Setiap manusia, ikhwan akhwat ataupun manusia biasa, pasti akan mengalami tiga jenis ujian
dalam hidupnya. Meski kadarnya berbeda – beda bagi setiap orang. Lawan jenis, harta dunia dan
status sosial. Ketiga jenis ujian inilah yang akan menjadi siklus tetap ujian bagi manusia. Sampai
kapan ia akan terlepas dari ujian ini ? jawabnya adalah tatkala manusia itu telah menghembusan
nafas terakhirnya.
Saat syetan sudah mulai putus asa, untuk menggoda para ikhwan atau akhwat bermaksiat secara
terang – terangan. Nampaknya ujian jenis pertama inilah yang menjadi “momok” tersendiri bagi
para aktivis dakwah yang masih berstatus mahasiswa. Bagaimana tidak ? interaksi yang begitu
intens, pertemuan yang begitu sering, meski berlabel agenda dakwah tertentu, terkadang menjadi
celah tersendiri bagi syetan untuk menggodanya dengan cara yang lain.
Belum lagi dengan kegiatan – kegiatan yang melibatkan interaksi dengan lawan jenis diluar
kegatan – kegiatan berlabel dakwah. Rapat himpunan, rapat BEM, sampai pada mengerjakan
tugas kelompok yang menjadi makanan sehari – hari bagi sebagaian siswa pada prodi tertentu.
Tentu berkikhtilat, bercampur baur, dengan lawan jenis adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk
dihindari. Meskipun untuk hal yang terakhir, pendidikan, sebagaian ulama memafhumkan hal
tersebut.
Fenomena – fenomena semacam inilah yang kemudian mengharuskan ana, antum, dan semua
yang mengaku sebagai pengemban risalah Allah yang teguh memegang prinsip agama untuk
memahami suatu ilmu tentang fiqh ikhtilat. Pengetahuan yang mendalam tentang hukum –
hukum berinteraksi dengan lawan jenis sesuai dengan ajaran dien ini. Hal ini penting untuk
difahami, agar kita tidak menjadi ragu – ragu dalam berinteraksi atau bahkan salah dalam
menempatkan diri dalam sebuah keadaan.
Demikian juga dengan ikhtilat, seiring perkembangan zaman, ikhtilat maupun khalwat tak lagi
mengharuskan dua fisik bertemu dalam satu lokasi. Cukuplah kiranya sms – sms kita kepada
lawan jenis bukan mahram yang bisa membuat hati gelisah itu termasuk dalam kategori ikhtilat.
Atau telfon – telfon berlebihan, chat – chat yang tiada guna dan tujuan, pun bisa dikategorikan
dalam ikhtilat gaya baru.
Kebanyakan, hasil – hasil dari ikhtilat adalah timbulnya perasaan “deg – deg ser” kepada lawan
jenis tersebut. Dalam bahasa lain dapat diterjemahkan menjadi, cinta, tresno atau apalah lain
sejenisnya. Bagi kalangan aktivis, perasaan cinta sebelum nikah banyak disebut dengan Virus
Merah Jambu. Padahal warna merah jambu adalah warna yang indah dan cerah. Menurut ana
kurang tepat jika virus yang bisa merusak ini disebut dengan Virus Merah Jambu. Ana
menyebutnya sebagai Virus Panah Iblis karena virus ini lebih sering muncul karena pandangan
yang tidak terjaga. Dalam sebuah hadits qudsi:
1. Pulang Berdua
Usai rapat acara rohis, karena pulang ke arah yang sama maka akhwat pulang bersama di mobil
ikhwan. Berdua saja. Dan musik yang diputar masih lagu dari Peterpan pula ataupun lagu-lagu
cinta lainnya.
2. Rapat Berhadap-Hadapan
Rapat dengan posisi berhadap-hadapan seperti ini sangatlah ‘cair’ dan rentan akan timbulnya
ikhtilath. Alangkah baiknya – bila belum mampu menggunakan hijab – dibuat jarak yang cukup
antara ikhwan dan akhwat.
Bukankah ada pepatah yang mengatakan, “Dari mana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati”.
Maka jangan kita ikuti seruan yang mengatakan, “Ah, tidak perlu gadhul bashar, yang penting
kan jaga hati!” Namun, tentu aplikasinya tidak harus dengan cara selalu menunduk ke tanah
sampai-sampai menabrak dinding. Mungkin dapat disiasati dengan melihat ujung-ujung jilbab
atau mata semu/samping.
