Anda di halaman 1dari 62

Brain Story Part I

Friday, March 26, 2010 at 3:17am

Koneksi antarsel-sel otak (neuron) hanya terjadi bila kita


dapat menciptakan makna pada apa yang kita pelajari.
--DAVID A. SOUSA dalam, How the Brain Learns

Pernahkah Anda membayangkan apa yang sedang


bergolak di kepala Anda—tepatnya di otak Anda? Saya
pernah. Itu berkat video Brain Story yang diproduksi oleh
BBC. Video ini dibuat berseri. Pemandunya seorang
ilmuwan ahli saraf otak, Profesor Susan Greenfield.

Ketika menikmati gambar-gambar yang diberi narasi oleh


Profesor Susan, saya kadang tidak bisa berkomentar apa-
apa selain membatin, ”Amazing!!!” Dalam salah satu seri videonya, saya menyaksikan
bagaimana neuron-neuron itu berkembang akibat kegiatan belajar.

Bahkan, di video yang lain, dikisahkan ada seorang anak yang belahan otak kirinya cacat
ketika lahir. Lewat bantuan belahan otak kanannya yang tidak cacat, si anak itu
memperbaiki belahan otak kirinya. “Luar biasa,” batin saya sekali lagi.

Profesor Susan Greenfield mengenakan alat pemindai otak.

Coba Anda simak apa yang dikisahkan oleh Colin Rose dalam
bukunya yang dahsyat, M.A.S.T.E.R It Faster (1999), berikut
ini: “Pada saat tumbuh di rahim, embrio manusia yang berusia
12 minggu mampu mengembangkan sekitar 2.000 sel otak per
detik. Lebah dewasa—yang dapat melakukan pekerjaan
canggih seperti membangun sarang lebah, mengukur jarak, dan
memberi isyarat mengenai letak serbuk sari kepada teman-
temannya—memiliki sekitar 7.000 sel otak atau neuron. Itu
sama dengan jumlah sel otak yang ditumbuhkan embrio manusia selama hanya 3 detik!”

Apakah Anda juga pernah mendengar istilah neurogenesis? Saya pernah membahasnya di
catatan saya di fesbuk beberapa waktu lalu ketika menunjukkan pentingnya membaca
secara mendalam (deep reading). Mari kita baca yang satu ini, ”Kemampuan otak untuk
merespons perubahan lingkungan dengan melakukan pengkabelan (rewiring) otak
berulang kali menunjukkan kelenturan otak (plasticity).

Profesor Susan Greenfield

”Kita akan segera mengetahui bahwa neurogenesis—melahirkan neuron-neuron baru—


bisa terus terjadi sepanjang hidup kita.” Dahsyat bukan? Kalimat di atas saya peroleh dari
sebuah buku yang terus menginspirasi saya hingga
sekarang, Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak karya
Jalaluddin Rakhmat, tepatnya di halaman 179.

Berbahagialah Anda yang terus belajar. Belajar tak


mengenal batas waktu dan usia. Apalagi jika Anda berhasil
mengisi hari-hari Anda yang kosong—dan di hari itu,
Anda memang sedang tidak melakukan kegiatan apa-apa
—dengan membaca dan menuliskan apa yang Anda baca.

Menurut sang pembedah otak Einstein, Marian C. Diamond, ”...neuron berkembang


perlahan dengan cara meraih neuron lain yang memiliki ranting dendrit yang sama.
Ketika kita menyerap informasi baru (lewat kegiatan belajar tentunya), dendrit kita
membuat cabang-cabang baru. Setiap cabang ini akan mengembangkan lagi ranting-
ranting lainnya....”

Quito Riantori
Luar biasa, Pak Hernowo...Saya juga termasuk orang yg tertarik dg tema2 brain & yg
semacamnya. Terutama setelah mendengar seorang motivator yang mengutip Einstein
bahwa kebanyakan manusia cuma menggunakan 10 % saja dari kerja otaknya. Note ini
bener-bener mendorong saya untuk terus belajar & belajar. Terima kasih banget atas
tagnya, Pak. Salam sukses!
March 26 at 3:31am

Yurita Putri
wow..amazing...Otak Manusia = sejuta komputer, Artinya
Otak kita memiliki kemampuan setara dengan sejuta komputer.
Orang yang rajin membaca spanjang usianya, penelitian membuktikan memperlambat
proses kepikunan lho...
March 26 at 3:54am

Muhammad Nur
ini sesuai dengan artikel Aleysius Gondosari di situs ANDA LUAR BIASA.COMyang
menyatakan bahwa dengan "Mengobrol dapat meningkatkan fungsi otak sebanyak 2%.
Menggambar atau melukis juga dapat meningkatkan fungsi otak sebanyak 2%. Bermain
alat musik juga dapat meningkatkan fungsi otak sebanyak 2%. Menyanyi dapat
meningkatkan fungsi otak sebanyak 5... See More%. Sementara menulis sebuah tulisan
pendek juga dapat meningkatkan fungsi otak sebanyak 5%. Dengan menulis sebuah
buku, fungsi otak akan meningkat sebanyak 10% hingga 20%. Menulis buku setebal
Laskar Pelangi atau buku setebal Harry Potter dapat meningkatkan fungsi otak sebanyak
20%. Jadi, bila Anda ingin meningkatkan fungsi otak Anda kembali, berlatihlah
menggambar, menyanyi, atau menulis.

nah dengan tulisan bapak ini, saya menambah kadar otak saya menjadi lebih banyak lagi,
terima kasih support bacaannya pak.
March 26 at 3:55am

Bintang Bangsaku
mantep! ada lagi buku bagus, karangannya Antonio Damasio, Descarts' Error: Emotion,
Reason, and the Human Brain ... sepertinya sudah diterjemahkan juga ...
March 26 at 3:58am

사랑해 Lea
Subhanallah...:)..
March 26 at 3:59am

Nurmuntaha Agung Nugraha


...Terima kasih Pak Hernowo. Saya tertarik dengan brain based learning dan juga sudah
membaca bukunya Kang Jalal , alangkah bermanfaatnya jika itu diterapkan di sekolah-
sekolah...mengingatkan saya juga pada the 12 brain rules-nya John Medina...salam...
March 26 at 4:18am

Shelly Fajriyati
subhanallah...
tantangan kt adalah menemukan metode belajar yang cocok utk kita
spt membaca, awalnya saya sempat ga suka baca buku non fiksi karena "pertemuan"
awalnya dg buku yg cara penyampaiannya ga enakeun *ko jd curhat.com ^^
March 26 at 4:22am

Jusra Chandra
Buku di bawah ini, mungkin bisa saling mengisi dengan buku Bahasa Inggris di atas.
Silahkan link ke :
http://www.gramedia.com/buku_detail.asp?id=JFJP4240&kat=3
March 26 at 4:57am
Retty Soeryo Soedibyo
Subhanallah..begitu sempurnanya ciptaan Allah ..
March 26 at 5:06am

Radinal Mukhtar Harahap


Luar biasa pak hernowo.. penjelasan bapak menambah semangat saya untuk terus belajar
dan menjadi manusia pembelajar...
March 26 at 5:08am

Esy Marliah
subhanalloh, slama ini sy sll berfikir bg mn caranya otak sll berkerja trus tanpa ada
jeda......
March 26 at 5:20am

Dewi Kournia Sari


Semakin sering otak diasah dan dilatih, semakin banyak pula ide dan gagasan yang
bermunculan.Iitulah salah satu sebabnya Einstein berotak jenius karena dia tak pernah
bosan dan letih menajamkan otaknya hingga otaknya tersebut menarik perhatian dunia
untuk dijadikan objek risat. Selagi kita masih bernapas, marilah kita pergunakan sebaik
mungkin anugerah Allah yang telah dikaruniakan-Nya ini...
March 26 at 5:32am

Hernowo Hasim
@Quito: Wah, perlu lihat video itu. Saya dulu membli semuanya pada tahun 2005 ketika
Kang Jalal mau meluncurkan buku BELAJAR CERDAS. Akhirnya, ketika peluncuran,
ada sebuah adegan yang menarik dari salah satu video BRAIN STORY yang ditayangkan
sebagai pembuka. Dulu serinya sampai 5 atau 7. Sudah ada teks Indonesianya. Mungkin
saat ini sudah nggak ... See Moreberedar lagi ya? Saya memahami GOD SPOT juga dari
salah satu seri video ini. Michael Persinger yang meriset soal itu ditampilkan secara
ringan dan mengesankan. Bahwa semua orang--siapa saja--bisa mengalami kehadiran
Tuhan karena di otak ada organ yang disediakan untuk keperluan itu. Salam.
March 26 at 6:19am

Hernowo Hasim
@All: Trims atas komentar Anda. Salam.
March 26 at 6:20am

Bambang Trim
Subhanallah... seperti juga yang pernah dibahas sahabat saya dr. Tauhid Nur Azhar pada
bukunya "Gelegar Otak". Terima kasih Mas, mencerahkan, menggerakkan, dan
mencengangkan.
March 26 at 10:16am

Eni Zahara
Allahu akbar.....demi masa....alangkah meruginya kita jika kita tidak menggunakan brain
kita dgn baik dan bermakna.
terimakasih pak Her....???? kapan ke Palembang lagi ???
March 26 at 10:26am

Yulie Panti
Alhamdulillah ... sungguh amat beruntung aku tergabung pertemanan fb dg mas her.
Penjelasan yg menambah wawasan. Buku kang jalal itu, jg tlah menjadi buku pegangan
wajib utkku, mas. Aku mohon ijin utk men'share' tulisan ini kpd teman2ku. Berkah Allah
senantiasa tercurah kpd mas her.
March 26 at 11:25am via Facebook Mobile

Santi Handayani Rusmana


Jazakumullah pak , sejam lalu saya mengeluh utk apa sy kuliah lg .. Tp dgn mbaca notes
bpk ,sy tersadarkan utk selalu mencari ilmu sampai kapanpun ..
March 26 at 12:59pm via Facebook Mobile

Arieya Sutrisno
Penyambungan neuron berkaitan dengan meylinisasi, semakin banyak tersambung
meylin akan otomatis mengkonek tanpa harus disuruh dan dengan kecepatan yang
otomatis, gambaran itu (mekanisme kerja otak) sepertinya pas banget dengan bagaimana
kegiatan menulis dengan membaca yang dilakukan secara disiplin. Kerja otak harus
dibiasakan, betul Pak? (belajar menulis he..he..)
March 26 at 3:48pm

Ade Hashman
sistem syaraf kita menganut hukum besi "all or nothing", begitu juga otak kita "use it or
lose it". Secara sangat mudah empirik kasat mata kita bisa melihat hampir tidak ada
ilmuwan, politikus kaliber besar atau kyai betulan yang diusia tuanya mengalami
dimensia (kepikunan), itu berkat tradisi hidup mereka mengolah otak (brain gym) lewat
aktivitas-... See Moreaktivitas intelektual diantaranya "menulis dan membaca".
Maka wajar kalo ada perintah "tuntutlah ilmu sejak buaian hingga masuk liang lahat",
kita perlu terus untuk belajar demi kebutuhan kita, otak disamping memerlukan asupan
material seperti glukosa dan Oksigen- juga memerlukan intake nilai agar tetap terpelihara
sehat.
March 26 at 11:40pm

Rully Roesli
Tuhan telah menciptakan manusia begitu sempurna. Masalah nya kita tidak
menggunakan kehebatan tubuh kita secara maksimal. Tubuh kita tidak hanya brain tapi
banyak organ lain yang terkoordinasi dalam brain (anatomi) atau mind (fisiologi). Sistim
auto-vegetatif tidak dipengaruhi kemauan. tapi justru mereka yang mengatur hormon dan
enzim. Kerja ... See Morejantung, pencernaan, sistim kekebalan tubuh. bayangkan kalau
mind bisa dilatih untuk mengatur mereka. Kita tidak perlu antibiotik tidak perlu anti-
kanker, atau obat lainnya. Cukup mind yang mengatur sistim ini. Batara Kresna dan
gataokaca bisa terbang. Apakah mind mereka telah menguasai sistim ini ?Walahuallam.
March 27 at 5:40am

Bayu Insani Sani


terima kasih ulasannya pak. sungguh bertambah pengetahuan lagi nih....
March 28 at 3:19am

"Growing the Mind": Brain Story 2


Saturday, March 27, 2010 at 2:14am

Neuron

“Membaca adalah sebuah keterampilan yang sangat


kompleks. Keterampilan itu melibatkan pendengaran,
penglihatan, ingatan, dan ujaran.”
--PROFESOR SUSAN GREENFIELD

Mungkin karena kita sudah terbiasa membaca teks—


meskipun kadang teks yang kita baca tidak kita maknai
secara sungguh-sungguh—kegiatan membaca seakan-akan
biasa-biasa saja. Padahal, kegiatan membaca adalah kegiatan yang luar biasa rumitnya. Ia
banyak melibatkan fungsi-fungsi penting otak kita.

Tayangan menarik tentang kegiatan membaca yang rumit ini ditunjukkan oleh salah satu
serial VCD Brain Story yang berjudul “Growing the Mind” (Menumbuhkembangkan
Pikiran). Seorang anak bernama Cassie mengalami disleksia atau kesulitan membaca.
Cassie kemudian dibantu oleh seorang psikolog untuk dapat memaknai apa yang dibaca.

Ketika saya menyaksikan tayangan tersebut, saya teirngat penafsiran Ustad Quraish
Shihab atas makna “iqra’”. Menurut Ustad Quraish, “iqra’” tidak sekadar membaca atau
mengeja huruf dan kata. Jika Anda diberi empat huruf yang terdiri atas huruf-huruf “a”,
“y”, “s”, dan “a”—kira-kira apa yang Anda baca? Secara refleks, kita akan membaca
susunan keempat huruf itu menjadi AYAS. Nah, menurut Ustad Quraish, “iqra’”
kemudian akan bertanya kepada Anda, “Apa arti AYAS itu?”

Jika tak ada makna atas kata AYAS atau ketika kita membaca susunan itu dan kita tidak
memahami apa yang kita baca, sesungguhnya kita belum “iqra’” meskipun kita sudah
berhasil membaca. “Membaca dalam konteks iqra’ adalah menghimpun makna bukan
sekadar huruf,” ujar Ustad Quraish lebih jauh. Keempat huruf itu harus Anda baca
menjadi sebuah konfigurasi kata yang bermakna. Dan jika kita menggunakan metode
“iqra’” dalam membaca, semestinya kita mengolah empat huruf itu sehingga muncullah
kata SAYA yang sudah sangat kita pahami dalam khazanah kebahasaan kita.

Saya kemudian merenung dalam-dalam, “Itu baru membaca empat huruf. Bagaimana jika
kita membaca buku dengan ketebalan 300 halaman?” Bukankah di dalam buku tersebut
tidak hanya ada ribuan huruf, tetapi juga ratusan kata? Bukankah ratusan kata itu akan
membentuk banyak sekali kalimat dan paragraf? Dan bukankah di sebuah buku akan kita
jumpai sub-bab, bab, dan juga bagian-bagian yang mengelompokkan bab-bab tersebut.
Bagaimana kita membaca-makna (“iqra’”) atas semua itu?

Neuron yang saling berkoneksi

“Selama bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk


memahami cara kerja otak,” demikian Profesor Susan
Greenfield menyampaikan narasinya. “Dengan kehadiran
teknologi modern dan perkembangan dalam ilmu
pengetahuan saraf saat ini, sebuah dunia baru dalam
penelitian otak terbuka dan pemahaman atas pikiran telah
menjadi sebuah keniscayaan.” Dalam episode “Growing the
Mind”, Profesor Susan Greenfield menyelidiki perubahan
di dalam otak saat pertumbuhan dan perkembangan dari
masa bayi hingga dewasa.

Tak berhenti di situ, Profesor Susan Greenfield juga menjelaskan pandangannya bahwa
proses belajar, mengingat, dan menjadi individu yang unik seharusnya dapat dilihat
sebagai proses adaptasi otak terhadap lingkungannya dari menit ke menit. “Otak (brain)
atau benak (mind) akan tumbuh dan berkembang secara luar biasa jika pengetahuan dan
pengalaman yang Anda jalani bermakna.

“Cara neuron berkoneksi yang kemudian dikonfigurasi sedemikian rupa dan diatur
sepanjang hiduplah yang membuat setiap orang berkembang menjadi pribadi-pribadi
yang unik,” tutur Profesor Susan Greenfield.

