SETENGAH DEWA
EDITED By : FAISAL SAPUTRA
Aku adalah seorang gadis yang berjuang untuk hidupku sendiri di Ibukota.
Walaupun, kalau dipikir", keluargaku masih mampu membiayai aku hidup. Tapi aku
lebih memilih untuk membiayai hidupku sendiri, merasakan hasil peluhku sendiri.
Aku masih ingat semua kejadian yang membuatku memilih hidup sendiri.
Kejadian itu masih terngiang di telingaku. Kala itu, Aku harus mempertahankan
apa yang Almh. Ibuku amanatkan untukku.
“Hanna, rumah ini jangan sampai dijual. Simpan semua surat – surat dan kotak
perhiasan Ibu ini di bunker rahasiamu.Baca surat dari Ibu saat keadaan sudah
stabil. Ibu percaya Hanna bisa.”
Tak lama setelah itu Ibu tiada. Banyak hal berkecamuk di hatiku. Sanggupkah
aku?
Ketika keadaan mulai stabil, Aku teringat pesan Ibu dan bunker rahasiaku. Malam
itu, aku membaca suratnya dan terkesima. Ibu meninggalkanku banyak amanat,
diantaranya beliau ingin rumah tidak dijual dan menitipkan surat – surat rumah
padaku. Ada sekotak kado terbungkus kertas kopi bertuliskan “Untuk Hanna” dan
itu tertulis di dalam surat Ibu sebagai “Kado Pernikahan” untukku dan Ibu
menginginkan agar aku membukanya pada saat aku akan menikah. Terlalu cepat
dan terlalu panjang Ibuku berpikir tentang masa depanku. Seorang Hanna bisa
menikah?? Apa mungkin ??
Kintan atau Jurnalku adalah sahabatku. Segala keluh kesah kuuraikan secara jujur
pada Kintan. Tapi kalau aku sedang malas cerita, aku menyimpan semua itu
sendirian. Sejak aku tahu rumah ingin dijual, aku berpikir betapa piciknya kakak –
kakakku. Malam itu, aku putuskan menyimpan semua yang Ibu amanatkan padaku
dan menaruhnya kembali dengan rapi di bunker rahasiaku. Kotak bertuliskan
“Untuk Hanna” kutaruh diatas semua benda milik Ibuku. Aku mengakhiri malam
itu dengan menyegel rapi bunker rahasiaku dan mengepak pakaianku karena
keesokan harinya, aku ingin pergi…ya…pergi.!
Aku pergi keluar dari rumah keesokkan harinya dengan membawa apa yang aku
punya, pakaian dan kintan. Berkat sahabatku, Ari, aku bisa pergi dengan mudah
dari rumah. Di sepanjang perjalanan, Ari sempat menanyakan tentang apa yang
terjadi. Sedang aku hanya berkomentar,
“NO COMMENT…”
Ari yang sudah lama mengenalku hanya mendengus kesal mendengar aku berkata
itu dan itu berulang kali. Aku memang malas untuk menjawab tentang itu semua
karena bagiku itu buang – buang waktu. Aku sedang berpikir akan hidup seperti
apa diluar sana.Seorang Hanna yang….aahhh…Ari pun berpikir bahwa aku tidak bisa
bertahan.
Sampai malam hari datang, hari pertamaku tanpa AC, tanpa TV, tanpa telepon,
tanpa kasur empuk dan tanpa makan malam, aku berpikir untuk berubah. Aku
bercerita tentang ini pada Kintan dan aku memutuskan untuk mempersiapkan
“Alter Ego” ku.
Aku hidup dalam jati diri Laras bertahun – tahun sampai kadang aku merasa kalau
aku adalah Laras, terlahir sebagai Laras bukan Hanna. Hanna sepertinya sudah
hilang, terkubur disudut hatiku paling dalam dan aku seperti terbuai dengan itu
semua. Sampai aku tak memikirkan apapun, bahkan KTP dengan status asal –
asalan Hanna pun tak jadi masalah buatku. Aku seperti bukan Hanna, tapi
sepenuhnya Laras.
Kadang aku berpikir untuk mengakhiri perjalanan Laras, tapi aku tak bisa. Laras
seperti mendarah daging di dalam diriku. Kadang sifat Hanna-ku berontak tapi
kuabaikan. Yang tak bisa kuabaikan hanya Kintan. Dia tetap sahabatku, baik aku
Hanna ataupun Laras. Hanya pada Kintan, aku bisa jadi sosok Hanna dan Laras
sekaligus. Mungkin kalau Kintan bisa bicara, dia pasti berteriak marah padaku.
Hanya pada Kintan aku tuliskan syair – syair kegundahanku dan cerita – cerita
hidupku. Entah cerita kegundahan Hanna yang ingin mengakhiri perjalanan Laras
maupun kegundahan Laras tentang cerita – cerita cinta.
Sejak ada Laras, cinta datang silih berganti di hidupku sebagai Hanna. Tapi semua
hanya selintas lalu, tidak ada yang benar – benar tulus. Hanna ingin rasakan
“cinta” seperti yang dipunyai Ibu. Ibu dan ayahku adalah 2 manusia yang punya
sifat yang sangat bertolak belakang. Ibu yang ceria, tak kenal kata lelah, supel,
easy going, lembut namun tegas tampak seperti Laras untukku. Sedang Ayah,
seorang yang punya dedikasi tinggi pada pekerjaan, tidak ngoyo, punya dunia
sendiri, lembut dan tegas. Ibu dan Ayah bias berjalan beriringan sampai maut
memisahkan. Cinta seperti itu yang ingin aku, sebagai Hanna miliki.
Aku ingin belajar menjadi Ibu dan laras tampak menguasai itu. Sekarang aku
mencari sosok “ayah” tapi apa ada manusia yang sama seperti Ayahku???
Ya, Internet!
Mungin aku bisa mencarinya lewat friendster atau facebook yang sedang booming
akhir – akhir ini. Untukku yang bekerja di sebuah business centre tampak
mempermudah semuanya. Aku bias online 3 kai sehari untuk cek friendster dan
facebook-ku dan tampaknya, aku tidak menemukan masalah.
Sampai aku bertemu Yudha. Yudha adalah sahabat sekaligus kakak angkat Satria.
Yudha yang kutahu adalah lajang, punya gamecenter mungil, baik, perhatian dan
penyayang. Sejak itu aku akrab dengan Yudha, dia menjadi “couple” ku di
Idolstreet. Sampai suatu ketika kebenaran terbuka. Aku sebagai Laras selalu bilang
selalu bilang kalau aku bekerja di luar negeri tapi teman bermain idolstreetku
tidak bias bohong dan menyembunyikan keberadaanku. Sampai terkuaklah dimana
aku berada dan Yudha pun berubah.
Saat itu aku benar – benar kalut dan ingin mengetahui kebenaran dibalik sikap
Yudha yang berubah. Aku dan temanku nekat dating ke tepat Yudha dan
Motif si kakak yang memang bernama Yudha adalah ingin menjodohkan adiknya
yang bernama Rian denganku. Saat itu, harapanku untuk dapatkan cinta buyar.
Seolah – olah memang dunia sedang memperolok – olok Hanna dan Laras
bersamaan, tidak ada yang sejati tampaknya, tulus pun tidak. Setelah aku tahu
semuanya, aku sebagai Hanna hanya bias berlapang dada walaupun aku sebagai
Laras merasa tidak terima. Jujur, aku terlanjur saying pada sosok Rian yang
ternyata bersifat Yudha.
Enta mengapa, hati ini bilang kalau perjalanan cintaku baru akan dimulai.
Sepertinya, Kintan pun mengatakan hal yang sama, tapi mana mungkin. Yudha
sudah beristri dan mempunyai 1 orang anak laki – laki bernama Alief. Aku bukan
tipe perusak rumah tangga orang jika sebagai Hanna tapi Laras pun akan
berpikiran sama, no no no thanks.
Tapi kenapa hatiku sebagai Hanna dan Laras berkata bahwa perjalanan cintaku
baru akan dimulai?? Dengan Rian?? Tampaknya tidak. Lalu dengan siapa?? Apa
ada laki – laki lain selain Yudha?? Kalau memang ada, kuharap ini yang terakhir
untuk Laras dan Hanna, tapi siapa??
Kegundahanku akankah seperti ini selama hidupku?? Apakah benar kerapuhanku ini
dapat membuat hidupku lebih baik??
Hari itu terlalu banyak yang terjadi di hidupku. Setelah kejadian Yudha dan Rian,
Aku sebagai Laras dan Hanna seolah enggan untuk mencari apa yang menjadi
tujuan utama selama ini. Seolah, mencari 'cinta' melalui media internet memang
salah. Sepulang dari kantor, tak pelak, aku mencari Kintan. Aku ingin
menumpahkan segala kekesalan di hati hari itu.
Aku membuka billing komputer yang akan kumainkan malam itu, men - double
klik icon Idolstreet dan menunggu loading untuk masuk ke game tersebut selesai.
Id login kumasukan, password dan kurang dari 1 menit aku sudah berada dalam
game tersebut. Belum selangkah char-ku jalan, sudah ada whisp dr Yudha.
"Di Titanic aja. Kamu bikin room aja pake namamu Ras, ya?" balas Yudha.
Tanpa banyak pikir, aku menyewa room di Titanic yang kuberi nama Laras dan
langsung kukabari Yudha untuk masuk ke room tersebut sambil memberitahukan
password-nya. Tak perlu begitu lama menunggu Yudha. Dia tiba di room Titanic
secepat kilat.
"Ras, aku mau minta maaf atas kejadian waktu itu. Maaf, bukan maksudnya
membohongi kamu. Tapi jujur, itu memang alasan kenapa aku mendekatimu", jelas
Yudha.
"Sudahlah Mas, ga usah dipikirkan. Yang sudah terjadi terjadilah. Itu memang
sudah nasibku. Lagipula, ini dunia maya, semua orang berhak melakukan apapun
yang mereka suka, termasuk Mas Yudha", jawabku
"Bukan Ras, Bukan itu. Memang benar yang kamu bicarakan. Tapi bukan itu yang
mau aku bicarakan sekarang", jawabnya
"Aku mau bicara kalau sebenarnya apa yang sudah kulakukan terhadapmu kemarin
sudah mempengaruhi hidupku", tulis Yudha tak lama kemudian.
"Ya, Aku jadi benar - benar sayang dan jatuh cinta sama kamu, Ras. Waktu kamu
ke tempatku kemarin, ingin mengetahui semua kebenarannya, aku hanya bisa
terdiam karena sebenarnya aku sayang sama kamu.", jelas Yudha
"Tapi Mas, kamu kan sudah beristri, punya 1 anak yang masih kecil. Aku ga mau
merusak rumah tanggamu", jawabku.
"Sayang atau ga sayang, itu bukan urusanku. Mas Yudha harus bertanggungjawab
atas apapun yang udah Mas Yudha lakukan dan ucapkan", jawabku.
"Tapi aku benar - benar sayang sama kamu, Ras", tulis Yudha.
Aku berjalan gontai keluar dari gamecenter itu dan sesampainya aku di kost, aku
hanya bisa merebahkan kepalaku di bantal. Aku berpikir, Apa yang kucari??? apa
ini yang kucari ???? Tapi Yudha sudah beristri.
Hanna berpikir, ternyata Laras begitu bodoh. Dibalik Laras yang sempurna,
tersimpan kegundahan yang sama dengan Hanna. Hanna yang selalu gundah karena
tidak ada pria yang akan memandangnya seperti seorang pria memandang Laras.
Laras yang selalu gundah karena tampaknya selalu menemukan kegagalan dalam
setiap langkahnya.
Ingin rasanya aku sebagai Hanna mengubur jauh2 sosok Laras dan berusaha
menjadi diriku yang sesungguhnya. Tapi aku belum siap mengetahui kalau dunia ini
terlalu besar untuk seorang Hanna.
Aku menutup hari itu dengan setengah hati dan hanya bisa berkata, "JUST
BACK OFF"....or SURRENDER ???
Aku sebagai Hanna ingin melewati hari itu dengan bekerja seperti biasa, tapi aku
sebagai Laras ingin melewati hari itu dengan menangis. Laras sedang gundah,
gundah karena cinta. Kenapa aku harus kenal dengan Yudha??
Sesampainya di kantor, aku sudah disambut tampang bantalnya Mas Andi dan
ajakan setannya...
"Han, RF yuk nanti pulang kerja??? yuk haaann!!", ajak Mas Andi.
"Ogah....lagi ga napsu main game ahhh.", jawabku sambil slonong girl ke arah meja
administrasi.
"Pliss Hannaaa....ya ya?? Hanna mau apa Mas beliin deh!", rayu Mas Andi.
"Bener..apa ajah buat Hanna asal temenin gwe main RF", jawab Mas Andi.
Ya, aku sebagai Hanna akan selalu jadi adik yang paling manis untuk Mas Andi.
Hanya partner - partner kerjaku yang menganggapku sebagai Hanna yang manis.
"Han, Laras itu ga perlu ada. Laras itu sama seperti Hanna. Menutupi sesuatu
yang tak perlu ditutupi. Manusia tidak ada yang sempurna. Bagiku, tidak ada
yang salah dengan Hanna. Kamu manis, baik, cerdas, supel, apa yang harus kamu
takuti??? Anak - anak juga ga pernah keberatan dengan sifatmu. Kamu hanya
perlu mencintai dirimu sendiri, ngerti Han??"
Mas Eko, Supervisor-ku juga pernah marah ttg hal yang sama.
"Hanna yang ini dah cukup buatku kalau aku laki - laki single. Sayangnya aku
sudah menikah dan ga ada adik laki - lakiku yang masih single. Kalo ada, sudah
kulamar kamu buat dia. Laras buang aja ke laut. Laki - laki mana yang mau lepas
wanita seperti kamu, Han??? kalau dia lepas kamu, berarti dia manusia paling
bodoh"
Semua perkataan itu selalu terngiang - ngiang di telingaku setiap hari. Tapi
terkadang egoku bermain disini. Laras juga berhak untuk mengetahui bagaimana
jalannya nanti. Sedangkan Hanna hanya bisa menunggu ketidakpastian, akan
sampai mana Laras memakan hidupnya.
Aku menghampiri komputerku dan mengaktifkan Yahoo Messenger ku. Tak lama
aku OL, datang PM dr sahabatku, Dewi. Begitu kulihat daftar teman - temanku,
tertera nama Yudha disitu. Dia OL.
"Ini gwe lagi YMan sama Mas Yudha. Parah.", balas Dewi
Kenapa parah??? kebetulan Dewi juga main Idolstreet dan dia kenal dengan
Yudha.
"Mas Yudha nekat niy.", makin bingung aku dengan jawaban Dewi.
"Sebelumnya gwe mau tanya ma lo. Lo sayang ga sama Mas Yudha?", tulis Dewi
"hmm..gwe sayang dia kalau dia single, bukan triple kayak sekarang", jawabku.
Agak lama aku menunggu balasan dari Dewi. Dalam hati banyak pertanyaan. Belum
hilang rasa gundahku atas apa yang terjadi kemarin. Memang semua salahku
melangkah. Menjalani semuanya kayaknya ga mungkin. Saat harus kusudahi semua,
banyak banget hambatannya.
"Han, Mas Yudha nekat mau ceraiin istrinya. Dia lebih pilih lo. Gila!", PM dari
Dewi tiba - tiba.
"Dia bener - bener cinta mati sama kamu, Han", jawab Dewi tak lama.
"Oke. Tapi aku tetep ga bisa sama dia, dew. Lo paham kan??", balasku
"Ya..ya...Idolstreet bawa semuanya ke kehidupan nyata ya, Han. Gwe ga tau kalo
semuanya jadi begini.", jelas Dewi.
"Iyh. Seandainya dia single, gwe mau jalanin hidup sama dia tapi kenyataannya ga
bisa kan??", balasku.
"Apa ini yang lo mau, Ras??? Mau sampe kapan lo siksa hidup gwe, Ras??"
Hari itu semua pekerjaanku kuselesaikan tanpa hambatan yang berarti. Selepas
kerja, Mas Andi sudah menyeretku ke depan kompi gamecenter yang ada,
kebetulan di lantai atas tempat kerjaku. ( tempatku provide Gamecenter juga
soalnya - red )
Selesai memasukkan Akses Billing Pegawai ke kompi tersebut, aku men - double
click icon RF Online sesuai janjiku ke Mas Andi. Jadilah aku seorang pemain RF
terhitung hari itu. Mas Andi menyuruhku membuat sebuah Char Accretia dan
sejak hari itu juga, aku menjadi seorang Accretia Comet ( Comet nama Server
tempat aku bermain ).
Dengan sabar Mas Andi membimbingku dan aku tertantang dengan RF Online.
Ternyata, di RF Online aku menemukan Satria, Sahabatku di Idolstreet.
"Orang tanya, balik nanya. Tau lah, Lo kan ga kreatif. Nama Vieanka cuma 1 biji
di dunia pergame online-an. Cuma lo doang", jawab Satria.
"Baik. Bentar ya, panggil anak - anak dulu. Ada Laras ya kudu dikabar - kabari",
jawab Satria.
"Semuanya juga ada. Lo masuk Guild kita aja ya, Ras. Bentar, Panca ketuanya,
dia lg OTW", jawab Satria.
"LARAAAASSSS!!"........
Aku terpaku dengan tulisan Hijau di layar ***u. bingung gimana bikin warna yang
sama, aku tanya Mas Andi.
"Mas, ini jawabnya gimana?? kok Hijau sendiri yang lain kan abu" warnanya",
tanyaku ke Mas Andi yang sedang asiik di sebelahku.
Akhirnya dia ajarin gimana cara balesnya. Itu ternyata whisp dari char yang
namanya Nca.
Aku menekan tombol yang ada di pojok kanan bawah layar monitorku. Detik itu
aku jadi anggota Guild S.C.O.R.P.I.ON.
Itu berjalan setiap hari. Idolstreet kulupakan. Aku jadi addicted ke RF Online.
Guild S.C.O.R.P.I.ONku sudah seperti keluarga buatku. Terkadang, aku maen RF
Online bukan untuk GB atau Leveling, tapi cuma untuk bertemu teman -
temanku, sahabat - sahabatku. Ternyata sejak aku addicted dengan RF, bukan
cuma Laras yang masuk kedalamnya, Hanna pun ikut terbius pesona RF Online.
Entah berapa lama aku sudah bermain RF Online. Aku seperti bisa melepaskan
semua beban - bebanku. Walaupun aku merasa seperti anak bawang di guildku,
tapi aku bahagia. Kadang bisa menjadi Laras dan Hanna sekaligus di waktu yang
sama.
Aku tak merasa bahwa RF Online yang akan membawaku ke dalam dunia yang
sekarang sedang kujalani sendiri. Dunia dimana aku mengorbankan semua
kehidupanku.
Haahhh......
Entah berapa lama aku terbius oleh RF Online sampai aku gak sadar akan
penyakit lamaku yang bisa datang kapan saja. Sehari aku ga main RF Onlie, terasa
ada yang hilang.
Aku mengidap Anti - Phospholipid Syndrom atau Sindrom Darah Kental sejak
SMU.
Sindrom darah kental adalah penyakit autoimun yang menyebabkan darah menjadi
kental. Antibodi antifosfolipid merupakan salah satu faktor risiko trombosis
dimana darah di dalam tubuh cenderung kental dan mudah membeku sehingga
dapat menyebabkan sumbatan di dalam pembuluh darah nadi (arteri) maupun
pembuluh darah balik (vena). Keberadaan antibodi terhadap fosfolipid ini dapat
diketahui melalui pemeriksaan antibodi dalam darah dengan mendeteksi adanya
Antibody Anticardiolipin (ACA) dan Lupus Anticoagulan (LA). Adanya antibodi ini
pada seseorang tidak serta merta atau tidak secara absolut menunjukkan bahwa
akan terjadi pembekuan darah, namun kemungkinan terjadinya pembekuan darah
akan lebih besar daripada orang lain. Banyak individu dengan antibodi ini tidak
mengalami sumbatan pembuluh darah (trombosis), ada yang baru akan mengalami
gejala akibat trombosis suatu saat kemudian, namun ada pula yang menunjukkan
gejala sindrom darah kental ini di usia muda.
Akibat darah kental, pasokan darah yang membawa oksigen, zat-zat nutrisi, dan
lain-lain ke organ dan jaringan di dalam tubuh dapat berkurang bahkan terhenti
sama sekali, -tergantung pada tingkat keparahan kelainan tersebut-, sehingga
menimbulkan gangguan pada berbagai organ di dalam tubuh. Gejala pada otak
berupa sakit kepala atau migren berulang, vertigo, kejang, daya ingat menurun,
bahkan strok yang tidak lazim pada usia 40-an. Gejala pada mata dapat
menyebabkan penglihatan kabur hingga buta mendadak. Pada telinga dapat terjadi
Karena aku maen RF Online tak kenal waktu, malam itu jadi malam paling
menyakitkan untukku dan awal pertemuanku dengan dia.
Malam itu aku sedang leveling di Lab. Bionik. Tiba2 darah segar keluar dari
hidungku. Reflek aku langsung lari menuju kamar mandi untuk membersihkan
semuanya. Darah yang keluar dari hidungku membuat aku kesakitan. Begitu
kuanggap darahnya berenti, aku kembali ke meja komputerku dan menulis whisp
ke Yudha yang malam itu sedang membantuku leveling untuk rehat sebentar. Aku
memberitahukan Yudha apa yang terjadi, tapi dia tidak bisa berbuat apa - apa.
Begitu kubaca, ternyata pengirimnya adalah N3Yo, salah satu anak guildku.
Aduhhh..ada lagi yang bilang kalau aku ganggu konsentrasinya main. Setelah
kuteliti, bukan N3Yo yang mengirimkan tulisan itu, tetapi anak guild yang
bernama Bho.
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku terlanjur sakit hati karena aku ga tau
harus gimana caranya menghilangkan rasa sakit akibat mimisan tadi.
"Hoy, lo ga jawab yang N3Yo tanya?? Lo Hode ya??", tanya char yang bernama
Bho itu.
"Sorry Bho, gwe ga tau lo siapa tapi yang jelas gwe bukan HODE dan N3Yo dah
tau siapa gwe dibanding lo. Skrg gwe lagi kesakitan karena gwe baru aja mimisan
dan kalo lo ga ngerti gimana rasanya, JUST BACK OFF....BOY!!", jawabku.
Tanpa tunggu panjang lebar dan menunggu balasannya, aku langsung keluar dari
game tersebut dan bener - bener rehat sambil mengatur emosiku.
Setelah hampir 30 menit aku rehat dr RF Online, aku berusaha untuk login lagi.
Setelah masuk, semua fungsi chat aku block, dari chat all, guild, whisp, sampai
chat map. Aku murni bermain game itu sendiri, gak chat sama siapa pun, even
Yudha.
setelah hampir se jam aku OL sendiri, iseng kubuka semua fungsi chat. Aku
terkejut, teman - teman guildku sedang membicarakan aku.
Bho : Jadi char yang namanya VieANKaCHu itu bener" cewek ya??
Bho : iyah....
Aku ga tega. Memang hanya chat whisp yang ga aku buka. Setelah dipikir - pikir,
aku membuka chat whisp. Tak berapa lama, Bho whisp aku.
"Ga papa kok. Aku mang dah biasa diginiin. Aku kan badutnya Scorpie", jawabku
"Tapi kan kamu lagi sakit. Dia kan satu kota sama kamu masa ga bs dtg?", tanya
bho lagi.
"Ya itu kan urusannya dya mau dateng atau ga.", jawabku
Setelah itu Bho terdiam. Aku melanjutkan permainanku kembali. Tak lama, dia
whisp aku lagi.
"Iyah...berisik", jawabku
Ga lama memang dia off. Aku pun Off. Hidungku dan sakit kepalaku tidak bisa
kompromi.
"Begini lah....aku istirahat dulu ya, Bho. Besok aja diterusin ngobrolnya", balasku.
"Iyah...", jawabku.
Aku langsung menutup HPku dan aku tersadar...Kalau ada yang aneh. Dia
memanggilku "Beb".
Aku langsung merebahkan diriku di kasur dan enggan berpikir macam - macam,
padahal, inilah awal semuanya terjadi. Aku cuma anak bawang, ga pantas
diperlakukan spesial.
Setelah kejadian itu, Aku semakin dekat dengan sosok Aji a.k.a Bho.
Setiap hari kita ga pernah melewatkan hari tanpa sms dan OL RF online. Sampai
suatu saat dya kirim sms yang bunyinya,
Aku mengirimkan sms kembali kepadanya, bertanya memang ada apa dan memang
dya merasa hubungan ini hubungan apa?
Aku terperangah membaca sms itu. Aku cuma bisa meneteskan air mata walaupun
aku ga tahu kenapa airmata itu keluar. Tak berapa lama, Bho menelponku.
"Ras, maafin aku. Aku ga sanggup ambil kamu dari Yudha", ujarnya
"Yudha???", tanyaku
"Iyah, Yudha. Aku tau kamu deket sama Yudha sebelum kenal aku. Aku juga tau
perasaan Yudha sama kamu. Aku lebih baik mundur daripada ngerasa bersalah
sama Yudha", jawabnya.
"Sekarang aku tanya, gimana perasaan kamu sama aku?", tanyaku sambil setengah
terisak.
"Aku mau jujur, kalo aku juga sayang sama km. Aku juga sayang sama Yudha.
Tapi sayangku sama Yudha cm sebagai adik karena aku tahu kalau aku ga bs sama
dya", jawabku.
"Yudha sudah beristri dan punya anak. Aku bukan perempuan yang suka merusak
rumah tangga orang. Tapi aku juga ga bisa melarang orang untuk sayang aku",
"Dari dulu aku selalu mencari cinta untuk hidupku sendiri. Tapi semuanya pergi.
Orang - orang yang aku sayang pergi, aku sendiri. Atau aku memang harus sendiri
ji??", tanyaku dengan tangisku.
"Ga.....ga.....aduuuhhh", jawabnya.
Sebelum sempat dya berbicara, aku sudah menutup flip HPku yang otomatis
memutuskan pembicaraanku dengan Bho. Aku menangis sejadi - jadinya. Semua
seperti flashback untukku.
Ketika Ayahku pergi meninggalkan dunia ini, aku belum mengerti apa arti
kehilangan. Yang kuingat hanya senyumnya, tegasnya, kebaikannya, amarahnya dan
semua yang pernah aku rasa adalah suka.
Ketika kakak perempuanku yang paling tua meninggal, aku hanya bisa terdiam.
