Bab I
BELAJAR
A. Hakikat Belajar
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan,
dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.
Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia
dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun bagi
masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus akan memberikan kontribusi terhadap
pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting
dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi ( Bell-Gredler, 1986).
Pengertian belajar itu cukup luas dan tidak hanya sebagai kegiatan di bangku sekolah saja.
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam
dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.
Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan bagi si pelaku, baik perubahan pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya si pelaku juga akan
terbantu dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
1. Pengertian Belajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologi belajar memiliki arti “berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah
kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu
merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang
belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti,
dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu (Fudyartanto, 2002).
Sedangkan menurut Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002), belajar (to learn) memiliki arti:
1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study
2) to fix in the mind or memory: memorize;
3) to acquire trough experience;
4) to become in forme of to find out
Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau
menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan
tentang sesuatu.
Dalam hal ini, banyak ahli yang mengemukakan pengertian pelajar. Pertama, Cronbach (1954),
menurut Cronbach, “Learning is shown by change in behavior as result of experience”. Belajar yang
terbaik adalah melalui pengalaman. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Spears
(1955), yang menyatakan bahwa “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves,
to listen, to follow direction”.
Kedua, Morgan dan kawan-kawan (1986), yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.
Belajar merupakan proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku disebabkan adanya
reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi di dalam diri seseorang.
Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetic atau respon secara alamiah, kedewasaan, atau
keadaan organisme yang bersifat temporer, seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan rasa takut, dan
sebagainya. Melainkan perubahan dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari
semuanya (Soekamto & Winataputra, 1997).
Woolfolk (1995) juga menyatakan bahwa “learning occurs when experience causes a relatively
permanent change in an individual’s knowledge or behavior”. Disengaja atau tidak, perubahan yang
terjadi melalui proses belajar ini bisa saja ke arah yang lebih baik atau malah sebaliknya, kearah yang
salah.
Sedangkan para ahli pendidikan memandang bahwa belajar adalah proses perubahan manusia
kearah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
2. Ciri-Ciri Belajar
Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar yaitu :
a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change Behavior). Ini berarti, bahwa hasil
dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak
tahu menjadi tidak tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil
belajar, kita tidak akan dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar;
b. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena
belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku
tersebut tidak akan terpancang seumur hidup;
c. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung,
perubahan perilaku tersebut bersifat potensial;
d. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman;
e. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan
memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.
3. Prinsip-Prinsip Belajar
Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan
beberapa prinsip belajar berikut (Soekamto dan Winataputra, 1997).
a. Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang
harus bertindak aktif.
b. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
c. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang
dilakukan selama proses belajar.
d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar
lebih berarti.
e. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh
atas belajarnya.
B. Proses Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
1. Proses Belajar
Proses belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat saraf individu yang belajar.
Proses belajar terjadi secara abstrak, karena terjadi secara mental dan tidak dapat diamati.
Menurut Gagne (Winkel, 2007), proses belajar, terutama belajar yang terjadi di sekolah, itu
melalui tahap-tahap atau fase-fase : motivasi, konsentrasi, mengolah, menggali 1, menggali 2, prestasi
dan umpan balik. Tahap-tahap atau fase-fase tersebut digambarkan dalam tabel 1.1. (lihat lampiran)
Dalam tabel proses belajar, tahap pertama adalah tahap motivasi. Tahap motivasi, yaitu saat
motivasi dan keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar bangkit.
Tahap Konsentrasi, yaitu saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah ada pada tahap
motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang akan dipelajari.
Tahap Mengolah, siswa menahan informasi yang diterima dari guru dalam ShortTermMemory,
atau tempat penyimpanan ingatan jangka pendek , kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi
makna (meaning) berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing.
Tahap Menyimpan, yaitu siswa menyimpan simbol-simbol hasil olahan yang telah diberi makna
ke dalam Long Term Memory (LTM) atau gudang ingatan jangka panjang. Pada tahap ini hasil belajar
sudah diperoleh, baik baru sebagian, maupun keseluruhan. Perubahan-perubahan pun sudah terjadi, baik
perubahan-perubahan, sikap, maupun keterampilan.
Tahap Menggali (1), yaitu siswa menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM ke STM
untuk dikaitkan dengan informasi baru yang dia terima. Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang
merupakan kelanjutan pelajaran sebelumnya.
Tahap Menggali (2), menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM untuk persiapan fase
prestasi, baik langsung maupun melalui STM. Tahap menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja,
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan atau soal/latihan.
Tahap Prestasi, informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya digunakan untuk
menunjukkan prestasi yang merupakan hasil belajar. Hasil belajar itu, misalnya, berupa keterampilan
mengerjakan sesuatu, kemampuan menjawab soal atau menyelesaikan tugas.
Tahap Umpan Balik, siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat perasaan puas atas prestasi
yang ditunjukkan.
Dari tabel tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:
a. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140 - IQ 169;
b. Kelompok kecerdasan superior merentang antara IQ 120 - IQ 139;
c. Kelompok rata-rata tinggi (high average) merentang antara IQ 11O – IQ 119;
d. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90 – IQ 109;
e. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80 - IQ 89;
f. Kelompok batas lemah mental (bordeline defective) berada pada 1Q 70 - 1Q 79;
g. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20 - IQ 69, yang termasuk
dalam kecerdasan tingkat mi antara lain debil, imbisil, idiot.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah
yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar.
Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan
arah perilaku seseorang.
Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsic adalah semua faktor yang berasal dan dalam
diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi
intrinsic relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dan luar (ekstrinsic).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk
belajar antara lain adalah:
a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dan orang-orang penting,
misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dan luar diri individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain
sebagainya.
- Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer
dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti
pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik 1ainnya perlu
membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara
lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan,
baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengekspor apa yang
dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa
menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau
bidang studi.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses be1ajar. Sikap
adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau me respons
dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya. Baik secara positif
maupun negatif (Syah, 2003)
- Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat
(aptitude) di definisikan sebagai kemampuan , potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah. 2003). Berkaitan dengan belajar, Salvin (1994)
mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.
Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi rang
berhubungan dengan bakat yang dimilikinya.
b. Faktor-faktor eksogen/eksternal.
Selain karakteristik siswa atau faktor-factor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat
mempengaruhi proses belajar siswa.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
1) lingkungan sosial
a. Lingkungan sosial sekolah. Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
proses belajar seorang siswa.
b. lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
mempengaruhi belajar siswa.
c. Lingkungan sosial ke1uarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan
keluarga, sifat-sifat orang tua demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya
dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.
2) Lingkungan non sosial. Faktor- faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah:
a. Lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak
terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.
b. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware
seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya.
Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan
lain sebagainya.
c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa.
BAB II
KONSEP BELAJAR MENURUT ISLAM
Islam sebagai agama rabmah Ii al- ‘alamin sangat mewajibkan umatnya untuk selalu belajar. Bahkan,
Allah mengawali menurunkan Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia dengan ayat yang
memerintahkan rasul-Nya, Muhammad Saw, untuk membaca dan membaca (iqra).Iqra merupakan salah
satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dan dalam arti yang luas, manusia dapat mengembangkan
pengetahuan dan memperbaiki kehidupannya.
A. Konsep Belajar menurut Al-Quran dan Hadis
sa1ah satu yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah kemampuannya untuk
belajar.
Karena itu, kemampuan belajar adalah salah satu di antara banyak nikmat yang diberikan Allah
kepada manusia.
1. Belajar dalam Pandangan Al-Quran dan Hadis
Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu
melakukan kegiatan belajar. Kendati tidak ada ajaran agama yang secara detail membahas tentang belajar,
namun setiap ajaran agama, baik secara eksplisit maupun implisit, telah menyinggung bahwa belajar
adalah aktivitas yang dapat memberikan kebaikan kepada manusia.
Aktivitas belajar sangat baik dengan proses pencarian ilmu. Islam sangat menekankan terhadap
pentingnya ilmu, Al- Quran dan Hadis mengajak kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan
kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Di dalam Al-Quran, kata al-ilm dan kata-kata turunannya digunakan lebih dari 780 kali. Beberapa
ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah , menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran
untuk manusia.
Pada ayat pertama dalam surat Al- Alag terdapat kata igra’, yang melalui malaikat Jibri Allah
memerintahkan kepada Muhammad untuk “membaca”.
Menurut Quraish Shihab (1997), igra’ berasal dan akar kata yang berarti menghimpun. Dari
menghimpun inilah lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda sejarah,
diri sendiri, yang tertulis maupun tidak, dengan kata lain, objek perintah igra’ itu mencakup segala
sesuatu yang dapat dijangkau.
Beberapa gadis tentang pentingnya belajar dan menuntut ilmu, antara lain adalah: mencari ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim; Carilah ilmu walaupun di negeri Cina Carilah ilmu sejak dalam buaian hingga
ke liang lahat; Para ulama ini adalah pewaris para Nabi Pada hari kiamat ditimbangkan tinta ulama
dengan darah syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari darah syuhada.
2. Arti Penting Belajar Menurut Al-Quran
Agama Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan, Islam
mewajibkan kepada sedap orang yang beriman untuk belajar.
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan belajar, antara lain, adalah :
a. Bahwa orang yang belajar akan dapat memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan.
b. Allah melarang manusia untuk tidak mengetahui segala sesuatu yang manusia lakukan. Apapun yang
dilakukan, manusia harus mengetahui kenapa mereka melakukannya. Dengan belajar pula manusia
akan memiliki ilmu pengetahuan dan terhindar dari taqlid buta.
c. Dengan ilmu yang dimiliki manusia melalui proses belajar, maka Allah akan memberikan derajat
yang lebih tinggi kepada hambanya.
3. Cara Belajar
Salah satu ciri dari aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya
perubahan tingkah laku masih menurut para ahli pendidikan dan psikologi perubahan prilaku itu
merupakan hasil dan kegiatan belajar yang dicapai dengan cara latihan maupun pengalaman.
Dalam Al-Quran, cara belajar untuk menghasilkan perubahan tingkah laku tersebut dapat
ditempuh dengan dua cara. Pertama, ilmu (atau perubahan) yang diperoleh tanpa usaha manusia (ilmu
laduni). Namun baik ilmu Laduni maupun ilmu kasbi
Dalam Al-Quran, cara belajar yang membutuhkan usaha manusia, sebagaimana dikemukan oleh
Najati (2005), dapat melalui meniru (imitasi), coba-coba (trial and error), atau melalui pemikiran
membuat logis.
Al-Quran mengemukakan sebuah contoh tentang bagaimana manusia belajar dengan cara meniru,
yaitu peristiwa pembunuhan Habil oleh saudara kandungnya Qabil (QS Al-Mâ’idah [5]: 31), Pada saat
Qabil bingung bagaimana mengurus jenazah saudaranya lalu Allah mengirim burung gagak yang
menggali tanah untuk mengubur burung gagak lain yang telah dibunuhnya. Qabil mengamati perilaku
burung gagak tersebut, kemudian ia mengubur dengan mengubur jasad Habil.
Pengalaman praktis dan trial and error Selain melalui cara meniru, manusia belajar dengan
menggunakan pengalaman praktis dan coba-coba (trial and error). Dalam kehidupannya manusia
terkadang menghadapi situasi-situasi baru yang harus dipelajari bagaimana merespon Nya atau
menyekapinya. Terkadang beberapa respons tepat, tetapi kadang respons manusia terhadap yang
dihadapinya bersifat coba-coba atau trial and error.
Berpikir Cara lain yang digunakan oleh manusia untuk belajar adalah berpikir. Pada saat berpikir,
manusia belajar membuat solusi atas segala persoalan, mengungkapkan korelasi antara berbagai objek
dan peristiwa, melahirkan prinsip dan teori, dan menemukan berbagai penemuan baru. Oleh karena itu
para psikolog menyebut berpikir sebagai proses belajar yang paling tinggi.