Rully Roesli
Kedokteran barat telah begitu berkembang. Tetapi falsafah mereka hanya mempercayai
apa-apa yang nalar. Mereka membedah otak secara anatomi dan fisiologi. Yang mereka
temukan adalah otak (brain) dan benak (mind). Tetapi dmana letaknya ruh ? Menurut Dr.
Nurcholis Madjid, manusia dari tinjauan agama Islam terdiri dari Ruh, ‘Aql, Nafs dan
Jims (roh, ... See Moreakal, nafsu, jasmani). Jims atau fitrah dapat disamakan dengan
tubuh (body) menurut ilmu kedokteran barat. Apakah Aql dan nafs bisa disejajarkan
dengan pikiran / benak (mind) ? Tidak ada kesepakatan mengenai hal ini. Apalagi soal
ruh. Tidak diterangkan oleh pakar kedokteran barat. Bagaimana menurut anda ?
March 27 at 7:03am · Report

Raga Warsito
kekuatan dan kemampuan manusia sangat tergantung pada otaknya dan kemampuan otak
tergantung pada kemampuan
mencetuskan makna baru begitukah...???
March 27 at 8:56am · Report

Dwi Budiyanto
Wah Pak Hernowo sangat inspiratif. Saya jadi dapat pencerahan. Kenapa Allah
menurunkan ayat pertama adalah iqra' (membaca) yang dikaitkannya dengan kalam
(aktivitas menulis), lalu seluruh rangkaian wahyu selama masa kenabian itu diakhiri
dengan turunnya ayat: al-yauma akmaltu lakum diinakum. Sebuah ayat yang berbicara
tentang kesempurnaan. Seakan-akan Allah ingin menegaskan, "Jika kalian ingin
mencapai KESEMPURNAAN maka tempuhlah jalan MEMBACA dan MENULIS."
Wallahu a'lam.
March 27 at 9:21am · Report

Ctea Noer
subhanallah...
March 27 at 11:39am · Report
Muhammad Nur
subhanallah pak her, sungguh ini semakin memberikan wawasan luas kepada saya agar
lebih banyak merefleksikan berbagai bacaan. Intinya dengan semakin banyak "mengikat
makna" otak kita akan kaya dengan berbagai ilmu. salam sukses pak...!
March 27 at 11:52am · Report

Aufa Nurfiana Rahman


Indahnya membaca...
March 27 at 2:46pm · Report

Bayu Insani Sani


luar biasa pak.....
March 28 at 3:24am · Report

Radinal Mukhtar Harahap


the power of reading.. dan juga writing tentunya..:D
March 28 at 11:39pm · Report

“The Great Memory Book”: Brain Story 3


Saturday, March 27, 2010 at 10:32pm

“Ingatan adalah lemari besi yang berisi khayalan, harta


karun berupa akal sehat, tempat berhimpunnya hati nurani,
dan dewan penasihat bagi pikiran.”
--ST. BASIL

VCD Brian Story yang saya tonton dan bertajuk “Growing


the Mind” intinya hanya dua: pembelajaran dan ingatan.
Kita sudah paham benar bahwa kegiatan belajar yang
dijalankan secara sungguh-sungguh tapi meyenangkan dan
memberikan kenyamaman bukan ketegangan akan sangat
bermanfaat bagi tumbuh-kembang otak. Sebaliknya,
kegiatan belajar yang menyiksa, mendatangkan tekanan,
dan membuat ketakutan boro-boro baik untuk otak—
kegiatan belajar yang semacam ini bahkan sangat
merugikan ditinjau dari berbagai aspek.
Dalam menggambarkan dan menjelaskan tentang ingatan, “Growing the Mind”
memberitahu kepada saya bahwa hampir sebagian besar kegiatan belajar isinya adalah
mengingat dan memanggil-kembali ingatan. Dalam bahasa yang lain, mengingat sangat
sentral dalam kegiatan belajar. Mengingat di sini bukanlah sekadar menghafal.
Mengingat adalah memahami sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi diri kita
yang kemudian sesuatu yang diingat tersebut seakan-akan dapat menyatu dengan diri
kita. Sementara itu menghafal kadang tak disertai pemahaman atau penguasaan atas yang
dihafal dan kadang hanya mampir sebentar di dalam diri kita, lalu tak lama kemudian
hilang tak berkesan eh berbekas.

Mungkin cara saya membandingkan antara mengingat dan menghafal kurang tepat. Yang
jelas, menghafal itu cocok dilakukan oleh anak-anak, sementara mengingat adalah
kegiatan orang yang sudah matang alias dewasa. Nah, kegiatan belajar yang bermanfaat
bagi otak adalah mengingat bukan menghafal. Dalam mengingat, otak dilibatkan secara
penuh untuk mengolah apa yang diingat. Sementara itu, dalam menghafal seakan-akan
otak hanya dimanfaatkan untuk menampung apa yang ingin dihafal sehingga koneksi
antarneuron pun tak terjadi secara maksimal.

Saya beruntung pernah membaca buku karya Eric Jensen


dan Karen Markowitz, Otak Sejuta Gigabyte: Buku Pintar
Membangun Ingatan Super, yang merupakan terjemahan
buku yang aslinya berjudul The Great Memory Book,
sebelum menonton VCD “Growing the Mind”. Dari buku
ini saya kemudian diberi dasar-dasar penting untuk
mengingat sehingga dapat memahami dengan baik tentang
temuan Tony Buzan yang bernama “mindmapping”
misalnya. Metode mencatat yang memanfaatkan dua
belahan otak ini sesungguhnya adalah sebuah cara
mengingat yang sangat efektif. Contoh praktis mengingat
yang melibatkan otak kiri dan otak kanan adalah ketika kita mendengarkan lagu yang
memiliki irama dan lirik. Lirik yang telah kita ingat dan lupa tiba-tiba dapat muncul
kembali ketika irama lagu tersebut kita dengarkan. Dalam “mindmapping”, kita diminta
mengingat dengan memanfaatkan kata (otak kiri) dan gambar (otak kanan).

Lantas, saya juga diberitahu bahwa mengingat secara baik perlu melibatkan emosi.
“Apabila emosi seseorang terlibat dalam kegiatan mengingat sebuah informasi, maka
informasi tersebut akan lebih tercetak lama dalam ingatan,” tulis Jensen dan Markowitz.
Oleh karena itu, lanjut kedua penulis, betapa pentingnya mengondisikan kegiatan belajar
—yang sebagian besar mengingat—dalam keadaan yang terbalut oleh emosi positif.
Dengan kata lain, di dalam kegiatan belajar itu ada kegairahan, kenyamanan, keakraban,
kepedulian, dan semacamnya, sehingga yang diingat oleh anak-anak didik—di samping
bisa disimpan di memori jangka panjang mereka—juga dapat untuk membangun
karakter-baik mereka.
Fauzan Arrasyid
saya sangat setuju dengan tulisan abang di Lantas, saya juga diberitahu bahwa mengingat
secara baik perlu melibatkan emosi.....perlu emosi merupakan cara terbaik..itu sudah saya
rasakan..DAN ANDA MENGINGATKAN SAYA..!
Terima kasih bang..mohon ingatkan saya lagi dengan tulisan-tulisanmu..!
March 27 at 10:50pm

Frans Hananto
terimakasih atas note-nya....saya menyayangi anda..maafkan
saya...terimakasih....terimaksih.
March 27 at 10:52pm

Ade Wiharso
segalka sesuatu yg dikerjakan dengan hati dan melibatkan emosi memang akan lebih
membekas di dalam memori...terima kasih
March 27 at 11:07pm

Anita Ba'daturohman
belajar seperti itulah yang mestinya anak-anak kita nikmati...belajar penuh kenyamanan,
happy, tidak tertekan..seperti yang sekarang mereka dapatkan. Terlihat dari UAN yang
begitu menjadi 'momok' yang menakutkan buat mereka. Begitu UAN rampung, mereka
berteriak senang seperti lepas dari 'kandang Harimau'..
March 27 at 11:38pm

Utami Irga
terima kasih pak...
keterlibatan hati dan emosi positif yang muncul dalam proses mengingat, tentu akan
membuat karya lebih maksimal dan mau tak mau konsentrasi akan mengikuti proses
itu...saya pernah merasakannya...nikmat sekali.
March 27 at 11:41pm

Hernowo Hasim
@Arrasyid: Makasih kembali, alhamdulillah. Salam.
@Frans: Ya, sama-sama. Salam.
@Ade: Tepat sekali. Selamat mengasah otak dan hati. Salam.
@Anita: Happy...benar sekali karena sesuatu yang membuat kita bahagia akan
menjadikan akhlak kita melejit secara luar biasa ke arah yang baik.
@Utami: Alhamdulillah, salam.... See More
March 27 at 11:47pm

Quito Riantori
Dahsyat! Saya jd makin penasaran dg video2 yg telah pak Hernowo tonton terutama yg
ada pembahasan God Spot nya. Terkait dg 'mengingat', kaum Sufi jg meyakini bahwa
Tuhan telah menanamkan pengetahuan dlm diri manusia & tugas manusia adalah
'reminding' dan mematangkan hal2 tsb. Thx banget, pak Hernowo atas tag berharganya
ini. Salam.
March 27 at 11:49pm via Facebook Mobile

Eni Zahara
Terimakasih pak Her....kira2 dimana saya bisa dapatkan VCD nya ya ?
March 28 at 12:25am

Arieya Sutrisno
ada-ada saja, ada semua, semua ada, bisa menjadi ada, ada bisa menjadi ada, adakan terus
pembelajaran yang mencerahkan, semoga sehat selalu, terimaksih.
March 28 at 3:45am

Hernowo Hasim
@Quito: Terima kasih.
@Eni: Saya membelinya di Disc Tara sekitar tahun 2005. VCD itu terbitan 2003.
kayaknya sekarang sudah susah diperoleh. Tapi silakan dicari di konter2 penjual VCD di
mal2. Produksi BBC dan diedarkan oleh Horizon Indonesia.
@Arieya: Makasih kembali. Salam.
March 28 at 4:43am

Wilda Netriza
ingatan lebih lama bertahan dibandingkan hapalan...dan apabila ia dimadu dengan
emosi...
karena ingatan membentuk pemahaman. makasih pak
March 28 at 2:37pm
Dewi Kournia Sari
sayang sekali y pak, tapi kebanyakan metode pendidikan kita sepertinya masih ada yang
lebih menanamkan pada hafalan ketimbang pemahaman yg melibatkan emosi. metode ini
yang kerap saya dapatkan di sekolah dulu. hafalan sudah menjadi makanan wajib yg tidak
mau mesti dilahap para peserta didik. jika siswa tak mampu menghafal, ia pun akan
mendapat sanksi. menghafal belum tentu memahami, tetapi memahami terkadang sudah
tentu mengingat :). terima kasih pak sudah di-tag :). salam.
March 29 at 5:06am

Dewi Derade Nury Koto


terima kasih pak.. sudah di tag ... akan sangat bermanfaat buat saya pak..
March 29 at 7:17am

Hernowo Hasim
@Wilda, Dewi K, Dewi D: Makasih kembali. Sesungguhnya menghafal tidak apa-apa.
Tapi, akan lebih bagus jika kita tidak berhenti pada sekadar menghafal. Dari hafalan,
dapat dilanjutkan ke pemahaman. Dan dari pemahaman bisa ditingkatkan ke pemaknaan.
Dan alhamdulillah, lewat "mengikat makna", saya dapat meningkatkan diri saya untuk
beranjang dari hafalan ke pemaknaan. Salam.
March 29 at 7:39am

Wilda Netriza
pak buku "mengikat makna up-date" memberikan saya banyak pelajaran...membacanya
dengan memahami dan berusaha membentuk semangat diri hingga Alhamdulillah telah
terbaca sampai metode nomor 9 tentang "khalifah......."
March 30 at 1:43am

Azmy ‫ عزمي‬Basyarahil
increadible!
thanks for sharing pak Herwono Hasim :)

Keimanan adalah pembentuk Kekuatan. Kekuatan adalah konsekuensi dari Kesungguhan.


Kesungguhan itulah yang memicu Perubahan. Perubahan karena setitik Kesadaran.
Kesadaran yang hidup bersama Ilmu Pengetahuan. Ilmu Pengetahuan memang selalu
menjadi inspirasi dari Kemenangan. Tapi Kemenangan tidak ... See Moredatang dari
Kemegahan. Kemegahan justru hadir dari setiap Kemenangan yang didahulukan oleh
Keimanan penuh Kesadaran dan Kesungguhan untuk menjadikan Ilmu Pengetahuan
sebagai Kekuatan Perubahan..
April 3 at 9:56am
Raga Warsito
Hidup harus bermakna maka kita harus menemukan banyak makna karena makna tidak
bisa berdiri sendiri bila menjadi manfaat matur kesuwun pak harnow hasim
April 5 at 7:15am

Brain Story 4: “Get Smart”


Sunday, March 28, 2010 at 10:37pm

“Otak Anda dapat terus belajar sejak lahir hingga akhir


hayat.”
--MARIAN DIAMOND, dalam Magic Trees of the Mind

Saya ternyata punya seri VCD lain tentang otak dan


bagaimana otak bekerja. Judul besarnya, The Human Mind
and How to Make the Most of It (Pikiran Manusia dan
Bagaimana Memanfaatkannya). Judul kecilnya, “Get
Smart” (Menjadi Cerdas). Isinya, membongkar apa yang
terjadi di dalam pikiran kita saat kita belajar, mengingat,
dan menemukan ide.

Ada kisah-kiah menarik di VCD ini. Pertama, kisah seorang perempuan berusia 43 tahun
bernama Alison Ross yang ingin belajar kembali dan menjadi bidan. Setelah lulus SMA
pada usia 17 tahun, dia ingin menikah dan memiliki anak. Akhirnya, pada usia 20 tahun
dia pun menikah. Ketika usianya 43 tahun, dia sudah memiliki 3 anak.

Kedua, seorang anak bernama Elliot yang baru duduk di kelas 5 SD. Dia ikut program
penelitian untuk meningkatkan kecerdasannya. Semula Elliot tidak suka membaca.
Sebagaimana anak seusianya, dia lebih senang menonton televisi. Setelah ikut program
tersebut, Elliot berubah menjadi anak yang suka ke perpustakaan dan rajin membaca.

Ketiga, seorang anak perempuan yang sejak usia 7 tahun


sudah berlatih senam. Anak ini bernama Rebecca Owen.
Dia bercita-cita ingin menjadi pesenam yang memenangkan
medali emas Olimpiade. Cita-citanya terkabul dengan
sebuah perjuangan yang luar biasa. Rebecca menjalani
sebuah pelatihan-unik dengan menggunakan metode
visualisasi yang membuatnya dapat menguasai dengan cepat gerakan senam yang sangat
sulit.

Alison, Elliot, dan Rebecca adalah orang-orang yang dikisahkan menjadi cerdas gara-
gara mereka diberi teknik-teknik belajar dan berlatih yang sesuai dengan cara kerja otak.
Jika kita sempat menonton video ini, kita akan merasakan sekali bahwa kemampuan otak
sungguh sangat tak terbatas. Kapasitasnya untuk tumbuh dan berkembang benar-benar
sangat mengagumkan. Dan itu dapat terjadi pada siapa saja asal secara fisik otak tersebut
tidak cacat.

“Belajar bukan soal data dan angka,” demikian narasi yang dapat kita dengar dari video
tersebut. “Pikiran kita juga belajar untuk melakukan sesuatu—menemukan sesuatu.”
Demikianlah kisah Alison yang harus belajar kembali sesuatu yang baru setelah 20
tahunan lebih menjadi seorang ibu rumah tangga. Pada usia 45 tahun, dia ingin menjadi
seorang bidan. Alison pun mengikuti sebuah kursus kebidanan.

Alison akhirnya menjadi bidan. Salah satu adegan yang


sangat menarik dari kisah Alison adalah ketika dia harus
menangani seorang pasien yang sulit melahirkan. Segala
cara yang sesuai dengan teori baku kebidanan sudah
dicobanya. Tetapi, tidak berhasil. Sang jabang bayi tetap
tidak mau keluar. Akhirnya, Alison merenung sejenak dengan bersantai dan dapatlah
sebuah ide. Alison meminta agar si pasien memiringkan tubuhnya. Tak lama kemudian,
sang jabang bayi pun lahir.

Video ini juga menyinggung secara menarik bagaimana seseorang menemukan ide-ide.
Pikiran, pada saat-saat tertentu, sekitar 1/5 detik, akan memunculkan sesuatu yang
dahsyat! Itulah ide. Dalam sebuah penelitian ditunjukkan bagaimana peristiwa “Aha!” itu
berlangsung dan dapat dilihat di sebuah layar. Kuncinya hanya satu: pikiran harus dapat
dibuat santai. Ternyata melatih agar pikiran itu santai ada cara-cara khusus—dan Alison
tahu soal itu.

Kisah Alison dalam video ini berhasil memnginspirasi saya bahwa belajar tak kenal usia.
Kapan pun kita ingin mengembangkan pikiran dan menjadikan diri kita cerdas, hal itu
dapat kita lakukan setiap saat—bahkan ketika usia kita sudah mendekati setengah abad!
Belajar menjadi sangat mengasyikkan dan menyennagkan apabila kita dapat memahami
bagaimana otak kita bekerja. Dan Alison, selain belajar di sebuah kursus, dia juga belajar
tentang bagaimana otaknya bekerja.

Hernowo Hasim
@Nuryanti: Ok, catatan yang mendatang ya? Yang ini, langsung diambil saja sendiri.
@Radinal: Benar sekali. Kadang kita perlu penegasan secara empiris dan rasional tentang
pesan-pesan "langit" itu.
@Je: Alhamdulillah, trims Pak Jamal.
@Aboe: Di toko-toko VCD. Itu dijual bebas kok. Coba ke Disctara. Hanya, sayangnya,
YCD itu sudah terbit sekitar 6-7 tahun lalu. Saya tidak tahu apakah masih beredar tidak
saat ini. Salam.
March 29 at 12:53am

Ahmad El Chumaedi
Belajar bagaimana otak kita bekerja, bagaimana itu bisa dilakukan? Apakah otak manusia
secara umum memiliki cara kerja (maksud saya berfikir) yang sama? Kalau ada teori
yang mengatakan bahwa cara kerja otak manusia sama, mengapa ada orang yang lebih
cepat belajar (baca: menguasai apa yg dipelajari), dan ada orang yang "lelet belajar"?
(Salam)
March 29 at 4:02am

Hernowo Hasim
Pertama, otak semua manusia secara fisik sama. Einstein punya otak yang sama dengan
saya--sebagai contoh. Kedua, menurut para peneliti otak, otak punya cara kerja sendiri
sebagaimana komputer juga punya cara kerjanya. Dan itu dapat kita pelajari, misalnya
otak kiri bekerjanya rasional sementara otak kanan bekerjanya intuitif, dsb. Ketiga, ada
orang... See More yang cepat belajar ya dikarenakan dia belajar sesuai dengan CARA
KERJA OTAK, sementara yang lambat belajar mungkin karena belajarnya TIDAK
SESUAI dengan cara kerja otak. Dan cara kerja otak, sekarang dapat dipelajari karena
banyak peneliti otak yang telah menulis buku tentangnya. Salam.
March 29 at 4:08am

Sapto Rini
Pak Her, boleh saya pakai untuk referensi calon buku saya gak?
March 29 at 5:49am

Hernowo Hasim
Boleh saja, silakan dimanfaatkan. Salam.
March 29 at 7:33am

Atikah Anindyarini
Saya tertarik sekali ingin mendapatkan VCD tersebut, kira2 di mana ya sy bisa
mendapatkan VCD tersebut di SOLO?
March 29 at 8:55am
Hernowo Hasim
Coba tanyakan ke counter2 VCD di mal atau di toko buku Gramedia.
March 29 at 8:58am

Hastuti Jarwo Sumarno


Dik, kalo kamu beli aku pinjem aja ya....
March 29 at 11:00am

Retty Soeryo Soedibyo


tq p Her..emang tuh,saya merasa makin bertambah umur makin ingin dan semangat utk
belajar..alhamdulillah..
March 29 at 11:25am

Brain Story 5: “Ginga Salto”


Monday, March 29, 2010 at 9:40pm
“Imajinasi lebih menentukan ketimbang pengetahuan.”
--ALBERT EINSTEIN

Bagi yang tahu seluk-beluk olahraga senam, tentu paham


benar apa yang dimaksud dengan “Ginga Salto”. Ini sebuah
gerakan senam dengan menggunakan tiang ayunan yang
sangat sulit dilakukan oleh pesenam. Kesulitannya tidak bisa
saya tuliskan. Saya hanya dapat merasakannya lewat sebuah
tayangan video.

