Anda di halaman 1dari 23

Pacaran? Pikir Lagi, Deh!(hari gini masih pacaran?

apa
kata dunia!?)
2 Agustus 2011 pukul 15:40

Pacaran, sepertinya telah dinobatkan oleh remaja saat ini sebagai satu-satunya ekspresi cinta
kepada lawan jenis. Otomatis ikatan baku syahwat ini sedikit banyak mempengaruhi jalinan
persahabatan cewek-cowok. Makin sulit ditemukan hubungan dekat remaja-remaji yang
murni pertemanan. Selaluuu aja ada benih-benih cinta di hati yang tersemai tanpa mereka
sadari. Nggak heran kalo banyak remaja yang terprovokasi oleh komplotan Project Pop dan
Chrisye dalam hits terbaru mereka, ‘burkat’ Buruan deh katakan…. Makanya Yovie dan
Nuno juga nggak tahan untuk bilang, ‘inginku…tidak hanya jadi temanmu…ataupun sekadar
sahabat’. Pengenya jadi apa dong?

Pacar. Yup, status pacar yang banyak diburu kaum jomblo sebagai simbol kemenangan dan
kebanggaan. Begitu pentingnya status ini hingga dijadikan ‘mata pelajaran’ rutin oleh media
massa bagi para pemirsanya. Walhasil, para pelajar berseragam putih biru donker pun
menjadikan tempat belajarnya sebagai Sekolah Mencari Pacar (SMP). Parah tenan iki!

Sobat, banyak remaja yang ngerasa kalo jadi pacar atau punya pacar bikin hidup terasa lebih
indah. Katanya sih, mereka udah nemuin soulmate alias belahan jiwanya. Seseorang yang
memanjakan perasaan cintanya; yang menjaga dan melindunginya; yang begitu perhatian dan
peduli padanya; yang menyediakan a shoulder to cry on; yang mengulurkan tangannya saat
salah satunya down; hingga rela berkorban untuk memenuhi permintaan sang buah hati.
Pokoknya romantis abis!

Selanjutnya, hari-hari mereka lalui dengan kebersamaan. Acara jalan bareng sambil
gandengan tangan atau mojok berdua untuk saling bertukar cerita jadi menu wajib. Di
kampus, sekolah, mal, halte, bioskop, atau di bawah guyuran hujan nggak masalah. Kalo
nggak bisa jalan bareng, minimal mengobral kata-kata cinta via SMS. Inilah penyakit orang
kasmaran. Enggan berpisah walau sesaat. Bawaannya kangen mulu. Padahal doinya cuma
permisi ke toilet. Waduh!

Tapi sobat, apa bener pacaran itu selamanya indah?

Banyak rugi di balik pacaran


Kalo diperhatiin sekilas, bisa jadi orang mengganggap pacaran itu nggak ada ruginya.
Padahal, banyak juga lho ruginya. Makanya jangan cuma sekilas merhatiinnya. Nggak
percaya? Simak deh poin-poin berikut:

1. Rugi waktu

Sobat, coba kamu iseng-iseng nanya ke temen yang pacaran, berapa banyak waktu yang dia
berikan untuk pacarnya? A. satu jam B. dua jam C. satu hari D. satu minggu (kayak soal ujian
aja pake multiple choice). Jawabannya: nggak ada yang cocok! Sebab ketika ikatan cinta di
antara mereka diucapkan, masing-masing kudu terima konsekuensi untuk ngasih perhatian
lebih buat sang pacar. Itu berarti, harus stand by alias siap setiap saat jika diperlukan doi
(sopir taksi kaleee!). Ini yang bikin repot.

Gimana nggak, waktu yang kita punya nggak cuma buat ngurusin sang pacar. Emang sih
teorinya nggak seekstrim itu. Biasanya mereka mencoba saling mengerti kalo kekasihnya
juga punya kepentingan lain. Tapi kalo masing-masing minta dimengerti, bisa-bisa muncul
sikap egois. Merasa dirinya paling penting dan paling berhak untuk diperhatikan. Ending-nya,
teori dan praktek sangat jauh panggang dari api. Tetep aja mereka terpaksa ngorbanin waktu
untuk sekolah, kantor, keluarga, atau teman sebaya biar doi nggak ngambek. Kalo sudah
begini, demi mempertahankan pacaran, urusan lain bisa berantakan. Betul?

2. Rugi pikiran

Sehebat-hebatnya manusia mengelola alokasi pikiran dan perhatian untuk ngurusin hidupnya,
belum tentu dia mampu mengendalikan rasa cintanya. Asli. Ketika kita jatuh cinta, nggak
gampang kita mikirin urusan laen. Semua pikiran kita selalu mengerucut pada satu objek:
Pacar. Mau ngapain aja selalu teringat padanya. Seperti kata Evi Tamala, ‘mau makan
teringat padamu…. mau tidur teringat padamu…lihat cheetah teringat padamu….’ Ups!
Sorry, jangan ngerasa di puji ya. Gubrak!

Nggak heran kalo sitaan pikiran yang begitu besar dalam berpacaran bisa bikin prestasi
belajar menurun. Itu juga bagi yang berprestasi. Bagi yang nilainya pas-pasan, bisa-bisa
kebakaran tuh nilai rapot. Mereka sulit berkonsentrasi. Meski jasadnya ada dalam kelas
belum tentu pikirannya nangkep penjelasan dari guru. Yang ada, pikirannya tengah
melanglang buana ke negeri khayalan bersama sang permaisuri pujaan hati. Dan nggak akan
sadar sebelum spidol atau penghapus whiteboard mendarat dengan sukses di jidatnya.
3. Terbiasa nggak jujur

Lucu. Kalo kita ngeliat perilaku standar remaja yang lagi kasmaran. Di rumah dia uring-
uringan karena sakit perut (tapi bukan diare lho), tapi akibat makan cabe tapi lupa makan
goreng bakwannya karena saking asyiknya nonton Dora the Explorer. Sang ibu pun terpaksa
telpon ke sekolah untuk minta izin. Menjelang siang, tiba-tiba pacar telpon. Nanyain kabar
karena khawatir. Terus dia bilang, ‘sayang ya kamu nggak sekolah. Padahal nanti siang aku
minta di antar ke toko buku terus hadirin undangan temenku yang ulang tahun di KFC…’

Tak lama berselang, keajaiban terjadi. Tiba-tiba sakitnya sembuh dan siap nganterin doi.
Padahal sebelum ditelpon pacarnya, sang ibu minta tolong dibeliin minyak tanah di warung
sebelah rumah, jawabnya: ‘nggak kuat jalan Bu. Kan lagi sakit’.

Ini baru contoh kecil. Seringkali orang yang pacaran secara otomatis berbohong, agar terlihat
baik bin perfect di mata pacar.

4. Tekor materi

Sobat, dalam berpacaran, keberadaan materi sangat menentukan mati hidupnya itu hubungan.
Meski ngakunya nggak begitu mentingin materi, tetep aja kalo nraktir bakso di kantin sekolah
atau nonton hemat di twenty one kudu pake duit.

Yang bikin runyam, kebanyakan dari remaja yang berpacaran perekonomiannya sangat
tergantung dengan jatah yang dikasih ortu. Pas lagi ada duit, jatah uang saku sebulan ludes
dalam hitungan jam di malam minggu pertama setiap bulan. Kalo lagi nggak punya duit
sementara pacar ngajak jalan, bisa nekat mereka. Nilep uang SPP atau terlibat aksi kriminal.
Repot kan?

Nah sobat, ternyata pacaran tak selamanya indah. Ada juga ruginya. Banyak malah. Rasanya
nggak sebanding dong kalo kita harus kehilangan waktu luang, prestasi belajar, teman sebaya
atau kedekatan dengan keluarga, karena waktu, pikiran, tenaga, dan materi yang kita punya,
banyak dialokasikan untuk sang pacar. Belum lagi dosa yang kita tabung selama berpacaran.
Padahal pacar sendiri belum tentu bisa mengembalikan semua yang kita korbankan ketika
kita kena PHK alias Putus Hubungan Kekasih. Apalagi ngasih jaminan kita selamat di
akhirat. Nggak ada banget tuh. Rugi kan? Pasti, gitu lho!
Pacaran, dilarang masuk!

Sobat muda muslim, meski dalam al-Quran tidak terdapat dalil yang jelas-jelas melarang
pacaran, bukan berarti aktivitas baku syahwat itu diperbolehkan. Pacaran di-black list dari
perilaku seorang muslim karena aktivitasnya, bukan istilahnya.