Mengenang dya sebagai kakak yang paling mengerti aku. Aku hanya bisa melihat
ke-4 anak - anaknya yang masih kecil dan butuh perhatian seorang Ibu. Ketika
itu, aku hanya bs telpon semua teman2ku dan melampiaskan kesedihanku.
Ketika Ibuku meninggal, aku sudah mengerti semua. Ketika itu, penyakit Anti -
Phospholipid-ku sedang parah - parahnya. Ibu yang selalu mendukungku agar aku
bisa survive dan semangat sekolah untuk mengejar beasiswa serta lulus SMU
dengan nilai yang baik. Aku yang terancam pergi dari dunia kala itu. Aku sudah
memikirkan bahwa aku yang akan mengisi tempat kosong disamping makam
kakakku. Tapi ternyata, Ibuku pergi meninggalkan aku. Rasanya hatiku hampa.
Bener2 ga bs apa2..
"Ya....", jawabku.
"Beb, maafin aku. Aku ga bisa boong kalo aku bener - bener sayang sama kamu",
ujarnya.
"Ya...", jawabku.
"Ya.....", jawabku.
"Aku tau kalau aku tidak pantas diperjuangkan, ji. Jadi jangan paksa diri kamu
untuk sayang dan berjuang untukku", jawabku.
"Kenapa??? aku sekarang mau berjuang untuk kamu Ras, apapun", ujarnya.
"Ga, aku ga perduli siapa kamu, ada apa denganmu, aku sayang kamu", jawabnya.
"Aku mau kamu jadi pacarku. Aku mau kamu jadi istriku, aku mau kamu jadi
bagian hidupku, aku mau kamu jadi jodohku", ujarnya.
Setelah pembicaraan itu, aku dan Bho sepakat untuk main RF Online. Dia pakai
char Bho dan aku pakai char Cora-ku. Kita berjanji bertemu di Istana Haram. Aku
menunggunya lama kemudian muncullah sosok Bho dibelakangku, Besar. Dia minta
kepadaku untuk mengambil foto kami berdua. Aku menyimpannya dengan hati2.
Hati itu aku merasa bingung sekaligus bahagia. Bingung karena apa aku harus
membuka diriku sebagai Hanna atau tetap sebagai Laras. Bahagia karena aku
mempunyai teman berbagi sekarang.
Ini adalah awal dari apa yang harus kujalani sekarang. Hitamku berawal dari
kehadiran cinta ini........cinta yang sebenarnya harus kubunuh, tapi aku tak
sanggup. Dilema....
Setelah hari itu, kehidupanku sebagai Hanna dan Laras berubah. Setiap pagi selalu
ada yang menelponku untuk membangunkanku dan mengucapkan kata - kata "Luv
U Beb" setiap hari.
Rutinitasku berubah. Hpku yang awalnya Gagu a.k.a Ga Guna, mendadak berubah
kayak HPnya selebritis yang sedang kejar setoran. Dering Hp baik telpon masuk
atau sms ga berenti2 dan itu berasal dari orang dan nomor yang sama yaitu Bho.
Setiap hari aku harus melaporkan ke Bho, memakai baju apa aaku ke
kantor....huuffff....karena waktu dya telponku di jalan, dya dengar ada yg godain
aku. huffff....
Rutinitas hibernasiku juga berubah, dari biasa tidur mlm jadi tidur pagi.
huuufff...masa - masa indah buatku sekarang yang hanya bisa mengingatnya.
"Weeehhh...kenapa?", tanyaku
"Penasaran, kalo dah senyum - senyum setan gitu, biasanya ada yg aneh", pikirku
dalam hati
"Haloo..."
"Ga, ga ngomong apa2. kalau pun ngomong, rahasia atuh cinta", jawabnya.
Obrolan ini berlangsung sampai aku pulang ke kost. Tapi sesampainya di kost,
obrolan pun semakin serius, ga ada lagi bercanda - bercanda.
"Ras, kamu kerja di Samarinda aja. Disini juga banyak kok lowongan. sekalian aku
bs jagain kamu", ajak Bho.
"wew...masa???", tanyaku.
Kejadian hari itu tidak merubah keputusanku. Aku tetap akan berangkat ke
Samarinda walaupun aku belum memutuskan kapan.
Dalam hati berpikir, "ini baru anak - anak kantor, apa jadinya kalo anak - anak
guild tau???"......
Setelah hari itu, tiada hari tanpa sms atau telpon. Frekuensi Bho menelponku
jadi lebih sering dari biasanya ketika tahu bahwa aku akan pergi ke Samarinda.
Teman - teman kantorku sudah tidak bisa membantahku atau berusaha
meyakinkanku untuk tidak berangkat ke Samarinda. Mas Andi mulai jarang bicara
padaku, begitu juga yang lain...dan saat itu, semakin membuatku yakin kalau
memang aku harus ke Samarinda...
Jadi hari itu aku putuskan untuk memberitahukan ke Mas Eko sebagai Supervisor
ku bahwa aku positive ke Samarinda...Aku pergi ke kantor seperti biasa, Mas
Andi sudah stand by lebih dulu dari aku. Aku langsung menyapanya dan
menanyakan Mas Eko sudah datang atau belum.
"Ga, Hanna mau cari suasana baru. Hanna bosen di jakarta juga sekalian biar
deket dya", jawabku.
Hari itu benar2 hari yang memuakkan buatku. Bener - bener bete setengah gila
karena semua teman - teman kantorku ga sepaham denganku.
Sejak saat itu, Mas Andi sering membuka HPku, membalas semua sms dr Bho dan
itu dengan sepengetahuanku. Biar dia tau kalau memang Bho bukan laki - laki ga
bener. Saat itu mataku benar - benar tertutup dengan semua pesonanya.
Waktu berjalan cepat sampai tiba saatnya aku berangkat. Aku ingat hari itu
tanggal 1 Februari. Malam itu aku bermain RF dengan Bho. GoLdIron a.k.a Jho
tiba2 whisp aku.
"tumben...", ujarnya
"Kenapa?", tanyaku
"AN***NK....sumpah...", ujarnya.
Tiba - tiba charnya Offline sampai tidak berapa lama, TheKin9 a.k.a Yudha whisp
aku...
"Bisa ke Markas ga? aku pengen ngomong", Yudha tulis itu seakan - akan ada
masalah penting yang harus diutarakan.
"Dimarkas...", jawabku
Aku duduk di depan bank. sambil liat kiri kanan ada siapa aja. tiba - tiba Yudha
dtg...duduk disebelahku.
Belum sempat Yudha tulis sesuatu, aku langsung mengutarakan kalo aku mau
pamit ke samarinda.
"HAAAAHHHHHHHHHH!!!!!!!...ngapain?", tanyanya.
"HAAAAAAAAAAAAHH!!! Trus kmu mau ksana demi dya gitu?", tanya Yudha.
Aku menunggu di markas sekian lama, lama banget..sekitar 20 menit sampe tiba
- tiba Yudha whisp aku..
"Ras, skrg pake chat party aja....aku mau ngomong ma kalian ber2", kata Yudha.
"Iyh...kenapa? kan tadi lo dah tau dari gwe, kenapa lo tanya lagi, Yud", jawab
Bho.
"Ga, gwe cuma mau pastiin aja. Kenapa lo bs jadian ma Laras?", tanya Yudha
"Ya karena gwe sayang ma dya. Lo sendiri kenapa? Tadi lo bilang Laras cinta
sejati lo, kenapa lo ga berusaha rebut dya dari gwe?", tanya bho
Aku yang membaca semua itu cuma bisa terdiam. Aku ga bisa nulis apa - apa.
Aku cuma bs tertegun di depan layar monitor komputerku...menunggu apa yg
akan terjadi kemudian.
"Laras memang cinta sejati gwe tapi gwe ga bs rebut dya dari lo ataupun dari
siapapun, karena gwe ga bisa", jawabnya.
"Karena gwe dah beristri dan punya anak. Oke, memang gwe ga sayang sama istri
gwe, gwe sayang sama Laras, cuma gwe punya anak yang bener - bener gwe
sayang, bho. Gwe ga bs lepas tanggung jawab", jawab Yudha.
"Kalo mang Laras cinta sejati lo, Lo harusnya bisa milih dong mana yang terbaik
buat lo", ujar Bho.
"Ya, gwe bisa milih kalo Laras lah yang terbaik buat gwe. Tapi lo liat posisi gwe,
Gwe ga bs korbanin anak gwe, ngerti kan lo?", jawab Yudha.
"Thanks....doain gwe bisa membentuk keluarga yang baik nanti", jawab Bho.
Malam itu, RFku berakhir dengan perasaan ga tentu. Belum lama aku Off dari
RF, ada telpon masuk ke HPku. Kubaca di Layarnya...Jho.
"kenapa?", tanyaku.
"Lo dah kayak kakak buat gwe. Kalo mang lo mau ke Samarinda, suruh si Bho
jemput lo ke Jakarta, bukan lo yg ke Samarinda Sendiri!!", jawabnya dengan nada
tinggi.
Malam itu secara bergilir, semua anak - anak Guildku menelponku. Mereka tidak
mengijinkan aku untuk berangkat ke samarinda. Namun, tekadku sudah bulat kalau
aku tetap pergi ke Samarinda.
Malam itu sepertinya semua amarah teman - temanku, ku anggap angin lalu.
Lusa tetap aku berangkat ke Samarinda. Aku sepertinya sudah buta dengan cinta
Andai aku tau semua akan berakhir Hitam, aku lebih pilih tetap disini....Andaikan
aku bisa memutar kembali waktu...huuuffttt...
Setelah malam gari dimana semua men-judge bahwa aku salah, aku mempersiapkan
semuanya. Tak pakaian, Baju2, semuanya, sampai tiket yang sudah kupesan lewat
Reservation Online. Kala itu, aku menggunakan Lion Air.
Pagi itu, aku sedah mendapat telpon dr Bho, yang kala itu tetap kerja walaupun
aku mau datang, maklum PNS..
Hari itu aku naik penerbangan ke Balikpapan jam 15.20. Pagi itu aku siap2
sendirian. Tampaknya teman2 kantorku pun enggan untuk mengucapkan "Selamat
Tinggal Untukku". Mungkin bagi mereka aku sudah terlalu menyakiti hati mereka
kali ya.
Aku berangkat dr kost jam 10 pagi ke Pasar Minggu untuk naik DAMRI dari sana.
Perjalanan ku tempuh tanpa ada hambatan. Aku sampai di Terminal Pasar Minggu
dengan selamat. Naik bus DAMRI dengan selamat walaupun masih harus
menunggu lama.
Di bus tersebut aku menelpon Bho, dengan provider yang sama dengan Bho,
rasanya akan baik2 saja, pulsaku akan tahan sampe Samarinda. Kucari namanya di
daftar hpku...kutekan dan kudengar nada sambungnya...
"ya...", jawabku.
"Oke...tha2", jawabku.
Aku pun menutup flip hape ku. Ughhh..rasanya deg2an. Gimana ya? bakal ketemu
sama seseorang yang memang dah masuk kedalam hidupku.
Bus pun mulai berjalan. Lambat namun pasti, bus yang sudah dipenuhi penumpang
itu pun melaju.
"Apa aku akan merindukan semua ini?? apa jalan yang kupilih sudah benar?? apa
dya benar2 menyayangiku?? apa aku sanggup jauh dr suasana ini??"
tapi itu hanya pikiran selintas laluku. Aku tak memikirkan semua itu. Yang
kupikirkan kala itu hanya, bisa ga seorang Hanna sampai ke Samarinda dengan
selamat.
Sampai di bandara, aku langsung menuju loket Check in untuk dapetin Boarding
Pas nunggu, aku di temenin sama suara si Bpk. Bho yang menelponku.
Ga terasa, pukul 15.00 sudah tiba. Aku mulai mengirimkan sms ke semua
teman2ku minta pamitan. ada yang bales, ada yg diem aja. gpp lah.
Jam 15.15 aku mulai memasuki pesawat, kuliat di boarding pass ku, kursiku
nomor 5C...huufftt...
lama kutunggu, akhirnya pesawat itu jalan juga dan aku akhirnya meninggalkan
Jakarta...Banyak bayangan sekelebat masuk di pikiranku, tapi tak kuperdulikan.
Yang aku inginkan hanya sampai di Samarinda dengan selamat.
Pukul 18.30, aku sampai di Balikpapan. Turun di lapangan terbang a.k.a Bandara
Sepinggan malam itu. Udaranya berangin alias Windy.....beeuuhh...rasanya,
menusuk banget.
"Hah?????", jawabnya.
"huuh", jawabku.
Setelah aku menutup Hpku, aku mulai mengikuti orang – orang yang berada di
depanku karena jujur aku bingung. Bandara Sepinggan tidak seperti Bandara
Soekarno – Hatta yang teratur. Aku akhirnya tahu kalau Bandara Sepinggan itu
kecil, waktu itu hanya ada Pesawatku, Lion Air dan Batavia Air.
Dan itu terbukti ketika kutanyakan berapa ongkos taxi dari Bandara ke Terminal
Bus.
“Rp. 45.000 kak”, jawab supir taxi yang disambut tanda tanya buatku.
“Mungkin Terminal Bus itu jauh kali dari sini”, pikirku dalam hati.
Akhirnya, aku menaiki taxi tersebut dengan harga Rp. 45.000 yang kami
Sambil kuperhatikan jalan, Balikpapan termasuk kota yang bersih. Tak sempat ku
berpikir macam – macam, tiba – tiba si supir bilang,
Perasaan belum ada 15 menit naik taxi, kok dah sampai?? kalau di Jakarta,
itungan taxi seharga Rp. 45.000 itu ya, kayak dari Grogol ke Cawang deh. Tapi
karena aku malas berargumen, aku langsung keluar taxi dan celingak – celinguk.
“Kalau mau ke Samarinda jam segini, naiknya dari lampu merah disebelah sana
kak”, sambil menunjukkan arah lampu merah tersebut.
Tanpa pikir panjang, akhirnya aku setuju naik ojek ke lampu merah tersebut.
Jaraknya lumayan jauh ya, tapi terobati karena Busnya masih ada. Setelah
mengucapkan terima kasih, aku segera menaiki bus itu.
Kulihat kiri kanan, bangku masih sepi. Tiba – tiba teringat kalau aku belum
makan dari Jakarta. Aku lihat melalui jendela, ada warung rokok yang masih buka.
Beli roti yang Rp. 1000 an lumayan buat ganjel deh.
Aku turun dari bus dan membiarkan tas pakaianku di dalam bus. Aku membeli 1
buah donal coklat dan segelas aqua gelas. Setelah bayar, langsung naik ke bus ga
pake lama. Begitu duduk di Bus, ternyata si supir mulai menyalakan mesin Bus.
“akhirnya jalan juga”, ujarku dalam hati sambil melihat jam di tanganku yang
sudah menunjukkan pukul 19.00.
Tapi setelah kutunggu, kok gak jalan – jalan? Ternyata, cuma mau manasin mesin
aja. Bus itu jalan pukul. 20.00 dari Balikpapan. Ketika bus itu jalan, aku
menelpon Bho.
“Masih lah. Kalo dah ga ada, aku naik bus apa sekarang? Bus setan ya?”, jawabku
yang dibalas suara tawa Bho.
“Ya dah, simpen pulsanya buat nanti. Kalau sudah lewatin Jembatan Sungai
Mahakam, telpon ya”, suruhnya.
“Oke”, jawabku.
Aku segera menutup hapeku dan mulai berpikir, perjalanan seperti apa yang akan
aku lewati sekarang.
Sebisa mataku memandang, hanya ada warna hitam. Aku gak tau pemandangan
apa yang sedang aku lewati. Yang kutahu, Bus itu melaju cepat seperti cara jalan
KOPAJA atau Metro Mini di Jakarta. Agak sebel juga karena ga bisa liat apa –
apa, tapi mau tidur juga ga bisa, takut kelewatan.
Akhirnya aku cuma bisa diem, berdoa semoga bener ini bus ke Samarinda.
Hampir 3 jam, baru aku merasa sudah melewati beberapa pemukiman penduduk.
Tak berapa lama, aku melihat Jembatan Besar di depan sana
“Iyh, udah”, jawabku. Tau bener tau salah, nyaut aja 'udah'. Yang aku ingat
cuma aku melewati pemukiman penduduk yang terbuat dari kayu disamping sungai
itu.
Ketika aku melewati bagian daratan yang lebih tinggi dari Sungai Mahakam, Aku
sempet mengambil gambar Jembatan tersebut.
Tak berapa lama, aku akan melewati Jembatan tersebut. Rasa di dada
berkecamuk. Ini kali pertamaku pergi keluar Jakarta tanpa siapa pun. Ketika
melewati Jembatan itu, dalam hati aku berteriak..
Aku tak tahu apa yang terjadi setelah itu, cuma aku bangga, aku bisa sampai
Samarinda dengan usahaku sendiri. Dalam hati, Andai Ibuku masih hidup,, mungkin
dia dah jantungan denger aku ke Samarinda sendiri.
Bus itu melaju ke arah tertentu yang seperti aku tau kalau itu mengarah ke
“Oke”, jawabku.
Sambil kutenteng tas pakaianku yang makin lama kok makin berat ke pintu
depan. Aku tak perduli dengan siulan para pria – pria di sepanjang jalan yang aku
lewati. Sesampainya aku di pintu depan, Aku tidak menemukan sosok Bho sama
sekali.
Tak lama, hpku berbunyi lagi. Kuhempaskan tas pakaianku dan kubuka flip hapeku,
ternyata Bho.
“Aku dah dipintu depan. Kamu mang di pintu depannya dimana?”, tanyanya
“Ada 2, bentar2, aku ke pintu yang satu lagi, Tunggu situ, jangan kemana2”,
ujarnya.
Lama aku menunggu sampai aku digodain bapak – bapak yang berenti disebelahku
dengan motornya menawarkan ingin kemana. Jujur, serem. Tak berapa lama,
datanglah motor yang menghampiriku. Begitu motor itu berhenti di depanku,
sontak bapak – bapak yang menggodaku, pergi. Si Pengendara membuka tutup
helmnya dan aku baru sadar kalo itu, Bho.
“wew beby, lucu amat berdiri disitu. Sini, ngapain diem disitu”, tanyanya.
Aku melangkah maju sambil manyun karena sebel, dari Balikpapan sampe
Samarinda jauh, capek, yang jemput lelet. Begitu kuhampiri dya, begitu aku
berdiri di sampingnya, aku langsung menghempaskan kembali tas pakaianku ke
tanah, begitu kuhempaskan tas itu ke tanah, Bho langsung membuka helmnya dan
memelukku. Rasanya, kangen itu bener – bener meledak. Bho memelukku erat.
Dia melepaskan pelukannya setelah mengecup keningku.
“Iyah”, jawabku.
“Kok hotel?? mang km belum cariin kost buat aku, beb?”, tanyaku.
“Ini pake helmnya. Aku beli yang warnanya sama kayak helmku. Gpp kan?”,
tanyanya.
Akhirnya aku memakai helm tersebut, menaiki motor Satria Fu – nya dan
mengikuti kemana motor itu melaju. Aku gak tau apa yang ada dipikiran Bho dan
aku juga mendadak ga bisa mikir apa – apa. Apa yang terjadi kemudian diluar
perkiraanku.
Malam itu aku berkeliling Samarinda untuk cari hotel, ternyata dia juga belum
cari hotel dr tadi keran sibuk maen RF. Dari satu hotel ke hotel lain. Akhirnya
kita nemuin satu hotel yang lumayan lah klo buat tidur aja. Dia check in pake
namanya. Gak lama kita dianterin ke kamar yang dah disewa dan hal pertama
yang aku lakuin, lompat ke kasur karena bener – bener capek.
“Banget", Jawabku.
Lama dia memelukku, kemudian Bho mencium keningku dan memandang wajahku
dari dekat.
“Beb, kamu lucu. Aku kangen banget sama kamu, beb. Kangen...”, ujarnya.
“Iyah....sama”, jawabku yang cuma bisa diam terpaku ga bisa ngomong apa – apa.
Kemudian Bho mencium bibirku, lama sekali. Aku rasanya bingung waktu dicium
Bho seperti itu. Ada perasaan seperti terbang kemana gitu. Mungkin karena
waktu itu aku terbuai cinta, cinta yang bisa membuatku lupa akan segalanya
sampai aku bisa menyerahkan apa yang kupertahankan untuk laki – laki yang saat
itu masih menyayangiku.
Ya, malam itu aku menyerahkan semuanya ke Bho. Idiot sekali perbuatanku saat
itu kalau kupikir – pikir sekarang. Tapi, dia seolah – olah bisa meyakinkanku kalau
dia akan selamanya untukku. Bisa menerima apa adanya aku. Terlalu picik
pemikiranku saat itu.
Setelah semuanya terjadi, Aku dan Bho langsung tertidur sampai aku tak
memikirkan apa yang telah terjadi.
Pagi harinya, aku terbangun oleh bunyi hapeku, ternyata teman SMU-ku, Pandu
yang sms. Aku tak sempat membalasnya karena terpikir olehku apa yang sudah
kulakukan dengan Bho semalam. Apa yang ada dipikiranku semalam??? Aku
langsung membangunkan Bho. Kucium pipinya...dia terbangun.
“Apa???”, tanyaku.
Jujur, saat aku berangkat ke Samarinda, berat badanku Wow banget. Mungkin
ada sekitar 77 – 78 Kg, padahal tinggi badanku cuma 162cm. ( aslinya sekarang
jauh dr kata gemuk....kekurusan malah..)
“Aku pengen Beb paling ga perutnya rata, lengannya kecil, pahanya kecil. Bisa??”,
tanyanya.
“Bisa.....”, jawabku
“Oke. Sekarang Beb bubu aja lagi. Aku mau anter si bapak ke Klinik dl, nanti
“Oke....”, jawabku.
Setelah selesai mandi, Bho segera berangkat. Begitu Bho berangkat, aku ga bisa
tidur. Aku bergegas mandi dan segera membersihkan tempat tidur dan aku
melihat sesuatu disana....merah itu...
Aku melihatnya di atas sprei putih itu. Aku cuma bisa diam menatapnya dan
berharap kalau apa yang sudah kulakukan itu akan baik – baik saja, walaupun aku
meragukannya saat itu. Aku segera mengambil MP3 Playerku, kupasang headset –
nya di telingaku menekan tombol On dan berusaha tenang. Aku mendengarkan
semua lagu – lagunya dan merasakan rindu yang teramat dalam kepada semua
teman – temanku di Jakarta. Kalau aku tidak pergi, kalau aku mengikuti saran
teman – temanku, mungkin bercak merah itu tak mungkin terlihat oleh mataku.
“Huuffttt....”.....
“Sebentar...”, jawabku.
Dalam hatiku saat itu berkata, “apa yang Bho rasakan ya??”....Cuma aku tidak
memperdulikannya.
Setelah baju rapi, aku segera bersiap2 untuk berangkat. Tapi Bho kemudian
memanggilku..
Aku pun menghampirinya dan Bho segera memelukku dan mencium bibirku, lama.
Sampai aku sulit bernapas. Aku gak tau harus gimana....meleleh.
Setelah ciuman mematikan itu, Aku dan Bho segera meninggalkan hotel dan
bergegas ke kost baruku. Setelah lama duduk diatas motor, akhirnya sampai juga
di kost tersebut. Agak jauh dan karena faktor roaming a.k.a ga ngerti jalan,
bagiku, itu jauh. Letaknya di Jalan Gatot Soebroto ( kayak nama jalan di
Jakarta yaa?? ).
Begitu masuk, aku langsung suka tempatnya. Kasurnya Spring Bed, dapet kipas
angin, meja belajar, lemari tapi kamar mandi diluar dan itu kost bebas. Harganya
Rp. 350.000. Wew, di Jakarta ga mungkin dapet segitu. Alhasil, aku segera
membayar kost tersebut dan membereskannya.Bho pulang ke rumahnya untuk
“What I've done, God??”, dalam hatiku berkata sambil menerawang langit –
langit kamarku.
Pagi keesokkan harinya aku terbangun dikarenakan ada ketukan di pintu kamarku.
Ku masih belum bisa beranjak dari kasurku karena kurasakan rasa lelah yang
terlalu. Ketukan itu terdengar lagi bersama suara yang sangat ku kenal, Bho. Ku
lihat layar Hpku, kaget, karena sudah jam 15.00 WIT,
Langsung aku terduduk di kasurku dan berdiri, berlari – lari kecil kearah pintu
kamar kostku, lalu kubuka pintunya, terlihatlah wajah Bho.
“Lama amat siy bukanya Beb??”, tanya Bho sambil berjalan masuk ke kamarku.
“Huuh, baru bangun aku Beb...muuv”, jawabku sambil manyun karena baru bener
– bener bangun.
Lalu dia membuka tas yang dia bawa lalu memperlihatkan semuanya padaku. Dia
bawa piring, gelas, sendok, alat2 tulis, senter, gantungan baju, sampe kapur
barus a.k.a kamper.
“Apa???”, tanyanya.
“Anterin aku ke Swalayan ya. Mau beli pembalut. Dah tanggal – tanggal aku
haid”, jawabku.
Kami pun pergi ke Swalayan terdekat. Berusaha bersikap tenang, karena jujur
saat itu aku memang mengharapkan untuk segera haid. Apa yang sudah kulakukan
membuat hatiku tak tenang tapi aku tak bisa apa – apa selain banyak berdoa.
Setelah kami pulang dari Swalayan, itu saatnya bagiku untuk mengenal lebih jauh.
Setelah percakapan yang cukup lama sambil kami berbaring di tempat tidur,
barulah aku sadar bahwa dia Pria Gemini yang egois. Dia tidak suka dipush, tidak
suka dilarang – larang. Tapi sebenarnya dia seorang pria yang posesif terhadap
pasangannya, terhadap aku. Dia melarangku dalam segala hal, yaitu :
Masih banyak lagi sepertinya larangan2 dari Bho selain dia juga mem – pushku
harus langsing singset. Selama aku disana, jarang rasanya menyentuh yang
namanya nasi. Aku ingat, keesokkan harinya dia bawa 3 botol aqua 1 literan dan
3 bungkus roti manis yang kecil – kecil dan itu adalah makananku setiap hari.
Waktu itu aku haid tanggal 6 Februari siang. Rasanya, perut perih campur
sakitnya nyeri haid dan tanpa Bho tahu, AP Syndrom ku mulai kambuh.
Berhari – hari aku hanya makan roti itu dan minum air itu. Terkadang kalau
memang airnya dah habis, dia belum mengantarkan atau membelikanku air, aku
harus minum air dari bak mandi. >.<
Tapi itu belum cukup menyadarkanku. Rasanya aku masih buta dengan cinta itu.