Adalah Rebecca Owen yang ingin dapat menguasai gerakan


”Ginga Salto”. Dia harus dapat menguasai gerakan tersebut
karena ingin meraih medali emas di ajang Olimpiade.
Rebecca pun berlatih sangat keras dengan bimbingan
seorang pelatih senam. Saya berkali-kali melihat bagaimana
Rebecca jatuh-bangun dan kesulitan menguasai gerakan ”Ginga Salto”.

Akhirnya, pada suatu ketika, dia diminta untuk memanfaatkan teknik visualisasi
(membayangkan) tentang gerakan ”Ginga Salto” yang berhasil dilakukannya. Rebecca
hanya berdiri tegak dan berkonsentrasi. Tubuhnya tidak membuat gerakan apa pun.
Hanya pikirannya yang membayangkan dia sedang berlatih melakukan gerakan ”Ginga
Salto” dalam keadaan berhasil. Lewat pikirannya, dia mengulangi (tentu dengan
membayangkan) keberhasilan melakukan ”Ginga Salto” berkali-kali.
Setelah itu, ada sebuah narasi dan gambar otak yang berisi cabang-cabang neuron yang
menyala. Menurut yang saya dengar, ketika Rebecca melakukan visualisasi atas
keberhasilannya, otaknya—lewat neuron yang saling terhubung—kemudian membangun
jalan-sukses untuk Rebecca dalam melakukan gerakan ”Ginga Salto”. Jadi, ketika dia
mengulangi visualisasi itu berkali-kali, otaknya seperti sedang membuat jaringan neuron
yang dapat merekam keberhasilan tersebut.

Nah, ketika Rebecca berlatih kembali secara fisik, dia bagaikan lebih mudah dalam
meraih keberhasilan karena di dalam otaknya telah terbentuk semacam jalan menuju
keberhasilan tersebut. Saya tercengang dengan fakta luar biasa ini. Saya kemudian dapat
memahami kata-kata sakti yang diucapkan oleh ilmuwan-besar Einstein bahwa imajinasi
dapat membantu diri seseorang untuk meraih keberhasilan secara lebih cepat.

Saya pun membayangkan alangkah eloknya jika para anak didik di sekolah-sekolah kita
diajarkan bagaimana menggunakan imajinasi. Misalnya, sebelum mempelajari
matematika yang rumit atau sejarah yang kadang bertele-tele, para anak didik kita itu
diminta membayangkan sesuatu yang membuat mereka berhasil dalam mempelajari apa
yang sedang dipelajarinya. Tapi, tentu saja, sebelum teknik visualisasi ini diajarkan dan
dilatihkan, mereka harus memahami terlebih dahulu potensi-dahsyat bernama imajinasi.

“Area 39”: Brain Story 6


Tuesday, March 30, 2010 at 10:44pm

“Walaupun kita tidak pernah dapat mengungkapkan


misteri otak secara sempurna, kita sekarang tahu banyak
tentangnya. Kita tahu kira-kira apakah otak itu, apa
yang dilakukannya, dan mengapa ia berlaku seperti itu.”
--ROBERT ORNSTEIN & RICHARD THOMPSON,
The Amazing Brain

Untuk apa kita mengetahui otak kita? Bukankah kita bukan seorang dokter? Kita memang
bukan dokter dan bukan pula seorang mahasiswa yang sedang belajar di jurusan
kedokteran. Sebagai orang awam, kita tentu tidak perlu mengetahui otak kita secara
detail. Cukuplah jika kita paham akan cara kerja otak. Dengan memahami cara kerja otak,
setidaknya kita dapat menguasai learning skill—sebuah keterampilan-penting yang
diperlukan di zaman yang luber informasi seperti sekarang ini. Kita beruntung hidup di
zaman sekarang karena banyak buku yang membahas otak dengan bahasa yang tidak
“njlimet”. Hal ini masih ditambah lagi dengan pembahasan yang tak hanya mengaitkan
otak dengan penyakit tetapi juga dengan kegiatan belajar.

Kita tentu tidak belajar dengan menggunakan jantung, paru-paru, ataupun ginjal.
Memang sih, organ-organ penting tersebut harus sehat ketika kita belajar. Namun, yang
jelas, kita belajar dengan menggunakan otak kita. Sayangnya, selama ini, mungkin kita
belajar dengan otak tapi tidak tahu cara kerja otak. Nah, dengan mengetahui cara kerja
otak, kita akan dapat mengefektifkan kegiatan belajar kita.

Sel glial

“Sel otak Anda yang terbanyak disebut ‘glial’ (dari bahasa


Yunani, ‘lem’ atau ‘perekat’),” tulis Eric Jensen dalam
Brain Facts. “Sel ini tidak punya badan. Anda punya sel ini
kira-kira sepuluh kali dari neuron. Itu berarti Anda mungkin
memiliki seribu miliar sel glial. Ketika otak Einstein
dibedah, dia memiliki jauh lebih banyak sel glial daripada
neuron. Peranan sel ini antara lain membentuk mielin untuk
sarana pengangkutan makanan dan pengaturan sistem
kekebalan tubuh.”

Siapa pembedah otak Eisntein? Dialah Marian C. Diamond. Menurut penuturan Dharma
Sing Khlasa dalam Brain Longevity, Dr. Diamond membedah otak Einstein pada
pertengahan tahun 1980-an. Kalangan pakar neurologi berharap, dengan pembedahan itu,
kemudian akan dapat dijawab pertanyaan lama yang membingungkan, “Apakah otak para
jenius berbeda secara fisik dengan otak kebanyakan orang?”

Menurut Khlasa, ketika membedah otak Einstein, Dr. Diamond mengikuti petunjuk yang
diberikan sendiri oleh Einstein. Einstein pernah berkata bahwa ketika dia tenggelam
dalam pikirannya, dia tidak menggunakan kata-kata. Dia menggunakan “tanda-tanda
tertentu dan gambar-gambar”. Dengan kata lain, pikiran Eisntein yang paling produktif
dihasilkan dari fungsi kognitif yang terkait secara visual dan sangat abstrak. Berdasarkan
petunjuk ini, Dr. Diamond memutuskan untuk memusatkan studinya pada bagian khusus
otak Einstein yang terkait erat dengan pencitraan dan pemikiran abstraknya, yaitu bagian
otak yang dinamai lobus prefrontal superior dan lobus parietal inferior.

Area 39

Apa yang ditemukan oleh Dr. Diamond? Secara fisik, otak


Einstein tidak berbeda dengan otak para jenius lain (ada 11
otak manusia lain yang secara intelektual dinilai rata-rata
meninggal pada usia yang relatif sama dengan Einstesin,
76 tahun, yang menjadi pembanding). Hanya, menurut Dr.
Diamond, ada satu pengecualian terkait dengan otak
Einstein. Bagian yang dikecualikan dan sangat menarik ini
adalah adanya fakta bahwa di satu area di otak Einstein terdapat sel tertentu yang
berjumlah sangat banyak. Area tersebut dinamai “Area 39”. Area ini terletak di lobus
parietal inferior (bagian dari neokorteks yang terletak di sebelah atas belakang otak kita).

Apa sel yang berjumlah sangat banyak itu? Sel glial! Bagi Dr. Diamond inilah temuannya
yang sangat penting. Sel glial sebetulnya sangat umum terdapat di dalam otak. Bahkan,
glial adalah sel “bagian rumah tangga” bukan sel “pemikir” atau “pekerja”. Tugas sel
glial adalah mendukung metabolisme neuron-neuron yang berpikir. Einstein memilik sel
pemelihara ini jauh lebih banyak daripada sel pemikir. Bagi Dr. Diamond, ini berarti sel
pemikir di Area 39 otak milik Einstein memerlukan dukungan metabolisme yang sangat
besar. Untuk apa diperlukan dukungan yang sangat besar? Hal ini dikarenakan sel-sel
pemikir itu melakukan pekerjaan yang teramat berat. Ingat bahwa Einstein menemukan
rumus-rumus fisika yang luar biasa bermanfaatnya bagi kehidupan kita sekarang.

Marian C. Diamond

Kesimpulan lebih jauh, jumlah sel glial yang sangat banyak


itu secara signifikan memperbesar Area 39 otak Einstein. Dr.
Diamond kemudian menyimpulkan hal yang sangat penting
yang layak kita cermati: Einstein dilahirkan dengan otak yang
brilian; Einstein memiliki “kecerdasan cair”. Kecerdasan
cair adalah ukuran efisiensi kerja otak bukan ukuran
jumlah fakta yang tersimpan di dalam otak! Dan Einstein
memiliki itu bukan semata karena anugerah Tuhan. Einstein
memiliki kejeniusan itu dikarenakan dia melatih otaknya.
Einstein telah berhasil memaksimalkan bagian terpenting
otaknya dengan melatihnya secara mental. Dia adalah seorang “atlet mental” yang
“berlatih keras” speanjang hidupnya.

Dan Anda dapat memiliki “kecerdasan cair” sebagaimana yang dimiliki Einstein jika
Anda tahu fungsi sel glial dan bagaimana memproduksinya. Semua yang saya kutip dan
telah Anda baca ini saya ambil dari buku luar biasa yang telah memperkaya diri saya,
Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak, karya Jalaluddin Rakhmat. Dalam buku Kang
Jalal yang renyah dan gurih ini (karena bahasanya begitu mengalir dan tidak “njlimet”)
ditunjukkan pula bahwa Khlasa telah membuat semacam “latihan mental” khusus—
berpijak pada penelitian Dr. Diamond terkait dengan otak Einstein—untuk membuat otak
kita dapat mendekati kehebatan otak Einstein.

Anda dapat membayangkan sendiri apa jadinya jika otak anak-anak kita dapat
memperoleh “latihan mental” sebagaimana dirumuskan oleh Khlasa?[]

Melatih dan Memperkaya Otak: Brain Story 7


Wednesday, March 31, 2010 at 7:08am

David Sousa

“Kegiatan-kegiatan yang tidak biasa adalah teman otak


yang terbaik.”
--DR. ARNOLD SCHEIBEL

Saya ingat benar bagaimana saya memanfaatkan buku Quantum Learning untuk
menumbuhkembangkan diri saya. Saya tidak hanya membaca dan menuliskan apa yang
saya baca dari buku tersebut. Saya mempraktikkan secara kontinu dan konsisten saran-
saran yang diberikan oleh buku Quantum Learning. Salah satu sarannya yang berhasil
mengubah diri saya adalah materi yang terdapat di halaman 333. Setelah saya merasakan
manfaatnya, saya pun tak segan-segan untuk membagikan materi yang terdapat halaman
333 itu kepada orang lain.

Apa isi halaman 333? Halaman 333 adalah halaman buku yang berada di kanan.
Quantum Learning memang sebuah buku-unik yang menampilkan secara berbeda antara
halaman kiri dan halaman kanan. Halaman kiri atau genap berisi teks yang penuh,
sementara halaman kanan jika tak diisi gambar ya teks dalam bentuk poster. Perbedaan
ini mengisi seluruh halaman buku Quantum Learning. Nah, halaman 333 diisi sebuah
saran dalam bentuk poster. Judulnya menarik, ”Bertanggung jawablah atas pendidikan
dan kehidupan Anda dengan mencari pengetahuan dan pengalaman baru secara aktif.”

Lalu di bawah judul tersebut tersaji 7 hal yang harus dilakukan oleh para pembacanya.
Ketujuh hal itu adalah, pertama, ambillah kursus yang tak pernah Anda pikirkan; kedua,
pergilah ke tempat-tempat yang belum pernah Anda kunjungi; ketiga, lakukanlah sesuatu
yang menantang Anda secara fisik dan emosional; keempat, teladanilah seseorang yang
ahli dalam melakukan sesuatu yang menarik minat Anda; kelima, berlanggananlah koran
atau majalah yang berbeda sama sekali dengan yang pernah Anda lnggan; keenam, ikut
dan bergabunglah dengan kegiatan sosial-budaya yang baru; dan ketujuh, kembangkanlah
hobi yang baru.

Buku karya Sousa

Terus terang, saya mungkin berhasil mempraktikkan hampir 90%


apa yang disarankan oleh Quantum Learning lewat halaman 333
tersebut. Praktik saya pun tidak hanya sesekali. Saya melakukannya
berulang kali. Bahkan—ini yang ingin saya banggakan di sini
(semoga tidak menjadi semacam ”riya’”)—kemudian saya
menambah apa yang tidak disarankan oleh Quantum Learning.
Tentu, yang saya tambahkan ini adalah kegiatan yang tidak
membebani saya. Misalnya, sebagai salah satu contoh, saya senantiasa menempuh rute
pergi-pulang ke kantor setiap hari dengan jalan yang tidak selalu sama.

Lantas, apa yang saya peroleh dari semua itu? Ternyata, saran yang diberikan oleh
Quantum Learning di halaman 333 yang saya praktikkan itu adalah saran yang terkait
dengan bagaimana merawat dan memedulikan otak saya. Anda dapat membaca di buku
Belajar Cerdas bahwa salah satu hal yang membuat otak tidak berkembang adalah jika
otak tidak mendapat tantangan atau hal-hal baru setiap saat. Dengan kata lain, jika Anda
melakukan sesuatu secara rutin dan itu-itu saja, otak Anda tidak bisa berkembang. David
A. Sousa, dalam How the Brain Learns, menyebutnya sebagai ”novelty”.

“Televisi menjadikan otak pasif, melumpuhkan kemampuan berpikir kritis, dan merusak
terutama sekali kecerdasan spasial di otak sebelah kanan,” tulis Dharma Sing Khlasa
dalam Brain Longevity. “Bagi orang dewasa, membaca adalah latihan mental untuk
mempelajari hal-hal baru, sekaligus mengembangkan lima sistem belajar: esmosional,
kognitif, fisikal, dan reflektif,” tulis Barbara K. Given dalam bukunya, Teaching to the
Brain Natural Learning System.[]

Slamat P. Sinambela
mantap pak:) terima kasih telah menuliskannya. praktik ah!
March 31 at 7:17am · Report

Radinal Mukhtar Harahap


hmmm.. mungkin membaca buku dengan tema dan spesifikasi yang baru dan kita tidak
pernah tahu sebelumnya bisa memancing otak kita agar terus menggali.. trimakasih atas
catatan inspiratifnya pak..
March 31 at 7:25am · Report

Endianto Masseh
Her, aku kadang merasa salah karena pengin tahu banyak hal, pengin bisa banyak hal,
pengin mencoba banyak hal, pengin belajar banyak hal, padahal waktu yg ada semakin
sedikit -kita kan selalu bertambah tua?- Akibatnya, sering sekali aku mengarahkan jiwaku
menjadi spesialis, hanya fokus pada hal-hal tertentu saja, tapi selalu 'gagal' karena aku
selalu menemukan hal-hal baru yang menarik dalam hidup ini.
March 31 at 7:28am · Report

Muhammad Nur
saya akan mencoba memberikan setruman-setruman baru untuk otak saya, khususnya
mendalami dunia baca dan tulis. Ketujuh saran tersebut, baru sebagian saya sadari dalam
keseharian saya. Saya akan berusaha mengembangkan dan lebih kepada
mengamalkannya. Terima kasih pak, catatan bapak memperluas wawasan saya mengenai
pengembangan fungsi otak, Salam sukses pak...
March 31 at 7:33am · Report

Herry Dim
Bagus.... jadi ingin baca "Quantum Learning" lengkapnya.... terimakasih.
March 31 at 7:43am via Facebook Mobile · Report
Quito Riantori
"Jika Anda melakukan sesuatu secara rutin atau itu2 saja maka otak Anda tidak akan
berkembang." Luar biasa! Terima kasih banget atas sharing ilmu2nya, Pak Hernowo.
Alhamdulillah sdh ditag. Salam sukses slalu.
March 31 at 7:43am via Facebook Mobile · Report

Hernowo Hasim
@Slamat: Ya, praktiklah yang akan mengubah diri kita.
@Radinal: Membaca buku lama juga tidak apa asal kita dapat menemukan hal-hal baru.
Saya percaya sekali bahwa teks--meskipun sudah kita baca beberapa kali--dapat
memunculkan hal baru. Seperti kata Abdullah Daraz yang dikutip Ustad Quraish Shihab
bahwa Al-Quran itu bagaikan intan yang setiap sudutnya akan menghasilkan cahaya
meski yang kita baca adalah ayat-ayat yang itu-itu saja. Salam.
March 31 at 8:27am · Report