Orang pacaran pasti berdua-duaan. Padahal mereka bukan mahram atau suami-istri. Yang
kayak gini yang dilarang Rasul dalam sabdanya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka tidak boleh baginya berkhalwat (bedua-duaan) dengan seorang wanita,
sedangkan wanita itu tidak bersama mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiga di antara
mereka adalah setan” (HR Ahmad)

Kehadiran pihak ketiga alias setan sering dicuekin oleh orang yang lagi pacaran. Padahal
bisikannya bisa bikin mereka gelap mata bin lupa diri. Cinta suci yang diikrarkan lambat laun
ber-metamorfosis menjadi cinta birahi. Ujung-ujungnya mereka akan dengan mudah
terhanyut dalam aktivitas KNPI alias Kissing, Necking, Petting, sampe Intercousing. Dari
sekadar ciuman hingga hubungan badan. Naudzubillah min dzalik! Makanya Allah Swt. telah
mengingatkan dalam firmanNya:

ً‫سبِّيل‬ َ ‫شةً َو‬


َ ‫سا َء‬ ِّ ‫َوالَ ت َ ْق َربُوا‬
ِّ َ‫الزنَا إِّنَّهُ َكانَ ف‬
َ ‫اح‬

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk. (QS al-Isrâ [17]: 32)

Kalo masih ngeyel dengan peringatan Allah Swt. di atas, dijamin kesengsaraan bakal
menimpa kita. Banyak kok fakta yang berbicara kalo gaya pacaran sekarang lebih didominasi
oleh penyaluran hasrat seksual. Akibatnya, secara tidak langsung pacaran turut membidani
lahirnya masalah aborsi, prostitusi, hingga penyebaran penyakit menular seksual. Karena itu,
pacaran dilarang masuk dalam keseharian seorang muslim. Akur? Kudu!

Agar cinta nggak bikin sengsara


Sobat muda muslim, perlu dicatet kalo Islam melarang pacaran bukan berarti memasung rasa
cinta kepada lawan jenis. Justeru Islam memuliakan rasa cinta itu jika penyalurannya tepat
pada sasaran. Sebab Allah menciptakan rasa itu pada diri manusia dalam rangka melestarikan
jenisnya dengan kejelasan nasab alias garis keturunan. Karena itu hanya satu penyaluran yang
diridhoi Allah, dicontohkan Rasulullah, dan pastinya tepat pada sasaran. Yaitu melalui
pernikahan. Rasulullah saw bersabda: “Wahai sekalian pemuda, barang siapa yang sudah
mempunyai bekal untuk menikah, menikahlah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat
memejamkan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mempunyai
bekal untuk menikah, berpuasalah, karena puasa itu sebagai benteng baginya.” (HR Bukhari
dan Muslim)

Untuk mengendalikan rasa cinta pada diri manusia, Islam juga punya aturan maen yang
meminimalisasi fakto-faktor pembangkit rasa itu. Secara umum, interaksi antara pria dan
wanita dalam Islam hanya diperbolehkan dalam aktivitas yang mengharuskan kerjasama di
antara mereka. Seperti ketika jual beli di pasar, berobat ke dokter, belajar di sekolah atau
kampus, bekerja di kantor, dsb. Dengan catatan, ketika aktivitas di atas selesai, maka masing-
masing kudu kembali kepada habitatnya. Nggak pake acara curi-curi kesempatan berduaan
sehabis sekolah bubar, mau pergi ke pasar, atau pas berangkat kerja.

Kalo pas lagi ada keperluan mendesak dengan lawan jenis, kita bisa ajak teman biar nggak
berduaan. Selain itu, kita juga diwajibkan menjaga pandangan biar nggak jelalatan ketika
bertemu dengan lawan jenis. Sebab jika pandangan kita terkunci, sulit mengalihkannya.
Seperti kata A. Rafiq, ‘lirikan matamu…. menarik hati…’ (dangdut terus neh! Tadi Evi
Tamala. Hihihi..)

Nggak ketinggalan, Islam juga mewajibkan muslimahnya untuk menutup aurat secara
sempurna dan menjaga suaranya agar tidak mendesah bin mendayu-dayu ketika
berkomunikasi dengan lawan jenisnya. Sebab bisa memancing lawan jenis untuk berinteraksi
lebih jauh.Wah, di sinilah perlu jaga-jaga ya.

Sobat muda muslim, selain dosa, ternyata pacaran juga banyak ruginya. Makanya kalo virus
merah jambu mulai meradang di hatimu, cuma ada satu solusi jitu: merit binti menikah.
Nggak papa kok masih muda juga. Tapi kalo ngerasa belum mampu, kamu bisa rajin-rajin
berpuasa untuk meredam gejolak nafsu. Dan tentunya sambil terus belajar, mengasah
kemampuan, dan mengenali Islam lebih dalam, jangan lupa perbanyak kegiatan positif: ngaji
dan olahraga, misalnya. Moga kita sukses di dunia dan di akhirat ya. Mau kan? Mau
doooong! Siip.. dah! [hafidz]

http://osolihin.wordpress.com/2007/04/06/pacaran-pikir-lagi-deh/
==================================================================
=====

Yang Muda Yang Bertakwa

gaulislam edisi 105/tahun ke-3 (7 Dzulqaidah 1430 H/26 Oktober 2009)

Apa yang kamu pikirin kalo denger kalimat bahwa pemuda adalah generasi penerus bangsa?
Terus apanya yang di terusin? Hehehe, siapa lagi yang akan menerusakan perjuangan dan
dakwah yang sudah dilakukan para kaum tua yang telah mendahului kita? Hmm.. yang pasti
anak muda dong ya. Khususnya, pemuda yang mempunyai akhlak yang baik dan tentunya
memiliki ilmu pengetahuan yang luas.

Pemuda berperan penting dalam kehidupan di dunia ini. Potensi yang dimiliki sangat besar
jika diasah dan disinergikan, potensi-potensi itu akan menghasilkan ledakan yang dahsyat.
Tapi percuma saja kalo pemudanya bermalas-malasan (termasuk yang malas beneran), tidak
bersemangat dan mudah putus asa apa lagi kalo diajak halaqah atau ngaji aja susah? Hmm,
kalo begitu gimana mau jadi pemuda muslim yang ideal? Gimana mau jadi anak muda yang
bertakwa?

Bro, ada orang bilang: “Yang muda yang berkarya dan jangan cuma bicara”. Hehe.. kita di
gaulislam ini bukan bicara, tapi menulis. Yup, insya Allah tulisan ini sebagai wujud nyata
sumbangan pemikiran dan dakwah, usaha untuk menyemangati dan mengkritisi kondisi
pemuda saat ini. Prikitiw!

Sobat muda muslim, banyak perubahan besar yang terjadi dan dilakukan oleh pemuda, coba
kita flashback pada masa detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia, semangat para pemuda
saat itu luar biasa sampai-sampai Ir. Soekarno diculik oleh golongan pemuda untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jangan lupa juga momentum sumpah
pemuda yang bertekat untuk bersatu membangun bangsa juga dilakukan oleh pemuda. Oya,
ini terlepas dari perjuangan tersebut salah dalam pandangan Islam ya. Tapi yang kita lihat
pelakunya adalah pemuda.
Dalam sejarah Islam, banyak anak pemuda yang memilih dan masuk Islam. Yang termuda,
Ali bin Abi Thalib berusia 8 tahun hampir sama dengan az-Zubair bin Al-Awwam, kemudian
Ja’far bin Abi Thalib (18), Usman bin Affan (20), Umar bin Khattab (26). Bahkan ada yang
berprestasi di usia muda, yakni Usman bin Zaid yang ketika diangkat menjadi panglima
perang usianya yang masih cukup belia (18). Rasulullah saw. mengangkatnya menjadi
penglima perang untuk memimpin pasukan muslimin dalam penyerbuan ke wilayah Syam
yang berada dalam kekuasaan Romawi.

Ibnu Abbas ra berkomentar: “Tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah, melainkan ia
(dipilih) dari kalangan pemuda saja (30-40 tahun). Begitu pula tidak ada seorang alim pun
yang diberi ilmu melainkan ia dari kalangan pemuda.” Allah Swt. berfirman (yang artinya):
“Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala, namanya Inrahim.”
(QS al-Anbiyaa [21]: 60)

Pemuda-pemuda seperti merekalah yang kita patut teladani, ilmu pengetahuan, semangat
berjuang, jiwa berkorban dan ketakwaan semata-mata hanya mengharap ridho Allah dan
RasulNya.

