Anda di halaman 1dari 35

BELAJAR PEMBELAJARAN

Bab I

BELAJAR

A. Hakikat Belajar
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan,
dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.
Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia
dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun bagi
masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus akan memberikan kontribusi terhadap
pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting
dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi ( Bell-Gredler, 1986).
Pengertian belajar itu cukup luas dan tidak hanya sebagai kegiatan di bangku sekolah saja.
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam
dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.
Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan bagi si pelaku, baik perubahan pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya si pelaku juga akan
terbantu dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
1. Pengertian Belajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologi belajar memiliki arti “berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah
kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu
merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang
belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti,
dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu (Fudyartanto, 2002).
Sedangkan menurut Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002), belajar (to learn) memiliki arti:
1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study
2) to fix in the mind or memory: memorize;
3) to acquire trough experience;
4) to become in forme of to find out
Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau
menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan
tentang sesuatu.
Dalam hal ini, banyak ahli yang mengemukakan pengertian pelajar. Pertama, Cronbach (1954),
menurut Cronbach, “Learning is shown by change in behavior as result of experience”. Belajar yang
terbaik adalah melalui pengalaman. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Spears
(1955), yang menyatakan bahwa “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves,
to listen, to follow direction”.
Kedua, Morgan dan kawan-kawan (1986), yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.
Belajar merupakan proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku disebabkan adanya
reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi di dalam diri seseorang.
Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetic atau respon secara alamiah, kedewasaan, atau
keadaan organisme yang bersifat temporer, seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan rasa takut, dan
sebagainya. Melainkan perubahan dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari
semuanya (Soekamto & Winataputra, 1997).
Woolfolk (1995) juga menyatakan bahwa “learning occurs when experience causes a relatively
permanent change in an individual’s knowledge or behavior”. Disengaja atau tidak, perubahan yang
terjadi melalui proses belajar ini bisa saja ke arah yang lebih baik atau malah sebaliknya, kearah yang
salah.
Sedangkan para ahli pendidikan memandang bahwa belajar adalah proses perubahan manusia
kearah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

2. Ciri-Ciri Belajar
Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar yaitu :
a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change Behavior). Ini berarti, bahwa hasil
dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak
tahu menjadi tidak tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil
belajar, kita tidak akan dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar;
b. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena
belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku
tersebut tidak akan terpancang seumur hidup;
c. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung,
perubahan perilaku tersebut bersifat potensial;
d. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman;
e. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan
memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.
3. Prinsip-Prinsip Belajar
Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan
beberapa prinsip belajar berikut (Soekamto dan Winataputra, 1997).
a. Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang
harus bertindak aktif.
b. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
c. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang
dilakukan selama proses belajar.
d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar
lebih berarti.
e. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh
atas belajarnya.
B. Proses Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
1. Proses Belajar
Proses belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat saraf individu yang belajar.
Proses belajar terjadi secara abstrak, karena terjadi secara mental dan tidak dapat diamati.
Menurut Gagne (Winkel, 2007), proses belajar, terutama belajar yang terjadi di sekolah, itu
melalui tahap-tahap atau fase-fase : motivasi, konsentrasi, mengolah, menggali 1, menggali 2, prestasi
dan umpan balik. Tahap-tahap atau fase-fase tersebut digambarkan dalam tabel 1.1. (lihat lampiran)
Dalam tabel proses belajar, tahap pertama adalah tahap motivasi. Tahap motivasi, yaitu saat
motivasi dan keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar bangkit.
Tahap Konsentrasi, yaitu saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah ada pada tahap
motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang akan dipelajari.
Tahap Mengolah, siswa menahan informasi yang diterima dari guru dalam ShortTermMemory,
atau tempat penyimpanan ingatan jangka pendek , kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi
makna (meaning) berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing.
Tahap Menyimpan, yaitu siswa menyimpan simbol-simbol hasil olahan yang telah diberi makna
ke dalam Long Term Memory (LTM) atau gudang ingatan jangka panjang. Pada tahap ini hasil belajar
sudah diperoleh, baik baru sebagian, maupun keseluruhan. Perubahan-perubahan pun sudah terjadi, baik
perubahan-perubahan, sikap, maupun keterampilan.
Tahap Menggali (1), yaitu siswa menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM ke STM
untuk dikaitkan dengan informasi baru yang dia terima. Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang
merupakan kelanjutan pelajaran sebelumnya.
Tahap Menggali (2), menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM untuk persiapan fase
prestasi, baik langsung maupun melalui STM. Tahap menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja,
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan atau soal/latihan.
Tahap Prestasi, informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya digunakan untuk
menunjukkan prestasi yang merupakan hasil belajar. Hasil belajar itu, misalnya, berupa keterampilan
mengerjakan sesuatu, kemampuan menjawab soal atau menyelesaikan tugas.
Tahap Umpan Balik, siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat perasaan puas atas prestasi
yang ditunjukkan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar


Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada
tubuh manusia sangat mernpengaruhi hasil belajar, terutama pancaindera. Pancaindera yang berfungsi
dengan baik akan rnempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
Pancaindera yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. 2) Faktor
psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar.
Beberapa faktor psikologis yang utama mernpengaruhi proses belajar adalah: kecerdasan siswa, motivasi,
minat, sikap, dan bakat.
Kecerdasan/int1igensi siswa
Pada umunya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
Otak merupakan organ yang penting dibandingkan oragan lain, karena fungsi otak sendiri sebagai
pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktifitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa karena
itu menentukan kualitas belajar siswa, semakin tinggi tingkat intelligence seorang individu, semakin besar
pula peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain
sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka
pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru
profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Para ahli membagi ringkasan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat
IQ berdasarkan tes Stanford- Binet yang telah direvisi oleh Terman dan Menu sebagai berikut
(Fudyarranro, 2002).

Tingkat Kecerdasan (IQ) Klasifikasi


140 – 169 Amat Superior
120 – 139 Superior
110 – 119 Rata-rata tinggi
90 – 109 Rata-rata
80 – 89 Rata-rata rendah
70 – 79 Batas lemah mental
20 - 69 Lemah mental