Bho juga mulai jarang datang ke kost ku, jadwal datangnya tak tentu. Terkadang
datang hanya tanya kabar, naik ke kasur dan tidur sampai batas kunjungan di
kost ku habis, kemudian dia pulang ke GEIM ( nama Game Center tempat dia
biasa main di Jalan Antasari – punya Zenith ), main sampai pagi, pulang ke
rumah buat mandi, kerja, sore ke kostku, tidur disana, jam 11 mlm pulang ke
Game Center buat RF-an trus pulang. Itulah siklus kehidupan seorang Bho.
Waktu aku mau melamar kerja, dia memang mengantarku mem-print semua
lamaran dan CV, membantu mem-fotocopy semua dokumenku. Tapi kalau aku
mendapat panggilan, aku harus berangkat sendiri dengan berbekal sebuah peta
Karena aku ga tau trayek Angkutan Kota disana, akhirnya aku memutuskan untuk
berjalan kaki dari kost ke tempat tujuan. Memang, mayoritas semua penduduk
Samarinda mengendarai motor, otomatis trayek angkutan kota cuma 3, Trayek A
Mobil Biru, Trayek B Mobil Merah dan Trayek C Mobil Hijau. Aku lupa dari mana
ke mana semua trayek itu, ga jelas soalnya.
Peta Samarinda itu sontak menjadi jimat kebanggaanku. Aku pernah jalan dari Jl.
Gatot Soebroto, ke Jl. Agus Salim, trus Ke Jl. K.H. Khalid, Trus tembus Jl.
Perintis Kemerdekaan, Nongol2 di Jl. Awang Long, jalan lagi ke Jl. Gajah Mada,
lurus lewat Kantor Gubernur di sana, lewat Jl. RE Martadinata, ngaso dulu di
pinggir Sungai Mahakam ( sambil mikir, “gila, jauh juga gwe jalan” ), trus jalan
lagi lewat Jl. P. Antasari, lurus lewat Jl. Soetomo, Kanan ke Jl. Soepomo, liat
Mal Lembuswana, motong lewat Jl. Camar, tembus2, GATOT
SOEBROTO...sampe kost-an. Agak bangga juga karena cuma berbekal Peta, aku
sampe juga ke kost, modal nekat, kaki lumayan sakit. Tapi seneng.
Ya, itu yang kudapat di Samarinda, selain jagoan mati lampu, nomor 1 deh. Dari
mulai ngomel sampe terbiasa. Makan cuma roti aja. Minum cuma air putih aja.
Indah dunia. Apa kata dunia kalau aku ga mampu jalani semuanya???
Rasa sakit haid itu ga kerasa sampai akhirnya haidku selesai tanggal 10 Februari
dan kejadian selanjutnya membuat hidupku dilema, harus sedih atau bahagia
dengan keadaan yang sedang kuhadapi......
Semakin hari, jadwal kedatangan Bho ke kostku menjadi tidak bisa diprediksi.
Terkadang dia juga tak datang alasannya banyak, tapi itu tak kupikirkan sama
sekali.
Mendengar dia berkata seperti itu, aku langsung melepaskan headset MP3ku dan
tersenyum.
“Lho, bukannya kamu beb yang ga kangen sama aku?”, jawabku sambil berdiri
menghampiri kasurku.
“Kata aku barusan Beb. Lagian ga ada kabar!!”, jawabku sambil manyun manja.
Ya, itu yang selalu kudapat setiap aku keluar manjanya. Lumrah siy sebenernya
kalo aku ngambek manja karena memang cuma dia satu – satunya manusia yang
kukenal di Samarinda. Kadang ku berpikir, apakah benar – benar sayang padaku.
Hari itu aku benar – benar tak bisa pungkiri bahwa aku kangen banget sama Bho.
Apa pun yang dia lakukan asal dia bisa didekatku, pasti kulakukan. Hari itu dia
meminta sesuatu kepadaku. Sesuatu yang mungkin berat untuk kuulangi lagi tapi
karena terdorong rasa sayangku padanya, kami pun melakukannya lagi. Yang ini
berbeda dari pengalaman pertama dan kedua. Aku merasakan perasaan yang tidak
bisa kuungkapkan dengan kata – kata. Sepertinya kami saling memiliki, dia milikku
Kami tak tau sudah berapa lama kami bergelut dengan perasaan itu. Waktu
terasa berhenti, semuanya diam, terasa dunia hanya milik kami berdua. Aku tak
tau yang Bho rasakan saat itu, tapi buatku adalah segalanya.
Kami terbaring tak berdaya, menghela napas kami yang tersengal – sengal. Aku
tak memikirkan apapun saat itu, yang kupikirkan hanya ada aku dan dia.
Tak lama berselang, ketika semua sudah terasa normal, Bho bergerak. Dia
merubah posisi tidurnya berbaring menghadapku, dia mengusap peluh di keningku
dan mengecupnya.
“Semuanya???”, tanyaku.
“Coba kamu jelasin, kamu takut apa?”, tanyaku sambil merubah posisiku
menghadapnya sambil mengelus pipinya.
“Aku takut kamu bukan jodohku, Aku takut kamu ga akan jadi istriku, aku takut
kamu ga aka nada buatku, aku takut!”, ujarnya.
“Aku takut, aku takut aku ga bisa jauh dari kamu”, ujarnya.
“Ini pengalaman pertamaku melakukan sesuatu sampai sejauh ini. Kalo kamu nanti
“Isi”, aku belum siap”, ujarnya.
“Itu dia, Beb. Tapi aku bener – bener ga bisa jauh dari kamu. Aku yang bikin
kamu begini”, ujarnya.
Kami pun terdiam. Aku baru menyadari bahwa dia mengeluarkan sesuatu ke dalam
diriku. Langsung pikiranku mengatakan bahwa aku harus tenang, kalau tidak, bisa
jadi pertumpahan darah saat itu juga.
Memang yang indah yang kurasakan, sampai saat ini pun aku masih bisa ingat
bagaimana rasanya. Tapi aku tak ambil pusing saat itu. Tak terasa kami pun
tertidur..
“Aku pulang dulu ya….mau ke GEIM. Dah janjian niy sama anak2 sekalian mau
tambah billing”, jawabnya.
“Udah, beb tidur aja. Ga usah anterin aku ke depan. Ya??”, ujarnya.
“Iyah”,jawabku.
Dia segera keluar dari kamar kostku. Kudengar motornya berlalu. Aku segera
bangun, mau ke kamar mandi, pengen pipis. Begitu bangun, kulihat HP Bho
tertinggal. Kuambil, mati ternyata. Kunyalakan dan ternyata ada kode pengaman
HPnya.
Penasaran, Aku pindahkan Simcardnya ke Hpku, kuaktifkan dan tak sengaja, aku
membuka Outboxnya. Dia mengirimkan sebuah sms ke seseorang bernama “Zhie”,
yang kutahu bahwa dia adalah mantan gebetan Bho, isinya…
“Adeeeeeekkkk…….Kakak kangeeeeeeeeeeennnnnnn”…
Huffttt……nyesek banget pas baca itu. Rasanya mau marah tapi kupikir, buat
apa, buang – buang energy. Langsung aku ke kamar mandi. Selesai mandi, aku
langsung siap – siap untuk interview besok. Tidur.
Keesokkan harinya, aku bangun pagi jam 07.00 WITA. Aku langsung mandi dan
bersiap – siap. Setelah semuanya siap, aku berangkat. HP Bho kutinggal di kamar
kost karena aku ga perduli lagi.
Sebelum berangkat, aku mampir ke tempat ibu kost dl ingin menanyakan rute
angkot ( orang Samarinda bilang angkot itu Taxi hehehe..kalo taxi disebut apa
ya?? ). Aku harus naik angkot hijau. Tapi sebelum itu, aku harus jalan ke AM
Sangaji dulu, lewat pasar di jalan Perniagaan, baru naik angkot dari sebrang pasar
ke Jl. P. Antasari.
Tampaknya aku datang terlalu cepat. Akhirnya aku makan nasi kuning dulu
sebentar. Rasanya seneng juga ngerasain nasi lagi setelah lama makan roti.
Hari demi hari kulewati seperti itu, sampai suatu hari aku merasakan ada yang
gak beres denganku. Kepalaku sering pusing, aku sama sekali ga napsu makan,
maunya tiduran aja. Ibu kost dan temen kostku sampai heran karena aku ga
keluar – keluar kamar. Begitu aku keluar kamar, mereka menanyakan itu
kepadaku.
Temen kostku bilang kok aku kayak orang hamil, malas ngapa – ngapain. Apa yang
temen kostku utarakan langsung tertangkap otakku. Apa benar aku hamil??
Keesokkan harinya, aku langsung pergi ke apotik di jl. Camar, pagi – pagi. Aku
membeli sebuah alat test kehamilan dan aku langsung memakainya begitu aku
sampai di kost.
Kuikuti semua petunjuk di kemasan alat test tersebut, aku menunggu hasilnya
dengan perasaan tak menentu. Aku ingat betul, itu tanggal 24 Februari. Hari
paling membingungkan buatku. Setelah menunggu lama, aku terkejut dengan hasil
yang tertera di alat test kehamilan itu. Hasilnya Positif.
Aku menangis sejadi – jadinya. Aku bingung. Aku rasanya ga tega untuk
mengugurkannya dan ga mampu juga kalau harus mempertahankannya karena kami
sama – sama belum siap.
Hari itu, aku benar – benar drop. Aku mimisan hebat, migrant berat dan lemas.
Tapi yang lebih hebatnya, Bho ga tau. Karena aku terlanjur bête dengan
statement dari dia sehari sebelumnya. Waktu itu aku tanya kenapa aku ga boleh
tanya tentang apa yang Bho kerjain. Dia jawab…
“Kamu ga perlu tanya itu Beb, aku baik – baik aja. Kamu tuh kalo mau ngabarin
aku kabarin kalo kost kamu banjir trus tinggal 0.5mtr lg km mau tenggelam,
Oke…Done!!...
Dengan bertambahnya masalah hari itu, itu membuatku berpikir keras. Apa yang
harus kulakukan. Aku menemukan solusinya tapi aku harus rela kehilangan Bho,
ya, kehilangan Bho.
Aku tau apa yang akan terjadi apabila aku memberitahukan tentang kehamilanku
pada Bho dan rasanya aku ga sanggup menambah daftar dosa dalam hidupku.
Lagu dari band Garasi diatas menjadi soundtrack hidupku saat itu. Kudengarkan
lagu itu setiap hari sambil menunggu kedatangan Bho ke kost ku. Lagu ini yang
selalu mewakili semua gelisah hatiku. Setiap Bho datang ke kost, mulutku rasanya
ingin utarakan semua yang terjadi, tapi begitu mau mengeluarkan suara, seperti
ada yang mencekik tenggorokanku. Jangankan suara, melihat dia pun rasanya aku
tak sanggup.
Sebenarnya, pada saat peristiwa itu terjadi, secara tak sengaja, aku merekam
suara saat dia merayuku. Itu kulakukan agar saat aku merindukannya tapi
sosoknya tidak bisa ada di sampingku, aku masih bisa mendengarkan suaranya.
Sampai sekarang, rekaman itu masih tersimpan rapi sebagai bukti bahwa aku
masih menghargai dirinya sebagai seorang yang pernah ada di hatiku dan
memberiku sesuatu yang sangat aku sayang saat ini.
“Ga tau kangen atau ga….tapi yang jelas, roti manisnya sama aquanya abis tuh”,
jawabku.
Bho heran melihat perubahan sikapku. Biasanya aku terlihat manja dan seolah
menanggap kalau aku begitu membutuhkan kehadirannya. Seandainya aku tau
dimana beli roti itu, aku pasti jalan sendiri.
“Kenapa? Kan aku ngasih tau kalo makanan abis. Jadi aku Tanya kamu beli
dimana?”, jawabku.
“Iyah, nanti aku beli lagi. Tapi kok kamu aneh beb??”, tanyanya.
“Hmmm..eh, beb. Kenapa ya kok aku jadi pengen makan terus? Menunya ga
berubah2. Kmrn smp mkn 5 kali”, tanyanya.
“Gak kok. Aku malah ga suka makan itu. Kamu tau aku ga suka makan kerang.
Kmrn sampe makan bny”, ujarnya.
“Kok bisa, kayak orang ngidam aja. Kamu ngidam Beb?”, tanyaku.
Stuck ditanya gitu, aku Cuma senyum aja. Tapi aku mau coba pancing….
“Beneran?”, tanyanya.
“Kalo bener, aku lom siap Beb. Kalo boong mah, Alhamdulillah”, jawabnya.
Jawabannya makin memperkuat keputusanku. Karena aku tau seperti apa sifat
Bho.
“Beb, kayaknya aku mau pindah kost aja”, ujarku mengalihkan pembicaraan.
“Ga papa, dah ga nyaman disini. Takut kena banjir juga Beb. Ga papa kan?”,
tanyaku.
“Ya ga papa. Tapi carinya yang kayak gini juga ya….biar aku bs nengokin kamu”,
ujarnya.
“Iyah…..”, jawabku.
Aku Cuma bias mengangguk aja. Tapi tiba – tiba dia nyeletuk…
“Masa?”, jawabnya
Aku tau kalau Bho lagi ngidam. Malam itu kami mencari kost-an, tapi ga nemu
yang kami pengen. Ditengah jalan, dya ngajak makan kerang rebus. Dia makan
banyak banget disitu. Aku kasian liat dia, kasian karena dia belum bisa terima
kalau wanita yang ada disampingnya sedang mengandung darah dagingnya.
Malam itu Bho pun tampak aneh, dia biasa membawa motornya dengan kecepatan
tinggi. Tapi malam ini dia membawa motornya dengan kecepatan yang luar biasa
lambat.
“Beb, jalannya pelan aja ya. Ga tau niy, feelingku nyuruh bonceng bawa kamu
pelan2”
Sebelum sampai kost, dia mampir ke swalayan, namanya Planet Swalayan. Dia beli
banyak cemilan dan makanan. Aku Tanya buat apa, dia jawab..
Hah…aku bingung….
“Beb, kamu kan ga begitu suka ngemil? Kok tumben ngemil skrg?”, tanyaku.
“Iyah niy, ga tau. Aku dr beberapa hari lalu pengen banget makan chitato sama
Lays. Ngidam!”, ujarnya
“Ga tau deh, segini biasanya masih kurang. Kamu bener ga hamil kan beb?”,
tanyanya kesekian kali.
“Kalo bener kamu hamil, aku bingung tapi seneng karena aku makannya jd banyak.
Cuma…”, ujarnya.
“Cuma aku ga tau nanti anakku makan apa. Aku bener – bener lom siap Beb”,
ujarnya sambil melihat wajahku.
Mungkin dia ingin membaca raut wajahku. Membaca apakah aku berbohong atau
ada sesuatu yang aku sembunyikan. Sungguh, Aku takut dia tau kalau aku
bohong.
“Ya dah, yuk pulang. Dah malam. Besok kita cari kost lagi. Pulang aku kerja ya
Beb?”, ujarnya.
“Iyah…..”, jawabku.
Setelah dia mengantarkanku ke kost dan sudah kupastikan bahwa dia sudah pergi
ke GEIM, aku segera pergi ke net dekat kostku. Niatku, aku ingin mencari tahu
tentang “NGIDAM”. Apa benar laki – laki bisa ngidam??
Malam itu kebetulan aku dapat tempat yang agak ke pojok. Itu memberiku
Para peneliti memonitor pria dengan usia 19-55 tahun, di mana pasangan mereka
secara rutin juga memeriksakan kandungan di St George's Hospital. Calon ayah ini
juga mengalami gejala-gejala yang dialami istri mereka, seperti kejang otot
(kram), nyeri dan rasa tak nyaman pada punggung, perubahaan mood, kenaikan
nafsu makan, mual-mual di pagi hari, mudah lelah, depresi, fainting, susah tidur,
pusing, dan sakit gigi yang terkadang juga dialami ibu hamil. Dan pada tingkat
yang lebih tinggi, beberapa pria juga mengalami perubahan ukuran perut yang
semakin membesar seperti tengah mengandung, atau biasa disebut dengan istilah
'baby bump'. Dalam studi ini beberapa pria mengalami gejala dan ngidam di awal
kehamilan pasangan mereka, namun ada beberapa yang harus mengalami gejala
tersebut sampai si bayi lahir. "Mereka terlihat seperti mewarisi gejala kehamilan
seperti yang dialami pasangan mereka, namun terkadang mereka tak
menyadarinya," jelas pemimpin riset Dr Arthur Brennan.
Salah seorang responden mengatakan pada BBC: "Aku selalu cepat merasa lapar
dan ingin makan setiap waktu. Nafsu makanku terus meningkat. Bahkan aku tak
Memang ada beberapa suami yang tak menyadari bahwa ia mengalami perubahan
emosi dan kondisi tubuh saat istri mereka hamil, namun ada mungkin juga yang
menyadari namun malu untuk mengakuinya.
WOW….
Baiklah. Setelah mendapat informasi itu, aku segera pulang dan tidur nyenyak.
Setidaknya aku berlega hati karena ga terlalu merasakan apa yang Bho rasakan.
Keesokan harinya, Bho menepati janjinya untuk mengantarkan aku cari kost baru.
Malam itu kami mencari di seputaran Jl. Juanda. Kami tak menemukan kost
yang seperti kostku di Jl. Gatot Soebroto. Kemudian tibalah aku di Jl. Juanda
8. Aku menemukan kost yang aku mau, sebuah kost khusus wanita. Memang jauh
dari yang Bho inginkan. Dia marah padaku malam itu. Sekembalinya kami di kost
“Beneran…ughhh”, jawabku sambil pura2 memegang perutku yang saat itu bukan
mules tapi mual.
“Beb, apa siy yang kamu sembunyiin dari aku??? Jujur deh”, ujarnya setengah
memaksaku.
“Aku bingung. Aku mendadak suka, cenderung doyan makanan yang selama ini ga
aku suka, nafsu makanku ga terkendali, dipikiranku Cuma ada kamu kamu dan
kamu. Aku juga ga tau kenapa setiap aku bonceng kamu naik motor, perasaanku
bilang kalau aku ga boleh bawa kamu naik motor kenceng2..ada apa siy beb?”,
ujarnya dengan nada yang agak tinggi walaupun masih terdengar lembut buatku.
“Ga..ga mungkin. Trus kamu kenapa pilih kost yang khusus cewek siy? Kamu ga
suka aku dtg ya?”, tanyanya.
“Beb, aku ga tau apa yang kamu sembunyiin dariku. Kamu tau aku gelisah pengen
tau. Aku juga tau kalo kamu lagi gelisah. Aku peluk kamu, aku cium kamu, tapi
kamu tetep ga mau bilang. Kamu kenapa?”, tanyanya.
“Aku sayang kamu Beb”, jawabku sambil memeluknya erat. Aku memeluknya erat
seakan – akan aku tahu bahwa dia bukan untukku.
“Ga..ga papa. Mungkin Cuma karena kangen aja”, jawabku masih sambil menangis.
“Kangen??? Kamu kangen aku sampe nangis gini? Trus kenapa pilih kost itu?”,
tanyanya.
“Karena aku capek keliling2 Samarinda, cari yang kayak kost ini ga ada. Perutku
sakit Beb!”, ujarku.
Bho duduk di kasur ku dan dia menyuruhku duduk dipangkuannya. Aku tak kuasa
menolaknya karena aku memang butuh ketenangan. Setelah aku duduk di
pangkuannya, dia kemudian menghapus air mataku dan mencubit hidungku.
“Arrgghhhh….”, erangku.
“Udah2….muuv ya kalo aku tadi bentak – bentak kamu. Jujur, aku ga mau
kehilangan momen kayak gini Beb. Jujur, aku Cuma bisa tidur nyenyak di kasur
kamu. Walaupun kasur dirumahku lebih bagus, Cuma aku lebih bahagia tidur di
kasur kamu”, ujarnya.
“Muuv, tapi aku ga kuat. Perutku sakit. Ga sanggup kalo harus naik motor
lama2”, jawabku.
“Perut kamu kenapa siy Beb?”, tanyanya sambil mengusap – usap perutku.
Hiks……tangisku meledak lagi ketika dia mengelus perutku. Saat itu aku hanya
berpikir dan berkata dalam hati. Aku mengatakannya kepada sesosok makhluk
hidup yang ada diperutku.
“Nak, itu tangan ayah lg elus perut bunda. Inget ya chayank, ayah juga sayang
kamu”
Aku mengatakannya seolah – olah benar bho sayang sama janin yang ada di
perutku. Entah si kecil bisa merasakan atau tidak, yang jelas aku sudah
mengatakannya bahwa ayahnya sayang.
“Kamu kenapa siy beby???”, sambil menarik wajahku supaya aku melihat
wajahnya.
Dia mengantarkanku ke kost baruku. Dia merasa bahwa dia tidak akan bisa
mendapatkan apa yang selama ini dia inginkan, sebelum pulang, dia menciumku di
depan kamar kostku sambil memelukku erat. Kemudian mencium bibirku sekali
lagi, membuatku meleleh lagi kemudian ia menyudahinya dengan mencium
“Beb, aku pulang dl. Kamu jangan khawatir sama aku ya, aku baik2 aja”, ujarnya.
Aku melihat kepergiannya dengan hati yang tak menentu. Entah hati bahagia
atau sedih dengan semua keputusan yang kuambil, tapi aku mulai belajar meng-
ikhlaskan segala sesuatu yang akan terjadi di hari – hari depan.
Malam itu, ketika aku membereskan semua pakaianku ke dalam lemari, aku
melihat Kintan. Sahabat lamaku yang selama ini kuabaikan. Dia tampak kusam,
tak terawat. Aku kembali menangis melihat dan mengingat semuanya. Kupeluk
Kintan erat – erat dan aku mulai membaca semua yang kuceritakan dari awal
sampai lembar terakhir. Tangisku semakin menjadi dan aku mengakhiri malam itu
dengan tangisan demi tangisan dan akhirnya aku tertidur.
Aku tak tau apa yang terjadi setelah itu….andai aku tau akan pahit rasanya, aku
pasti tidak akan melakukannya…..
Pagi itu aku terbangun dan menyadari bahwa untuk tidur atau sekedar
membicarakan hal – hal yang begitulah.ini bukan kamar kost-ku yang dulu. Bukan
kamar tempat biasa aku dan bho menghabiskan waktu entah
Kulihat kamar itu sekeliling, catnya yang pink menyiratkan perasaan yang berbeda
dengan perasaanku saat itu. Aku terduduk di kasurku yang hanya setipis tikar,
mengambil guling dan bersandar pada dinding dibelakangku. Aku memikirkan, “apa
Aku beranjak dari jendela itu, kembali duduk dikasurku yang tak mungkin dipakai
Bho untuk tidur menunggu chip war malam RF Online.
Seketika itu juga, aku teringat Kintan. Buku itu ada di sebelah kasurku. Kuraih
dia, kubuka halaman demi halaman, kubaca lembar demi lembar, mengingatkan
betapa bahagianya hidupku dl. Sifat Bho yang dulu takut banget kehilanganku,
berubah menjadi sosok bho yang selalu ingin dimengerti. Ketika aku membaca
lembar terakhir, Hpku berbunyi….
Aku segera mengganti bajuku, memakai parfum seadanya, membuka pintu kamar,
pake sendal, lari ke kamar mandi, cuci muka trus turun ke bawah.
Kuelus – elus perutku sambil berbicara dalam hati pada sesosok makhluk mungil di
dalam sana..
Kuturuni tangga curam itu dengan hati – hati. Berjalan perlahan, mencoba
menahan rasa sakit di perutku. Kulihat Bho menungguku di atas motor satria –
nya.
“Lama amat siy beb, ngapain dulu??”, tanyanya ketika aku dtg menghampirinya.
“Hmmm…ganti baju, cuci muka, lagian jalannya juga pelan – pelan”, jawabku.
“Ga enak keluar pake baju tidur, kamu mau aku keluar pake tank top gitu? Mau
aku diliat orang pake baju itu?”, tanyaku.
“Kok tanyanya gitu??? Dah betah ya kost disini? Ga kangen aku lagi?”,
tanyanya.
“Bukan gitu. Kamu kan biasanya ga nongol jam segini. Lagian kenapa kesini pake
baju hansip siy?”, tanyaku.
“Ya aku juga tau itu seragam kantor kamu, tapi kok kayak baju hansip ya
warnanya?”, tanyaku smbil mesem – mesem.
“Kulang ajal ( Kurang ajar - pake logat cadel ), tau niy dari sana nya”, jawabnya
sambil memegang tanganku.
“Ga. Tadinya dah mau berangkat, Cuma Kak Pi‟u ga jadi berangkat. Kata dia ga
usah, ya aku ga berangkat”, jawabnya.
“Hmmm…selain jadi Hansip, merangkap kerja jadi supir juga ya?”, tanyaku sambil
senyum.
“apa dia sudah tau atau ada yang ngasih tau?? Tapi siapa??”, hatiku berbisik,
panik ga karuan.
“Iyah, kayak ada dedenya? Beb mau tau ga kenapa aku langsung kesini”, ujarnya.
Aku pun mengangguk. Dengan tangannya yang masih melingkar di pinggangku, kami
berjalan beriringan ke arah bangku tersebut. Dia menyuruhku duduk disampingnya.
“Beb mau tau kenapa aku ga ganti baju dulu tapi langsung kesini?”, tanyanya.
“Iyah”, jawabku.
“Gini, aku semalem mimpi. Bapakku sembuh dari sakitnya. Kamu tau Bapak kalo
ngomong susah kan?”, tanyanya.
“Di mimpiku, Bapak bisa ngomong lancar lagi dan bilang ke aku kalo Bapak seneng
karena dia mau dapet cucu laki – laki. Kamu tau kan kakak2ku anaknya
perempuan semua?”, tanyanya lagi.
“Iyah. Sapa tau kakak kamu hamil beb, anaknya laki – laki”, jawabku panik.
“Kalo iyah gimana? Kalo enggak gimana?”, tanyaku agak sedikit seneng karena
kayaknya ada sinyal2 bagus.
Damn, aku tau aku terlalu cepat mengambil keputusan bahwa dia akan berubah
pikiran walaupun Bapaknya sudah bermimpi seperti itu. Aku terpaku, diam, hatiku
langsung kosong seketika. Ingin aku segera pergi dari hadapan laki – laki yang sama
sekali ga punya hati ini.
“Oke. Aku percaya sama kamu. Aku Cuma ga mau kalau kamu hamil. Aku bingung
gimana cara kasih makan anakku nanti”, ujarnya.
“Lho, anggep gini deh. Anggep aku hamil, kamu bilang suruh gugurin ya kan?
Karena kamu ngerasa kalo kamu ga bs ngasih makan anak kamu nanti, ya kan?
