Teori modernisasi klasik mulai berkembang sekitar tahun 1950-an. Teori ini
tumbuh subur sampai dengan tahun 1960-an dan memfokuskan serta mengkaji
pembangunan di negara Dunia ketiga dari mulai permasalahannya sampai
dengan cara bagaimana mengatasinya.
Pada waktu itu, teori ini lebih berkembang karena banyaknya peneliti yang
benar-benar memberikan hasil kajian baik berupa laporan hasil penelitian
maupun seminar-seminar yang diselenggarakan oleh Dewan Peneliti Ilmu-ilmu
sosial dan Komite Kajian Perbandingan Politik.
Namun titik tolak lahirnya teori modernisasi klasik seiring dengan tiga peristiwa
sejarah penting yaitu:
a. Munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia, pasca perang
dunia ke II.
b. Adanya perluasan gerakan komunis sedunia yang disponsori oleh Uni Soviet.
c. Lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Seiring dengan ketiga peristiwa penting di atas, negara dunia ketiga menjadi
pusat perhatian untuk kajian pembangunan oleh negara yang relatif lebih maju
terutama oleh negara Amerika Serikat.
Pada saat itu pula banyak para pemikir yang mencoba mengemukakan argumen
untuk membantu persoalan pembangunan di negara dunia ketiga. Para pemikir
diantaranya seperti Smelser, Rostow dan Coleman yang melahirkan teori-teori
modernisasi pembangunan di dunia ketiga.
Teori-teori yang mereka kemukakan tidak terlepas dari teori evolusi dan teori
fungsionalisme dari Talcot Parson. Kedua teori ini cukup mempengaruhi dan
mengilhami para pemikir dalam teori yang dikemukakannya.
Mengapa para pemikir berpijak kepada teori evolusi dan fungsionalisme? Karena
kedua teori tersebut sebagai dasar pemikiran dan mempunyai alasan kuat yang
dianggap cocok dan memiliki asumsi yang relevan untuk pembangunan bagi
negara dunia ketiga. Asumsi atau pokok pikiran dari teori evolusi adalah sebagai
berikut:
a. Teori ini menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah
seprti garis lurus.
b. Membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir
perubahan sosial.
c. Perubahan sosial merupakan perubahan yang mengalami berbagai tahapan.
d. Adanya perubahan masyarakat yaitu dari masyarakat sederhana (primitif) ke
masyarakat kompleks (modern).
Sementara itu esensi dari teori fungsionalisme adalah sebagai berikut:
a. Adanya suatu system, dimana system tersebut merupakan kelembagaan yang
ada di masyarakat saling berkoordinasi dan ketergantungan.
b. Dalam system memiliki komponen yang mempunyai tugas khas dan jelas.
Tugas khas dan jelas Parson mengatakan sebagai “fungsi pokok” (fungtional
imperative) yang terkenal dengan singkatan AGIL.
c. Adanya konsep “keseimbangan dinamis stasioner” (homestatic equilibrium).
d. Adanya factor kebakuan (pattern variables)
e. Terdapatnya hubungan kecintaan dan kenetralan.
Berlandaskan kepada asumsi teori evolusi dan fungsionalisme, para pemikir
memberikan teori dan pandangannya dari sudut yang berbeda. Teori yang
dikemukakannya sesuai dengan latar belakang yang mereka miliki dan kuasai.
Semelser melahirkan teori yang menitikberatkan kepada Differensiasi Struktural.
Teori Rostow berupa Taahapan Pertumbuhan Ekonomi dengan penekanan bahwa
pentingnya investasi prosuktif. Dan Coleman memberikan teorinya tentang
Pembangunan yang Berkeadilan dengan titik beratnya kepada penguatan
kapasitas system politik. Untuk lebih jelasnya ketiga teori tersebut yang akan
diuraikan di bawah ini.
METODOLOGI
Teori Modernisasi Klasik dalam metodologinya adalah :
a. Mengkaji kecenderungan persoalan negara dunia ketiga secara abstrak dan
pengambilan kesimpulan-kesimpulan secara umum untuk dijadikan pola (model)
yang dibakukan.
b. Menggunakan batasan wilayah negara sebagai unit analisisnya.
1. McClelland
Pertanyaan pokok yang diajukan McClelland adalah kelompok masyarakat mana
yang menentukan proses modernisasi. Ia berpendapat bahwa kelompok
wiraswastawan memiliki peran penting dalam proses modernisasi di Dunia
Ketiga. Kelompok ini memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi
gemilang yang dilakukannya melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu
berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki
kualitas kerja yang dicapainya. Lebih jauh McClelland mengemukakan bahwa
negara yang memiliki derajat motivasi berprestasi tinggi, juga memiliki derajat
pembangunan ekonomi yang tinggi. Untuk dapat mengembangkan motivasi
berprestasi ini, ia mengatakan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat
penting, yaitu melalui pendidikan sejak usia dini. Dalam hal ini keluarga harus
menetapkan standar berprestasi yang tinggi kepada anak, dan orang tua tidak
otoriter.