Duduk berdua di taman kampus untuk berdiskusi Islam (mungkin). Namun apapun alasannya,
bukankah masyarakat kampus tidak ambil pusing dengan apa yang sedang didiskusikan karena
yang terlihat di mata mereka adalah aktivis berduaan, titik. Maka menutup pintu fitnah ini adalah
langkah terbaik kita.
Menelfon dan mengobrol tak tentu arah, yang tak ada nilai urgensinya.
Saling berdialog via SMS mengenai hal-hal yang tak ada kaitannya dengan
da’wah, sampai-sampai pulsa habis sebelum waktunya.
8. Berbicara Mendayu-Dayu
“Deuu si akhiii, antum bisa aja deh?..” ucap sang akhwat kepada seorang ikhwan sambil tertawa
kecil dan terdengar sedikit manja.
Via SMS, via kertas, via fax, via email ataupun via YM. Message yang disampaikan begitu
akrabnya, “Oke deh Pak fulan, nyang penting rapatnya lancar khaaan. Kalau begitchu.., ngga
usah ditunda lagi yah, otre deh Senyum manis.” Meskipun sudah sering beraktivitas bersama,
namun ikhwan-akhwat tetaplah bukan sepasang suami isteri yang bisa mengakrabkan diri dengan
bebasnya. Walau ini hanya bahasa tulisan, namun dapat membekas di hati si penerima ataupun si
pengirim sendiri.
10. Curhat
“Duh, bagaimana ya?., ane bingung nih, banyak masalah begini ? dan begitu, akh?.” Curhat
berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan
permainan hati yang bisa menganggu tribulasi da’wah. Apatah lagi bila yang dicurhatkan tidak
ada sangkut pautnya dengan da’wah.
YM termasuk fasilitas. Tidaklah berdosa bila ingin menyampaikan hal-hal penting di sini.
Namun menjadi bermasalah bila topik pembicaraan melebar kemana-mana dan tidak fokus pada
da’wah karena khalwat virtual bisa saja terjadi.
“Biasa aza lagi, ukhtiii? hehehehe,” ujar seorang ikhwan sambil tertawa. Bahkan mungkin
karena terlalu banyak syetan di sekeliling, sang akhwat hampir saja mencubit lengan sang
ikhwan.
Pelanggaran di atas dapat dikategorikan kepada hal-hal yang mendekati zina karena jika
dibiarkan, bukan tidak mungkin akan mengarah pada zina yang sesungguhnya, na’udzubillah.
Maka, bersama-sama kita saling menjaga pergaulan ikhwan-akhwat. Wahai akhwat?., jagalah
para ikhwan. Dan wahai ikhwan?., jagalah para akhwat. Jagalah agar tidak terjerumus ke dalam
kategori mendekati zina.
Lalu bagaimana jika ikhtilat tidak bisa dihindari lagi ? Cara yang paling umum adalah beramal
dengan ikhlas, gadhul bashar, puasa, hijab fisik dan jaga hati. Namun, jika itu semua belum juga
bisa menundukan pandangan dan membuat hati tenang, maka solusi ini mungkin perlu dicoba,
Nikah. Nikah akan mengalihkan pikiran dari pengharapan-pengharapan yang tidak perlu.
Pengharapan yang selama ini menghantui telah berwujud menjadi bidadari yang setia menanti di
rumah sendiri. Kalaupun ada godaan syetan di tengah jalan, ya, tinggal pulang saja. Di rumah
ada yang halal kok.
Seperti yang ana ungkapkan di awal bahwa cinta sejati yang hakiki hanya akan terwujud jika
telah melewati gerbang pernikahan ini. Jika belum melewatinya, ana masih menganggapnya
syubhat. Sementara syubhat dan snafsu hanya bisa dihalalkan lewat jalur pernikahan.
“Ya Rabbi?, istiqomahkanlah kami di jalan-Mu. Jangan sampai kami tergelincir ataupun terkena
debu-debu yang dapat mengotori perjuangan kami di jalan-Mu, yang jika saja Engkau tak
tampakkan kesalahan-kesalahan itu pada kami sekarang, niscaya kami tak menyadari kesalahan
itu selamanya.