Hernowo Hasim
Endianto: Lho kalau tujuannya untuk merawat otak, hal terakhir yang kamu tulis--"selalu
menemukan hal-hal baru yang menarik dalam hidup ini"--tetap bermanfaat. Gagal itu kan
keberhasilan yang tertunda he-he-he. Salam.
March 31 at 8:29am · Report

Hernowo Hasim
@M Nur: Ilmu tanpa amal bagaikan pohon yang tidak pernah berbuah. Salam.
@Herry: Ya, terutama halaman 333 dan setelah membaca, saran saya, segera praktikkan
dalam kehidupan. Salam.
@Quito: Kadang kita--terutama saya--melakukan sesuatu yang itu-itu saja... Ini ternyata
berbahaya bagi otak. Salam.
March 31 at 8:32am · Report

Hilmi Lasmiyati Miladiana


Terimakasih, tulisan bapak membuat otak saya menari-nari :)
March 31 at 8:43am · Report

Hernowo Hasim
Alhamdulillah, semoga tariannya bermakna. Salam.
March 31 at 8:53am · Report
Dzikron Saja
| lho, kok sama, ya, mas: "... menempuh rute pergi-pulang ... dengan jalan yang tidak
selalu sama..." (hehe, nyama-nyamain aja!) tapi saya ngga tiap hari, dan lebih karena saya
pengin sok bertualang (jelajah gang-gang/jalan tikus).

makasih, mas her, tiap di-tag saya serasa ikut kuliah jarak jauh bersama pak dosen
hernowo :) jazakallah.

btw. kalau... See More tak salah, buku itu adalah salah satu buku yang saya, maaf,
"bajak" dengan cara memfotokopinya dari Rully (berapa tahun yang lalu ngga kebagian
buku aslinya, terbitan mizan juga kalo tak salah).

buku itu juga salah satu buku yang prinsip layout-nya sering saya tawarkan buat ditiru
teman2 yang sedang menulis buku mereka, yakni prinsip "cara membaca buku ini dalam
sekian menit". jadi, sejak awal, si penulis sudah diajak mikirin visual hasil tulisannya
agar nantinya mudah diikuti (dibaca/dipahami) pembaca. sejak awal pula si desainer
penata letak (layouter) dilibatkan, yakni sejak proses penulisan. ini yang saya sebut saja
dengan menulis buku secara quantum--padahal saya nyontek. thx to buku yang saya
bajak! oops :)
March 31 at 9:59am · Report

Roosma Setiawati
Wah salut u pHer..bgs skali.Sy tmsk tipe org yg ingin mcoba ssuatu yg br.Hal it mmg
mbuat kt smakin dpt mmaknai hdp ini...Tmksh pak..tulisn bpk bnr2 inspiratif.
March 31 at 9:59am via Facebook Mobile · Report

Agus Setiawan
terima kasih mas Her
March 31 at 10:42am · Report

Sunnara Rachmat
hatur nuhun atas kiriman note-nya mas... brilian
March 31 at 12:08pm · Report

Thae Kitiq
Quantum Learning telah saya baca ketika pertama kali buku itu diterjemahkan. Namun
praktiknya baru saya lakukan ketika bersentuhan dengan buku-buku Mas Hernowo.
Makasih mas!
March 31 at 1:17pm · Report

Andi Fajruddin Fatwa


Saya pernah dan juga mempraktekkan apa yang dibuku itu...core keilmuwan saya miliki
mulai S1-Sekarang lineaaar teruuus...lalu saya mau mengerjai otak saya...berturut2 2005-
2007 saya ambil short course di 3 negara yang berbeda...dengan keilmuwan yang juga
hampir tidak pernah saya kenal...hasilnya...walau tidak berkaitan erat dengan core
awal...... See Morenaskah-naskah jurnal saya cenderung memiliki style yg
berbeda...terutama..tingkat analisis dan kemampuan deskripsinya

Saya terimakasih diingatkan jika meninton tv membahayakan kecerdasan spasial


kita...makasih pak hernowo...terimakasih..Insya Allah saya akan mencoba saran
bapak...saya akan berangkat kerja dengan rute yang berbeda2....

Makasih pak...aku yakin Tuhanku memiliki banyak pahala buat bapak yang baik
March 31 at 2:27pm via Facebook Mobile · Report

Novrini Kusmawan
Sama, saya sudah baca bukunya tp prakteknya blum semua.. Setelah 5 th jd guru Saya
menantang otak saya untuk sekolah lagi ambil magister teknologi pendidikan, saya
merasa bersemangat. Jangan lupa tag saya pak her, terimakasih..
March 31 at 3:19pm via Facebook Mobile · Report

Tom Finaldin
Sebuah testimoni yang bagus dan bermanfaat.
March 31 at 5:10pm · Report

Santi Handayani Rusmana


Sebenarnya sy ingin mencari buku2 yg bpk bahas tp dg ulasan bpk , sy jadi lebih tertarik
utk mempraktekannya dan setelah dipikir sy tlh melakukan langkah tsb .. Karena sy org
yg menyukai hal2 yg baru dmn mnrt bbrp org itu hal mubazir tp stlh mbaca notes bpk,
wah ndak ada yg salah dgn ku alhamdulillah.. Jazakumullah pak
March 31 at 5:50pm via Facebook Mobile · Report

Santi Handayani Rusmana


Sebenarnya sy ingin mencari buku2 yg bpk bahas tp dg ulasan bpk , sy jadi lebih tertarik
utk mempraktekannya dan setelah dipikir sy tlh melakukan langkah tsb .. Karena sy org
yg menyukai hal2 yg baru dmn mnrt bbrp org itu hal mubazir tp stlh mbaca notes bpk,
wah ndak ada yg salah dgn ku alhamdulillah.. Jazakumullah pak
March 31 at 5:52pm via Facebook Mobile · Report

Je Abdullah
salah satu sifat kreatif Tuhan adalah, Ia tidak pernah menciptakan hal yang sama dua kali,
karena itulah mengapa setiap orang unik. Ini jg berarti secara natural atau secara moral
setiap orang mestinya berbuat yang unik baik dibandingkan dgn orang lain atau dgn apa-
apa yang telah dilakukan sebelumnya...
March 31 at 7:29pm · Report

Sapto Rini
makanya saya sering merasa jenuh, stagnan, macet, mungkin karena yang saya lakukan
itu-itu saja. rumah-kantor-rumah, dengan jenis kerja yang sama dan rute yang sama.
Matur Suwun sanget Pak Her! Belum saya praktikkan tiba-tiba saya dah bersemangat lagi
hari ini! (bukan hanya karena tanggal 1 lho) hehe...
April 1 at 12:41am · Report

Hernowo Hasim
@Dzikron: He-he-he, dengan komentar Dzikron ini, saya pun dapat mengikuti "kuliah"
jarak jauh Dzikron. Dunia sekarang memang menakjubkan. Kita bisa belajar kapan dan di
mana serta dengan siapa saja.

Benar sekali. Buku itu memang sudah merevolusi banyak hal--cara mengajar, cara
belajar, membaca, membuat buku, dll. Nggak apa-apa dibajak asal memberikan manfaat
he-he-he lagi.
April 1 at 1:37am · Report

Hernowo Hasim
@Roosma; Alhamdulillah, senang sekali membaca komentar Anda ini. Salam.
@Agus, Sunnara, dan Hadi: Trims kembali. Salam.
Andi: Alhamdulillah, ya Ms Andi, lakukan hal-hal kecil yang berbeda secara kontinu dan
konsisten. Saya yakin "Big Things Happen". Salam.
April 1 at 1:43am · Report

Hernowo Hasim
@Novrini: Ya tantang otak Anda dengan hal-hal baru...tapi, ingat, tantangan itu harus
menyenangkan dan menyamankan Anda lho--ini syarat yang diberikan oleh buku QL.
Kenapa? Karena kalau tantangan itu membuat stres dan menyiksa, ya malah menjadi
penghancur otak he-he-he.
April 1 at 1:46am · Report

Hernowo Hasim
@Tom dan Santi: Trims kembali mas. Santi,menambah pengetahuan tak apa asal setiap
kali dirasakan bertambah, pengetahuan itu harus DIAMALKAN. Karena hanya dengan
pengamalanlah pengetahuan itu berbuah atau ada manfaatnya bagi diri kita.
April 1 at 1:48am · Report

Hernowo Hasim
@Je: Setuju, Pak Jamal. Setiap manusia memang unik, tapi yang sering dilupakan oleh
manusia adalkah berusaha memunculkan KEUNIKAN itu. Nah, menurut saya, menulis
sebenarnya dapat dijadikan "alat ampuh" untuk mengeluarkan keunikan diri kita itu.
Tentu tidak sekali jadi, tapi bisa berkali-kali. Oleh sebaB ITU, SAYA kemudian
merancang agar menulis dapat menyenangkan dan memberikan banyak manfaat. Menulis
kan tak hanya menulis karya ilmiah ya Pak Jamal? Salam.
April 1 at 1:51am · Report

Hernowo Hasim
@Sapto Rini: Ya, dunia memberikan kepada kita peluang dan kesempatan untuk menjadi
berbeda di setiap detik! Jadi, sadar dan manfaatkanlah peluang itu dengan gairah yang
menyala-nyala karena itu akan menumbuhkembangkan otak. Salam.
April 1 at 1:52am · Report

Je Abdullah
ya Pak Her, yg sederhana misalnya menulis pertanyaan: apa hal lain yang harus saya
kerjakan hari ini? hehehe
April 1 at 5:25am · Report

Hernowo Hasim
Benar sekali Pak Jamal. Pertama, menulis itu sendiri sudah menggerakkan sebagian fisik
kita. Kedua, jika pertanyaan itu lantas kita isi: "Saya akan melakukan jalan kaki dengan
jalur yang belum pernah saya tempuh," dan kemudian kita lakukan, wah luar biasa
efeknya.
Bagi saya, Pak Jamal, menulis seperti itu manfaatnya luar biasa. Saya bahkan kadang ...
See Moremembuat POSTER tentang apa yang harus saya lakukan dan saya tempel di
dindinng rumah saya agar saya diingatkan akan "janji" saya. He-he-he. Menulis kan
berjanji--kata Ustad Quraish semacam "akad" kepada diri kita sendiri. Salam.
April 1 at 5:41am · Report

Sonhadji Srm
Matur nuwun mas...
Walo sy belum baca Quantum learning, namun dari catatan ini sy dapat ambil manfaat..
dan juga menginspirasi utk tindakan2 selanjutnya.
thanks mas..
April 1 at 7:15am · Report

Atikah Anindyarini
Bagaimana caranya ya Pek Her untuk melatih kecerdasan spasial saya? Saya merasa
kurang dalam kecerdasan ini.....
April 1 at 11:52am · Report

Hernowo Hasim
@Atikah: Baca buku tentang "multiple intelligences".
April 1 at 11:08pm · Report

“Smart Moves”: Brain Story 8


Thursday, April 1, 2010 at 5:08am

“Why learning is not all in your head?”


--CARLA HANNAFORD, PH.D

Buku Belajar Cerdas berisi tiga tips-unik untuk


memelihara dan merawat otak kita—dan (ini
yang penting) membuat otak kita lebih cerdas.
Semua tips itu, ada kemungkinan, sudah kita tahu
dan sadari lama. Hanya, saya ingin meyakinkan
Anda bahwa meskipun kita sudah tahu dan sadar,
belum tentu pengetahuan dan kesadaran kita itu
berhasil menggerakkan diri kita untuk melakukan
(mempraktikkan)-nya. Inilah, memang, dilema kehidupan kita. Kadang—entah kenapa—
semakin banyak yang kita tahu malah semakin banyak pula yang kita lupakan atau tidak
kita kerjakan terkait dengan yang kita tahu itu.

Tiga tips yang diberikan oleh Belajar Cerdas adalah, pertama, berilah otak Anda
makanan yang memang cocok dan bergizi untuk otak Anda (”Cerdas dengan Makanan”);
kedua, gerakkan sesering mungkin tubuh Anda agar otak Anda juga beranjak (”Cerdas
dengan Gerakan”); dan ketiga, perkayalah otak Anda dengan hal-hal baru dan berbeda
setiap saat (”Cerdas dengan Pengayaan”). Tips kesatu dan ketiga tidak akan saya bahas.
Saya akan fokus dengan tips kedua lewat penelitian-menarik Dr. Carla Hannaford.

Dr. Carla sudah menulis tiga buku: yang awal The Dominance Factor: How Knowing the
Dominant Eye, Ear, Brain, Hand & Foot, Can Improve Your Learning (1997), yang
berikutnya Smart Moves: Why Learning is Not All in Your Head (2005), dan yang
terakhir Playing in the Unified Field: Raising and Becoming Conscious, Creative Human
Beings (2010). Menurut pengamatan sekilas, buku-buku Dr. Carla ini cocok untuk
menumbuhkembangkan anak-anak terkait dengan otaknya dan bagaimana anak-anak
dapat belajar sejak dini sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya.

Buku terbaru Dr. Carla

Ketika saya bertemu dengan pikiran Dr. Carla, saya dibawa


ke sebuah kenangan-indah ketika bertemu dengan pikiran
Dave Meier sekitar tujuh tahun lalu. Meier menulis buku
yang sangat menarik perhatian saya. Judulnya The
Accelerated Learning Handbook. Di buku Meier, saya
ditunjukkan oleh Meier tentang perkembangan luar biasa
penelitian otak yang dikaitkan dengan kegiatan belajar. Dewasa ini, otak telah
dianalogikan dengan banyak hal oleh para peneliti otak. Meskipun analogi itu belum
tentu benar, tetapi si pembaca analogi tersebut kemudian dapat mereka-reka bentuk otak
seperti apa dan bagaimana otak bekerja ketika seseorang sedang belajar. Kejadian seperti
ini belum banyak terjadi sebelum tahun 1990-an.

Salah satu kebermaknaan yang saya temukan di buku Meier adalah deretan kata-kata
berikut ini: “Otak tak mungkin beranjak jika fisik tidak bergerak.” Bagi saya, ini
menakjubkan! Selama ini, saya membaca (atau yang lebih luas: belajar) ya hanya duduk
manis di sebuah kursi. Saya merasakan sekali kadang-kadang kebosanan dan kejenuhan
melanda saya. Yang mengherankan saya, ketika saya membaca dengan ”bergerak” (tidak
diam), saya ternyata mampu lebih cepat memahami materi yang saya baca. Pantas sekali
jika anak-anak di Taman Kanak-Kanak itu banyak yang terus ”bergerak” (meski kadang
merepotkan sang guru) ketika mereka belajar. Sementara, setelah masuk kelas satu SD
dan seterusnya, mereka tak lagi belajar sebagaimana ketika di TK.

Nah, menurut penelitian Dr. Carla—dengan mengambil sampel seorang anak bernama
Amy yang mengalami kesulitan membaca, menulis, ataupun berkomunikasi—
menggerakkan fisik itu sesungguhnya sangat penting ketika seseorang belajar. Amy, yang
memiliki ”cacat”, ternyata perkembangan otaknya meningkat pesat ketika Amy diminta
belajar dengan bergerak (memanfaatkan fisiknya). ”Amy telah bersekolah selama lima
tahun, tapi perkembangannya sungguh sangat lambat. Namun, setelah kegiatan belajarnya
dibarengi dengan kegiatan lain dalam bentuk ’brain gym’, menendang bola, seni dan
musik, Amy mengalami loncatan kemampuan yang mengagumkan,” tutur Dr. Carla.[]

Radinal Mukhtar Harahap


Saya belum baca bukunya Dr. Carla maupun Meier, Pak. Namun, tanpa disangka-sangka,
kebiasaan saya saat ini terkusus di pesantren dulu adalah aplikasi dari cara
pengembangan otak dengan bergerak.

Di pesantren dulu, saya selalu membaca, lebih tepatnya mungkin menghafal, sambil
berjalan-jalan mengelilingi kamar atau asrama.. atau bahkan dari satu ... See Moregedung
ke gedung lain.. saya sangat enjoy dengan hal ini dan yang paling menarik, saya
merasakan bahwa saya lebih cepat menghafal dengan cara ini..

