Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH TOKSIKOLOGI

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KERJA

KARBON TETRAKLORIDA

DISUSUN OLEH:

DIAN MILASARI

0906575911

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA, MARET 2010

1
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karbon tetraklorida merupakan pelarut yang sebelumnya banyak digunakan sebagai cairan
pembersih, cairan refrigerant, dan pestisida. Walaupun dewasa ini penggunaannya sudah banyak
dibatasi, namun masih ada kemungkinan dilepasnya senyawa ini ke lingkungan terutama melalui
proses industri ataupun botol-botol bekas cairan pembersih yang masih mengandung karbon
tetraklorida yang masih terdapat di rumah.

Degradasi dari karbon tetraklorida di lingkungan terjadi sangat lamban, yang kemudian
berkontribusi terhadap akumulasi dari senyawa kimia baik diatmosfer maupun di air tanah. Senyawa
ini terdispersi luas dan menetap dalam lingkungan; karbon tetraklorida dapat menetap dalam air
tanah selama beberapa tahun sebelum berubah menjadi senyawa kimia lain. Sejumlah kecil dari
senyawa ini dapat ditemukan dalam air permukaan, namun karena karbon tetraklorida mudah
menguap, maka senyawa ini akan cepat berpindah ke udara bebas dalam hitungan hari atau minggu.

Diketahui secara umum bahwa konsentrasi karbon tetraklorida di udara di hampir seluruh
belahan dunia adalah sebesar 0.1 ppb, dengan kadar yang lebih tinggi (0.2-0.6 ppb) biasanya
ditemukan di perkotaan. Karbon tetraklorida juga dapat ditemukan di beberapa persediaan air
minum dengan kadar kurang dari 0.5 ppb.

Orang yang bekerja dengan karbon tetraklorida tentunya menerima pajanan yang lebih
besar. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memprediksi bahwa di Amerika
terdapat 58.208 pekerja yang potensial terpajan oleh karbon tetraklorida.

B. Tujuan

Untuk mengetahui toksikokinetik dan toksikodinamik dari karbon tetraklorida sehingga bisa
dilakukan tata laksana dan biomonitoring yang tepat.

2
II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum

Karbon tetraklorida (CCl4) atau adalah suatu cairan yang tak berwarna, mudah menguap dan memiliki
bau yang “manis”; dimana kebanyakan orang baru dapat mencium bau tersebut jika kadarnya
mencapai 10ppm. Zat ini mendidih pada suhu 76,8 oC tetapi tidak mudah terbakar. 1,2
Molekul karbon tetraklorida terdiri dari empat atom klorin yang tersusun secara simetris
pada konfigurasi tetrahedral dan berikatan melalui ikatan kovalen tunggal dengan satu atom karbon
sebagai intinya. Karena struktur bangunnya yang simetris (lihat gambar 1), maka CCl 4 bersifat non-
polar. Sehingga sebagai larutan, senyawa ini dapat melarutkan senyawa non-polar lainnya seperti
lemak dan minyak. 3

Tabel 1. Identitas Kimia senyawa karbon tetraklorida 2

Senyawa ini dapat diproduksi melalui dua cara, yaitu:

a.reaksi klorinasi karbon disulfida pada suhu 105-130 °C, dengan persamaan reaksi:

CS2 + 3Cl2 → CCl4 + S2Cl2

3
b. sebagai produk samping dalam produksi diklorometana dan kloroform melalui reaksi:

CH4 + 4Cl2 → CCl4 + 4HCl

B. Penggunaan

Senyawa ini banyak digunakan dalam sintesis bahan kimia organik lainnya yaitu chlorofluorocarbon,
seperti dichlorodifluoromethane (F-12) dan trichlorofluoromethane (F-l l), yang penggunaan
utamanya sebagai “refrigerants”. Dalam campuran fumigant, bahan ini digunakan sebagai insektisida
dan untuk menekan sifat mudah terbakar dari fumigant lain. 1,2
Karbon tetraklorida juga digunakan sebagai cairan pembersih (dalam industry dry-cleaning,
serta sebagai cairan pembersih rumah tangga), gas pemadam kebakaran, dan kaleng aerosol. Namun
dewasa ini penggunaannya untuk keperluan rumah tangga sudah mulai banyak ditinggalkan karena
alasan kesehatan dan pencemaran lingkungan (perusakan lapisan ozon), dan saat ini hanya
digunakan dalam industri. 1,2,4

