Anda di halaman 1dari 12

Bab 2

TEORI MODERNISASI KLASIK

Teori modernisasi klasik mulai berkembang sekitar tahun 1950-an. Teori ini
tumbuh subur sampai dengan tahun 1960-an dan memfokuskan serta mengkaji
pembangunan di negara Dunia ketiga dari mulai permasalahannya sampai
dengan cara bagaimana mengatasinya.
Pada waktu itu, teori ini lebih berkembang karena banyaknya peneliti yang
benar-benar memberikan hasil kajian baik berupa laporan hasil penelitian
maupun seminar-seminar yang diselenggarakan oleh Dewan Peneliti Ilmu-ilmu
sosial dan Komite Kajian Perbandingan Politik.
Namun titik tolak lahirnya teori modernisasi klasik seiring dengan tiga peristiwa
sejarah penting yaitu:
a. Munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia, pasca perang
dunia ke II.
b. Adanya perluasan gerakan komunis sedunia yang disponsori oleh Uni Soviet.
c. Lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Seiring dengan ketiga peristiwa penting di atas, negara dunia ketiga menjadi
pusat perhatian untuk kajian pembangunan oleh negara yang relatif lebih maju
terutama oleh negara Amerika Serikat.
Pada saat itu pula banyak para pemikir yang mencoba mengemukakan argumen
untuk membantu persoalan pembangunan di negara dunia ketiga. Para pemikir
diantaranya seperti Smelser, Rostow dan Coleman yang melahirkan teori-teori
modernisasi pembangunan di dunia ketiga.
Teori-teori yang mereka kemukakan tidak terlepas dari teori evolusi dan teori
fungsionalisme dari Talcot Parson. Kedua teori ini cukup mempengaruhi dan
mengilhami para pemikir dalam teori yang dikemukakannya.
Mengapa para pemikir berpijak kepada teori evolusi dan fungsionalisme? Karena
kedua teori tersebut sebagai dasar pemikiran dan mempunyai alasan kuat yang
dianggap cocok dan memiliki asumsi yang relevan untuk pembangunan bagi
negara dunia ketiga. Asumsi atau pokok pikiran dari teori evolusi adalah sebagai
berikut:
a. Teori ini menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah
seprti garis lurus.
b. Membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir
perubahan sosial.
c. Perubahan sosial merupakan perubahan yang mengalami berbagai tahapan.
d. Adanya perubahan masyarakat yaitu dari masyarakat sederhana (primitif) ke
masyarakat kompleks (modern).
Sementara itu esensi dari teori fungsionalisme adalah sebagai berikut:
a. Adanya suatu system, dimana system tersebut merupakan kelembagaan yang
ada di masyarakat saling berkoordinasi dan ketergantungan.
b. Dalam system memiliki komponen yang mempunyai tugas khas dan jelas.
Tugas khas dan jelas Parson mengatakan sebagai “fungsi pokok” (fungtional
imperative) yang terkenal dengan singkatan AGIL.
c. Adanya konsep “keseimbangan dinamis stasioner” (homestatic equilibrium).
d. Adanya factor kebakuan (pattern variables)
e. Terdapatnya hubungan kecintaan dan kenetralan.
Berlandaskan kepada asumsi teori evolusi dan fungsionalisme, para pemikir
memberikan teori dan pandangannya dari sudut yang berbeda. Teori yang
dikemukakannya sesuai dengan latar belakang yang mereka miliki dan kuasai.
Semelser melahirkan teori yang menitikberatkan kepada Differensiasi Struktural.
Teori Rostow berupa Taahapan Pertumbuhan Ekonomi dengan penekanan bahwa
pentingnya investasi prosuktif. Dan Coleman memberikan teorinya tentang
Pembangunan yang Berkeadilan dengan titik beratnya kepada penguatan
kapasitas system politik. Untuk lebih jelasnya ketiga teori tersebut yang akan
diuraikan di bawah ini.