Oh iya, satu lagi, saya menghafalnya seraya berteriak, sehingga kadang-kadang membuat
orang terbangun.. walau pun tidur lagi he he he
April 1 at 5:32am

Moh Monib
Salam Pak Her. Mohon ditag 1 sampai 7 dong. Ini sangat penting dan bermanfaat. Saya
lag membesarkan TK Islam Citra Insani. Basis dan pendekatan melihat tumbuh kembang
anak berdasar multiple intelligences. Itu saya dalami dari prolog2 yang anda tulis. Plis!
GBU
April 1 at 5:37am

Hernowo Hasim
@Radinal: Mas Radinal, pertama, kadang instink kita melakukan sesuatu yang benar
menurut penelitian. Itu alamiah. Itu kerjaan otak reptilia. Hanya, problemnya, jika itu
bertentangan dengan aturan "yang umum", kita jadi tak melakukannya. Coba bayangkan
sekarang para mahasiswa yang sedang kuliah itu diminta berdiri (tanpa kuris) ketika
mendengarkan dosen dan kakinya digerak-gerakkan? Tentu ini akan dianggap aneh
bukan? Padahal menurut penelitian otak, itulah yang benar. Salam.
April 1 at 5:46am

Hernowo Hasim
@Monib: Silakan ambil saja dari catatan di Fesbuk saya mas. Maaf.
April 1 at 5:46am

Dasa Candra Kusuma


Cara menuliskan bukunya saja yang tidak bisa membuat pembacanya 'kemasukan' apa
yang diinginkan penulisnya dan secara otomatis mengamalkan isinya. Kalau buku itu bisa
dipercaya pembaca, keinginannya pasti diwujudkan pembaca.
April 1 at 5:47am

Radinal Mukhtar Harahap


Benar sekali pak.. saya punya dosen yang sering memberikan contoh pada mata
kuliahnya dengan contoh-contoh yang memancing tawa karena saking dekatnya dengan
kehidupan sehari-hari.. dan banyak yang mengira bahwa dosen itu bukan mengajar tetapi
cuma membuat tertawaan.. padahal kami, khususnya saya, lebih paham dengan contoh-
contoh yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari ketimbang contoh-contoh yang
tertulis dalam buku-buku ajar..
April 1 at 5:49am

Rohmah Indah
Subhanallah,btl Pak Her,krn emang sgl sesuatu di alam semesta ini jg brgrk,dr unsur
atom smp tata surya or galaksi di langit sana,tdk ada yg diam..namun gmn
menerapkannya di kls dg sederhana Pak?yg jg tdk terasa aneh dan mudah dilaksnkn dlm
pembelajaran di kls?
April 1 at 6:43am via Facebook Mobile

Hernowo Hasim
Selayaknyanya jika Anda mengatakan bahwa seluruh alam semesta ini bergerak--dari
atom hingga galaksi di langit sana--masak sih "menggerakkan" kelas itu jadi aneh? Kan
kalau aneh, itu melawan sunnatullah? Salam.
April 1 at 6:48am

Ctea Noer
kalau olahraga juga bepengaruhkah terhadap otak???
April 1 at 7:06am

Hernowo Hasim
Lho olahraga kan menggerakkan fisik? Jadi ya tentu punya pengaruh terhadap otak.
Bahkan saat ini ada namanya "brain gym". Ini berolahraga tapi diarahkan untuk benar-
benar mempenagruhi otak. Bahkan selain "brain gym" sudah muncul istilah "neurobic"--
untuk menyaingi "aerobic" he-he-he. Salam.
April 1 at 7:32am

Ctea Noer
ok...berati harus rajin olah raga juga nih...
untuk brain gym masih dalam proses belajar, tapi masih bingung-bingung...tapi harus
tetap semangat
April 1 at 7:41am

Abidah Wafaa
Subhanallah,
tapi hal tersebut memungkinkan adanya keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri
(apabila "otak tak mungkin beranjak jika fisik tidak bergerak") sehingga menyebabkan
seseorang memiliki kecerdasan kinestetis, dsb.Ataupun model pembelajaran seseorang
berbeda-beda dengan menggunakan audio ataupun visual.
Apakah hal itu dibahas?
terima kasih :)
April 1 at 7:50am

Rohmah Indah
Hehe..Pak Her benar,sy jg sgt sependapat,maksud sy yg tdk terasa aneh buat orang lain
en membuka persepsi,biar mereka bisa menerima gt,coz sy suka oon dot com ni
Pak..:-)btw, terima kasih byk.
April 1 at 9:53am via Facebook Mobile

Ade Ismail
Subhanalloh..
mantap !!
saya setuju dengan artikel ini
belajar dengan bergerak, walopun itu cuma anggukan kepala dan gerak tangan.. tapi
pengaruhnya luar biasa.
saya juga udah membuktikan sendiri..... See More
hmm saya malah bingung Pak kalo kelas saya diam..
kayaknya 'mencekam' dan ga seru apalagi untuk pembelajarn bahasa..
oya 1 lagi, trims buat buku multiple intelligences-nya
buku yang sangat dahsyat...
bentuk penghargaan pada kecerdasan selain matematika .. :)
April 1 at 11:02am

Santi Handayani Rusmana


Pak apakah ini sama dgn kecerdasan kinestetik krn sy tlh menerapkan pd anak sy belajar
calistung dg cara bermain bola dan efeknya lebih baik drpd dia duduk manis.
April 1 at 1:55pm via Facebook Mobile

Hernowo Hasim
@Santi: Saya anjurkan untuk memhamai kecerdasan majemuk atau "multiple
intelligences". Di dalam teori ini, memang ada 9 jenis kecerdasan dalam setiap kepala
anak dan kita. Salah satrunya ya kecerdasan kinestetik atau gerak atau dalam kecerdasan
majemuk disebut "body smart". Jika kecerdasan ini kita aktifkan (dengan bergerak), ia
akan mempenagruhi ... See Morekecerdasan lain.

Jadi, ketika seorang anak belajar matematika (kecerdasan logis) sambil bermain bola
(kecerdasan kinesttetik), secara otomatis--menurut teori kecerdasan majemuk--
kecerdasan kinestetik itu akan membantu kecerdasan logis bekerja. Kira-kira demikian.
Salam.
April 1 at 11:04pm

Santi Handayani Rusmana


Oia terima kasih pak
April 1 at 11:47pm via Facebook Mobile

Joko Yunanto
Terima kasih mas Her... Tulisan ini sungguh bermakna. Saya selalu terinspirasi dengan
tulisan mas Her....
April 2 at 1:57am

“Corpus Callosum”: Brain Story 9


Thursday, April 1, 2010 at 10:53pm

Roger Sperry, sang penemu fungsi belahan otak kiri dan


kanan.

“Mindmapping merupakan alat-ajaib pembuka pikiran.”


--JOYCE WYCOFF, Mindmapping: Your Personal Guide
to Exploring Creativity and Problem Solving

Terus terang, ketika berusaha sedikit demi sedikit memahami isi fisik kepala saya—brain
and mind—saya paling suka ketika mengenal sebuah “jembatan” yang bernama corpus
callosum. Saya kemudian tergila-gila mempraktikkan “mindmapping” (pemetaan pikiran)
ya gara-gara mengetahui bahwa di antara dua belahan otak—kiri dan kanan—ada sebuah
“jembatan” yang menghubungkan keduanya. Bahkan menurut Joyce Wycoff, penulis
buku Mindmapping: Your Personal Guide to Exploring Creativity and Problem Solving,
ketika “jembatan” ini menyala terang, itu berarti diri kita sedang berada dalam keadaan
yang sangat kreatif.

Bagaimana menyalakan “jembatan” atau corpus callosum itu? Buatlah kedua belahan
otak Anda—kiri dan kanan—bekerja secara seimbang. Tentu saja, untuk dapat membuat
belahan otak kanan bekerja, saya harus tahu terlebih dahulu apa saja fungsi-fungsinya.
Demikian juga dengan belahan otak kiri meskipun—kata banyak orang—belahan otak
kiri ini sudah sering digerakkan (dilatih) ketika kita belajar di sekolah. Kebanyakan
pelajaran yang dipelajari di sekolah memang menekankan penggunaan otak kiri yang
sangat dominan.

Ketika “jembatan” itu menyala.

Sudah banyak buku tentang otak yang bicara soal fungsi-


fungsi belahan otak kanan maupun kiri. Fungsi yang perlu
kita ingat sebenarnya tidak harus semua—yang pokok-
pokok saja. Misalnya, otak kanan itu ternyata lebih
menyukai gambar, sementara otak kiri teks. Lantas, otak
kanan itu cara berpikirmya acak, holistik, dan intuitif,
sementara otak kiri lebih tertib, detail atau satu-satu, dan
rasional. Terakhir, mungkin yang layak kita ingat, adalah
bahwa otak kanan itu—dalam bahasa saya sendiri—kadang menghadirkan sesuatu yang
“cair” atau “basah” atau “mengalir”, sementara otak kiri kadang menampakkan sesuatu
yang “keras” atau “kering” atau “kaku”.

Apabila Anda paham tentang fungsi-fungsi atau bagaimana kedua belahan otak itu
bekerja, Anda akan bisa memilih kegiatan mana yang cenderung mengaktifkan otak
kanan atau otak kiri. Yang jelas, menurut Roger Sperry—penemu perbedaan signifikan
antara cara bekerjanya otak kanan dan otak kiri—berpikir yang baik adalah berpikir
dengan melibatkan kedua belahan otak. Saran Roger Sperry ini saya lakukan ketika saya
menjalankan kegiatan menulis. Ketika saya mengawali menulis, saya mempersepsi
bahwa diri saya sedang menulis dengan otak kanan. Gara-gara mempersepsi seperti ini,
saya pun merasakan kenyamanan luar biasa ketika menulis karena dapat membebaskan
diri dari segala jeratan dan dapat mengalirkan apa saja dari dalam diri saya.

Buku Joyce Wycoff.


Dalam buku Mengikat Makna Update, saya kemudian menciptakan
kegiatan menulis di “Ruang Privat” gara-gara saya memahami fungsi-
fungsi otak kanan. Di “Ruang Privat” ini, saya bisa menulis sebebas
mungkin dan tidak ada ancaman ataupun tekanan dari siapa pun. Saya
sendirian ketika menulis di “Ruang Privat”. Keadaan seperti ini penting
sekali untuk menulis karena pikiran kita kadang menciptakan sesuatu
yang membuat kita kemudian tidak mampu menulis gara-gara pelbagai
aturan yang menyarankan kita “harus begini” atau “harus begitu”.
Memang, kegiatan menulis di “Ruang Privat” ini baru saya jalani kira-kira 50%. Yang
50% lagi akan saya lakukan di “Ruang Publik” setelah menulis dengan otak kanan selesai
tuntas. Itulah saat saya menulis dengan mempersepsi sedang menggunakan otak kiri yang
tertib dan rasional.

Apakah kejadian menulis yang saya paparkan tersebut memang sebagaimana yang saya
persepsi? Tentu tidak! Ketika saya mengawali menulis (di “Ruang Privat”) dan
mengakhirinya (di “Ruang Publik”) secara nyata (bukan dalam persepsi saya), saya tetap
menggunakan kedua belahan otak secara berbarengan—tidak satu-satu. Hanya, dengan
mempersepsi bahwa seakan-akan saya menggunakan satu belahan lebih dahulu dan
kemudian baru saya lanjutkan dengan belahan yang lain, keadaan tersebut membuat saya
dapat menghilangkan banyak sekali hambatan menulis yang diciptakan oleh pikiran saya.
Dan perlu Anda ketahui bahwa, kadang, hambatan itu semu alias tidak ada!

Letak “corpus callosum”.

Nah, kegairahan dan semangat-tinggi menulis saya


kemudian menemukan bentuk terbaiknya ketika saya
mengenal dan memahami cara kerja metode
“mindmapping”. Salah satu manfaat yang luar biasa yang
saya petik dari metode ini adalah ketika saya
menggunakannya, saya seakan-akan sedang menggunakan
kedua belahan otak saya secara hampir sempurna. Jadi,
metode ini secara otomatis—begitu saya menjalankannya
—langsung mengaktifkan otak kanan dan otak kiri saya. Yang mencengangkan diri saya,
saya pun tidak pernah kehabisan ide (dan ide-ide itu secara ajaib dapat saya alirkan secara
tertulis) karena ketika menulis saya berada dalam keadaan menjadi kreatif—sebagaimana
dikatakan oleh Joyce Wycoff.[]

Radinal Mukhtar Harahap


Menarik Pak.. ini yang saya tunggu-tunggu.. mind mapping benar-benar telah membantu
saya untuk mengembangkan ide-ide kreatif yang cendrung mati saat saya berusaha
membuat outline secara langsung.. tapi ketika saya membuat outline dengan mind
mapping, saya seakan-akan dibebaskan dari himpitan-himpitan pikiran..

Terima kasih pak..


April 1 at 11:10pm

Risfan Munir
Trims Mas Her. Kalau boleh menambahan, mungkin perlu juga melihat aspek "concious
& unconcious" of mind kita. Karena ibarat PC, screen monitor cuma meampilkan
program aktif max 12 pct (concious), sedang potensi yang 86 pct ada di memory yg
tansadar (unconcious). Kalau bisa mengakses itu dgn "cair (encer)" tentu sangat besar
kemampuan pikir kita. ... See MoreUntuk itu pintunya, masuk ke "gelombang alpha" atau
relaksasi.

(Saya menuliskannya dlm buku "Jurus Menang dalam Karier dan Hidup ala Samurai
Sejati", Gramedia). Buku yang tercipta krn ikut ajaran "Mengikat Makna"nya Mas Her.
April 1 at 11:17pm via Facebook Mobile

Mukhlish Abdi El-Banjari


pak Her, izin share note nya ya. thank u
April 1 at 11:21pm

Frans Hananto
yup...bagus sekali..bisaKah aktifkan otak dan berpikir menggunakan
brainwave(alpha/teta) dan mengaktifkan kelenjar pineal dan pituitari..untuk
mengoptimalkan dan sinergi DAYA MANUSIA SEJATI..
April 1 at 11:42pm

Rudy Listyo Kuntjoro


Terimakasih mas ...
April 2 at 12:00am

Hernowo Hasim
@Radinal: Ya, trims kembali. Saya juga banyak terbantu oleh apa yang saya kemukakan
ini. Saya kemudian mendapatkan sebuah "jalan" ALTERNATIF untuk menulis, terutama
terkait dengan IDE, setelah berhasil menguasai hal-ihwal "corpus callosum" ini meski
tidak sampai dalam--hanya kulitnya he-he-he. Karena, memang, akhirnya, IDE inilah
yang terpenting dan sangat pokok dalam kegiatan menulis. IDE-lah yang seakan-akan
memberikan "nyawa" kepada tulisan kita. Salam.
April 2 at 12:06am

Hernowo Hasim
@Risfan" Ya, tambahan yang bagus. Meski saya belum sampai ke apa yang Anda
ungkapkan, tapi soal IDE itu saya kira terkait dengan apa yang Anda sebut sebagai
"tansadar" (benar penulisannya ya?). Ide yang menakjubkan berada jauh di kedalaman
diri kita--bukan di kedasaran kita. Jika kita dapat menggali IDE yang tersimpan sangat
dalam itu, saya kira ... See Moreitu IDE yang dahsyat. Nah, menurut saya pengaktifan
kedua belahan otak adalah "jalan" pembuka menuju ke sana. Semakin kita giat berlatih
"mindmapping" saya kira "jalan' itu semakin terbuka sangat lebar.

Trims atas penyebutan "mengikat makna". Semoga buku karya anda sukses secara ideal
dan komersial. Salam.
April 2 at 12:09am

Hernowo Hasim
@Mukhlish: Ya, saya izinkan. Salam.
@Frans: Saya belum tahu, maaf. Semoga nanti ada yang menambahkan soal ini. Salam.
@Rudy: Sama-sama. Salam.
April 2 at 12:11am

Tetty Juliani Ikhsan


Terimakasih ...
April 2 at 12:25am

Endianto Masseh
Her, mungkin kita terlalu mendewakan otak kiri selama ini ya? Lihat saja waktu di SMA,
IPA pasti lebih oke dibanding IPS, Jadi, sekaranglah waktunya mendayagunakan otak
kanan kita? Salah satu caranya, pakai mind-mapping? Terima kasih sudah di tag, salam.
April 2 at 1:03am

Hernowo Hasim
@Tetty: Makasih kembali. Salam.
@Endianto: Ya, kan dulu temuan ROGER SPERRY itu belum populer. Sekarang bukan
hanya sudah, tapi ada banyak penelitian lanjut yang semestinya diakomodasi oleh
sekolah-sekolah kita. Sayangnya, proses pengakomodasian itu lama banget. Sudah
keburu muncul penelitian baru tentang onak yang menakjubkan. Trims dan salam.
April 2 at 1:39am
Yulie Panti
Saya amat menyukai ini. Termasuk saat menerapkan fungsi2 management (POAC),
menjadi amat mudah jika menggunakan mindmapping. Barakallah, mas her!
April 2 at 2:52am via Facebook Mobile

Surti Triswanti
Trims ya pak. Sy skrg lg berusaha mengajarkan kepd murid2 sy untuk menggunakan
mind mapping dlm belajar jd biar seimbang penggunaan antara otak kiri dan otak
kanannya
April 2 at 3:43am via Facebook Mobile

Atikah Anindyarini
Pak Her, saya pernah dengar ada pelatihan aktivasi otak tengah. Katanya anak umur 5-15
tahun bisa dilatih selama 2 hari. Hasilnya anak akan bisa konsentrasi belajar selama
seumur hidup. Anak juga bisa membaca dengan mata tertutup (denger2 diaktifkan
gelombang alfanya). Mungkinkah?
April 2 at 10:19pm

Ctea Noer
kalau untuk anak SD yang belum mengenal Mind Mapping, kalau untuk awalan saya
yang membuatkan dlu bleh tdk?
April 2 at 10:51pm

Ira Sutanto
Mas Her, memang bener apa yang mas bilang. Kalau kita sudah dalam kondisi menulis,
pikiran kita jadi kreatif terus. Idea itu mengalir terus. Bahkan dari apa yang kita tulis
ternyata muncul ide-ide lain. Pengalaman Mas Her itu terjadi juga pada saya.
April 4 at 3:56am

Brain Story 10: “Pohon Neuron”


Share
Saturday, April 3, 2010 at 9:30am

Tony Buzan, sang penemu “mindmapping”

“Otak tidak menyimpan informasi dalam kumpulan baris


atau kumpulan kolom yang rapi. Otak menyimpan informasi pada dendrit-dendrit yang
tampak seperti pohon. Ia menyimpan informasi dengan pola dan asosiasi.”
--GORDEON DRYDEN & JEANNETTE VOS dalam The Learning Revolution

Apa itu ide? “Ide adalah sesuatu yang dapat dibaca oleh seseorang, kemudian pikiran
yang membaca tersebut bergerak, ‘blingsatan’, dan seperti mendapatkan sesuatu yang
baru,” demikian jawaban saya sebagaimana tercantum di halaman 192 buku MENGIKAT
MAKNA UPDATE. Kata “dibaca” di situ sama dengan “dipahami”. Bisa jadi, ide itu tak
berasal dari buku, tapi berasal dari alam raya atau sebuah peristiwa yang sangat
bermakna. Selanjutnya, pemahaman tak hanya harus memuaskan orang yang memahami.
Pemahaman itu bisa berubah menjadi ide jika pemahaman tersebut berhasil mengusik
pikiran orang yang berhasil memahaminya.