Potret buram

Saat ini kita patut bangga atas prestasi anak muda Indonesia dalam berbagai bidang. Di
bidang sains, pemuda Indonesia menjuarai olimpiade internasional seperti meraih medali
perak pada tahun 2008 lalu, dalam ajang Internasional Mathematics Olympiad (IMO),
Internasional Biology Olympiad (IBO) dan masih banyak lagi.

Di antara segudang prestasi yang diraih nggak kalah banyak juga pemuda yang terjerumus
dalam pergaulan yang salah. Budaya seks bebas yang mudah dijumpai. Hampir ada di setiap
kampung maupun kota besar. Narkoba pun merajalela. Padahal pakai narkoba bukan solusi
yang gentleman “nggak cowok banget dach!”. Lagian, apa nggak apda nyadar kalo banyak
yang meninggal akibat OD (over dosis). Di media massa juga seperti terbiasa memberitakan
tentang aborsi akibat pergaulan seks bebas. Apa mungkin si perempuan belum siap atas
kehamilannya dan status buruk yang dicap kemudian menggugurkan kehamilannya. Ada juga
bayi yang sudah dilahirkan sengaja dibunuh oleh ibunya. Waduh, parah banget!

Bro en Sis, nggak sedikit kasus pelajar yang putus asa karena nggak lulus ujian nasional.
Mereka mengambil jalan pintas dengan melakukan bunuh diri karena merasa malu. Budaya
konsumerisme dan gaya hidup mewah mungkin udah mendarah daging di kehidupan remaja
perkotaan. Doktrin kapitalisme membuat mereka terperosok ke dalam nafsu individualisme
dan materialisme. Ironisnya saat ada teman yang mendakwahinya, dia bilang: “Urusin aja diri
elo sendiri, ngapain repot-repot ngurususin gue? Udah deh urusan kayak begini nggak usah
disangkut-pautin sama masalah agama”.

Wadduh, masih untung ada yang mau peduli dengan sesama temannya. Apa jadinya dunia
jika semua manusia bersikap individualistis?

Bro en Sis, sebelumnya saya nggak ingin menghakimi atau mencerca teman-teman nih. Tapi
kita juga wajib kritis dan menyadarkan bahwa masih banyak remaja yang mengaku Islam tapi
nggak mau mengkaji ajaran agamanya sendiri. Coba tanyakan pada anak muda yang
mengaku Islam yang sedang berlalu-lalang di jalan untuk menyebutkan 12 nama bulan dalam
Islam? Kmeungkinan besar banyak yang tak hapal dan terbata-bata menyebutkannya, tapi
giliran ditanya bulan masehi? Anak sekolah dasar pun lancar nyerocos (tentu yang tahu
hehehe), kayak busway yang lagi ngebrutss. Repot-repot tanya soal bulan hijriah coba dech
tanya dulu huruf hizaiyah? Hehehe. Demokrasi mengajarkan kita untuk mengagungkan
kebebasan, dan hasilnya kerusakan!

Bro en Sis, “kita jangan jadi bebek” alias mengikuti budaya Barat mulai dari cara berpakaian,
hedonisme, hura-hura, pergaulan bebas terus suka mengkonsumsi narkoba. Pemuda adalah
penerus bangsa yang nantinya akan menjadi pemimpin negara bahkan dunia. Negara pastinya
hancur jika remaja tidak segera diselamatkan. Nggak percaya? Jangan dicoba!

Pemuda ideal

Solusinya hanya ada satu yaitu kembali kepada Islam yang kaffah (menyeluruh). Jangan
setengah-setengah agar kita menjadi pemuda yang ideal menurut Islam. Islam adalah agama
yang amat memuliakan dan memperhatikan pemuda. Dalam al-Quran ada kisah tentang
Ashabul Kahfi, cerminan sekelompok pemuda yang beriman dan tegar keimannya kepada
Allah Swt. Mereka berani meninggalkan kaumnya yang mayoritas menyimpang dari ajaran
Allah Ta’ala dan penguasa dzalim sementara ratusan orang dibinasakan, diceburkan ke dalam
parit berisi api yang bergejolak. Sekelompok pemuda itu bersembunyi ke dalam sebuah gua
dan Allah Swt. menyelamatkannya dengan menidurkan mereka selama 309 tahun,
Subhannallah!

Nah, gimana sih kriteria pemuda Islam yang ideal? dan sifat-sifat dasar yang dituntut dari
pemuda Islam? Yuk, ini juga perlu jadi catatan dan tolak ukur buat kita, menurut Dr. M.
Manzoor Alam (1989 : 40-43) kriteria dan sifat-sifat dasar tersebut adalah:

Pertama, percaya dan hanya menyembah kepada Allah. Firman Allah Swt. (yang
artinya):“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran
kepada anaknya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman besar.” (QS Luqman [31]: 13)

Kedua, berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua, Islam menekankan pentingnya
berbuat kepada kedua orang tua dan merupakan bagian terhadap penyembahan terhadap
Allah Yang Maha Kuasa. Sebagaimana dalam firman Allah Swt. (yang artinya) “Dan
Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (QS al-Israa [17]:
23)

Ketiga, jujur dan bertanggungjawab, pemuda Islam patutnya berikhtiar untuk memanfaatkan
amanah yang berupa kekayaan, kedudukan, kesehatan, tindakan, pengetahuan dan lainya
(termasuk dakwah). Firman Allah Swt. (yang artinya): “Dan jika kami hendak membinasakan
suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
(supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan
negeri itu sehancur-hancurnya. Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh Telah kami
binasakan. dan cukuplah Tuhanmu Maha mengetahui lagi Maha melihat dosa hamba-hamba-
Nya.” (QS al-Israa [17]: 16-17)

Keempat, persaudaraan dan kasih sayang, Pemuda Islam juga harus memiliki sifat kasih
sayang antar sesamanya dan hendaknya dibarengi dengan semangat berkorban. Allah Swt.
berfirman (yang artinya): “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat.” (QS al-Hujuraat [49]: 10)

Kelima, yang terakhir adalah bermusyawarah, setiap individu memiliki perbedaan, agar tidak
terjadi perpecahan dan kesalahpahaman dalam bermasyarakat, tentunya pemuda Islam juga
harus perpegang teguh pada norma-norma permusyawarahan. Seperti yang telah diamanatkan
Allah Swt. (yang artinya): “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya”. (QS Ali ’Imran [3]: 159)

Apa yang bisa kita lakukan?


Wah, indah banget deh kalau saja sifat-sifat dasar tersebut ada di dalam diri pemuda muslim
saat ini, pastinya akan membawa perubahan dan kemajuan ke arah yang jauh lebih baik. Poin
yang teramat penting adalah ketakwaan kita kepada Allah Swt. Jika hidup kita disibukkan
dengan urusan agama Islam tentu urusan duniawi akan mengikuti dengan baik. Namun
sebaliknya jika kita hanya berjibaku dengan urusan duniawi, alhasil hanya kenikmatan
fatamorgana yang kita dapat, penyesalan dan kehancuran. Tentu, yang lebih mendasar adalah
perkara aqkdah. Seharusnya kita lebih memahami dan menerapkan akidah yang benar.

Bro en Sis, bukan perkara sulit untuk mewujudkannya jika kita mau melakukan perubahan
mulai pada diri kita sendiri. Jangan cuma bicara “Talk less do more” Hehehe. Hal kecil yang
bisa kita lakukan adalah berdakwah, karena merupakan kewajiban setiap muslim untuk
mengingatkan ke jalan yang benar dan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Dakwah
bisa dengan lisan dan tulisan. Kepada orang terdekat dengan kita, juga kepada yang jauh dari
sekeliling kita. Jangan sampai mencela orang-orang yang berbuat salah karena itu akan
membuat mereka semakin gila dalam kesalahan, jangan sampai kita berdakwah namun
menganggap kita lebih mulia dan lebih berilmu dari mereka yang kita dakwahi.

Nah, pertanyaannya adalah bagaimana mewujudkan supaya kita menjadi pemuda yang ideal
menurut Islam? Hmm.. tentunya dengan belajar sebagai langkah awal mendalami Islam yang
seutuhnya kemudian segera menyampaikan ilmu yang kita dapat dan kita pahami kepada
teman-teman yang lainnya dengan cara berdakwah. Oh indahnya jika semua itu bisa
terwujud. Tapi, memang harus diusahakan untuk terwujud. Itulah mengapa kita wajib
berdakwah. Yuk ah, moga kita makin takwa dan semangat untuk belajar Islam dan
mendakwahkannya. Siap? Yes! [samsi: saidansam.wordpress.com]

http://www.dudung.net/buletin-gaul-islam/yang-muda-yang-bertakwa.html

===============================================================

Setelah Putus Pacaran

STUDIA Edisi 310/Tahun ke-7 (11 September 2006)


Stop Press!! Artikel ini khusus buat mereka yang berpacaran dan pernah punya pacar.
Waduh, gimana dong nasib mereka yang hidupnya lurus-lurus aja alias nggak pernah
pacaran? Masa? nggak boleh ikutan baca? Hehe… tentu boleh dong. Siapa tahu ada orang-
orang di sekeliling kamu yang membutuhkan, padahal kamu masih belum punya pengalaman,
kamu tinggal kasihkan artikel STUDIA edisi kali ini. Asyik kan?