TEORI SMELSER: DIFERENSIASI STRUKTURAL


Teori ini pendekatannya lebih mengarah kepada ilmu sosiologi. Smelser sangat
kental dipengaruhi oleh pemikiran Teori Fungsionalisme. Masyarakat menjadi
focus yang utama dalam kajian Smelser. Dan Smelser melihat bagaimana
modernisasi terjadi di masyarakat dengan perbedaan struktur masyarakat. Oleh
karena itu, diferensiasi structural tidak lain adalah perbedaan struktur di
masyarakat yang mempunyai fungsi untuk menjalankan berbagai tugas masing-
masing secara khusus. Jadi modernisasi ini menurut Smelser salah satu
indikasinya dapat dilihat dari masyarakat yang telah menjalankan tugas secara
khusus, teratur, sederhana, efisien dan mempunyai peran masing-masing dalam
lembaganya sesuai dengan fungsinya. Dengan kata lain apabila lembaga-
lembaga sudah mampu menjalankan tugas, fungsi dan peran yang sudah
relevan maka hal ini sudah dapat diikatkan sebagai suatu modernisasi.
Namun demikian Smelser melihat dan menyadari bahwa modernisasi yang ada
di masyarakat tidak akan selalu berjalan mulus. Menurutnya masalah integrasi
juga merupakan masalah yang dilematis karena memadukan dari lembaga
masing-masing dinilai cukup sulit tanpa adanya koordinasi yang baik. Konflik
kepentingan banyak timbul. Boleh jadi menurut lembaga tertentu sudah sesuai
dengan tatanan atau nilai, akan tetapi belum tentu pada lembaga lain.

TEORI ROSTOW: TAHAPAN PERTUMBUHAN EKONOMI


Rostow memandang bahwa pembangunan pada negara dunia ketiga untuk
mencapai modernisasi pendekatannya lebih mengarah kepada teori ekonomi
pembangunan. Dasar pemikiran Rostow, pembangunan dunia ketiga
memerlukan tahapan yang cukup panjang. Rostow membagi menjadi lima
tahapan. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat Tradisional
Tahapan pembangunan pada masyarakat tradisional ditandai oleh pembangunan
dan perubahan sosial berjalan cukup lambat.
b. Pra kondisi tinggal landas
Pada pra kondisi tinggal landas ciri-cirinya adalah sudah mulai banyak
pengusaha, perluasan pasar dan terjadi pembangunan pada sektor industri.
c. Tinggal landas
Ciri-cirinya adalah angka kematian relatif rendah, perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi mulai tampak.
d. Kematangan pertumbuhan
e. Konsumsi masa yang tinggi
Rostow mengenukakan pendapatnya untuk mengatasi permasalahan
pembangunan ekonomi kearah yang lebih baik dan maju adalah:
a. Revolusi di bidang sosial, politik dan inovasi teknologi.
b. Pengerahan sumber daya alam yang mampu mencapai tingkat investasi
produktif 10% dari pendapatan nasionalnya.
Selain itu Rostow berpendapat bahwa investasi produkrit/tif dapat dilakukan
dengan cara:
a. Pemindahan sumber dana, misalnya dengan Pajak.
b. Menggali yang berasal dari lembaga-lembaga keuangan.
c. Melakukan perdagangan internasional.
d. Investor asing yang menanam modal pada sector tertentu.

TEORI COLEMAN: PEMBANGUNAN POLITIK YANG BERKEADILAN


Pemikiran Coleman tidak berbeda jauh dengan pemikiran Smelser dimana
keduanya melakukan pendekatan dengan Diferensiasi. Coleman diferensiasinya
di bidang politik sedangkan Smelser kajian sosiologis. Diferensiasi politik dari
Coleman dimaksudkan bahwa:
Diferensiasi politik lebih menuju kepada system politik modern yang didalamnya
memiliki lembaga-lembaga politik yang satu sama lainnya akan saling terkait.
a. Diferensiasi politik akan menuju kepada prinsip kesamaan dan keadilan yang
merupakan etos kerja masyarakat modern.
b. Dari diferensiasi politik yang berkeadilan akan mempunyai pengaruh yang
baik terhadap perkembangan kemampuan system politik.
Dari diferensiasi politik Coleman pun mengakui bahwa ada efek sampingan
yaitu:
a. Adanya ketegangan dan perpecahan dalam sistem politik.
b. Terdapat krisis identitas nasional pada masa peralihan dari masyarakat
primordial ke modern.
c. Krisis legitimasi pemerintahan baru.
d. Ketidakmampuan pemerintah pusat melaksanakan secara efisien apa yang
telah menjadi keputusan politiknya keseluruh pelosok tanah airnya.
e. Rendahnya partisipasi politik karena tidak tersedianya lembaga penghubung
dan penyalur tuntutan politik masyarakat ke negara.
f. Krisis integrasi dan koordinasi berbagai kelompok politik dominan.
g. Krisis distribusi ketika negara tidak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi
dan pemerataan hasilnya sesuai dengan harapan masyarakat.