Tidak mudah merumuskan apa itu ide. Meskipun begitu, betapa pentingnya memahami
dan kemudian menemukan sebuah ide. Ide dapat memberi solusi brilian. Ide juga dapat
memecahkan kemonotonan kronis. Pernahkah Anda membayangkan secara konkret
bagaimana ide itu berkecambah dan tiba-tiba menyeruak hadir di dalam pikiran Anda?
Saya harus bersyukur karena mengenal dua hal: pertama, neuron dan kedua,
“mindmapping”. Berkat keduanya, saya lantas diberi semacam “peralatan”-ampuh untuk
melihat—dengan mata kepala saya sendiri—bagaimana ide itu berkecambah dan tiba-tiba
menyeruak hadir di dalam pikiran saya.

“Pohon neuron”

Sebelum yang lain-lain, saya harus mengucapkan terima


kasih terlebih dahulu kepada Tony Buzan. Buzan adalah
salah seorang yang membuat saya lantas sangat bergairah
untuk terus-menerus memproduksi ide. Saya memproduksi
ide dengan menulis. Menulis bukan pekerjaan gampang,
memang. Saya kerap dilanda kebosanan menulis. Saya juga
kadang-kadang mengalami kemacetan ketika berada di tengah jalan menulis. Tapi, saya
senantiasa mencari cara bagaimana agar dapat terhindar dari kebosanan dan kemacetan.
Ternyata jawabannya ada di sini: ide. Setiap kali saya menulis, saya harus mendapatkan
dan merumuskan sebuah ide!

Dan Buzan sangat membantu saya dalam membuat ide itu kemudian dapat saya
kendalikan. Menurut Buzan, “mindmapping” adalah representasi dari sebuah neuron (sel
otak). Seberapa besarkah bentuk neuron itu? Neuron itu ternyata sama dengan sebuah
titik di akhir kalimat ini. Sebuah neuron terdiri atas tiga unsur: nucleus (tubuh sel), axon,
dan dendrite. Di dalam otak, neuron-neuron yang jumlahnya milyaran itu saling
berhubungan ketika kita mendapatkan sebuah ide. Mereka kemudian saling mengalirkan
zat-zat kimiawi dan aliran listrik, ketika berkoneksi, lewat apa yang disebut sinapsis.

Contoh sebuah “mindmap” (peta pikiran)


Sebenarnya, mereka tidak berhubungan—mereka hanya bersentuhan dan dipisahkan oleh
celah yang sangat kecil. Ide akan mencuat hebat apabila persentuhan itu berhasil
“memindahkan” sesuatu dari dendrit yang satu ke dendrit yang lain. Jika itu terjadi,
menurut kabar, otak akan menyala sangat terang. Seorang sahabat saya yang ahli otak,
Dr. Taufiq Pasiak, menggambarkan dengan bagus bagaimana otak itu menyala ketika kita
melakukan sebuah kegiatan:

“ Ketika Anda membaca buku, carilah terus kata-kata baru sebab pengetahuan akan kata-
kata baru yang Anda temukan di dalam sebuah buku sebenarnya merupakan salah satu
cara untuk mengolah otak. Baca, sebutkan secara keras, dan cari tahu maknanya.
Tunggulah beberapa saat, saya yakin otak Anda akan segera menyala.” (Cobalah baca di
dalam salah satu karya Dr. Taufiq Pasiak, Membangunkan Raksasa Tidur).

Neuron=“mindmap”?

Nah, yang membuat saya terus dapat bergairah menulis


karena—merujuk ke Tony Buzan—saya dapat mengambil
sepotong neuron dan kemudian meletakkannya di selembar
kertas putih yang diletakkan secara “landscape”. Anda bisa
membayangkan sekarang: Saya mencabut dari otak saya sebuah neuron. Mula-mula
nukleusnya saya letakkan di tengah-tengah kertas. Lalu, dari nukleus itu saya tarik sebuah
garis tebal bernama axon. Bisa jadi, axonnya tidak hanya satu. Sembari saya
menggerakkan dua belahan otak—kiri dan kanan—saya pun membuat cabang-cabang
dendrit yang kemudian menyebar sangat kaya yang bersumber dari axon tersebut.

Itulah “mindmapping”… dan tiba-tiba ide mencuat hebat![]

Muhammad Nur
--Bisa jadi, ide itu tak berasal dari buku, tapi berasal dari alam raya atau sebuah peristiwa
yang sangat bermakna. Selanjutnya, pemahaman tak hanya harus memuaskan orang yang
memahami. Pemahaman itu bisa berubah menjadi ide jika pemahaman tersebut berhasil
mengusik pikiran orang yang berhasil memahaminya.--

inilah yang sedang saya coba pak her, ... See Moretidakpun dengan bacaan buku, saya
mencoba melihat alam sekitar.
Demikian juga tentang mencari ide menulis. Saya selalu mencari cara agar satu hari dapat
menulis, dan menulis.

Sungguh note bapak ini, mencerahkan otak saya. Saya akan mencoba system
"mindmapping", saya sudah pernah baca bukunya, namun untuk pertama kali saya kurang
paham tentang itu. nah, bisakah bapak jelaskan sedikit tentang mindmapping pak!! terima
kasih.
April 3 at 10:25am

Ade Hashman
Jalinan antar axon dlm sistem syaraf kita yg "berkomunikasi" lewat celah bernama
synaps merupakan satu2nya fenomena QUANTUM dlm tubuh manusia. Ada 10 pangkat
14 jumlah synaps dlm bentangan 45 mil syaraf dlm gugusan kumpulan 20 milyar sel
syaraf menghantar signal secepat 800 mil/jam. Kemampuan memorynya tdk ada
bandingnya di dunia ini !
April 3 at 10:43am via Facebook Mobile

Idah Nuryati
Subhaanalloh.....
April 3 at 11:45am

Ahmad Shobirin
sip markosip. akan bakal nemu banyak ide nich..
April 3 at 12:54pm

Wahyuddin Halim
terima kasih Mas atas tag-nya, walau saya telah membacanya, saya akan memberi
komentar tentang postingan ini setelah tulisan yang sedang saya garap selesai..
April 3 at 1:09pm

Eni Zahara
terimakasih pak Her.....our brain memang luar biasa....Subhanallah.
April 3 at 3:06pm

Ali Hasan Bawazer


Alhamdulillah, hingga hari ini mindmapping senantiasa menjadi 'sahabat' saya dalam
catatan2 sehari-hari. menyiapkan presentasi/ceramah, menyiapkan agenda kerja,
membuat notulen rapat, bahkan, ada 1 agendaku yang sebagian besar berisi penuh
mindmapping, alih2 catatan scr linier. Dan terus terang, Anda, Mas Hernowo adalah
pahlawan saya dlm lebih memahami mindmapping, terutama buku "Menjadi Super
Kreatif" yang Anda terbitkan. Terima kasih banyak!
April 3 at 3:13pm

Radinal Mukhtar Harahap


Ini yang saya tunggu-tunggu.. terima kasih pak.. sudah memperkenalkan saya ke mind
mipping..
April 3 at 3:58pm

Je Abdullah
Andai saja ini menjadi kesadaran sebanyak mungkin guru.... apa yang akan terjadi
dengan Indonesia?
April 3 at 11:54pm

Ida Fitrirayami
Jadi kangen ngobrol lagi soal Quantum Reading - Quantum Writing-nya Forum MLC dan
Simpul Pendidikan di Mutiara Bunda dan dilanjutkan talkshow di Radio Antassalam
dulu.. Masih banyak guru-guru baru yang perlu lho, Pak. kapan ya kita bisa bikin acara
seperti itu lagi?..
April 4 at 2:26am

Hernowo Hasim
@Ida: Mbak Ida, apa kabar? Senang dapat bertemu-kembali di sini. Iya ya. kapan bisa
ngadain lagi acara seperti dulu itu? Mumpung ilmu saya sudah bertambah nih he-he-he
gara-gara fesbuk. Salam.
April 4 at 6:11am

Erlina Ayu
Makasih, Pak. Tiap kali ketemu, saya selalu kagum akan pemikiran Pak Hernowo.
Mudah2an bisa silaturahim lagi.
April 4 at 1:31pm

Yanti Herawati Wij


wah saya belum pake mindmaping nih.... org-org sudah melaju...
April 4 at 3:37pm
Rahmat Mulia Nasution
Alhamdulillah, sempat mengeloksi buku Tony Buzan
tentang Mindmapping. Kebetulan, saya memang tertarik
membaca buku psikologi populer tentang otak manusia,
walaupun tak sampai tuntas mempelajarinya. Karena
menyadari, potensi otak kita, banyak yang belum tergali.
Btw, semoga tulisan ini bermanfaat buat kita semua. Salam
baik...
April 6 at 11:59am

Brain Story 11: “Use It or Lose It!”


Share
Sunday, April 4, 2010 at 9:35am

“Gen adalah batu bata pembangun otak. Lingkungan adalah arsiteknya.”


--CHRISTINE HOHMANN

Jalaluddin Rakhmat, secara menarik, mendasarkan hukum “use it or lose it” untuk
menumbangkan mitos otak bahwa kecerdasan itu merupakan keturunan. Menurut Kang
Jalal (demikian panggilan akrabnya)—setelah mengutip hasil-hasil mutakhir tentang
penelitian otak—lingkungan pada akhirnya lebih menentukan daripada keturunan.
Memang betul, gen dan pengaruh orangtua ikut membentuk otak. Tetapi, gen tidak
menentukan nasib. Diet, pendidikan, dan tantanganlah yang menentukan berfungsi-
tidaknya pikiran kita.

Menurut Christine Hohmann, ilmuwan saraf dari The Kennedy-Kriger Institute di


Baltimore, “Gen adalah batu bata yang merupakan bahan bangunan untuk otak.
Lingkungan adalah arsiteknya.” Buat orang yang berusia lanjut, sebuah hasil penelitian—
yang dilakukan oleh John Rowe, peneliti di Mount Sinai Medical Center New York—
juga menunjukkan kepada kita bahwa 30 persen karakteristrik ketuaan ditentukan secara
genetis dan 70 persennya ditentukan oleh lingkungan.

Dr. Bruce Lipton

“Otak bekerja berdasarkan prinsip ‘use it or lose it,” tegas Kang Jalal dalam karyanya,
Belajar Cerdas. Jika Anda tidak menggunakan otak Anda, Anda akan kehilangan dia.
Prinsip ini juga perlu menjadi perhatian kita sebelum menumbangkan mitos otak yang
lain terkait bahwa usia merusak otak. Bukan usia yang merusak otak, tetapi penyakitlah
yang merusak otak.

Semakin kita bertambah umur dan menjadi tua, otak malah semakin hebat bekerjanya
asal otak dihindarkan dari pelbagai penyakit. Tentu, bukan hanya menjaga otak dari
serangan penyakit, kita pun harus terus menggunakannya secara berkala dan konsisten.
Sekali lagi, para peneliti otak kemudian mengunggulkan kegiatan membaca untuk
menjelaskan kata harfiah “menggunakan otak”.

Kang Jalal juga pernah bercerita kepada saya tentang hasil penelitian Bruce Lipton yang
kemudian dibukukan dalam The Biology of Belief. Lipton adalah seorang profesor dan
peneliti yang terkenal dalam bidang biologi sel. Dia bekerja di Stanford University dan
merupakan pioner di bidang epigenetik—ilmu yang mempelajari bagaimana lingkungan
mempengaruhi aktivitas gen.

Penelitian Lipton ini—selain mendukung penelitian sebelumnya bahwa kecerdasan bukan


dipengaruhi oleh keturunan saja tetapi lebih banyak malah dipengaruhi oleh lingkungan
—memberikan penegasan bahwa bukan hanya otak (kecerdasan) yang dapat diubah oleh
prinsip “use it or lose it”, tetapi juga gen! Saya iseng-iseng googling dan menemukan
sedikit tentang Bruce Lipton dan hasil penelitiannya. Di bawah ini, saya coba sajikan-
kembali dua potongan pendapat—yang menurut saya menarik—lewat bahasa saya (lihat
lebih jauh di http://www.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1839945-
biology-belief/):

“Sudah berapa sering Anda mendengar bahwa takdir


ditentukan oleh gen atau merupakan warisan orangtua
Anda? Jika Anda adalah anak pemain basket hebat yang
pernah dilahirkan di muka bumi, Michael Jordan, atau anak
seorang genius yang telah mengubah dunia lewat komputer,
Bill Gates, bisa jadi Anda merasa tertekan. Tapi, mungkin
itu dulu. Kini, jangan putus asa karena berdasarkan The
Biology of Belief karya Dr. Bruce Lipton, keberadaan diri
Anda tidak sepenuhnya ditentukan oleh gen.

“Jika Anda seorang intelektual namun hati nurani Anda menolak teori Darwin, maka
buku Lipton cocok untuk Anda. Jika anda sangat religius sehingga merasa perlu menolak
ilmu pengetahuan karena bertentangan dengan yang Anda yakini tentang Tuhan, maka
buku Lipton tepat untuk Anda. Dalam pertarungan sengit antara ilmu pengetahuan dan
agama, buku Lipton adalah jalan terang menuju bagian baru ilmu pengetahuan dan agama
yang, ternyata, keduanya dapat berjalan bersama-sama.”[]

Andi Fajruddin Fatwa


Makasih pak pencerahannya....semoga memacu saya menggunakan dengan maksimal
potensi otak
April 4 at 9:53am via Facebook Mobile

Eni Zahara
Pak Her....buku the bioloy of belief tsb...kira2 dimana saya mendapatkanya? apakah ada
terbitan dr MLC atau Kaifa ?
April 4 at 11:13am

Radinal Mukhtar Harahap


benar sekali pak.. hari ini, saya baru saja mengikuti perkumpulan orang-orang Sumatera
Utara, tepatnya tapanuli selatan, yang berada di sidoarjo.. banyak yang sepuh.. mungkin
cuma saya dan 3 teman saya yang masih kuliah.. namun yang saya kagumi adalah mereka
yang sepuh, yang sudah 32 tahun tinggal di jawa timur dan mengaku jarang untuk pulang
ke ... See Moretapanuli lagi, mereka tetap tahu daerah-daerah yang berada di tempat saya
tinggal walau pun sudah banyak yang berubah..

Rahasianya, menurut mereka, saya tanya ini karena saya benar-benar penasaran sebab
saya sendiri kadang-kadang lupa daerah-daerah yang ada di sekitar rumah saya..., mereka
mengaku setiap sebulan sekali kumpul dan masing-masing membawa cerita mengenai
tapanuli.. apalagi yang baru pulang, wajib untuk bercerita panjang lebar mengenai daerah
tersebut..

Saya rasa ini adalah salah satu bukti bahwa kekuatan otak bukan dipengaruhi oleh tua
atau mudanya seseorang, tetapi bagaimana ia bisa menggunakannya atau tidak.. saya
sangat suka sekali dengan judul ini.. use it or lose it..

Pencerahan menarik...
April 4 at 11:14am

Adi Subiyanto
membaca memang aktivitas 'menggunakan otak' yang sangat menarik memang, tapi
menurut saya 'menghafal' bisa jadi alternatif 'menggunakan otak' yang sangat hebat.
tradisi membaca memang sudah mulai tumbuh dan berkembang dimasyarakat kita, salah
satunya ya dipromotori oleh Kang Hernowo,khan!?
tapi, kalau tradisi menghafal, apa tidak lebih hebat dari membaca itu sendiri, Kang Her?
April 4 at 12:01pm

Abdurrahman Misno
Kayaknya memang definisi membaca tidak harus dilihat secara etimologi or lughah saja,
namun juga harus dilihat secara istilah or terminologi. Wahyu Iqra' dalam Al-Qur'an tidak
hanya membaca....ia lebih luas dari sekadar memaknai barisan kata, itu pendapat saya
pak. Kalau salah afwan and sorry ya....
April 4 at 12:32pm
Hernowo Hasim
@Andi: Makasih kembali mas Andi.
@Eni: Sepengetahuan saya belum ada terjemahannya mbak.
@Radinal: Trima atas tambahan yang menarik ini.
@Adi: Membaca=memahami (ini benar-benar menggunakan otak), kalau menghafal apa
ya? saya pernah membahas ini di catatan lain--saya lupa Brain Story ke berapa. Salam.
@A Misno: Iqra' memang tidak harus membaca huruf... See More (teks). Tapi, membaca
selain teks akan lebih sulit karena kegiatan itu harus disertai dengan menyusun dan
mengumpulkan informasi menjadi sebuah kesatuan. Kalau membaca teks tidak perlu
kegiatan tambahan itu. Salam.
April 4 at 10:13pm

Dwi Budiyanto
Pak Her, kelihatannya buku Bruce Lipton perlu diterbitkan Kaifa atau MLC dech. Dari
cerita sekilas Pak Hernowo, kok kelihatannya sangat menarik.
April 4 at 11:03pm

Hernowo Hasim
Buku itu memang menarik. Dulu Mizan pernah meminta rights-nya tapi kayaknya sudah
ada yang ambil. Itu sekitar 2-3 tahun lalu. Tapi, anehnya, hingga sekarang buku
terjemahan tak terbit2. Mungkin karena pertimbangan pasar. Buku Lipton itu berisi
penelitian sehingga tak mudah dibaca. Salam.
April 5 at 12:54am

Fitri Suciwiati
sebuah buku yg bertenaga, mhon ijin utk di-share pak,,
April 5 at 3:45am

Hernowo Hasim
Ok, silakan. Salam.
April 5 at 5:03am

“Triune Brain”: Brain Story 12


Share
Sunday, April 4, 2010 at 10:18pm

Paul MacLean, penggagas “triune brain”

“Molekul-molekul emosi juga menjalankan setiap sistem di


dalam tubuh.”
--CANDACE B. PERT, Molecules of Emotion: Why You Feel The Way You Feel

Paul D. MacLean (1 Mei 1913-26 Desember 1997) dikenal sebagai neurolog andal. Dia
disebut-sebut juga sebagai pendukung “microgenesis”—sebuah pandangan yang
menyatakan bahwa struktur otak manusia itu berevolusi sesuai zaman. Karya terkenalnya
yang terbit pada 1990 adalah The Triune Brain in Evolution. Menurutnya, otak manusia
terdiri atas tiga bagian—oleh sebab itu dia menyebutnya sebagai “triune brain”—yang
setiap otak itu berkembang pada waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi manusia.
“Triune brain” itu adalah (1) batang otak atau “otak reptil”, (2) sistem limbik atau “otak
mamalia”, dan (3) neokorteks atau saya menyebutnya sebagai “otak bahasa”.