Dari tabel tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:
a. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140 - IQ 169;
b. Kelompok kecerdasan superior merentang antara IQ 120 - IQ 139;
c. Kelompok rata-rata tinggi (high average) merentang antara IQ 11O – IQ 119;
d. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90 – IQ 109;
e. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80 - IQ 89;
f. Kelompok batas lemah mental (bordeline defective) berada pada 1Q 70 - 1Q 79;
g. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20 - IQ 69, yang termasuk
dalam kecerdasan tingkat mi antara lain debil, imbisil, idiot.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah
yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar.
Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan
arah perilaku seseorang.
Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsic adalah semua faktor yang berasal dan dalam
diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi
intrinsic relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dan luar (ekstrinsic).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk
belajar antara lain adalah:
a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dan orang-orang penting,
misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dan luar diri individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain
sebagainya.
- Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer
dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti
pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik 1ainnya perlu
membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara
lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan,
baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengekspor apa yang
dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa
menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau
bidang studi.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses be1ajar. Sikap
adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau me respons
dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya. Baik secara positif
maupun negatif (Syah, 2003)
- Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat
(aptitude) di definisikan sebagai kemampuan , potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah. 2003). Berkaitan dengan belajar, Salvin (1994)
mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.
Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi rang
berhubungan dengan bakat yang dimilikinya.
b. Faktor-faktor eksogen/eksternal.
Selain karakteristik siswa atau faktor-factor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat
mempengaruhi proses belajar siswa.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
1) lingkungan sosial
a. Lingkungan sosial sekolah. Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
proses belajar seorang siswa.
b. lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
mempengaruhi belajar siswa.
c. Lingkungan sosial ke1uarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan
keluarga, sifat-sifat orang tua demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya
dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.
2) Lingkungan non sosial. Faktor- faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah:
a. Lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak
terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.
b. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware
seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya.
Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan
lain sebagainya.
c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa.
BAB II
KONSEP BELAJAR MENURUT ISLAM
Islam sebagai agama rabmah Ii al- ‘alamin sangat mewajibkan umatnya untuk selalu belajar. Bahkan,
Allah mengawali menurunkan Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia dengan ayat yang
memerintahkan rasul-Nya, Muhammad Saw, untuk membaca dan membaca (iqra).Iqra merupakan salah
satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dan dalam arti yang luas, manusia dapat mengembangkan
pengetahuan dan memperbaiki kehidupannya.
A. Konsep Belajar menurut Al-Quran dan Hadis
sa1ah satu yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah kemampuannya untuk
belajar.
Karena itu, kemampuan belajar adalah salah satu di antara banyak nikmat yang diberikan Allah
kepada manusia.
1. Belajar dalam Pandangan Al-Quran dan Hadis
Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu
melakukan kegiatan belajar. Kendati tidak ada ajaran agama yang secara detail membahas tentang belajar,
namun setiap ajaran agama, baik secara eksplisit maupun implisit, telah menyinggung bahwa belajar
adalah aktivitas yang dapat memberikan kebaikan kepada manusia.
Aktivitas belajar sangat baik dengan proses pencarian ilmu. Islam sangat menekankan terhadap
pentingnya ilmu, Al- Quran dan Hadis mengajak kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan
kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Di dalam Al-Quran, kata al-ilm dan kata-kata turunannya digunakan lebih dari 780 kali. Beberapa
ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah , menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran
untuk manusia.
Pada ayat pertama dalam surat Al- Alag terdapat kata igra’, yang melalui malaikat Jibri Allah
memerintahkan kepada Muhammad untuk “membaca”.
Menurut Quraish Shihab (1997), igra’ berasal dan akar kata yang berarti menghimpun. Dari
menghimpun inilah lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda sejarah,
diri sendiri, yang tertulis maupun tidak, dengan kata lain, objek perintah igra’ itu mencakup segala
sesuatu yang dapat dijangkau.
Beberapa gadis tentang pentingnya belajar dan menuntut ilmu, antara lain adalah: mencari ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim; Carilah ilmu walaupun di negeri Cina Carilah ilmu sejak dalam buaian hingga
ke liang lahat; Para ulama ini adalah pewaris para Nabi Pada hari kiamat ditimbangkan tinta ulama
dengan darah syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari darah syuhada.
2. Arti Penting Belajar Menurut Al-Quran
Agama Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan, Islam
mewajibkan kepada sedap orang yang beriman untuk belajar.
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan belajar, antara lain, adalah :
a. Bahwa orang yang belajar akan dapat memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan.
b. Allah melarang manusia untuk tidak mengetahui segala sesuatu yang manusia lakukan. Apapun yang
dilakukan, manusia harus mengetahui kenapa mereka melakukannya. Dengan belajar pula manusia
akan memiliki ilmu pengetahuan dan terhindar dari taqlid buta.
c. Dengan ilmu yang dimiliki manusia melalui proses belajar, maka Allah akan memberikan derajat
yang lebih tinggi kepada hambanya.
3. Cara Belajar
Salah satu ciri dari aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya
perubahan tingkah laku masih menurut para ahli pendidikan dan psikologi perubahan prilaku itu
merupakan hasil dan kegiatan belajar yang dicapai dengan cara latihan maupun pengalaman.
Dalam Al-Quran, cara belajar untuk menghasilkan perubahan tingkah laku tersebut dapat
ditempuh dengan dua cara. Pertama, ilmu (atau perubahan) yang diperoleh tanpa usaha manusia (ilmu
laduni). Namun baik ilmu Laduni maupun ilmu kasbi
Dalam Al-Quran, cara belajar yang membutuhkan usaha manusia, sebagaimana dikemukan oleh
Najati (2005), dapat melalui meniru (imitasi), coba-coba (trial and error), atau melalui pemikiran
membuat logis.
Al-Quran mengemukakan sebuah contoh tentang bagaimana manusia belajar dengan cara meniru,
yaitu peristiwa pembunuhan Habil oleh saudara kandungnya Qabil (QS Al-Mâ’idah [5]: 31), Pada saat
Qabil bingung bagaimana mengurus jenazah saudaranya lalu Allah mengirim burung gagak yang
menggali tanah untuk mengubur burung gagak lain yang telah dibunuhnya. Qabil mengamati perilaku
burung gagak tersebut, kemudian ia mengubur dengan mengubur jasad Habil.
Pengalaman praktis dan trial and error Selain melalui cara meniru, manusia belajar dengan
menggunakan pengalaman praktis dan coba-coba (trial and error). Dalam kehidupannya manusia
terkadang menghadapi situasi-situasi baru yang harus dipelajari bagaimana merespon Nya atau
menyekapinya. Terkadang beberapa respons tepat, tetapi kadang respons manusia terhadap yang
dihadapinya bersifat coba-coba atau trial and error.
Berpikir Cara lain yang digunakan oleh manusia untuk belajar adalah berpikir. Pada saat berpikir,
manusia belajar membuat solusi atas segala persoalan, mengungkapkan korelasi antara berbagai objek
dan peristiwa, melahirkan prinsip dan teori, dan menemukan berbagai penemuan baru. Oleh karena itu
para psikolog menyebut berpikir sebagai proses belajar yang paling tinggi.
Di antara ayat-ayat A1-Quran yang memberikan bukti, argumen, dan mendorong manusia untuk
berpikir tentang kebesaran Allah adalah QS Al-Ghsyiah (88): 17-20; Qaf [50]: 6-10; Al- An’am [6] 74-
79; Al-Shâffât [37]: 95; Al-Anbiya’ [21]: 66-67.
Ini seperti yang dikemukakan oleh ahli perkembangan Vygotsky, yang menyatakan bahwa
perkembangan kognitif seseorang akan berkembang apabila dia berinteraksi dengan orang lain.
Selanjutnya, jika manusia macet dan statis dalam berpikir, manusia akan kehilangan
karakteristiknya yang membedakan dirinya dengan hewan (QS Al-Furqan [25]: 44; Al-Nahl [16]: 108;
Al-Baqarah [2]: 2-7; Al-Rum [30]: 59; Al-A’râf [7]: 100-101 Al-An’âm [6]: 25; Muhammad [47]: 24.
4. SaranaBelajar
Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan tidak berpengetahuan namun Allah telah
membekali manusia dengan sarana-sarana baik fisik maupun psikis agar manusia dapat menggunakannya
untuk belajar dan mengembangkan ilmu dan teknologi untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia.
Da1am proses belajar atau mencari ilmu manusia telah diberi sarana fisik berupa indra eksternal,
yaitu mata dan telinga serta sarana psikis berupa daya nalar atau intelektual
a. Sarana fisik
Dalam Al-Quran di antara indra-indra eksternal, hanya mata dan telinga yang sering disebut.
Meskipun demikian, bukan berarti indra eksternal lainnya seperti pencium, peraba. dan perasa tidak
mempunyai fungsi penting dalam kegiatan belajar, karena ada kalanya indra-indra tersebut membantu
manusia untuk lebih mudah memahami, apa yang mereka pelajari.
b. Sarana psikis
1) Akal
Akal dapat diartikan sebagai daya pikir atau potensi inteligensi (Bastaman, 1997). Akal sebagai
sarana psikis belajar, dijelaskan dalam surat Al-Nahl ayat 78 dengan kata af’idah. Menurut Quraish
Shihab (1992), af’idah berarti “Daya Nalar’ yaitu potensi/kemampuan berpikir logis, kata lain “akal”.
Sedangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, af’idah itu berarti akal yang menurut sebagian orang tempatnya
berada dalam jantung (qalb) sedangkan sebagian lainnya menyatakan bahwa af’idah itu terdapat dalam
otak. akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkan pada pemikiran yang logis dan rasional.
2) Qalb
Qalbu mempunyai dua arti. yakni fisik dan metafisik Qalbu dalam arti fisik adalah jantung(heart),
Sedangkan dalam arti metafisik, gaib dinyatakan sebagai karunia Tuhan yang halus (lathifah),
bersifat ruhaniah dan ketuhanan (rabbani)
Dalam kamus Al- Munawwir (1984). arti fisik galbu di samping “jantung” juga “hati”. Dalam pengertian
nonfisik, qalb diartikan sebagai al-’aql (akal), al-dzakirah (ingatan; mental), dan al- quwwah al- aqilah
(daya pikir). Sementara dalam kamus Al-Maurid, qalb nonfiksi diartikan: 1) mind (akal/pikiran
tersembunyi/pikiran rahasia).
Perbedaan antara akal yang ada di otak kepala dengan akal yang tersembunyi di hati ini
menjelaskan dalam istilah tafakkur dan tadzakkur. Akal yang ada di kepala dilukiskan dengan istilah
tafakur, sementara akal di hati dijelaskan dengan tadzakur, yakni berpikir abstrak.
B. Konsep Belajar menurut Tokoh-Tokoh Islam
Banyak. tokoh Islam yang memiliki kepedulian dan pemikirannya. tentang aktivitas belajar, di
antaranya adalah AI-Ghazali dj -Zarnuji.
1 M-Ghazali
a. Konsep ilmu
Al-Ghazali juga dikenal sebagai salah satu tokoh sufi. Karena itu, pemikiran-pemikirannya
cenderung dipengaruhi oleh ilmu tasawuf yang lebih menekankan pada masalah-masalah kerohanian
kesederhanaan, dan menjauhi keduniawian.
Berkaitan dengan ilmu Al-Ghaza1i berpendapat, ilmu yang dipelajari dapat dipandang dari dua
segi, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.
Pertama, sebagai proses, A1-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi tiga. Pertama, ilmu
hissiyah, yaitu ilmu yang didapatkan melalui pengindraan (alat indra). Misalnya, seseorang belajar
melalui alat pendengarannya, penglihatan, dan penciuman.
Dan ketiga, ilmu ladunni, yaitu ilmu yang diperoleh langsung dari Allah tanpa melalui proses
pengindraan atau berpikir (nalar) melainkan melalui hati dalam bentuk ilham (Jalaluddin, 1996).
Kedua. Sebagai obyek Al- Ghazali membagi ilmu menjadi tiga macam. Pertama, ilmu
pengetahuan yang tercela. secara mutlak, baik sedikit maupun banyak, seperti sihir. Kedua ilmu
pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Dan ketiga ilmu pengetahuan yang dalam kadar
tertentu terpuji.
b. Jenis ilmu
Menurut Al- Ghazali, ilmu terdiri dan dua jenis yaitu ilmu kasbi (husbu1i) dan ilmu ladunni
(hudhuri). Ilmu kasbi adalah cara berpikir sistematik dan metodik yang. dilakukan secara konsisten dan
bertahap melalui Proses pengamatan, penelitian, percobaan, dan penemuan.
Sedangkan ilmu ladunni (hudburi) adalah ilmu yang diperoleh oleh orang-orang tertentu dengan
tidak melalui proses perolehan ilmu pada umumnya, akan tetapi melalui proses pencerahan oleh hadirnya
cahaya Ilahi dalam qalb.
c. Pendekatan dalam menuntut ilmu
Menurut Al-Ghazali, dalam proses mencari ilmu dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan yaitu pendekatan ta’lim insani dan ta’lim rabbani. Ta’lim insani adalah belajar dengan
bimbingan manusia.