Asumsi Teoritis Modernisasi


Asumsi yang digunakan dari teori Modernisasi Klasik tentang modernisasi adalah
sebagai berikut:
a. Merupakan proses bertahap. Artinya untuk menuju negara modern
memerlukan beberapa tahapan yang harus dilalui oleh masyarakat.
b. Proses Homogenisasi, modernisasi akan terbentuk berbagai masyarakat
dengan suatu kecenderungan yang serupa.
c. Terkadang merupakan proses dari Eopanisasi atau Amerikanisasi. Hal ini
didasarkan bahwa negara tersebut seakan-akan sebagai pelopor negara modern,
sehingga dijadikan standar atau panutan oleh negara-negara dunia ketiga.
d. Proses yang maju. Modernisasi tidak bisa dihentikan pada saat suatu negara
mulai berjalan dengan pembangunannya. Modernisasi juga merupakan proses
yang immanent oleh karena modernisasi bersifat sistemik, transformatif, serta
melibatkan perubahan sosial yang terus menerus.
e. Perubahan progresif, yaitu adanya perubahan kemajuan dalam masyarakat,
namun membawa implikasi kepada efek yang kurang menguntungkan dalam
kehidupan.
f. Memerlukan waktu yang relatif panjang.
g. Proses sistemik, artinya modernisasi melibatkan berbagai perubahan di
berbagai aspek seperti tingkah laku sosial, industrialisasi, urbanisasi,
sekularisasi, sentralisasi, dan sebagainya.
h. Proses Transformasi yaitu perubahan dari nilai-nilai yang dianggap primitif ke
arah nilai-nilai modern.

METODOLOGI
Teori Modernisasi Klasik dalam metodologinya adalah :
a. Mengkaji kecenderungan persoalan negara dunia ketiga secara abstrak dan
pengambilan kesimpulan-kesimpulan secara umum untuk dijadikan pola (model)
yang dibakukan.
b. Menggunakan batasan wilayah negara sebagai unit analisisnya.

IMPLIKASI KEBIJAKAN DALAM PEMBANGUNAN


Teori ini menerapkan kebijakan dalam pembangunannya adalah sebagai
berikut :
a. Dapat membantu memberikan secara implisit pembenaran hubungan
kekuatan yang bertolak belakang antara masyarakat tradisional dengan
masyarakat modern.
b. Adanya penilaian bahwa ideologi komunis merupakan ancaman terhadap
pembangunan di negara dunia ketiga.
c. Adanya kecenderungan legitimasi bahwa perlunya bantuan asing dari negara
maju ke negara dunia ketiga.
BAB 3
HASIL KAJIAN TEORI MODERN KLASIK

A. Kajian Teori Modernisasi Klasik


Ada lima kajian yang dibahas dalam bab ini, yaitu: McClelland yang meneliti
tentang motivasi berprestasi. Inkles yang membahas tentang cirri-ciri manusia
modern. Sumawinata yang membahas tentang kesiapan Indonesia dalam
memasuki tahap lepas landas. Bellah yang mengkaji tentang agama Tokugawa
di Jepang dan Lipset tentang keterkaitan antara pembangunan ekonomi dengan
pengembangan demokrasi politik.

