Anda di halaman 1dari 12

Ê Ê

   


 Ê  

Kematian merupakan salah satu siklus hidup yang pasti dilalui oleh setiap orang.
Manakala kematian terjadi, maka peristiwa tersebut akan memberikan dampak pada keluarga
dan masyarakat sekitarnya. Pada orang yang meninggal, kematian berarti hilangnya berbagai
hak dan kewajiban sosial serta hukum yang tadinya dimiliki oleh yang bersangkutan.
Terhadap keluarga yang ditinggalkan, kematian akan menyebabkan terjadinya perubahan
status sosial dan hukum dalam kaitannya dengan almarhum(ah), seperti timbulnya warisan,
adanya klaim asuransi, timbulnya hak untuk kawin lagi dsb.
Secara medis penyebab kematian dapat terjadi akibat penyakit, tua, kekerasan
(rudapaksa) atau keracunan. Dilihat dari caranya, kematian dapat di bagi menjadi kematian
wajar dan kematian tidak wajar. Kematian wajar adalah kematian yang terjadi akibat ketuaan
atau penyakit. Kematian tidak wajar adalah kematian yang terjadi akibat suatu peristiwa
pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan.
Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya serangkaian
pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya jenazah tersebut dikubur
atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan tersebut adalah pemeriksaan jenazah,
penerbitan surat keterangan kematian (formulir A), autopsi dan pembuatan visum et repertum,
serta pengawetan janazah
Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru
dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya
dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar
kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu
dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini
diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari
jenazah ke lingkungan.
‘

c
‘

 Ê      

Pada penulisan makalah ini akan dibahas mengenai formalin, aspek medikolegal dan
penggunaannya dalam pengawetan jenazah.

   

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengenai formalin, aspek medikolegal dan
penggunaannya dalam pengawetan jenazah.

     

Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan


informasi mengenai kegunaan fosfatase asam untuk pembuktian kasus perkosaan.

 !"  

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literature.

G
Ê Ê

#  $ % 

 
 &'( 

Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida


berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan
Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867.

Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon.


Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam
atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap
metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali
juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia.



 $ 

Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut
dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin' atau
'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam
bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk
membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar
antara 10%-40%.

Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida,


senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa
dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa
mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida
bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol.

^
Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier
polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat
gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin.

Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu
larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara.


  !"

Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis yang
paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta
vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi
metanol dan oksigen terjadi pada 250 °C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan
persamaan kimia

2 CH3OH + O2 ĺ 2 H2CO + 2 H2O.

Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur yang lebih tinggi,
kira-kira 650 °C. dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang menghasilkan
formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi

CH3OH ĺ H2CO + H2.

Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang sering ada
dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm.

Di dalam skala yang lebih kecil, formalin bisa juga dihasilkan dari konversi etanol,
yang secara komersial tidak menguntungkan.


  % 

Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga


sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,

u
Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih;
lantai, kapal, gudang dan pakaian.

Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis,
larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan
dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk mematikan bakteri serta untuk
sementara mengawetkan bangkai.

Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan rupa-
rupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina, formaldehida
menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya
yang dipakai untuk kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam bentuk busa-nya sebagai
insulasi. Lebih dari 50% produksi formaldehida dihabiskan untuk produksi resin
formaldehida.

Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk produksi alkohol


polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak. Turunan
formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan
busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin fenol-formaldehida
untuk membuat RDX (bahan peledak).

Sebagai formalin, larutan senyawa kimia ini sering digunakan sebagai insektisida serta bahan
baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak.


     !) 

À‘ Pengawet mayat
À‘ Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
À‘ Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca
À‘ Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.
À‘ Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
À‘ Bahan untuk pembuatan produk parfum.
À‘ Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.

Œ
À‘ Pencegah korosi untuk sumur minyak
À‘ Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga,
cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan
pembersih karpet.


    " * " 

Karena resin formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks,
karpet, dan busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-
pelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan.
Apabila kadar di udara lebih dari 0,1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa menyebabkan
iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing,
teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan.

Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa


menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format
yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia,
juga koma, atau sampai kepada kematiannya.

Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein,


sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang menghisap
formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya, sama juga
dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel. Tapi, ada studi yang
menunjukkan apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan
dalam bangunan, tidak menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang
terpapar zat tersebut.


