
a. Larut dalam air yang berfungsi mengikat kolesterol
b. Tdak larut dalam air yang berfungsi melancarkan BAB.

B. Petunjuk Penggunaan Garam untuk Penderita hipertensi


Untuk penderita hipertensi terdapat 3 diet:
a. Diet rendah garam 1 : untuk penderita hipertensi berat dianjurkan untuk
tidak menambahkan garam dapur dalam makanan.
b. Diet rendah garam II: Ditujukan untuk penderita hipertensi sedang (100-
114 mmHg). Garam dianjurkan ¼ sendok the garam dapur.
c. Diet rendah garam III: Ditujukan untuk penderita hipertensi ringan (diastole
kurang dari 100 mmHg), garam dapur dianjurkan ½ sendok teh.

C. TIPS Pemberian Makanan Bagi lansia Dengan Hipertensi


a. Hendaknya lansia makan dengan porsi kecil tapi sering
b. Makanlah makanan yang mudah dicerna
c. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, goring-gorengan dll.
d. Makan makanan yang lembek untuk lansia yang kondisi giginya kurang
baik.

Posted on Maret 9, 2008 by harnawatiaj


Heat stroke adalah kedaruratan medis akut yang disebab kin oleh kegagalan mekanisme pengaturan panas tubuh.
Biasanya cerjadi selama keadaan panas, terutaina ketika diikuti oleh kelembanan yang tinggi. Seseorang dengan
risiko ini adalah mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan iklim panas, lansia, mereka yang tidak dapat
merawat diri sendiri, mereka dengan penyakit kronik dan kelemahan, mereka yang mendapat pengobatan tertentu
(tranquilizer utama, antikolinergik, diuretik, penyekat beta-adrenergik). Heat stroke karena aktivitas arau latihan
dalam suhu panas dan kelembapan ekstrem, dapat juga menyebabkan kematian. Tipe heat stroke ini tenjadi pada
individu yang sehat selama olahraga atau aktivitas kerja kedka teijadi hipertermia karena ketidakadekuatan peng
hilangan panas.
Pertimbangan Gerontologik. Kebanyakan kernatian yang berkaitan dengan panas teijadi pada lansia karena sistem
sirkulasi mereka tidak mampu mengkompensasi stress yang ditimbulkan oleb panas.
Pengkajian. Heat stroke menyebabkan cedera termal pada tingkat sel dan menyebabkan kerusakan luas pada
jantung, hati, ginjal dan koagulasi darah. Riwayat pasien menunjukkan terpajan pada peningkatan suhu atau latihan
berlebihan pada saat panas yang ekstrem. Pada saat mengkaji pasien, gejala yang adalah: disfungsi sistem saraf
pusat yang dalam (dimanifestasikan dengan konfusi, delirium, tingkah laku aneh, koma); peningkatan suhu tubuh
(40,60C atau lebih); kulit panas, kering, biasanya anhidrosis (tidak ada keringat),takipnea, dan takikardi.
Diagnosa keperawatan nieliputi tidak efektif termore gulasi yang berhubungan dengan ketidakmarnpuan meka nisme
homeostatik tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh normal. Tujuannya adalah menurunkan suhu tinggi secepat
mungkin, karena mortalitas langsung berhubung an dentan durasi hipertermia. Penanganan simultan ber fokus pada
stabiitasi oksigenasi melalui ABC pendukung hidup dasar.
Penatalaksanaan Kedaruratan
1.Lepaskan pakaian pasien
2.Turunkan suhu inti (internal) sampal dengan 390C secepat mungkin. Gunakan satu atau lebih tindakan sebagai
berikut :
a.Gunakan pakaian dingin dan handuk atau usap busa dengan air dingin kontinu
b.Taruh es pada kulit sambil menyemprot dengan air biasa.
c.Gunakan Selimut Pendingin
d.Bilas lambung atau kolon dengan salin es yang mungkin diresepkan jika suhu tidak turun
3.Masase pasien untuk meningkatkan sirkulasi dan niempertahankan vasodilatasi kutan selarna prosedur
pendinginan
4.Posisikan kipas angin listrik sehiugga menghembus pada pasien untuk menambah pembuangan panas dengan
konveksi dan evaporasi
5.Pantau secara konstan suhu pasien dengan mengguna kan probe termistor pada rektum atau esofagus (pantau
suhu inti); hindari hipotermia,. hipertermia mungkin teijadi kembali secara spontan dalam 3-4 jam.
6.Pantau pasien dengan cermat terhadap tanda vital, EKG, tekanan vena sentral dan perubahan tingkat kesadaran
derigan perubahan cepat dalarn suhu tu buh, kejang mungkin diikuti dengan hipertermia berulang.
7.Berikan oksigen untuk menyuplai kebutuhan jaringan yang meningkat karena kondisi hipemetabolik. Bantu intubasi
pasien dengan cuf selang endotrakea dan pasang pada ventilator jika perlu untuk rnendukung kegagalan sistem
kardiorespiratori.
8.Mulal infus IV langsung untuk meagganti cairanyang hilang dan memelihara sirkulasi adekuat, berikan dengan
pelan karena bahaya dan cedera miokardia dan suhu yang tinggi dan fungsi ginjal yang -kurang baik. Pendinginan
dengan memberikan cairan dan perifer ke pusat.
9.Ukur haluaran urine, tubular nekrosis akut adalah komplikasi dan heat stroke
10.Berikan perawatan pendukung sesuai ketentuan :
Dialisis untuk gagal ginjal
Antikonvulsan untuk kontrol kejang
11.Kalium untuk hipokalemia dan natrium bikarbonat wink mengoreksi asidosis metabolik.Teruskan memantau EKG
untuk kcmungkinan infark miokard, infark miokard,dan disritmia.
12.Lakukan serial uji untuk gangguan perdarahan (koagulopati inravaskular diseminata) dan enzim serum untuk
mengukur cedera hipoksia suhu pada hati dan jaringan otot.
13.Masukkan pasien ke unit perawatan intensify. Mung kin ada kerusakan hati, jantung, dan susunan pusat.
Pendidikan Pasien dan
Pertimbangan Perawatan di Rumah
1.Nasihatkan pasien untuk menghindari terpajan pada suhu tinggi, hipersensitivitas pada suhu tinggi mungkin terjadi
dalam lama waktu yang dapat dipertimbangkan.
2.Tekankan pentingnya memelihara masukan cairan yang adekuat, menggunakan pakaian kendur, dan mengurangi
aktivitas dalam cuaca panas.
3.Nasihatkan atlet untuk memantau kehilangan cairan, mengganti cairan, dan menggunakan pendekatan ber angsur
untuk pengkondisian fisik, yang memungkinkan cukup waktu untuk menyesuaikan dengan iklim.
4.Ajak lansia yang lemah yang hidup dalam lingkungan desa dengan suhu lingkungan tinggi ke tempat di mana ada
pengaturan udara (mall tempat belanja, perpusta kaan, gereja)
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/heat-stroke/

Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak
dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).

B. Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :

1. stroke hemoragik

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng


disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol.

2. stroke non hemoragik

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah
beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses
edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.

Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan


penyakitnya, yaitu :

1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)


Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja
dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)

Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..

1. stroke in Volution

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk.
Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.

1. Stroke Komplit

Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

C. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses


ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus
sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat
lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan
menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi
yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga
memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga
terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

5. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Polocitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.

10. kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah
menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

D. Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis
pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah
ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan
oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak
dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

2. Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi


atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang
bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di
samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga
terjadi nekrosis jaringan otak.

E. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah
otak yang terkena.

1. Pengaruh terhadap status mental

• Tidak sadar : 30% - 40%

• Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

• Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

• Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

• Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

• hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai


(30%-80%)

• inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana


yang terkena

1. Daerah arteri serebri posterior

• Nyeri spontan pada kepala

• Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

• Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak


• Hemiplegia alternans atau tetraplegia

• Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan


menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

1. Stroke hemisfer kanan

• Hemiparese sebelah kiri tubuh

• Penilaian buruk

• Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai


kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan

1. stroke hemisfer kiri

• mengalami hemiparese kanan

• perilaku lambat dan sangat berhati-hati

• kelainan bidang pandang sebelah kanan

• disfagia global

• afasia

• mudah frustasi

F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :

1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas

darah, gula darah dsb.

2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak

4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang

terganggu

G. Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi

bertahap jika hemodinamika stabil

2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai

kebutuhan

3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil

4. Bed rest

5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia

6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi

8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau

cairan hipotonik

9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK

10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan

menelan sebaiknya dipasang NGT

11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

• Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis,


antikoagulan, obat hemoragik

• Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan


pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
1. Bersihan jalan nafas Pasien mampu mempertahankan 1. Auskultasi
tidak efektif b.d. jalan nafas yang paten. bunyi nafas
penumpukan sputum
(karena kelemahan, Kriteria hasil : 2. Ukur tanda-
hilangnya refleks tanda vital
batuk) a. Bunyi nafas vesikuler
3. Berikan posisi semi fowler
b. RR normal sesuai dengan kebutuhan
(tidak bertentangan dgn
c. Tidak ada tanda-tanda masalah keperawatan lain)
sianosis dan pucat
4. Lakukan penghisapan
d. Tidak ada sputum lender dan pasang OPA jika
kesadaran menurun

5. Bila sudah memungkinkan


lakukan fisioterapi dada dan
latihan nafas dalam

6. Kolaborasi:

• Pemberian ogsigen

• Laboratorium: Analisa gas


darah, darah lengkap dll

• Pemberian obat sesuai


kebutuhan
2. Penurunan perfusi Perfusi serebral membaik 1. Pantau adanya tanda-tanda
serebral b.d. adanya penurunan perfusi serebral
perdarahan, edema Kriteria hasil : :GCS, memori, bahasa respon
atau oklusi pupil dll
pembuluh darah a. Tingkat kesadaran
serebral membaik (GCS meningkat) 2. Observasi tanda-tanda vital
(tiap jam sesuai kondisi
b. fungsi kognitif, memori dan pasien)
motorik membaik
3. Pantau intake-output
c. TIK normal cairan, balance tiap 24 jam

d. Tanda-tanda vital stabil 4. Pertahankan posisi tirah


baring pada posisi anatomis
e. Tidak ada tanda atau posisi kepala tempat
tidur 15-30 derajat
perburukan neurologis 5. Hindari valsava maneuver
seperti batuk, mengejan dsb
f.
6. Pertahankan ligkungan
yang nyaman

7. Hindari fleksi leher untuk


mengurangi resiko jugular

8. Kolaborasi:

• Beri ogsigen sesuai


indikasi

• Laboratorium: AGD, gula


darah dll

• Penberian terapi sesuai


advis

• CT scan kepala untuk


diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitas Pasien mendemonstrasikan 1. Pantau tingkat kemampuan
fisik b.d. kerusakan mobilisasi aktif mobilisasi klien
neuromuskuler,
kelemahan, Kriteria hasil : 2. Pantau
hemiparese kekuatan otot
a. tidak ada kontraktur atau
foot drop 3. Rubah posisi tiap 2 jan

b. kontraksi otot membaik 4. Pasang trochanter roll pada


daerah yang lemah
c. mobilisasi bertahap
5. Lakukan ROM pasif atau
aktif sesuai kemampuan dan
jika TTV stabil

6. Libatkan keluarga dalam


memobilisasi klien

7. Kolaborasi:
fisioterapi
4. Gangguan Komunikasi dapat berjalan 1. Evaluasi sifat dan beratnya
komunikasi verbal dengan baik afasia pasien, jika berat
b.d. kerusakan hindari memberi isyarat non
neuromuscular,
kerusakan sentral verbal
bicara Kriteria hasil :
2. Lakukan komunikasi
a. Klien dapat dengan wajar, bahasa jelas,
mengekspresikan perasaan sederhana dan bila perlu
diulang
b. Memahami maksud dan
pembicaraan orang lain 3. dengarkan dengan tekun
jika pasien mulai berbicara
c. Pembicaraan pasien dapat
dipahami 4. Berdiri di dalam lapang
pandang pasien pada saat
bicara

5. Latih otot bicara secara


optimal

6. Libatkan keluarga dalam


melatih komunikasi verbal
pada pasien

7. Kolaborasi dengan ahli


terapi wicara
5. (Risiko) gangguan Kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Kaji factor penyebab yang
nutrisi kurang dari mempengaruhi kemampuan
kebutuhan b.d. Kriteria hasil : menerima makan/minum
intake nutrisi tidak
adekuat a. Tidak ada tanda-tanda 2. Hitung kebutuhan nutrisi
malnutrisi perhari

b. Berat badan dalam batas 3. Observasi tanda-tanda vital


normal
4. Catat intake makanan
c. Conjungtiva ananemis
5. Timbang berat badan
d. Tonus otot baik secara berkala

e. Lab: albumin, Hb, BUN 6. Beri latihan menelan


dalam batas normal
7. Beri makan via NGT

8. Kolaborasi : Pemeriksaan
lab(Hb, Albumin, BUN),
pemasangan NGT, konsul ahli
gizi
6. Perubahan persepsi- Persepsi dan kesadaran akan 1. Cari tahu proses
sensori b.d. lingkungan dapat
perubahan transmisi dipertahankan patogenesis yang mendasari
saraf sensori,
integrasi, perubahan 2. Evaluasi adanya gangguan
psikologi persepsi: penglihatan, taktil