1. McClelland
Pertanyaan pokok yang diajukan McClelland adalah kelompok masyarakat mana
yang menentukan proses modernisasi. Ia berpendapat bahwa kelompok
wiraswastawan memiliki peran penting dalam proses modernisasi di Dunia
Ketiga. Kelompok ini memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi
gemilang yang dilakukannya melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu
berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki
kualitas kerja yang dicapainya. Lebih jauh McClelland mengemukakan bahwa
negara yang memiliki derajat motivasi berprestasi tinggi, juga memiliki derajat
pembangunan ekonomi yang tinggi. Untuk dapat mengembangkan motivasi
berprestasi ini, ia mengatakan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat
penting, yaitu melalui pendidikan sejak usia dini. Dalam hal ini keluarga harus
menetapkan standar berprestasi yang tinggi kepada anak, dan orang tua tidak
otoriter.

2. Inkeles
Penelitian Inkeles berangkat dari pertanyaan apa akibat yang ditimbulkan dari
modernisasi terhadap nilai, sikap danpandangan hidup seseorang, dan apakah
Dunia Ketiga akan memiliki sikap hidup yang lebih modern daripada masa
sebelumnya. Menurut Inkeles manusia modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Terbuka terhadap pengalaman baru


b. Independent terhadap otoritas tradisional
c. Percaya terhadap ilmu pengetahuan
d. Memilki mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi
e. Memiliki rencana jangka panjang
f. Aktif terlibat dalam percaturan politi
Faktor-faktor yang menyebabkan Masyarakat Dunia Ketiga mampu menyerap
nilai modernitas adalah pendidikan , terutama melalui kurikulum informal, dan
pekerjaan pabrik.

3. Sumawinata
Rostow mengatakan bahwa ada tiga syarat yang harus dipenuhi Dunia Ketiga
untuk memasuki tahap tinggal landas. Ketiga syarat tersebut adalah investasi
minimum !0% dari GNP, adanya industri sebagai penopang pertumbuhan
ekonomi dan pranata sosial politik yang mampu dinamika masyarakat.
Berangkat dari pemikiran tersebut Sumawinata mencoba mengkritisi
pembangunan ekonomi Indonesia. Ia mengemukakan Indonesia terlalau besar
menempatkan syarat yanag pertama, sementara syarat kedua dan ketiga
kurang mendapat perhatian secara memadai. Lebih jauh ia berpendapat bahwa
untuk memasuki tahap landas Indonesia harus menginvestigasikan 15% dari
GNP, sebab syarat investasi minimal 10% dari GNP adalah terlalu lunak.
Disamping itu, dengan belajar dari pengalaman negara Asia Timur maka perlu
percepatan proses industrialisasi. Dan tidak kalah pentingnya adalah perlu
membangun pranata sosial politik secara lebih memadai untuk menyerap
dinamika masyarakat.