Masa pacaran,

siapa sih yang nggak panas-dingin bila mengenangnya? Panas-dingin karena teringat
indahnya. Tapi bisa juga panas-dingin karena takut dosanya. Yang pasti sih, saya yakin kamu
udah pada insaf kalo pacaran tuh cuma ajang menumpuk dosa akibat baku syahwat yang
melanggar syariat. Kalo masih belum yakin juga, kamu bisa baca-baca lagi file STUDIA
yang lalu-lalu biar ingatanmu fresh lagi.

Nah, udah ingat lagi kan? Kamu yang dulu memutuskan si dia karena takut dosa. Kamu yang
memutuskan kekasih karena insaf. Kamu yang tak mau lagi mempunyai ikatan nggak sah.
Kamu yang udah nyadar dan nggak pingin mengulangi lagi. Entah kenapa tiba-tiba aja
bayangan si dia nongol lagi dalam benakmu.

Tiba-tiba aja nggak sengaja ketemu di angkot. Atau di tempat les bahasa Inggris. Atau bisa
juga karena kamu yang lagi beres-beres kamar menemukan satu lembar foto doi dalam pose
yang bikin kamu tersepona. Tapak kenangan dirinya ternyata belum hilang sepenuhnya dari
benakmu. Duh… gimana menyikapi rasa ini?

Padahal kamu tahu bahwa jalinan cinta itu tak mungkin lagi untuk diulang. Ia hanya
penggalan masa lalu yang kudu dikubur dalam-dalam. Terus, gimana dong?

Ketika si dia hadir kembali

Setelah beberapa saat mampu melupakan bayangan dirinya, tak disangka tak diduga tiba-tiba
si dia hadir lagi dalam kehidupanmu. Kehadirannya pun mampu menghadirkan suasana haru-
biru yang dulu pernah singgah di hatimu. Meski kalian sudah tak ada lagi ikatan, kenangan
lama itu begitu indah untuk dilewatkan begitu saja. Bagaimana pun, kamu masih menyimpan
direktori memori itu dalam salah satu sudut hati. Ehem…
Tenang aja, yang namanya perasaan itu bersifat ghoib kok, nggak terlihat. Karena nggak
terlihat maka tak bisa pula dikenai hukum. Tapi meskipun bebas dari hukum, bukan berarti
kamu bisa bebas juga membiarkannya tanpa batas. Catet ye!

Bukanlah ada Yang Maha Mengetahui baik yang ghoib dan yang nyata? Ya, meski tak ada
satu pun teman yang memergoki, tapi kamu pantas malu dong sama Dia. Ia Yang Maha
Memantau kondisi hatimu. Lagi pula, kalo yang namanya rasa, meski nggak terlihat tapi ia
akan membekas pada perbuatan. Jadi, bisa aja kamu tanpa sadar menyebut namanya. Atau
setengah pingsan berusaha lewat depan kelasnya hanya demi bisa melihat sosoknya meski
sekilas. Duh… sampe sebegitunya ternyata kalo perasaan dimanjakan.

Padahal sedari awal ketika kamu mengambil keputusan untuk mem-PHK dia, kamu sudah
sadar sesadar-sadarnya bahwa pacaran adalah salah satu jalan syaitan untuk mengajak
maksiat. Karena kamu nggak mau jadi teman syaitan, maka kamu pun nggak mau lagi
pacaran. So, sebetulnya kamu itu udah paham kok bagaimana menyikapi pacaran. Cuma yang
kamu agak nggak paham adalah menyikapi kenangan yang kadangkala timbul tenggelam
kayak tanpa dosa, gitu.

Apalagi biasanya mereka yang sebelumnya menjadi aktivis pacaran, biasanya rentan banget
untuk diajak balik oleh sang mantan. Memang sih nggak semua, cuma jaga-jaga aja kalo
ternyata kamu ternyata adalah tipe yang lemah ini. Waspadalah!

Hati-hati musang berbulu domba

Jangan terjebak dengan bujuk rayu dunia. Entah sang mantan ngajak balik, or ada ikhwan
berbulu domba yang ngajakin kamu pacaran dengan bingkai Islam. Mulutnya manisnya
ngajak ta’aruf tapi aktivitasnya nggak beda jauh dengan pacaran. Eh, ternyata karena si
ceweknya lemah iman (tentu cowoknya juga dong), mau aja ia nginap berhari-hari di rumah
si ikhwan tanpa hajat alias keperluan syar’i yang jelas, misalnya.

Meskipun sudah jadi calon suami dan bawa teman sekampung, kamu masih belum boleh tuh
nginap di rumahnya. Apalagi pake acara pelesir ke tempat-tempat rekerasi. Duh duh… di
mana pemahaman kamu tentang hukum syara? selama ini? Or jangan-jangan kamu bolos ya
waktu pembahasan topik pergaulan dalam Islam? Atau.. memang nggak paham?
Kamu kudu hati-hati, saat ini banyak ikhwan jadi-jadian kayak gini. So, biar kamu nggak
terjerumus lagi, niatkan hijrahmu ini karena Allah saja, bukan yang lain. Lalu berkumpullah
dengan orang-orang sholeh dalam hal ini akhwat-akhwat sholihah yang menjaga diri dan
pergaulan. Dengan berkumpul bersama mereka, akan ada orang yang akan menjaga dan
menasihati kamu bila akan salah langkah.

Kalo sudah sampe pada tataran ini, kamu kudu introspeksi. Apa yang salah pada dirimu?
Kenapa bayangan doi masih menari-nari? Kenapa kenangan itu sulit dihapus dari hati?

Pertama, mungkin saja kamu lagi krisis hati yang bermula dari kekurangdekatan kamu pada
Yang Maha Membolak-balik hati. Kamu masih punya sekian banyak waktu luang sehingga
terbuka peluang untuk bengong. Padahal yang namanya syaitan itu paling demen masuk pada
momen ini. Panjang angan-angan dengan banyak melamun.

Kedua, ganti kacamata yang kamu pake. Si mantan boleh jadi adalah seseorang yang terlihat
begitu perfect di matamu. Udah cakep, tajir, ramah, baik hati, suka menolong, rajin
menabung, patuh pada orang tua, rajin sholat lagi. Bagi yang belum paham hukum pacaran,
cowok tipe ini adalah all girls ever want.

Jadi bisa aja kamu begitu dengan berdarah-darah saat memutuskannya. Hehehe..biar
hiperbolis gitu kedengarannya. Maksudnya, kamu sebetulnya masih sayang sama dia dan
nggak ingin pisah darinya. Tapi kesadaranmu terhadap keterikatan pada hukum Allah Swt.,
bahwa pacaran adalah aktivitas mendekati zina, jauh lebih kamu pilih daripada kelembutan si
dia.

Ketiga, bisa jadi kamu ternyata nggak begitu paham konsep jodoh. Kamu mati-matian masih
berat sama dirinya meski udah putus. Ada terbersit rasa takut dalam dirimu gimana kalo
ternyata si mantan nikah sama cewek lain.

Itu artinya, kamu belum benar-benar putus dan mengikhlaskan dirinya pergi. Jadinya, kamu
masih ada harap-harap si dia akan datang dan ngajakin kamu merit. Padahal harapan itu jauh
panggang daripada api alias sulit terwujud. Lha wong ternyata pacarmu saat ini malah asyik
berlumur maksiat dengan punya cewek baru setelah kamu putus.

Iman adakalanya bertambah dan berkurang. Ketika imanmu sedang tinggi-tingginya, kamu
begitu pasrah dan ikhlas melepaskannya. Tapi ketika iman sedang down, kamu merasa begitu
sayang dan ingin kembali padanya. Itu sebabnya ada resep sederhana: iman bertambah jika
taat kepada aturan Islam, iman berkurang tentu jika kita maksiat kepada Allah dan RasulNya.
Pilih mana ayo? Orang cerdas, pilih taat syariatNya dong ya. Betul ndak?