Di antara ayat-ayat A1-Quran yang memberikan bukti, argumen, dan mendorong manusia untuk
berpikir tentang kebesaran Allah adalah QS Al-Ghsyiah (88): 17-20; Qaf [50]: 6-10; Al- An’am [6] 74-
79; Al-Shâffât [37]: 95; Al-Anbiya’ [21]: 66-67.
Ini seperti yang dikemukakan oleh ahli perkembangan Vygotsky, yang menyatakan bahwa
perkembangan kognitif seseorang akan berkembang apabila dia berinteraksi dengan orang lain.
Selanjutnya, jika manusia macet dan statis dalam berpikir, manusia akan kehilangan
karakteristiknya yang membedakan dirinya dengan hewan (QS Al-Furqan [25]: 44; Al-Nahl [16]: 108;
Al-Baqarah [2]: 2-7; Al-Rum [30]: 59; Al-A’râf [7]: 100-101 Al-An’âm [6]: 25; Muhammad [47]: 24.
4. SaranaBelajar
Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan tidak berpengetahuan namun Allah telah
membekali manusia dengan sarana-sarana baik fisik maupun psikis agar manusia dapat menggunakannya
untuk belajar dan mengembangkan ilmu dan teknologi untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia.
Da1am proses belajar atau mencari ilmu manusia telah diberi sarana fisik berupa indra eksternal,
yaitu mata dan telinga serta sarana psikis berupa daya nalar atau intelektual
a. Sarana fisik
Dalam Al-Quran di antara indra-indra eksternal, hanya mata dan telinga yang sering disebut.
Meskipun demikian, bukan berarti indra eksternal lainnya seperti pencium, peraba. dan perasa tidak
mempunyai fungsi penting dalam kegiatan belajar, karena ada kalanya indra-indra tersebut membantu
manusia untuk lebih mudah memahami, apa yang mereka pelajari.
b. Sarana psikis
1) Akal
Akal dapat diartikan sebagai daya pikir atau potensi inteligensi (Bastaman, 1997). Akal sebagai
sarana psikis belajar, dijelaskan dalam surat Al-Nahl ayat 78 dengan kata af’idah. Menurut Quraish
Shihab (1992), af’idah berarti “Daya Nalar’ yaitu potensi/kemampuan berpikir logis, kata lain “akal”.
Sedangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, af’idah itu berarti akal yang menurut sebagian orang tempatnya
berada dalam jantung (qalb) sedangkan sebagian lainnya menyatakan bahwa af’idah itu terdapat dalam
otak. akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkan pada pemikiran yang logis dan rasional.
2) Qalb
Qalbu mempunyai dua arti. yakni fisik dan metafisik Qalbu dalam arti fisik adalah jantung(heart),
Sedangkan dalam arti metafisik, gaib dinyatakan sebagai karunia Tuhan yang halus (lathifah),
bersifat ruhaniah dan ketuhanan (rabbani)
Dalam kamus Al- Munawwir (1984). arti fisik galbu di samping “jantung” juga “hati”. Dalam pengertian
nonfisik, qalb diartikan sebagai al-’aql (akal), al-dzakirah (ingatan; mental), dan al- quwwah al- aqilah
(daya pikir). Sementara dalam kamus Al-Maurid, qalb nonfiksi diartikan: 1) mind (akal/pikiran
tersembunyi/pikiran rahasia).
Perbedaan antara akal yang ada di otak kepala dengan akal yang tersembunyi di hati ini
menjelaskan dalam istilah tafakkur dan tadzakkur. Akal yang ada di kepala dilukiskan dengan istilah
tafakur, sementara akal di hati dijelaskan dengan tadzakur, yakni berpikir abstrak.
B. Konsep Belajar menurut Tokoh-Tokoh Islam
Banyak. tokoh Islam yang memiliki kepedulian dan pemikirannya. tentang aktivitas belajar, di
antaranya adalah AI-Ghazali dj -Zarnuji.
1 M-Ghazali
a. Konsep ilmu
Al-Ghazali juga dikenal sebagai salah satu tokoh sufi. Karena itu, pemikiran-pemikirannya
cenderung dipengaruhi oleh ilmu tasawuf yang lebih menekankan pada masalah-masalah kerohanian
kesederhanaan, dan menjauhi keduniawian.
Berkaitan dengan ilmu Al-Ghaza1i berpendapat, ilmu yang dipelajari dapat dipandang dari dua
segi, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek.
Pertama, sebagai proses, A1-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi tiga. Pertama, ilmu
hissiyah, yaitu ilmu yang didapatkan melalui pengindraan (alat indra). Misalnya, seseorang belajar
melalui alat pendengarannya, penglihatan, dan penciuman.
Dan ketiga, ilmu ladunni, yaitu ilmu yang diperoleh langsung dari Allah tanpa melalui proses
pengindraan atau berpikir (nalar) melainkan melalui hati dalam bentuk ilham (Jalaluddin, 1996).
Kedua. Sebagai obyek Al- Ghazali membagi ilmu menjadi tiga macam. Pertama, ilmu
pengetahuan yang tercela. secara mutlak, baik sedikit maupun banyak, seperti sihir. Kedua ilmu
pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Dan ketiga ilmu pengetahuan yang dalam kadar
tertentu terpuji.
b. Jenis ilmu
Menurut Al- Ghazali, ilmu terdiri dan dua jenis yaitu ilmu kasbi (husbu1i) dan ilmu ladunni
(hudhuri). Ilmu kasbi adalah cara berpikir sistematik dan metodik yang. dilakukan secara konsisten dan
bertahap melalui Proses pengamatan, penelitian, percobaan, dan penemuan.