C. Toksikokinetik

Absorpsi

1
Karbon tetraklorida dapat diabsorpsi melalui semua rute, terutama melalui paru-paru sebagai uap.
Namun senyawa ini juga dapat bersifat sebagai irritan jika terkena kulit dan membran mukosa, serta
sebagai zat iritan lambung yang poten jika tertelan. Absorpsi secara sistemik dapat menyebabkan
aritmia ventrikuler.1,4

Berdasarkan perbedaan konsentrasi CCl4 di udara inhalasi dan ekshalasi, pada manusia,
absorpsi melalui paru-paru diestimasi sebanyak 60% (Lehmann dan Schmidt-Kehl 1936). Konsentrasi
CCl4 pada darah akan meningkat secara bertahap, namun baru akan mencapai ‘steady-state’ pada
344 menit setelah pajanan.2

Walaupun belum terdapat penelitian tentang absorpsi CCl 4 secara oral pada manusia, namun
sudah banyak ditemukan kasus keracunan akibat ingesti senyawa ini pada manusia. Beberapa studi
pada binatang menemukan bahwa secara umum, sebanyak 80-85% dari dosis oral akan ditemukan
pada udara ekspirasi, yang mengindikasikan adanyan absorpsi gastrointestinal paling tidak sebanyak
85% (Marchand et-al. 1970). Kadar dalam darah akan mencapai puncak pada 3-6 menit setelah
pajanan (Kim et al. 1990a). Yang menarik adalah bahwa absorpsi oral dengan menggunakan air atau
‘kendaraan’ yang bersifat aquafilik lainnya akan terjadi dengan cepat dan luas, sedangkan senyawa

4
CCl4 yang di berikan dengan menggunakan minyak jagung akan diabsorpsi lambat dan setempat
(Gillespie et al. 1990; Kim et al. 1990a). 2

Distribusi
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai distribusi senyawa karbon tetraklorida pasca pajanan
via inhalasi, oral maupun lewat kulit pada manusia. Penelitian pada monyet (McCollister et al. 1951)
dan tikus (Dambrauskas dan Cornish 1970; Paustenbach et al. 1986a, 1986b) menunjukkan bahwa
pasca pajanan inhalasi, konsentrasi CCl 4 terbanyak ditemukan pada lemak, dan di organ maupun
jaringan yang mengandung lemak, seperti sum-sum tulang, hati, otak, dan ginjal. 2
Lebih lanjut, penelitian pada tikus jantan yang diberikan dosis oral CCl 4 menunjukkan bahwa
konsentrasi senyawa tersebut pada darah, otot lurik, otak, dan hati mencapai puncak setelah 2 jam
pasca pemberian, dimana konsentrasi CCl 4 di hati dan otak secara signifikan lebih tinggi jika
dibandingkan yang terdapat pada otot dan darah. Sedangkan kadar pada lemak baru mencapai
puncaknya 5,5 jam pasca pajanan, dimana pada saat itu kadar CCl 4 mencapai 50 kali lipat dari kadar
puncak dalam darah. (Marchand et al. 1970). 2 Satu minggu pasca pajanan dengan C-karbon
14

tetraklorida, ditemukan konsentrasi dari radiolabel (yang diekspresikan sebagai mm01 karbon
jaringan) sebesar 1.5 di plasma, 5-6.5 di otot, 8 di hati, 10 di ginjal dan diafragma, serta 13 di jaringan
lemak (Weber et al.1992).2
Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa senyawa ini sebagian besar terdistribusi pada
jaringan yang mengandung lemak.