1) Proses eksternal melalui belajar mengajar (ta’lim)


Menurut Al-Ghazali, dalam proses belajar mengajar sebenarnya terjadi aktivitas ekplorasi
pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-perubahan perilaku.
A1-Ghazali menganalogikan menuntut ilmu dengan menggunakan proses belajar mengajar ini
seperti seorang petani (guru) yang menanam benih (ilmu yang dimiliki oleh guru) di tanah (murid)sampai
ia menjadi pohon (perilaku).
Dalam proses belajar ini, murid akan mengalami proses mengetahui, yaitu proses abstraksi.
Kemudian A1-Ghaza1i membagi tahap-tahap abstraksi pada empat tahap. Pertama, terjadi pada
indra. Ketika indra menangkap sumber objek. ia harus berada pada jarak tertentu dari objek dan dalam
keadaan tertentu. Kedua, terjadi pada al-khayal Kalau pada indra, hubungannya dengan objek harus
berada pada jarak tertentu dan situasi tertentu, sedangkan pada al-khayal keharusan demikian tidak ada.
A1-khayal menangkap objek tanpa melihat, tetapi tangkapannya masih meliputi aksiden-aksiden dan
atribut-atribut tambahan seperti kualitas dan kuantitas (Muhammad Yassir Nasution, 1972).
Agar proses belajar yang sedang dijalani efektif dan mendapatkan hasil yang optimal, ada
beberapa syarat-syarat yang perlu dipenuhi oleh seorang pelajar.
- Mendahulukan kebersihan jiwa dan akhlak yang rendah (Dahlan Tamrin, 1988). Ini berdasarkan
sabda Rasulullah, “Agama didirikan diatas kebersihan.” Kebersihan yang dimaksud disini bukan
kebersihan baju, tetapi hati. Jika orang ingin berhasil dalam belajar, menurut Al-Ghazali, orang
tersebut harus terhindar dari sifat-sifat yang terce1a, seperti riya (QS Al-Maˆun[107]: (4-6;2),
sombong (QS A1-Taubah [9]: 25),ghurur (QS Al-Hadid [57]: 14, terkabur (QS Al-Mu’minum [23] :
35), hasud dan dengki (QS Fushshilar [41]: 34). Al-Ghazali menjelaskan lupa yang dialami oleh orang
yang sedang belajar itu diakibatkan oleh dua hal. Pertama, karena dan asal kejadian dan sudah
menjadi fitrah yang bersangkutan. Al-insan mahal al-khata wa al-nisyan. Karena hati menjadi keras.
Hati yang keras ini disebabkan terlalu berlebih-lebihan dalam masalah duniawi, seperti dalam hal
makan dan minuman.
- Mengurangi kesenangan-kesenangan duniawi agar hati terpusat pada ilmu.
- Sederhana dalam hal makanan karena bila terlalu kenyang dapat mengakibatkan keras hati,
mengganggu ketangkasan dan kecerdikan, dapat menghilangkan hapalan, malas melakukan ibadah,
malas belajar, menimbulkan dan menguatkan syahwat, membantu setan.
- Dampak bcr1ebih-lebihan dalam hal makanan sangatlah berpengaruh dalam proses belajar.
- Bersikap rendah hati dan tidak boleh meremehkan pada orang lain, terutama terhadap guru yang te1ah
mengajarinya.
- Belajar dengan bertahap, yaitu belajar dari yang mudah menuju pelajaran yang sukar, atau dan ilmu
fardhu ain menuju ilmu fardbu kifayah (OS Fath [48]; 9)
- Belajar ilmu sampai tuntas, untuk kemudian beralih kepada ilmu yang lain.
- Mengenal nilai-nilai atas ilmu pengetahuan yang dipelajari Sifat ilmu pengetahuan itu oleh A1-
Ghazali dibagi menjadi dua, ilmu yang terpuji dan ilmu yang terce1a.
- Memprioritaskan ilmu keagamaan sebelum memasuki ilmu duniawi.
- Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat,
membahagiakan, mensejahterakan, dan memberi keselamatan dunia akhirat.
- Bagi seorang murid merasa satu bangunan dengan murid lainnya sehingga merupakan satu bangunan
yang saling menyayangi dan menolong serta kasih sayang.
- Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam
pikiran atau aliran-aliran .
2) Proses internal melalui proses tafakur
Tafakur diartikan dengan membaca realitas dalam berbagi dimensinya wawasan spiritual dan
penguasaan pengetahuan hikmah. Proses tafakur ini dapat dilakukan apabila jiwa dalam keadaan suci.
Dengan membersihkan qalb dan mengosongkan egoisme dan keakuannya ke titik nol maka ia berdiri di
hadapan Tuhan, seperti seorang murid berhadapan dengan seorang guru.
Dengan ketulusan dan kesucian jiwa tersebut, Allah menjadikan dirinya laub (lembaran suci) dan
qalam (pena), lalu Allah lukiskan di dalam lembaran tersebut seluruh ilmu-Nya.
Ilmu adalah sesuatu yang suci, karena ilmu adalah cahaya yang menyinari pada kehidupan ini dan
menghidupi manusia itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang hakiki tidaklah mudah untuk mendapatkannya
harus dengan proses belajar. Dalam proses ini, menurut Al-Ghazali, seseorang harus melakukan tazkiyah
a1-nafs, pembersihan hati dari dosa dan kesalahan.
Ada tiga proses yang dilalui dalam mendapatkan pengetahuan ini. Pertama, mendedikasikan seluruh
disiplin ilmu dan mengambi1 bagian yang paling sempurna dari yang terbanyak. Kedua, melakukan riadat
(lelakon) yang sungguh-sungguh dan pengawasan diri yang benar. Riadat merupakan suatu upaya yang
dilakukan atau diamalkan dalam rangka mensucikan diri (tazkiyah al-nafs), seperti berpuasa, dzikir, dan
amalan-amalan lain.
Ketiga, tafakur. Jika seseorang melakukan riadat dan bertafakur merenungi pengetahuan-
pengetahuan (yang didapatnya), maka dia akan dibukakan gerbang alam gaib
2 Al-Zarnuji
a. Riwayat Hidup Burhanuddin Al-Zarnuji
Nama lengkapnya adalah Burhanuddin Al-Islam Al-Zarnuji. Tanggal kelahirannya belum
diketahui secara pasti. Mengenai tanggal wafatnya, terdapat dua pendapat. Ada yang mengatakan beliau
wafat pada 591 H/1195 M, dan ada pula yang mengatakan beliau wafat pada 840 H / 1243 M (Abudin
Nata, 2000). Hidup beliau semasa dengan Ridha Al-Din Al- Naisaburi, antara tahun 500-600 H. Beliau
berasal dari Zarnuji, suatu daerah yang kini dikenal dengan nama Afghanistan (Muhammad Abul Qadir
Ahmad, 1986).
Al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, dua kota pusat keilmuan dan pengajaran.
Saat itu, masjid-masjid di kedua kota itu dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta’lim, yang diasuh
antara lain oleh Burhanuddin Al-Margiani, Syamsuddin Abd Al- Wajdi Muhammad bin Muhammad bin
Abd, dan Al-Sattar Al-Amidi. Selain itu, Al-Zarnuji juga belajar pada Rukn Al-Din Al-Firginani, seorang
ahli fiqh, sastrawan dan penyair (w. 564 H/ 1196 M), Hammad bin Ibrahirn, seorang ahli ilmu kalam,
sastrawan, dan penyair (w. 564H/1170 dan Rukn Al-Islam Muhammad Abi Bakar yang dikenal dengan
nama Khawahir Zada, seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqh, sastra, dan syair (w.573
H/1177M).
Al—Zarnuji, selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-bidang lain
seperti sastra, fiqh, ilmu kalam, dan sebagainya.
b. Situasi Pendidikan pada Zaman Al-Zarnuji
Dalam sejarah pendidikan Islam, terdapat lima tahap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan.
pertama, pendidikan pada masa Nabi Muhammad Saw. (571-632M). Kedua, pendidikan pada masa
Khulafa Al-Rasyidin (632-661 M). Ketiga, pendidikan pada masa Bin Umayyah di Damsyik (661-
750M). Keempat, pendidikan pada masa Jatuhnya Khalifah di Bagdad_(1250-sekarang).
AI-Zarnuji hidup pada masa keempat dari periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Islam, antara 750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan peradaban
Islam, terutama dalam bidang pendidikan Islam. ditandai oleh tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan,
mulai tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Diantaranya adalah Madrasah Nizhamiyah, yang
didirikan oleh Nizham Al-Mulk 457H/1106M), Madrasah Al- Nuriyah Al-Kubra, didirikan oleh
Nuruddin Mahmud Zanki (563 H/1167M) Madrasah A1-Mustansyirah didirikan oleh khalifah Abbasyiah,
Al- Mustansir Billah di Baghdad (631H-1234M).
c. Konsep Pendidikan Al-Zarnuji
Konsep pendidikan beliau tertuang dalam karya monumentalnya, kitab “Ta’lim al-Muta’allim
Thuruq aI-Ta’allurn”.
Dari pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam yang dikemukakan Al-
Zarnuji, antara lain :
1. Pengertian ilmu dan keutamaannya;
2. Niat belajar
3. Memilih guru, ilmu, teman dan
4. hormati ilmu dan ulama;
5. Ketekunan, kontinuitas, dan cita-cita luhur;
6. Permulaan insensitas belajar serta tata tertibnya;
7. Tawakkal kepada Allah swt
8. Masa belajar
9. Kasih sayang dan memberi nasihat;
10. Mengambil pelajaran;
11. wara’ (menjaga diri dari yang syubhat dan haram) pada masa belajar
12. penyebab hafal dan lupa
13. masalah rezeki dan umur.