Kedua jenis otak yang pertama dimiliki oleh hewan, sementara


neokorteks hanya dimiliki manusia dan otak ketiga inilah yang
membedakan manusia dengan hewan. Neokorteks berada persis di atas
sistem limbik. Inilah, sekali lagi, yang membuat manusia menjadi
spesies yang unik. Neokorteks adalah juga tempat bersemayamnya
kecerdasan Anda. Otak inilah yang mengatur pesan-pesan yang diterima
melalui penglihatan, pendengaran, dan sensasi tubuh Anda. Proses yang
berasal dari pengaturan ini adalah penalaran, berpikir secara intelektual, pembuatan
keputusan, perilaku waras, bahasa, kendali motorik sadar, dan ideasi (penciptaan
gagasan) nonverbal.

Di bawah neokorteks ada otak tengah yang berisi “sitem limbik” yang pada tahun 1990-
an dipopulerkan oleh Daniel Goleman dengan merujuk ke sebuah jenis kecerdasan-baru.
Namanya “emotional intelligence”. Menurut Goleman, di otak tengah inilah bersemayam
kecerdasan emosi (EQ) yang kemudian ditandingkan dengan kecerdasan rasional (IQ).
Otak tengah ini menyimpan juga perasaan, pengalaman, memori, dan kemampuan belajar
Anda. Ini adalah bagian otak yang diprogram untuk memerintahkan seorang bayi—atau
seekor anak domba atau anjing—secara naluriah untuk menyusu kepada ibunya segera
setelah lahir. Otak ini memang dimiliki oleh hewan mamalia. Dan, janga lupa, sistem di
otak tengah ini juga mengendalikan bioritme Anda, seperti pola tidur, rasa haus, tekanan
darah, detak jantung, gairah sesksual, temperatur dan kimia tubuh, metabolisme, serta
sistem kekebalan.

Otak paling tua berada di batang otak, di bawah otak


tengah, yang disebut sebagai “otak reptil” karena memamg
dimiliki oleh kadal, buaya, dan burung. Di otak inilah
bersemayam insting untuk mempertahankan hidup dan
dorongan untuk mengembangkan spesies. Perhatiannya
adalah pada makanan, tempat tingggal, reproduksi, dan
perlindungan wilayah. Ketika Anda merasa tidak aman, otak ini spontan bangkit dan
bersiaga atau melarikan diri dari bahaya. Inilah yang disebut reaksi “hadapi atau lari”
yang sangat terkenal itu. Dalam beberapa hal, otak ini sangat bermanfaat bagi manusia
karena dapat melindungi manusia dari marabahaya secara refleks. Sayangnya, jika fungsi
otak ini dominan, manusia tak dapat berpikir di tingkat yang lebih tinggi.

Menarik sekali untuk melihat mekanisme bekerjanya ketiga otak ini. Kendalinya ternyata
ada di otak tengah atau di “sistem limbik” yang terkait dengan emosi. Apabila Anda
sedang dilanda emosi negatif—Anda marah, kesal, dan sebal—kegiatan pemikiran Anda
pun akan turun ke bawah ke “otak reptil”. Akibatnya, Anda tidak dapat berpikir jernih.
Ketika Anda diliputi emosi negatif, Anda kemudian akan berperilaku bak binatang.
Bayangkan pula jika Anda sedang menulis tetapi yang Anda akan tulis tidak Anda sukai.
Anda akan diliputi oleh emosi negatif dan Anda pun menjalani kegiatan menulis dengan
perasaan yang tersiksa. Hasilnya sudah sangat jelas: buruk. Ini dikarenakan Anda menulis
dengan otak kadal!

Sebaliknya, apabila Anda berhasil mengubah emosi negatif


menjadi emosi positif—Anda gembira, bersemangat, dan
bergairah—apa pun yang Anda lakukan akan dibantu
dengan pemikiran otak yang paling tinggi, yaitu “otak
bahasa”. Bahkan bukan hanya itu yang Anda akan peroleh.
Ronald Kotulak—penulis sains yang pernah meraih
penghargaan Pulitzer—menunjukkan bahwa ketika secara emosional Anda sedang
“bersemangat”, otak Anda akan melepaskan endorfin—bahan kimia yang mirip morfin.
Ini pada gilirannya akan memicu asetilkolin, “neurotransmitter” vital yang meminta
memori baru untuk ditanam di berbagai bagian otak. Menurutnya, asetilkolin ini bagaikan
“minyak yang membuat mesin memori berfungsi; dan jika mengering, mesin (otak) akan
membeku”.[]

Nuryanti Yuliani
izin share ya pak . .
Terimakasih . .
April 4 at 10:26pm

Ika Bima Sakti


Betul2 sedekah ilmu yg luar biasa.Selain senang lama2 kok sy jadi iri ya kesohib kita
Hernowo.Stlh ilmunya dicetak,trus ditinggal tidur bahkan dtinggal matipun,amalannya
jalan terus.(amin)
April 4 at 11:13pm via Facebook Mobile

Ika Bima Sakti


Emosi positiv itu brarti hanya milik kita manusia,cuma manusia yg tertawa,tapi
kebanyakan mamalia bisa gembira juga lho.
April 4 at 11:20pm via Facebook Mobile

Hernowo Hasim
@Nuryanti: Ya, silakan. Saya izinkan.
@Ika: He-he-he, Ka, hitung2 untuk nabung di hari tua. Bener katamu, jika aku mati, ilmu
itu tak akan ikut mati--ia akan terus tumbuh dan berkembang hingga akhir zaman. Benar
juga katamu bahwa jenis hewan mamalia memang punya kemampuan untuk
memunculkan emosinya. Ada buku yang sangat menarik tentang itu. Tapi, aku lupa.
Salam.
April 5 at 12:52am

Wika Nengsih
izin share juga ya Pak.
April 5 at 3:12am

Rully Roesli
..izin share juga mas Her.... ini ada hubungannya dengan pusat emosi.. the amygdala
April 5 at 4:13am

Hernowo Hasim
@Wika dan Rully: Ya, saya izinkan. Alhamdulillah jika catatan saya itu dapat
dimanfaatkan.

Benar, Pak Rully. Itu ada kaitannya dengan amygdala. Maaf, saya menuliskannya dengan
bahasa orang awam--bahasa yang saya pahami. Dengan menuliskannya, saya ingin tak
sekadar memahami tapi juga menguasai karena kadang saya harus sampaikan lewat
pelatihan saya "brain-based writing". Salam.
April 5 at 4:46am

Mustofa Faqih
Wah mantab isi tulisannya Pak, sip......
April 5 at 5:10am

Ichsanuddin Kusumadi
trims, setiap tampilan selalu merangsang renungan positif
April 5 at 5:43am

“Emotional Intelligence”: Brain Story 13


Share
Monday, April 5, 2010 at 8:35am

Daniel Goleman

“Kini kita dinilai dengan tolok ukur baru: tak hanya


sepintar apa kita, atau seahli apa kita, tetapi juga sebaik apa
kita menangani diri sendiri dan orang lain.”
--DANIEL GOLEMAN, Working with Emotional
Intelligence

Saya masih ingat apa yang saya lakukan ketika dahulu pernah sangat terpengaruh oleh
teori adanya kecerdasan emosi. Saya kemudian mencari di Internet dan bertemulah saya
dengan www.6seconds.org. Di situs ini saya langsung diberi kesempatan berlatih
memainkan kecerdasan emosi saya. Ada segitiga yang masing-masing ujungnya
berkelap-kelip. Di setiap ujung segitiga itu terdapat tulisan feel, think, dan act. Kelap-
kelip itu terjadi hanya selama dua detik. Pesannya yang saya tangkap: aktifkan ketiga
potensi Anda secara berbarengan selama enam detik. Saya pun melakukannya.

Saya tidak tahu apakah kemudian kecerdasan emosi saya meningkat. Hanya, dengan
berpraktik seperti itu, saya punya kebiasaan untuk mengamati dan memahami lingkungan
dengan tiga jenis potensi tersebut. Saya tak sekadar memikirkan—menganalisis, menarik
sebuah ”benang merah”, ataupun memutuskan—tetapi juga ”merasakan” dan kemudian
melakukan apa yang saya pikirkan dan rasakan. Tentu, ini sebuah kehidupan baru karena
saya menyinergikan ketiga potensi tersebut secara sadar dalam kehidupan saya.

Sekarang ini, saya sangat menganjurkan kepada setiap peserta pelatihan menulis saya
untuk memiliki kemampuan ”merasakan” tulisan yang telah dibuat oleh mereka. Bagi
saya, ”merasakan” sebuah tulisan begitu penting. Kegiatan ini persis sama ketika kita
merasakan manisnya gula, asinnya garam, dan juga pahitnya brotowali. Di dalam diri kita
ada semacam potensi yang dapat melakukan itu meski kadang-kadang hasilnya tidak
dapat dikalkulasi dalam bentuk matematis: ”Ya, kira-kira begitu atau seperti itulah....”

Ketika saya memiliki kesempatan membaca buku Daniel Goleman—ada tiga buku yang
saya baca: Emotional Intelligence, Working with Emotional Intelligence, dan Social
Intelligence—saya mendapatkan petunjuk yang jelas bahwa potensi ”merasa” ini efeknya
sungguh dahsyat jika dapat kita latih dalam kehidupan sehari-hari. Saya menjadi lebih
peka dan dapat membuat semacam kesimpulan yang tidak kering. Kehidupan saya pun
semakin bertambah ”basah”—dalam arti ada hal-hal yang mendekatkan saya dengan
sebuah kebermaknaan.

Puncaknya adalah ketika saya menemukan buku Self


Science. Saya takjub karena kecerdasan emosi dapat
membantu diri saya untuk memahami diri saya.
Menariknya, ada sebuah sekolah—namanya Nueva
Learning Center—yang mengajarkan ”self science” itu
kepada anak didiknya yang masih berusia sangat muda.
Sekolah itu berada di San Francisco. Bahan pelajaran ”self
science” adalah perasaan—perasaan kita sendiri dan
perasaan yang muncul dalam setiap hubungan. Pokok
bahasannya, pada dasarnya, menuntut agar guru dan murid
mau memusatkan pehatian pada jalinan emosi kehidupan
seorang anak—fokus yang jelas-jelas diabaikan di hampir
semua sekolah di Amerika waktu itu.

Di sekolah Nueva Learning Center, setrategi tersebut mencakup penggunaan ketegangan


dan trauma dalam kehidupan anak sebagai ”topik hari ini”. Para guru berbicara tentang
masalah-masalah yang betul-betul terjadi—sakit hati karena ditinggalkan, iri hati, dan
perselisihan yang memuncak menjadi perkelahian di halaman sekolah. Seperti yang
dirumuskan oleh Karen Stone McCown, pengembang kurikulum ”self science” dan
Direktur Nueva, ”Proses belajar tidak berlangsung terpisah dari perasaan anak. Dalam
proses belajar kemahiran menggunakan emosi sama pentingnya dengan petunjuk
mempelajari matematika dan membaca.”

Meski saya bejalar tentang potensi kecerdasan emosi ini di usia ketika mendekati
setengah abad, saya tetap harus bersyukur. Hal ini dikarenakan saya kemudian dapat
dibantu untuk melihat indahnya PELANGI kehidupan di usia saya yang sudah senja. Ya,
selama ini mungkin saya sudah tahu tentang warna-warni kehidupan yang saya jalani.
Namun, berkat kecerdasan emosilah pelangi itu begitu indah dan tidak dapat saya
lukiksan dengan kata-kata. Kapan anak-anak saya mendapat mata pelajaran ”self science”
di sekolah ya?[]

Frans. Nadeak
Pak Her..
terima kasih sudah membaginya...
April 5 at 8:38am

Radinal Mukhtar Harahap


hmm.. jika saya kembali ke pesantren dan menjadi guru kelak, saya akan memraktekkan
self science.. mohon doanya pak..
April 5 at 8:46am

Muhammad Nur
wah, merasakan kebermaknaan dalam tulisan, itulah nasehat bapak dalam pesan yang
saya kirim ketika itu. Note bapak ini, mampu menghipnotis saya untuk melakukan
"mencari kebermaknaan" di setiap tulisan. Lebih tepatnya lagi, saya ingin mengadopsi
saran bapak ini disetiap kegiatan yang saya lakukan, meraih kebermaknaan lebih berarti
dari sekedar penilaian hasil yang di capai.
Mohon saran dan nasehatnya pak, dengan tulisan-tulisan bapak selanjutnya....
salam sukses selalu...
April 5 at 8:52am

Ibu Razwa
Pak her saya tertarik dg buku self science bisa sy minta info penulis dan penerbitnya?
makasih pa
April 5 at 1:41pm via Facebook Mobile

Wijaya Kusumah
semoga guru di sekolah kita menerapkan ”self science”. Makasih mas hernowo, tulisan
anda sellau menginspirasi
April 5 at 2:58pm

Hernowo Hasim
@Ibu Razwa: coba manfaatkan "search engine" google dan ketikkan buku itu. buku itu
masih dalam edisi Inggris.
@Wijaya: ya, dan trims mas Wijaya.
April 5 at 9:38pm

Nasrudin Banget
Kacamata kuda membuat kita melihat hanya yang ada di depan (lurus) kita. Kacamata 3D
membantu kita melihat 3 dimensi di luar kita. Bukan begitu, pak?... :)
April 6 at 9:25am

Ctea Noer
Pak...saya kan ga setiap hri bsa bka FB...
sya senang sekali membaca tulisan2 bpa terutama yang tentang brain, kalau ingin dapet
versi lengkapnay gmn pak??dari 1 sampai terakhr ni...
April 6 at 3:48pm

7 people like this.


View all 16 comments

Mochammad Jodhy
terima kasih atas suguhan mind breakfast -nya pak Hernowo..salam
April 8 at 1:18am

Nurbaiti Azhar
terimakasih atas informasi yang telah diberikan pak. saya sangat suka sekali. salam
April 8 at 11:22am

“Multiple Intelligences”: Brain Story 14


Share
Tuesday, April 6, 2010 at 10:14pm

Howard Gardner

“Teori kecerdasan, yang semula dimaksudkan untuk


psikolog, telah berkembang menjadi alat yang digunakan
dengan antusias oleh para pendidik di seluruh dunia. Teori
kecerdasan majemuk (multiple intelligences) memberikan
pendekatan pragmatis tentang bagaimana kita mendefinisikan kecerdasan dan mengajari
kita bagaimana memanfaatkan kelebihan siswa untuk membantu mereka belajar.”
--THOMAS R. HOERR, Becoming a Multiple Intelligences School

Entah apa yang saya rasakan waktu itu ketika berjumpa dan kemudian menjadi sahabat-
erat Howard Gardner. Saya berjumpa dengan Gardner lewat buku-buku yang ditulis oleh
praktisi teorinya, khususnya Thomas Armstrong. Armstrong menulis buku yang dahsyat:
Multiple Intelligences in the Classroom. Pikiran saya waktu itu seperti dibuka lebar-lebar
oleh buku ini bahwa ada banyak sekali cara dalam mempelajari sesuatu. Karena waktu itu
saya pas jadi guru, buku ini juga memberikan kepada saya pelbagai cara-dahsyat
mengajar di sebuah kelas.

Sedikitnya ada tujuh cara dan ketujuh cara ini kemudian dapat dikombinasikan.
Misalnya, saya dapat mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan
memanfaatkan tubuh atau gerakan. Lantas, saya pun dapat mengombinasikan cara
tersebut dengan mengajak anak didik saya menjalankan kegiatan belajar dengan
membayangkan bahwa diri-diri mereka adalah para penulis top. Itu baru dua cara.
Bayangkan, setiap kali saya ingin mengajar, saya pun dapat mengutak-atik terlebih
dahulu beberapa cara mengajar yang tidak itu-itu saja. Kegiatan mengajar pun menjadi
lebih bervariasi dan merangsang kreativitas saya.

Sebagaimana kecerdasan emosi—lewat kurikulum ”self


science”—yang dapat membantu saya mengenali diri saya,
teori Gardner ini juga dapat membantu saya untuk
mengenali diri saya. Saat ini kita semua mungkin sudah
mengetahui tentang adanya tes ”Sidik Jari” yang
memanfaatkan teori multiple intelligences. Menurut yang
saya dengar, lewat sidik jarinya, seorang anak kemudian
dapat diidentifikasi kecerdasannya yang menonjol yang
dimilikinya. Dengan diketahuinya kecerdasan yang
menonjol, seorang anak kemudian dapat dilatih dan
diarahkan untuk menekuni suatu bidang yang kemungkinan
besar kelak disenanginya.

Namun, Gardner sendiri sesungguhnya tidak terlalu suka dengan pelbagai pengetesan
yang melibatkan temuannya. Menurut Gardner, kecerdasan setiap anak akan terus
berkembang mengikuti interaksinya dengan lingkungannya. Jika pada suatu saat
diketahui bahwa kecerdasan yang menonjol seorang anak adalah kecerdasan ”A”, ada
kemungkinan setelah beberapa waktu berselang—dan dites lagi—kecerdasan yang
menonjol itu pun berubah. Gardner khawatir bahwa tes-tes yang melibatkan kecerdasan
majemuk itu kemudian malah mengerangkeng potensi seorang anak.