Metabolisme

Hampir setengah dari karbon tetraklorida yang diabsropsi tidak dimetabolisme oleh tubuh (tetap
sebagai struktur awalnya). Sisanya dimetabolisme dalam endoplasmik retikulum hati oleh sitokrom
P450 2E1 (CYP2E1)membentuk suatu radikal bebas triklorometil (-CCl 3). Triklorometil dengan oksigen
secara cepat akan membentuk radikal triklorometilperoxi yang dapat berikatan dengan lipid
membran endoplasmik reticulum dan menyebabkan peroksidasi lipid. 1,2,5,6 Selanjutnya peroksidasi
lipid akan merusak struktur membran sel dan menyebabkan sel kehilangan organel dan fungsinya,
dan akhirnya menyebabkan kematian sel. 2,5

Radikal bebas trikolrometil juga dapat menyebabkan reaksi anaerobik yang dapat
menghasilkan pembentukan senyawa toksik seperti kloroform, hexachloroethane, dan karbon
monoksida (Fleming dan Hodgson, 1992; ATSDR,1992). Selain terikat kepada makromolekul protein

5
dan lipid, terdapat bukti lain yang menunjukkan bahwa metabolit karbon tetraklorida terikat dengan
DNA.1,2,6

Lebih lanjut, Radikal bebas trikolrometil juga dapat berubah menjadi trichloromethanol, sebuah
prekusor untuk carbonyl chloride (phosgene), yang kemudian akan terhidrolisis membentuk karbon
dioksida (CO2).1,2,6 Skema metabolisme karbon tetraklorida secara umum dapat dilihat pada gambar

Gambar 1. Jalur Metabolisme senyawa karbon tetraklorida 6

Konsumsi alkohol merupakan faktor resiko yang berperan dalam penambahan efek toksikology akibat
pajanan karbon tetraklorida. Hal ini dikarenakan karena alkohol menginduksi CYP2E1, sehingga

6
menyebabkan peningkatan produksi dari metabolit reaktif. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa
pada beberapa orang yang secara tidak sengaja terekspos CCl 4 ditempat kerja, individu yang memiliki
riwayat minum alkohol mendapatkan efek simpang yang lebih serius. 1,2

Ekskresi

Pada manusia dan hewan, sebagian besar dari karbon tetraklorida yang diabsorpsi dieliminasi tanpa
diubah (sejumlah kecil (4%)dieliminasi sebagai CO 2 dan kloroform) melalui difusi pasif terutama lewat
udara ekspirasi.1,2,6,7

Studi dari jumlah ekskresi karbon tetraklorida pada udara ekspirasi pernah dilakukan kepada
pekerja yang terekspos dengan gas CCl 4 untuk beberapa menit (Stewart et al. 1965), dimana
konsentrasi dari karbon tetraklorida tampak menurun secara bifasik, dengan waktu paruh pertama
kurang dari 1 jam, dan waktu paruh kedua pada kurang lebih 40 jam, sehingga pajanan yang
berulang terhadap senyawa ini akan menimbulkan efek toksik yang kronis. 2,6

Sedangkan senyawa karbon tetraklorida yang menetap dalam tubuh dan membentuk ikatan
dengan protein dan makromolekul lainnya. Senyawa ini nantinya akan diekskresi lewat urine dan
feses, terutama dalam bentuk metabolit nonvolatile dengan waktu paruh kurang lebih 24 jam. 1,2,5,6,7

7
Gambar 2. Model farmacokinetik dari senyawa karbon tetraklorida yang terinhalasi dalam tubuh 2

D. Toksikodinamik

Menurut ACGIH, time weight average (TWA) untuk karbon tetrakorida adalah 5 ppm. Sedangkan
short term exposure limit (STEL) dari senyawa ini adalah 10 ppm.8

Target Organ

1. Hati

Hati merupakan target organ utama dari senyawa karbon tetraklorida. Pada pekerja dengan pajanan
intermediate-chronic senyawa ini sebanyak 1.1-12ppm ditemukan peningkatan kadar enzim alanine
aminotransferae (ALT), aspartate aminotransferase (AST), alkaline phosphatase, dan gamma glutamyl
transferase tanpa menunjukkan tanda-tanda maupun gejala klinis. Lebih lanjut, ditemukan terjadinya
proses degenerasi atau necrosis hati pasca pajanan akut karbon tetraklorida secara inhalasi sebanyak

8
250 ppm ataupun pajanan akut secara oral sebanyak > 110mg/kg. Pada manusia, pajanan akut
inhalasi ataupun oral letal dihubungkan dengan nekrosis hati massif dan steatosis. 2,6