Dalam buku The Muslim Theories of Education During The Middle ages, Abdul Muidh Khan
menyimpulkan ketiga belas bagian tersebut cakupan besar, yaitu the division of knowledge the purpose
learning, dan the method of study (Abudin Nata, 2000).
1. Pembagian ilmu
Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan dalam empat kategori (Syafa, 2001). Pertama, ilmu fardhu
‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim secara individual. Ini ilmu wajib bagi setiap
Muslim dan Maslimah”.
Kedua, ilmu yang fardhu kifayah, yaitu ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saat-saat tertentu
saja seperti ilmu shalat jenazah.
Ketiga, ilmu haram yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari seperti ilmu nujum (ilmu
perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal).
2. Niat dan tujuan belajar
Mengenai niat dan tujuan belajar, Al-Zarnuji mengatakan bahwa niat yang benar dalam belajar
adalah untuk mencari keridhaan Allah Swt., memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berusaha
memerangi kebodohan pada diri sendiri dan oranglain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam,
dan mensyukuri nikmat Allah.
3. Metode pembelajaran
Dalam kitab Ta’lim Muta’allirn AJ-Zarnuji menjelaskan bahwa metode pembelajaran meliputi
dua kategori. Pertama, metode yang bersifat etik mencakup niat dalam belajar. Kedua, metode yang
bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman, dan langkah-
langkah dalam belajar.
4. Pemikiran A1-Zarnuji tentang pola hubungan guru murid
Ada beberapa pemikiran Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al- Muta’allim yang memberi acuan
terhadap pola hubungan guru dan murid.
- Murid tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan
terhadap ilmu dan orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya penghormatan
murid terhadap guru.
- Kontekstualisasi hubugan guru murid, menurut Al-Zarnuji, menunjukkan bahwa penempatan guru
pada posisi terhormat terkait oleh sosok guru yang ideal.
- Dalam bahasa Al-Zarnuji, guru ideal adalah guru yang alim, wira’i dan mempunyai kesalehan sebagai
aktualisasi keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab terhadap amanat yang diemban untuk
menggapai ridha Allah Swt.
Bab III
KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME

Beberapa para peneliti yang melakukan studi tentang belajar antara lain Ivan Pavlov, Edward Lee
Throndike, Guthrie, Burrhus Frederic Skinner, dan Hull.
A. Ivan Pavlov
Akhir 1800-an, Ivan Pavlov, ahli fisika Rusia memelopori munculnya proses kondisioning
responden (respondent conditioning) atau kondisioning klasik (clasical conditioning), karena itu disebut
kondisioning Ivan Pavlov.
1.  Teori belajar kondisioning klasik (classical conditioning)
Pavlov mengamati, jika daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar anjing akan
mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan kepada anjing,
sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur.
Daging tersebut dengan stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus). Dan karena
saliva terjadi karena otomatis pada dekat anjing tanpa latihan atau pengondisian, maka keluarnya saliva
pada anjing tersebut dinamakan sebagai respons yang tidak dikondisikan (un response conditioning).
Menurut eksperimen Pavlov, jika stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang
terkondisikan (conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respons
anjing seperti ketika melihat anjing seperti ketika melihat daging.
2. Hukum-Hukum Kondisional Klasik
Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengondisian, yaitu pemerolehan (acquisition),
pemadaman (extinction), generalisasi (generalization), diskriminasi (discrimination), dan kondisioning
tandingan (Davidoff, 1981).
3. Penerapan prinsip-prinsip kondisioning klasik dalam kelas
Berikut ini beberapa tips yang ditawarkan oleh Woolfolk (1995) dalam menggunakan prinsip-
prinsip kondisioning klasik di kelas.
1. Memberikan suasana yang meyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:
a. menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok dari individu
b. membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang membaca
(reading corner) yang nyaman dan enak serta menarik, dan lain sebagainya.
2. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan,
misalnya:
a. mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran;
b. membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang,
c. jika siswa takut berbicara di depan kelas, mintalah siswa untuk membacakan sebuah laporan di
depan kelompok kecil sambil duduk di tempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia
terbiasa, kemudian mintalah dia untuk membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.
3. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka
dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya,dengan:
a. Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sekolah yang lebih tinggi
tingkatannya atau perguruan tinggi.
b. Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah yang berlebihan dari orang yang tidak dikenal,
atau menghindar tetapi aman dan dapat menerima penghargaan dari orang dewasa ketika orang tua
ada

B. Edward Lee Throndike


Throndike adalah psikologi Amerika yang pertama kali mengadakan eksperimen hubungan S-R
dengan hewan kucing melalui prosedur dan apparatus yang sistematis (Fudyartanto, 2002).
Eksperimennya yaitu:
a. kucing yang lapar dimasukkan dalam kerangkang (puzzle box) yang dilengkapi alat pembuka bila
disentuh;
b. di luar kotak di taruh daging. Kucing dalam kerangkang bergerak ke sana kemari mencari jalan
untuk ke luar, tetapi gagal
c. pada suatu ketika kucing tanpa sengaja menekan sebuah tombol sehingga tanpa disengaja pintu
kotak kerangkang terbuka dan kucing dapat memakan daging di depannya.

C. Burrhus Frederic Skinner

1. Riwayat hidup
Skiner dilahirkan pada 20 mei 1904 di Susquehanna, Pennsylvania, Amerika Serikat.
Gagasan-gagasan dan karya-karya jenius tertuang dalam sejumlah bukunya yang meliputi judul-
judul The Behavior of Organisme (1938), Walden Two (1948), Science and Human Behavior (1953),
Verbal Behavior (1957), Shedules of Reinforcement (1957), Cumulative Record (1961), The Technology
of teaching (1968), Contingencies of Reinforcement (1969), Beyond Freedom and Digity (1971), About
Bahaviorisme (1974), dan Particulars of My Life (1976).
Bidang psikologi yang didalami Skinner adalah analisis eksperimental atas tinkah laku.

2. Teori belajar Skinner


Menurut Reber (Syah, 2003), operant adalah sejumlah prilaku atau respons yang membawa efek
yang sama terhadap lingkungan dekat.
Tidak seperti dalam respondent conditioning (yang responsnya didatangkan dari stimulus tertentu),
respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer.
Kalau diamati, ternyata ewksp[erimen skinner sama dengan eksperimen yang dilakukan oleh
Throndike. Bedanya, makanan (reinforcer) pada Throndike ditunjukkkan terlebih dahulu, sedangkan pada
Skinner reinforcer ditunjukkan setelah sebuah tingkah laku terjadi.
Selain hukum law effect, teori belajar conditioning ini juga tunduk pada dua hukum operant
conditioning dan law extinction.

3. Prinsip-prinsip belajar menurut Skinner


Reinforcement
Reinforcement didefinisikan sebagai sebuah konsekuen Ymg menguatkan tingkah laku (atau
frekuensi tingkah laku). Keefektifan sebuah reinforcemen dalam proses belajar perlu di tunjukkan.
a. Dari segi jenisnya, reinforcemen dibagi menjadi dua kategori yaitu, reinforcemen primer dan
reinforcemen sekunder. Reinforcemen primer adalah reinforcemen berupa kebutuhan dasar manusia,
seperti makanan, air, keamanan, kehangatan, dan lain sebagainya.. Sedangkan reinforcemen sekunder
adalah reinforcemen yang di asosiasikan dengan reinforcemen primer. Misalnya, uang mungkin tidak
mempunyai nilai bagi anak kecil sampai ia belajar bahwa uang itu dapat digunakan untuk membeli
kue kesukaannya.
b. Dari segi bentuknya, reinforcemen dibagi menjadi dua, yaitu reinforcemen positif adalah konsekuen
yang diberikan untuk menguatkan atau meningkatkan perilaku seperti hadiah, pujian, kelulusan dan
lain sebagainya. Sedangkan reinforcemen negatif adalah menarik diri dari situasi yang tidak
menyenangkan untuk menguatkan tingkah laku.
c. Waktu pemberian reinforcement, keefektifan reinforcemen dalam perilaku tergantung pada berbagai
faktor, salah satu diantaranya adalah frekuensi atau jadwal pemberian reinfoecement. Ada empat
macam pemberian jadwal reinfoecement, yaitu :
- Fixed Ratio (FR) adalah salah satu skedul pemberian reinforcement diberikan setelah sejumlah
tingkah laku.
- Variabel-Ratio (VR) adalah sejumlah prilaku yang dibutuhkan untuk berbagai macam
reinforcemen satu ke reinforcemen yang lain (Elliot, 2003).
- Fixed Interval (FI) yang diberikan ketika seseorang menunjukkan prilaku yang di inginkan pada
waktu tertentu (misalkan setiap 30 menit sekali)
- Variabel Interval (VI), yaitu reinforcemen yang diberikan tergantung pada waktu dan sebuah
respons, terapi antara waktu dan reinforcemen macam-macam.