Yakinlah pada takdirNya

Yakin pada qadha alias keputusan Allah yang ditetapkan atas diri kita, adalah kuncinya.
Selama kita telah berjalan pada rambu-rambu syariatNya, maka selebihnya bertawakallah.
Allah hendak menguji imanmu, apakah kamu lebih mencintai sang mantan pacar ataukah taat
pada aturanNya? Kamu nggak bisa dong mengaku-aku beriman padahal belum jelas siapa
saja yang bakal sanggup melewati pintu-pintu ujian itu. So. ati-ati deh.

Ada sebuah peristiwa, sepasang remaja yang saling mencinta harus rela memutuskan ikatan
tanpa status yang mereka punya alias pacaran. Kedua pasang remaja ini adalah pasangan
idola di masa SMA. Beberapa tahun kemudian, yang akhwat alias remaja putri tadi
memutuskan untuk menerima khitbahan seorang ikhwan. Entah dengan alasan apa, ia
memutuskan tidak mau melihat siapa calon suaminya hingga akad tiba. Ia hanya percaya saja
pada pembina ngajinya tentang kualitas nih ikhwan. Sumpah!

Dan tepat ketika akad nikah tiba, saat ia harus mencium tangan suaminya, ia mendongak dan
jatuh pingsan. Apakah suaminya bewajah seperti beast hingga ia shock? Ternyata sebaliknya.
Suami yang kini telah sah menjadi pasangan jiwanya adalah seseorang yang begitu dalam
terpatri di lubuk hatinya. Kekasih yang diputuskannya karena Allah dan saat ini Allah pula
yang menyatukan sang kekasih dengan dirinya lagi.

Tapi kamu jangan buru-buru gembira dulu. Wah, asyik, aku putusin aja sang pacar sekarang.
Beberapa tahun lagi ia pasti akan datang meminang dan menikahiku. Waduh, kalo gitu
caranya, kamu taat syariat tapi dengan pamrih tuh. Namanya nggak ikhlas, Non. Padahal
sebuah amal nggak bakal diterima bila bukan semata-mata hanya mengharap ridhoNya saja.
Jadi, pamrih yang dibolehkan cuma ridho Allah, lain tidak.

Karena ada juga sebuah kisah lain yang tidak sama dengan yang di atas. Nih akhwat cakep
banget dan di masa jahiliyah sebelum paham Islam dengan baik dan benar, pacar-pacarnya
selalu cakep dan kaya. Setelah ngaji, ia pun memPHK pacarnya dan tak mau lagi
berhubungan dengan mereka.
Dua tahun mengaji, ada ikhwan datang meminangnya. Kondisi ikhwan ini sangat jauh dari
tipe laki-laki yang pernah menjadi pacar-pacarnya. Secara fisik, nih ikhwan lebih pendek dari
si gadis. Apalagi kakinya juga cacat sebelah. Secara harta, ia pun masih awal dalam
pekerjaannya. Tapi apa yang dilakukan oleh si gadis? Ia menerima ikhwan ini karena satu
hal, kesholehannya.

Kemungkinan ini sangat bisa terjadi. Mungkin secara fisik dan harta, jodohmu tak seindah
yang pernah menjadi pacar-pacarmu. Tapi satu hal, bila kesholihan seseorang yang kamu
jadikan patokan, maka insya Allah akan barokah dunia akhirat. Dan yang utama, niat atau
motivasi kamu dalam beramal sangat menentukan kualitas dirimu ke depan.

Aku baik-baik saja

Yakinkan dirimu dengan prinsip: “Aku akan baik-baik saja “(meski tanpa si doi). Jangan
terlalu memanjakan perasaan. Kenangan itu hadir kalo kamu emang berusaha
menghadirkannya. Emang sih, kenangan itu nggak mungkin bisa terhapus dari memori
hatimu. Bahkan, ia merupakan bagian dari proses pendewasaan kamu untuk melangkah ke
masa depan. Tapi, itu bukan alasan untuk kemudian berlarut-larut dalam kenangan yang tak
berkesudahan. Sebaliknya, tanamkan dalam diri bahwa kamu akan menjadi seseorang yang
lebih baik dengan menanggalkan masa lalu yang berlumur dosa akibat menjadi aktivis
pacaran.

Jangan mengulang kesalahan yang sama ketika kamu sudah meng-azzam-kan diri alias
bertekad untuk berubah. Kalo ternyata sikap dan kelakuan kamu masih sama, bukan nama
kamu saja yang bakal jelek. Tapi citra muslimah berjilbab dan anak ngaji pun akan tercoreng.
Ibarat susu sebelanga, jangan sampai kamu menjadi nila setitik itu.

Pancangkan tekad kuat bahwa kamu nggak akan pernah tergoda lagi untuk ngulangin
pacaran. Kamu nggak akan terbuai oleh embel-embel Islam padahal sejatinya adalah maksiat.
Dan supaya nggak terjatuh ke lubang yang sama, kamu kudu rajin mencari ilmu tentang
batasan pergaulan dalam Islam. Jangan menjadi anak ngaji hanya karena pingin dapat jodoh
dari sana. Sesungguhnya setiap amalan dinilai Allah berawal dari niatnya.

Yakinlah kamu akan baik-baik saja kok meski tanpa sang mantan or si ikhwan jadi-jadian.
Jodohmu sudah tertulis sejak mula ruhmu ditiupkan. Bahkan Allah telah menjanjikan bahwa
laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik dan perempuan yang baik juga untuk laki-laki
yang baik. Begitu sebaliknya (coba deh kamu buka al-Quran surat an-Nuur ayat 26).
Kamu nggak usah resah dan gelisah masalah jodoh. Toh kita hidup bukan cuma ngurusi
masalah satu ini kan? Selama kamu maksimal beikhtiyar dengan jalan yang baik dan benar,
jodoh yang datang nanti juga nggak jauh dari kualitasmu. Yakin aja.[ria:
riafariana@yahoo.com]

Muslimah Jatuh Cinta Pada Seorang Lelaki, Apa Yang


Harus Dilakukan?
By Muafa on 9 November 2012

oleh: Muhammad Muafa

Assalamu’alaikum.

Ust, saya butuh nasihat. Bagaimana seharusnya sikap muslimah bila ia jatuh cinta pada
seorang lelaki? Mohon nasehatnya ust. Afwan mungkin pertanyaan saya sangat blak-blakan.
Afwan ust.

Muslimah- di suatu tenpat

Jawaban

Wa’alaikumussalam Warahmatullah.

Jika seorang Muslimah merasakan hatinya jatuh cinta kepada seorang laki-laki, maka
selama ada jalan hendaknya diusahakan untuk menikah dengannya. Jika tidak ada jalan yang
memungkinkan menikahinya, maka muslimah tersebut wajib Shobr (tabah hati), sampai
Allah menggantikan dengan lelaki yang lebih baik, atau Allah “menyembuhkannya” dari
“sakit” cinta tersebut, atau Allah mewafatkannya. Inilah solusi yang lebih dekat dengan
petunjuk Nash-Nash Syara’ dan lebih menjaga kehormatan serta dien Muslimah tersebut.

Jatuh cinta kepada lawan jenis, dari segi jatuh cinta itu sendiri bukanlah aib dan juga bukan
dosa. Jatuh cinta adalah hal yang manusiawi dan menjadi naluri yang ada secara alamiah
pada setiap manusia normal. Nabi, orang suci, orang shalih, dan ulama mengalami jatuh cinta
kepada lawan jenis sebagaimana manusia pada umumnya. Rasulullah ‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ cinta
kepada Khadijah dan Aisyah, ibnu Umar cinta yang sangat kepada istrinya, Ibnu Hazm cinta
pada wanita yang sampai membuatnya menjadi ulama besar, Sayyid Quthub mencintai
wanita namun gagal menikahinya, dll semuanya adalah contoh bagaimana perasaan itu adalah
perasaan yang normal, wajar, natural, dan biasa.

Adapun mengapa orang yang jatuh cinta perlu mengusahakan menikah dengan orang yang
dicintai, maka hal tersebut dikerenakan Syara’ menunjukkan bahwa solusi cinta terhadap
lawan jenis adalah dengan menikah dengannya. Di zaman Rasulullah ‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ada
seorang lelaki yang jatuh cinta setengah mati dengan seorang wanita. Lelaki tersebut bernama
Al-Mughits dan wanitanya bernama Bariroh. Rasulullah ‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ yang mengetahui
cinta tersebut merekomendasikan kepada Bariroh agar berkenan menikah dengan Al-
Mughits. Rekomendasi Rasulullah ‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ini menunjukkan bahwa solusi jatuh cinta
adalah menikah.