Sedangkan ilmu ladunni (hudburi) adalah ilmu yang diperoleh oleh orang-orang tertentu dengan
tidak melalui proses perolehan ilmu pada umumnya, akan tetapi melalui proses pencerahan oleh hadirnya
cahaya Ilahi dalam qalb.
c. Pendekatan dalam menuntut ilmu
Menurut Al-Ghazali, dalam proses mencari ilmu dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan yaitu pendekatan ta’lim insani dan ta’lim rabbani. Ta’lim insani adalah belajar dengan
bimbingan manusia.
Dalam buku The Muslim Theories of Education During The Middle ages, Abdul Muidh Khan
menyimpulkan ketiga belas bagian tersebut cakupan besar, yaitu the division of knowledge the purpose
learning, dan the method of study (Abudin Nata, 2000).
1. Pembagian ilmu
Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan dalam empat kategori (Syafa, 2001). Pertama, ilmu fardhu
‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim secara individual. Ini ilmu wajib bagi setiap
Muslim dan Maslimah”.
Kedua, ilmu yang fardhu kifayah, yaitu ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saat-saat tertentu
saja seperti ilmu shalat jenazah.
Ketiga, ilmu haram yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari seperti ilmu nujum (ilmu
perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal).
2. Niat dan tujuan belajar
Mengenai niat dan tujuan belajar, Al-Zarnuji mengatakan bahwa niat yang benar dalam belajar
adalah untuk mencari keridhaan Allah Swt., memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berusaha
memerangi kebodohan pada diri sendiri dan oranglain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam,
dan mensyukuri nikmat Allah.
3. Metode pembelajaran
Dalam kitab Ta’lim Muta’allirn AJ-Zarnuji menjelaskan bahwa metode pembelajaran meliputi
dua kategori. Pertama, metode yang bersifat etik mencakup niat dalam belajar. Kedua, metode yang
bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman, dan langkah-
langkah dalam belajar.
4. Pemikiran A1-Zarnuji tentang pola hubungan guru murid
Ada beberapa pemikiran Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al- Muta’allim yang memberi acuan
terhadap pola hubungan guru dan murid.
- Murid tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan
terhadap ilmu dan orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya penghormatan
murid terhadap guru.
- Kontekstualisasi hubugan guru murid, menurut Al-Zarnuji, menunjukkan bahwa penempatan guru
pada posisi terhormat terkait oleh sosok guru yang ideal.
- Dalam bahasa Al-Zarnuji, guru ideal adalah guru yang alim, wira’i dan mempunyai kesalehan sebagai
aktualisasi keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab terhadap amanat yang diemban untuk
menggapai ridha Allah Swt.
Bab III
KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME
Beberapa para peneliti yang melakukan studi tentang belajar antara lain Ivan Pavlov, Edward Lee
Throndike, Guthrie, Burrhus Frederic Skinner, dan Hull.
A. Ivan Pavlov
Akhir 1800-an, Ivan Pavlov, ahli fisika Rusia memelopori munculnya proses kondisioning
responden (respondent conditioning) atau kondisioning klasik (clasical conditioning), karena itu disebut
kondisioning Ivan Pavlov.
1. Teori belajar kondisioning klasik (classical conditioning)
Pavlov mengamati, jika daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar anjing akan
mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan kepada anjing,
sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur.
Daging tersebut dengan stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus). Dan karena
saliva terjadi karena otomatis pada dekat anjing tanpa latihan atau pengondisian, maka keluarnya saliva
pada anjing tersebut dinamakan sebagai respons yang tidak dikondisikan (un response conditioning).
Menurut eksperimen Pavlov, jika stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang
terkondisikan (conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respons
anjing seperti ketika melihat anjing seperti ketika melihat daging.
2. Hukum-Hukum Kondisional Klasik
Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengondisian, yaitu pemerolehan (acquisition),
pemadaman (extinction), generalisasi (generalization), diskriminasi (discrimination), dan kondisioning
tandingan (Davidoff, 1981).
3. Penerapan prinsip-prinsip kondisioning klasik dalam kelas
Berikut ini beberapa tips yang ditawarkan oleh Woolfolk (1995) dalam menggunakan prinsip-
prinsip kondisioning klasik di kelas.
1. Memberikan suasana yang meyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:
a. menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok dari individu
b. membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang membaca
(reading corner) yang nyaman dan enak serta menarik, dan lain sebagainya.
2. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan,
misalnya:
a. mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran;
b. membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang,
c. jika siswa takut berbicara di depan kelas, mintalah siswa untuk membacakan sebuah laporan di
depan kelompok kecil sambil duduk di tempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia
terbiasa, kemudian mintalah dia untuk membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.
3. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka
dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya,dengan:
a. Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sekolah yang lebih tinggi
tingkatannya atau perguruan tinggi.
b. Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah yang berlebihan dari orang yang tidak dikenal,
atau menghindar tetapi aman dan dapat menerima penghargaan dari orang dewasa ketika orang tua
ada
1. Riwayat hidup
Skiner dilahirkan pada 20 mei 1904 di Susquehanna, Pennsylvania, Amerika Serikat.
Gagasan-gagasan dan karya-karya jenius tertuang dalam sejumlah bukunya yang meliputi judul-
judul The Behavior of Organisme (1938), Walden Two (1948), Science and Human Behavior (1953),
Verbal Behavior (1957), Shedules of Reinforcement (1957), Cumulative Record (1961), The Technology
of teaching (1968), Contingencies of Reinforcement (1969), Beyond Freedom and Digity (1971), About
Bahaviorisme (1974), dan Particulars of My Life (1976).
Bidang psikologi yang didalami Skinner adalah analisis eksperimental atas tinkah laku.
Punishment
Punishment adalah menghadirkan atau memberikan sebuah situasi yang tidak menyenangkan atau
situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku.
Menurut Kazdin (Elliot, 2003), ada dua aspek dalam punishmen, yaitu :
- Sesuatu yang tidak menyenanglkan (aversive) muncul setelah sebuah respons.
- Sesuai yang positif (menyenangkan) setelah sebuah respons tidak muncul.
Dari segi bentuknya, punishment terdiri dari time out dan respons cost.