Punishment
Punishment adalah menghadirkan atau memberikan sebuah situasi yang tidak menyenangkan atau
situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku.
Menurut Kazdin (Elliot, 2003), ada dua aspek dalam punishmen, yaitu :
- Sesuatu yang tidak menyenanglkan (aversive) muncul setelah sebuah respons.
- Sesuai yang positif (menyenangkan) setelah sebuah respons tidak muncul.

Dari segi bentuknya, punishment terdiri dari time out dan respons cost.
- Time out adalah sebuah bentuk hukuman dimana seseorang akan kehilangan sesuatu yang disukai
atau disenangi sampai pada waktu tertentu.
- Respons Cost adalah sebuah bentuk hukuman dimana seseorang akan kehilangan sebuah
reinforcemen positif jika melakukan prilaku yang tidak di inginkan.

Shaping
Adapun langkah-langkah dalam pemberian shaping adalah :
1. Memilih tujuan yang ingin dicapai ;
2. Mengetahui kesiapan belajar siswa;
3. Mengembangkan sejumlah langkah yang akan memberikan bimbingan kep-ada siswa untuk melalui
tahap demi tahap tujuannya dengan menyesuaikan kemampuan siswa ;
4. Memberi feedback terhadap hasil belajar siswa.

Extinction
Extinction adalah mengurangi atau menurunkan tingkah laku dengan menarik reinforcement yang
menyebabkan perilaku tersebut terjadi.
Ateseden dan perubahan perilaku
Dalam hal ini ada dua cara untuk mengontrol anteseden agar menghasilkan perilaku baru atau
perubahan perilaku, yaitu dengan cueing dan promting .
Cuing adala tindakan pemberian stimulus anteseden sebelum sebuah perilaku tertentu dilakukan.
Promting , terkadang siswa membutuhkan bantuan agar dapat merespons cues
( tanda-tanda/signal ) dengan cara yang benar, sehingga menjadi sebuah stimulus pembeda ( a
discriminative stimulus).
D. Edwin R Guttie
1. Teori belajar menurut Gutrie
Edwin R gutrie adalah salah satu penemu teori pembiasaan asosiasi dekat (contiguous
conditioning theory ) .
Dengan kata lain , teori ini menyatakan bahwa belajar adalah kedekatan hubungan antar stimulus
dan respons relevan .
2 . Memutus kebiasaan
Untuk menghentikan kebiasaan yang inappropriate ( tidak sesuai ), maka kebiasaan itu perlu di
putus .
3. Punishment ( hukuman ) .
Berbeda dengan reinforcemen yang tidak terlalu berperan dalam proses belajar
Hukuman ( punishment ) mempunyai pengaruh penting mengubah perilaku seseorang.
4 Eksperimen Gutrie
Salah satu eksperimen yang dilakukan oleh Gutrie untuk mendukung teori kontiguitas adalah
percobaannya dengan kucing yang dimasukkan kedalam kotak puzel Dari hasil eksperimen tersebut,
muncul beberapa prinsip dalam teori kontiguitas yaitu :
1. Agar terjadi pembiasaan maka organisma harus selalu merespons atau melakukan sesuatu ;
2. pada saat belajar melibatkan pembiasaan terhadap gerakan- gerakan tertentu , oleh karena itu
instruksi yang diberikan harus spesifik
3. Keterbukaan terhadap berbagai bentuk stimulus yang ada merupakan keinginan untuk menghasilkan
respons secara umum;
4. Respons terakhir dalam belajar harus benar ketika itu menjadi di sesuatu yang akan diasosiasikan ;
5. Asosiasi akan menjadi lebih kuat karena ada pengulangan.

5 Tips penerapan teori Gutrie


Mengasosiasikan ransangan dan respons secara tepat merupakan inti dari teori belajar yang
dibangun oleh Gutrie.
Gutrie memberikan beberapa saran bagi guru .
1. Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa ketika ia mempelajari sesuatu.
2. Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku, secara sederhana , mereka dapat
mengingat lebih banyak informasi.
3. Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang secara lansung akan
menyebabkan siswa menjadi tidak tat terhadap peraturan kelas .
E. Clark hull
Hull telah mengembangkan sebuah teori dalam versi behaviorisme . ia menyatakan bahwa
stimulus (s) mempengaruhi organisme (o) dan menghasilkan respons (R) itu tergantung pada
karakteristik O dan S . dengan kata lain Hull telah berminat terhadap studi yang mempelajari variabel
intervening yang mempengaruhi perilaku seperti dorongan atau keinginan, insentif , penghalang dan
kebiasaan. Teori Hull ini disebut dengan teori mengurangi dorongan
( drive reductin theory ).
Namun , lepas dari kelebihan yang dimilikinya teori belajar behavioristik ini juga memiliki kelemahan-
kelemahan ( Syah,2003 ) antara lain:
1. proses belajar dipandang sebagai kegiatan yang diamati langsung , padahal belajar adalah kegiatan
yang ada dalam sistem syaraf manusia yang tidak terlihat kecuali melalui gejalahnya;
2. Proses belajar dipandang bersifat otomatis –mekanis sehingga terkesan seperti mesin atau robot ,
padahal manusia mempunyai keampuan self regulation dan self control yang bersifat kognitif.
3. Proses belajar manusia yang dianalogikakan dngan hewan sangat sulit diterima , mengingat ada
perbedaan yang cukup mencolok antara hewan dn manusia.
A. Teori Gestalt

Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti Wolfgang,
Kohler, dan Kurt Koffka. Berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh tokoh behaviorisme, terutama
Thorndike, yang menganggap bahwa belajar sebagai trial and error, teori Gestalt ini memandang belajar
adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight).

Eksperimen I
Simpanse dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan di dalam sangkar tersebut terdapat sebatang
tongkat. Di luar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh simpanse adalah
bagaimana simpanse dapat mengambil pisang tadi untuk dimakan. Pada awalnya dimasukkan sangkar,
simpanse berusaha untuk mengambil pisang tersebut, tetapi selalu gagal karena tangannya tidak sampai
untuk mengambil pisang tersebut. Kemudian simpanse melihat sebatang tingkat dan timbul pengertian
untuk meraih pisang tersebut dengan menggunakan tongkat itu.

Eksperimen II
Problem yang dihadapi oleh simpanse masih sama dengan eksperimen I, yaitu pisang masih ada di
luar sangkar. Akan tetapi pisang tersebut dapat diraih jika tongkat dapat disambung. Jadi ada dua
batang tongkat dalam sangkar yang dapat disambung.

Eksperimen III

Problem yang dihadapi diubah, yakni pisang diletakkan di gantung diatas sangkar sehingga simpanse
tidak dapat meraih pisang tersebut. Di sudut sangkar diletakkan sebuah kotak yang kuat untuk dinaiki
oleh simpanse, maka timbullah pemahaman (insight) dalam diri simpanse, yakni menghubungkan kotak
tersebut dengan pisang. Lalu kotak tersebut diambil dan ditaroh tepat di bawah pisang. Selanjutnya,
simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.

Exsperimen IV
Sama dengan eksperimen tiga, pisang ditaruh di atas sangkar dan ada kotak, hanya saja pada
eksperimen ini ada dua kotak yang dapat disambung untuk dinaiki dan digunakan untuk meraih pisang .
di atas sangkar.

Proses belajar yang menggunakan insight (insightful learning) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Suryabrata, 1990)
1. Insight tergantung pada kemampuan dasar
2. Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau

3. Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi.


4. Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba
5. Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulang dengan mudah, dan akan berlaku
secara langsung.
6. Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasi-situasi yang lain akan dapat dipecahkan.

1. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz merupakan hukum umum dalam psikologi gestalt. Hukum ini menyatakan bahwa
organisasi psikologi selalu eenderung untuk bergerak ke arah penuh arti (pragnaz)
2. Hukum kesamaan the law of similarity)
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk Gestalt atau kesatuan
3. Hukum Pendekatan (the law of proximity)
Hukum yang menyatakan bawa hal-hal yang salin berdekatan cenderung membentuk kesatuan.
4. Hukum Ketertutupan (the law of closure)
Prinsip hukum ketertutupan ini menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
5. Hukum kontinuitas
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesinambungan yang baik akan
mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan gestalt

B. MODEL MENGELOLA INFORMASI (INFORMATION PROCESSING THEORY)

Dalam aliran kognitif terdapat jumlah teori memori yang pada umumnya menjelaskan tentang bagaimana
mengelola informasi. Model-model mengelola informasi (information processing theory) menjelaskan
juga tentang berbagai macam ilmu pengetahuan dan perbedaannya.