2. Inkeles
Penelitian Inkeles berangkat dari pertanyaan apa akibat yang ditimbulkan dari
modernisasi terhadap nilai, sikap danpandangan hidup seseorang, dan apakah
Dunia Ketiga akan memiliki sikap hidup yang lebih modern daripada masa
sebelumnya. Menurut Inkeles manusia modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
3. Sumawinata
Rostow mengatakan bahwa ada tiga syarat yang harus dipenuhi Dunia Ketiga
untuk memasuki tahap tinggal landas. Ketiga syarat tersebut adalah investasi
minimum !0% dari GNP, adanya industri sebagai penopang pertumbuhan
ekonomi dan pranata sosial politik yang mampu dinamika masyarakat.
Berangkat dari pemikiran tersebut Sumawinata mencoba mengkritisi
pembangunan ekonomi Indonesia. Ia mengemukakan Indonesia terlalau besar
menempatkan syarat yanag pertama, sementara syarat kedua dan ketiga
kurang mendapat perhatian secara memadai. Lebih jauh ia berpendapat bahwa
untuk memasuki tahap landas Indonesia harus menginvestigasikan 15% dari
GNP, sebab syarat investasi minimal 10% dari GNP adalah terlalu lunak.
Disamping itu, dengan belajar dari pengalaman negara Asia Timur maka perlu
percepatan proses industrialisasi. Dan tidak kalah pentingnya adalah perlu
membangun pranata sosial politik secara lebih memadai untuk menyerap
dinamika masyarakat.
4.Bellah
Dengan menggunakan analogi teori Weber tentang hubungan fungsional antara
Protestan Bellah ingin mengkaji apakah ada peran agama Jepang terhadap
berkembangnya masyarakat industri di Jepang. Dalam penelitiannya ia membuat
dua klasifikasi, yaitu tidak membuat pemilihan agama yang ada di Jepang
(Konfusionisme, Budhisme, Shinto), dan peran agama dalam membentuk nilai-
nilai dasar masyarakat Jepang. Atas dasar klasifikasi tersebut ia melihat bahwa
ada tiga kemungkinan keterkaitan antara agama dengan pembangunan
ekonomi, yaitu: Pengaruh langsung, pengaruh melalui pranata politik, dan
pengaruh melalui lembaga keluarga.
a. Pengaruh langsung
Pada awalnya agama Budha yang dianut menekankan pentingnya keselamatan.
Dalam perkembangannya hal tersebut dipandang tidak mencukupi maka
diperlukan etika sebagai satu persyaratan dasar keselamatan dalam hidup. Ada
tiga pokok ajaran etika ini, yaitu: 1) Bekerja tekun dan sungguh-sungguh atas
pekerjaan yang dipilihnya; 2) Hemat dan tidak konsumtif; 3) Menghargai kerja
keras untuk mengumpulkan kekayaan yang sebanyak-banyaknya melalui usaha
yang halal.
b. Pengaruh melalui pranata politik
Berbeda dengan di Cina yang menekankan pentingnya integrasi, efisiensi dan
harmoni, Konfusionisme di Jepang lebih menekankan pada loyalitas tanpa batas
dan tanpa pamrih untuk kepentingan kolektif. Nilai yang semula hanya dimiliki
kaum Samurai ini kemudian pada masa Tokugawa menyebar dan dimiliki oleh
masyarakat umum. Masyarakat loyal dan kerja tanpa pamrih pada raja untuk
kepentingan negara. Masyarakat berupaya mengumpulkan kekayaan untuk
kepentingan kejayaan negara, bukan untuk kepentingan pribadi.
c. Pengaruh melalui lembaga keluarga
Nilai-nilai loyalitas, mengabdi tanpa pamrih dan batas ini tidak saja ada dalam
tataran kenegaraan, tetapi juga hidup dalam lembaga keluarga mewujud dalam
bentuk loyalitas pada keluarga, menjunjung tinggi nama keluarga. Seluruh
anggota keluarga berkewajiban untuk menjaga nama baik nenek moyang dan
keluarga. Untuk mewujudkan hal tersebut maka keluarga mendorong
tumbuhnya sikap kejujuran, kualitas, dan nama baik. Nilai-nilai ini menurut Billa
ternyata mendukung lahirnya lahirnya cikal bakal ekonomi rasional Jepang.
5. Lipse
Penelitian Lipse memfokuskan pada hubungan antara demokrasi politik dengan
perkembangan ekonomi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa negara yang
memiliki demokrasi politik memiliki derajat pembangunan ekonomi yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan negara diktator. Lebih lanjut Lipse menjelaskan
bahwa pembangunan ekonomi, meningkatnya pendapatan, meratanya
pendidikan akan berpengaruh terhadap perjuangan masyarakat, yang
didalamnyaterkandung landasan kehidupan demokrasi. Hal ini dapat dilihat dari
tiga hal, yaitu: a) Pembangunan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, memperkecil kesenjangan sosial, akan mampu mendorong
berkembangnya wawasan ke depan, reformis dan memperkecil berkembangnya
kaum ekstremis lapisan masyarakat bawah; b) Melajirkan kelas menengah
secara lebih besar. Kelompok ini akan mampu meningkatkan partisipasi politik
masyarakat melalui pendidikan politik, mempengaruhi kebijakan politik,
menjembatani konflik antar kelompok, menciptakan opini publik melalui media
massa; c) Melahirkan lapisan masyarakat atas yang cenderung memiliki
kesadaran tinggi di bidang pemerataan ekonomi dan akan berbagi hak-hak
politik dengan lapisan masyarakat bawah.
