Anda di halaman 1dari 5

dari 'INSISTS Official Site'

Pesan:
Di tengah carut-marutnya dunia hukum dan kepemimpinan di negeri kita, ada 
baiknya kita menengok kembali kisah kehidupan Imam Abu Hanifah atau Imam 
Hanafy, seorang ulama besar, yang sangat terkenal ketinggian ilmu dan 
akhlaknya. Imam Abu Hanifah lahir di Kufah pada 80 Hijriah (699 M) dan 
wafat pada tahun 150 Hijriah (767 M), tepat saat Imam al-Syafii lahir. 
Sering dikatakan, Imam yang satu pergi, datang Imam yang lain. Nama asli 
beliau sejak kecil adalah Nu?man bin Tsabit bin Zautha bin Mah.

selengkapnya: www.adianhusaini.com www.insistnet.com

===============================================
Keteladanan Imam Hanafy dalam Soal Jabatan 

Penulis: Adian Husaini 


Di tengah carut-marutnya dunia hukum dan kepemimpinan di negeri kita, ada 
baiknya kita menengok kembali kisah kehidupan Imam Abu Hanifah atau Imam 
Hanafy, seorang ulama besar, yang sangat terkenal ketinggian ilmu dan 
akhlaknya. Imam Abu Hanifah lahir di Kufah pada 80 Hijriah (699 M) dan 
wafat pada tahun 150 Hijriah (767 M), tepat saat Imam al-Syafii lahir. 
Sering dikatakan, Imam yang satu pergi, datang Imam yang lain. Nama asli 
beliau sejak kecil adalah Nu?man bin Tsabit bin Zautha bin Mah.

Sejak kecil, Imam Abu Hanifah hidup di tengah keluarga pedagang. Setelah 
dikenal sebagai seorang yang alim sekali pun, dia juga menjalankan 
perniagaan. Kehidupan Imam Hanafy pada masa hidupnya mengetahui peristiwa 
pergantian Kepala Negara dari tangan banu Umayyah ke tangan banu 
Abbasiyah. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin 
Marwan; kemudian ketika tahun 127 Hijriah, Kepala Negara jatuh di tangan 
Marwan bin Muhammad Al-Ja?dy (dari Banu Umayyah yang ke 14). Dan inilah 
akhir pemerintahan Banu Umayyah.

Ketika itu, Gubernur di Iraq selaku wakil Kepala Negara dijabat oleh Yazid 
bin Amr bin Hurairah Al Fazzary. Selaku Gubernur, ia berhak mengangkat 
seseorang yang di pilihya untuk menjabat suatu jabatan tinggi di bawah 
kekuasaannya. Pada suatu saat Imam Hanafy telah dipilih dan ditunjuk 
menjadi Kepala Urusan Perbendaharaan Negara (Baiitul-Mal). Tetapi 
pengangkatan itu ditolak oleh Abu Hanifah. Sampai berulang-kali Gubernur 
Yazid menawarkan pangkat yang tinggi itu kepada beliau, namun tetap 
ditolak.

Pada lain saat, Gubernur Yazid menawarkan lagi pangkat Qadli (penghulu 
negara) kepada Imam Hanafy. Tetapi beliau bersikap menolak tawaran itu. 
Melihat sikap Imam Hanafy, Gubernur mulai tidak senang. Mulailah muncul 
kecurigaan terhadap Sang Imam. Gerak-geriknya mulai diamati. Kemudian pada 
suatu hari, Sang Imam mulai diancam hukum cambuk dan penjara oleh 
penguasa. Tetapi sewaktu mendengar ancaman tersebut,

Sang Imam hanya menjawab: ?Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan 
yang ditawarkan kepadaku, sekali pun?andai kata-aku sampai di bunuh 
olehnya.?