4.Bellah
Dengan menggunakan analogi teori Weber tentang hubungan fungsional antara
Protestan Bellah ingin mengkaji apakah ada peran agama Jepang terhadap
berkembangnya masyarakat industri di Jepang. Dalam penelitiannya ia membuat
dua klasifikasi, yaitu tidak membuat pemilihan agama yang ada di Jepang
(Konfusionisme, Budhisme, Shinto), dan peran agama dalam membentuk nilai-
nilai dasar masyarakat Jepang. Atas dasar klasifikasi tersebut ia melihat bahwa
ada tiga kemungkinan keterkaitan antara agama dengan pembangunan
ekonomi, yaitu: Pengaruh langsung, pengaruh melalui pranata politik, dan
pengaruh melalui lembaga keluarga.
a. Pengaruh langsung
Pada awalnya agama Budha yang dianut menekankan pentingnya keselamatan.
Dalam perkembangannya hal tersebut dipandang tidak mencukupi maka
diperlukan etika sebagai satu persyaratan dasar keselamatan dalam hidup. Ada
tiga pokok ajaran etika ini, yaitu: 1) Bekerja tekun dan sungguh-sungguh atas
pekerjaan yang dipilihnya; 2) Hemat dan tidak konsumtif; 3) Menghargai kerja
keras untuk mengumpulkan kekayaan yang sebanyak-banyaknya melalui usaha
yang halal.
b. Pengaruh melalui pranata politik
Berbeda dengan di Cina yang menekankan pentingnya integrasi, efisiensi dan
harmoni, Konfusionisme di Jepang lebih menekankan pada loyalitas tanpa batas
dan tanpa pamrih untuk kepentingan kolektif. Nilai yang semula hanya dimiliki
kaum Samurai ini kemudian pada masa Tokugawa menyebar dan dimiliki oleh
masyarakat umum. Masyarakat loyal dan kerja tanpa pamrih pada raja untuk
kepentingan negara. Masyarakat berupaya mengumpulkan kekayaan untuk
kepentingan kejayaan negara, bukan untuk kepentingan pribadi.
c. Pengaruh melalui lembaga keluarga
Nilai-nilai loyalitas, mengabdi tanpa pamrih dan batas ini tidak saja ada dalam
tataran kenegaraan, tetapi juga hidup dalam lembaga keluarga mewujud dalam
bentuk loyalitas pada keluarga, menjunjung tinggi nama keluarga. Seluruh
anggota keluarga berkewajiban untuk menjaga nama baik nenek moyang dan
keluarga. Untuk mewujudkan hal tersebut maka keluarga mendorong
tumbuhnya sikap kejujuran, kualitas, dan nama baik. Nilai-nilai ini menurut Billa
ternyata mendukung lahirnya lahirnya cikal bakal ekonomi rasional Jepang.
5. Lipse
Penelitian Lipse memfokuskan pada hubungan antara demokrasi politik dengan
perkembangan ekonomi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa negara yang
memiliki demokrasi politik memiliki derajat pembangunan ekonomi yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan negara diktator. Lebih lanjut Lipse menjelaskan
bahwa pembangunan ekonomi, meningkatnya pendapatan, meratanya
pendidikan akan berpengaruh terhadap perjuangan masyarakat, yang
didalamnyaterkandung landasan kehidupan demokrasi. Hal ini dapat dilihat dari
tiga hal, yaitu: a) Pembangunan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, memperkecil kesenjangan sosial, akan mampu mendorong
berkembangnya wawasan ke depan, reformis dan memperkecil berkembangnya
kaum ekstremis lapisan masyarakat bawah; b) Melajirkan kelas menengah
secara lebih besar. Kelompok ini akan mampu meningkatkan partisipasi politik
masyarakat melalui pendidikan politik, mempengaruhi kebijakan politik,
menjembatani konflik antar kelompok, menciptakan opini publik melalui media
massa; c) Melahirkan lapisan masyarakat atas yang cenderung memiliki
kesadaran tinggi di bidang pemerataan ekonomi dan akan berbagi hak-hak
politik dengan lapisan masyarakat bawah.

B. Kritikan terhadap Teori Modernisasi Klasik


Teori Modernisasi Klasik ini mendapat kritikan dari berbagai kalangan, baik dari
para akademisi maupun pemerhati neo Marxisme. Kritikan tersebut meliputi
beberapa hal:
1. Gerak pembangunan.
Para pengkritik tidak setuju dengan pendapat teori ini yang mengatakan bahwa
perkembangan masyarakat akan berlangsung secara linier dan sebagaimana
yang terjadi di negara Barat. Mereka mengatakan bahwa teori yang
dikembangkan lebih menempatkan nilai-nilai Barat sebagai nilai yang terbaik
dan oleh karena itu pembangunan Dunia Ketiga harus diarahkan menuju ke
sana. Sebagai konsekuensinya maka pembangunan Dunia Ketiga harus berjalan
searah dengan apa yang telah dilakukan oleh negara Barat, dan tidak ada arah
alternatif lainnya. Lebih jauh dari itu teori tersebut terlalu yakin akan
kemampuan Dunia Ketiga dalam mencapai masyarakat modern.
2. Nilai tradisional
Para kritikus tidak setuju dengan teori modernisasi klasik yang
mempertentangkan nilai tradisional dengan modern dan melihat nilai tradisional
Dunia Ketiga homogen. Mereka mengatakan bahwa nilai tradisional dan modern
bukanlah sesuatu yang bertolak belakang satu dengan lainnya, akan tetapi hidup
berdampingan. Di samping itu nilai tradisional tidak selalu menjadi penghambat
proses pembangunan di Dunia Ketiga. Mereka juga mengatakan bahwa Dunia
Ketiga memiliki nilai tradisional yang sangat heterogen dan sarat dengan konflik.
3. Metode kajian
Para pengkritik mengatakan bahwa metode yang digunakan teori Modernisasi
Klasik adalah abstrak dan terlalu makro. Dalam kajiannya tidak didukung dengan
analisis empirik dengan mempertimbangkan cakupan wilayah dan waktu.
4. Ideologi
Kritikan yang paling keras dilontarkan oleh kaum neo Marxisme yang
mengatakan bahwa teori ini adalah alat propaganda Barat untuk menanamkan
pengaruhnya di Dunia Ketiga dengan baju ilmiah.
5. Dominasi asing
Para penganut neo Marxisme mengatakan bahwa teori ini telah mengabaikan
pengaruh dominasi asing atas model pembangunan yang dikembangkan, seperti
peran investasi, perusahaan multinasional, kolonialisme. Teori ini lebih
mengedepankan factor internal seperti budaya dan nilai tradisional.