Tapi kamu bisa beli billing Rp. 300.000 / bulan buat RF Online dan bisa beli
premi Rp. 10.000 setiap hari kan? Ga mampu ya ngasih makan orang kalo kayak
gitu?”, tanyaku.
Aku berdiri dan langsung berjalan meninggalkan Bho dikursi itu dan ga berharap
dikejar sama sekali. Makin yakin hati ini kalau aku akan menjalani semuanya sendiri
dan aku akan mempertahankannya walaupun ayah kandungnya sama sekali ga
menghendaki kehadirannya.
Tiba – tiba ada tangan yang menarik tanganku. Keseimbanganku goyah dan tanpa
sadar, aku sudah berada dalam pelukan Bho. Dia memelukku erat tanpa
mengeluarkan statement apapun. Tiba – tiba dia mengucapkan sesuatu padaku.
“Maksudnya?”, tanyaku.
“Gak”, jawabnya.
Dia melepaskan pelukannya disertai munculnya suara baru dari arah belakangku.
Aku menoleh ke belakang dan yang bertanya padaku adalah ibu pemilik kost
tersebut.
“Masalah apa Nak?? Ga boleh pagi – pagi ribut. Itu siapa?”, tanyanya.
Tiba – tiba Bho berjalan ke arah Ibu itu dan memperkenalkan dirinya.
“Calon pacarnya atau calon suaminya Nak Aji?”, tanya ibu kostku.
Mendengar ajakkan si Ibu bikin aku mules2. Otomatis aku harus menjaga semua
perkataanku, padahal kan tadi lagi seru – serunya ngomong. Duuhhh…
“Ooo…jadi kamu itu calonnya Vie toh Nak?”, tanya si ibu meyakinkan.
“Iyah, doakan ya Bu. Makanya tadi ada kesalahpahaman sedikit”, jawab Bho.
“Salah paham??? Siapa yang salah paham?? Salah paham dalam masalah apa??”,
ujarku dalam hati, jangkel.
Saat itu, akhirnya si Ibu ngalor – ngidul tanya ini itu. Aku jadi bingung mau apa.
Masalahnya aku sedang memikirkan bagaimana tindakanku selanjutnya. Aku tidak
mampu kalau harus menggugurkan kandunganku. Lagipula, apa – apaan Bho bilang
ke Ibu Kost kalo dia „Calon Suami‟ ku??? Ini aja disuruh gugurin kok. Selagi
percakapan si Ibu dan Bho semakin seru, aku memohon pamit sebentar.
Tanpa banyak basa – basi, aku langsung jalan cepet ke arah tangga untuk naik ke
kamarku. Bho mengikutiku di belakang.
Aku ga perduli, dia masih mengikutiku. Begitu aku sampai di tangga, aku segera
menaikinya. Dianak tangga keberapa, aku merasakan sakit yang hebat di perutku
dan aku merasakan ada yang mengalir di kepalaku. Aku berpegangan erat pada
pegangan tangga.
Begitu aku membalikkan badan, aku tak sadar bahwa darah sudah mengalir keluar
dari hidungku. Bho panik. Dia langsung menggendongku ke kamarku. Aku hanya
bisa menyuruhnya ini itu, ambil ini ambil itu. Setelah darahnya berhenti, aku
Cuma bisa melihat bho terdiam disamping kasurku.
Hari itu berakhir dengan pulangnya bho ke rumah setelah menemaniku seharian di
kost. Dia bingung dengan keadaanku dan aku bingung dengan apa yang harus
kulakukan. Apa aku harus jujur atau tetap memendam ini sendirian???
Pagi hari setelah kejadian itu, aku bertekad membuka semuanya. Aku gak mau
harus pergi dari Samarinda dengan beban berat di pundakku. Kehadiran sesosok
makhluk hidup di perutku sudah membuatku berpikir keras, harus seperti apa
jalanku ke depan nanti?? Yang aku tau hanya aku akan menjalaninya sendiri.
Sore itu Bho mengajakku makan di tempat biasa dia makan, tumben banget
sebenernya. Aku menanyakan alasannya ke Bho, Cuma dia selalu mengalihkannya ke
topik lain. Sampai akhirnya aku gak tahan, aku mulai membicarakan apa yang
ingin kubicarakan.
“Ya aku tau, tapi bukan yang kayak gitu. Namaku bukan Laras..tapi”, ujarku.
“Aku tau waktu kamu tidur, ga sengaja aku buka dompet kamu dan apa kamu ga
sadar sama CV kamu Beb?”, ujarnya.
Oiya, aku baru tau kalau di CV ku tertera namaku yang sebenarnya, bukan Laras
Anggun Anindya tapi Hanna Vieanka Maryam.
“Ga papa..aku juga tau kenapa kamu begini. Aku liat buku harianmu dan ga
sengaja, terbaca sama aku, Beb.”, ujarnya.
“Sayangnya, Ya! Makanya aku ga kaget waktu kmrn ibu kost mu panggil kamu
„Vie‟, aku tau semuanya”, ujarnya.
“Ya, Muuv. Aku terlalu malu mengakui bahwa aku ga seperti wanita lainnya. Aku
tumbuh dengan sosok Laras sekian lama dan akhirnya, dia seperti menyatu dalam
diriku, aku harus akhiri semuanya”, jawabku.
“Ga tau. Mungkin karena masa kecilku yang entah kenapa berbeda dengan yang
lain. Masa laluku mempengaruhiku, Beb”, jawabku.
“Ya, setiap orang punya masa lalu. Aku ga perduli sama masa lalu kamu. Tapi
dengan kamu berbuat seperti ini, kamu jadi akan menderita sendiri”, ujarnya.
“Ya, aku tau. Makanya, aku mau mengakhiri semuanya. Aku harus memilih siapa
dan bagaimana aku sebenarnya. Aku harus mengakhiri semuanya”, jawabku.
Apa yang baru Bho katakan tapi seperti anak panah yang langsung menusuk
jantungku, membuatku sekarat dan mungkin akan mati perlahan – lahan.
“Gpp, tanya aja. Soalnya kmrn kamu bilang kalo aku hamil, digugurin kan? Apa
gunanya kalo masih sama – sama”, ujarku.
“Kamu bener hamil kan Beb?”, tanyanya sambil merubah posisi duduknya.
“Ga….aku Cuma tanya, kalo aku hamil, apa kamu masih mau ada aku?”, tanyaku.
Kupikir, Bho akan langsung melesat pergi ke GEIM setelah kami jalan, ternyata
dia singgah dulu di kostku. Aku heran, jarum jam sudah menunjukkan pukul
22.00 WITA, tapi dia tetep belum juga mau ke GEIM. Dia menahanku di atas
motornya sebelum akhirnya dia mengajakku bicara.
“Beb, duduk disana yuk”, ajaknya sambil menunjuk bangku panjang di depan
kostku.
“Ga papa. Kalo aku dtg, pasti ada kok tempat kosong, kompi „dewa‟ pasti
tersedia buat aku, Beb”, jawabnya.
“Susah siy ya yang jadi „anak emas‟ nya si Koko itu”, jawabku sambil berjalan ke
bangku itu.
Kami duduk dan diam untuk sementara waktu. Tak sadar, selama sesi diam itu,
Bho memperhatikanku dari bawah sampai atas. Aku jadi jengah melihatnya.
“Kamu berubah Beb, Paha kamu kecil, Perut kamu rata, kamu kurusan”, ujarnya.
“Aku bener – bener kangen suasana dulu. Aku kangen banget”, ujarnya.
“Aku baru sadar. Tadi pas di tempat makan, banyak cowok – cowok liatin kamu.
Kayaknya klo ga ada aku, diajak kenalan kali kamu td”, ujarnya.
“Masa??”, tanyaku.
“Iyh, tadi pas cuci tangan, aku denger di meja dkt situ lagi ngomongin kamu”,
ujarnya.
“Ya mrk bilang, „cewek pake baju putih cantik tuh sob. Sayang dah ada
anjingnya‟”, ujar bho menirukan ucapan org itu.
“Iyah memang ga, tapi aku cemburu. Kamu diliatin orang – orang yang suka sama
penampilan kamu”, jawabnya.
“Lho kan katanya kamu minta aku begini, dah begini malah cemburu”, jawabku.
“Iyah, payah ya?? Aku takut kamu diambil orang Beb”, ujarnya.
“Hanna, aku tetep Hanna. Aku pilih Hanna, Cuma aku ambil beberapa sifat
positif Laras. Aku ga mau selamanya jadi Laras. Tanpa sadar, Aku lebih cinta
Hanna”, jawabku.
“Bagiku sayang jauh lebih dalam artinya dibanding cinta. Cinta bisa datang dan
hilang begitu aja, kalau sayang ga. Jujur, kalo aku putus sama kamu, Beb. Aku ga
akan pernah bisa benci sama kamu”, ujarku.
“kenapa?”, tanyanya.
“Karena aku ga bisa benci sama ayah dari anakku sendiri”, hati kecilku berbicara.
“Kenapa kamu ngomong „putus‟ kayak gitu? Apa siy Beb yang kamu sembunyiin?
Apa siy?”, tanyanya mendesakku.
“Kamu punya cowok lain? Kamu marah sama aku? Kamu Benci sama aku, Beb?
Apa?”, tanyanya.
“Trus kamu kenapa bisa bilang begitu? Kamu kenapa?”, tanyanya serius.
“Ga papa. Dah sana kamu pulang Beb. Aku ngantuk”, jawabku sambil berdiri dari
bangku itu.
“Aku sayang kamu,entah sebagai Hanna atau Laras. Aku terlanjur cinta kamu,
Beb”, bisiknya.
Dia melihat wajahku dan aku membalas apa yang dia bisikkan di telingaku dengan
terbata – bata karena tangisku sudah hampir meledak. Menahannya membuatku
tersiksa, melepaskannya membuatku lebih menderita.
“Aku sayang kamu sebagai Hanna dan sebagai Laras. Skrg aku memilih Hanna. Aku
harus hidup dngan segala kekurangan Hanna, hidup dngan sifat Hanna. Aku
terlanjur cinta Hanna dan cinta kamu. Tapi aku terlanjur sayang pada sesuatu
yang hidup bersamaku sekarang dan mempertahankannya membuatku kehilangan
cinta kamu, jadi maafin aku, Beb”, jawabku yang berusaha sekuat tenaga
mengucapkan semuanya.
“Kamu terlanjur sayang apa? Sampai kamu harus merelakan semuanya. Apa
hubungannya dengan aku Beb? Sampai kamu merasa akan kehilangan cintaku”,
jawab Bho.
“Aku sayang pada sesuatu yang belum nyata Beb. Aku masih harus
memperjuangkannya. Aku ga perlu membicarakannya dengan kamu, karena aku
“Aku Hanna, Ini sifat Hanna yang perlu kamu tau. Tadi kamu bilang terlanjur
cinta kan? Sama siapa? Hanna atau Laras? Kalau kamu cinta Laras, Laras sudah
ga ada”, jawabku.
“Kalau kamu ga suka Hanna, Silahkan pergi dan pikirkan lagi semuanya”, jawabku
sambil menurunkan tangannya yang menangkup wajahku dan segera meninggalkan
Bho dalam kebingungan dan tangisku pun meledak seketika ketika aku membalikkan
badanku, meninggalkannya.
Aku berjalan menuju tangga kamar kostku ketika sebuah tangan menangkapku dari
belakang dan terdengar suara yang begitu familiar di teligaku, Bho.
“Beb, aku ga kemana – mana. Kamu yang selalu pergi, aku selalu duduk manis
tunggu kamu disini. Kamu yang kemana? Kamu yang masih belum bisa
meninggalkan kesenangan kamu. Selama kamu belum bisa, aku ga akan bisa bilang
sama kamu, sesuatu yang selama ini mengganggu pikiranku”, jawabku.
“Ga bisa sayang, karena aku sudah tau jawabannya tanpa aku bicara sama kamu.
Aku mengakhiri malam itu entah dengan apa. Aku bingung harus gimana. Sebelum
aku memejamkan mata, ada sms masuk ke Hpke, Bho.
“Cinta, aku tau salahku apa, tapi apa terlalu fatalkah salahku? Aku tak sanggup
melepaskan gairahku akan sesuatu yang membuat adrenalinku bergejolak tapi kalau
aku harus kehilanganmu krn itu, aku ga sanggup.”
Aku menangis malam itu mengingat semuanya….Apa aku bisa tanpa Bho?
Aku terbangun pagi itu oleh suara merdu seorang wanita yang aku ga tau siapa.
Dalam hati mikir..
„Itu manusia atau bukan ya?? Merdu banget suaranya..‟, pikirku dalam hati.
Mendengar suaranya seperti ada perasaan galau dan sedih yang berkepanjangan.
Seperti perasaan yang tersakiti namun berusaha tegar hadapi semuanya. Setengah
mati aku penasaran pengen tau itu suara siapa tapi setengah mati juga
ketakutanku, takut kalo itu bukan manusia.
Pagi itu aku bertahan tidak keluar kamar untuk cari tau si pemilik suara merdu
Akhirnya, aku hanya bisa diam mendengarkan dia menyanyikan lagu itu. Tiba –
tiba dia merubah nyanyiannya, lagu berirama melayu. Ugghh…suaranya enak
banget, Siti Nurhaliza kalah deh. Beneran. Lagu itu menceritakan tentang
kebesaran Tuhan, bagaimana kita manusia menjalani kehidupan ini terkadang
melupakan kebesarannya.
Engkana' ri mabellae
Ri lippu wanua laeng
Deceng Muaro Usappa
Uwellai wanuakku
Tanah Ogi Wanuakku
Wanua tallessurekku
Indo' ambo' malebblikku
uwa'bokori ulao
Aku ga tau artinya tapi ini lagunya mengiris banget. Wanita itu menyanyikannya
berulang – ulang. Mendengar iramanya, tanpa sadar airmataku menetes. Walau
Tanpa kusadar, aku tertidur oleh nyanyian itu. Seperti menina bobokan aku yang
sudah lupa rasanya tidur nyenyak.
Aku terbangun kedua kalinya hari itu dengan nyanyian. Kulihat jam di HPku,
menunjukkan pukul 10.00 WITA. Ugghh…dah siang ternyata dan belum ada tanda
– tanda dari Bho sampai jam segini. Aku bangun dan terduduk di kasurku, aku
merasakan perasaan yang tak menentu. Mual campur pusing. Hmmm….apa ini
yang namanya “Morning Sickness”??
Setelah kulihat rapi, aku bangun dan berusaha mencari dompetku. Aku mau cari
makanan yang lumayan bisa isi perutku hari itu. Aku membuka pintu kamarku dan
melihat sosok wanita cantik di seberang kamarku, ya….di kamar seberang kamarku,
dia sedang menyanyi dengan suaranya yang pelan namun merdu.
Tingginya tidak lebih tinggi dari aku, badannya langsing, kulit putih, rambut
panjang dan wajahnya agak seperti campuran Indonesia dan arab, kayaknya. Aku
seperti patung didepan pintu kamarku sampai akhirnya si pemilik suara merdu itu
melihatku dan menyapaku,
“Halo….”, sapanya.
“Saya Hanna Kak. Tapi Ibu Kost panggil saya Vie, lebih gampang katanya”,
jelasku.
“Ya dah, aku panggil kamu Vie aja. Hanna agak sedikit ribet juga”, jawabnya.
Kamarnya penuh dengan boneka manusia, atau biasa kita sebut Barbie. Tipe –
tipe wanita feminine tampaknya. Dia juga memakai baju yang sangat wanita buat
saya. Andaikan saya punya kepercayaan diri yang besar untuk pakai baju seperti
itu.
“Belum. Gak tau mau makan apa. Perut lagi ga enak”, jawabku.
“Diare kah? Kakak punya obat diare kalau kamu mau”, jawabnya.
“Ceritanya panjang. Lain kali aja Vie cerita Kak. Kakak mau kemana?”, tanyaku.
“Kak Ajeng mau car mam, ikut yuk. Kita mam sama – sama”, ajaknya.
“Ibu – ibu yang tua itu kita biasa panggilnya Istrinya Abah. Dia Cuma yang jagain
kost aja. Kalo yang punya kost itu anaknya Abah. Kita biasa panggil dia Suneo.
Nah, yang nagihin uang kost itu istrinya, biasa kita panggil Istrinya Suneo”,
jawabnya.
“Iyah, soalnya mukanya mirip sangat sama si Suneo di Doraemon itu Vie. Ya dah,
tunggu kakak dibawah aja ya”, jawabnya.
Aku turun ke bawah, berjalan perlahan menuruni tangga dan berjalan pelan juga
kea rah rumah Istrinya Abah. Sampai disana aku memencet bel nya dan tak lama
keluarlah Istrinya Abah.
“Ini bu, mau kasih foto copy KTP sama minta kwitansi pembayaran boleh?”,
tanyaku.
“Ga, sekedar informasi aja. Ajeng mau dikeluarkan sama Anaknya Abah”,
jawabnya,
“Bukan itu, Ajeng itu agak sedikit gila”, jawab si Istrinya Abah.
“Iyah, dia suka ngamuk. Suka ngomong sendiri. Dia agak stress”, jawabnya.
“Masa siy bu? Suaranya bagus kok. Semalam Vie dengar”, jawabku tak percaya.
“Iyah, tak tau lah dia kenapa. Dia gak ngamuk kah semalam?”, Tanya Ibu.
Sosok itu pun muncul dihadapanku, wanita lebih mungil dari Kak Ajeng, kulitnya
agak lebih coklat dari aku. Tersenyum manis menghampiriku.
“Namaku Nur Aini. Panggil Aini aja atau Gadas juga ga papa”, jawabnya.
“Weeehh…berarti Kak Ajeng tetap paling tua ya. Keduanya Kak Vie. Disini
semuanya rata – rata 88 – 87 kak”, ujarnya.
Akhirnya kami bertiga terlibat percakapan yang mulai akrab. Tadinya berdiri jadi
duduk di ruang tamu sambil ngemil Snack dari kamar Kak Ajeng sama Aini. Pukul
10.00 malam, Kak Ajeng pamit untuk tidur. Dia pun segera berlalu dan kami,
aku dan Aini meneruskan percakapan kami lagi. Selang berapa jam, aku teringat
dengan yang dibicarakan Istrinya Abah tadi siang.
Aini pun menjelaskan panjang lebar tentang alas an kenapa Kak Ajeng depresi.
Dulu Kak Ajeng punya pacar, waktu SMU kelas 2. Mungkin karena salah
pergaulan, Kak Ajeng hamil waktu umur 16 tahun dan akhirnya sang pacar pun
menikahi Kak Ajeng. Mereka sama2 masih belia. Ternyata, si suami ( dah jadi
suami Kak Ajeng ), terlibat sama Narkoba juga. Kak Ajeng ga bisa apa – apa
karena saking cintanya. Suatu malam, pas Kak Ajeng sedang hamil tua, Si
Suaminya pulang ke rumah dalam keadaan sadar tapi bawa perempuan. Kak Ajeng
marah, Tanya siapa perempuan itu. Suaminya gak jawab. Sang suami pun
bermesra – mesraan dengan perempuan itu dihadapan Kak Ajeng.
Kak Ajeng awalnya santai, tapi lama – lama stress juga. Setelah perempuan itu
pulang. Dia bicara sama suaminya, maunya apa. Tapi ga digubris sama suaminya.
Kak Ajeng terus desak suaminya untuk bilang maunya apa. Akhirnya si suaminya
bilang ke Kak Ajeng, maunya apa. Dia mau Kak Ajeng lakuin sesuatu buat dia
untuk tunjukkin kalo Kak Ajeng sayang sama dia. Suaminya minta Kak Ajeng buat
iris urat nadinya.
Dilatar belakangi perasaan sayang lah, akhirnya Kak Ajeng menuruti apa yang
suaminya mau tapi dengan satu kondisi, suaminya juga harus nurutin apa yang
Kak Ajeng mau. Suaminya juga mau ngelakuin apa yang Kak Ajeng mau. Kak Ajeng
minta suaminya Minum Obat Nyamuk. Deal, akhirnya mereka melakukan apa yang
pasangannya masing – masing minta. Kak Ajeng motong urat nadi dan suaminya
minum obat nyamuk.
Apa yang mereka lakukan masuk Koran di Samarinda. Dua – duanya berhasil
diselamatkan. Tapi anak yang dikandung Kak Ajeng harus lahir premature.
Sejak saat itu, Kak Ajeng jadi depresi. Dia sering minum obat2 penenang sampai
dia ga sanggup hidup tanpa obat – obat itu. Sampai lahir anak keduanya.
Sekarang, anak – anaknya diasuh sama ibunya Kak Ajeng, sementara Bapaknya ga
nerima Kak Ajeng lagi dirumahnya. Itu alasan kenapa Kak Ajeng kost. Dia gak
diterima sama keluarganya lagi.
Dia memang suka ngamuk, tapi itu jarang terjadi lagi sejak anak – anak kost
mulai sering mengajak Kak Ajeng komunikasi dan Kak Ajeng mulai membuka diri.
Malam itu, sambil tiduran, lampu mati, aku berpikir. Aku gak mau sampai depresi
seperti Kak Ajeng. Cukup buatku melihat jalan cerita Kak Ajeng. Dia cantik,
sempurna dimataku tapi dibalik itu, dia menyimpan suatu perasaan yang tak ingin
aku miliki. Aku ingin bertahan, mempertahankan sesuatu yang sekarang hidup
ditubuhku.
Aku mungkin punya hubungan yang sangat indah dengan seorang Dewa yang entah
sedang apa sekarang. Dia tak memberiku kabar sama sekali hari ini. Mungkin
sekarang dia sedang sibuk untuk repel – repel di Sette dan mencoba menjadi
pahlawan untuk rakyat – rakyat Accretia di Comet. Dia memang Dewa, tapi aku
manusia. Manusia yang masih punya hati, perasaan dan keinginan. Bukan berarti
Dewa ga punya perasaan, tapi Dewa ga bisa jadi milikku seutuhnya.
Bho, Dewa di RF Online. Rasanya dia sudah jadi milik semua Acc disana, bukan
milik VieaNKaChu yang biasa – biasa aja. Aku Manusia, bukan jalanku untuk jadi
pendamping seorang Dewa seperti Bho.
Aku ga mau depresi karena itu…..aku cukup bahagia pernah merasakan cinta
sesosok Dewa bernama Bho di hidupku dan sekarang aku ingin memperjuangkan apa
yang sudah terjadi.
Hari – hari berlalu dan aku masih dalam kegundahan yang sama. Aku tidak
merasakan sendirian disini sekarang, ada teman – temanku tapi entah kenapa ada
bagian didiriku yang hilang. Aku sadar, bagian yang hilang itu adalah Bho.
Terkadang aku pengen banget sms dia, tapi takut ga dibales dan akhirnya aku
merasa kecewa.
Sifat Bho yang lain adalah dia ga mau balas sms kalau itu ga penting buat dia.
Dia juga gak akan angkat telpon yang menurutnya ga penting. Jadi percuma kalau
aku sms dia tanya kabar, dia ga akan mungkin balas karena menurut dia, tanya
kabar itu ga penting, kecuali aku kabarin kalo aku dah mau tenggelam di Sungai
Mahakam atau Kost ku kebanjiran dan aku tinggal 0.5 meter lagi mau tenggelam,
itu baru penting buat seorang Bho.
Malam itu aku ke wargame deket kost, waktu menunjukkan pukul 19.00 WITA.
Aku berjalan ke Wargame tempat Bho biasa beli Premium ( Voucher Lyto )
namanya Acc-Reload. Aku membayar paket 3 jam. Aku berjalan kaki dari kostku
ke sana, agak lumayan tapi dah biasa. Aku langsung memilih pc dekat jendela.
Belum sempat aku menuliskan sesuatu untuk Mas Andi, dia lebih dulu
mengirimkan msg padaku.
Aku, saat itu, menceritakan semua yang terjadi. Mas Andi shock, dia marah
dengan semuanya. Dia mendadak jadi benci dirinya hari itu. Ga sampai beberapa
menit, semua YM teman – teman kantorku aktif dan menanyakan kebenaran itu.
Aku hanya bisa menatap layar monitorku, menekan tombol – tombol keyboardku
dengan perasaan ga tentu. Menangis ga bersuara cukup membuatku tersiksa.
Sejak saat itu, Acc – Reload jadi sahabatku. Setiap saat aku datang kesana untuk
sekedar say hai pada teman – temanku.
Hari berganti hari, tak terasa hampir setengah bulan aku ditempat kost baruku
dan sadar, ternyata Bho tak pernah ada kabar. Aku semakin dekat dengan teman
– teman kostku, jalan ke Mal Lembuswana, Minum Es Campur dekat Kampus
WidyaGama, makan Nasi goreng Mawut enak deket kost, tempat – tempat yang
mungkin Cuma ada dalam mimpiku kalau aku masih ada di kost ku yang lama. Aku
dikenalkan pada teman – temannya Aini, anak2 Pencinta Alam disana. Kami
sering ngobrol – ngobrol, tuker pikiran, tapi yang jelas, mrk ga tau aku hamil.
Sampai suatu malam, aku, Aini habis jalan – jalan liat panjat tebing di daerah
Kak Ajeng ngamuk sambil mengeluarkan kata – kata yang unbelievable. Aku
memperhatikan dia yang duduk di kursi meja tamu sambil marah – marah ga
jelas. Aini berusaha menenangkan. Aku gak takut, aku hanya berpikir kalau aku ga
mau seperti Kak Ajeng. Sadar kalau aku hanya memperhatikannya, dia
melemparkan asbak kearahku. Asbak itu pecah berkeping – keping lantai depan
kakiku…
“Ngapain lo liat – liat hah??? A***NK lo….makan tuh asbak”, hardik Kak Ajeng.
“Lo lagi, ngapain siy lo ada disini?? Mau liat M***K gwe…gwe kasih liat. Ai baik
sama kamu”, jawab Kak Ajeng.
Aku melihat sekeliling, Lina, Wati, Wulan dan yang lain hanya bisa melihatku dan
Aini dengan wajah yang tak bisa kugambarkan, takut, kasihan, entah.
Aku maju selangkah….tiba – tiba tertahan oleh suara kencang Kak Ajeng.
“Mo ngapain siy lo? Ga puas lo dah bikin hidup gwe begini?? Ga puas lo liat gwe
masih idup? Ga puas lo liat gwe gilaa?? Hah??”, tanya Kak Ajeng padaku.
Aini melihat padaku dan memberi aba – aba untuk diam. Tapi aku ga bisa…aku
mengacuhkan semuanya.
“Ngapain lo care sama gwe? Lo dah bawa cewek kerumah kita. Lo kenapa
sakitin gwe?”, tanyanya.