  ) Ê&!) * *  
À‘ Kulit : Iritatif, kulit kemerahan, kulit seperti terbakar, alergi kulit
À‘ Mata : Iritatif, mata merah dan berair, kebutaan
À‘ Hidung : Mimisan
À‘ Saluran Pernapasan : Sesak napas, suara serak, batuk kronis, sakit tenggorokan

D
À‘ Saluran Pencernaan : Iritasi lambung, mual muntah, mules
À‘ Hati : Kerusakan hati
À‘ Paru : Radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis)
À‘ Saraf : Sakit kepala, lemas, susah tidur, sensitif, sukar konsentrasi,
mudah lupa
À‘ injal : Kerusakan ginjal
À‘ Organ Reproduksi : Kerusakan testis, ovarium, gangguan menstruasi, infertilitas
sekunder.


+   !!  ) *   " ,   

Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami korban.
Sebelum ke rumah sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan melakukan
rangsangan agar korban muntah, karena akan menimbulkan risiko trauma korosif pada saluran
cerna atas. Di rumah sakit biasanya tim medis akan melakukan bilas lambung (gastric lavage),
memberikan arang aktif (walaupun pemberian arang aktif akan mengganggu penglihatan pada
saat endoskopi). Endoskopi adalah tindakan untuk mendiagnosis terjadinya trauma esofagus
dan saluran cerna. Untuk meningkatkan eliminasi formalin dari tubuh dapat dilakukan
hemodialisis (cuci darah). Tindakan ini diperlukan bila korban menunjukkan tanda-tanda
asidosis metabolik berat.

   - . # / 

Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru


dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya
dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar
kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu
dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini
diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari
jenazah ke lingkungan.

[
Pada prinsipnya pengawetan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan
pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga
penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan
jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar
pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau autopsi selesai
dilakukan.

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:

1.‘ Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting karena
di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk,
mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan
sekitarnya.
2.‘ Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu
tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak
berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan.
Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah
adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut
telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.
3.‘ Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat penyakit
menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah,
keluarga serta orang-orang di sekitarnya. Pada kasus semacam ini, walaupun
penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan
pengawetan jenazah untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit ke sekitarnya.
4.‘ Untuk mempertahankan bentuk dan penampilan: Anggota keluarga yang berduka
biasanya menginginkan almarhum diawetkan sedemikian rupa sehingga
penampilannya dipertahankan semirip mungkin dengan keadaannya sewaktu hidup.
Sayangnya pengawetan jenazah yang ada di Indonesia saat ini pada umumnya masih
kurang memperhatikan aspek kosmetik ini sehingga hasil pengawetannya masih jauh
dari sempurna. Keluhan yang biasa muncul pada pengawetan jenazah cara
konvensional dengan formalin adalah muka yang hitam, kulit yang kaku, obat yang
perih dan meleleh dari mulut dan hidung. Dengan pengembangan metode dan bahan


kimia baru, pada saat ini telah berhasil dibuat pengawetan jenazah yang tidak
mengubah warna kulit, tekstur tidak keras, tidak meleleh dan tidak perih, malahan
dilengkapi dengan bau wangi yang dapat dipilih jenisnya.

 
  0  1  

 Adapun tata cara untuk pengawetan jenazah, antara lain :

1.‘ Dalam mengawetkan jenazah, harus ditanamkan untuk menghormati setiap tubuh
jenazah yang akan diawetkan.
2.‘ Cuci jenazah atau mandikan jenazah dengan larutan desinfektan.
3.‘ Baringkan jenazah dalam posisi supine.
4.‘ Buka pakaian dan semua perhiasan yang dipakai jenazah.
5.‘ Hilangkan kaku mayat. Apabila ada kaku mayat, hal tersebut harus dilawan untuk
mengurangi ketegangan otot. Otot yang tegang maka akan meningkatkan tekanan
ekstravaskular sehingga akan terjadi pengalihan cairan pengawet dari dalam pembuluh
darah ke tempat yang tidak semestinya.
6.‘ Atur lah posisi penampilan mayat, tutup mata dan mulut jenazah.
7.‘ Buatlah campuran cairan pengawet. Biasanya dibutuhkan 3 liter cairan untuk
mengawetkan mayat. Factor yang berpengaruh terhadap kebutuhan ini antara lain :
ukuran tubuh, adanya edema dan tahap pembusukan mayat sudah sampai dimana.
Biasanya 16 ons cairan dengan 1,5 galon air merupakan cairan pengawet terbaik, ini
akan menghasilkan larutan formalin sebesars 2-3%.
8.‘ Pilih tempat suntikan. Tempat terbaik untuk menyuntikkan cairan pengawet adalah
pada vena femoralis, hal ini karena pada lokasi tersebut menyebabkan tekanan yang
diterima pada kepala sama pada kedua sisinya. Pada orang tua sering mengalami
sklerosing, maka tempat suntikan dilakukan pada pembuluh karotis karena lebih dekan
dengan pusat sirkulasi.
9.‘ Tempat pengaliran cairan pengawet paling baik yaitu pada vena jugularis interna,
Karena lebih dekan dengan atrium kanan jantung yang merupakan pusat pertemuan
vena seluruh tubuh.