BAB 4
Hasil Kajian Baru Teori Modernisasi
Seperti halnya dengan teori modernisasi klasik, kajian baru ini juga memiliki
pokok perhatian pada persoalan pembangunan negara Dunia Ketiga. Pengkajian
bertitik tolak pada faktor internal, seperti nilai-nilai tradisional dan berbagai
pranata sosial. Asumsi pokoknya masih sama dengan teori modernisasi klasik
yaitu bahwa negara Dunia Ketiga pada umumnya akan tetap memperoleh
keuntungan melalui proses modernisasi dan hubungan lebih mesra dan intensif
dengan Barat.
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dalam kajian baru nilai tradisional
secara bersungguh-sungguh, berusaha menunjukkan bahwa nilai tradisional
memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan yang mendorong
diadakannya penelitian baru yang mengkaji nilai-nilai tradisional seperti
familisme, agama rakyat, budaya lokal dan lain sebagainya.
Dalam kajian baru secara metodelogis lebih memperhatikan pada kasus-kasus
nyata dan tidak lagi melupakan unsur keunikan sejarah. Sejarah dianggap faktor
yang paling signifikan dalam menjelaskan pola perkembangan dari suatu negara.
Sebagai akibat dari perhatian terhadap sejarah perhatian arah pembangunan
dalam kajian baru tidak lagi memiliki anggapan gerak satu arah pembangunan
dan menjadikan Barat sebagai satu-satunya model sehingga mereka menerima
kenyataan bahwa negara Dunia Ketiga dapat memiliki kesempatan untuk
menempuh arah dan menentukan model pembangunan sendiri.
Perbedaan terakhir adalah kajian baru lebih memperhatikan pada factor
eksternal (lingkungan internasional) dalam mempengaruhi pembangunan. Di
samping itu hasil kajian baru juga menaruh perhatian pada factor konflik.
Dimana dalam analisanya sering mengintegrasikan dengan baik factor konflik,
kelas, dominasi ideologi dan peranan agama.
Dengan adanya revisi dari asumsi dasar tersebut di atas kajian baru teori
modernisasi ini menemukan berbagai arena penelitian dalam berbagai kajian
sebagai berikut :
C. PENUTUP
Proses modernisasi dan pembangunan negara Dunia Ketiga yang masih
berhubungan dengan Barat yang dijadikan model dan panutan mulai bergeser
secara perlahan-lahan pandang para pemerhati, gejala perubahan sosial budaya
dengan semakin berkembangnya diskusi kajian dan penelitian tentang
pandangan teori modernisasi. Negara Asia seperti Cina, Jepang dan Korea adalah
tolehan para peneliti dan pengkaji perubahan sosial budaya dalam kaitannya
dengan pembangunan.
Pranata keluarga tradisional tidak lagi dipandang sebagai factor penghambat
pembangunan tetapi merupakan faktor yang mampu membentuk etos ekonomi
yang dinamis dengan apa yang disebut “etos usaha keluarga” . Etos ini melihat
keluarga sebagai unit dasar kompetisi ekonomi, yang akan memberikan
landasan untuk terjadinya proses inovasi dan kemantapan pengambilan resiko.
Tiga karakteristik pokok dari usaha keluarga, yakni: (1) konsentrasi yang sangat
tinggi dari proses pengambilan keputusan bersamaan dengan rendahnya
formalitas struktur organisasi; (2) otonomi dihargai sangat tinggi dan bekerja
secara lebih mandiri sangat disukai; dan (3) usaha keluarga jarang berjangka
panjang dan selalu ajeg berada dalam posisi yang tidak stabil.
Dalam kasus di Indonesia, budaya tradisional meruapakan sesuatu yang dinamis
dan selalu mengalami perubahan dan tidak bertentangan dengan pembangunan.
Masyarakat tradisional Indonesia pada dasarnya memiliki ciri yang dinamis,
yakni selalu mengalami perubahan sosial dengan kekuatan internal dan
eksternal yang mempengaruhinya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Utama :
Alvin Y. So dan Suwarsono. (1994). Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta:
LP3ES.
Sumber Pendukung :
Amal Adnan Taufik. (1989). Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Hukum
Fazlur Rahman. Bandung: Mizan.
Hasan Zaini. (1987). Pendidikan dan Modernitas Individu dalam Proses
Pembentukan Manusia Pembangunan di Indonesia. Malang: Ceramah Ilmiah
dalam rangka Dies Natalies IKIP Malang, tidak diterbitkan.
Rogers, Everett M. (1983). Diffusion of Innovation. New York: The Free Press.