Suatu hari, Gubernur Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang 
terkemuka di Iraq dan dikumpulkan di muka istananya. Di antara yang 
datang, ada Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubramah, Dawud bin Abi Hind dan 
lain-lainnya. Mereka masing-masing lalu di beri pangkat (kedudukan) resmi 
oleh Gubernur. Tapi, Imam Hanafy tidak datang. Padahal, Sang Imam diberi 
jabatan tinggi, sebagai kepala ?Tata Usaha? Gubernuran yang bertugas 
menandatangani semua surat-surat resmi yang keluar dan yang bertanggung 
jawab atas uang perbendaharaan negara yang di keluarkan dari Gubernuran. 
Semua surat resmi tidak akan dapat dilangsungkan keluar jika belum 
distempel (cap) dari tanda tangan beliau, dan uang dari perbendaharaan 
Negara (Baitul-Mal) tidak akan mungkin dikeluarkan sepeser pun, jika belum 
di tanda tangani (distempel) oleh beliau. Tetapi jabatan yang sepenting 
dan setinggi itu, tidak diterima oleh Imam Abu Hanifah.

Gubernur Yazid bersumpah: ?Jika Abu Hanifah tidak sudi menerima angkatan 
ini, niscaya akan dipukul dia.? Para ulama yang mendengar sumpah 
Gubernur itu, lalu datang berduyun-duyun kepada Imam Hanafy untuk 
menyampaikan harapan mereka, supaya beliau bersedia menerima jabatan yang 
diberikan itu. Tapi, Sang Imam tetap kokoh dengan pendiriannya. Beliau 
tetap bersikeras menolak pengangkatan dari Gubernur itu. Akhirnya, sang 
Imam ditangkap dan dipenjara oleh polisi negara selama dua Jumat (dua 
minggu) dengan tidak dipukul. Kemudian ? sesudah dua Jumat ?baru dipukul/ 
di dera empat belas kali. Sesudah itu baru dibebaskan. Dalam riwayat lain 
dikatakan, suatu saat Imam Hanafy diangkat lagi oleh Gubernur Yazid bin 
Hurairah menjadi Qadli (Hakim) negeri di kota Kufah. Ttetapi dengan 
bersikeras ia tetap menolak. Karena itulah, ia ditangkap lagi dan 
dijebloskan ke dalam penjara.

Di dalam penjara -- karena ia tetap menolak pengangkatan itu ? maka ia 


dijatuhi hukuman 110 kali cambuk. Hukuman itu dicicil, tiap hari 10 kali 
cambukan. Akhirnya, sang Imam dilepaskan kembali dari penjara sesudah 
merasakan 110 kali cambuk. Seketika keluar dari penjara, tampak kelihatan 
mukanya bengkak-bengkak, akibat bekas cambukan. Mengalami semua hukuman 
itu, Imam Hanafy hanya berucap: ?Hukuman dunia dengan cemeti itu lebih 
baik dan lebih ringan bagiku daripada cemeti di akhirat nanti.?

Ujian kedua kepada Sang Imam datang pada tahun 136 Hijriah, dimasa Kepala 
Negara dijabat oleh Abu Ja?far Al-Manshur, saudara muda dari Abul Abbas 
As-Saffah, pendiri Bani Abbasiyah. Ketika itu Imam Hanafy berumur sekitar 
56 tahun. Beliau dikenal sebagai orang besar yang gagah berani, ahli fikir 
yang hebat dalam memecahkan soal-soal yang bertalian dengan hukum-hukum 
agama.
Menurut riwayat, pada suatu hari Imam Hanafy mendapat panggilan dari 
baginda Al-Manshur di Baghdad. Sesampai di sana, ternyata sang Imam 
diangkat menjadi Hakim (Qadli) Kerajaan di Baghdad. Tawaran jabatan yang 
setinggi itu oleh beliau ditolak. Maka, Al-Manshur bersumpah dengan keras, 
bahwa ia harus menerima jabatan itu. Imam Hanafy pun juga bersumpah, tidak 
akan sanggup memegang jabatan itu. Sumpah itu terjadi berulang kali, 
sehingga seorang pegawai kerajaan mendekati Sang Imam dan berujar: ?Apakah 
guru tetap menolak kehendak baginda, padahal baginda telah bersumpah akan 
memberikan kedudukan kepada guru?.? 