3. Ciptakn suasana lingkungan


yang nyaman

4. Evaluasi kemampuan
membedakan panas-dingin,
posisi dan proprioseptik

5. Catat adanya proses hilang


perhatian terhadap salah satu
sisi tubuh dan libatkan
keluarga untuk membantu
mengingatkan

6. Ingatkan untuk
menggunakan sisi tubuh yang
terlupakan

7. Bicara dengan tenang dan


perlahan

8. Lakukan validasi terhadap


persepsi klien dan lakukan
orientasi kembali
7. Kurang kemampuan Kemampuan merawat diri 1. Pantau tingkat kemampuan
merawat diri b.d. meningkat klien dalam merawat diri
kelemahan,
gangguan Kriteria hasil : 2. Berikan bantuan terhadap
neuromuscular, kebutuhan yang benar-benar
kekuatan otot a. mendemonstrasikan diperlukan saja
menurun, penurunan perubahan pola hidup untuk
koordinasi otot, memenuhi kebutuhan hidup 3. Buat lingkungan yang
depresi, nyeri, sehari-hari memungkinkan klien untuk
kerusakan persepsi melakukan ADL mandiri
b. Melakukan perawatan diri
sesuai kemampuan 4. Libatkan keluarga dalam
membantu klien
c. Mengidentifikasi dan
memanfaatkan sumber 5. Motivasi klien untuk
bantuan melakukan ADL sesuai
kemampuan

6. Sediakan alat Bantu diri


bila mungkin

7. Kolaborasi: pasang DC jika


perlu, konsultasi dengan ahli
okupasi atau fisioterapi
8. Risiko cedera b.d. Klien terhindar dari cedera 1. Pantau tingkat kesadaran
gerakan yang tidak selama perawatan dan kegelisahan klien
terkontrol selama
penurunan
Kriteria hasil : 2. Beri pengaman pada
kesadaran
daerah yang sehat, beri
a. Klien tidak terjatuh bantalan lunak

b. Tidak ada trauma dan 3. Hindari restrain kecuali


komplikasi lain terpaksa

4. Pertahankan bedrest
selama fase akut

5. Beri pengaman di samping


tempat tidur

6. Libatkan keluarga dalam


perawatan

7. Kolaborasi: pemberian obat


sesuai indikasi (diazepam,
dilantin dll)
9. Kurang pengetahuan Pengetahuan klien dan 1. Evaluasi derajat gangguan
(klien dan keluarga) keluarga tentang penyakit dan persepsi sensuri
tentang penyakit dan perawatan meningkat.
perawatan b.d. 2. Diskusikan proses
kurang informasi, Kriteria hasil : patogenesis dan pengobatan
keterbatasan dengan klien dan keluarga
kognitif, tidak a. Klien dan keluarga
mengenal sumber berpartisipasi dalam proses 3. Identifikasi cara dan
belajar kemampuan untuk
meneruskan progranm
b. Mengungkapkan perawatan di rumah
pemahaman tentang
penyakit, pengobatan, dan 4. Identifikasi factor risiko
perubahan pola hidup yang secara individual dal lakukan
diperlukan perubahan pola hidup

5. Buat daftar perencanaan


pulang
http://mhs.blog.ui.ac.id/fer50/2008/09/17/asuhan-keperawatan-
pada-klien-dengan-stroke/comment-page-1/

Imobilitas dan Intoleransi Aktivitas pada Lansia


October 3, 2009pusva juwitaLeave a commentGo to comments

BAB I PENDAHULUAN
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Imobilitas
didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal. Imobilitas,
intoleransi aktivitas, dan sindromdissue sering terjadi pada lansia. Diagnosis keperawatan hambatan
mobilitas fisik, potensial sindrom disuse, dan intoleransi aktivitas memberikan definisi imobilitas yang
lebih luas.

Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia yang berada di
Institusi perawatan mengungkapkan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau
kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari masalah ini meluas di luar institusi sampai
melibatkan seluruh lansia

Awitan imobilitas atau intoleransi aktivitas untuk sebagian besar orang tidak terjadi secara tiba-tiba,
bergerak dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak aktifan, tetapi lebih
berkembang secara perlahan dan tanpa disadari. Intervensi diarahkan pada pencegahan kea rah
konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.

BAB II PEMBAHASAN
Imobilitas dan Intoleransi Aktivitas pada Lansia
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
Definisi
Sutau keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang

Batasan karakteristik
• Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di
tempat tidur, berpindah dan ambulasi
• Keengganan untuk melakukan pergerakan
• Keterbatasan rentang gerak
• Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
• Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis
• Gangguan koordinasi
Faktor-faktor yang berhubungan
• Intoleransi aktivitas
• Penurunan kekuatan dan ketahanan
• Nyeri dan rasa tidak nyaman
• Gangguan persepsi atau kognitif
• Gangguan neuromuskuler
• Depresi
• Ansietas berat
INTOLERANSI AKTIVITAS
Definisi
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan
aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.

Batasan karakteristik
• Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan
• denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
• Rasa tidak nyaman dispneu setelah beraktivitas
• Perubahan elektrokardiogravis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia
Faktor-faktor yang berhubungan
• Tirah baring dan imobilitas
• Kelemahan secara umum
• Gaya hidup yang kurang gerak
• Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan
Faktor-faktor Internal
Berbagai factor internal dalam imobilisasi tubuh atau bagian tubuh antara lain;

• Penurunan fungsimuskuloskeletal
• Perubahan fungsi neurologist
• Nyeri
• Defisit perceptual
• Berkurangnya kemampuan kognitif
• Jatuh
• Perubahan hubungan social
• Aspek psikologis
Faktor-faktor eksternal
Factor tersebut termasuk;

• Program terapeutik
• Karakteristik penghuni institusi
• Karakteristik staf
• Sistem pemberian asuhan keperawatan
• Hambatan-hambatan
• Kebijakan-kebijakan institusi
Dampak masalah pada lansia
Lansia sangt renan erhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis dari imobilitas. Perub ahan yang
berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk
mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan
perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek
ini.

Suatu pemahman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi kompetensi fisik, ancaman
terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.

MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan

Efek Hasil

• Penurunan konsumsi oksigen • Intoleransi ortostatik


maksimum • Peningkatan denyut jantung,
• Penurunan fungsi ventrikel kiri sinkop
• Penurunan volume sekuncup • Penurunan kapasitas kebugaran
• Perlambatan fungsi usus • Konstipasi
• Pengurangan miksi • Penurunan evakuasi kandung
• Gangguan tidur kemih
• Bermimpi pada siang hari,
halusinasi
PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai
suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi
system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer
diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.

• Hambatan terhadap latihan


Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya
interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan
tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.

• Pengembangan program latihan


Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program
tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan
yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.

Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor
pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman;

- Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas
diberikan)

- Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)

- Kesulitan yang dirasakan

- Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan

- Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)

• Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan
yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan
yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.

1. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah
dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai
factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan
sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis
keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik

PENGKAJIAN
• Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus,
kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi
secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.

• Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada
pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda
homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat,
kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop

• Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-
tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam
pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan
beratnya kondisi yang terjadi.

• Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal
terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat
buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan

• Perubahan-perubahan fungsi urinaria


Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit
dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-
gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri
pada abdomen bagian bawah

• Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa
penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental,
iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.

• Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi
tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin,
dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan
institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang
tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial
dapat meningkatakan mobilitas

PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan yang dihasilkan atau yang
turut berperan terhadap masalah imobilitis dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari
imobilitas. Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas meliputi terapi fisik untuk
mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot,
kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah vena
dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali
untuk eliminasi

INTERVENSI
Limatujuan mengarahkan intervensi keperawatan untuk mencegah atau meniadakan sekuelafisiologis
dari imobilitas. Tujuan pertama meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem
muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi otot isometrik
dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi untuk meningkatkan anabolisme protein dan
pembentukan tulang, dan sikap komitmen terhadap latihan. Kedua, pemeliharaan fleksibilitas sendi
yan terlibat dalam latihan rentang gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Ketiga, pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan mobilisasi serta menghilangkan
sekresi. Keempat, pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan pendukung untuk
mempertahankan tonus vaskuler (termasuk mengubah posisi dalam hubungannya dengan gravitasi),
stoking kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang adekuat
untuk mencegah efek dehidrasi pada volume darah. Pergerakan aktif memengaruhi toleransi
ortostatik. Terakhir, pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung pada dukungan
nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk memfasilitasi eliminasi. Pembahasan
tentang intervensi disajikan di sini.

KONTRAKSI OTOT ISOMETRIK

Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang
menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan
mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk
memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskuler.
Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok
otot.

KONTRAKSI OTOT ISOTONIK

Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk mempertahankan kekuatan otot-otot dan
tulang. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek
dan memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat
tidur, dengan tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara
mendorong atau menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik
otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.

LATIHAN KEKUATAN

Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan otot harus menghasilkan
peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan
berat adalah aktivitas pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot
serta mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.

LATIHAN AEROBIK

Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari
denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x 0,7

Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan harus kontinu, berirama,
dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang, bersepeda, dan berdansa.

SIKAP

Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada individu yang mengalami
imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari. Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan sebagai
komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan sebagai
intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang.
Demikian pula halnya sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.

LATIHAN RENTANG GERAK

Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan
aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan
penampilan kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang
geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.

MENGATUR POSISI

Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balk vena. Jika seseorang
diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena akan
terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya
untuk seseorang yang beresiko mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur posisi tungkai
dengan ketergantungan minimal (misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.

RENCANA PERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas betujuan mempertahankan kemampuan dan fungsi,
serta mencegah gangguan.

Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas,
resiko tinggi sindrom dissue

Hasil yang diharapkan Intervensi keperawatan

Klien mampertahankan kekuatan • Observasi tanda dan gejala


dan ketahanan sistem penurunan mobilitas sendi, dan
muskuloskeletal dan fleksibilitas kehilangan ketahanan
• Observasi status respirasi dan
sendi-sendi
fungsi jantung pasien
• Observasi lingkungan terhadap
bahaya-bahaya keamanan yang
potensialUbah lingkungan untuk
menurunkan bahaya-bahaya
keamanan
• Ajarkan tentang tujuan dan
pentingnya latihan
• Ajarkan penggunaan alat-alat
bantu yang tepat
DOKUMENTASI YANG ESENSIAL
Dokumentasi untuk setiap sistem meliputi hal-hal berikut;

• Untuk muskuloskeletal ; kekuatan otot, ukuran, tonus, dan ketahanan; mobilitas sendi,
termasuk rentang gerak sendi dan pengkajian fungsional mengenai kemampuan; penggunaan
dan penyalahgunaan alat bantu; masalah-masalah mobilitas; dan adanya nyeri
• Untuk Kardiovaskular; perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut nadi
• Untuk respirasi; pengkajian paru
• Untuk Integumen; karakteristik kulit diatas tonjolan tulang
• Untuk urinaria; frekuensi dan jumlah berkemih
• Untuk gastrointestinal; karakter dan pola feses dan alat bantu yang biasa digunakan untuk
memfasilitasi eliminasi.
1. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin
yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial,
dan keluarga serta teman-teman

BAB III PENUTUP


Gangguan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara
mandiri yang dialami seseorang

Intoleransi aktifitas merupakan suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis
pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau
diinginkan.

Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin
yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial,
dan keluarga serta teman-teman

DAFTAR PUSTAKA
Stanley, Mickey. Beare, Patricia. Buku Ajar Keperawaan Gerontik ed. 2
Jakarta EGC ; 2006

Possibly related posts: (automatically generated)


• KEPUTIHAN =FLUOR ALBUS
• Did you know Dismenore?
• hidup sehat dengan bersepeda
• Meningkatkan Potensi dan ketahanan

http://pusva.wordpress.com/2009/10/03/imobilitas-dan-intoleransi-aktivitas-pada-
lansia/

BAB I
PENDAHULUAN

Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami
peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses
degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data
secara konkrit mengenai hal ini namun dari pengalaman terlihat sangat mencolok adanya perubahan ini.
Kemungkinan yang menjadi factor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi
dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasratmereka untuk terus berjuang
mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut, mereka mendapatkan benturan-
benturan fisik maupun psikologis akibatnya mereka tidak lagi memikirkan efek bagi kesehatan jangka
panjang.
Usia harapan hidup di Indonesia sekarang kian meningkat sehingga semakin banyak terdapat lansia.
Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu
penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting
bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25
kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat,
disebabkan karena gangguan perdarahan otak.
Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan Suddarth, 2002 : hal. 2131 ).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak ( Elizabeth J. Corwin, 2001 :
hal. 181 ).
Stroke terdiri dari 2 jenis yaitu :
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal atau
global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran otak non traumatic (Mansjoer 2000: 17)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince,
1995 : 964).
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut
tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah
gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu (Mardjono, 2000: 54) yang menyatakan bahwa stroke
adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak.