- Time out adalah sebuah bentuk hukuman dimana seseorang akan kehilangan sesuatu yang disukai
atau disenangi sampai pada waktu tertentu.
- Respons Cost adalah sebuah bentuk hukuman dimana seseorang akan kehilangan sebuah
reinforcemen positif jika melakukan prilaku yang tidak di inginkan.
Shaping
Adapun langkah-langkah dalam pemberian shaping adalah :
1. Memilih tujuan yang ingin dicapai ;
2. Mengetahui kesiapan belajar siswa;
3. Mengembangkan sejumlah langkah yang akan memberikan bimbingan kep-ada siswa untuk melalui
tahap demi tahap tujuannya dengan menyesuaikan kemampuan siswa ;
4. Memberi feedback terhadap hasil belajar siswa.
Extinction
Extinction adalah mengurangi atau menurunkan tingkah laku dengan menarik reinforcement yang
menyebabkan perilaku tersebut terjadi.
Ateseden dan perubahan perilaku
Dalam hal ini ada dua cara untuk mengontrol anteseden agar menghasilkan perilaku baru atau
perubahan perilaku, yaitu dengan cueing dan promting .
Cuing adala tindakan pemberian stimulus anteseden sebelum sebuah perilaku tertentu dilakukan.
Promting , terkadang siswa membutuhkan bantuan agar dapat merespons cues
( tanda-tanda/signal ) dengan cara yang benar, sehingga menjadi sebuah stimulus pembeda ( a
discriminative stimulus).
D. Edwin R Guttie
1. Teori belajar menurut Gutrie
Edwin R gutrie adalah salah satu penemu teori pembiasaan asosiasi dekat (contiguous
conditioning theory ) .
Dengan kata lain , teori ini menyatakan bahwa belajar adalah kedekatan hubungan antar stimulus
dan respons relevan .
2 . Memutus kebiasaan
Untuk menghentikan kebiasaan yang inappropriate ( tidak sesuai ), maka kebiasaan itu perlu di
putus .
3. Punishment ( hukuman ) .
Berbeda dengan reinforcemen yang tidak terlalu berperan dalam proses belajar
Hukuman ( punishment ) mempunyai pengaruh penting mengubah perilaku seseorang.
4 Eksperimen Gutrie
Salah satu eksperimen yang dilakukan oleh Gutrie untuk mendukung teori kontiguitas adalah
percobaannya dengan kucing yang dimasukkan kedalam kotak puzel Dari hasil eksperimen tersebut,
muncul beberapa prinsip dalam teori kontiguitas yaitu :
1. Agar terjadi pembiasaan maka organisma harus selalu merespons atau melakukan sesuatu ;
2. pada saat belajar melibatkan pembiasaan terhadap gerakan- gerakan tertentu , oleh karena itu
instruksi yang diberikan harus spesifik
3. Keterbukaan terhadap berbagai bentuk stimulus yang ada merupakan keinginan untuk menghasilkan
respons secara umum;
4. Respons terakhir dalam belajar harus benar ketika itu menjadi di sesuatu yang akan diasosiasikan ;
5. Asosiasi akan menjadi lebih kuat karena ada pengulangan.
Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti Wolfgang,
Kohler, dan Kurt Koffka. Berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh tokoh behaviorisme, terutama
Thorndike, yang menganggap bahwa belajar sebagai trial and error, teori Gestalt ini memandang belajar
adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight).
Eksperimen I
Simpanse dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan di dalam sangkar tersebut terdapat sebatang
tongkat. Di luar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh simpanse adalah
bagaimana simpanse dapat mengambil pisang tadi untuk dimakan. Pada awalnya dimasukkan sangkar,
simpanse berusaha untuk mengambil pisang tersebut, tetapi selalu gagal karena tangannya tidak sampai
untuk mengambil pisang tersebut. Kemudian simpanse melihat sebatang tingkat dan timbul pengertian
untuk meraih pisang tersebut dengan menggunakan tongkat itu.
Eksperimen II
Problem yang dihadapi oleh simpanse masih sama dengan eksperimen I, yaitu pisang masih ada di
luar sangkar. Akan tetapi pisang tersebut dapat diraih jika tongkat dapat disambung. Jadi ada dua
batang tongkat dalam sangkar yang dapat disambung.
Eksperimen III
Problem yang dihadapi diubah, yakni pisang diletakkan di gantung diatas sangkar sehingga simpanse
tidak dapat meraih pisang tersebut. Di sudut sangkar diletakkan sebuah kotak yang kuat untuk dinaiki
oleh simpanse, maka timbullah pemahaman (insight) dalam diri simpanse, yakni menghubungkan kotak
tersebut dengan pisang. Lalu kotak tersebut diambil dan ditaroh tepat di bawah pisang. Selanjutnya,
simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.
Exsperimen IV
Sama dengan eksperimen tiga, pisang ditaruh di atas sangkar dan ada kotak, hanya saja pada
eksperimen ini ada dua kotak yang dapat disambung untuk dinaiki dan digunakan untuk meraih pisang .
di atas sangkar.
Proses belajar yang menggunakan insight (insightful learning) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Suryabrata, 1990)
1. Insight tergantung pada kemampuan dasar
2. Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau
1. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz merupakan hukum umum dalam psikologi gestalt. Hukum ini menyatakan bahwa
organisasi psikologi selalu eenderung untuk bergerak ke arah penuh arti (pragnaz)
2. Hukum kesamaan the law of similarity)
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk Gestalt atau kesatuan
3. Hukum Pendekatan (the law of proximity)
Hukum yang menyatakan bawa hal-hal yang salin berdekatan cenderung membentuk kesatuan.
4. Hukum Ketertutupan (the law of closure)
Prinsip hukum ketertutupan ini menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
5. Hukum kontinuitas
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesinambungan yang baik akan
mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan gestalt
Dalam aliran kognitif terdapat jumlah teori memori yang pada umumnya menjelaskan tentang bagaimana
mengelola informasi. Model-model mengelola informasi (information processing theory) menjelaskan
juga tentang berbagai macam ilmu pengetahuan dan perbedaannya.