-
10.‘Masukkan kanul kedalam pembuluh darah kemudian dijepit dengan ligature atau ika
tidak ada ligature bias diikat pada kedua sisi pembuluh darah pada kanul.
11.‘Hidupkan mesin pompa dengan tekanan 2-3 pon per inci persegi. Selama pengaliran
ini pastikan aliran cairan tedistribusi seluruhnya. Lakukan pemijatan pada daerah yang
kaku untuk melancarkan drainase.
12.‘setelah drainase tersebut akan mucul tanda-tanda pada mayat seperti perut semakin
keras, keluarnya cairan dari saluran pencernaan dan mata menjadi merah serta tekanan
ocular yang tinggi, juga terjadi perubahan warna pada tubuh mayat. Jika terdapat
tanda-tanda tersebut, maka proses drainase dapat dihentikan dan kanul dicabut secara
hati ± hati dan di ikat untuk mencegah keluarnya cairan pengawet tersebut.
13.‘Bekas luka pada tempat penyuntikan dibersihkan dan dijahit kembali.

    "!  0 # 1  

Di Inggris pengawetan jenazah dilakukan oleh orang yang mempunyai sertifikat


sebagai embalmer setelah yang bersangkutan mengikuti pendidikan selama 3 tahun. Kasus
yang diawetkan adalah kasus kematian wajar dan kasus kematian tidak wajar setelah
dilakukan autopsi oleh dokter forensik. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi
pendidikan yang khusus mendidik seorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S1
kedokteran tidak ada pelajaran mengenai pengawetan jenazah, sehingga dokter pada
umumnya tidak menguasai tehnik melakukan pengawetan jenazah. Dalam pendidikan S2,
spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan
pelajaran mengenai pengawetan jenazah dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam
konteks hukum di Indonesia, maka pengawetan jenazah sebaiknya dilakukan oleh orang yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik. Adapun
alasannya adalah sbb:

1.‘ Karena Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang
bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar, maka tugas memilah
kasus seringkali justru ada pada embalmer yang menjadi orang pertama yang
*memeriksa jenazah.

c
2.‘ Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak melakukan
pengawetan pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan autopsi, dapat
menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak
pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana
penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini
dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak Rumah Duka pun dapat saja ikut
dilibatkan sebagai turut tergugat.
3.‘ Kewenangan dan keahlian untuk melakukan pengawetan jenazah ada pada
dokter spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya.

Sertifikat pengawetan jenazah yang dibuat oleh dokter spesialis forensik diterima di
seluruh dunia. Pada prinsipnya sertifikat adalah tanda pengakuan bahwa seseorang adalah ahli
dan berwenang dan telah melakukan pengawetan jenazah sesuai standar international dan
berani menjamin bahwa pengawetannya bagus dan ia siap untuk mempertanggungjawabkan
hasil pekerjaannya. Atas dasar itu tentu dapat dimengerti mengapa beberapa embalmer yang
sebenarnya tidak punya keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengawetan berani
melakukan pengawetan tetapi tidak berani memberikan sertifikat. Dalam hal telah dilakukan
pengawetan tanpa sertifikat dan hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak Rumah
Duka sebagai pihak yang memfasilitasi pengawetan tersebut dapat turut digugat secara perdata
berdasarkan pasal 1365 KUHPer.

cc
 & ($ % 

1.‘ Formaldehida diakses dari www.wikipedia.com/formaldehida.


2.‘ Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah kedokteran
Indonesia (in press, Agustus 2002) diakses dari
http://tatacaraembalming.blogspot.com/
3.‘ James H. Bedino, Embalming Chemistry: lutaraldehyde Versus Formaldehyde.
Expanding Encyclopedia In Mortuary Practice. 2003
4.‘ Embalming diakses dari www.wikipedia.com/embalming.
5.‘ Formaldehyde diakses dari www.nicnas.gov.au
6.‘ Mao Chengchen, Susan Woskie Susan. Formaldehyde Use Reduction in Mortuaries.
University of Massachusetts Lowell. 1994.

cG

Anda mungkin juga menyukai