Menurut Lumbantobing (1994 : 5) kelainan yang terjadi akibat gangguan peredaran darah. Stroke dapat
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah
otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu : stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan
stroke embolik, yang disebabkan oleh embolus.
Harsono (1993 : 30) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya antara lain :
1. Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang
dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic Neurologik Defisit (RIND). Gejala neurologik
timbul ± 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4. Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
2. Perdarahan (Stroke Hemoragi)
Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.

B. ETIOLOGI
Stroke non haemoragi merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua
karena adanya penyempitan atau sumbatan vaskuler otak yang berkaitan erat dengan kejadian.
1. Trombosis Serebri
Merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40% dari semua kasus stroke yang telah
dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat dengan kerusakan fokal dinding pembuluh darah
akibat anterosklerosis.
2. Embolisme
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit jantung.
Sedangkan menurut prince (1995 : 966) mengatakan bahwa stroke haemoragi disebabkan oleh perdarahan
serebri. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri. Ekstravasali darah terjadi
dari daerah otak dan atau subaracnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser.
Perdarahan ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan.
Menurut Harsono ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan antara lain:
Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Kira-kira ¾ harus perdarahan sub arachnoid disebabkan oleh pecahnya seneusisma
5-6% akibat malformasi dari arteriovenosus.
Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Penyebab yang paling sering adalah hipertensi, dimana tekanan diastolic pecah.
Harsono (1999 : 60) membagi factor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan Stroke yaitu:
Faktor risiko utama
a. Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian.
b. Diabetes Mellitus
Debetes mellituas mampu ,menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya
pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran
aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.
c. Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan strok. Dikemudian hari seperti Penyakit jantung
reumatik, Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut janung. Factor
resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung
melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi berkali- kali dalam seminggu. Makin sering seseorang
mengalami TIA maka kemungkinan untuk mengalami stroke semakin besar.
Faktor Resiko Tambahan
a. Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida. Meningginya kadar kolesterol
merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang
diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.
b. Kegemukan atau obesitas
c. Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan
dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.
d. Riwayat keluarga dengan stroke
e. Lanjut usia
f. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia dapat menghambat kelancaran aliran
darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.
g. Kadar asam urat darah tinggi
h. Penyakit paru- paru menahun.
C. MANIFESTASI KLINIK
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori)
a. Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang
berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
b. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan
bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial, kehilangan sensori
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
e. Disfungsi kandung kemih
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran
darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-
gejala itu antara lain bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa
pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau
stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanent (Harsono,1996, hal 67)
D. PATOFISIOLOGI
1) Stroke Hemoragic
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah
otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah
duramater, (hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi
otak (hemoragi intraserebral).
Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini
biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan
hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien
mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering
adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak.
Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada orang yang
lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena,
hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan
penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan
sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi
mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
2) Stroke Non Hemoragic
Terbagi atas 2 yaitu :
a) Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak
karena thrombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancer. Penurunan
aliran arah ini menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah
tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada
stroke trombosis adalah di percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan
arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat.
b) Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari bagian tubuh lain sampai ke arteri
carotis, emboli tersebut terjebak di pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah
percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah atau Middle Carotid Artery
( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara lain adalah:
1. Angiografi
Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. Suatu kateter dimasukkan
dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria femoralis di daerah inguinal menuju arterial, yang sesuai kemudian
zat warna disuntikkan.
2. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
3. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan.
Pungsi Lumbal
- menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
5. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi utama pada stroke yaitu :
ü Hipoksia Serebral
ü Penurunan darah serebral
ü Luasnya area cedera
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan umum stroke
Ø Penatalaksanaan awal selama fase akut dan mempertahankan fungsi tubuh
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 1999,
mengemukakan hal-hal berikut:
· Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen 0-2 L/menit sampai ada
hasil gas darah.
· Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.
· Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Asia Pacific Consensus on Stroke Manajement, 1997, mengemukakan bahwa peningkatan tekanan darah
yang sedang tidak boleh diobati pada fase akut stroke iskemik. Konsensus nasional pengelolaan stroke di
Indonesia, 1999, mengemukakan bahwa tekanan darah diturunkan pada stroke iskemik akut bila terdapat
salah satu hal berikut :
- Tekanan sistolik > 220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
- Tekanan diastolik > 120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
- Tekanan darah arterial rata-rata > 130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
- Disertai infark miokard akut/ gagal jantung atau ginjal akut.
Pada umumnya peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke diakibatkan oleh :
o Stress daripada stroke
o Jawaban fisiologis dari otak terhadap keadaan hipoksia
o Tekanan intrakranial yang meninggi.
o Kandung kencing yang penuh
o Rasa nyeri.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung kemih
dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.
· Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar
katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar
glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi
200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% )
harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips
kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40%
intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.
· Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita
iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C
memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada
keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam
sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
· Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila terdapat gangguan
menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
· Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena berupa cairan kristaloid
atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.
· Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah subkutan, bila tidak ada kontra
indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
a. Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan sdalam 24 jam sejak serangan
gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
b. Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini kontraindikasi pada stroke
haemorhagic.
c. Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot polos pembuluh darah.
d. Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan
perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik.
Ø Kebutuhan psikososial
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah umum yang dijumpai
pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan
perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya
pasien mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu,
peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti seperti mengendalikan
simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari
kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau
perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali
satu ketrampilan.
Ø Rehabilitasi selama di rumah sakit
Rehabilitasi di rumah sakit memerlukan pengkajian yang sistematik dan evaluassi dari defisit dan perbaikan
fungsi pasien. Fokus perawatan adalah langsung membantu pasien belajar kembali kehilangan keterampilan
yang dapat membentu kembali kemungkinan kemandirian pasien. Pada fase ini pasien dimonitor secara
hati-hati untuk mencegah berkembangnya komplikasi yang lebih lanjut. Adapun intervensi yang dapat kita
lakukan adalah sebagai berikut :
1. Anjurkan pasien untuk mengerjakan sendiri ”personal Hygiene” semampunya.
2. Ajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan menghargai cara pasien mengkompensasi
ketidakmampuan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk latihan di tempat tidur.
4. Berikan spesial perawatan kulit.
5. Berikan privacy dengan menggunakan penutup jika ia belajar keahlian baru seperti belajar makan sendiri.
6. Berikan support emosional.
7. Berikan empati pada perasaan klien.anjurkan keluarga untuk berpartisipasi.
Ø Perencanaan pasien pulang
Untuk mencegah kembalinya klien ke rumah sakit, diperlikan suatu program untuk membimbing klien dan
keluarga yang tercakup dalam perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan segera setelah klien
masuk rumah sakit, yang dilakukan oleh semua anggota tim kesehatan. Perencanaan pulang yang baik
adalah perencanaan pulang yang tersentralisasi, terorganisir, dan melibatkan berbagai anggota tim
kesehatan.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan melalui asuhan
keperawatan mutlak harus mengikuti dan berperan aktif dalam mementukan rencana pemulangan klien,
sehingga klien mendapatkan pelayanan yang holistik dan komprehensif.
Tujuan perencanaan pulang :
a. Mempersiapkan klien untk menyesuaikan diri dengan rumah dan masyarakat.
b. Agar klien dan keluarga mempunyai pengetahuan dan ketrampilan serta sikap dalam memperbaiki dan
mempertahankan status kesehatannya.
c. Agar klien dan keluarga dapat menerima keadaan diri klien jika terdapat gejala sisa ( cacat ).
d. Membantu merujuk klien ke pelayanan kesehatan lain.
Mengingat banyaknya informasi dan pendidikan yang harus diterima oleh klien selama perawatan maupun
dalam persiapan untuk pulang, maka prinsip belajar mengajar juga harus diperhatikan dalam proses
rencana pemulangan.
Informasi untuk klien dan keluarga :
a. Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
b. Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan perawatan.
c. Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis, jika klien bisa membaca.
d. Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut selama perawatan dan pengobatan.
e. Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yabg harus dilaporkan kepada tim kesehatan.
f. Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan dan perawatan klien.
g. Berikan keluarga nomor penting yang dapat dihubungi bila klien perlu pertolongan medis.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
- gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ),
polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang
sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi,
apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak
imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif
/ kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
Tanda:
- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9.Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian
tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
- Riwayat hipertensi keluarga, stroke
- penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
- menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
- bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan rumah
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

II. Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme
pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :
- Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
- Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan
- Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
- Perubahan tanda-tanda vital
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ;
- Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motorik
- Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
- Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan
Intervensi :
- Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi
serebral dan potensial PTIK
- Monitor dan catat status neurologis secara teratur
- Monitor tanda-tanda vital
- Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
- Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi
lapang pandang
- Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi
- Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
- Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi
Kolaborasi
- Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
- Berikan medikasi sesuai indikasi :
· Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )
· Antihipertensi
· Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
· Manitol
2. Ketidakmampuan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular, ketidakmampuan dalam persespi kognitif
Dibuktikan oleh :
- Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang
gerak sendi, penurunan kekuatan otot.
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ;
- Tidak ada kontraktur, foot drop.
- Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh
- Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaannya
- Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi :
- Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )
- Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
- Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode paralysis flaksid.
Pertahankan kepala dalam keadaan netral
- Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
- Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
- Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau menormalkan sirkulasi
- Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang
Kolaborasi
- Konsul ke bagian fisioterapi
- Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
- Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi
3. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus
otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.
Ditandai :
- Gangguan artikulasi
- Tidak mampu berbicara / disartria
- ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek
- Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Tujuan pasien / kriteria evaluasi
- Pasien mampu memahami problem komunikasi
- Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
- Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi :
- Bantu menentukan derajat disfungsi
- Bedakan antara afasia dengan disartria
- Sediakan bel khusus jika diperlukan
- Sediakan metode komunikasi alternatif
- Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
- Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
- Bicara dengan nada normal
Kolaborasi :
- Konsul dengan ahli terapi wicara
4. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma /
penurunan neurologi), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan)
Ditandai ;
- Disorientasi waktu, tempat , orang
- Perubahan pola tingkah aku
- Konsentrasi jelek, perubahan proses pikir
- Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh
- Perubahan pola komunikasi
- Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.
Tujuan / kriteria hasil :
- Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya.
- Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat
- Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi
Intervensi :
- Kaji patologi kondisi individual
- Evaluasi penurunan visual
- Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh
- Sederhanakan lingkungan
- Bantu pemahaman sensori
- Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan
- Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim
- Pertahankan kontak mata saat berhubungan
- Validasi persepsi pasien
5. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol /koordinasi otot
Ditandai dengan :
- Kerusakan kemampuan melakukan AKS misalnya ketidakmampuan makan ,mandi, memasang/melepas
baju, kesulitan tugas toileting
Kriteria hasil:
- Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
- Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan
- Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri
Intervensi:
- Kaji kemampuan dantingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4) untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari
- Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan
sesuai kebutuhan
- Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari dan atau
kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.
- Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut. Kadar
makanan yang berserat, Anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas.
- Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Kolaborasi;
- Berikan supositoria dan pelunak feses
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/okupasi
6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saaatauskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memmberikan pengeluaran
sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
7. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun,hilang rasa ujung lidah
Ditandai dengan:
- Keluhan masukan makan tidak adekuat
- Kehilangan sensasi pengecapan
- Rongga mulut terinflamasi
Kriteria evaluasi:
- Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
- BB stabil
- Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat
Intervensi;
- Pantau masukan makanan setiap hari
- Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
- Dorong pasien untukmkan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program
- Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak dan pedas. Ciptakan
suasana makan yang menyenangkan
- Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah

Kolaborasi:
- Pemberian anti emetic dengan jadwal reguler
- Vitamin A,D,E dan B6
- Rujuk ahli diit
- Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 293-305)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat,
disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke juga menjadi salah satu penyebab kematian dan
kecacatan neurologis yang utama. Stroke dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi)
Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak
Perdarahan (Stroke Hemoragi)
Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.
Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu:
Faktor risiko utama
a. Hipertensi
b. Diabetes Melitus
c. Penyakit Jantung
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Faktor resiko tambahan
a. Kadar lemak darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida
b. Kegemukan atau obesitas
c. Merokok
d. Riwayat keluarga dengan stroke
e. Lanjut Usia
f. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia
g. Kadar asam urat darah tinggi
h. Penyakit paru-paru menahun

B. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca khususnya perawat dengan kasus stroke
mengetahui tentang:
Faktor-faktor resiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke
laboratorium yang perlu dilakukan
Cara penatalaksanaan pada stroke.

DAFTAR PUSTAKA

Ancowitz, A. 1993. The Stroke Book. New York : William Morrow and Company, inc.