2. Macam-macam pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh individu dapat dibedakan menjadi pengetahuan umum dan
pengetahuan khusus. Pengetahuan umum (general knowledge) adalah informasi yang sang at
berguna untuk memecahkan atau digunakan melaksanakan berbagai macam tugas yang-berbeda.
Pengetahuan umum ini
Sementara pengetahuan khusus (domain specific knowledge adalah informasi yang dapat
digunakan hanya dalam situasi tertentu atau yang hanya dapat diterapkan dalam satu topik khusus.
Selain dibedakan sebagai pengetahuan umum dan khusus, pengetahuan juga dapat dikategorikan
menjadi tiga, yaitu 1). pengetahuan deklaratif, 2) pengetahuan prosedural, dan 3) pengetahuan
kondisional. Pengetahuan deklaratif adalah "mengetahui tentang " (knowing that) suatu kasus atau
masalah.
Biasanya pengetahuan ini berupa fakta-fakta, opini-opini, kepercayaan, aturan-aturan, puisi, lirik
lagu, dan lain-lain. Gagne menyebut pengetahuan deklaratif sebagai informasi verbal (verbal information)
Pengetahuan prosedural (Procedural knowledge) adalah mengetahui bagaimana" (knowing
how) untuk melakukan sesuatu atau memecahkan sebuah kasus. Pengetahuan prosedural disebut
dengan ketrampilan intelektual.
1. Menggunakan tanda-tanda yang menunjukkan sesuatu yang penting, seperti seorang guru yang
merendahkan atau meninggikan volume suara untuk menunjukkan sebuah informasi yang penting.
2. Menggunakan kata-kata yang mengandung unsur emosional
3 Perhatian juga dapat diperoleh yang tidak biasa.
4. Perhatian juga dapat diperoleh dengan menginformasikan kepada siswa,. bahwa apa yang akan
dipelajari adalah sesuatu yang sangat penting.
Mengutip pendapat Gianzer (19$2), Slavin (1994) menyatakan, bahwa informasi yang diterima oleh
seseorang dan mendapatkan perhatian kemudian dikirim ke dalam komponen yang kedua dari sistem
memori, yaitu short term memory. Short term memory, adalah sebuah sistem penyimpanan yang dapat
menyimpan sejumlah informasi yang terbatas untuk beberapa detik. Short term memory adalah bagian
dari memori di mana informasi yang ada menjadi pikiran-pikiran yang disimpan.
Short term memory mempunyai kapasitas yang sangat terbatas, kira-kira 5 sampai 9 bits
informasi yang dapat disimpan pada saat yang sama.
Short term memory sebagai komponen kedua dalam sistem memori manusia bersifat individual.
Artinya, short term memory an dimiliki oleh manusia mempunyai perbedaan-perbedaan antara satu
orang dengan orang lainnya ketika mere a menghadapi tugas belajar.
Procedural memory adalah memori yang berkait dengan sesuatu yang bersifat Prosedural sehingga
mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu dikerjakan, khususnya yang berkaitan
den tugas-tugas spesifik (Slavin, 1994).
pertama, elaborasi adalah sebuah bentuk pengalaman, yaitu menjaga keaktifan kerja memori jangka
panjang sehingga cukup memungkinkan untuk penyimpanan secara permanen dalam long term
memory
Kedua elaborasi dapat membangun lingkaran-lingkaran ekstra dengan pengetahuan yang sudah ada
Kontek (context) adalah elemen ketiga dari proses yang mempengaruhi belajar, aspek-aspek fisik dan
emosi (tempat ruangan emosi yang dipaksakan sat individu belajar) akan diproses dengan informasi
yang dipelajari saat itu.
Ingatan
Coon (Soekamto, 1997) menyatakan ingatan adalah sebuah sistem aktif yang menyimpan, menerima
dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima oleh seseorang. Ingatan ini sangat selektif
dan terdiri atas tiga tahap
1. Ingatan sensorik, yang menyimpan apa yang dilihat dan didengar (ikon untuk stimulus yang berupa
visual dan gema untuk stimulus yang berguna audio) penyimpanan informa si dalam ingatan
sensorik ini hanya sebentar kurang lebih setengah detik.
2. Ingatan jangka pendek (short term memory). Apa yang tersimpan di dalam ingatan sensorik
kemudian diteruskan ke ingatan jangka pendek setelah disaring terlebih dahulu.
3. Ingatan jangka panjang (long term memory). Ingatan ini bersifat permanen dan terdiri dari
informasi-informasi penting yang diteruskan dalam ingatan jangka pendek.
Teori lain yang menjelaskan bagaimana kerja memori adalah model connectionisme. Model ini
mengasumsikan bahwa semua ilmu pengetahuan di simpan dalam bentuk-bentuk hubungan antara
unit-unit dasar processing dalam sebuah tempat jaringan-jaringan kerja dalam otak
BAB V
Salah satu tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa > tetapi siswalah yang harus
aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.
Secara filosifis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi
sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Oleh karena itu. Slavin (1994) mengatakan bahwa proses belajar dan pembelajaran siswa harus siswa
harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas.
Revolusi konstruktivisme mempunyai sejarah akar yang kuat dalam sejarah pendidikan.
Perkembangan konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari usaha keras Jean Piaget dan
Vygotsky. Kedua tokoh ini menekankan bahwa perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi
ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena ada sebuah informasi baru
yang diterima melalui proses ketidakseimbangan (disequilibrium)
Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah
kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda.
Dalam adaptasi ini Piaget mengemukakan empat konsep dasar (Nirhadi 2004) yaitu Skemata,
asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.
Kedua, asimilasi. Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika
seseorang memadukan stimulus atau persepsi ke dalam skemata atau perilaku yang sudah ada.
Ketiga, akomodasi. Akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan
pengelaman baru.
Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi sosial
individu dengan lingkungannya. Menurut Vygorsky (Elliot, 2003.52) belajar adalah sebuah proses yang
melibatkan dua elemen penting . Pertama. Belajar merupakan proses secara biologis sebagai proses dasa.
Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan
lingkungan sosial budaya.
Vygorsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone
proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone
ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan sesuatu sendiri tetapi
memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa.
Menurut Vygotsky, pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif telah melahirkan
konsep perkembangan kognitif.
Preintelectual speech yaitu tahap awal dalam perkembangan kognitif ketika manusia baru lahir,
yang ditunjukkan dengan adanya proses dasar secara biologis (menangis mengoceh, dan gerakan-gerakan
tubuh seperti menghentakkan kaki, menggoyangkan tangan) yang secara perlahan-lahan berkembang
menjadi bentuk yang lebih sempurna seperti berbicara dan berperilaku.
Naive psychology, yaitu tahap kedua dari perkembangan bahasa ketika seorang anak
`mengeksplore' atau menggali objek-objek konkret dalam dunia mereka.
Inner speech. Tahap ini memberikan fungsi yang penting dalam mengarahkan perilaku
seseorang.
Ide dasar lain dari teori belajar, Scaffolding adalah memberikan dukungan dan bantuan
kepada seorang anak yang sedang pada awal belajar, kemudi an sedikit demi sedikit mengurangi
dukungan atau bantuan tersebut setelah anak mampu untuk memecahkan problem dari tugas yang
dihadapinya.
Pendekatan belajar konstruktivisme memiliki beberapa strategi dalam proses belajar. Strategi
belajar (Slavin, 1994) tersebut adalah:
1. Top-down processing.
2. Cooperative learning
3. Generative Learning. Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara
materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata.
Discovery learning
Salah satu model pembelajaran kognitif yang paling berpe ngaruh adalah discovery learning nya
Jerome Bruner (Slavin, 1994), yaitu siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri.
Discovery learning telah banyak aplikasinya dalam keilmuan. Discovery learning mempunyai beberapa
keuntungan dalam belajar, antara lain siswa memiliki motivasi dari diri sendiri untuk menyelesaikan
pekerjaannya sampai mereka menemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi mereka.
Reception learning
David Ausbel (Slavin, 1994) memberikan kritik terhadap discovery learning.
Namun demikian, kendati pada guru dalam reception learning maupun discovery learning berbeda,
namun keduanya memiliki beberapa kesamaan pandangan, antara lain :
1. Antara reception learning dan discovery learning, sama-sama membutuhkan keaktifan siswa dalam
belajar.
2. Kedua pendekatan tersebut menekankan cara-cara bagaimana pengetahuan siswa yang sudah ada dapat
menjadi bagian dari pengetahuan baru.
3. Kedua pendekatan sama-sama mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus.
Ausabel menjelaskan sebuah alternatif model pembelajaran yang disebut reception learning. Para
penganut teori resepsi
Ini pendekatan reception learning adalah expository teaching, yaitu perencanaan pembelajaran
yang sistematis terhadap informasi yang bermakna.
Pengajaran ekspositori (expository teaching) berisi tiga prinsip tahapan pembelajaran, yaitu :
1. Tahap pertama, advance organizer.
2. Tahap kedua. Menyampaikan tugas-tugas belajar
3. Tahap ketiga, penguatan organisasi kognitif.
Assisted learning
Assisted learning mempunyai peran yang san perkembangan kognitif individu. Vygotsky
menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi dan percakapan- seorang anak dengan
lingkungan sekitarnya, baik dengan teman sebaya, orang lain dalam lingkungannya.
Jerome Bruner menyebut bantuan orang dewasa dalam proses belajar anak dengan istilah
Scaffolding, yaitu sebuah dukungan untuk belajar dan memecahkan problem.
Active Learning
Active learning artinya pembelajaran aktif. Menurut Melvin L. Silberm- belajar bukan merupakan
konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membu tuhkan keterlibatan
mental dan tindakan sekaligus.
Menurut Silberman, cara belajar dengan cara mendengarkan akan lupa, dengan cara
mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendis -
kusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan
akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus
dengan mengajarkan.
Quantum learning
Quantum di definisikan sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua
kehidupan adalah energi. Sedang learning artinya belajar. Belajar bertujuan meraih sebanyak
cahaya: interaksi, hubungan, dan inspirasi agar menghasilkan energi cahaya. Dengan demikian
quantum learning adalah cara pengubahan bermacam-macam interaksi hubungan dan inspirasi yang
ada di dalam dan sekitar momen belajar (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, 2000) Dalam
praktiknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan
neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu (Bobbi DePorter dan Mike Hernacki,
2000).
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkanya adalah berikut ini:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri
menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Langsungkan sejauh mungkin kegiatan inquiti untuk semua topik
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya;
4. Ciptakan `masyarakat belajar" (belajar dalam kelompok-kelompok
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan;
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Proses belajar dalam experiential learning juga didasarkan pada pengalaman, sama seperti
contextual teaching and learning (CTL) Kedua model belajar tersebut mempunyai konsep bahwa ilmu
pengetahuan diperoleh dari memahami dan mentransformasi pengalaman.
Bab VI
KONSEP BELAJAR HUMANISME
Psikologi pendidikan selalu memiliki dua prinsip dalam proses pembelajaran di sekolah. Pertama,
memfokuskan pada peran pendidikan dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa.
Kedua, lebih memfokuskan pada hasil afektif, belajar bagaimana belajar dan yang disebut dengan
gerakan pendidikan humanistik.
Beberapa model pembelajaran yang akan dibahas secara singkat dalam buku ini, antara lain,
adalah s olah terbuka (open schools), multiple intelligence, emotional intelligence, spiritual intelligence, dan
experiential learning.
A. Open Schools
Program dengan pandangan humanistik adalah "open schools" atau "open classroom". Dalam
open schools, proses pembelajaran memiliki ciri-ciri berikut
1. Peran guru dan murid. Dalam open schools, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa
untuk secara aktif membimbing diri mereka sendiri dalam belajar, dan siswa juga secara aktif memilih
materi metode-metode dan langka-langka dalam belajar.