Aku kehilangan kata – kata, tak terasa airmataku mengalir. Aku teringat Bho.
Aku…..
“Kenapa Lo diem Hah? Gwe sayang ma lo, gwe rela kehilangan semuanya demi
lo. Gwe rela, kenapa lo begitu?”, tanyanya.
Aku Cuma bisa diam. Tangisku semakin menjadi. Aku merasa, Kak Ajeng sedang
merasakan yang aku rasakan. Seolah – olah dia tau isi hatiku.
“Lo mau tau pengorbanan gwe buat lo? Oke….lo liat..liat baik – baik”, ujar Kak
Ajeng.
Aku menengadahkan kepalaku, berusaha melihat yang terjadi, Cuma itu terlalu
cepat untukku.
Kak Ajeng membuka genggamannya, Kaca itu dijatuhkannya ke lantai dan aku
melihat darah disana. Aku langsung lemas, terduduk ditempatku berdiri.
Aku menangis sejadi – jadinya. Aku ingat semuanya. Ingat teman – teman
kantorku, ingat teman – teman guildku. Aku terpaku. Aku ga mampu bicara
apapun. Yang aku pikirkan hanya sesuatu di perutku. Rapuh dan hanya bisa
bergantung padaku. Aku penentu keputusan, akan dibawa kemana hidupku.
Sungguh, Aku ga mau seperti Kak Ajeng.
Kak Ajeng terbangun dan tiba – tiba dia terjatuh lemas. Aku segera bangun dan
menghampirinya. Aini langsung lari ke kamarnya entah untuk apa. Lina langsung
menghampiri Wati yang terduduk lemas di depan kamarnya. Aku….aku
mengangkat kepala Kak Ajeng, menepuk2 wajahnya, mengharapkan dia sadar
segera.
Aini tiba – tiba datang membawa kotak P3K. Aku tertegun. Tangisku belum
reda ketika Aini memberikan sesuatu ke arah hidung Kak Ajeng dan tak lama
setelah itu, Kak Ajeng sadar…
Aku tak bisa menjawabnya, Aku Cuma bisa menangis. Melihatnya keheranan,
membuat tangisku semakin menjadi.
“Vie mau minta maaf. Maaf. Vie ga bisa, Vie ga mau kayak gini. Vie ga mau
kayak Kak Ajeng”, ujarku.
Aini heran, Kak Ajeng yang belum sadar betul langsung bangun dan duduk
menghadapku.
“Ini kenapa berantakan?? Kakak ngamuk lagi yaa? Duuhh..sakit”, ujar Kak
“Ya, diem dulu Kak. Aini obatin dulu luka Kakak”, jawab Aini.
Aku diam seribu bahasa. Aku bingung. Akhirnya, diputuskan bahwa malam itu
kami kumpul di kamarku. Aku menjelaskan dari awal kedatanganku ke Samarinda
sampai hal itu terucapkan dari mulutku. Kak Ajeng dan Wati langsung
memelukku, Aini menangis sambil memaki – maki aku, yang lainnya terduduk
lesu.
Pagi harinya, Kami terbangun karena ibu kost terheran – heran. Pintu kamarku
terbuka, sementara kami tidur dah kayak Ikan Peda. Ibu membangunkanku dan
yang lainnya, menanyakan ada apa kok bisa tidur dikamarku. Alibi mereka,
Semuanya kini lebih perhatian padaku. Aku dilarang untuk mengugurkannya. Aku
pun tetap pada pendirianku. Aku tetap menjalani semuanya walaupun terasa
sesuatu telah hilang dari diriku. Aku tetap belajar naik motor pakai motor
Astrea Aini, malah pernah jatuh naik motor Pacarnya Wati di dekat jalan mau
ke Lembuswana bawa New Revo. Nekat. Tapi Tuhan memang punya jalan lain.
Sesuatu yang ada di perutku tetap pada tempatnya.
Semuanya berjalan biasa….Aku tetap aku…dia, biar dia menjadi sesuatu yang
memang dia kehendaki. Aku belum bisa mengatakan apapun pada Bho. Tapi
sesuatu terjadi dihari selanjutnya…..
Sesuatu yang sudah aku duga sebelumnya……tapi apa yang sudah kulalui
tanpanya, membuatku sadar. Dewa sedang sibuk….aku manusia, Cuma bisa
Tapi itu hanya kurasakan saat matahari menyapa. Begitu Sang Bulan
menyampaikan Selamat Malam padaku, airmata mulai berjatuhan. Teman –
temanku di Jakarta mulai menelponku walaupun aku belum jujur tentang
semuanya, hanya segelintir saja. Tapi hari itu, semuanya berubah.
24 Maret…..
Pagi itu aku terbangun seperti biasa. Yang tak biasa hanya ketika aku membuka
flip HPku. Ada 16 miskol dan 4 sms tertulis dilayar itu. 16 miskol itu dari
beberapa orang, Panca, Mas Andi, Yudha, Kakakku dan Satria. 4 sms dari Mas
Andi, Yudha, Kakakku dan Aini. Semuanya menanyakan keadaanku sedangkan Aini,
mengajakku jalan – jalan. Aku langsung membalas sms dr Aini, tapi yang lain
kubiarkan saja.
“Lo mending balik kesini, ke Jakarta. Disini lo ga akan sendiri dan lo harus tau,
“Gwe pikirin dulu, Nca. Lagian kalo mau pulang, Gwe harus tunggu dana gwe cair
kan”, jawabku.
“Ga perlu. Anak2 mau lo balik secepatnya. Masalah uang, ga usah dipikirin. Lo
mau ga?”, Tanya Panca.
“Apa lagi siy yang lo pikirin? Jangan sampe Jho niy yang ngomong Ras…”,
jawabnya.
Percakapanku dengan Panca pagi itu membuatku berpikir kalau aku harus
menghubungi Bho. Langsung aku menghubungi Bho via sms dengan alibi aku minta
diantarkan nge-print dokumen. Dia kali ini membalasnya, dia membalasnya hanya
dengan kata – kata “Oke”.
Malam menjelang, waktu yang kutunggu – tunggu akhirnya datang. Bho datang
pukul 8 lewat. Dia menelponku ketika sudah sampai, seperti biasa. Aku segera
turun perlahan ke bawah untuk menemui dia. Ketika aku melihatnya di bangku
panjang itu, aku melihatnya menghela nafas, dalam sekali. Dia pun segera bangkit
dari bangku itu menghampiriku.
Aku kaget…..
“Oke”, jawabku sambil memakai Helmku yang sama persis seperti punyanya. VOG
Aku langsung naik motor Satria nya. Dia membawaku malam itu dengan
kecepatan lambat, seperti sebelumnya. Cuma kami ga banyak bicara. Dia
mengantarkanku ke tempat biasa, daerah dekat Universitas Widya Gama, bnyk
rental computer disana. Setelah aku mem – print semuanya, kami segera pulang.
Di perjalanan pulang, aku memeluk pinggangnya, tapi tiba – tiba dia bilang
sesuatu,
Begitu sampai di kostku, dia langsung berangkat lagi setelah menanyakan sesuatu
padaku.
“Iyah”, jawabku.
Aku masuk ke kamarku, mereka pun langsung masuk. Aku duduk di kasurku dan
langsung menatap mereka.
“Masa??? Tau dari mana Ai?? Parah banget siy”, jawab Kak Ajeng.
“Dia yang bilang Kak. Dia akhir – akhir ini suka ngerasa lapar berlebihan,
pokoknya kayak org ngidam”, jawabku.
Aku segera mengangkat telp itu……mereka pilih keluar dari kamarku dan ngobrol di
ruang tamu.
“Ya…..”, jawabku.
“Dah siap denger apa yang mau gwe omongin?”, Tanya Bho.
“Iyah…kenapa?”, tanyaku.
“Gwe ngerasa, sayang gwe ke lo ternyata Cuma karena Kasihan aja”, ujar Bho.
“Hmmm….”, jawabku.
“Gwe ngerasa, selama ini, kok gwe yang cerita terus ya? Lo ga pernah cerita
apapun sama gwe, ga kayak dulu”, jawabnya.
“hmmm…..”, jawabku.
“Trus kenapa lo dari tadi Cuma jawab „Hmmm..oke‟, gimana jadi keputusannya?
Mau ga mau, lo harus terima keputusan gwe buat Bubar”, ujar Bho.
Kami diam sesaat. Aku sama sekali tidak menangis. Rasanya udah ga ada airmata
lagi buat dikeluarin. Aku Cuma berpikir, aku harus ambil keputusan apa ttg
kandunganku.
“Ya, kan td lo bilang, „mau ga mau, lo harus terima‟..ya dah”, jawabku datar.
“kan lo yang minta gwe harus setuju Sa, Gwe bakal lakuin apapun asal lo bahagia
Sa”, jawabku.
Aku mulai geram dengan sikapnya, alhasil, aku keluarkan semua uneg – uneg
dihatiku.
“Gwe”, jawabnya.
“Yang ngerasa kalo lo terus yang punya cerita sementara gwe diem aja, siapa?”,
Tanyaku.
“Lo tau kenapa gwe ga pernah bisa cerita apa2 disini?”, tanyaku
“Karena gwe ga punya cerita apa2. Apa siy yang mau gwe certain ke lo kalo gwe
kemana2 ma lo. Lo tiap datang ke kost gwe Cuma ngomongin RF, ambil posisi
pewe buat tidur, minta gwe buat elus2 punggung lo dan lo tertidur. Minta
dibangunin jam 11 buat ke GEIM, begitu setiap harinya. Lo bisa kemana2, gwe?”,
jawabku datar.
“Iyah…”, jawabnya.
“Kalo masalah jadi saudara atau teman, ga penting Sa, apa bedanya?”, tanyaku.
“Beda, kalo saudara, aku pasti sering keep in touch tapi kalo temen ga”,
jawabnya.
“Trus apa bedanya? Jadi kalo gwe jadi saudara lo, lo bakal keep in touch?? Gwe
cewek lo aja nunggu kelelep dulu baru boleh kasih kabar”, jawabku.
“Apa?? Karena lo dah ambil semua yang gwe punya? Lo dah ambil keperawanan
“Ya…..”, jawabnya.
“as you wish…lo bisa bebas atur hidup lo sekarang. Sebenernya gwe juga ga
mempermasalahkan 'adik2 ketemu gede' lo itu, gwe wanita dewasa Sa”, jawabku.
Tanpa berlama – lama, aku langsung menutup flip HPku tanpa menunggu dia akan
menjawab apa. Aku langsung kirim sms ke Panca kalau aku mau pulang ke
Jakarta, jadi aku setuju untuk pulang. Panca mengirimkan sms kembali padaku.
“Oke, nanti gwe kabarin Ras dapet pesawat tgl berapa ya. Jaga kesehatan lo
disana, jangan stress, gwe kabarin secepatnya”
Aku segera membalasnya dan mengabarkan kalau barusan Bho telpon aku dan
memutuskan untuk bubar. Tak lama Panca bukan sms lagi, tapi telpon. Kuangkat
telponnya.
“Anj**k Ras. Lo kayak kesana buat dihamilin trus diputusin. B**I !!!”, jawab
Panca emosi.
“Udah – udah, Udah malem, jangan teriak2. Besok aja diomongin. Kabarin aja dpt
pesawat tgl brp jam berapa ke gwe. Gwe mau tidur dulu ya nca..pusing kepala
gwe”, jawabku datar.
“Sabar ya. Gwe jadi bingung mau jawab apa kalo anak – anak Tanya kenapa lo
mau disuruh balik ke Jakarta”, jawabnya.
“Lo enak banget ngomong „ga usah dipikirin‟. Lo dah kayak kakak buat Scorpie
Ras, lo hamil, cowok lo B***sat mutusin lo dan gilaaaa….”, jawab Panca.
“Udah2….”, jawabku.
Aku berdiri, menutup pintu kamarku, mematikan lampu kamar, tapi aku tak
menutup jendela serta tirai jendelaku. Aku mau melihat indahnya bulan malam ini
sambil memikirkan, bagaimana hidupku selanjutnya.
Malam itu, bulan sangat terang, banyak bintang. Aku jarang liat bintang di
Jakarta. Aku teringat Alm. Ibuku. Dia suka sekali dengan bintang, huuffttt….tiba
Mala mini aku mau merenung….merenungi semuanya..karena aku merasa ada yang
aneh…benar – benar aneh…tapi aku ga tau apa???
Keesokan pagi, Aku tak langsung menyalakan HP. Aku bangun karena sinar
matahari dah teraaaanggg banget..menyapaku hari itu. Tampaknya sisi kelam dari
apa yang kurasakan semalam sirna. Aku langsung membuka lemari pakaianku,
kurapikan semua isinya. Kupilah – pilah karena ada beberapa barang yang pernah
dipinjamkan Bho padaku.
Aku melihat selimut kuning bunga – bunga biru ungu yang dipinjamkan Bho dulu,
kupisahkan dari baju – bajuku. Setelah semuanya rapi, aku pindah ke atas lemari
tempatku menyimpan gelas dan piring, semuanya kurapikan, kujadikan 1 tas besar.
Kuperhatikan tas besar itu, ada gulungan kabel sambungan, hanger, selimut, 1
gelas, 1 mug, 1 piring, 2 sendok, sendal, peralatan tulis, sampai Helm VOG Super
Sonic Hitam kesayanganku ada di dalam tas itu. Selesai semuanya, aku
mengaktifkan Hpku. Begitu aktif, ada sms datang bertubi – tubi. Ada sms dari
Panca, Satria, Kakakku, Lina….
“Ras, dah dapet tiketnya naik Lion Tgl. 3 April ya jam 13.15 dari Balikpapan ya.
Ntar dijemput anak2. Ambil di Lion cabang sana aja. Welcome Home, Buuu”
Hari berganti hari…..kepulanganku semakin dekat. Sampai tiba dimana hati yang
kunantikan segera datang.
02 April…..
“Ya, anterin ya Wat, naik taxi ( angkot dibilang taxi di Samarinda ) aja, ya?”,
tanyaku.
“Ga usah Kak, naik motor aja. Pelan2, Wati yang bawa nanti”, jawabnya.
Aku hanya mengangguk setuju sambil bersiap – siap. Tak berapa lama, kepikiran
juga buat sms Bho, mau mulangin barang2nya. Akhirnya aku mengambil Hpku.
“Sa, nanti malem bisa minta tolong ga anterin ke tempat yang bs baca memory
card? Mau ambil data di digicam”, smsku pada Bho.
Aku membalasnya….
“Ngapain Kakak sms dia?”, tanya Wati dengan nada sedikit bete.
“Ini, mau pulangin barang – barang yang pernah dipinjemin dia ke Kakak”,
jawabku.
Semua anak – anak di kost dah tau kalau aku bubar dengan Bho. Makanya mereka
agak gimana gitu kalo denger namanya keluar dari mulutku.
Pagi itu aku diantar ke Mall Lembuswana, di ruko sekitar situ, ada cabangnya
Lion Air. Aku dengan mudahnya mendapatkan Tiket, dah dibayar pulang, bener –
bener deh.
Aku langsung sms Panca, konfirm kalau tiket sudah di tangan. Setelah itu kami
jalan – jalan dulu, sekedar melepas lelah dan plesir2 terakhir kali buatku.
“Ya?”, jawabku.
Aku ga langsung turun, aku liat dia dr teras atas. Ternyata dia liat aku.
“Ya”, jawabku.
Aku turun dengan baju seadanya dan membawa perlengkapan yang kubutuhkan.
“Haloo”, sapaku.
Dia agak bengong liat aku datang dan aku ga tau apa yang dia bengongin. Dia
terpaku duduk di motor Satrianya menatapku.
“Iyah”, jawabnya.
Aku menaiki motor Satrianya, ini terakhir kali aku menaikinya. Aku menaikinya
perlahan dan dia mengendarai dengan perlahan pula. Aku ga memeluk pinggangnya
lagi, aku memegang handle dibelakangku. Ada perasaan aneh malam itu. Dia
mengantarku ke Konika terlebih dahulu di daerah Jl. A. Yani, dekat TripleX. Aku
turun dan langsung melepas helmku, langsung masuk ke dalam tanpa
memperdulikan Bho yang masih berusaha memarkir motornya, biasanya, aku
tunggu dia, skrg ga.
Aku langsung masuk dan menaruh helmku ditangan sebelah kiri. Aku melihat Bho
membuka helmnya dan duduk di kursi tunggu. Melalui ujung mataku, aku bisa tau
kalau Bho mengamatiku dari jauh. Matanya tak pernah lepas menatapku, tapi
begitu aku menatapnya, dia langsung nunduk. Aku menghampirinya sambil
menunggu giliranku dilayani si customer service.
“Kenapa Sa?”,tanyaku.
“Hmmm..sorry sorry Ji. Sorry ya, mulai sekarang gwe manggil lo Aji deh”,
jawabku ga enak.
Aku langsung pergi kearah customer servicenya. Aku masih melihatnya mengikuti
kemana diriku berjalan, dia, Bho masih mengamatiku. Mengamati diriku dari
kejauhan, aku ga ngerti ada apa dengannya.
Begitu selesai, aku langsung mengambil Helm ku, mengambil tasku di Bho.
“Iyah”, jawabnya.
Aku melihat Bho ingin merangkul pinggangku Cuma aku keburu ngacir pergi ke
arah sepeda motornya. Aku liat dia terdiam ditempatnya berdiri saat aku
membalikkan badanku.
Aku mulai sibuk pegang sana sini buat pasang helm. Tiba – tiba ada suara laki –
laki dibelakangku.
Aku gantian yang terpaku sekarang. Kok??? Kok dia panggil aku „Beb‟?
Ketika sedang menuju tempat makan malam itu, ditengah perjalanan, aku
memberitahukan Bho mengenai kepergianku. Walaupun sebenarnya aku berbohong
padanya. Tapi itu cukup membuat dia agak aneh.
Dia memelankan laju motornya sedikit lagi supaya suaraku lebih terdengar.
Aku langsung merasakan hentakan keras dari motor Bho yang otomatis
membuatku berpegangan memeluk pinggangnya.
“Kemana?”, tanyanya.
“Kenapa?”, tanyaku.
“Oke…..”, jawabku.
Aku kaget….
“Ya tapi kan itu meluk pacarnya, bapaknya, kakaknya, adiknya….gwe kan”,
jawabku.
“Berisik. Biarin aja kenapa siy? Mang ga boleh meluk pacar sendiri?”, jawabnya.
Dia menambah laju motornya. Sampai kita sampai di rumah makan itu. Aku yang
maksa bayar disana, Last Treat kan. Dia disana menanyakan kembali apa aku balik
ke Samarinda lagi atau tidak? Aku mengalihkannya ke topik lain.
Aku memesan Nasi Goreng sementara Bho memesan Nasi Mawut. Sudah jadi
kebiasaan kami waktu masih jadian dulu kalau beli nasi goreng, Telur bagian
kuningnya serta 3/4 Nasi punyaku, pasti kuberikan kepada Bho. Sementara
sayuran yang ada di Nasi Goreng Bho, pasti dia berikan kepadaku. Tanpa perlu
aba – aba, kami selalu melakukan hal itu.
“Insya Allah. Oia, ini Helm sama barang – barang kamu mau kamu bawa
pulang?”,tanyaku.
“Ga usah, kamu simpen aja. Kan kamu balik lagi kesini kan?”, tanyanya kesekian
kali.
“Insya Allah, ya dah, pulang sana. Ntar kompi „dewa‟ nya di GEIM diambil orang
lho”, jawabku.
Dia ga manjawab apa – apa. Aku masuk ke kost sambil jalan mundur. Aku Cuma
liat dia diam diatas motornya, melihatku yang semakin menjauh. Ada raut yang
sulit kujelaskan dengan logikaku. Aku langsung naik ke atas, masuk ke kamarku.
Ketika aku ingin menutup tirai kamarku, aku masih melihat Bho dibawah, melihat
kearah kamarku.
Aku tak tau apa yang sedang ada di kepalanya. Yang jelas, aku melambaikan
tanganku dan segera menutup tirai itu. Berbalik badan dan tangisku pecah
disana…
Aku terbangun oleh sinar matahari yang masuk lewat jendela kamarku. Tiba –
tiba hpku berbunyi, Aini.
“Udah, kangen Kak Vie, Aini. Kak, barusan Eki sms Aini, PSP nya dah ada”,
ujarnya.
Akhirnya aku memikirkan lagi semuanya, gimana caranya semua barang2 itu bisa
masuk. Lama berpikir, akhirnya semuanya masuk. Hanya tertinggal Helm VOG.
Terkadang, Aku masih bisa membayangkan helm itu terpakai di kepala Bho.
Kenapa dia harus beli helm dengan warna dan merk yang sama, VOG Super Sonic
Hitam. Sampai sekarang, helm itu masih tersimpan di sudut lemari pakaianku.
Kalau helm itu tak berarti buatku, mungkin sudah kuberikan kepada orang lain.
Rasanya, hari ini aku benar – benar harus merelakan semuanya. Merelakan Bho,
Merelakan kondisi badanku dan merelakan kalau aku harus kenapa – kenapa dijalan.
Hari ini aku pergi tanpa Bho yang mengantarkanku ke Balikpapan. Aku sendirian.
Sama seperti ketika aku datang kesini, aku datang sendiri dan aku pun pulang
sendiri.
Selesai mandi, aku segera siap – siap, jam masih menunjukkan pukul 8 hari itu.
Aku membawa keluar semua barang bawaanku, hanya 1 buah tas pakaian dan 1
buah helm ditangan ( dah kayak pembalap aja bawa helm ya?)..
Semua teman – temanku masih terlelap, Cuma Aini yang menyapaku, itu juga
karena dia ada di Muara Kaman, lagi bantuin Ibunya bikin krupuk kali ya???
Aku membawa semua bawaanku sendirian. Aku jalan motong lewat Masjid depan
kost-an, trus naik angkot Hijau buat ke Terminal Bis. Angkot itu lewat GEIM
Hanya itu kata – kata yang mampu aku tulis untuknya. Aku hanya bisa terdiam
sepanjang jalan. Mengabadikan semuanya melalui cam digital ku. Kota yang sudah
menyemangatiku untuk tetap bertahan selama ini harus kutinggalkan. Everybody
doesn‟t know me at all, doesn‟t know my name, who am i?, Aku Cuma tau
beberapa nama tapi tak tahu bagaimana bentuk rupanya. Hanya cerita.
Sesampainya di Terminal Bus, Aku langsung menaiki satu bis yang sudah siap
berangkat ke Balikpapan. Kutaruh semua bawaanku di bagasi kecuali helm VOG ku.
Aku memeluknya sepanjang jalan seakan – akan kalau helm itu hilang, maka
hilanglah seluruh nyawaku.
“Liburan”, jawabku.
“Ga, dia masih ada urusan”, jawabku sambil masih memandangi Sungai Mahakam.
“Kenapa?”, tanyaku.
“Dulu ada pepatah bilang, „Sekali Kamu Minum Air Dari Sungai Mahakam, Kamu
Pasti Akan Kembali Ke Samarinda‟…”, ujarnya.
“hmmm….”, jawabku.
“Dulu saya punya pacar waktu muda, baik, saya sayang banget sama dia sampai
saya bikin salah sama dia”, jelasnya.
“Salah??”, tanyaku.
“Iyah..Saya secara gak langsung masih mengharapkan wanita yang dulu saya suka,
suka sama saya”, jelasnya.
“Iyah, dulu sebelum saya pacaran sama cewek saya, saya pernah mengharapkan
seorang wanita. Anggaplah namanya A…”, jelasnya.
Beliau menceritakan tentang mantan pacarnya dulu yang di sia – siakan karena
ternyata dia masih mengharapkan seorang wanita yang dulu dia suka,
menyukainya. Mantan pacarnya datang jauh dari Surabaya dengan hasil gajinya
yang ia kumpulkan. Sampai di Samarinda, ternyata si Bapak masih belum bisa
melupakan wanita yang diidam-idamkannya sampai suatu saat, pacar si Bapak
memutuskan pulang ke Surabaya dengan calon anak yang ada diperutnya. Si bapak
mengetahui itu, Cuma beliau masih belum bisa menerimanya dan masih
memimpikan wanita idaman itu. Akhirnya pacar si bapak pulang dengan sukarela.
Ketika si pacar sudah pergi, Beliau mulai berusaha mencari keberadaan si Wanita
idaman. Ketemu katanya, tapi si wanita sama sekali tidak meresponnya.
“Padahal, dulu, waktu sakit, saya yang nemenin. Waktu dia minta apa, saya
cariin.”
Begitu ceritanya. Beliau menyesal menelantarkan anak dan pacarnya yang kini
entah dimana. Waktu sudah memakan semuanya. Si Bapak sampai ga ingat lagi
sudah berapa lama tak berjumpa. Sampai dia dengar kabar dari kerabatnya
tentang mantan pacarnya itu yang ternyata sudah tiada, meninggal ketika
melahirkan buah cinta yang dulu pernah ditolak kehadirannya oleh si bapak.
Sekarang, anak dari mantan pacarnya itu pun menolak kehadiran si Bapak yang
notabene ayah kandungnya dan si bapak tidak pernah menikah lagi sampai
sekarang.
“Trus apa yang bapak lakukan selama bapak ga mencari mantan bapak?”, tanyaku.
“Ya biasa, kayak ndak ada beban apa – apa, masih suka nongkrong – nongkrong
sama temen – temen dulu”, jawabnya.
“Hmmm..bapak ga bisa tidur, dari pas pacar saya pergi juga kayak ada yang ilang
gitu. Hanya bapak pikir, Bapak bisa dapat gantinya, Cuma ternyata salah. Dia tak
tergantikan Neng”, jawabnya.
“Saya bisa nikah lagi Cuma saya ga mampu kalau ingat semuanya. Biarlah, ini
memang harga yang harus saya bayar karena mengecewakan wanita itu dulu,
Namanya Siti”, jelasnya.
Aku Cuma bisa diam, semua memori tentang Bho masih terekam jelas diotakku.
Tak sadar, Bis itu pun bergerak melaju dan aku sedang memikirkan apa ini jalan
yang terbaik untukku.
“Ya sudah, saya pindah, mungkin kamu ingin sendiri melihat – lihat
pemandangan”, ujar Bapak itu.
“Senyummu mengingatkan saya sama mantan saya, terlihat manis tapi sebenarnya
menyimpan kesedihan yang luar biasa. Saya mendekati kamu Karena kamu mirip
dia, cantik, manis namun kehilangan senyuman dan sepertinya kamu sedang
merasakan kesedihan yang entah bagaimana dahsyatnya”, jelasnya.