Hudak Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.

Lumbantobing. 2001. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Pahria, Tuti, dkk. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
EGC.
http://fijaytrangkil.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
stroke.html

Pendahuluan data

Salah satu cermin keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dilihat dari
meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia yaitu 67 tahun untuk wanita dan 63
tahun untuk pria yang mencapai 19 juta jiwa atau 8,5% dari penduduk Indonesia. Dari
jumlah tersebut sebagian besar di antara mereka daya tahan tubuhnya sangat rentan
terhadap berbagai serangan penyakit. Terutama penyakit yang berhubungan dengan faktor
usia seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke dan sebagainya.

Salah satu cermin keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dilihat dari
meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia yaitu 67 tahun untuk wanita dan 63
tahun untuk pria yang mencapai 19 juta jiwa atau 8,5% dari penduduk Indonesia. Dari
jumlah tersebut sebagian besar di antara mereka daya tahan tubuhnya sangat rentan
terhadap berbagai serangan penyakit. Terutama penyakit yang berhubungan dengan faktor
usia seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke dan sebagainya.

Untuk mengantisipasi Hal tersebut, Nusantara Stroke & Medical Center menyelenggarakan
seminar untuk meminimalkan angka kejadian stroke yang dialami para lanjut usia (lansia)
pada tanggal 6 Juli 2004. Menurut Komisaris Utama NSMC Prof Dr Haryono Suyono, Stroke
merupakan suatu penyakit yang menyerang syaraf otak manusia sehingga mereka yang
terkena serangan strokeakan mengalami kelumpuhan sebagian anggota tubuhnya
tergantung susunan syaraf bagian mana yang terserang. Biasanya penyakit ini akan
menyerang orang-orang berusia lanjut, namun tidak tertutup kemungkinan menyerang
meraka yang berusia muda akibat perubahan pola hidup dan gaya hidup.
Meski begitu, untuk menghindarinya stroke perlu dikenali dan dipahami cara
pencegahannya melalui pola hidup sehat seperti makan dengan gizi seimbang, cukup
istirahat dan olah raga, tidak merokok dan sebagainya agar suatu saat nanti para usia
lanjut tidak segera mengalami kepikunan dan masih dapat hidup mandiri bahkan produktif.
Diakuinya, semua orang akan mengalami masa tua dan usia lanjut yang secara alami tidak
dapat dihindarkan. Pada usia tersebut akan terjadi kemunduran sel-sel yang dapat
mempengaruhi fungsi dan kemampuan sistem tubuh termasuk syaraf, jantung dan
pembuluh darah. Berbgai masalah yang dihadapi usia lanjut anatara lain penyakit yang
biasanya betsifat kronis dan memerlukan penanganan speialistik sehingga membutuhkan
waktu relatif lama dan biaya tinggi.
Keterbatasan gerak dan kelincahannya serta usia pensiun yang menyebabkan usia lanjut
cenderung menurun dan kemudian akan mempengaruhi mental serta kehidupan sosialnya.
Karena itu para usia lanjut membutuhkan perhatian khusus dari keluarganya dan
masyarakat. Namun kondisi saat ini menyebabkan para anggota keluarga banyak yang
bekerja maupun mempunyai kegiatan di luar rumah menyebabkan para usia lanjut merasa
tersisihkan.
Sesuai dengan status kesehatan, kondisi ekonomi, sosial budaya, pendidikan maupun
lingkungannya, usia lanjut mempunyai pola hidup yang berbeda satu dengan lainnya.
Karenanya, kebutuhan usia lanjut pun dapat berbeda, termasuk kebutuhan kesehatannya.
Mengingat hal itu, perlu dilakukan pengkajian kebutuhan kesehatan usia lanjut.
Haryono, berharap di masa mendatang dapat dikembangkan berbagai kegiatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia melalui berbagai
pelatihan bagi keluarga, pengasuh usia lanjut, petugas panti wreda, serta penyediaan buku-
buku, leaflet, booklet atau poster tentang upaya kesehatan lanjut usia.
Bukan hanya itu Yastroki sebagai suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli
terhadap stroke dan usia lanjut, dapat mengembangkan ataupun memfasilitasi
pembentukan kelompok usia lanjut binaan sebagai suatu wadah kegiatannya sebagai model
kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas hidup usia lanjut.
Di dalam kelompok ini, usia lanjut dapat saling berdiskusi tentang pengalaman
kesehatannya, saling bertukar pikiran, senam bersama, berdansa/berjoget atau melakukan
kegiatan apa saja yang dibutuhkan. Dengan demikian mereka tidak merasa kesepian dan
akan mendapatkan banyak pengetahuan tentang kesehatan dismping menerima pelayanan
kesehatan secara sederhana yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di puskesmas, sehingga
apa yang kita cita-citakan, yaitu terbentuknya klub stroke berbasis masyarakat bisa
terwujud.
Para usia lanjut yang terpaksa harus tinggal di rumah karena lemah atau pasca perawatan
dan membutuhkan perawatan kesehatan dapat dibantu dengan ?Perawatan Kesehatan Usia
Lanjut di rumah? yang biasa dikenal dengan Home Care melalui pemberdayaan keluarga
dan masyarakat. RIS

http://www.yastroki.or.id/read.php?id=124

KAPANLAGI.COM] - Pihak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia memprediksi akan
terjadi lonjakan (boom) jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di negara Indonesia menyusul kian membaiknya
tingkat kesejahteraan yang diiringi kian membaiknya pula tingkat derajat kesehatan masyarakat.

“Menjadi lansia bukanlah pilihan, tetapi melihat tingkat kesehatan dan kesejahteraan belakangan ini maka lansia
merupakan sebuah kehidupan,” kata Deputi Bidang Perlindungan Perempuan, Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan RI, Drs. Subagio di Banjarmasin, Kamis (18/9/2008).

Ia berada di Banjarmasin untuk menghadiri acara sosialisasi perlindungan perempuan lansia dan penyandang cacat
tingkat Kota Banjarmasin. Subagio menjelaskan penduduk yang disebut lansia adalah yang berusia di atas dari
60 tahun.

Menurutnya, komposisi penduduk Indonesia belakangan ini kian terbalik, angka kelahiran sudah tidak terlalu
meningkat lagi, tetapi jumlah angka harapan hidup yang terus meningkat, yang pada gilirannya akan menimbulkan
jumlah penduduk lansia terus membengkak secara drastis.

Pada tahun 1971 lalu penduduk Indonesia yang dikategorikan lansia masih sekitar 4,5%, atau 5,3 juta orang,
sementara penduduk kategori usia di bawah lima tahun (balita) sebesar 16,1%.