2. Ginjal

Efek toksik karbon tertraklorida juga banyak dilaporkan ditemukan pada ginjal manusia, seringkali
dosis pajanannya sama besar dengan dosis yang menyebabkan kerusakan pada hati. Tanda klinis
yang utama pada kasus yang berat adalah oliguria dan anuria, yang menngakibatkan azotemia dan
edema dan berlanjut pada hipertensi dan edema paru. Sel-sel pada tubulus proksimal merupakan sel
yang paling sering terkena efek toksik dari karbon tetraklorida. Hal ini kemungkinan besar karena di
lokasi tersebut banyak terkandung sitokrom P-450 yang berperan dalam metabolism senyawa ini. 2,6

3. Saraf

Efek toksik akut akibat karbon tetraklorida yang tidak mengalami metabolisme yang utama adalah
depresi dari sistem saraf pusat. Pajanan inhalasi ataupun oral yang akut pada manusia dapat
menghasilkan deficit neurologis seperti sakit kepala, pusing, lemah, dan, pada pajanan yang dosisnya
lebih tinggi dapat menyebabkan tremor, pandangan kabur, kejang, dan kehilangan kesadaran.
Keadaan fatal dapat terjadi jika terdapat depresi pusat pernapasan. Terkadang ditemukan pula
degenerasi saraf optic pada manusia. 2,6

Efek Toksik Akut

Ada beberapa laporan tentang efek merugikan (mual, muntah, pusing, rasa kantuk, dan nyeri kepala)
pada pekerja. Paparan terhadap kadar tinggi menimbulkan gejala-gejala depresi sistem saraf pusat
termasuk pusing, vertigo, kehilangan koordinasi dan kekacauan mental. Nyeri abdomen, mual,
muntah dan diare sering terjadi. Terdapat beberapa laporan bahwa efek-efek tersebut ditemukan
pada pekerja yang berulangkali terpapar dengan kadar udara ruang kerja antara 160mg/m 3 dan
200mg/m3 .1

Pada binatang, kerusakan utama akibat intoksikasi adalah pada hati, tetapi pada manusia
sebagian besar fatalitas diakibatkan kerusakan ginjal dengan gagal jantung sekunder. Fatalitas pada
manusia akibat kerusakan ginjal akut telah ditemukan setelah paparan selama 30 menit sampai 1 jam
dengan kadar 6.5-13g/m 3 ; kematian mendadak kadang-kadang disebabkan fibrilasi ventrikel.

9
Kerusakan hati disebabkan nekrosis sel-sel hati dan infiltrasi lemak. Pada kerusakan ginjal, ditemukan
degenerasi lemak dan nekrosis epitel tubulus ginjal. 1

Dalam beberapa hari setelah paparan akut, dapat timbul ikterus dan kerusakan hati dapat
berlanjut menjadi nekrosis toksik. Pada saat yang sama dapat terjadi nefritis akut dan munculnya
albumin, sel darah merah dan putih, serta silinder dalam kemih. Dapat disertai oliguria, anuria, dan
peningkatan retensi nitrogen yang mengakibatkan uremia. 1

Efek Toksik Kronis

Paparan kronik dari senyawa ini dapat menyebabkan berbagai gangguan penglihatan seperti
penyempitan lapangan pandang, dimana efek ini dilaporkan terjadi pada pekerja yang secara
berulang terpapar karbon tetraklorida dengan dosis antara 40mg/m 3 dan 65mg/m3.1

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat efek sinergistik dengan masukan alkohol
yang berlebihan dan paparan terhadap CCl 4. Pada banyak kasus keracunan, khususnya dengan
kerusakan hati dan ginjal yang berat, alkohol merupakan suatu faktor konkomitan. 1,2