BAB 4
Hasil Kajian Baru Teori Modernisasi

Seperti halnya dengan teori modernisasi klasik, kajian baru ini juga memiliki
pokok perhatian pada persoalan pembangunan negara Dunia Ketiga. Pengkajian
bertitik tolak pada faktor internal, seperti nilai-nilai tradisional dan berbagai
pranata sosial. Asumsi pokoknya masih sama dengan teori modernisasi klasik
yaitu bahwa negara Dunia Ketiga pada umumnya akan tetap memperoleh
keuntungan melalui proses modernisasi dan hubungan lebih mesra dan intensif
dengan Barat.

Perbedaan Teori Modernisasi Klasik dan Baru

Perbedaan Teori Modernisasi Klasik Teori Modernisasi baru


Tradisi Sebagai penghalang pembangunan Faktor positif pembangunan
Metode Kajian Abstrak dan konstruksi tipologi Studi kasus dan analisa sejarah
Arah Pembangunan Garis lurus dan menggunakan USA sebagai model Berarah
dan bermodel banyak
Faktor Ekstern dan Konflik Tidak memperhatikan Lebih memperhatikan

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dalam kajian baru nilai tradisional
secara bersungguh-sungguh, berusaha menunjukkan bahwa nilai tradisional
memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan yang mendorong
diadakannya penelitian baru yang mengkaji nilai-nilai tradisional seperti
familisme, agama rakyat, budaya lokal dan lain sebagainya.
Dalam kajian baru secara metodelogis lebih memperhatikan pada kasus-kasus
nyata dan tidak lagi melupakan unsur keunikan sejarah. Sejarah dianggap faktor
yang paling signifikan dalam menjelaskan pola perkembangan dari suatu negara.
Sebagai akibat dari perhatian terhadap sejarah perhatian arah pembangunan
dalam kajian baru tidak lagi memiliki anggapan gerak satu arah pembangunan
dan menjadikan Barat sebagai satu-satunya model sehingga mereka menerima
kenyataan bahwa negara Dunia Ketiga dapat memiliki kesempatan untuk
menempuh arah dan menentukan model pembangunan sendiri.
Perbedaan terakhir adalah kajian baru lebih memperhatikan pada factor
eksternal (lingkungan internasional) dalam mempengaruhi pembangunan. Di
samping itu hasil kajian baru juga menaruh perhatian pada factor konflik.
Dimana dalam analisanya sering mengintegrasikan dengan baik factor konflik,
kelas, dominasi ideologi dan peranan agama.
Dengan adanya revisi dari asumsi dasar tersebut di atas kajian baru teori
modernisasi ini menemukan berbagai arena penelitian dalam berbagai kajian
sebagai berikut :