Saya sendiri pernah mencoba melakukan tes kecerdasan


majemuk sesuai dengan lembaran yang ada di buku
Thomas Armstrong. Saya mengisi lembaran tersebut
dengan kegiatan yang sering saya lakukan dan saya sukai
serta saya lakukan berulang-ulang. Pengisiannya bukan
dengan memberikan tanda centang—seperti mengisi soal
pilihan ganda—tetapi dengan menuliskan (merumuskan)
apa saja kegiatan yang saya lakukan berulang-ulang yang
sesuai dengan pengoperasian jenis-jenis kecerdasan
tertentu. Yang mengagetkan saya, bukan lantas saya dapat
mendeteksi kecerdasan yang menonjol yang saya miliki; tetapi, saya seperti dapat dibantu
dalam mengidentifikasi diri dan kemudian proses pengidentifikasian itu dapat
mengarahkan saya untuk lebih memahami diri saya.[]

Bernadin Petani Sirih

wah.. buku-buku yang sangat bagus Pak Her.


disini kemampuan tentang mengikat makna yang sering Pak Her ajarkan semakin nyata
manfaatnya.
dalam buku ini tentang hal kecerdasan majemuk memberi gambaran yang bagus tentang
bakat juga pengaruh lingkungan dimana seseorang berkembang.
sampainya menemunya pengidentifikasian diri ini membuat saya salut.... See More
semua ini memacu saya terus untuk tidak bosan membaca dan belajar.
terima-kasih telah berbagi. salam.
April 6 at 10:35pm

Ctea Noer
Ketika kita belajar sesuatu yang kita sukai, kita akan lebih bersemangat, seakan akan
haus akan ilmu itu...
seperti tulisan2 bpk...jd semakin banyak list buku yang harus saya bca neh,...tetapi harus
tetap semangat!!
April 6 at 11:01pm

Moh Monib
Salam. Nah, ini dia yang sangat saya sukai. Di TK Islam Citra Insani saya sudah
mengembangkannya. Saya coba aplikasikan dan mengcreate pelatihan2 untuk
memasukkan perspektif ini pada benak dan paradigma guru2. Buku komunikasi dan rapot
kami bagi 2, penekanannya pada deskriptif agar ortu tau betul dinamika potensi2 itu pada
diri anaknnya. Tku mas.
April 6 at 11:52pm

Yulie Panti
semua buku2 itu, telah merubah mind set saya ttg belajar & mengajar. Saya sepakat soal
'tes2 yg akan mengerangkeng potensi'. Tdk hanya itu, menurut saya, menjadi 'ladang
bisnis' yg kurang bertanggung jawab. Trimakasih atas tag nya, mas.
April 7 at 12:00am via Facebook Mobile
Ibu Razwa
Memperhatikan bacaan pak her sy jd sadar betapa belum seberapanya buku yg sy baca.sy
jd terpacu untk lebih menularkan kebiasaan membaca pada murid dan orang sekitar sy
semoga pak her dpt terus menginfluence sy dg tulisan2nya yg berbobot
April 7 at 12:33am via Facebook Mobile

Hernowo Hasim
@Bernadin: trims kembali.
@Ctea: Membacalah dengan "ngemil", sedikit demi sedikit tapi kontinu dan konsisten,
lalu "diikat" setelah selesai mmebaca. kalau tak "diikat", apa yang kita dapat? Dan buku
baru akan terus terbit, tak bisa kita hentikan. Salam.
@Monib: Ya, mengubah paradigma itu penting. Selain dengan membaca, juga
MELAKUKAN apa yang kita baca.
@Yulie: trims kembali. Salam.
April 7 at 12:35am

Hernowo Hasim
@Ibu Razwa: Saya membaca dengan "ngemil" sedikit demi sedikit tapi kontinu dan
konsisten. Dan ini yang sangat penting, saya senantiasa "menghasilkan" tulisan setelah
selesai membaca gara-gara "mengikat makna". Saya kira, banyak orang yang sibuk
membaca tapi lupa menmapung atau "mengikat" hasil bacaannya sehingga kadang
merasa tidak atau kurang membaca. Salam.
April 7 at 1:02am

Ida Nurul Chasanah


Multiple Intelligences telah membuka ruang berfikir kita bahwa tiap anak itu UNIK....
dan keUNIKan itu yang akan mengantarnya menJADI ADA.... seperti juga jika kita mau
menerapkan "mengikat makna" dalam proses "pembacaan" kita atas semua yang pernah
kita "baca"..... Thanks Pak Her... atas pencerahan cerdasnya...
April 7 at 1:42am

Nuzul Aviani
Terima kasih Pak Her, atas konfirmasi pertemanannya juga telah di-tag dalam catatan
yang menarik dan bermanfaat.
April 7 at 2:07am

Syamsuddin Baharuddin
Terimakasih Pak Her atas artikelnya, informasi ini menambah pengetahuan sy ttg MI dan
penerapannya. o iya, insya Allah 21-23 Mei nanti kami [Quantum Sinergi] akan
melaksanakan Pelatihan Guru ttg "Sekolahnya Manusia" [Penerapan MI di Sekolah]
bersama Pak Munif Chatib. Mohon doa Pak Her.... terima kasih atas kebaikan Pak Her yg
memperkenalkan saya ... See Morekpd Pak Munif Chatib bbrp waktu lalu. Sejak itu,
sudah 3 kali kami mengundang beliau ke Makassar. sekali lagi, terima kasih pak, semoga
Bapak sekeluarga sehat wal afiyah dan bahagia selalu.
April 7 at 2:21am

Munif Chatib
Mas Her ... doakan buku saya yg kedua cepet rampung, GURUNYA MANUSIA. Saya
mencoba beri informasi kepada teman2 guru strategi mengajar dengan multiple
intelligence sangat variatif dan memantik kreatifitas guru.
Saya setuju dg Gardner, jika dikatakan kecerdasan manusia itu dinamis dan selalu
berubah2. Tes apapun untk mengetahui kecerdasan seseorang... See More hanya berlaku
pd saat itu juga. Persis seperti potret, hasil jepretan kamera, lalu kecerdasan kembali
berkembang dg dipengaruhi lingkungan. Memang sih ada beberapa hasil diskripsi yang
menuntut kita untuk memulai masuk dari mana, namun mi seseorang saya pikir dpt
diketahui dari kebiasaan orng itu, bukan dg sesuatu yg statis.
April 7 at 2:26am

Syamsuddin Baharuddin
@Pak Munif; Semoga buku Pak Munif GURUNYA MANUSIA segera terbit! semoga
buku itu bisa menginspirasi & me-Revolusi praktek pembelajaran para Guru di seluruh
Indonesia. Mohon izin Pak Munif, jika buku tersebut telah terbit, Quantum Sinergi akan
membuat Bedah Buku dan Workshop buku tersebut di Makassar bersama Pak Munif.
Semoga Pak Munif diberkahi kesehatan dan keberkahan hidup.
April 7 at 2:34am

Munif Chatib
@Syam...thanks sahabat ...doanya membuat semangat tetap menyala ..
April 7 at 3:10am

Hernowo Hasim
@Ida: Benar, dengan "mengikat makna" kita menjadikan kegiatan membaca itu ADA,
sebagaimana kecerdasan majemuk telah membuat keunikan seorang anak itu ADA.
Salam.
@Nuzul: Trims kembali, smeoga pertemanan di fesbuk ini banyak mendatangkan
manfaat bagi kita. Salam.
April 7 at 4:13am
Hernowo Hasim
@Syam: Sama-sama.
@Munif: Pak Munif adalah sebuah kehormatan bagi saya dengan koemntar Anda ini. Ya,
saya senantiasa berdoa agar Anda terus mengalirkan pikiran-pikiran Anda yang "terikat".
Itu akan lebih punya pengaruh dahsyat bagi perubahan di dalam diri ataupun di sekolahj-
skeolah. Tidak berarti pelatihan dan seminar atau bedah buku tak ada ... See
Morepengaruhnya. Tapi pengaruh yang "terikat" sepertinya akan abadi ya.....

Benar sekali analogi Pak Munif. Tes itu bagaikan potret yang tak memberikan ruang
untuk sebuah perubahan. Sementara kecerdasan itu sangat dinamis dan berubah setiap
detik. Sekali lagi, trims dan salam.
April 7 at 4:17am

Ratih Gandasetiawan
Pak Hernowo saya juga menggunakan Multiple Intelegensia........saat saya ingin
mengetahui bakat anak terutama bagaiman remaja2 ini mampu menilai dirinya
sendiri.....mencari kekuatan dan kelemahannya......agar selalu waspada dalam mencari
kelanjutan karier pada dirinya...ternyata hasilnya bagus loh
April 14 at 12:48pm

SQ: Brain Story 15


Share
Wednesday, April 7, 2010 at 10:10pm

Zohar dan Marshall

Judul buku itu hanya terdiri atas dua kata. Namun, isinya
seperti bom nuklir: dapat ”meledakkan” diri saya! Lewat
buku yang ditulis bersama oleh sepasang suami-istri Danah
Zohar dan Ian Marshall, saya kemudian menyadari potensi
diri saya dan anak-anak saya yang luar biasa. Ternyata di
kepala saya ada satu lagi jenis kecerdasan yang dapat membuat diri saya terhubung
dengan Sesuatu Yang Mahatinggi.

Selama ini mungkin saya sudah punya banyak ”cara” untuk dapat terhubung dengan
Tuhan. Agama yang saya peluk telah memberikan kepada saya pelbagai ”cara” itu.
Hanya, memang, ”kabel” dan ”colokan” yang tepat yang mana dan seperti apa, kayaknya,
belum saya temukan secara pas. Juga, yang membuat saya terus-menerus bertanya,
setelah menggunakan pelbagai ”cara” itu, adalah apa hasilnya—bentuknya seperti apa?
Apakah saya lantas menjadi lebih baik?

Buku SQ memang belum menjawab pelbagai pertanyaan saya. Baru setelah sekuel SQ
terbit dengan judul pendek pula, SC, saya pun merasakan ada hal-hal baru yang saya
temukan. SC adalah singkatan dari Spiritual Capital. Edisi Inggris SC punya judul kecil
yang cukup “menggigit”: Wealth We Can Live by Using Our Rational, Emotional, and
Spiritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture. SQ memang
sebuah “kekayaan” baru yang dimiliki manusia meskipun pengoperasiannya tetap masih
memerlukan IQ dan EQ.

Dalam edisi berbahasa Indonesia, buku Zohar dan


Marshall itu diberi identitas baru terkait dengan
judul kecilnya. Ketika diterbitkan di Indonesia
pada Agustus 2005, kita dapat membaca di
sampul depan judul kecil yang berbunyi
Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Begitu
praktisnya dan tidak ada kesan sesuatu yang
mahatinggi. Namun, ketika dicetak ulang pada
November 2005—hanya tak sampai tiga bulan—
buku tersebut ada tambahan baru: sebuah
pengantar penerbit. Yang membuat pengantar
adalah Haidar Bagir.

Nah, kesan bahwa buku Spiritual Capital itu tidak


“nyepiritual”, terjawab sudah. Saya menemukan
sebuah ungkapan menarik yang ditulis oleh
Haidar Bagir. Meskipun sebenarnya Haidar hanya
memindah apa yang dikatakan oleh kedua
penulisnya ke pengantar yang dibuatnya, tapi
pemindahan ini membantu saya untuk fokus—untuk kembali dapat menggunakan SQ
dalam upaya saya dapat terhubung dengan Sesuatu Yang Mahatinggi. Dan keterhubungan
saya itu, ajaibnya, dalam bentuk yang sifatnya “duniawi”. Ini yang, menurut saya,
sungguh luar biasa.

Mari kita baca apa yang ditulis dan dipindahkan oleh Haidar: “SC adalah sejenis ukuran
kecerdasan yang mencakup kesadaran akan ‘makna, tujuan, dan pandangan-bersama
mengenai hal yang paling berarti dalam hidup—dan bagaimana semua itu diterapkan
dalam kehidupan dan strategi-strategi perilaku kita. SC adalah modal yang ditingkatkan
dengan memanfaatkan sumber-sumber daya dalam jiwa manusia. Dalam ungkapan yang
lebih padat, SC adalah khazanah pengetahuan dan kecakapan spiritual yang tersedia bagi
seseorang atau suatu budaya…. SC tecermin dalam apa
yang diyakini oleh suatu komunitas atau organisasi, apa
yang menjadi tujuan pendiriannya, apa yang dicita-
citakannya, dan tanggung jawab apa yang diembannya.’”

Dengan judul pengantar yang unik—“Menumpuk Harta


dan Memperkaya Jiwa”—lewat SC, manusia disadarkan
bahwa meraih kekayaan duniawi sebanyak-banyaknya itu sah-sah saja asal kekayaan itu,
pertama, benar-benar diperoleh dari kegiatan yang halal, dan, kedua, tumpukan harta itu
kemudian juga berhasil memperkaya jiwa—bukan malah menggersangkan jiwa alias
harta itu tidak digunakan untuk meraih keperluan di akhirat kelak. Membaca (memahami)
semua ini, saya lantas bersegera ingin kembali ke diri saya: Apakah saya sudah siap
untuk menumpuk harta sekaligus memperkaya jiwa? Jika sudah siap, apakah saya
mampu? Dan jika saya punya kemampuan, apakah saya…. []

Mukhlish Abdi El-Banjari


pagi pak Her, izin share lagi. :)
April 7 at 10:20pm

Fadhel Odell
terima kasih ilmunya di pagi hari pak her..
April 7 at 10:30pm via Facebook Mobile

Wahyu Awaludin
Inspirasi tak henti!
April 7 at 10:30pm via Facebook Mobile

Ctea Noer
Trims pak...
ilmu baru lg saya dapat pagi ioni
April 7 at 10:40pm

Je Abdullah
SC, satu-satunya kekayaan yang dapat digunakan untuk membeli kebahagiaan...
April 7 at 10:57pm

Alfathri Adlin
\m/ ^_^ \m/
April 7 at 11:01pm
Ahmad Shobirin
amin..
April 7 at 11:30pm

Radinal Mukhtar Harahap


santapan sebelum kuliah.. makasih pak.. entah kebetulan atau tidak, hari ini saya
mendapat telpon dari pesantren tuk menulis makalah tentang bisnis rasulullah.. yang juga
mengedepankan SC ini..
April 8 at 12:04am

Moh Monib
Mas Hernowo, sy uda baca buku ini sejak 2005. Kebetulan Prasetiya Mulya saat itu buka
program S-1 Bisnis. Saya gunakan buku ini sebagai salah satu refrensi. Sperti Pak Haidar
tulis dalam prolognya, apapun tujuan berbisnis adalah taking profit. Bisnis adalah
menjual barang/jasa/keahlian untuk memproleh dan menguasai keuntungan yang sebesar-
besarnya... See More. Itulah prinsip dan "nawaitu" berbisnis. Yang sangat bagus dalam
SC ini, tujuan utama bisnis itu diikat dan bersanding dengn keharusan berpijak pada etika
atau akhlah. Sehingga berbisnis dan pebisnis tidak berjiwa homo homuni lupus. Srigala
bg sesamanya. Alat ukur spiritualitas pun diuraikan dlm SC. Nah, yang terakhir, uda 5
tahun saya ngajar, saya wajibkan mahasiswa beli, tapi stockless.Saya juga uda minta ke
Pak Haidar. Kebutuhan saya tiap semester tidak banyak, hanya 150 eksemplar. Saya
paham MIZAN punya kriteria untuk cetak ulang. Tp, plis, buku ini sangat bagus dan pasti
akan selalu cetak ulang. Buku ini meski tidak sperti nasi yang selalu dibutuhkan, tapi para
pebisnis mesti paham keuntungan menjadi pebisnis yang etis. Bisnis yang berkelanjutan,
Bukan sekali untung dan bangkrut. Maka mesti baca SC ini. Cetak lagi dong mas!
April 8 at 12:17am

Ika Bima Sakti


Meledak,kata yg provokatif.
IQ itu stabil,tetap bagai takdir.
EQ bisa tumbuh kembang disgala usia.
SQ segala urusan bersinergi dgnNya,kita meledak.
Tengoklah sebuah bangsa yg tak berarti,merdeka krn tdk berharga utk dijajah,hidup
dipadang pasir. ... See More
Primitif,buta huruf,sebagian nomaden dan tercerai berai.
Telah diledakanNya,kepenjuru dunia,pernah jadi pusat ilmu,dan gaungnya melintas
zaman.
Bangsa yg mnrt akal seharusnya punah,ditelan zaman tanpa jejak sejarah.
April 8 at 12:20am via Facebook Mobile
Wahyu Awaludin
Wah,saya ga pernah nemu buku ini di pasaran. Ada yang punya stok?
April 8 at 12:37am via Facebook Mobile

Hernowo Hasim
@Mukhlis: Oke, silakan.
@ Yusran, Fadhel, Wahyu, Ctea, Je, Al, A Shobirin: Thx.
@Radinal: Alhamdulillah, selamat mengeksplorasi ide.
April 8 at 1:00am

Hernowo Hasim
@Monib: Iya, nanti akan saya sampaikan mas. Semoga bisa dicetak lagi baik SQ maupun
SC-nya. Trims dan salam.
@Ika: He-he-he, thx Ika. Salam.
@Wahyu: Buku itu sangat populer sekitar tahun 2002-an. Memang, sudah 7 tahun
berselang. Salam.
April 8 at 1:02am

Mochammad Jodhy
terima kasih atas suguhan mind breakfast -nya pak Hernowo..salam
April 8 at 1:18am

Nurbaiti Azhar
terimakasih atas informasi yang telah diberikan pak. saya sangat suka sekali. salam
April 8 at 11:22am

Anda mungkin juga menyukai