"Ya, dulu teman saya pernah bilang, "Jika kamu dihadapkan dengan 2 pilihan,
"Ya...", jawabku.
Namanya Zie, entah nama aslinya siapa. Bho kenal Zie di sebuah situs social
bernama Tagged. Entah bagaimana ceritanya, Bho pun ketemuan sama Zie. Tapi
Zie tampaknya hanya setengah hati pada Bho. Bho mengenalkan Zie pada sahabat
wanitanya bernama Vina yang mungkin sampai detik ini, Vina pun masih berteman
dengan Zie juga Bho.
Zie sudah dianggap Bho seperti adiknya, aku tak tau seperti apa arti “adik” buat
Bho tapi buatku, itu ga masalah. Tapi Zie jelas mungkin jenis “adik” yang
berbeda karena aku pernah menemukan BHo mengirimkan sms ke Zie..
“Adiiiiiikkkkkkkk……Kakak kangeeeeeeeeeeeeeennnnnnn”…
Dan ketika aku membacanya, rasanya, campur aduk. Aku jadi merasa seperti
orang lain buat Bho saat itu.
Tak sadar, airmataku mengalir. Aku mulai merasakan benar – benar hilang seluruh
hatiku saat itu. Tak sadar, ada sms masuk ke HPku.
“Vie, Eki niy, PSPnya jadi ga? Lo dah DP seharga 1 PSP, gimana?”, tanyanya
“Sa, itu ada PSP di temenku, Eki. Buat kamu, kan waktu itu aku janji bakal beli
PSP buat hadiah dari gaji pertamaku. Kusuruh kirim ke GEIM ya, atas nama Aji”
“Ga usah, jangan kirim ke GEIM, simpen aja dulu sama dia. Nanti kita ambil
sama – sama trus kita mainin bareng – bareng pas kamu balik ke Samarinda,
ya?”
Air mataku mengalir deras, membuyarkan pandangan mataku akan keindahan kota
yang selama ini memberiku semangat yang akan segera kutinggalkan bersama
semua ketulusan cintaku untuk seorang manusia berpangkat dewa bernama Bho….
Tak terasa aku sudah meninggalkan Samarinda, sekarang Bis ini membawaku ke
Balikpapan, meninggalkan semua kisah itu dibelakang dan sepertinya aku enggan
mengingatnya lagi.
Aku langsung mengirimkan sms kepada Eki untuk membatalkan PSPnya. Eki
sempat menanyakan semuanya padaku. Dia menelponku tak lama setelah aku
mengkonfirmasi semuanya. Aku sudah menjelaskan semuanya dan dia cukup kaget
mengetahui aku sudah di bis menuju Balikpapan untuk segera kembali ke Jakarta.
“Kenapa ga bicara sama kami disini semuanya. Pasti kita bisa bantu, ga gini
caranya”, jawabnya.
“Wew, kalo memang Vie cerita, mang Eki sama yang lain mau apa? Paksa dia
untuk tanggung jawab? Kayaknya ga ada gunanya”, jawabku.
Aku menceritakan semuanya pada Eki, Eki ga bisa bilang apa – apa.
“Kamu ga pernah kenalan sama temen – temennya dia, Vie?”, Tanya Eki.
“Aku hampir kenal semua namanya, tapi aku ga tau yang mana wajahnya”,
jawabku ditengah tangisku.
“Shhh****tt….kenapa ga bilang pas kamu disini siy? Kita disini bisa bantu kamu.
Lagi Aini kenapa ga bilang lagi”, jawab Eki.
“Ki, udah deh. Ga usah ngomongin dia lagi. Vie bingung”, jawabku yang dibarengi
dengan putusnya telpon tersebut karena sinyal drop.
Dalam perjalanan itu, aku sama sekali ga bisa tidur. Airmata ga abis – abisnya
turun. Rasanya pengen banget balik ke Samarinda, samperin Bho dan marah –
marah sepuasnya. Cuma pasti aku ga bisa.
Tak lama, aku sampai di terminal bis dan melanjutkan perjalananku ke Sepinggan
dengan naik Ojek. Lumayan kena Rp. 25.000. Entah itu memang tarif dari
“Haloo..”, sapaku.
“Vie, gwe dah tau semuanya dari Eki, balik ke Samarinda lah. Tak usah balik hari
ini”, ujarnya.
“Ga bisa. Gwe dah dibeliin tiket Ben. Ga bisa balik lagi ke Samarinda”, jawabku.
“Harus, lo harus samperin dia. Enak banget siy dia. Dulu waktu perlu, dia baik
sama lo, sekarang. Lo balik ke Jakarta aja sendirian”, jawabnya.
“Lo mang gampang ngomong gitu Vie, lo perempuan. Gwe laki – laki. Malu gwe
jadi laki – laki ngerti ga lo?”, tanyanya.
“Gwe laki – laki. Gwe ga akan kayak gitu kalo gwe mampu melakukan itu sama
cewe gw. Gw akan lindungi dia semampu gwe”, jawabnya.
“Mungkin dia ga bisa anter gwe ke bandara karena dia capek kali Ben..udah”,
jawabku.
“Ga mungkin. Laki – laki memang kadang benci sama yang namanya perpisahan,
gwe yakin, Aji tuh sayang sama lo Vie, Cuma dia masih belum sanggup kalo harus
ada anak. Cuma itu dah rejeki dari Allah kan Vie, dia harus sadar itu, bukan lari
dari masalah. Lo juga jangan lari”, jelas Ben
“Ben, bukan lari. Tapi gwe ga mampu hidup di tempat yang semuanya berisi
kenangan gwe sama dia”, jawabku.
“Denger, oke…lo ga lari dari masalah, tapi kenapa lo ga temuin dia, bilang
“Gwe dah tau jawabannya Ben, dia dah sadar kalo kayaknya gwe hamil dan dia
minta, klo bener gwe hamil, untuk gugurin kandungan gwe”, jawabku.
“Shhh***tt…alasannya?”, tanyanya.
“Trus lo mau berjuang hidup sendirian?? Lo mau besarin anak itu sendirian,
Vie?”, tanyanya.
“Seumur hidup gwe, gwe akan berjuang apapun buat dia. Seumur hidup gwe, ga
ada yang pernah berjuang untuk gwe selain orangtua gwe. Gwe mau balas apa
yang mereka kasih sama gwe dengan gwe berjuang untuk anak gwe”, jawabku.
“Ngerti, ga papa…gwe akan berjuang buat anak gwe walaupun gwe sendiri. Gwe
mau dia jauh lebih kuat, lebih punya prinsip dari ayah atau bundanya. Gwe mau
dia bisa bertanggung jawab atas apa yang dia ucapkan dan dia perbuat nanti, gwe
mau berjuang untuk itu”, jawabku.
“trus kenapa lo harus balik ke Jakarta? Lo punya teman – teman disini. Bukan
Cuma di Jakarta”, ujar Ben.
“Gwe pergi bukan untuk lupain Aji. I leave him not because I‟m not love him, I
love him so much, Ben”, jawabku.
“Karena gwe ga mampu hidup tanpa dia di tempat yang jelas – jelas dia bisa
temuin gwe yang makin hari makin terpuruk karena liat dia. Biar dia kejar
kebahagiaan, jalan hidup yang dah dia pilih Ben”, ujarku.
“Game? Jalan hidupnya tuh Game? Rela lepasin cewek yang bisa kasih cinta kayak
lo? Setan!! Lo tuh terlalu baik kalo harus terima jalan kayak gini. Dia laki – laki,
harusnya punya prinsip. Kalo tuh server modar, mau ngapain dia?”, jawab Ben
meluap – luap.
“Ya pasti akan ada game pengganti Ben, udahlah”, jawabku lemas.
“Ya, pasti akan ada game pengganti. Gwe suka game, gwe gamer juga. Penggila
mungkin, tapi gwe bisa pisahin, mana realita mana maya. Kesenangan sementara,
sama kesenangan yang memang harus gwe kejar untuk masa depan gwe. Gwe
mampu abisin duit berapa pun buat game, tapi gwe juga mau abisin berapapun
untuk masa depan gwe. Ngerti lo?”, tanyanya.
“ya..setiap orang punya jalan sendiri – sendiri, jangan paksa dia harus jadi seperti
lo Ben”, jelasku.
“Ya Tapi…..”, jawabnya yang terus kupotong dengan menutup Hpku. Aku me-non
aktifkan Hpku.
Aku memutuskan tetap pergi daripada harus tinggal tapi hati tersayat setiap
hari. Membayangkan dia bisa melakukan apa pun yang dia suka, sementara aku
harus berjuang hidup dan mati untuk sesuatu yang tidak ia inginkan tapi aku
terlanjur mencintainya, mencintainya seperti aku mencintai Aji.
I Leave You Love….Leave you My Beloved Striker with all the memories….see ya
until..I Don't know when but…I‟ll be missing you…
Ketika aku memutuskan me-non aktifkan HPku, aku melihat di informasi bahwa
pesawat tujuan Jakarta dengan maskapai penerbangan yang akan aku naikin sudah
Huuffttt…oke. Aku segera memasuki Waiting Room, bayar Airport Tax and then,
cari kursi buat menyendiri. Merapikan penampilan dan uppzzz..aku teringat kalau
aku belum mengabari teman – teman scorpie ku di Jakarta. Mau ga mau, aku
segera menyalakan kembali HPku dan berharap Ben atau siapapun tidak
menelponku untuk membicarakan ttg Bho.
Aku kembali berusaha mematikan HPku. Tapi tiba – tiba, hpku berbunyi…Ben!
“Maaf, gwe terlalu lancang ngomong kayak gitu sama lo, padahal kondisinya lo
pasti lagi..hmm..sorry Vie”, jelas Ben.
“Ga papa, Vie juga minta maaf. Vie masih belain Aji, maaf ya Ben”, jawabku.
“Ga papa, wajar kok lo masih belain dia, lo sayang kan ma dia, ya kan?”, Tanya
Ben.
“Seumur hidup gwe, gwe sayang sama dia, Ben. Ga ada niat buat musuhin dia.
Gwe Cuma…”. Jawabku tertahan tangisku yang sudah mulai meledak.
“Cuma…..memang dia bukan buat gwe. Dia bilang kalo dia ga mau, ga suka
“Shh***tt, kenapa dia ngomong gitu?? Lo hamil anak dia Vie, dia harus tanggung
jawab”, jelas Ben.
“Memang dia seharusnya tanggung jawab, entah apa alasannya. Yang jelas gwe ga
mau paksa dia tanggung jawab kalo seandainya dia mau. Gwe ga mau kalo
seandainya dia tanggung jawab trus dia kesel sama anak – anak gwe nanti,
masalah ini diungkit – ungkit lagi. Gwe ga mau!!”, jawabku.
Tangisku sudah meledak saat itu….aku tak bisa berpikir apa – apa.
“Huuufffttt…when will I see your smiling face again, Vie? Lo ke Samarinda lagi
kan nanti?”, tanyanya.
“Maybe….I don‟t know when will u see my smiling face again. Maybe, there‟s no
smiling face, Ben”, jawabku di tengah tangisku yang makin tak bisa kubendung.
Mendengar Ben berkata seperti itu, aku Cuma bisa menangis dan menangis.
Semua kenangan manis itu ternyata benar Cuma manis dibibir saja. Aku sama
sekali terlalu terhanyut oleh yang namanya Cinta. Cinta yang awalnya terlihat
indah, berubah jadi kelam dan hitam.
“Iyah Ben, maaf. Gwe jadi inget lagi semuanya”, jawabku terisak.
“Ya, Vie pamit. Vie pergi. Salam buat Eki, Bang Jo, Bang Ogi, Bang Adam,
semuanya”, jawabku.
“Ya, Jo sama Adam ada disini. Eki juga. Anak – anak mau ketemu lo, tadinya
kalo memang lo bisa balik ke Samarinda, Jo dah bawa mobil siap berangkat
Balikpapan. Aini juga mau datang, tapi Vie pergi ya?”, tanyanya lagi.
“Iyah”, jawabku.
“Dia bikin malu kami – kami disini. Dia laki – laki, kami disini juga laki – laki.
Kami pantang tak bertanggung jawab atas apa yang sudah kami lakukan. Kalau
kami tak bertanggung jawab, malu kami sama orangtua, muka tuh mau ditaro
dimana. Kalau sudah kecemplung berdua, basah ya basah berdua sekalian, paham
kan?”, Tanya Ben
“Ya, ati2 ya. Kalo ada apa – apa kabari kami disini. Ya?”, jawab Ben.
“Ya…”, jawabku.
Aku segera mengemasi semuanya, termasuk Helm VOGku. Aku berjalan menuju
pintu keluar setelah Boarding Pass – ku diperiksa dan aku kembali ke lapangan
dimana pertama kali aku mendaratkan kakiku di Balikpapan. Kupasang kacamata
hitamku karena airmataku sudah tak dapat kubendung lagi. Masih kuingat suara
itu…
"Hah?????", jawabnya.
„Apa aku benar – benar akan meninggalkan dia?‟, tanyaku dalam hati.
Aku melangkahkan kakiku dengan pasti walaupun rasa sakit ini menusuk – nusuk
hatiku. Aku menaiki tangga pesawat dengan perlahan, menenangkan diriku sendiri
bahwa semuanya akan baik – baik saja.
Aku menaruh Helm VOG ku di tempat penyimpanan barang lalu duduk manis
sambil sesekali menyeka airmata yang masih dengan semangatnya keluar dari
mataku. Kupasang Earpiece MP3ku dan kunyalakan playernya…
Mencoba lupakan
Tapi ku tak bisa
Mengapa… Begini…
Pesawat pun segera berjalan, diiringi lagu itu, aku menggantungkan semuanya,
melupakan semuanya. Melupakan dia…..Aku mematikan MP3 Playerku.
Aku merasakan perasaan yang tidak dapat bisa kukatakan dengan bahasa apapun.
Andai terjadi sesuatu yang membuatku kehilangan nyawaku di dalam pesawat itu,
aku pun mungkin tidak merasakan apapun. Aku hanya bisa diam didalam pesawat,
gak mikir apapun.
Lagu ini kuputar berulang – ulang sampai tak terasa kalau pesawat yang kunaiki
akan segera Landing di Bandara Soekarno – Hatta. Lagu ini mengingatkan
semuanya, Masa Kecilku, Keluargaku, Aji, Teman – temanku dan sesosok makhluk
yang skrg berdiam di rahimku.
Pesawatku Landing dengan mulus. Aku segera bersiap – siap untuk turun.
Memakai kacamata hitamku, menyembunyikan raut wajahku yang dapat kupastikan
pasti dah kaya mayat idup a.k.a zombie.
Kuambil Helm VOG hitamku dan kubawa menyusuri lorong keluar dari pesawat
itu.
Huuffttt…akhirnya…JAKARTA…
Aku melihat pemandangan yang waktu itu aku lihat sebelum aku pergi ke
Samarinda. Pada saat itu, hatiku masih berwarna. MEJIKUHIBINIU…Merah,
Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu. Tapi sekarang yang ada Cuma hitam
pekat bercampur dengan coklat sebahai bentuk kerisauanku.
Aku mengikuti arus manusia di depanku karena I have no clue, jalannya kemana.
Ini pertama dan terakhir ( I hope…. ) aku pergi kemana – mana sendiri. Aku
berjalan seakan – akan aku sudah tau aku akan menuju kemana, walaupun
sebenarnya aku hanya mengikuti arus yang ada.
Aku menunggu bagasiku keluar, berharap – harap cemas tapi tetap tak bisa
berpikir apapun. Tiba – tiba ada sms masuk ke HPku. Aini.
„Kak, sudah sampai kah? Aini minta maaf karena ceritakan semuanya ke Abang –
abang Aini. Mereka nggak mau Kakak pergi ke Jakarta. Kakak jangan marah sama
Aini ya..‟
Sms dari Aini tak kubalas. Aku mulai berpikir, aku mau tinggal dimana. Aku mulai
memikirkan untuk pulang kerumah, mengecek semua simpanan di bunkerku. Aku
mau mulai membuka diri kepada keluargaku. Aku membuka flip HPku dan
mengetik nomor telpon rumahku. Kutekan tombol Call di Hpku..
“Baru pulang dari Samarinda. Nanti Hanna pulang kerumah. Ya?”, jawabku.
“Ga usah, Hanna naik taksi aja atau bis. Ya?”, jawabku.
“Hanna dah gede Mas. Dah ga pantes minta dijemput kalo bisa pulang sendiri”,
jawabku.
Dalam hatiku, aku mau dijemput kakakku, Cuma aku mau tunjukkin kalau aku
bukan anak kecil lagi. Lucu memang tapi entah, pengalaman yang baru saja
kulewati membuat hatiku seperti beku, seakan – akan aku ingin belajar jadi
wanita yang tegar. Aku ga tau kalau kakak – kakakku sudah tau keadaanku yang
sebenarnya. Mungkin aku ga akan dianggap adik lagi.
Kemudian aku melihat tas hitamku keluar dari bagasi, aku menunggunya berjalan
kearahku. Kuambil, lalu kubergegas keluar dari ruangan itu. Aku tak berharap
teman- teman Scorpie ku akan benar – benar menjemputku, tapi aku tiba – tiba
melihat sebuah kertas besar bertuliskan sesuatu yang membuat airmataku
berjatuhan lagi dibalik kacamata hitamku.
Aku lihat wajah mereka satu persatu, mereka masih sama. Mereka berusaha
menenangkanku. Mungkin, orang – orang disana heran melihatku dikerubungi cowok
– cowok..hehehe…maklum, aku wanita satu – satunya di Guild ku….
Mungkin buat orang – orang baru di Guild ku, mereka ga tau siapa aku. Tapi
buat orang – orang lama, yang pernah berjuang sama – sama, aku bukan orang
asing lagi.
“Tangerang, pada ikut yuk. Trus temenin cari kost. Tapi nanti Ras mau minta
tolong sama Mas Andi aja buat cariin kost di depok”, jawabku.
“Ya, dah…kita temenin. Tapi ada makanan kan drumah lo?”, tanya Satria.
“Kalau mereka tau keadaan gwe, apa mereka masih mau gwe tinggal dirumah?”,
tanyaku.
Semua terdiam.
Sesampainya aku dirumah, aku kebingungan. Semua keluarga besarku ada disana.
Begitu aku menampakkan diri di depan pintu rumah, Mas Yuliku langsung
berteriak..
“Ras, kenapa lo bisa pergi ninggalin keluarga yang kayak gini? Rumah yang kayak
gini?”, tanya Satria.
“Maksudnya?”, tanyaku.
Melihat keadaan itu, aku belum berani bicara apapun. Aku terpaksa menginap
dirumah dan membiarkan teman – temanku pulang. Aku segera naik ke atas,
masuk ke kamarku. Kamar yang berisi semua kenangan itu.
Semuanya masih sama. Tak terasa, airmataku keluar lagi. Kubuka semua laci
kontainerku yang terakhir kuisi dengan komik – komikku…dan ternyata, masih
sama..
Rasanya semua kenangan itu kembali masuk dibenakku. Kenakalan masa kecilku,
Main layangan, huufftt..aku jadi kangen kedua orangtuaku. Mereka terlalu banyak
memberiku kenangan indah yang dapat membuatku menangis seketika dan sadar
bahwa aku tidak akan mendapatkannya lagi. Semuanya ga akan sama lagi.
Ketika semua sudah tertidur lelap, aku turun kebawah. Menatap foto – foto
waktu kami masih lengkap, berjajar rapi disepanjang dinding tangga. Lukisan cat
minyakku masih terpajang manis ditangga itu. Meja makan bundar berkursi 6 yang
dilengkapi meja putar kecil ditengahnya pun masih sama, walaupun dulu kacanya
sering pecah.
Aku menghampiri televisi sharp 21 inch diruang TV. Remotenya dah ilang, alhasil,
untuk ganti channel, biar ga capek, kami pun sering menggantinya dengan kaki.
Jempol kaki kami sudah lihai mengganti channelnya setiap nonton TV.
Aku menuju ruang tamu. Ada lukisan cat air berukuran besar bergambar Ayah dan
Ibuku. Rasanya kangen liat itu. Foto – foto kakakku dari yang pertama sampai
aku tergantung disitu. Aku juga melihat sketsa pinsil bergambar wajah ayahku
yang digambar Mas Yudi, kakakku no. 4. Aku menyentuhnya dan seakan – akan,
aku menyentuh wajahnya.
„Akan seperti apa wajah anakku kelak? Sepertiku atau ayahnya?‟, hatiku
bertanya.
Ya, mereka memang berjuang berdua, tapi aku yakin bisa berjuang sendiri. Entah
harus mulai dari mana. Tapi aku yakin, aku mampu memperjuangkan apa yang
sudah aku dapatkan. Aku juga harus mempertanggung jawabkan apapun yang sudah
kulakukan, karena Hanna bukan pengecut..
„Hanna pasti bisa Bu‟, bisikku dalam hati dan berharap Almh. Ibuku
mendengarnya.
Malam itu aku tertidur di sofa dan melupakan semuanya. Berada disekeliling
kenangan itu, membuatku nyaman dan membuatku merasa bahwa aku bisa
melewati semuanya.
'Han....Han..'...
Sebuah tangan membelai – belai rambutku. Aku terbangun dan kulihat kakak
perempuanku di hadapanku. Wajahnya mengingatkan aku pada wajah ibuku. Wajah
yang teduh, keras tapi lembut sebenarnya.
“Dah, cuci muka sana. Ada Nasi Goreng tuh di meja makan, makan!”, ujar
kakakku.
Aku segera terduduk dan merapikan pakaianku. Tak sadar, aku masih pakai baju
yang sama ketika aku datang. Aku segera menghampiri meja makan itu, meja yang
hampir beberapa tahun tak pernah kulihat.
Toto Dahar ( Menyiapkan Makanan ) di meja makan memang sudah jadi tradisi.
Setiap pagi, siang jam 12 dan sore jam 5. Dulu selalu bagianku yang Toto Dahar,
karena memang aku yang masak semua makanan ditemani pembantuku, Mba Iyem.
Aku membuka tudung saji itu, tudung saji yang sudah berada dirumahku sejak aku
kecil mungkin. Terbuat dari rotan yang kuat dan tampak kokoh, banyak
kenanganku dengan benda yang satu ini.
“Han, mang nasi gorengnya ga seenak buatan Hanna dulu. Mba ga bisa bikin yang
kayak gitu”, ujar kakakku.
“Beda. Coba sekarang kamu bikin sendiri di dapur, pasti beda”, suruh kakakku.
Aku diajak kakakku ke dapur dan aku meracik beberapa bumbu untuk buat nasi
goreng yang katanya kakakku cuma bisa aku yg buat. Setelah selesai, beserta
pelengkapnya yaitu telor dadar gulung yang dipotong – potong, kakakku maksa
nyobain.
“Beda Hanna, buatan Hanna buat Mba aja. Hanna makan yg di meja makan ya!”,
suruh Kakakku.
Aku melihat kakakku yang lahap menyantap nasi goreng buatanku dengan perasaan
terharu, sedikit. Udah lama ga liat wajahnya, mukanya agak sedikit tirus, kurus.
“Mba kangen sama kamu, masakan kamu kayak masakan Ibu. Mba ga bisa bikin
yang kayak gini”, jawab kakakku.
“Beda. Kamu jangan kemana – mana lagi ya Han. Pliss”, jawab kakakku.
Aku tersedak. Mendengarnya memohon padaku seakan – akan aku benar – benar
diharapkan dirumahku tapi kalau mereka tau keadaanku, apa mereka akan
menerimaku?
“Bentar lagi kok dateng, ada apa siy Han?”, tanya kakakku.
“Pokoknya, kalo nanti Mba dah tau, Mba mungkin mikir 2 kali buat nyuruh aku
tinggal lagi dirumah”, jawabku.
“Enggak...ampun. Ntar juga Mba tau deh”, jawabku sambil bangun membawa
piring ke dapur.
Kakakku kubuat bingung setengah mati. Aku pun mulai mempersiapkan diri
menghadapi kakak – kakakku. Aku mandi untuk menyegarkan diriku. Aku kembali
ke kamar dan tiba saatku membuka Bunker Rahasiaku.
Aku membukanya perlahan agar suaranya tak terdengar. Perasaanku campur aduk
ketika aku melihat tumpukan benda itu di depanku.
Aku membuka kotak kado bertuliskan “Untuk Hanna” terlebih dahulu. Perlahan
aku membukanya dan aku terpaku setelah melihat apa isinya.
Aku membukanya dan munculah seorang balerina yang menari diiringi suara musik
yang sudah lama tak kudengar, dulu kupikir ini lagu apa. Tapi kini kutau, kotak
perhiasan itu memainkan lagu 'Unchained Melody'...terdengar terbata – bata tapi
aku masih mampu menyanyikannya..
Tak terasa, airmataku mengalir, mendengar, menyanyikan lagu itu sambil melihat
si balerina berputar diatas tempatnya.
Aku meraih sesuatu didalamnya. Sebuah kantong kertas kopi mungil dan aku
membuka isinya..
'Gelang giok hadiah ulang tahun ke 6 dari ayah', ujarku dalam hati tak kalah
girangnya.
Aku kemudian membuka amplop coklat itu. Berdebu. Kusobek ujungnya sedikit
dan kubuka perlahan ujungnya. Aku mendapatkan beberapa helai kertas dengan
tulisan khas ibuku. Tulisan sambung miring besar – besar khas Ibuku. Belum aku
membacanya, melihat tulisannya sudah membuatku merindukannya. Aku
membacanya perlahan.
Hanna,
Mungkin berat buat ibu untuk tulis ini buat Hanna karena ibu tau kalau Hanna
sayang sama ibu. Ibu juga sayang Hanna. Satu yang Ibu minta dari Hanna, Jangan
pernah sekali – kali tinggalin kakak – kakak Hanna. Mereka tidak akan pernah bisa
bertahan tanpa Hanna. Hanna sudah seharusnya jadi penengah, sayang. Ibu tahu
Hanna bisa.
Untuk masalah cinta, Ibu kira, Hanna pasti bisa belajar dari pengalaman.
Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur, ketika kita menangis, ketika kita
Jangan percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar - benar mencintai
MELAINKAN… BERJUANGLAH demi cintamu.
Lebih baik menunggu orang yang kamu inginkan DARIPADA berjalan bersama orang
„yang tersedia‟.
Lebih baik menunggu orang yang kamu cintai DARIPADA orang yang berada di
sekelilingmu.
Lebih baik menunggu orang yang tepat karena hidup ini terlalu singkat untuk
dibuang dengan hanya dengan ‟seseorang‟.
Kadang kala, orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti hatimu
dan kadang kala, teman yang membawamu ke dalam pelukannya dan menangis
bersamamu adalah cinta yang tidak kamu sadari.