Efek Karsinogenik

Belum ada bukti konklusif dari studi epidemiologis bahwa karbon tetraklorida bersifat karsinogenik
pada manusia, namun beberapa studi epidemiologis menunjukkan adanya hubungan sugestif antara
pajanan karbon tetraklorida dengan terjadinya kanker pada manusia. 6 Lebih lanjut, banyak penelitian
pada hewan (tikus dan mencit) menunjukkan bahwa pajanan karbon tetraklorida melalui inhalasi
ataupun oral dari karbon tetraklorida dapat menimbulkan tumor hati. 2 Oleh karena itu, IARC
menggolongkan karbon tetraklorida sebagai karsinogen terhadap binatang dan potensial karsinogen
terhadap manusia (level 2B).1,2,6
Studi yang menunjukkan bahwa karbon tetraklorida dalam tubuh diubah menjadi metabolit
reaktif yang berikatan dengan protein nuclear, lipid dan DNA kemungkinan dapat membantu dalam
pemahaman sifat karsinogenik dari karbon tetraklorida. 2 Terdapat dua macam proses yang
tampaknya berkontribusi dalam sifat karsinogenik dari karbon tetraklorida. Yang pertama adalah
proses genotoksik, yaitu adanya ikatan antara metabolit karbon tetraklorida dengan DNA di hati.
Dosis oral yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan DNA yang merupakan penyebab sekunder

10
terjadinya nekrosis yang ditandai oleh pelepasan nucleus dan enzyme-enzym lysosome dari sel
hepatosit yang berdegenerasi. 2

Proses yang kedua adalah melalui mekanisme non genotoksik yang melibatkan regenerasi
seluler. Nekrosis hati yang ringan akan menstimulasi proses pembelahan sel yang mengakibatkan
peningkatan proliferasi sel yang akan menghasilkan baik replikasi dari kerusakan DNA yang tidak
diperbaiki atau bahkan menginduksi kesalahan tambahan pada proses replikasi, dimana keduanya
dapat memproduksi mutasi yang dapat diturunkan yang bisa menginisiasi sel prekanker. 2

E. Penanganan Kasus

Pada keracunan akut atau kontaminasi kulit dan mata, jauhkan pekerja dari paparan. Lepaskan
pakaian yang terkena dan cucilah daerah kulit yang terkena, dan irigasi mata dengan air selama
kurang lebih 15 menit .1,2

Jika karbon tetraklorida terinhalasi, segera pindahkan pasien ke luar ruangan untuk
mendapatkan udara segar. Jika perlu, dapat dilakukan pemberian oksigen. Pada kasus tertelannya
karbon tetraklorida, perlu diberlakukan toxic emergency dimana terapi perlu dilakukan segera.
Penatalaksanaan meliputi pengosongan lambung, baik dengan gastric lavage (dengan tube
nasogastric ukuran kecil) atau dengan menginduksi reflex muntah, dianjurkan dalam hitungan menit
setelah pajanan (Shih 1998). Namun, untuk menginduksi muntah, pasien harus memiliki gag reflex
dan tidak menunjukkan tanda-tanda kejang, lethargy, atau koma (penurunan lesadaran). Hal ini
untuk menghindari resiko terjadinya pneumonitis akibat aspirasi paru. Terapi suportif harus segera
dilakukan setelah penanganan awal.2

Pada kasus oliguria dan anuria, berilah cairan dan elektrolit. Dialisis perlu dipertimbangkan
pada kasus-kasus berat dimana terdapat keterlibatan ginjal. Terapi simtomatis untuk depresi sistem
saraf pusat atau penyakit hati dapat diberikan sesuai dengan gejala yang ada. 1

F. Biomonitoring

Adanya karbon tetraklorida pada udara ekspirasi merupakan penanda (biomarker) yang paling sering
digunakan untuk biomonitoring eksposure pajanan karbon tetraklorida. Laju ekskresi pada manusia
diketahui bersifat bifasik, dimana waktu paruh eliminasi awal terjadi kurang dari 1 jam, dan fase
kedua pada 30-40 jam pasca paparan. Oleh karena itu, senyawa ini dapat dideteksi pada udara

11
ekspirasi dalam hitungan jam sampai minggu setelah pajanan. Terdapat beberapa tes untuk
mendeteksi dini kerusakan hati dan ginjal pada manusia, walaupun belum ada yang dapat
mendeteksi efek yang secara spesifik ditimbulkan oleh karbon tetraklorida. 2