2. Evaluasi diagnostik. Evaluasi belajar siswa tidak hanya didasarkan pada tes yang dikerjakan oleh
siswa, dalam belajar
3. Materi. Pemberian mated yang berbeda-beda digunakan untuk memberikan stimulus bam siswa
agar dapat melakukan eksplorasi.
4. Pengajaran individual.
5 Kelompok dengan berbagi tingkat usia.
6 Ruangan terbuka.
7. Team teaching.
Teori inteligensi ganda ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang
psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard
University , Amerika Serikat.
Jadi, dalam kemampuan itu ada dua unsur, yaitu pengetahuan dan keahlian (Suparno, 2004).
Pada awal penelitian, Gardner mengumpulkan banyak jenis kemampuan manusia yang dapat
dikategorikan sebagai kecerdasan menurut pengertiannya. Setelah kemampuan tersebut dianalisis
secara teliti, Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 9 kategori (Suparno, 2004).
Inteligensi lingusitik ini merupakan kemampuan dalam menggunakan kata-kata, baik secara
lisan maupun tulisan untuk mengekspresikan ide-ide dan gagasan yang dimilikinya.
b. Inteligensi matematis-logis (logic-mathematical intelligence)
Tokoh yang memiliki kecerdasan matematis-logis, antar lain, adalah Einstein (ahli fisika), John
Dewey (ahli pendidikan), B. Russell (filsup), Stevan Hawking (ahli fisika), BJ. Habibi (ahli
pesawat terbang)
Menurut Gerdner, kecerdasan ketegori ini merupakan kemampuan untuk mengembangkan dan
mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi dan
intonasi, serta kemampuan memainkan alat musik, menyanyikan, menciptakan lagu, menikmati
lagu, musik dan nyanyian.
Jenis kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap
perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain.
Kemampuan ini berkaitan dengan pengetahuan tentang diri sendiri dan mampu bertindak secara
adapun berdasar pengenalan diri.
inteligensi ini lebih menyangkut pada kepekaan dan kemampuan seseorang dalam menjawab
persoalan-persoalan terdalam mengenai eksistensi manusia.
- Pendidikan seharusnya individual. Setiap karakteristik yang dimiliki siswa mendapat perhatian
dalam proses pembelajaran
- Pendidikan harus dapat memotivasi siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar
- Sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan inteligensi ganda yang
mereka miliki, misalnya siswa membutuhkan peralatan olahraga, seni atau musik untuk
mengembangkan inteligensi
- Evaluasi proses pembelajaran harus lebih kontekstual dan bukan hanya tes tertulis
Ada kecerdasan lain yang tidak kala pentingnya, yaitu kecerdasan emosional. Kecerdasan
intelektual (IQ) sedikit saja kaitannya dengan kehidupan emosional. Inilah argumen
epistemologis Goleman untuk menggeser paradigma intelligence quotient (IQ) ke arah
paradigma baru Emotional intelligence (EQ).
Kira-kira awal abad ke-20, IQ menjadi isu besar. Isu yang membidik cerdas atau tidaknya otak
kita melalui tes yang populer dengan sebutan School Aptidute Test (SAT)
5. Keterampilan sosial (social skill) menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan
orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,
menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam
tim, Unsur-unsur social skill adalah :
a. Pengaruh (influence): memiliki taktik untuk melakukan persuasi;
b. Komunikasi (communication): mengirim pesan yang jelas dan meyakinkan;
c. Manajemen konflik (conflict management): negosiasi dan pemecahan silang pendapat;
d. Kepemimpinan (leadership): membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang
lain;
e. Katalisator perubahan (change catalyst): memulai dan mengelola perusahaan;
f. Membangun hubungan (building bonds) menumbuhkembangkan hubungan yang bermanfaat
g. Kolaborasi dan korporasi (Collaboration and cooperation) kerja sama dengan orang lain
demi tujuan bersama
h. Kemampuan tim (team capabilities) menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan
tujuan bersama
D. Experiential Learning
Tujuan akhir dari proses belajar dan mengajar adalah siswa memiliki ketrampilan transfer of
learning, sehingga diharapkan ke situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
1. Konsep Dasar
Experiential Learning Theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran
(experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar tahun 1980-an
Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu 1) mengubah
struktur kognitif siswa, 2) mengubah sikap siswa dan 3) memperluas ketrampilan siswa yang
telah ada.
2. Prosedur Experiential Learning
Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu 1) tahapan
pengalaman nyata, 2) tahapan observasi, 3) tahapan konseptualisasi, dan 4) tahapan
implementasi.
David Kolb membagi gaya belajar seseorang menjadi empat kategori, yaitu :
1. Converger, Pelajar tipe ini lebih suka belajar bila menghadapi soal yang mempunyai jawab
tertentu. Bila mereka menghadapi tugas atau masalah mereka segera berusaha menemukan
jawaban yang tepat. Kemampuan utama mereka adalah AC dan AE. Orang tipe ini tidak
emosional dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia.
2. Diverger. Pelajar dengan tipe ini lebih mengutamakan CE dan RO, kebalikan dari converger,
kekuatan mereka terletak pada kemampuan imajinasi mereka.
3. Assimilation, cara belajar berkelompok ini terutama bersifat AC dan RO. Mereka sesuatu yang
utuh. Tipe ini tidak tertarik pada manusia tetapi lebih tertarik pada konsep yang abstrak.
4. Accomodator. Tipe ini bertentangan dengan assimilator yang lebih berminat pada
pengembangan konsep, orang bertipe ini lebih berminat pada hal-hal yang kongkret (CE) dan
eksperimen aktif (AE). Kelebihan dari kelompok ini adalah kemampuan dalam menyesuaikan
diri dengan situasi yang baru. Memiliki intuitif, dan sering menggunakan trial dan error dalam
memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera bertindak dan bila dihadapkan dengan
teori yang tidak sesuai dengan fakta mereka cenderung mengabaikannya.