Wong : Familiisme dan Kewiraswastaan


Penelitian Wong mengkaji mengenai pengaruh familiisme terhadap sikap dan
berkembangnya wiraswasta di Hongkong. Dimana disebutkan bahwa adanya
manajemen paternalistik dalam lingkungan usaha di Hongkong telah membantu
usahawan untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang ada dalam
industri yang fluktuatif. Kedua nepotisme yang timbul di lingkungan usaha
memberikan andil terhadap kemajuan usaha karena mereka membantu
memperkuat posisi bersaing perusahaan.
Oleh karena itu Wong tidak melihat pranata keluarga sebagai penghambat
pembangunan nasional justru dianggap sebagai “etos usaha keluarga”. Yang
didalamnya memiliki tiga karakteristik yaitu konsentrasi yang tinggi dalam
proses pengambilan keputusan. Kedua otonomi sangat dihargai dan bekerja
mandiri lebih disukai, dan ketiga usaha keluarga jarang berjangka panjang dan
selalu secara stabil berada dalam posisi tidak stabil.

Dove : Budaya Lokal dan Pembangunan di Indonesia


Dalam kajian Dove menyatakan bahwa budaya tradisional sangat dan selalu
berkait dengan proses pembangunan ekonomi, sosial dan politik dimana budaya
tradisional tersebut melekat. Dalam penelitiannya Dove mengkategorikan dalam
empat kelompok yaitu agama tradisional (ideologi), ekonomi, lingkungan hidup,
dan perubahan sosial.
Keempat aspek tersebut memberikan manfaat fungsional bagi masyarakat yang
menganut system tradisional tersebut sehingga terkadang peraturan dan
perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap masyarakat
penganut sistem tradisional tersebut sehingga terkadang peraturan dan
perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap masyarakat
penganut sistem tersebut menjadi tidak tepat dan mengganggu kestabilan dan
kelangsungan hidup masyarakat tersebut. Secara ringkas penelitian Dove
menunjukkan bahwa budaya tradisional tidak harus selalu ditafsirkan sebagai
faktor penghambat pembangunan.

Davis : Revisi Kajian Agama Jepang dan Teori Barikade


Pendapat yang dikemukakan oleh Davis akan kajian agama di Jepang merupakan
revisi dari teori yang dikemukakan oleh Weber. Menurut Davis masyarakat
membutuhkan berbagai macam spirit untuk lahir dan berkembangnya
kapitalisme, sehingga hal tersebut apabila dalam masyarakat modern timbul
berbagai macam spirit yang berbeda, beberapa spirit tidak mengalami
sekularisme. Revisi yang ketiga adalah mengenai keunikan budaya Jepang dalam
keberhasilan pembangunan ekonomi tidak terlepas dari peranan pemerintah,
system perbankkan, peranan insustri dan pranata sosial lainnya. Dimana
loyalitas dalam budaya Jepang hanya akan terwujud dalam suatu jaringan yang
insentif dan ganjaran sosial serta dalam jaringan batasan dan kekerasan sosial.

Huntington : Demokrasi di Negara Dunia Ketiga


Huntington mempertanyakan apakah semakin banyak negara yang lebih
demokratis di tahun 1980-an?, menjawab pertanyaan tersebut Ia mengajukan
perbedaan dua faktor yakni pra kondisi yang diperlukan untuk pembangunan
demokrasi dan faktor proses politik yang diperlukan untuk terjadinya
pembangunan demokrasi.
Pra kondisi demokrasi yakni meliputi kemakmuran ekonomi dan pemerataan
kekayaan, struktur sosial, lingkungan eksternal dan konteks budaya. Sedangkan
faktor proses demokratisasi dibahas dalam tiga model utama yaitu: model linier,
model siklus dan model dialektis. Dari telaah ketiga model tersebut Huntington
memberikan penjelasan akan pilihannya tentang model demokrasi yang terbaik..