Bukhari meriwayatkan;

)332 /16( ‫صحيح البخاري‬


‫َع ْن اب ِّْن َعبَّاس‬
َّ ‫صلى‬
ُ‫َّللا‬ َّ َ ‫ي‬ ُّ ِّ‫عهُ تَسِّي ُل َعلَى لِّحْ يَتِّ ِّه فَقَا َل النَّب‬ ْ
ُ ‫وف خَل َف َها يَ ْب ِّكي َودُ ُمو‬ ُ ُ َ َ
ُ ‫يث َكأنِّي أ ْنظ ُر إِّلَ ْي ِّه يَط‬ ٌ ‫يرةَ َكانَ َع ْبدًا يُقَا ُل لَهُ ُم ِّغ‬َ ‫أ َ َّن زَ ْو َج بَ ِّر‬
‫سلَّ َم لَ ْو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِّه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫يرةَ ُم ِّغيث ًا فَقَا َل النَّ ِّب‬
َ ‫ض َب ِّر‬ ِّ ‫يرةَ َو ِّم ْن بُ ْغ‬َ ‫ب ُم ِّغيث َب ِّر‬ ِّ ‫َّاس أ َ َال ت َ ْع َجبُ ِّم ْن ُح‬ ُ ‫سلَّ َم ِّلعبَّاس َيا َعب‬
َ ‫َعلَ ْي ِّه َو‬
َ
‫ت َال َحا َجة ِّلي فِّي ِّه‬ َ َ َ ْ
ْ ‫َّللاِّ ت َأ ُم ُر ِّني قَا َل إِّنَّ َما أنَا أ ْشفَ ُع قَال‬
َّ ‫سو َل‬
ُ ‫ت يَا َر‬ َ
ْ ‫َرا َج ْعتِّ ِّه قَال‬

Dari Ibnu Abbas bahwasanya suami Bariroh adalah seorang budak. Namanya Mughits.
(setelah keduanya bercerai) Sepertinya aku melihat ia selalu menguntit di belakang Bariroh
seraya menangis hingga air matanya membasahi jenggot. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Wahai Abbas, tidakkah kamu ta’ajub akan kecintaan Mughits terhadap
Bariroh dan kebencian Bariroh terhadap Mughits?” Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam pun bersabda: “andai saja kamu mau meruju’nya kembali (menikah dengannya).”
Bariroh bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menyuruhku?” beliau menjawab,
“Aku hanya menyarankan.” Akhirnya Bariroh pun berkata, “Sesungguhnya aku tak butuh
sedikit pun padanya.” (H.R. Bukhari)

Pernah juga ada kejadian, seorang lelaki yang mencintai seorang wanita dan wanita tersebut
mencintai lelaki itu. Lalu keduanya ingin menikah, namun dihalang-halangi oleh kakak
wanita tersebut. Ternyata Allah melarang sikap sang kakak dan memerintahkan agar
menikahkan mereka berdua. Kisah ini juga menunjukkan bahwa jatuh cinta antara dua anak
manusia solusinya tetap dikembalikan pada pernikahan selama masih memungkinkan.
Bahkan Allah mencela sikap menghalang-halangi pernikahan jika kedua belah pihak telah
saling ridha.

At-Tirmidzi meriwatkan kisahnya;

)‫ بترقيم الشاملة آليا‬،217 /11( ‫سنن الترمذى – مكنز‬


‫َت ث ُ َّم‬ْ ‫َت ِّع ْندَهُ َما كَان‬ ْ ‫ فَكَان‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِّ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِّل‬ُ َ َْ‫ر‬ ‫د‬ِّ ‫ه‬‫ع‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ َ َ‫سار أَنَّهُ زَ َّو َج أ ُ ْختَهُ َر ُجلً ِّمنَ ْال ُم ْس ِّل ِّمين‬
‫ع‬ َ ‫َع ْن َم ْع ِّق ِّل ب ِّْن َي‬
ْ َ ُ َ
‫ب فَقَا َل لهُ يَا ل َك ُع أك َر ْمتُكَ ِّب َها َوزَ َّوجْ ت ُ َك َها‬ َّ ْ َ ُ ْ
ِّ ‫ت ال ِّعدَّة ُ فَ َه ِّويَ َها َو َه ِّويَتهُ ث َّم َخطبَ َها َم َع ال ُخطا‬ ْ ِّ ‫ض‬ َّ
َ ‫اج ْع َها َحتى ا ْن َق‬ ِّ ‫طلَّقَ َها ت َْط ِّليقَةً لَ ْم ي َُر‬َ
َ‫سا َء فَ َبلَ ْغن‬ َ ِّ‫طلَّ ْقت ُ ُم الن‬ َّ ‫َّللاُ َحا َجتَهُ ِّإلَ ْي َها َو َحا َجت َ َها ِّإلَى َب ْع ِّل َها فَأ َ ْنزَ َل‬
َ ‫َّللاُ ( َو ِّإذَا‬ ِّ ‫َّللاِّ الَ ت َْر ِّج ُع ِّإلَيْكَ أ َ َبدًا‬
َّ ‫آخ ُر َما َعلَيْكَ قَا َل فَ َع ِّل َم‬ َّ ‫طلَّ ْقت َ َها َو‬ َ َ‫ف‬
ْ ُ ُ ُ ً َ َ َ
. َ‫(وأنت ْم ال تَ ْعل ُمونَ ) فَل َّما َس ِّمعَ َها َم ْع ِّق ٌل قا َل َس ْمعًا ِّل َربِّى َوطا َعة ث َّم دَ َعاهُ فَقَا َل أزَ ِّوجُكَ َوأك ِّر ُمك‬ َ َ ُ ْ َ َ ‫أ َ َجل ُه َّن) إِّلى ق ْو ِّل ِّه‬
َ َ َ

Dari Ma’qil bin Yasar bahwa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia
menikahkan saudarinya dengan seorang lelaki dari kaum muslimin, lalu saudarinya tinggal
bersama suaminya beberapa waktu, setelah itu dia menceraikannya begitu saja, ketika masa
Iddahnya usai, ternyata suaminya cinta kembali kepada wanita itu begitu sebaliknya, wanita
itu juga mencintainya, kemudian dia meminangnya kembali bersama orang-orang yang
meminang, maka Ma’qil berkata kepadanya; hai tolol, aku telah memuliakanmu dengannya
dan aku telah menikahkannya denganmu, lalu kamu menceraikannya, demi Allah dia tidak
akan kembali lagi kepadamu untuk selamanya, inilah akhir kesempatanmu.” Perawi berkata;
“Kemudian Allah mengetahui kebutuhan suami kepada istrinya dan kebutuhan isteri kepada
suaminya hingga Allah Tabaraka wa Ta’ala menurunkan ayat: “Apabila kamu mentalak
isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya.” QS Al-Baqarah: 231 sampai ayat
“Sedang kamu tidak Mengetahui.” Ketika Ma’qil mendengar ayat ini, dia berkata; “Aku
mendengar dan patuh kepada Rabbku, lalu dia memanggilnya (mantan suami saudarinya
yang ditolaknya tadi) dan berkata; “Aku nikahkan kamu dan aku muliakan kamu.” (At-
Tirmidzi)

Rasulullah ‫سلَّ َم‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ sendiri bahkan mengajarkan kepada kita bahwa menikah adalah
obat yang paling mujarab bagi dua orang yang saling mencintai. Ibnu Majah meriwayatkan;

)440 /5( ‫سنن ابن ماجه‬


‫َع ْن اب ِّْن َعبَّاس قَا َل‬
‫َاح‬‫ك‬‫الن‬
ِّ ‫ل‬
َ ْ ‫ث‬‫م‬ِّ ‫ْن‬‫ي‬‫ب‬
َّ ‫ا‬ ‫ح‬َ ‫ت‬‫م‬‫ل‬ْ ‫ل‬
ِّ
ِّ َ ُ َ ْ َ َ َ َ ‫َر‬ ‫ن‬ ‫م‬ َ ‫ل‬ ‫م‬َّ ‫ل‬‫س‬‫و‬ ‫ه‬
ِّ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ُ َّ
‫َّللا‬ ‫ى‬ َّ‫صل‬
َ ِّ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
ِّ

Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kami
belum pernah melihat (obat yang mujarab bagi ) dua orang yang saling mencintai
sebagaimana sebuah pernikahan.” (H.R.Ibnu Majah)

Nash-Nash ini, dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa menikah adalah solusi
Syar’i bagi orang yang jatuh cinta.