1- Pentingnya pengetahuan dalam belajar


Salah satu hal yang perlu dipahami oleh serong guru berkaitan dengan proses belajar siswanya
dengan proses belajar siswanya adalah kompetensi kognitif, kapasitas siswa untuk berpikir abstrak.

2. Macam-macam pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh individu dapat dibedakan menjadi pengetahuan umum dan
pengetahuan khusus. Pengetahuan umum (general knowledge) adalah informasi yang sang at
berguna untuk memecahkan atau digunakan melaksanakan berbagai macam tugas yang-berbeda.
Pengetahuan umum ini
Sementara pengetahuan khusus (domain specific knowledge adalah informasi yang dapat
digunakan hanya dalam situasi tertentu atau yang hanya dapat diterapkan dalam satu topik khusus.
Selain dibedakan sebagai pengetahuan umum dan khusus, pengetahuan juga dapat dikategorikan
menjadi tiga, yaitu 1). pengetahuan deklaratif, 2) pengetahuan prosedural, dan 3) pengetahuan
kondisional. Pengetahuan deklaratif adalah "mengetahui tentang " (knowing that) suatu kasus atau
masalah.
Biasanya pengetahuan ini berupa fakta-fakta, opini-opini, kepercayaan, aturan-aturan, puisi, lirik
lagu, dan lain-lain. Gagne menyebut pengetahuan deklaratif sebagai informasi verbal (verbal information)
Pengetahuan prosedural (Procedural knowledge) adalah mengetahui bagaimana" (knowing
how) untuk melakukan sesuatu atau memecahkan sebuah kasus. Pengetahuan prosedural disebut
dengan ketrampilan intelektual.

Pengetahuan kondisional (conditional knowledge) adalah "mengetahui kapan dan


mengapa (knowing when and why) untuk menggunakan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural. Pengetahuan ini disebut juga dengan strategi kognitif (cognitive strategies).

3. Memproses informasi Tiga penyimpanan memori


Information processing model memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer
yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk d an
kemudian menyimpannya dan saat dibutuhkan.
Segera setelah stimuli diterima oleh sensory memory atau sensory register, otak kita mulai
bekerja untuk memberi makna terhadap informasi atau rangsangan tersebut. Proses ini disebut dengan
memersepsi
Ada-beberapa cara yang dapat digunakan untuk memfokuskan perhatian siswa terhadap materi
yang diajarkan, antara lain:

1. Menggunakan tanda-tanda yang menunjukkan sesuatu yang penting, seperti seorang guru yang
merendahkan atau meninggikan volume suara untuk menunjukkan sebuah informasi yang penting.
2. Menggunakan kata-kata yang mengandung unsur emosional
3 Perhatian juga dapat diperoleh yang tidak biasa.
4. Perhatian juga dapat diperoleh dengan menginformasikan kepada siswa,. bahwa apa yang akan
dipelajari adalah sesuatu yang sangat penting.

Short term memory

Mengutip pendapat Gianzer (19$2), Slavin (1994) menyatakan, bahwa informasi yang diterima oleh
seseorang dan mendapatkan perhatian kemudian dikirim ke dalam komponen yang kedua dari sistem
memori, yaitu short term memory. Short term memory, adalah sebuah sistem penyimpanan yang dapat
menyimpan sejumlah informasi yang terbatas untuk beberapa detik. Short term memory adalah bagian
dari memori di mana informasi yang ada menjadi pikiran-pikiran yang disimpan.
Short term memory mempunyai kapasitas yang sangat terbatas, kira-kira 5 sampai 9 bits
informasi yang dapat disimpan pada saat yang sama.
Short term memory sebagai komponen kedua dalam sistem memori manusia bersifat individual.
Artinya, short term memory an dimiliki oleh manusia mempunyai perbedaan-perbedaan antara satu
orang dengan orang lainnya ketika mere a menghadapi tugas belajar.

Long term memory


Long term memory adalah bagian dari sistem memori manusia yang menyimpan informasi untuk
sebuah periode yang cukup lama. Long term memory diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat
besar clan sangat lama untuk menyimpan informasi.
Para ahli kognitivisme membagi long: term memory dalam tiga bagian, yaitu episodic memory,
semantic memory, dan proces (Slavin, 1994). Episodic memory adalah memori pengalaman personal
manusia yang memuat sebuah gambar secara mental tentang segala sesuatu yang manusia lihat atau
dengar. E p i s o d i c memory berisi gambar-gambar pengalaman-pengalaman manusia yang
terorganisasi pada saat kapan dan di mana pengalaman-pengalaman tersebut terjadi.
Semantic memory, (deklaratif) memori adalah memori yang berisi ide-ide atau konsep-konsep
yang berkaitan dengan skema atau skemata, menurut Priaget adalah kerangka kerja kognitif individu
dan pengalaman-pengalaman.

Procedural memory adalah memori yang berkait dengan sesuatu yang bersifat Prosedural sehingga
mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu dikerjakan, khususnya yang berkaitan
den tugas-tugas spesifik (Slavin, 1994).
pertama, elaborasi adalah sebuah bentuk pengalaman, yaitu menjaga keaktifan kerja memori jangka
panjang sehingga cukup memungkinkan untuk penyimpanan secara permanen dalam long term
memory
Kedua elaborasi dapat membangun lingkaran-lingkaran ekstra dengan pengetahuan yang sudah ada

Kontek (context) adalah elemen ketiga dari proses yang mempengaruhi belajar, aspek-aspek fisik dan
emosi (tempat ruangan emosi yang dipaksakan sat individu belajar) akan diproses dengan informasi
yang dipelajari saat itu.

Ingatan
Coon (Soekamto, 1997) menyatakan ingatan adalah sebuah sistem aktif yang menyimpan, menerima
dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima oleh seseorang. Ingatan ini sangat selektif
dan terdiri atas tiga tahap
1. Ingatan sensorik, yang menyimpan apa yang dilihat dan didengar (ikon untuk stimulus yang berupa
visual dan gema untuk stimulus yang berguna audio) penyimpanan informa si dalam ingatan
sensorik ini hanya sebentar kurang lebih setengah detik.
2. Ingatan jangka pendek (short term memory). Apa yang tersimpan di dalam ingatan sensorik
kemudian diteruskan ke ingatan jangka pendek setelah disaring terlebih dahulu.
3. Ingatan jangka panjang (long term memory). Ingatan ini bersifat permanen dan terdiri dari
informasi-informasi penting yang diteruskan dalam ingatan jangka pendek.

C. Model Tingkatan-tingkatan mengelola informasi


INFORMATION PROCESSINGMODELS)
Tidak semua para ahli psikologi yang mempercayai bahwa memori manusia dapat secara tuntas
dijelaskan oleh model tiga penyimpanan (sensorik memory, short term memory, dan long tern memory).
Craik dan Loclchart (Woofolk, 1994) mengenalkan teori tingkatan-tingkatan mengelola emosi (levels of
processing theory} sebagai alternatif untuk model tiga penyimpanan (three stored models).
Craik (Wool$ok, 1994) menyatakan, three-store model dan levels of processing theory tidak
dapat saling dipertukarkan atau diganti, karena ada perbedaan struktural komponen-komponen atau
persamaan tahap-tahap memori untuk sensori, short term memory, dan pembedaan long term memory,
seperti strategi-strategi yang berbeda atau tingkatan-tingkatan memproses yang "mendorong"
informasi . dari satu tahap ke tahap berikutnya. Walaupun para peneliti telah berpaling dari pendek
Schwartz dan Reisberg (Woolflok, 1994) berargumen ada inti dari pandangan levels of processing
"menemukan hubungan-hubungan yang bermakna antara apa yang kita ketahui dengan apa yang kita
pelajar adalah sangat penting sekali.

D. CONNECTIONISIVIE: ALTERNATIF LAIN IJNTUK THREESTORE MODEL

Teori lain yang menjelaskan bagaimana kerja memori adalah model connectionisme. Model ini
mengasumsikan bahwa semua ilmu pengetahuan di simpan dalam bentuk-bentuk hubungan antara
unit-unit dasar processing dalam sebuah tempat jaringan-jaringan kerja dalam otak
BAB V

KONSEP BELAJAR KONSTRUKTIVISME

A. Pandangan Konstruktivisme tentang Belajar

Salah satu tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa > tetapi siswalah yang harus
aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.

Secara filosifis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi
sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Oleh karena itu. Slavin (1994) mengatakan bahwa proses belajar dan pembelajaran siswa harus siswa
harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas.

B. Akar Sejarah Konstruktivisme

Revolusi konstruktivisme mempunyai sejarah akar yang kuat dalam sejarah pendidikan.
Perkembangan konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari usaha keras Jean Piaget dan
Vygotsky. Kedua tokoh ini menekankan bahwa perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi
ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena ada sebuah informasi baru
yang diterima melalui proses ketidakseimbangan (disequilibrium)

1. Belaiar Konstruktivisme Jean Piaget

Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah
kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda.

Dalam adaptasi ini Piaget mengemukakan empat konsep dasar (Nirhadi 2004) yaitu Skemata,
asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.

Pertama, skemata. Manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya

Kedua, asimilasi. Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika
seseorang memadukan stimulus atau persepsi ke dalam skemata atau perilaku yang sudah ada.

Ketiga, akomodasi. Akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan
pengelaman baru.

Keempat, keseimbangan (equilibrium).

2. Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi sosial
individu dengan lingkungannya. Menurut Vygorsky (Elliot, 2003.52) belajar adalah sebuah proses yang
melibatkan dua elemen penting . Pertama. Belajar merupakan proses secara biologis sebagai proses dasa.
Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan
lingkungan sosial budaya.

Vygorsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone
proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone
ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan sesuatu sendiri tetapi
memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa.

Menurut Vygotsky, pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif telah melahirkan
konsep perkembangan kognitif.

Vygotsky membagi perkembangan kognitif yang didasarkan pada perkembangan bahasa


menjadi empat tahap (Ellio, 2003) yaitu preintellectual speech, naive psychology dan egocentric
speech, dan inner speech

Preintelectual speech yaitu tahap awal dalam perkembangan kognitif ketika manusia baru lahir,
yang ditunjukkan dengan adanya proses dasar secara biologis (menangis mengoceh, dan gerakan-gerakan
tubuh seperti menghentakkan kaki, menggoyangkan tangan) yang secara perlahan-lahan berkembang
menjadi bentuk yang lebih sempurna seperti berbicara dan berperilaku.

Naive psychology, yaitu tahap kedua dari perkembangan bahasa ketika seorang anak
`mengeksplore' atau menggali objek-objek konkret dalam dunia mereka.

Egocentric speech, Tahap ini terjadi pada anak usia 3 tahun.

Inner speech. Tahap ini memberikan fungsi yang penting dalam mengarahkan perilaku
seseorang.

Ide dasar lain dari teori belajar, Scaffolding adalah memberikan dukungan dan bantuan
kepada seorang anak yang sedang pada awal belajar, kemudi an sedikit demi sedikit mengurangi
dukungan atau bantuan tersebut setelah anak mampu untuk memecahkan problem dari tugas yang
dihadapinya.

C. Strategi Belajar Konstruktivisme

Pendekatan belajar konstruktivisme memiliki beberapa strategi dalam proses belajar. Strategi
belajar (Slavin, 1994) tersebut adalah:
1. Top-down processing.
2. Cooperative learning
3. Generative Learning. Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara
materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata.

D. Model-Model Pembelajaran Berdasarkan Prinsip-Prinsip Konstruktivisme


Beberapa model pembelajaran yang didasarkan pada konstruktivisme adalah discover learning;
assisted learning, active learning, the accelerated learning, quantum learning, dan contextual teaching and
learning.

Discovery learning
Salah satu model pembelajaran kognitif yang paling berpe ngaruh adalah discovery learning nya
Jerome Bruner (Slavin, 1994), yaitu siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri.
Discovery learning telah banyak aplikasinya dalam keilmuan. Discovery learning mempunyai beberapa
keuntungan dalam belajar, antara lain siswa memiliki motivasi dari diri sendiri untuk menyelesaikan
pekerjaannya sampai mereka menemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi mereka.

Reception learning
David Ausbel (Slavin, 1994) memberikan kritik terhadap discovery learning.
Namun demikian, kendati pada guru dalam reception learning maupun discovery learning berbeda,
namun keduanya memiliki beberapa kesamaan pandangan, antara lain :

1. Antara reception learning dan discovery learning, sama-sama membutuhkan keaktifan siswa dalam
belajar.
2. Kedua pendekatan tersebut menekankan cara-cara bagaimana pengetahuan siswa yang sudah ada dapat
menjadi bagian dari pengetahuan baru.
3. Kedua pendekatan sama-sama mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus.
Ausabel menjelaskan sebuah alternatif model pembelajaran yang disebut reception learning. Para
penganut teori resepsi
Ini pendekatan reception learning adalah expository teaching, yaitu perencanaan pembelajaran
yang sistematis terhadap informasi yang bermakna.
Pengajaran ekspositori (expository teaching) berisi tiga prinsip tahapan pembelajaran, yaitu :
1. Tahap pertama, advance organizer.
2. Tahap kedua. Menyampaikan tugas-tugas belajar
3. Tahap ketiga, penguatan organisasi kognitif.

Assisted learning
Assisted learning mempunyai peran yang san perkembangan kognitif individu. Vygotsky
menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi dan percakapan- seorang anak dengan
lingkungan sekitarnya, baik dengan teman sebaya, orang lain dalam lingkungannya.

Jerome Bruner menyebut bantuan orang dewasa dalam proses belajar anak dengan istilah
Scaffolding, yaitu sebuah dukungan untuk belajar dan memecahkan problem.

Active Learning
Active learning artinya pembelajaran aktif. Menurut Melvin L. Silberm- belajar bukan merupakan
konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membu tuhkan keterlibatan
mental dan tindakan sekaligus.
Menurut Silberman, cara belajar dengan cara mendengarkan akan lupa, dengan cara
mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendis -
kusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan
akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus
dengan mengajarkan.

The accelerated learning


The accelerated learning adalah pembelajaran yang dipercepat Pemilik konsep ini, Dave Meier,
menyarankan kepada gu r u a g a r dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic Auditory
Visual, dan Intellectual (SAVI) Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar
dengan bergerak dan berbuat Auditory adalah learning by talking hearing (belajar dengan
berbicara dan mendengarkan). Visual artinya learning dengan mengamati dan menggambarkan.
Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan
pemecahan masalah dan melakukan refleksi)

Quantum learning
Quantum di definisikan sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua
kehidupan adalah energi. Sedang learning artinya belajar. Belajar bertujuan meraih sebanyak
cahaya: interaksi, hubungan, dan inspirasi agar menghasilkan energi cahaya. Dengan demikian
quantum learning adalah cara pengubahan bermacam-macam interaksi hubungan dan inspirasi yang
ada di dalam dan sekitar momen belajar (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, 2000) Dalam
praktiknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan
neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki,
2000).

Contextual teaching and learning (CTL)


Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan situasi dunia nyata siswa membuat hubungan antar pengetahuan dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil (Murha di;
Yasin, Burham Senduk A Gerad, 2004),

Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkanya adalah berikut ini:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri
menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Langsungkan sejauh mungkin kegiatan inquiti untuk semua topik
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya;
4. Ciptakan `masyarakat belajar" (belajar dalam kelompok-kelompok
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan;
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Proses belajar dalam experiential learning juga didasarkan pada pengalaman, sama seperti
contextual teaching and learning (CTL) Kedua model belajar tersebut mempunyai konsep bahwa ilmu
pengetahuan diperoleh dari memahami dan mentransformasi pengalaman.
Bab VI
KONSEP BELAJAR HUMANISME

Psikologi pendidikan selalu memiliki dua prinsip dalam proses pembelajaran di sekolah. Pertama,
memfokuskan pada peran pendidikan dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa.
Kedua, lebih memfokuskan pada hasil afektif, belajar bagaimana belajar dan yang disebut dengan
gerakan pendidikan humanistik.
Beberapa model pembelajaran yang akan dibahas secara singkat dalam buku ini, antara lain,
adalah s olah terbuka (open schools), multiple intelligence, emotional intelligence, spiritual intelligence, dan
experiential learning.

A. Open Schools

Program dengan pandangan humanistik adalah "open schools" atau "open classroom". Dalam
open schools, proses pembelajaran memiliki ciri-ciri berikut
1. Peran guru dan murid. Dalam open schools, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa
untuk secara aktif membimbing diri mereka sendiri dalam belajar, dan siswa juga secara aktif memilih
materi metode-metode dan langka-langka dalam belajar.
2. Evaluasi diagnostik. Evaluasi belajar siswa tidak hanya didasarkan pada tes yang dikerjakan oleh
siswa, dalam belajar
3. Materi. Pemberian mated yang berbeda-beda digunakan untuk memberikan stimulus bam siswa
agar dapat melakukan eksplorasi.
4. Pengajaran individual.
5 Kelompok dengan berbagi tingkat usia.
6 Ruangan terbuka.
7. Team teaching.

B. Inteligensi Ganda (multiple intelligence)

Teori inteligensi ganda ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang
psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard
University , Amerika Serikat.

Jadi, dalam kemampuan itu ada dua unsur, yaitu pengetahuan dan keahlian (Suparno, 2004).

1. Sembilan macam kecerdasan ganda

Pada awal penelitian, Gardner mengumpulkan banyak jenis kemampuan manusia yang dapat
dikategorikan sebagai kecerdasan menurut pengertiannya. Setelah kemampuan tersebut dianalisis
secara teliti, Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 9 kategori (Suparno, 2004).

a. Inteligensi linguistic (linguistic intelligence)

Inteligensi lingusitik ini merupakan kemampuan dalam menggunakan kata-kata, baik secara
lisan maupun tulisan untuk mengekspresikan ide-ide dan gagasan yang dimilikinya.
b. Inteligensi matematis-logis (logic-mathematical intelligence)

Inteligensi matematis-logis merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan


penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dimiliki matematika, saintis, dan
programer.