Kenapa ibu tulis ini semua, karena ibu sadar kalau ibu tidak akan pernah bisa
berbagi semuanya dengan Hanna, Hanna harus belajar sendiri.
Jika saja kehadiran cinta sekedar untuk mengecewakan, lebih baik cinta itu tak
pernah hadir. Tapi itu tidak boleh Hanna ikuti ya. Percaya semua pasti ada
jalannya. Ibu tau anak Ibu pasti bisa.
Hanna, Ibu minta maaf karena ibu ga bisa dampingi Hanna seperti janji Ibu dulu.
Allah siapkan jalan lain buat Ibu dan itu pasti yang terbaik, sayang. Ibu tau
Hanna mampu lewati segalanya. Cobaan itu adalah bukti kalau kita masih
diperhatikan dan diberi kesempatan untuk belajar, sayang. Jangan takut ya, Anak
Ibu pasti bisa.
Aku....aku hanya bisa menangis sejadinya. Aku membaca suratnya, dengan tulisan
tangannya, membuatku merasakan kehadirannya dihatiku, disampingku saat itu
sambil memelukku.
Aku segera mencari dimana amplop putih yang ibuku maksud. Sesudah
mengeluarkan semua isi kotak perhiasan ibuku, terlihatlah amplop itu. Kuambil,
kubuka perlahan...
Aku terperangah dan tangisku meledak....apa yang mereka pikirkan waktu itu.
Aku menemukan berlembar – lembar uang dollar pecahan $100 di dalam amplop
itu, entah berapa lama dan dari mana mereka mendapatkannya, yang jelas, aku
shock.
Perutku mendadak kencang, entah kenapa. Terasa sakit yang luar biasa. Aku
memegangi perutku sambil menyandarkan punggungku ke dinding.
Aku keluar kamar dan berharap semuanya sudah datang. Ternyata feelingku benar,
Kakak – kakakku sudah mulai berdatangan dengan berbagai macam tujuan. Ada
yang memang mau praktek, ada juga yang Cuma mau transit aja di rumah.
Mayoritas kakak – kakakku dan kakak iparku berprofesi sebagai dokter. Kebetulan
ayahku seorang dokter dan mereka sekarang yang meneruskan.
“Ini masalah Hanna sebenarnya. Hanna Cuma ingin Mas – Mas sama Mba tau.
Tapi Hanna ga mau minta belas kasihan atau ada yang marah – marah disini,
karena Hanna dah terima semuanya dengan ikhlas se-ikhlas – ikhlas nya”, jelasku.
Aku mulai menceritakan semuanya. Awal pertemuanku dengan Bho sampai aku
bisa berangkat ke Samarinda. Aku tak melewatkan sedikit pun cerita itu, tidak
Ketika aku mulai menjelaskan ada apa denganku dan inti dari pertemuan itu,
mereka mulai curiga kalau ada yang tidak beres denganku.
“Han, To The Point aja deh, ada apa?”, tanya kakakku yang ketiga.
“Ok, setelah Hanna kasih tau sebenernya ada apa, Hanna mohon, Hanna minta
maaf. Hanna langsung pergi dari sini”, jelasku.
“Ini, dulu Ibu titipkan ini ke Hanna. Trus ini ada kotak perhiasan ibu juga yang
ibu titip ke Hanna”, jelasku.
Aku tak mendapat tanggapan apapun dari kakak – kakakku, mereka hanya duduk
terdiam, ada juga yang menutup wajahnya, bingung.
“Ini di suratnya ibu sebenernya buat Kado Pernikahan Hanna, tapi kayaknya
sekarang ga perlu lagi. Lebih baik kalian aja yang pegang, Hanna ga perlu. Ini
surat rumah dan dokumen – dokumen lain. Hanna pamit”, jelasku lagi.
Aku pun bangkit dari dudukku, menahan tangisku. Aku langsung bergegas menuju
kamarku untuk membereskan semua yang tersisa. Setelah menutup pintunya, aku
tidak dapat menahannya lagi...
Ooooo
Hurry back - hurry back
Dont take it away from me
Because you don't know
What it means to me
Love of my life
Lagu ini mengantarkanku keluar untuk kedua kalinya dari rumah yang selama ini
menaungiku. Melihatnya dari luar untuk kesekian kalinya sudah membuatku hancur
berantakan.
Reaksi kakak – kakakku ketika aku turun untuk pergi kesekian kalinya beragam.
Ada yang memandang marah padaku, Ada yang menangis dan pergi
meninggalkanku, ada yang diam aja.
Itu memang yang kuharapkan, tidak ada caci maki dan amarah – amarah yang
tidak sepantasnya. Mereka sadar bahwa itu semua resiko yang memang harus aku
tanggung sendiri. Aku ingat kata – kata kakakku yang terakhir kudengar sebelum
aku keluar rumah untuk kedua kalinya.
“Han, kenapa kamu harus pergi lagi dengan keadaan seperti itu?”…
Aku tidak menjawabnya dan langsung pergi keluar rumah. Untuk sementara, aku
kembali ke Depok, ada tempat kosong untukku tinggal disana.
Uang dollar pemberian orangtuaku, kusimpan, hanya kusimpan. Aku pun rasanya
tak mampu mencairkannya di money changer. Ini dana yang harus kusimpan untuk
anakku nanti.
Untuk makan, terkadang tak ada makanan apapun yang masuk ke tubuhku.
Pertama karena “Morning Sickness” ku yang semakin menjadi – jadi. Kedua,
mungkin karena aku tidur hanya beralaskan selimut itu, kondisi badanku jadi
berantakan. Aku sulit membedakan antara “Morning Sickness” dan “Masuk
Angin”, karena aku hampir merasakan mual yang hebat sepanjang hari. Tapi
karena aku tak bisa sendiri, aku selalu menyempatkan diri OL RF demi teman –
temanku sampai suatu saat…ketika aku sedang berada di markas karena janjian
mau beli elemental dengan temanku, tiba – tiba datang menghampiri char RFku
sesosok Accretia yang tak kukenal..
“Tau, karena gwe kenal banget lo, Beb”, jawabnya yang membuatku kaget
setengah mati.
“Baik….”, jawabnya.
“Iyah, lagi kangen aja. Lagian belum tau kapan bisa OL lagi”, jawabku.
“Ke Aceh kali…”, jawabku sekenanya, karena aku dah ga sanggup lagi berbincang –
bincang dengannya.
“Aku di atas bumi di bawah langit. Ke Samarinda lagi kok tapi entah kapan”,
jawabku.
“Bener???”, tanyanya.
“Kan dulu kamu janji bakal balik ke Samarinda lagi. Kamu boong ya?”, tanyanya.
„entah lah Saaaa……Entah aku bisa kesana lagi apa ga. Kenanganmu, semua
tentangmu membuatku semakin lemah dan lemah, Sa‟, jeritku dalam hati
“Hoy..kok diem? Bener ya kamu boong kalo bakal balik ke Samarinda lagi?”,
tanyanya lagi
“Bukan gitu, gwe lagi sibuk chat ma anak – anak guild”, alibiku
Aku langsung keluar dari RF dan masuk lagi dengan charku yang lain, yang ga
diketahui Bho. Yang tau char itu hanya gerombolan siberatku a.k.a guildku. Kala
itu Bho bukan lagi anggota S.C.O.R.P.I.ON. Nama VieANKaCHu dah terlalu lama
terjun di dunia per-Rfan. Begitu namaku muncul di layar chat, sudah ada yang
whisp aku.
Aku segera membuka daftar buddyku dan meng klik kanan nama KoalaDewa dan
“Oia, mau tanya. Bho bikin char baru ya namanya „godtohell‟??”, tanyaku.
Aku menceritakan apapun yang tadi terjadi padaku. Pada akhirnya, aku me-non
aktifkan char VieANKaCHu ku dan menggunakan char kecilku. Rasanya aku ga
sanggup untuk liat Bho lagi dalam hidupku tapi entahlah. Aku juga tidak punya
keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Bho.
Akhirnya aku menghentikan ***u dengan Yudha. Aku lebih sering chat dengan
Kazuya009 atau astra46. Aku ga mau terlalu dekat dengan Yudha.
Hari – hariku kulalui dengan kegiatan yang sama. Terkadang, anak2 guild
menelponku, menanyakan keadaanku. Dan akhirnya, aku harus berbohong agar
mereka tidak tau tentang apa yang sedang kujalani.
28 April….
Hari itu, Hari ulang tahun ku yang entah sudah keberapa aku tak tahu. Yang
kupikirkan hanya, aku ingin merasakan kebahagiaan saat itu. Aku memutuskan
untuk menghabiskan hari dengan begadang sampai pagi.
Aku segera mengirimkan CV dan semua Referensi yang kupunya ke alamat email
yang tertera disana. Attach semuanya dan..
Aku bermain RF seharian hari itu. Sampai tiba – tiba aku bertemu dengan teman
lamaku di RF, si BandarGanZa.
Aku pun menceritakan semuanya dan Erick a.k.a Bandarganza pun marah bukan
main. Dia memaki – maki Bho ga jelas di chat RF.
“Gwe dah tau jawabannya Rick, dan gwe kayaknya ga sanggup denger kata – kata
itu eluar dari mulut dya lagi”, jawabku.
“Lo ga usah telpon dia. Sms aja atau tinggalin pesen di YM kek. Pokoknya harus
bilang Ras”, suruh Erick.
Akhirnya, setelah perdebatan panjang dengan Erick, aku mulai memberanikan diri
mengirimkan sms pada Bho tentang keadaanku, tapi tak ada balasan. Akhirnya
sebelum aku mengakhiri hariku, aku mengirimkan sebuah offline messege via YM
ke YMnya Bho, yang berisi :
Sa, maaf kalo aku harus ngomong ini sama kamu. Ya, aku hamil Sa. Tapi kamu ga
usah takut, aku dah tau jawaban kamu seperti apa. Jadi, aku dah mengambil
keputusan ini dari awal. Aku tetap mempertahankan semuanya tanpa ada kamu.
Kamu ga perlu bertanggung jawab atas ini, aku pasti akan baik – baik aja
walaupun kamu tahu resikonya besar. Kirim doa aja ya Sa. Aku juga ga akan
pernah benci sama kamu dan aku juga ga akan pernah buat si kecil benci sama
kamu. Seburuk – buruknya kamu tetap ayahnya dan aku ga mau dia jadi ga
hormat sama kamu kalau suatu saat kalian ketemu secara ga sengaja. Kejar
kebahagiaanmu Sa.
Aku mengakhiri petualanganku hari itu dengan perasaan tak menentu. Aku pulang
ke kontrakan dengan perasaan yang….haaahh…sedih, karena aku akan benar benar
kehilangan Bho.
Dulu Aku mengharapkan bisa menghabiskan hari ulang tahunku dengan Bho…tapi
Tinggal saat ini aku menunggu, apa yang akan terjadi padaku
selanjutnya……entahlahh….
Aku..pasrah…..
Aku pulang dengan langkah gontai. Kupasang Ear Piece MP3 Playerku dan
tampaknya itu tak membantuku.
29 April….
Lagu Chocobo terdengar pelan namun pasti. Aku melihat jam tangan yang masih
melingkar di pergelangan tanganku. Aku terduduk, terpaku, terdiam masih
berusaha menyadarkan diri.
„Jam 12 siang, siapa yang telpon siang – siang begini?‟, tanyaku dalam hati.
Aku segera beranjak dari atas selimutku, pelan – pelan berjalan kearah ruang
depan rumah kontrakanku yang kosong melompong. Aku terduduk di lantai,
berusaha menenangkan diri dan begitu kuraih HPku, mendadak deringnya berhenti.
„Hufff…Cuma miskol kali ya?‟, tanyaku dalam hati tanpa memperdulikan siapa yg
telpon.
Ketika ingin beranjak kembali ke atas selimut itu, HPku berbunyi lagi.
Kuraih HPku, kubuka flip nya dan tertera nama seseorang yang saat itu benar –
benar tak ingin kutemui atau bicara sekalipun.
Aku masih mempertimbangkan, akan menjawab telpon itu atau tidak, tapi
akhirnya aku mengangkatnya juga.
“Aku mau ngomongin masalah itu, yang kamu omongin di sms sama YM”,
jawabnya.
“Eh, Itu anak gwe kan?”, tanyanya dengan suara yg agak tinggi.
“Kenapa?”, tanyanya.
“Setiap anak punya rezeki sendiri – sendiri. Dah lah Sa, gwe bisa jalanin ini
sendiri”, jawabku
“Kalo lo mang belum siap, gak papa. Gwe udah kok Sa”, jawabku.
“Ya, lo ayahnya dan ini anak lo”, jawabku ditengah tangisku yang hampir
“Sa, gwe dah berusaha ya. Gwe tetep belajar naik motor, gwe tetep jalan kesana
kesini, naik pesawat, ngelakuin hal – hal yang ga boleh dilakuin ma orang hamil.
Dia tetep ga gugur juga Sa. Lo mau gwe minum obat – obatan biar dia keluar?”,
tanyaku.
“Oke…Gwe minum. Tapi kalo dia tetep ga gugur dan dia lahir abnormal, cacad,
jangan salahin gwe”, jawabku sambil menahan tangisku.
“Jangan. Jangan lahir cacad. Anak gwe ga boleh cacad. Jangan sampe”, jawabnya.
“Lo tuh gimana sih? Tadi nyuruh gugurin. Sekarang kalo ternyata ga gugur, tapi
lahir abnormal, ga mau. Mau lo Apa????”, tanyaku.
“Gwe maunya dia keluar dari rahim lo. Kalaupun dia lahir, gwe ga mau dia cacad.
Kalo dia sampe lahir, gwe mau test DNA. Gwe bukan cowok yang kayak gitu”,
jawabnya.
“Cowok yang lepas tanggung jawab. Gwe bukan cwok yang kayak gitu, gwe Cuma
belum siap”, jawabnya.
“Kalo emang setelah test DNA, dia anak lo. Lo mau tanggung jawab gimana?
Ngasih makan dia? Nikahin gwe? Hah…?? Sorry Sa, ga perlu”, jawabku dengan
nada yang tinggi
Aku langsung menutup flip HPku. Emosiku mempengaruhi ku. Tak berapa lama,
“Gimana apanya? Kan dah jelas. Aku ga mau kamu tanggung jawab atas apapun,
My Lord. Kamu tuh Dewa, aku manusia biasa yang punya banyak dosa. Aku ga
mau nambahin dosa lagi dengan menggugurkan apa yang sudah menjadi resiko ku.
Kalau kamu ga mau tanggung jawab, gak papa. Aku lewatin sendiri. Ini tanggung
jawabku”, jawabku meluap – luap.
“Tapi dia anak gwe. Gwe bukan laki – laki yang lepas tanggung jawab. Saat ini
gwe belum siap. Jadi lebih baik digugurin aja”, jawabku.
“Ga, Sa. Makasih. Kamu tau, resiko aku melahirkan kan??”, tanyaku.
“Gwe ambil semua resiko termasuk kehilangan nyawa gwe Sa !!!! PAHAM??”,
jawabku.
“Sorry, susah buat gwe yang masih punya HATI, My Lord. Gwe pertaruhkan
nyawa gwe buat dia”, jawabku.
“Asal lo tau ya? Lo tuh ganggu gwe banget. Kenapa siy lo harus ada kabarnya?
Kenapa siy kabar lo selalu bisa gwe tau? Kenapa siy? Diotak gwe tuh jadi Cuma
ada lo…lo…lo…dan lo. Sampe semuanya tuh berubah. Bikin gwe ga bisa konsen
maen, bikin semua temen – temen gwe Tanya kenapa gwe. Gwe tuh ga abis pikir,
Kenapa siy lo nge ganggu banget?”, tanyanya.
“Sorry, kalo gwe ganggu lo. Yang bikin gwe selalu ada dipikiran lo bukan gwe, tapi
ya diri lo sendiri. Otak Otak lo, kok jadi Tanya masalah itu ke gwe?”, tanyaku
kembali.
“Udah, pokoknya gwe mau lo GUGURIN dia. Kalau pun dia lahir, gwe mau test
DNA. Titik”, jawabnya.
“Ga, ga boleh cacad. Terserah lo mau gugurinnya gimana. Yang jelas, kalau harus
lahir, ga boleh cacad!”, jawabnya.
“Oke…”, jawabku.
“Ya dah, jangan ganggu gwe…biar gwe yang cari lo”, ujarnya.
“As YOU WISH MY LORD”, jawabku dengan suara yang datar, berusaha tegar.
Sejak hari itu, aku menjalani semuanya sendiri. Cinta pria dan wanita buatku tak
begitu penting lagi. Aku hanya mementingkan si kecil di perutku yang mungkin
sedang berkembang tanpa tahu seberapa besar kehidupan yang akan dia terima
nanti, tanpa ayah.
Aku sudah memutuskan menutup seluruh hatiku untuk manusia bernama Aji atau
Bho.
Sampai dibulan kedua, aku mendapatkan sesuatu yang benar – benar menakjubkan
sekaligus menyedihkan. Hari itu, aku datang ke rumah sakit untuk cek semuanya.
Sejak kepulanganku dari Samarinda, aku belum tahu lagi bagaimana
perkembangannya. Akhirnya kuputuskan mengambil selembar uang pemberian
orangtuaku dan menukarkannya.
Siang itu aku datang dengan hati yang galau……dan akhirnya ketakutanku terbukti
juga.
“Siang Mba, saya mau periksa kandungan. Ada dokternya ga ya?”, tanyaku.
“Ada Bu. Bisa isi data disini dulu?”, ujar Suster itu.
“Baik Bu Vie, saya siapkan kartu periksanya sambil Ibu isi form ini. Untuk data –
data pasien apabila nanti dibutuhkan. Silahkan diisi, ini penanya. Silahkan duduk
sampai saya panggil nanti”, jelas si Suster.
Dia memberiku selembar form berisikan data – data yang harus aku isi. Aku
mencari tempat yang nyaman untuk mengisinya. Aku mengisinya dengan teliti dan
tibalah di data yang enggan aku isi.
Aku bingung. Aku enggan menuliskan nama Bho disitu. Tiba – tiba HPku
berbunyi…
„No nya ga ada di daftarku. Siapa ya‟, tanyaku dlm hati. Aku pun
mengangkatnya.
“Halo”, ujarku.
Wonk itu sahabatku. Aku kenal dia dari Idol street. Memang dari Game Online
juga, tapi Wonk beda. Dia maen Game Online hanya untuk pengisi waktu senggang
kalau libur kerja. Wonk juga maen RF, tapi ga begitu sering. Game for him is just
Hanya Wonk yang tahu kalau namaku bukan Laras. Laras hanya cerminan aja,
Cuma bayang – bayang. Cuma Wonk yang tahu namaku Hanna. Karena Wonk
jarang OL, jadi teman – temanku tetap memanggilku Ras, ga ada temen OLku
yang manggil aku Hanna selain Wonk.
“Siapa? Yang hamilin gwe?..hmm…di Samarinda. Udah bukan cowok gwe lagi”,
jawabku.
“Iyah, udah lah Wonk, jangan dibahas lagi. Udah, gwe cukup bias lewatin
semuanya”, jawabku.
“Isi data, Cuma lagi stuck aja. Di kolom „Nama Suami‟, gwe mau tulis nama Aji
tapi…”, jawabku terputus.
“Dah tulis aja. Trus tunggu aja disitu sampe gwe datang. Oke?”, jawabnya.
“Kalo gwe dah masuk, trus selesai tapi lo belum datang, harus tunggu juga?”,
tanyaku.
“Sebelum lo selesai, gwe pasti dah sampe. Dah, gwe jalan dulu. Inget, tulis nama
gwe, Na”, jawabnya.
“Ya”, jawabku.
Wonk memutuskan sambungan telponnya dan aku hanya bias terdiam, membisu.
“Ibu Vie, Form nya sudah bisa diambil?”, Tanya Suster itu menghampiriku.
Aku segera menandatangani form tersebut dan segera menyerahkan form tersebut
ke Suster itu.
“Terima kasih, silahkan duduk lagi ya. Sebentar lagi dipanggil”, jelasnya.
Tak berapa lama, memang aku dipanggil oleh suster itu untuk masuk ke ruang
periksa. Aku segera memasuki ruangan bernuansa hijau itu, menyenangkan.
“Siang Bu, Dengan Ibu Vie ya?”, sapa wanita berjilbab di depanku.
“Oke…sekarang istrinya saya pinjem dulu ya, mau USG. Kalau Bapak mau ikut,
silahkan. Biar bisa liat si cantik atau si jagoan”, ujarnya.
„Suami, siapa suami siapa? Siapa istri siapa?‟, tanyaku dalam hati.
Aku langsung disuruh tiduran. Perutku langsung diolesi oleh gel khusus, dan…
“Ini ada dua, kembar. Dari gambar yang saya liat, sepertinya kembar identik
karena berasal satu telur. Tapi baru benar – benar terlihat kalo sudah masuk
minggu ke 16 nanti”, jelasnya.
Aku dan Wonk hanya lihat – lihatan. Dia lalu membelai rambutku sambil
tersenyum. Aku hanya merasa, aneh.
Ketika prose situ selesai, aku hanya bisa terdiam. Wonk yang lebih banyak
bertanya. Setelah selesai, aku diberikan buku periksa beserta hasil foto USG tadi.
Ketika aku dan Wonk keluar dari ruang periksa, aku langsung membicarakan
semuanya.
“Bisa lah, tanya dunk sama Mba nya di depan situ”, jawabnya sambil memberikan
senyum padaku
“Ya tanya, „Mba, Istri saya dah masuk ya?‟, gitu”, jawabnya sambil nyengir.
“Kenapa siy? Biarin aja. Lagian kalo tuh dokter tahu lo belum nikah, ntar nanya
– nanya yang aneh – aneh atau mikir yang ga – ga lagi dia. Jangan sampe deh”,
jawabnya.
“Tapi….”, jawabku.
“Udah ga usah mikirin dia lagi ya. Pikirin si kecil – kecil ini aja”, jawabnya.
Setelah kejadian itu, aku semakin tak habis pikir dengan pemikiran Wonk. Dia
bilang padaku suatu saat kalau dia ingin menjadikanku istrinya dan menerima anak
– anakku sebagai anakku. Alasannya karena dia sudah terlanjur sayang padaku.
Sejak aku mendapat pekerjaan di daerah Grogol, aku selalu naik kereta api
ekonomi Depok – Cawang – Depok setiap hari dan dari cawang naik bis ke grogol.
Walaupun sedang hamil muda, aku ga perduli. Aku butuh sesuatu untuk
kukerjakan dan kumakan.
Tapi ketika Wonk tau hal itu, dia memaksa aku untuk menerima jasa antar
jemputnya setiap hari sebelum aku mendapatkan tempat tinggal baru di dekat
kantorku. Sampai suatu saat, kakak laki – lakiku menelponku.
“Mas mau ngomong. Kita semua mau ngomong. Kamu dimana? Mas kesana”,
jawab kakakku.
Dari nada suaranya, tak terdengar kemarahan, hanya ada ke khawatiran. Aku
segera bilang pada Wonk melalui sms kalau besok siang, sepulang kerja, aku akan
ke rumah. Dia membalasnya.
Keesokkan harinya, Wonk seperti biasa, menjemputku pagi hari. Kami berangkat
kerja sama – sama. Dia selalu mengantarkanku terlebih dahulu. Dia bisa sampai
Depok jam 5 pagi hanya untuk menjemputku dan sampai jam 4 di kantorku
untuk menjemputku. Tak bisa terbayangkan olehku. Dia tetap ingin aku jadi
pendampingnya, tak perduli keadaanku yang dah hancur berkeping – keping.
Ternyata setelah dibicarakan, kakak – kakakku ga mau kalau aku tinggal diluar
rumah dengan keadaanku yang seperti itu. Pada saat itu pun, Wonk
mengutarakan sesuatu yang membuatku mendadak kalut.
“Sebenernya saya kesini bukan Cuma mau nganterin Hanna aja tapi ada yg lainnya
juga”, jelasnya
“Begini, saya mengutarakan kalau saya…ingin Hanna jadi istri saya”, jelasnya.
“Bener Wan? Kenapa kamu punya keinginan seperti itu?”, tanya kakakku.
“Saya sudah lama sayang sama Hanna. Dia terlalu baik untuk disakitin kayak gini.
Dia wanita yang benar – benar saya kagumi. Terlepas dari apa yang sudah terjadi,
sudah jadi resiko saya. Saya sayang dia berarti saya juga harus sayang sama anak
– anaknya. Pada kenyataannya, saya ga sayang sama mereka, tapi saya sudah
terlanjur cinta sama mereka dan bundanya”, jelasnya panjang lebar.
“Oke..saya sama keluarga siy ga masalah. Cuma kembali lagi ke Hanna. Gimana
Han?”, Tanya kakakku.
aku mendengar apa yang dibicarakan dengan perasaan tak menentu. Ketika
kakakku menanyakan tentang apa yang Wonk utarakan kepada keluargaku,
membuat otakku berhenti berpikir seketika.
Aku hanya bisa menundukkan wajahku. Entah malu atau aku benar – benar tak
kuasa menatapnya. Sampai beberapa kali kakakku menegurku, baru aku berani
menjawab semuanya, sesuai kata hatiku.
“Hmmm....maaf ya semuanya. Maaf Wonk. Aku tau niat kamu baik banget. Aku
juga ga tau kalau kamu bisa punya keinginan sebesar ini untuk jadiin
aku...mm...pendamping kamu. Tapi aku..”, jawabku tertahan.
Tiba – tiba entah ada angin apa, kakak perempuanku mengatakan sesuatu.
“Han, Mba sama Mas – Mas pamit ke ruang makan ya. Kamu sama Wonk ke
teras atas aja. Kalian bicarakan ini berdua. Kami cuma bisa berharap semuanya
akan berjalan sesuai apa yang kalian kehendaki. Yang terbaik buat kamu Hanna,
terbaik juga buat kami. Kami ingin lihat kamu bahagia, gak kayak gini”, ujar kakak
perempuanku.
Kemudian kakak laki – lakiku dan semua yang ada disitu beranjak pergi ke tempat
tujuannya masing – masing dan meninggalkanku dengan Wonk yang terdiam tanpa
suara.
“Han, ayo kita ke teras atas. Bicarakan semuanya, mau kan?”, tanyanya.
“Iyah....”, jawabku.
Aku segera mengajaknya ke teras atas atau lebih tepatnya balkon besar di lantai
“Wonk, tempat ini dah jadi saksi bisu masa kecil, remaja dan dewasaku. Semua
terkubur disini. Entah aku bisa mengaisnya lagi atau ga. Tapi setiap aku kembali
kesini, kenangan akan Ibu, Ayah dan suasana masa kecilku kembali lagi dan aku
merindukan itu Wonk”, ujarku membuka pembicaraan diantara kami berdua.