Oleh karena itu seorang muslimah yang jatuh cinta kepada seorang lelaki bisa memulai
mengusahakan menikah dengan lelaki tersebut dengan cara menawarkan dirinya untuk
dinikahi. Cara ini lebih tegas, Syar’i, solutif, dan terhormat. Menawarkan diri kepada lelaki
untuk dinikahi bukan perbuatan hina dan tercela. Justru wanita yang menawarkan dirinya
kepada seorang lelaki adalah wanita yang mengerti solusi Syar’i terhadap problemnya, tegas
dalam mengambil keputusan, terhormat karena tahu cara menjaga kehormatannya dengan
ikatan pernikahan yang suci, dan mulia karena mengetahui kepada siapa dia harus
mempersembahkan bakti. Khadijah adalah contoh wanita mulia yang tahu persis kepada siapa
beliau mempersembahkan bakti, dan siapa yang pantas jadi imamnya dalam rumah tangga.
Dengan ketegasan sikap beliau, maka Khadijah mendapatkan lelaki yang terbaik di alam ini.
Justru sikap yang menjauhi ketakwaan jika seorang wanita mencintai seorang lelaki, lalu
perasaan tersebut dipendamnya seraya mengotori hatinya dengan angan-angan tercela.
Sesungguhnya angan-angan hati ada yang terkategori dosa sebagaimana yang dinyatakan
dalam hadis dibawah ini;

)124 /13( ‫صحيح مسلم‬

َ‫ش ْيئًا أَ ْش َبهَ ِّباللَّ َم ِّم ِّم َّما قَا َل أَبُو ه َُري َْرة‬
َ ُ‫َع ْن اب ِّْن َعبَّاس قَا َل َما َرأَيْت‬

َ َّ‫الزنَا أَد َْركَ ذَلِّكَ َال َم َحالَةَ فَ ِّزنَا ْال َع ْينَي ِّْن الن‬
‫ظ ُر َو ِّزنَا‬ ِّ ‫ظهُ ِّم ْن‬َّ ‫َب َعلَى اب ِّْن آدَ َم َح‬ َّ ‫سلَّ َم قَا َل ِّإ َّن‬
َ ‫َّللاَ َكت‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِّه َو‬ َ ‫ي‬ َّ ‫أ َ َّن النَّ ِّب‬
َ َ ُ ‫صد‬
ُ‫ِّق ذ ِّلكَ أ ْو يُك َِّذبُه‬ ْ ْ
َ ُ‫س ت َ َمنى َوتَشتَ ِّهي َوالفَ ْر ُج ي‬ َّ ْ َّ ْ ُّ
ُ ‫ان النط ُق َوالنف‬ ِّ ‫س‬ َ ‫الل‬ِّ

Dari Ibnu Abbas dia berkata; ‘Saya tidak mengetahui sesuatu yang paling dekat dengan
makna Lamam (dosa dosa kecil) selain dari apa yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam: “Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla telah
menetapkan pada setiap anak cucu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang pasti terjadi
dan tidak mungkin dihindari. Maka zinanya mata adalah melihat, zinanya lisan adalah
ucapan, sedangkan zinanya hati adalah berangan-anga dan berhasrat, namun kemaluanlah
yang (menjadi penentu untuk) membenarkan hal itu atau mendustakannya.” (H.R.Muslim)

Wanita yang menawarkan diri lebih tegas dan jelas sikapnya. Jika hal tersebut bisa berlanjut
ke pernikahan, maka hal itu kebahagiaan baginya, namun jika tidak mungkin berlanjut,
sikapnya juga sudah jelas dan tinggal menyelesaikan problem sisanya. Wanita yang
memendam rasa sambil berfantasi justru berpeluang untuk lebih menderita dan dekat dengan
pelanggaran Syara’, kecuali wanita-wanita yang dirahmati Allah.

Terkait teknis melakukannya, maka wanita bebas memilihnya diantara berbagai cara yang
dianggap paling mudah. Bisa melalui perantara atau langsung dirinya sendiri. Bisa secara
lisan, bisa juga melalui tulisan. Bisa sekedar memulai untuk menawarkan atau langsung
memulai dengan lafadz pinangan.

Hanya saja, solusi menikah ini tidak bermakna bolehnya memaksa lelaki untuk menikahinya.
Hal itu dikarenakan memilih istri adalah hak lelaki yang merupakan pilihan baginya.
Sebagaimana wanita berhak memilih calon suami, maka lelaki juga berhak memilih calon
istri manapun yang dikehendakinya. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa lelaki wajib
menikahi wanita yang mencintainya. Kisah cinta Al Mughits kepada Bariroh menunjukkan
hal tersebut. Betapapun Al-Mughits sangat mencintai Bariroh, dan Nabi juga
merekomendasikan Bariroh untuk menikah dengan Al-Mughits, namun Nabi tidak memaksa
Bariroh untuk menikah dengan Al-Mughits. Namun, jika cinta itu memang sangat kuat (cinta
setengah mati), memang dianjurkan pihak yang dicintai menikahinya sebagai bentuk
rohmah, meskipun dia sendiri belum mencintainya.

Jika pihak yang dicintai belum berkenan menikahi dan tertutup semua jalan/kemungkinan
untuk menikahi, maka tidak ada jalan bagi muslimah tersebut selain Shobr (tabah hati). Hal
itu dikarenakan Syara’ memerintahkan Shobr pada semua bentuk musibah yang
menyedihkan hati secara mutlak dan berjanji memberikan ganjaran yang besar atasnya. Shobr
ini terus dilakukan sambil berdoa sampai Allah memberikan ganti lelaki yang lebih baik, atau
Allah menghilangkan perasaan tersebut, atau Allah mewafatkannya.

Dengan cara penyikapan seperti ini, maka seorang muslimah akan senantiasa dalam keadaan
beramal. Mendapat nikmat suami bisa beramal Syukur, dan jika gagal bisa beramal Shobr.
Semuanya adalah kebaikan baginya.

Hanya saja, jika lelaki yang dicintai tersebut haram dinikahi, seperti Mahram, atau musyrik,
atau yahudi, atau nasrani, maka Muslimah tersebut tidak boleh menurutinya dan harus
menghilangkannya karena menikah dengan mereka hukumnya haram dan tidak sah.

Wallahua’lam

Bila Muslimah Jatuh Cinta, Apa yang Mesti Dilakukan?


Kamis, 08/11/2012 19:00:02 | Dibaca : 32610

Facebook Twitter Gplus

Diasuh oleh:
Ust. Muhammad Muafa, M.Pd
Pengasuh Pondok Pesantren IRTAQI, Malang-Jawa Timur
Pertanyaan Kirim Ke: redaksi@suara-islam.com
Assalamu'alaikum. Ust, saya butuh nasihat. Bagaimana seharusnya sikap muslimah
bila ia jatuh cinta pada seorang lelaki? Mohon nasehatnya ust. Afwan mungkin
pertanyaan saya sangat blak-blakan. Afwan ust.

Muslimah- di suatu tempat

Jawaban:

Wa'alaikumussalam Warahmatullah.

Jika seorang Muslimah merasakan hatinya jatuh cinta kepada seorang laki-laki,
maka selama ada jalan hendaknya diusahakan untuk menikah dengannya. Jika tidak
ada jalan yang memungkinkan menikahinya, maka muslimah tersebut wajib Shobr
(tabah hati), sampai Allah menggantikan dengan lelaki yang lebih baik, atau Allah
"menyembuhkannya" dari "sakit" cinta tersebut. Inilah solusi yang lebih dekat
dengan petunjuk Nash-Nash Syara' dan lebih menjaga kehormatan serta dien
Muslimah tersebut.

Jatuh cinta kepada lawan jenis, dari segi jatuh cinta itu sendiri bukanlah aib dan
juga bukan dosa. Jatuh cinta adalah hal yang manusiawi dan menjadi naluri yang
ada secara alamiah pada setiap manusia normal. Nabi, orang suci, orang shalih, dan
ulama mengalami jatuh cinta kepada lawan jenis sebagaimana manusia pada
umumnya. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهُ
وَسَلَّمَ cinta kepada Khadijah dan Aisyah, ibnu Umar cinta yang
sangat kepada istrinya, Ibnu Hazm cinta pada wanita yang sampai membuatnya
menjadi ulama besar, Sayyid Quthub mencintai wanita namun gagal menikahinya, dll
semuanya adalah contoh bagaimana perasaan itu adalah perasaan yang normal,
wajar, natural, dan biasa.