Imam Hanafy dengan tegas menyatakan : ?Amirul mu?minin lebih kuat membayar 
kifarat sumpahnya daripada saya membayar kifarat sumpah saya.?

Oleh karena Imam Hanafy tetap menolak jabatan dari Kepala Negara, maka ia 
ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad, sampai masa yang 
telah ditentukan oleh Kepala Negara. Perlu dijelaskan, bahwa pada masa 
itu ulama yang terkemuka di Kufah, ada tiga orang dan antara mereka itu 
ialah Imam Ibnu Abi Laila.

Menurut riwayat, pada suatu hari Imam Hanafy dikeluarkan dari penjara, 
karena mendapat panggilan dari baginda Al-Manshur. Baginda menyerahkan 
jabatan Qadli (Hakim) negara kepada Abu Hanifah. Tetapi, lagi-lagi ia 
tetap menolaknya. Baginda lalu kepada: ?Adakah engkau telah suka dalam 
keadaan seperti ini?.?

Sang Imam menjawab: ?Semoga Allah memperbaiki Amirul Mu?minin! Wahai 


Amirul Mu?minin, takutlah engkau kepada Allah, dan janganlah engkau 
bersekutu dalam kepercayaan engkau dengan orang yang tidak takut kepada 
Allah! Demi Allah, saya bukanlah orang yang boleh dipercaya di waktu 
tenang, maka bagaimana saya tidak sepatutnya diberi jabatan yang 
sedemikian itu!.?

Baginda berkata: ?Kamu berdusta, karena kamu patut memegang jabatan itu!.?

Imam menjawab: ?Ya Amirul mu?minin! Sesungguhnya baginda telah menetapkan 


sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahwa saya tidak patut 
menjabat itu, dan jika saya berdusta, maka bagaimana baginda akan 
mengangkat seorang Hakim yang pendusta? Di samping itu, saya ini adalah 
seorang maula yang dipandang rendah oleh bangsa Arab, dan bangsa Arab 
tidak akan rela diadili oleh seorang golongan maula seperti saya ini.? 
Karena tetap menolak, sang Imam dijebloskan kembali ke dalam penjara.

Ada riwayat yang menyebutkan, Abu Ja?far Al Manshur memanggil Imam Abu 
Hanifah, Imam Sufyan Ats Tsauri dan Imam Syarik An Nakha?y untuk datang 
menghadap di hadapan baginda. 

Setelah mereka bertiga menghadap, masing-masing diberi kedudukan dan 


diberi surat pengangkatan.
Kepada Imam Sufyan baginda berkata : ?Ini penetapan engkau untuk menduduki 
Qadli di kota Bashrah maka itu berangkatlah ke sana!? , dan kepada Imam 
Syarik baginda berkata : ? Ini penetapan engkat untuk menduduki Qadli ibu 
kota saya dan sekitarnya, maka itu laksanakanlah !? Adapun Imam Abu 
Hanifah tidak mau menerima jabatan apapun. Baginda memerintahkan kepada 
pengawalnya, agar mengantarkan mereka ke tempat masing-masing, dan berkata 
pula kepada pengawalnya : ?Barangsiapa menolak jabatan yang telah saya 
berikan ini, maka pukullah dia seratus kali pukul dengan cemeti.?

Imam Syarik menerima jabatan itu, dan Imam Sufyan lalu melarikan diri ke 
Yaman, dan Imam Abu Hanifah tidak mau menerima jabatan dan tidak pula 
melarikan diri. Sebab itu ia tetap dimasukkan ke dalam penjara dan 
dijatuhi hukuman seperti yang telah diperintahkan oleh baginda Al Manshur. 
Yakni, setiap pagi, di dalam penjara, ia dicambuk dan leher sang Imam 
dikalungi dengan rantai besi yang berat.