Tokoh yang memiliki kecerdasan matematis-logis, antar lain, adalah Einstein (ahli fisika), John
Dewey (ahli pendidikan), B. Russell (filsup), Stevan Hawking (ahli fisika), BJ. Habibi (ahli
pesawat terbang)

c. Inteliqensi ruang (spatial intelligance)


Inteligensi ruang (optical intelligence) atau disebut juga ruang visual, adalah kemampuan
untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat, seperti yang dimiliki oleh para navigator,
decorator, pemburu dan arsitek. Yang termasuk dalam kecerdasan ini adalah kemampuan untuk
mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan bentuk benda dalam pikiran dan
men mengenali perubahan tersebut menggambarkan suatu hal/ benda dalam pikiran dan
mengubahnya dalam bentuk nyata, serta grafik.

d. Inteliqensi kinestetik-badani (bodily-kinesthetic intelligensi)

Inteligensi kinestetik-badani merupakan kemampuan seseorang untuk secara aktif


menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan
masalah. Orang yang mempunyai kecerdasan ini dengan mudah dapat mengungkapkan diri dengan
gerak tubuh

e. Intelligensi musikal (musical intelligence)

Menurut Gerdner, kecerdasan ketegori ini merupakan kemampuan untuk mengembangkan dan
mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi dan
intonasi, serta kemampuan memainkan alat musik, menyanyikan, menciptakan lagu, menikmati
lagu, musik dan nyanyian.

f. Inteligensi interpersonal (interpersonal intelligence)

Jenis kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap
perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain.

g. Inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence)

Kemampuan ini berkaitan dengan pengetahuan tentang diri sendiri dan mampu bertindak secara
adapun berdasar pengenalan diri.

h. Inteligensi Lingkungan /natural (natural intelligence)


Menurut Gardner, orang yang memiliki kecerdasan lingkungan atau natural ini mengerti flora dan
fauna dengan baik, dapat memahami alam dan menikmati alam dan menggunakannya secara
produktif dalam bertani, berburu dan mengembangkan pengetahuan akan alam.

i. Inteligensi eksistensi (existential intelligence)

inteligensi ini lebih menyangkut pada kepekaan dan kemampuan seseorang dalam menjawab
persoalan-persoalan terdalam mengenai eksistensi manusia.

2. Implikasi kecerdasan ganda dalam pembelajaran

Haggerry (Suparno, 2004) mengungkapkan beberapa prinsip untuk membantu


mengembangkan inteligensi ganda, yaitu.

- Pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual

- Pendidikan seharusnya individual. Setiap karakteristik yang dimiliki siswa mendapat perhatian
dalam proses pembelajaran

- Pendidikan harus dapat memotivasi siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar

- Sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan inteligensi ganda yang
mereka miliki, misalnya siswa membutuhkan peralatan olahraga, seni atau musik untuk
mengembangkan inteligensi

- Evaluasi proses pembelajaran harus lebih kontekstual dan bukan hanya tes tertulis

- Proses pembelajaran sebaiknya tidak dibatasi dalam gedung sekolah

C. Redefinisi Kecerdasan :Pergeseran dari IQ, EQ dan SQ.

Ada kecerdasan lain yang tidak kala pentingnya, yaitu kecerdasan emosional. Kecerdasan
intelektual (IQ) sedikit saja kaitannya dengan kehidupan emosional. Inilah argumen
epistemologis Goleman untuk menggeser paradigma intelligence quotient (IQ) ke arah
paradigma baru Emotional intelligence (EQ).

Kira-kira awal abad ke-20, IQ menjadi isu besar. Isu yang membidik cerdas atau tidaknya otak
kita melalui tes yang populer dengan sebutan School Aptidute Test (SAT)

Adapun ciri-ciri kecerdasan emosi ada lima, yaitu:


1. Kesadaran diri (self-awareness): mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan yang kuat. Unsur-unsur-elf-awareness terdiri dari:
a. Kesadaran emosi (emotional awareness): mengena(emosi sendiri dan efeknya)
b. Penilaian diri secara teliti (accurate self awareness)
c. Percaya diri (self-confidence) keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri
2. Pengaturan diri (self-regulation) menangani emosi diri sedemikian rupa sehingga berdampak positif
pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum
tercapainya suatu sasaran; mampu segera pulih kembali dari tekanan emosi. Self-regulation mi
memiliki unsur-unsur:
a. Kendali diri (self-control): mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak;
b. Sifat dapat dipercaya (trustworthiness): memelihara norma kejujuran dan integritas;
c. Kehati-hatian (conscientiousness): bertanggung jawab atas kinerja pribadi;
d. Adaptabilitas (adaptability): keluwesan dalam menghadapi perubahan;
e. Inovasi (innovation): mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-
informasi baru.
3. Motivasi (motivation): menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan sangat efektif, serta bertahan untuk
menghadapi kegagalan dan frustrasi Motivation memiliki unsur-unsur:
a. Dorongan prestasi (achievement drive): dorongan menjadi yang lebih baik.
b. Komitmen (commitment): menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau lembaga;
c. Inisiatif (initiative): kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan;
d. Optimisme (optimism): kegigihan dalam memperjuangkan sasar
4. Empati (empathy): merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami pespektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
Unsur-unsur empathy adalah :
a. Memahami orang lain (understanding other) mengindra perasaan dan perspektif orang lain
dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka;
b. Mengembangkan orang lain (developing others): merasakan kebutuhan perkembangan orang
lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka;
c. Orientasi pelayanan (service orientation): mengantisipasi, mengenali, dan berusaha
memenuhi kebutuhan pelanggan;
d. Memanfaatkan menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang;
e. _ Kesadara politis (political awareness): mampu membaca arus-arus emisi sebuah kelompok
dan hubungannya

5. Keterampilan sosial (social skill) menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan
orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,
menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam
tim, Unsur-unsur social skill adalah :
a. Pengaruh (influence): memiliki taktik untuk melakukan persuasi;
b. Komunikasi (communication): mengirim pesan yang jelas dan meyakinkan;
c. Manajemen konflik (conflict management): negosiasi dan pemecahan silang pendapat;
d. Kepemimpinan (leadership): membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang
lain;
e. Katalisator perubahan (change catalyst): memulai dan mengelola perusahaan;
f. Membangun hubungan (building bonds) menumbuhkembangkan hubungan yang bermanfaat
g. Kolaborasi dan korporasi (Collaboration and cooperation) kerja sama dengan orang lain
demi tujuan bersama
h. Kemampuan tim (team capabilities) menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan
tujuan bersama

D. Experiential Learning
Tujuan akhir dari proses belajar dan mengajar adalah siswa memiliki ketrampilan transfer of
learning, sehingga diharapkan ke situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

1. Konsep Dasar
Experiential Learning Theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran
(experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar tahun 1980-an
Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu 1) mengubah
struktur kognitif siswa, 2) mengubah sikap siswa dan 3) memperluas ketrampilan siswa yang
telah ada.
2. Prosedur Experiential Learning
Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu 1) tahapan
pengalaman nyata, 2) tahapan observasi, 3) tahapan konseptualisasi, dan 4) tahapan
implementasi.

David Kolb membagi gaya belajar seseorang menjadi empat kategori, yaitu :
1. Converger, Pelajar tipe ini lebih suka belajar bila menghadapi soal yang mempunyai jawab
tertentu. Bila mereka menghadapi tugas atau masalah mereka segera berusaha menemukan
jawaban yang tepat. Kemampuan utama mereka adalah AC dan AE. Orang tipe ini tidak
emosional dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia.
2. Diverger. Pelajar dengan tipe ini lebih mengutamakan CE dan RO, kebalikan dari converger,
kekuatan mereka terletak pada kemampuan imajinasi mereka.
3. Assimilation, cara belajar berkelompok ini terutama bersifat AC dan RO. Mereka sesuatu yang
utuh. Tipe ini tidak tertarik pada manusia tetapi lebih tertarik pada konsep yang abstrak.
4. Accomodator. Tipe ini bertentangan dengan assimilator yang lebih berminat pada
pengembangan konsep, orang bertipe ini lebih berminat pada hal-hal yang kongkret (CE) dan
eksperimen aktif (AE). Kelebihan dari kelompok ini adalah kemampuan dalam menyesuaikan
diri dengan situasi yang baru. Memiliki intuitif, dan sering menggunakan trial dan error dalam
memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera bertindak dan bila dihadapkan dengan
teori yang tidak sesuai dengan fakta mereka cenderung mengabaikannya.

3. Experiential Learning dan Model belajar lainnya.


Pada proses dalam experiential learning merupakan kegiatan merumuskan sebuah tindakan,
mengujinya, menilai hasil dan memperoleh feedback, merefleksikan, mengubah dan
mendefinisikan kembali sebuah tindakan berdasarkan prinsip yang harus dipahami dan diikuti.
Prinsip-prinsip tersebut didasarkan pada teori Kurt Lewin berikut :
1. Experiential learning yang efektif akan mempengaruhi cara berpikir siswa, sikap dan
nilai-nilai, persepsi dan perilaku siswa
2. Siswa lebih mempercayai pengetahuan yang mereka temukan sendiri daripada
pengetahuan yang diberikan orang lain.
3. Belajar akan lebih efektif bila merupakan sebuah proses yang aktif
4. Perubahan hendaknya tidak terpisah-pisah antara kognitif afektif dan perilaku, tetapi
secara holistik.
5. Experiential learning, lebih dari sekadar memberi informasi untuk mengubah
kognitif, afektif, maupun perilaku.
6. Pengubahan persepsi tentang diri sendiri dan lingkungan sangat diperlukan sebelum
melakukan pengubahan pada kognitif, afektif, dan perilaku.
7. Perubahan perilaku tidak akan bermakna bila kognitif, afektif, dan perilaku tidak
berubah.

Anda mungkin juga menyukai