Namun pada tahun 2000 jumlah lansia Indonesia sudah mencapai tiga kali lipat yakni menjadi 14,4 juta orang.

Pada tahun 2005 kondisi komposisi penduduk Indonesia telah berubah yang menjadikan penduduk lansia mencapai
7% dan balita 8,2%.

Sedangkan ramalan pihak badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020
mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan
jumlah penduduk lansia terbesar di dunia.

Melihat tingkat kesehatan dan kesejahteraan kian membaik maka angka harapan hidup penduduk Indonesia juga
kian meningkat pula, khususnya perempuan di mana usia perempuan akan lebih panjang.

Usia lanjut khususnya perempuan bukan berarti tidak meninggalkan masalah di tengah masyarakat, makanya perlu
antisipasi dan penanganan dalam menghadapi boom lansia tersebut.

Menurut Subagio terdapat dua model penanganan lansia, ada lansia yang memang tidak produktif ditangani secara
khusus, tetapi ada pula lansia walau udah tua tetapi masih produktif. Mereka yang masih produktif khususnya
perempuan bisa diarahkan ke dalam kegiatan ekonomi produktif. [kpl/rif/foto

22/5/2009 (Kominfo-Newsroom) � Jumlah orang lanjut usia (lansia) di Indonesia saat ini sekitar 16,5 juta jiwa dari
seluruh jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta jiwa.

�Jumlah lansia saat ini sekitar 16,5 juta, termasuk di dalamnya lansia yang masih potensial, dan jumlahnya dari
tahun ke tahun terus meningkat,� kata Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Yanrehsos), Depsos, Makmur
Sunusi pada konperensi pers dalam rangka Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) Tahun 2009 di Jakarta, Jumat (22/5).

Menurutnya, tahun 1980 jumlah lansia masih 7 juta jiwa, kemudian tahun 1990 naik menjadi
12 juta orang, sedangkan tahun 2000 naik menjadi 14 juta jiwa. Tahun 2010, katanya, diperkirakan jumlah lansia
mencapai 23 juta jiwa, dan tahun 2020 menjadi 28 juta orang lebih.

Dikemukakan, sebenarnya, semua lansia yang jumlahnya saat ini sekitar 16,5 juta orang, mendapatkan pelayanan
yang sama, baik yang potensial maupun yang tidak potensial. Namun karena terbatasnya anggaran, maka
diprioritaskan bagi lansia yang non-potensial atau terlantar.

Ia mengatakan, jumlah lansia yang terlayani kurang lebih lima persen dari jumlah lansia terlantar yang menurut data
Pusdatin Kesos tahun 2008 sebanyak 1,6 juta orang.

Pelayanan tersebut dilakukan melalui pusat-pusat pelayanan sosial, panti jompo, dan lain-lain. Namun

panti sosial-panti sosial yang jumlahnya sebanyak 243

unit, baru bisa menampung sekitar 80 ribuan lansia.

Karena itu, katanya, Depsos akan mencoba mencari solusi, di antaranya dengan melakukan pendekatan komunitas
dan keluarga.

Sementara

itu Sekjen Komnas Lansia, Toni Hartono dalam kesempatan sama mengatakan, kontribusi Komnas Lansia

dalam HLUN antara lain

dalam acara Temu Nasional Bina Keluarga Lansia (BKL) yang diselenggarakan BKKBN diminta menjadi pembicara
utama yang disampaikan Ketua Komnas Lansia, Inten Suweno.

Selain itu juga merencanakan untuk mensosialisasikan konsep Menua Secara Aktif, artinya jangan menunggu kapan
masuk panti jompo.

“Dengan konsep Menua Secara Aktif, maka seseorang walaupun telah pensiun tetap diusahakan supaya terus aktif,
baik di tengah masyarakat maupun dalam proses pembangunan,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa pada peringatan HLUN tahun 2009 ini, Depsos akan melaksanakan launching Jaminan Sosial
Lanjut Usia (JSLU) Tahun 2009 oleh Menteri Sosial di Puspitek, Tangerang.

http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/jumlah-lansia-di-indonesia-165-
juta-orang/

BEBERAPA wilayah di Indonesia akan mengalami ledakan penduduk lansia (lanjut usia) pada 2010
hingga 2020. Jumlah lansia diperkirakan naik mencapai 11,34% dari jumlah penduduk di Indonesia.

"Harus ada upaya antisipasi karena lansia merupakan kelompok umur yang kurang berdaya sehingga
menjadi beban masyarakat, keluarga, dan pemerintah. Untuk masalah ini, kita punya dua kota
perconto; han, yaitu di Tulungagung, Jawa Timur, dan Binjai, Sumatra Utara," kata Asisten Deputi
Urusan Perempuan, Lansia dan Penyandang Cacat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Lies
Rostianty, dalam acara sosialisasi kebijakan penanganan lansia di Yogyakarta, Sabtu (19/12).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2007, jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96
juta orang.Dari jumlah tersebut, 14% di antaranya berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
atau yang merupakan daerah paling tinggi jumlah lansianya. Disusul Provinsi Jawa Tengah (11,16%),
Jawa Timur (11,14%), dan Bali (11,02%).Lies kembali mengatakan, untuk kota percontohan,
antisipasi ledakan lansia di Binjai dilakukan dengan model pendekatan senior center.
Model itu diterapkan dengan mengumpulkan para lansia dan mereka melakukan kegiatan secara
terarah mulai dari kegiatan kesehatan, keterampilan, rohani hingga rekreasi.Sementara itu,
percontohan di Tulunggagung dilakukan dengan pendekatan homecare, yaitu pendekatan penanganan
dengan melibatkan peranan keluarga dan masyarakat.Tinggi harapan hidup Sementara itu. Ketua
Pokja Peningkatan, Pemeliharaan Intelegensi Lansia, Pemerintah Kota Yogyakarta Tri Kirana
mengatakan tingginya angka lansia di DIY disebabkan karena angka harapan hidupnya juga tinggi.

Data di Kota Yogyakarta, misalnya, harapan hidupnya mencapai usia 77 tahun (perempuan) dan 75
tahun (laki-laki). Tingginya harapan hidup itu karena secara geografis, luas Kota Yogyakarta kecil
sehingga akses terhadap fasilitas kesehatan mudah dijangkau."Untuk memberdayakan dan
pendampingan terhadap lansia yang ada, kita memiliki 598 kelompok lansia yang secara rutin kita
bina,"

http://bataviase.co.id/detailberita-10423665.html

Anda mungkin juga menyukai