Namun dewasa ini terdapat penelitian yang mulai menjawab tantangan akan kebutuhan
biomarker non invasif dari efek yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida. Yamaguchi et al. (2002)
mengajukan bahwa konsentrasi regulcacin (protein pengikat Ca 2+ yang hanya ada pada hati) dalam
serum dapat menjadi penanda yang sensitive dari timbulnya hepatitis yang disebabkan oleh pajanan
karbon tetraklorida. Selain itu, produk peroksidasi lipid yang muncul di urin mengikuti pajanan
terhadap karbon tetraklorida juga dapat digunakan untuk monitoring terhadap kerusakan hati (de
Zwart et al. 1998). Penelitian lebih lanjut untuk menemukan penanda (biomarker) lainnya akan
sangat berharga, sebagai contoh: deteksi DNA adducts dengan P-postlabelling atau metode
32

immunologis.2

Mengingat efek kesehatan yang dapat timbul, perlu dilakukan pemeriksaan medis berkala
pada pekerja dengan paparan terhadap karbon tetraklorida, dengan penekanan pada fungsi hati,
ginjal dan kulit.1

12
III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terlepas dari terbatasnya penggunaan karbon tetraklorida dewasa ini, senyawa ini masih
cukup mudah ditemukan di lingkungan sekitar.
2. Karbon tetraklorida dapat diabsorpi tubuh melalui inhalasi, ingesti, dan dalam jumlah yang
lebih kecil, melalui kulit.
3. Karbon tetraklorida didistribusikan paling banyak ke jaringan lemak dan organ lain yang
memiliki kandungan lemak.
4. Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh enzim sitokrom C-450 dan menghasilkan senyawa
radikal bebas –CCl3, kloroform, dan karbon dioksida.
5. Karbon tetraklorida diekskresi dari tubuh sebagian besar dalam bentuk asalnya melalui udara
ekspirasi, sisanya dibuang lewat urin dan feses sebagai metabolit nonvolatile.
6. Paparan terhadap senyawa karbon tetraklorida dapat menimbulkan gangguan kesehatan
dengan target organ utama hati, ginjal dan sistem saraf.
7. IARC menggolongkan karbon tetraklorida sebagai senyawa dengan potensi karsinogenik,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek karsinogen senyawa ini pada manusia.
8. Monitor pajanan karbon tetraklorida dapat dilakukan melalui pengukuran karbon
tetraklorida pada udara ekspirasi, namun biomarker untuk monitor pajanan efek yang
spesifik saat ini masih belum ditemukan.

B. Saran

1. Paparan terhadap karbon tetraklorida hendaknya dijaga serendah mungkin dengan


menerapkan prosedur pengendalian teknis dan pemakaian alat-alat pelindung diri.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai toksikokinetik dan toksikodinamik senyawa ini
pada manusia meliputi biomarker yang spesifik supaya dapat mendeteksi dini serta
menatalaksana gangguan kesehatan yang mungkin timbul lebih awal.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1993. hal 108-11
2. U.S. DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES Public Health Service Agency for Toxic
Substances and Disease Registry.Toxicological Profile for Carbon Tetrachloride. Georgia :2005.
[Diunduh tanggal 20 Maret 2010]. Tersedia di www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp30.pdf
3. Anonim. Kimia Organik. Bab 8. [Diunduh tanggal 20 Maret 2010]. Tersedia di
web.ipd.ac.id/~tpb/tpb/files/materi/kimum/BAB 8 Kimia Organik.pdf
4. Goldfrank LR et al. Toxicologic Emergencies. 7 th ed. New York: McGraw-Hill; 2000. pg 1312-14
5. Panjaitan RGP et al. Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida terhadap Fungsi Hati dan Ginjal
Tikus. Makara Kesehatan. Vol 11. No.1. Juni :2007. 11-16
6. Office of Environmental Health Hazard Assessment California Environmental Protection
Agency. Public Health Goal for Carbon Tetrachloride In Drinking Water. [Diunduh tanggal 23
Maret 2010]. Tersedia di www.oehha.ca.gov/water/phg/pdf/carbtet.pdf
7. Lauwerys RR. Perrine Hoet. Industrial Chemical Exposure, Guidelines for Biological
Monitoring. 3rd ed. New York: Lewis Publishers; 2000. pg 327-28
8. ACGIH. 2008 TLVs and BEIs Based on the Documentation of the Threshold Limit Values for
Chemical Substances and Physical Agents and Biological Exposure Indicies. Cincinnati: ACGIH;
2008. pg 18

14

Anda mungkin juga menyukai