“Tapi itu masa lalu, Hanna. Sekarang kamu sedang dihadapkan dengan satu masa,
dimana masa itu akan jadi masa depan kamu dan aku ga mau kamu lewatin
semuanya sendiri”, jawabnya.
“Kamu mengharapkan si Bho itu bertanggung jawab atas semuanya? Kamu bilang
kalo kamu dah tau apa jawabannya. Sekarang aku tanya, apa jawaban dia setelah
tau kamu hamil?”, tanya Wonk.
Aku hanya bisa terdiam ketika Wonk menanyakan hal itu padaku. Wonk
menghampiriku.
“Han, Aku ga pernah sedikit pun punya niat untuk mengambil keuntungan atas
apa yang dah terjadi sama kamu. Aku juga ga bahagia diatas penderitaan siapa
pun. Toh kenyataannya memang laki – laki itu ga menderita, justru kamu yang
menderita mikirin dia sepanjang hari tapi apa dia mikirin kamu Han??”, tanyanya.
“Kamu tau jawabannya tapi kenapa kamu ga berusaha tunjukkin ke dia kalo kamu
bisa maju selangkah tanpa dia, Han?”, jawab Wonk.
“Ada di bagian hatiku yang bilang kalo dia sebenernya masih pengen care sama
aku, Wonk. Tapi karena aku hamil, dia buang jauh – jauh semuanya”, jawabku.
“Iyah, kamu kenapa bilang kayak gitu sama keluargaku? Apa keluarga kamu mau
terima aku?”, tanyaku.
“Han, Apa yang terbaik buatku, keluargaku mendukung. Aku melakukan ini juga
atas persetujuan si Mama. Aku sayang kamu dan makhluk – makhluk kecil yang
ada di perut kamu, Han. Aku berani lakukan apapun buat mereka. Aku ga mau
mereka disakitin siapa pun, sampai mati aku ga mau liat kamu dan mereka
menderita. Aku mau liat kamu, mereka, kita bahagia, Han. Bangun keluarga kecil
yang bahagia”, jawabnya.
“Kenapa kamu bisa sampai se-gila ini siy? Salahku apa sama kamu?”, tanyaku.
“Kamu ga punya salah apa pun Sayangku...ga ada. Kamu terlalu baik untuk
diperlakukan seperti ini. Aku tuh bener – bener sayang sama kamu, Han. Terlepas
dari apapun yang sudah terjadi, aku akan tetep sama Han, sayang sama kamu”,
jawabnya meyakinkanku.
“Keinginanku sama seperti hari ini, kemarin, sebulan lalu…aku mau kamu jadi
pemdampingku”, jawabnya.
“Ya malu. Apa kata semua keluarga kamu, semua temen – temen kamu nanti
tentang aku, Wonk”, jawabku setengah menahan tangis.
“Ga. Aku ga malu. Kalau keluarga, kan sudah kubilang kalau mereka menerima
apapun keputusanku. Kalau teman – temanku, aku udah ngomong kok. Semuanya
mendukungku karena mereka tau kalau Cuma kamu yang aku mau dan Cuma kamu
yang bisa bikin aku seneng Han”, jawabnya.
“Ya, karena Cuma kamu satu – satunya perempuan yang bisa bikin aku ga pengen
mencari – cari lagi. Semua yang aku mau ada di kamu. Cuma 1 stocknya
Han….aku ga mau ke duluan orang. Aku mau jadi laki – laki beruntung itu, laki –
laki beruntung yang bisa dapet wanita seperti kamu”, jawabnya terlihat sungguh
– sungguh.
“Tapi..ga bisa sekarang Wonk untuk wujudin apa yang kamu mau. Aku belum
mampu, belum mampu lupain semuanya”, jawabku.
“Aku paham, tapi pintu itu terbuka untukku kan??? Aku akan buat kamu lupa
semua apa yang dah kamu rasain sekarang”, jawabnya
“Ga..sumpah, Aku ga akan nyesel. Ok? Gini deh..mungkin aku juga terlalu
membebani kamu dengan kata „istri‟. Kalo gitu….hmmm…”, ujarnya.
“Hmmm….klo gitu, kamu mau kan jadi pacarku? Kita jalanin semuanya dari awal.
Aku tau kita terutama kamu bisa lewatin ini semua. Kamu mau kan?”, tanyanya.
Aku terdiam cukup lama, memikirkan semuanya. Sepertinya dia pun cukup paham
dengan keadaanku dan sikap diamku saat itu. Aku takut untuk memulai semuanya
tapi apa yang kami bicarakan sebelum ini memang keadaan yang sesungguhnya.
Aku pun memutuskan untuk maju selangkah, setidaknya aku tidak meratapi yang
sudah terjadi, tapi mencoba untuk bangkit.
“Ya…..”, jawabnya.
Wonk lama menatapku. Aku melihat kegembiraan di wajahnya tapi aku takut itu
Cuma halusinasiku saja. Tiba – tiba Wonk berdiri dan berjongkok setengah jinjit
dihadapanku.
“Han, Aku seneng banget kamu bilang kayak gitu. Kamu mempertimbangkan
semuanya, kamu mau bangkit bareng – bareng aku. Makasih yaaa….aku pasti akan
jadi laki – laki sekaligus calon ayah yang paling bahagia, sumpah !!”, jawabnya
sambil meremas jemari tanganku.
“Jiaaaahhh…tadi dah serius – serius sekarang keluar lagi deh aslinya”, jawab
Wonk.
Aku hanya bisa tersenyum, senyum paling manis yang kuberikan kepada Wonk hari
itu.
Aku dan Wonk turun dan membicarakan tentang keputusan yang sudah kami
bicarakan dan setujui berdua.
Setiap hari, kulalui semuanya bersama Wonk. Jujur saja, aku mulai melupakan
luka yang sudah dibuat oleh Bho di hatiku. Aku mulai melupakannya. Aku merasa
Wonk lah yang ayah dari anak – anakku, walaupun setiap aku memikirkan
semuanya, aku tersadar bahwa dia bukan ayah dari anak – anakku tapi aku
bahagia kalau seandainya anak – anakku memiliki ayah seperti Wonk.
Wonk selalu memanggilku „Bunda‟ dan aku pelan tapi pasti mulai memanggilnya
„Ayah‟.
Aku bangga padanya yang mampu menerima keadaanku yang sudah berantakan.
Perutku makin hari makin membesar. Bebanku pun semakin berat. Rasa sakit
akibat APS ku terkadang datang menyiksaku tapi Wonk selalu ada untuk
menenangkanku. Dia pun mulai merasa kalau tempat tinggalku terlampau jauh.
Tanpa sepengetahuanku, ia mencarikanku sebuah kost untuk kutinggali di dekat
tempat kerjaku. Aku terpana dengan semua yang ia lakukan untukku sampai
akhirnya aku merasa malu karena begitu besar yang sudah ia lakukan namun aku
belum merasa yakin bahwa dia serius dengan apa yang dia ucapkan.
Apa yang sudah Bho lakukan membuatku menjadi seorang yang idiot jika harus
merelakan Wonk pergi dari hidupku.
14 September ….
“Ya dah, Ayah kesana sebentar lagi. Ini dah siap – siap”, jawabnya.
Ya, itu percakapanku pagi itu dengan Wonk di telpon. Aku kebetulan sudah
tinggal di rumahku karena mengingat kondisiku yang sudah mulai masuk bulan ke –
7.
“Bun, yuk berangkat ke rumah sakit, diperiksa, Ayah takut kenapa – kenapa si
kecilnya”, ajak Wonk.
Aku pun mengikuti apa yang Wonk minta. Kami langsung berangkat ke rumah
sakit dan untungnya, kami tidak perlu menunggu terlalu lama untuk masuk ruang
periksa.
Setelah dipertimbangkan, aku akhirnya harus stay di rumah sakit tersebut agar
dapat diawasi segala sesuatunya.
Tapi makin lama, kontraksinya makin hebat. Klimaksnya adalah keluarnya air
ketubanku. It‟s mean, ketubannya pecah. Wonk sedang keluar saat itu terjadi.
Wonk keluar untuk membelikanku makanan karena memang belum ada makanan
yang masuk pagi itu.
Aku pasrah, aku langsung memanggil susternya dengan menekan tombol panggilan
di samping tempat tidurku.
Kondisi tubuhku mulai tidak stabil. Aku bilang ke salah satu suster yang
membantuku untuk memberitahu Wonk atau siapapun kalau memang sudah
waktunya.
“Bu, Ibu harus kuat. Sabar ya. Keluarganya sudah dikabari kok”, jawab suster
itu.
Pernyataannya tidak membuatku tenang. Rasa sakit bercampur rasa melilit yang
hebat membuatku tak dapat berpikir apapun. Rasanya aku hari itu sudah berkata
dalam hati berulang – ulang kepada Tuhan..
„Ya Tuhan, aku Cuma mau mengantarkan makhluk – makhluk mungil ini melihat
semua ciptaanmu tapi aku gak mampu…‟
Rasanya kalau saat itu nyawaku langsung hilang, pasti rasanya tak akan terasa
seperti ini, tapi melihat semua yang telah lewat, membuatku punya keinginan
untuk tetap bertahan, setidaknya sampai kewajibanku selesai.
Saat itu, entah mengapa, yang bisa menenangkanku untuk sementara adalah
mengenang semuanya. Masa dimana Bho masih ada untukku. Ketika semuanya
masih ada ditempat yang seharusnya. Tapi begitu bayangan ketika aku harus
melewatinya sendiri, rasa sakit itu terasa makin hebat. Lebih hebat dari
sebelumnya. Aku hanya ingin semuanya selesai.
Semuanya tampak lebih sibuk dan aku hanya bisa diam. Keringat sudah
membanjiri tubuhku dan aku hanya berharap, semua yang terbaik. Kalaupun aku
harus pergi saat itu, seperti aku akan ikhlas karena aku percaya, anak – anakku
akan berada di tempat yang benar.
Aku mulai merasakan sakit yang lebih hebat dan rasanya, aku ga sanggup lewati
semuanya sampai tiba – tiba pintu ruang perawatan itu terbuka dan aku melihat
Wonk disana, tersengal – sengal. Dia langsung menghampiriku.
“Bun, maaf. Ayah beli mam nya kejauhan. Sabar ya Sayang, Yang kuat ya”,
ujarnya.
“Maaf Sayang…Maaf. Jangan senyum aja, ngomong donk!!”, ujarnya lagi sambil
mengusap – usap kepalaku.
“Bun, Ayah tau Bun tuh lebih kuat dari Ayah, Sayang”, ujarnya.
Aku hanya bisa tersenyum sambil merasakan sakit yang entah..tak bisa
diungkapkan dengan kata – kata.
“Ayah gak akan mungkin bisa kehilangan wanita kayak Bun”, ujarnya lagi.
“Bun bisa lewatin semuanya. Ayah ga habis pikir betapa bodohnya laki – laki itu
menelantarkan satu – satunya harta yang paling berharga yang dia punya. Sampai
akhirnya, harta itu ga akan jadi miliknya, sepeser pun karena Ayah ga kan pernah
biarin dia ambil Bun dari Ayah”, ujarnya lagi.
“Ayah…..Bun bener – bener ga kuat. Bun minta maaf ya. Tolong, bilang Bho, bun
minta maaf”, ujarku
“Ga….Bun kuat, Ayah yakin, jadi Bun ga perlu minta maaf sama dia. Dia yang
harusnya minta maaf sama Bun”, jawab Wonk.
“Tapi…”, jawabku.
Ugghh..rasanya mau mati saat itu juga. Sekujur tubuhku menegang dan kurasakan
sakit yang lebih hebat.
Detik berlalu, dan aku pun sudah berada di ruang persalinan yang entah seperti
ruang penjagalan buatku. Posisiku sudah diatus sedemikian rupa agar
mempermudah persalinannya dan sungguh, aku ga perduli gimana posisinya, yang
penting aku mau ini segera berakhir.
Kehadiran Wonk di dalam ruang persalinan pun tak membuatku merasa kembali
kuat. Seakan ini hanya urusanku dan Tuhan yang tau akan bagaimana akhirnya.
Entah berapa lama itu berlangsung, tangisku tertahan disana dan aku merasakan
letih yang sangat luar biasa. Terdengar olehku sayup – sayup suara Wonk dan
beberapa perintah yang harus kulakukan, aku melakukannya dengan semua sisa
tenagaku.
Ada tangan lembut mengusap pipiku dan aku hanya bisa tersenyum sampai tak
terasa air mataku keluar dari ujung – ujung mataku. Tapi ada rasa yang tak bisa
kugambarkan saat itu. Pandanganku tak focus dan….aku masih merasakan tangan
itu di pipiku dan sepertinya seseorang yang menyentuh pipiku meneriakkan
sesuatu, tapi aku tak mampu mendengarnya.
“Maaf…….”
Hanya kata itu yang mampu aku ucapkan lalu aku merasa semua berubah
menjadi…
Gelap……..
Masa itu kini sudah terlewati. Kakakku bercerita tentang semuanya begitu aku
dapat kembali melihat orang – orang yang kusayangi.
Aku tersadar dari tidurku dengan wajah orang yang paling kusayangi sedang
memandangiku tersenyum, namun ada airmata disudut mata itu. Dia adalah
Wonk. Kata yang keluar dari bibirnya saat itu hanya,..
Aku hanya bisa terdiam, tersenyum namun dilubuk hatiku yang paling dalam, aku
merasakan sesuatu yang belum pernah kurasakan.
„Apa benar dia betul – betul menyayangiku seperti ini?? Apa benar ini terjadi
padaku?‟
“Kenal”, jawabku.
Wonk hanya tersenyum. Dia menceritakan padaku tentang hari itu. Setelah aku
melahirkan anak – anakku, terjadi perdarahan yang hebat. Didukung dengan kondisi
fisikku yang lemah dan ada masalah juga dengan kehamilanku, aku kehilangan
kesadaranku. Wonk berkata, aku tak sadar selama 3 hari.
“Nungguin apa? Mang kalo nungguin Bun dapet hadiah apa?”, tanyaku
“Nungguin Bun sadar. Bun lama banget bangunnya. Ayah smpe ga sabaran. Hadiah
buat Ayah dah ada, manis – manis kayak Bundanya Ayah. Tapi kalo Bundanya ga
bisa sama – sama Ayah, Ga akan sama rasanya”, jawabnya.
“Kenapa?”, tanyaku.
“Bun tuh segalanya buat Ayah. Ga ada Bun, rasanya ga akan sama. Bun cuma
Aku hanya bisa menangis mendengar semuanya. Menangis dan entah mengapa,
bayangan Bho dihatiku mulai menjauh dan menjauh. Melihatku menangis, Wonk
mengusap wajahku dan berusaha menenangkanku.
“Dah ahh..jangan nangis, Jelek. Bun Ayah nanti jelek kalo nangis”, ujarnya.
“Jangan gitu ah...Bun Ayah tuh cantik banget. Perduli amat orang bilang Bun
kayak gimana. Buat Ayah, Bun segalanya, ga bisa dituker sama apapun. Kalo
tiba2 si Aji datang minta Bun, minta anak2, ga akan Ayah ijinin”, ujarnya.
Aku, hari itu benar – benar bisa melihat buah hatiku yang entah bagaimana,
begitu tampak mengenalku. Matanya yang mungil, yang belum bisa mengenali
keadaan disekitarnya, seakan – akan berkata padaku,
Mereka mungil, Aku melihatnya dari luar ruangan itu. Mereka berada di dalam
inkubator. Entah apa perasaan mereka saat itu, tapi aku merasa bahwa aku
menang. Menang melawan semua rasa cemasku, menang melawan rasa sakitku,
sakit yang entah berapa lama kurasakan.
Tapi kini, melihat Wonk disampingku, melihat anak – anak yang kuperjuangkan
dihadapanku, aku merasa menang terhadap Bho. Aku ga akan rela dia ambil
apapun dariku, termasuk anak – anakku.
“Iya sayang….”, jawab Wonk sambil memelukku dari belakang kursi rodaku.
“Iyah…Itu anak – anak kita Bun. Bun dah jadi Bunda, Ayah dah jadi Ayah dari
jagoan – jagoan Ayah. Kenapa?”, tanyanya.
“Ga akan…Ayah bodoh kalo Ayah tinggalin Bun. Bun Nyawa Ayah”, jawabnya
sambil mencium pipiku.
Hari itu, aku menjadi manusia paling bahagia, mungkin Wanita paling bahagia….
Hari itu, aku dan Wonk sepakat menamakan mereka Rhama Putra Auliansyah
Hakim dan Dewa Putra Auliansyah Hakim. Ada nama Bho di dalam nama anak –
anakku dan Wonk menyadari itu. Dia merasa cukup berbesar hati awalnya, tapi
lambat laun, aku merasa bahwa Wonk tidak menginginkan nama itu dan ia
mengatakannya padaku.
“Bun, kalau suatu saat nanti Bun dah bias terima Ayah, Ayah mau nama anak –
anak diganti. Jangan ada Bho lagi dalam hidup kita, Bun. Maaf kalo Ayah egois,
tapi Ayah sama sekali ga mau ada kenangan Bho lagi”, ujarnya.
Hari berganti hari….Minggu berganti minggu dan entah kenapa, semua tampak
sempurna buatku.
Sampai suatu ketika, Wonk menelponku mengatakan hal yang dulu dia tanyakan
padaku.
“Bun, kali ini, Ayah bener – bener mau Tanya yang waktu itu pernah Ayah
Tanya sama Bun”, ujarnya.
“Bun mau kan jadi istri ayah? Jadi pendamping Ayah? Temenin Ayah seumur
hidup Ayah? Ayah butuh Bun”, tanyanya.
Aku terdiam dan aku hanya bisa menangis. Rasanya, Aku akan merasa sebagai
wanita tolol kalau aku menolak Wonk. Mengetahui apa yang sudah dia lakukan
untukku, anak – anakku..dan akhirnya aku berani menjawabnya dengan segala
resikonya.
Jawabanku disambut dengan ucapan yang tak kumengerti. Mulai detik itu, Aku
jauh lebih bahagia dari hari – hari kemarin.
Hari ini, semua ketakutanku mulai sirna. Ketakutan akan hadirnya Bho kembali
dalam hidupku dan anak2ku mulai benar – benar hilang. Wonk akan segera kembali
ke Indonesia dengan perasaan yang „luar biasa bahagia‟ katanya.
Persiapan tentang hari dimana jadi akhir dari penantianku akan segera tiba. Entah
mengapa, aku gelisah. Gelisah namun „Bahagia Luar Biasa‟…
Menunggu kepulangan Wonk, membuatku berpikir bahwa dia bukan laki – laki
biasa, tapi lebih dari itu.
Bho, anak laki – laki yang bisa mendapatkan apa saja kalau dia mau. Ayahnya
seorang pegawai negeri sipil yang pastinya mempunyai pekerjaan tetap.
Setidaknya, tidak begitu berat untuk menghidupi istri dan anak – anaknya. Aku
mungkin belum begitu tahu tentang bagaimana keluarga Bho, tapi Bho masih jauh
lebih beruntung dari Wonk.
Wonk, anak ke 8 dari 9 bersaudara. Dia berasal dari keluarga yang sederhana.
Ayahnya bukan seorang pegawai kantoran. Ayahnya hanya seorang penjual buah –
buahan dan dengan hasil berdagang nya itulah, ia memberi nafkah istri dan anak –
anaknya. Menyekolahkan anak - anaknya, mendidik mereka, hingga mereka sukses
dan jadi orang – orang yang lebih baik. Yang membuatku bahagia, Ayah dan Ibu
Wonk, mampu menyekolahkan semua anak – anaknya. Punya 9 orang anak dan
semuanya berhasil sungguh membuatku salut.
Aku tidak malu dengan semua itu, justru aku bahagia dan bangga bahwa Wonk
tidak merasa kecil hati dengan semua itu.
Aku pernah menelpon dia saat dia ingin berangkat ke warung tempat ayahnya
berjualan dan ia tidak malu mengatakan padaku kalau ia ingin membantu ayahnya
“Buah….kenapa?”, tanyanya..
“Bapak memang jualan buah dari dulu. Ya, kita semua sekolah, makan dari hasil
Bapak jualan buah. Bun ga malu kan?”, tanyanya.
“Ga..ga malu. Bun seneng kok. Setidaknya Bapak menafkahi anak – anak dan istri
nya dengan cara yang halal”, jawabku.
“Ya, makanya…Ayah ga berat kalau harus bantu Bapak, karena Ayah bisa kayak
sekarang juga karena buah – buah itu”, ujarnya.
“Kenapa? Bun terima Ayah apa adanya. Bun ga liat itu semua. Pokoknya Bapak
hebat. Ntar Bun boleh kan bantu – bantu di warung?”, tanyaku.
“Sama – sama, kembali kasih”, jawabku disambut suara tawanya yang khas.
Aku memang tidak mengharapkan someone yang punya babat, bebet, bobot.
Menurutku itu tidak terlalu penting. Yang penting Cuma isi hati seseorang aja.
Kalau ingat dulu, waktu SMU, kadang kita hanya berpatokan pada fisik seseorang
saja untuk menentukan pantas atau tidaknya orang tersebut jadi orang paling
special dihati. Tapi, makin lama, tampaknya, cara pikir tersebut terlalu picik.
Wonk, sudah lebih dari cukup untukku. Dia ayah yang baik untuk anak – anakku.
Menerima Rhama dan Dewa – ku layaknya darah dagingnya sendiri. Kala
melihatnya bermain dengan anak – anak, memanggil mereka dengan sebutan „anak
ayah‟, membuatku merasa aku tak perlu mencari atau pun berharap „ayah
kandung‟ dari anak – anakku mencariku untuk mempertanggung jawabkan semua.
Seperti suatu ketika, Wonk sedang menenangkan Dewa ketika menunggu giliran
untuk mandi…aku merasa, Wonk lebih dari segalanya..
“Kenapa anak Ayah nangis??? Sabar sayang, Bunda Cuma punya 2 tangan. Abis
ini giliran Dd ya ( panggilan sayang Wonk untuk si kecil Dewa ). Masa anak Ayah
nangis”, ujar Wonk pada Dewa yang masih menangis di pelukannya.
Aku sudah memilih jalanku sendiri dan ini adalah keputusan yang terbaik untukku.
Aku menyayangi dan mencintai Wonk sepenuh hati. Memikirkan bahwa jodoh kita
sebenarnya selalu ada di depan mata membuatku bersyukur, Tuhan menyadarkanku
ketika aku bertemu Wonk, nobody else.
Mudah – mudahan, buat semua yang dah baca thread saya, cepet bisa ketemu
sama soulmate nya ya…
Hari penantian itu sudah berlalu dan aku sedang menghadapi sesuatu yang 'luar
biasa bahagia'....
Berada ditengah - tengah keluarga baru yang lambat laun menerimaku membuatku
tak henti - hentinya bersyukur.
Aku mulai menjalin kembali hubungan baik dengan keluargaku, menyatukan kembali
benang - benang yang kusut.
Aku memutuskan untuk mengikuti kemana Wonk pergi, jadi sekarang aku
berdomisili di Bandung, kota yang selama ini hanya jadi angan - anganku. Memulai
hidupku dari nol bersama Wonk tak sesukar yang aku kira, semua mengalir apa
Anak-anakku tumbuh menjadi anak - anak yang manis, lucu dan mudah bergaul
dengan siapa saja. Entah apa yang terjadi dikemudian hari, tapi yang jelas, Wonk
lebih dari sekedar Ayah buat mereka, Malaikat mungkin. Tanpa Wonk, aku tak
bisa bayangkan, akan jadi apa hidupku sekarang.
Tentang dia.....Bho...
Aku sudah mulai tak ingat siapa dia. Walaupun beberapa minggu yang lalu,
sempat temannya yang juga temanku, memberitahukan bahwa FB Bho kembali
aktif. Aku sontak memberitahukan masalah ini kepada Wonk, aku takut dia mulai
mencariku seperti kejadian di dalam mimpiku.
Aku bermimpi bahwa dia datang padaku dan bilang kalau dia tak suka melihatku
bahagia seperti ini, dia ingin mengambil anak - anakku, toh aku sudah bahagia
dengan Wonk. Aku tak habis pikir apa yang terjadi jika memang itu terjadi
padaku, aku bisa GILA....
Wonk menyikapi masalah itu dengan baik. Dia bersikap bijaksana. Dia berusaha
menenangkanku. Kalau pun Bho mencariku, Wonk yang maju duluan.
"Udah Bun, jangan dipikirin, kalau dia cari bun, biar Ayah duluan yang maju.
Sampai kapan pun, Dia ga boleh ketemu Bun dan Anak - anak", ujar Wonk.
"Dah, jangan takut sayang. Dia ga akan bisa sentuh apa yang dah jadi milik Ayah
sekarang, ga akan bisa", jawab Wonk.
Mendengar itu semua, aku hanya bisa menangis di pelukannya malam itu. Entah,
Aku merasa, Wonk bukan hanya malaikatku, tapi dia 'Dewa Penyelamat" ku.
Dengan semua kehidupan baruku, Aku tak takut lagi melangkah. Aku sekarang
Aku tak merasa malu harus menjaga kios buah Ayahnya setiap malam, justru Aku
bahagia karena bisa membantu orang yang membuat Wonk ada disini,
mendidiknya, membuatnya menjadi seseorang yang berbeda. Tak ada rasa segan
atau malu untukku...Wonk adalah Dewa untukku, Malaikat untuk anak - anakku
dan Orangtua Wonk adalah Dewa dari segala Dewa untukku..
Aku Bahagia......
Mendapati dia, Bho yang tetap menjadi orang yang sama..membuatku tak henti -
hentinya bersyukur dan berterima kasih karena dia bukan jodohku. Ya, dia
memang Ayah dari anak - anakku, tapi bukan pendamping hidupku.
Aku......
Dengan segala yang sudah terjadi, Wonk, Keluargaku, Keluarga Wonk, Anak -
anakku, sahabat - sahabat terbaikku, membuatku tak habis pikir, betapa baiknya
Tuhan padaku. Aku tak pernah sendirian lagi. Aku bisa jadi seseorang yang baik,
Ibu yang baik dan istri yang bisa dibanggakan...
Just Keep tryin Guy's....ingat, Tuhan itu gak pernah tidur. Dia selalu ada dimana
pun kita berada, dia tahu apa yang sudah kita kerjakan. Dia memberikan cobaan
kepada hamba Nya karena Dia sayang...dan kita pasti mampu melewatinya...