Ada riwayat yang menyebutkan, al-Manshur pun pernah menggunakan jasa Ibu 
Abu Hanifah yang berusia lanjut untuk membujuk anaknya, agar bersedia 
menerima tawaran jabatan yang diberikan Kepala Negara. Pada setiap pagi, 
sang Ibu datang membujuk anaknya. Tetapi segala macam bujukan dan daya 
upaya sang ibu tadi senantiasa ditolak dengan keterangan yang baik.

Pada suatu hari sang ibu pernah berkata kepada anaknya: ?Wahai Nu?man! 
Anakku yang kucintai! Buanglah dan lemparlah jauh-jauh pengetahuan yang 
telah engkau punyai itu. Karena tidak ada lain yang kau dapati selama ini, 
melainkan penjara, pukulan, cambuk dan rantai besi itu.!?

Perkataan sang Ibu yang sedemikian itu, hanya dijawaboleh sang Imam dengan 
lemah lembut dan senyuman manis: ?Oo, ibu! Jika saya menghendaki akan 
keridhaan Allah SWT seemata-mata dan memelihara ilmu pengetahuan yang 
telah saya dapati, saya tidak akan memalingkan pengetahuan yang selama ini 
saya pelihara kepada kebinasaan yang dimurkai oleh Allah SWT.

Demikianlah, sang Imam tetap gigih dalam pendiriannya, meskipun harus 


menghadapi hukuman yang sangat memilukan. Setiap pagi, ia selalu menerima 
hukuman seberat itu. Tapi, al-Manshur tidak puas dengan hukuman yang 
dibjatuhkannya. Maka, suatu ketika, Imam Hanafy dipanggil oleh baginda 
supaya menghadapnya. Kemudian ia ia datang menghadap. Ketika itulah sang 
Imam disuguhi segelas minuman beracun. Tak lama, sesudah kembali ke dalam 
penjara, sang Imam menghadap kepada Allah SWT. ?Inna lillahi wa inna 
ilaihi raji?un!.?

Beliau wafat di usia 70 tahun. Wafat di penjara, dalam kehidupan yang ia 
pi8lih sendiri, karena menolak jabatan yang ditawarkan kepadanya.

Hasan bin Imarah, yang memimpin prosesi pemandian jenazah sang Imam, 
berkata: ?Mudah-mudahan Allah mengasihani engkau dan mengampuni semua 
kesalahan engkau, wahai orang yang senantiasa merasakan lapar selama tiga 
puluh tahun! Demi Allah, sesungguhnya engkau seorang yang menyusahkan 
orang banyak di masa kemudian engkau!.?

Tentu, sikap sang Imam memamg sangat luar biasa. Ia tidak tergoda oleh 
kekuasaan. Bahkan rela menerima hukuman ketimbang memegang jabatan tinggi 
yang ditawarkan padanya. Ia tidak gila jabatan. Sang Imam bersyukur dan 
bangga dengan kedudukannya sebagai seorang berilmu. Beliau tidak 
mengharamkan jabatan itu. Tetapi, beliau enggan menerima jabatan itu untuk 
dirinya.

Sepanjang riwayat yang boleh dipercaya, bahwa ketika telah merasa bahwa 
dirinya akan sampai ke ajalnya, sang Imam bersujud kepada Allah. Seketika 
itu wafatlah beliau dalam bersujud dengan khusyu?nya. Jenazahnya kemudian 
dimakamkan di pemakaman Al-Khaizaran, Baghdad.

Semoga kita dapat mengambil hikmah dan teladan dari Kisah Sang Imam Abu 
Hanifah! Islam tidak mengharamkan jabatan dan harta. Tetapi, Imam Abu 
Hanifah memberikan keteladanan, bahwa dunia adalah hal ?remeh? di matanya. 
Akhirat adalah kehidupan dan tujuan yang hakiki. (Disarikan dari buku 
Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab karya K.H. Moenawar Cholil (Jakarta: 
Bulan Bintang, cet. kesembilan, 1994)). [Depok, 7 Desember 
2009/www.hidayatullah.com] 

Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan 
www.hidayatullah.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Anda mungkin juga menyukai