Adapun mengapa orang yang jatuh cinta perlu mengusahakan menikah dengan
orang yang dicintai, maka hal tersebut dikerenakan Syara' menunjukkan bahwa
solusi cinta terhadap lawan jenis adalah dengan menikah dengannya. Di zaman
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهُ
وَسَلَّمَ ada seorang lelaki yang jatuh cinta setengah mati dengan
seorang wanita. Lelaki tersebut bernama Al-Mughits dan wanitanya bernama
Bariroh. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهُ
وَسَلَّمَ yang mengetahui cinta tersebut merekomendasikan kepada
Bariroh agar berkenan menikah dengan Al-Mughits. Rekomendasi Rasulullah
صَلَّى اللهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ ini
menunjukkan bahwa solusi jatuh cinta adalah menikah.

Bukhari meriwayatkan;

Dari Ibnu Abbas bahwasanya suami Bariroh adalah seorang budak. Namanya
Mughits. (setelah keduanya bercerai) Sepertinya aku melihat ia selalu menguntit di
belakang Bariroh seraya menangis hingga air matanya membasahi jenggot. Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abbas, tidakkah kamu ta’ajub
akan kecintaan Mughits terhadap Bariroh dan kebencian Bariroh terhadap Mughits?”
Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “andai saja kamu mau
meruju’nya kembali (menikah dengannya).” Bariroh bertanya, “Wahai Rasulullah,
apakah engkau menyuruhku?” beliau menjawab, “Aku hanya menyarankan.”
Akhirnya Bariroh pun berkata, “Sesungguhnya aku tak butuh sedikit pun padanya.”
(H.R. Bukhari)

Pernah juga ada kejadian, seorang lelaki yang mencintai seorang wanita dan wanita
tersebut mencintai lelaki itu. Lalu keduanya ingin menikah, namun dihalang-halangi
oleh kakak wanita tersebut. Ternyata Allah melarang sikap sang kakak dan
memerintahkan agar menikahkan mereka berdua. Kisah ini juga menunjukkan
bahwa jatuh cinta antara dua anak manusia solusinya tetap dikembalikan pada
pernikahan selama masih memungkinkan. Bahkan Allah mencela sikap menghalang-
halangi pernikahan jika kedua belah pihak telah saling ridha.

At-Tirmidzi meriwatkan kisahnya;

Dari Ma’qil bin Yasar bahwa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia
menikahkan saudarinya dengan seorang lelaki dari kaum muslimin, lalu saudarinya
tinggal bersama suaminya beberapa waktu, setelah itu dia menceraikannya begitu
saja, ketika masa Iddahnya usai, ternyata suaminya cinta kembali kepada wanita itu
begitu sebaliknya, wanita itu juga mencintainya, kemudian dia meminangnya
kembali bersama orang-orang yang meminang, maka Ma’qil berkata kepadanya; hai
tolol, aku telah memuliakanmu dengannya dan aku telah menikahkannya denganmu,
lalu kamu menceraikannya, demi Allah dia tidak akan kembali lagi kepadamu untuk
selamanya, inilah akhir kesempatanmu.” Perawi berkata; “Kemudian Allah
mengetahui kebutuhan suami kepada istrinya dan kebutuhan isteri kepada suaminya
hingga Allah Tabaraka wa Ta’ala menurunkan ayat: “Apabila kamu mentalak isteri-
isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya.” QS Al-Baqarah: 231 sampai ayat
“Sedang kamu tidak Mengetahui.” Ketika Ma’qil mendengar ayat ini, dia berkata;
“Aku mendengar dan patuh kepada Rabbku, lalu dia memanggilnya (mantan suami
saudarinya yang ditolaknya tadi) dan berkata; “Aku nikahkan kamu dan aku
muliakan kamu.” (At-Tirmidzi)

Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهُ


وَسَلَّمَ sendiri bahkan mengajarkan kepada kita bahwa menikah
adalah obat yang paling mujarab bagi dua orang yang saling mencintai. Ibnu Majah
meriwayatkan;

Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kami
belum pernah melihat (obat yang mujarab bagi ) dua orang yang saling mencintai
sebagaimana sebuah pernikahan." (H.R. Ibnu Majah)

Nash-Nash ini, dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa menikah adalah
solusi syar'i bagi orang yang jatuh cinta.

Oleh karena itu seorang muslimah yang jatuh cinta kepada seorang lelaki bisa
memulai mengusahakan menikah dengan lelaki tersebut dengan cara menawarkan
dirinya untuk dinikahi. Cara ini lebih tegas, Syar'i, solutif, dan terhormat.
Menawarkan diri kepada lelaki untuk dinikahi bukan perbuatan hina dan tercela.
Justru wanita yang menawarkan dirinya kepada seorang lelaki adalah wanita yang
mengerti solusi Syar'i terhadap problemnya, tegas dalam mengambil keputusan,
terhormat karena tahu cara menjaga kehormatannya dengan ikatan pernikahan
yang suci, dan mulia karena mengetahui kepada siapa dia harus
mempersembahkan bakti. Khadijah adalah contoh wanita mulia yang tahu persis
kepada siapa beliau mempersembahkan bakti, dan siapa yang pantas jadi imamnya
dalam rumah tangga. Dengan ketegasan sikap beliau, maka Khadijah mendapatkan
lelaki yang terbaik di alam ini. Justru sikap yang menjauhi ketakwaan jika seorang
wanita mencintai seorang lelaki, lalu perasaan tersebut dipendamnya seraya
mengotori hatinya dengan angan-angan tercela. Sesungguhnya angan-angan hati
ada yang terkategori dosa sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis dibawah ini;

Dari Ibnu Abbas dia berkata; ‘Saya tidak mengetahui sesuatu yang paling dekat
dengan makna Lamam (dosa dosa kecil) selain dari apa yang telah dikatakan oleh
Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam: “Sesungguhnya Allah `Azza Wa
Jalla telah menetapkan pada setiap anak cucu Adam bagiannya dari perbuatan zina
yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Maka zinanya mata adalah melihat,
zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan zinanya hati adalah berangan-anga dan
berhasrat, namun kemaluanlah yang (menjadi penentu untuk) membenarkan hal itu
atau mendustakannya.” (H.R. Muslim)

Wanita yang menawarkan diri lebih tegas dan jelas sikapnya. Jika hal tersebut bisa
berlanjut ke pernikahan, maka hal itu kebahagiaan baginya, namun jika tidak
mungkin berlanjut, sikapnya juga sudah jelas dan tinggal menyelesaikan problem
sisanya. Wanita yang memendam rasa sambil berfantasi justru berpeluang untuk
lebih menderita dan dekat dengan pelanggaran Syara', kecuali wanita-wanita yang
dirahmati Allah.

Terkait teknis melakukannya, maka wanita bebas memilihnya diantara berbagai cara
yang dianggap paling mudah. Bisa melalui perantara atau langsung dirinya sendiri.
Bisa secara lisan, bisa juga melalui tulisan. Bisa sekedar memulai untuk menawarkan
atau langsung memulai dengan lafadz pinangan.

Hanya saja, solusi menikah ini tidak bermakna bolehnya memaksa lelaki untuk
menikahinya. Hal itu dikarenakan memilih istri adalah hak lelaki yang merupakan
pilihan baginya. Sebagaimana wanita berhak memilih calon suami, maka lelaki juga
berhak memilih calon istri manapun yang dikehendakinya. Tidak ada dalil yang
menunjukkan bahwa lelaki wajib menikahi wanita yang mencintainya. Kisah cinta Al
Mughits kepada Bariroh menunjukkan hal tersebut. Betapapun Al-Mughits sangat
mencintai Bariroh, dan Nabi juga merekomendasikan Bariroh untuk menikah dengan
Al-Mughits, namun Nabi tidak memaksa Bariroh untuk menikah dengan Al-Mughits.
Namun, jika cinta itu memang sangat kuat (cinta setengah mati), memang
dianjurkan pihak yang dicintai menikahinya sebagai bentuk rohmah, eskipun dia
sendiri belum mencintainya.

Jika pihak yang dicintai belum berkenan menikahi dan tertutup semua
jalan/kemungkinan untuk menikahi, maka tidak ada jalan bagi muslimah tersebut
selain Shobr (tabah hati). Hal itu dikarenakan Syara' memerintahkan Shobr pada
semua bentuk musibah yang menyedihkan hati secara mutlak dan berjanji
memberikan ganjaran yang besar atasnya. Shobr ini terus dilakukan sambil berdoa
sampai Allah memberikan ganti lelaki yang lebih baik, atau Allah menghilangkan
perasaan tersebut, atau Allah mewafatkannya.

Dengan cara penyikapan seperti ini, maka seorang muslimah akan senantiasa dalam
keadaan beramal. Mendapat nikmat suami bisa beramal Syukur, dan jika gagal bisa
beramal Shobr. Semuanya adalah kebaikan baginya.

Wallahua'lam

Anda mungkin juga menyukai