Teori Modernisasi Baru


Dari beberapa kajian penelitian tersebut di atas maka dapatlah diambil
kesimpulan bahwa teori modernisasi baru telah bergerak ke arah yang lebih
canggih tidak lagi mengikuti teori modernisasi klasik yang memberikan
pembaharuan dalam aspek-aspek sebagai berikut :
1. Kembalinya peran nilai tradisional
Dengan adanya konsep-konsep baru seperti teori barikade, familiisme, budaya
local dan seterusnya maka secara cermat dapat diamati bahwa nilai tradisional
tersebut berinteraksi dengan nilai Barat, serta apa peran yang dapat dilakukan
oleh nilai tradisional untuk menunjang proses modernisasi.
Dove dan kawan-kawan melihat bahwa budaya tradisional merupakan sesuatu
yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, dan oleh karena itu budaya
tradisional tidaklah bertentangan dengan pembangunan.
2. Kembali Ke Sejarah
Teori modernisasi baru tideak lagi mengandalkan analisa kontruksi tipologi dan
analisa abstrak. Teori modernisasi baru memberikan perhatian pada keunikan
dari setiap kasus pembangunan yang dianalisa. Akan tetapi hasil kajian teori
modernisasi baru ini menggunakan teorinya untuk menjelaskan masing-masing
kasus yang dipelajari. Penelitian yang dilakukan di Hongkong dapat saja tidak
berlaku di Jepang, Cina atau Korea karena perbedaan kondisi dari masyarakat
sebagai bagian dari system pembangunan di negara tersebut.
3. Analisa Mutakhir
Teori modernisasi baru secara sadar menghindar untuk menyajikan analisa dan
pernyataan yang simplisistik, dan mengandalkan analisa pada satu variable.
Perhatiannya lebih ditujukan untuk mengamati dan menganalisa secara serentak
dan simultan terhadap berbagai pranata sosial yang ada (sosial, budaya,
ekonomi, dan politik), berbagai kemungkinan arah pembangunan dan interaksi
antara factor internal dan eksternal.

C. PENUTUP
Proses modernisasi dan pembangunan negara Dunia Ketiga yang masih
berhubungan dengan Barat yang dijadikan model dan panutan mulai bergeser
secara perlahan-lahan pandang para pemerhati, gejala perubahan sosial budaya
dengan semakin berkembangnya diskusi kajian dan penelitian tentang
pandangan teori modernisasi. Negara Asia seperti Cina, Jepang dan Korea adalah
tolehan para peneliti dan pengkaji perubahan sosial budaya dalam kaitannya
dengan pembangunan.
Pranata keluarga tradisional tidak lagi dipandang sebagai factor penghambat
pembangunan tetapi merupakan faktor yang mampu membentuk etos ekonomi
yang dinamis dengan apa yang disebut “etos usaha keluarga” . Etos ini melihat
keluarga sebagai unit dasar kompetisi ekonomi, yang akan memberikan
landasan untuk terjadinya proses inovasi dan kemantapan pengambilan resiko.
Tiga karakteristik pokok dari usaha keluarga, yakni: (1) konsentrasi yang sangat
tinggi dari proses pengambilan keputusan bersamaan dengan rendahnya
formalitas struktur organisasi; (2) otonomi dihargai sangat tinggi dan bekerja
secara lebih mandiri sangat disukai; dan (3) usaha keluarga jarang berjangka
panjang dan selalu ajeg berada dalam posisi yang tidak stabil.
Dalam kasus di Indonesia, budaya tradisional meruapakan sesuatu yang dinamis
dan selalu mengalami perubahan dan tidak bertentangan dengan pembangunan.
Masyarakat tradisional Indonesia pada dasarnya memiliki ciri yang dinamis,
yakni selalu mengalami perubahan sosial dengan kekuatan internal dan
eksternal yang mempengaruhinya.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Utama :
Alvin Y. So dan Suwarsono. (1994). Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta:
LP3ES.

Sumber Pendukung :

Amal Adnan Taufik. (1989). Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Hukum
Fazlur Rahman. Bandung: Mizan.
Hasan Zaini. (1987). Pendidikan dan Modernitas Individu dalam Proses
Pembentukan Manusia Pembangunan di Indonesia. Malang: Ceramah Ilmiah
dalam rangka Dies Natalies IKIP Malang, tidak diterbitkan.

Rogers, Everett M. (1983). Diffusion of Innovation. New York: The Free Press.

Anda mungkin juga menyukai